Anda di halaman 1dari 56

PERSEPSI PEMUDA MENGENAI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

PADI SAWAH DI KECAMATAN KEBAKKRAMAT KABUPATEN


KARANGANYAR

Proposal Skripsi

Diajukan kepada: Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Disusun oleh:
Reza Abraham Iswara H0417057

PROGRAM STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020

i
PERSEPSI PEMUDA MENGENAI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
PADI SAWAH DI KECAMATAN KEBAKKRAMAT KABUPATEN
KARANGANYAR

Proposal Skripsi

Oleh: Reza Abraham Iswara H0417057

Telah disetujui

Pembimbing Utama tanggal: ...............................

Dr. Eny Lestari, M.Si.


NIP. 195611191983031102

Pembimbing Pendamping tanggal: ...............................

Eksa Rusdiyana, S.P., M.Sc.


NIP. 198510192019031007

Mengesahkan,
Kepala Program Studi
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Dr. Suminah, M.Si.


NIP. 196610012000032001

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil’alamin, segala puji syukur penulis kehadirat Allah


SWT atas nikmat, karunia, taufik serta hidayah-Nya seingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dnegan judul “Persepsi Pemuda Mengenai Alih Fungsi
Lahan Pertanian Padi Sawah di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten
Karanganyar” secara lancar. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Samanhudi, S.P., M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Suminah, M.Si. selaku Kepala Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Dr. Ir. Sugihardjo, M.S. selaku Ketua Komisi Sarjana Program Studi
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Dr. Eny Lestari, M.Si. selaku pembimbing utama dalam skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi serta selalu
memberikan pengetahuan yang menambah wawasan penulis.
5. Eksa Rusdiyana, S.P., M.Sc. selaku pembimbing pendamping dalam skripsi
yang juga telah membimbing dan memberikan pengetahuan yang menambah
wawasan penulis.
6. Kepala Kantor Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar beserta
jajarannya yang telah membantu melayani dan menyiapkan data-data yang
diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret

iii
Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama menempuh
perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Susrakarta serta
bantuan dalam menyelesaikan administrasi selama penulisan skripsi.
8. Seluruh Masyarakat Kecamatan Kebakkramat yang telah membantu dan
memberikan dukungan kepada penulis untuk penelitian ini baik pengalaman,
waktu, dan kebersediaan selama penelitian.
9. Semua pihak yang telah membantu di dalam pengisian kuesioner peneliti di
Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar
10. Bapak (Suwarmin), Ibu (Isnaeni Amperawati), Kakak (Erikha Ajeng
Chiswari), Adik (Revina Astri Aszuhri) serta seluruh keluargaku tercinta atas
segala kasih sayang, dukungan, dan bimbingannya.
11. Teman-teman program studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian angkatan
2017 terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya.
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan yang telah
membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari


kesempurnaan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan baru bagi pembaca. Aamiin.

Surakarta, ……………. 2021

Penulis

iv
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Perumusan Masalah...................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................5
D. Kegunaan Penelitian..................................................................................6
II. LANDASAN TEORI.......................................................................................7
A. Penelitian Terdahulu..................................................................................7
B. Tinjauan Pustaka.....................................................................................15
1. Persepsi................................................................................................15
2. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi.......................................................17
3. Pemuda................................................................................................22
4. Alih Fungsi Lahan Padi Sawah............................................................24
C. Kerangka Berpikir...................................................................................29
D. Hipotesis..................................................................................................30
E. Pembatasan Masalah...............................................................................30
F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel..........................................31
III. METODE PENELITIAN............................................................................36
A. Metode Dasar Penelitian.........................................................................36
B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian......................................................36
C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel.................................................37
D. Jenis dan Sumber Data............................................................................39
E. Teknik Pengumpulan Data......................................................................40
F. Metode Analisis Data..................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43

vi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Daratan Indonesia mempunyai berbagai jenis tanah, bahan induk,
bentuk wilayah, ketinggian tempat dan iklim. Kondisi seperti ini merupakan
modal besar dalam memproduksi berbagai komoditas pertanian secara
berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pengembangan
pertanian perlu memperhatikan potensinya, agar diperoleh hasil yang optimal.
Sampai saat ini luas lahan pertanian atau lahan yang pernah digunakan untuk
pertanian adalah 70,2 juta ha, yang terdiri atas sawah, tegalan, pekarangan,
perkebunan, padang penggembalaan, kayu-kayuan, dan tambak/kolam
(Hidayat, 2009). Kehidupan manusia yang semakin maju dan berkembang
menuntut akan banyak hal sebagai suatu perubahan baik dari segi
pembangunan dan kemajuan intelektual, hal tersebut sangat perlu dilakukan
untuk memenuhi setiap kebutuhan hidup manusia seperti pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat mengharuskan pembangunan akan bangunan
untuk tempat tinggal maupun industri semakin dibutuhkan. Manusia untuk
memenuhi kebutuhan lahan dalam menghadapi pertumbuhan penduduk yaitu
dengan pengadaan lahan (Mokoagow, 2012).
Lahan merupakan unsur utama dalam proses suatu pembangunan,
salah satunya pembangunan sektor industri. Kebutuhan akan tanah untuk
pembangunan industri meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Ketersediaan tanah yang bersifat tetap merupakan hal yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan merupakan ancaman besar bagi
suatu daerah yang memiliki lahan sektor pertanian. Menurut Pasandaran
(2006) lahan sawah di daerah padat penduduk seperti Jawa mengalami
konversi menjadi lahan untuk berbagai keperluan. Konversi lahan sawah
merupakan ancaman yang serius terhadap ketahanan pangan nasional karena
dampaknya bersifat permanen. Lahan sawah yang telah dikonversi ke
penggunaan lain di luar pertanian sangat kecil peluangnya untuk berubah
kembali menjadi lahan sawah.

1
2

Luas panen padi di Indonesia pada tahun 2018 sampai 2019


mengalami penurunan. Pada tahun 2018 luas panen padi Indonesia seluas
11.377.934,44 Ha, pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi
10.677.887,15 Ha. (BPS, 2020). Pentingnya kebutuhan lahan pertanian
menjadikan penentu sektor pertanian dalam membangun Indonesia.
Pembangunan pertanian diprioritaskan untuk meningkatkan produktivitas
disektor pertanian namun perkembangan ke arah industrial jauh lebih
meningkat. Perubahan pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian
ini juga terlihat dalam arus migrasi desa ke kota. Masyarakat lebih senang
mengadu nasib di daerah perkotaan untuk meningkatkan ekonominya,
terutama bagi pemuda sektor pertanian dianggap kurang menarik. Akibatnya
terjadi penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data BPS (2020) jumlah petani yang bergerak di semua
komoditas sektor pertanian di Indonesia mengalami penurunan, pada tahun
2018 tercatat 35,70 juta orang berkurang menjadi 34,58 juta orang pada tahun
2019, dan berkurang lagi pada tahun 2020 menjadi 33,4 juta orang.
Permasalahan pembangunan pertanian di Indonesia dihadapkan pada
regenerasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak berjalan dengan baik.
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya minat generasi muda terhadap
pertanian. Terutama mereka yang telah mencapai pendidikan SMA atau lebih,
mereka cenderung untuk memilih pekerjaan sendiri di luar sektor pertanian
karena dirasa mampu bekerja pada suatu bidang pekerjaan tertentu, hal ini
juga disebabkan oleh kesesuaian dengan tingkat pendidikan yang telah
dicapainya. Generasi muda dengan berbagai kondisi yang mempunyai
persepsi beragam terhadap kegiatan pertanian. Persepsi menurut Kulsum dan
Jauhar (2014) merupakan proses dalam mengorganisasikan dan
menginterpretasikan dari stimulus yang diterima oleh individu sehingga
menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang terintegrasi
dalam diri individu. Terbentuknya persepsi pemuda dapat dipengaruhi faktor
internal yang merupakan faktor dari dalam diri pemuda, dan faktor eksternal
3

yang berasal dari luar. Penilaian tentang alih fungsi lahan sektor pertanian
yang dilakukan berdasarkan pengamatanya terkait dengan tingkat pendidikan,
pengalaman, dan jenis kelamin. Proses sosialisasi yang dilakukan orang-
orang di sekitar seperti teman-teman dan keluarganya, juga status
kepemilikan lahan sawah juga dapat menentukan penilaian. Santoso et al
(2020) menjelaskan bahwa kondisi pemuda tani yang ada di Indonesia sangat
krisis, dengan latar belakang Indonesia sebagai negara agraris, sektor
pertanian merupakan salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja yang
cukup tinggi. Disisi lain, penurunan pada bidang pertanian akan berdampak
pada berkurangnya tenaga kerja petani. Penurunan sektor pertanian juga
berimplikasi terhadap ketahanan pangan di Indonesia pada masa depan
sejalan dengan penurunan profesi sebagai petani. Pada era millennial
sekarang, generasi muda memiliki minat yang kurang terhadap bidang
pertanian
Menurut Data BPS Karanganyar (2019) Kecamatan Kebakkramat
merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten
Karanganyar. Luas wilayah Kecamatan Kebakkramat adalah 37,46 km2. Luas
tanah Kecamatan Kebakkramat adalah 3.645,640 Ha, yang terdiri dari luas
tanah sawah 2.108,570 Ha, dan luas tanah kering 1.438,260 Ha. Artinya
Kecamatan Kebakkramat memiliki sektor penghasil bahan pangan yang
cukup luas. Penduduk sebagian besar bermata pencaharian di sektor pertanian
(petani sendiri dan buruh tani). Namun tidak sedikit yang bermata
pencaharian sebagai pekerja di sektor industri. Mujiyo (2009) menjelaskan
selama tahun 2000 sampai 2008 luas lahan sawah di Kecamatan Kebakkramat
mengalami penurunan, luas sawah 2.571,89 Ha pada tahun 2000 berkurang
menjadi 2.153,33 Ha pada tahun 2004, dan berkurang lagi menjadi 2.128,11
Ha pada tahun 2008. Sementara itu luas lahan yang digunakan untuk
pemukiman mengalami peningkatan, pada tahun 2000 1.128,36 Ha bertambah
menjadi 1.370,82 Ha pada tahun 2004 dan bertambah lagi menjadi 1.472,46
Ha pada tahun 2008. BPS Karanganyar (2017) menyebutkan luas lahan sawah
Kecamatan Kebakkramat pada tahun 2014 yaitu 2.174 Ha dan mengalami
4

penurunan pada 2016 menjadi 2.083 Ha. Dengan demikian, di Kecamatan


Kebakkramat telah terjadi alih fungsi lahan pertanian (sawah) menjadi
pemukiman, baik perumahan maupun sebagai sarana industri dan jasa.
Seiring perkembangan sektor industri yang meningkat, kebutuhan
akan lahan untuk membangun industri juga akan meningkat. Kabupaten
Karanganyar dengan total 17 kecamatan, masing-masing kecamatan di
Kabupaten Karanganyar memiliki jumlah industri sedang maupun besar. Hal
tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang di Kabupaten
Karanganyar Tahun 2014.
Perusahaan  Tenaga Kerja
No Kecamatan Sedan Besar Tota Sedang Besar Total
g l
1 Jatipuro 1   1 25   25
2 Jatiyoso         0
3 Jumapolo         0
4 Jumantono 1 1   275 275
5 Matesih         0
6 Tawangmangu         0
7 Ngargoyoso   1 1   85 85
8 Karangpandan 2 2 4 94 230 324
9 Karanganyar 2 1 3 84 250 334
10 Tasikmadu   2 2   2781 2781
11 Jaten 29 41 70 1594 22993 24587
12 Colomadu 3 5 8 74 924 998
13 Gondangrejo 6 6 12 302 2467 2769
14 Kebakkrama 3 15 18 247 12380 12627
t
15 Mojogedang 1   1 34   34
16 Kerjo   1 1   3115 3115
17 Jenawi            
Total 47 75 122 2454 45500 47954
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui dari 17 kecamatan yang berada
di Kabupaten Karanganyar, Kecamatan Kebakkramat merupakan kecamatan
yang memiliki jumlah industri besar maupun sedang dengan jumlah
terbanyak kedua setelah Kecamatan Jaten. Pada tahun 2014 perusahaan
industri sedang di Kecamatan Kebakkramat berjumlah 3, sedangkan
5

perusahaan industri besar berjumlah 15. Tenaga kerja pada perusahaan


industri sedang sebanyak 247, dan pada industri besar mencapai 12.380.
Lahan pertanian terutama lahan padi sawah yang terus berkurang di
Kecamatan Kebakkramat salah satu penyebabnya yaitu kurang minatnya
pemuda untuk terjun dalam bidang pertanian. Untuk mengetahui masalah
kurang minatnya pemuda tani dalam bidang pertanian maka perlu dikaji
persepsi pemuda mengenai pertanian, khususnya pada alih fungsi lahan
petanian. Pentingnya mengetahui persepsi pemuda mengenai alih fungsi lahan
pertanian padi sawah karena pemuda merupakan generasi yang akan
meneruskan lahan pertanian padi sawah masa mendatang. Dengan melihat
persepsi pemuda maka dapat diketahui masalah alih fungsi lahan pertanian
terutama padi sawah di Kecamatan Kebakkramat. Oleh karena itu, Kecamatan
Kebakkramat menarik untuk diteliti persepsi pemudanya terhadap alih fungsi
lahan sektor pertanian padi sawah, mengingat belum pernah ada yang
melakukan penelitian di daerah tersebut.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana lingkungan dan karakteristik pemuda di Kecamatan
Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar?
2. Bagaimana persepsi pemuda Kecamatan Kebakkramat terhadap alih fungsi
lahan di sektor pertanian padi sawah?
3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi pemuda
Kecamatan Kebakkramat terhadap alih fungsi lahan di sektor pertanian padi
sawah?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilakukan ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi lingkungan dan karakteristik pemuda di Kecamatan
Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar.
6

2. Menganalisis persepsi pemuda Kecamatan Kebakkramat terhadap alih


fungsi lahan di sektor pertanian padi sawah.
3. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi pemuda di
Kecamatan Kebakkramat terhadap alih fungsi lahan di sektor pertanian
padi sawah.

D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang didapat dari penelitian yang akan dilakukan ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan
pengetahuan mengenai persepsi pemuda terhadap alih fungsi lahan
pertanian padi sawah serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.terkait.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan bahan pertimbangan terkait kebijakan-kebijakan dan
perancangan program yang mempengaruhi pandangan terhadap alih fungsi
lahan di sektor pertanian padi sawah.
3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi,
wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk penelitian yang
sejenis.
4. Bagi peneliti lain, dapat dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian
sejenis selanjutnya.
5. Bagi Petani, penelitian ini diharapkan dapat menambah kesadaran
mengenai persepsi pemuda terhadap alih fungsi lahan di sektor pertanian
padi sawah.
II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu dimaksudkan untuk memberikan
gambaran kepada peneliti tentang penelitian terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan. Peneliti harus mempelajari penelitian sejenis di masa lalu untuk
mendukung penelitian yang dilakukan. Persepsi pemuda tani mengenai
pertanian sudah menjadi perhatian oleh para peneliti terdahulu. Penelitian
terdahulu terkait dengan persepsi terhadap sektor pertanian memiliki berbagi
macam aspek yang dapat dikaji. Persepsi memiliki banyak aspek yang dapat
diteliti dan dapat menggunakan berbagai metode dalam menelitinya. Adapaun
beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:
Fitriyana et al (2018) melakukan penelitian yang bertujuan mengkaji
persepsi pemuda tani terhadap pekerjaan petani, mengkaji faktor pembentuk
persepsi, dan mengkaji hubungan faktor pembentuk persepsi dengan persepsi
pemuda tani terhadap pekerjaan petani di Kecamatan Purworejo dengan judul
“Persepsi Pemuda Tani Terhadap Pekerjaan Sebagai Petani di Kecamatan
Purworejo Kabupaten Purworejo”. Penelitian ini menggunakan metode dasar
deskriptif analisis dengan teknik survei. Lokasi penelitian ditentukan secara
purposive yaitu Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa persepsi pemuda tani terhadap pekerjaan petani yaitu
66,67% pemuda memiliki persepsi cukup baik terhadap pekerjaan petani.
Faktor-faktor pembentuk persepsi pemuda tani di Kecamatan Purworejo yaitu
pendidikan formal mayoritas dalam kategori tinggi, lingkungan keluarga
mayoritas dalam kategori sedang, sosial budaya mayoritas dalam kategori
rendah, sedangkan pendidikan non formal, lingkungan sosial primer,
lingkungan sosial sekunder, dan kosmopolitan mayoritas dalam kategori
sangat rendah. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara lingkungan
keluarga dan sosial budaya dengan persepsi pemuda terhadap pekerjaan
petani pada taraf kepercayaan 99%, pada taraf 95% terdapat hubungan yang
signifikan antara keterlibatan kerja dan lingkungan sosial primer dengan

7
8

persepsi pemuda terhadap pekerjaan petani, sedangkan pendidikan formal,


pendidikan non-formal, lingkungan sosial sekunder, dan kosmopolitan tidak
terdapat hubungan yang signifikan dengan persepsi pemuda terhadap
pekerjaan petani. Persamaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang
hendak peneliti teliti adalah sama-sama bertujuan meneliti tentang persepsi
pemuda mengenai pertanian. Adapun perbedaannya penelitian ini berfokus
pada persepsi pemuda terhadap pekerjaan sebagai petani, sedangkan
penelitian yang akan diteliti adalah persepsi pemuda mengenai alih fungsi
lahan pertanian padi sawah.
Kurniadi (2019) melakukan penelitian dengan judul “Persepsi
Masyarakat Mengenai Alih Fungsi Lahan Kawasan Caringin Tilu Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung”. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif yang menekankan pada pengembangan apresiasi dan
motivasi apa yang dilakukan orang dengan asumsi untuk memahami perilaku
manusia dengan terlebih dahulu memahami objek diteliti. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal mencakup faktor, faktor fisiologis, faktor sosial, faktor
psikologis seperti kemauan, keinginan, motivasi, emosi dan harapan. Faktor
eksternal adalah atribut-atribut objek yang dipersepsi seperti gerakan, kontras,
kebaruan, ataupun perulanganHasil penelitian ini menunjukkan bahwa
persepsi masyarakat mengenai alih fungsi lahan ditentukan dengan cara
pandang yang berbeda berkaitan dengan manfaat dan kepentingan, sehingga
persepsi masyarakat sangat bersifat subjektif. Persepsi masyarakat khususnya
petani penggarap dan bukan pemilik lahan tampak sangat kontras berbeda
dengan warga masyarakat yang memiliki kepentingan dalam menyikapi
perkembangan kawasan ini dilihat dari manfaatnya. Perkembangan kawasan
ini tidak semua dipandang positif, karena melahirkan masalah-masalah baru.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti teliti adalah
sama-sama meneliti persepsi mengenai alih fungsi lahan. Adapun
perbedaannya penelitian ini berfokus pada persepsi masyarakat secara umum,
sedangkan penelitian yang akan diteliti berfokus pada pemuda.
9

Werembinan et al (2018) melakukan penelitian dengan judul


“Persepsi Generasi Muda Terhadap Kegiatan Pertanian di Kelurahan Buha
Kecamatan Mapanget Kota Manado”. Metode Penelitian menggunakan
analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi generasi
muda terhadap kegiatan pertanian di Kelurahan Buha secara keseluruhan
negatif terhadap kegiatan pertanian. Dilihat dari faktor internal mencakup
tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan usia. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin luas wawasan generasi muda sehingga kurangnya
minat generasi muda terhadap kegiatan pertanian semakin besar. Generasi
muda yang sudah memiliki pekerjaan tetap dibidang nonpertanian
memandang rendah terhadap kegiatan pertanian karena beranggapan kegiatan
pertanian memiliki tingkat sosial yang rendah. Perempuan memiliki
rendahnya minat terhadap kegiatan pertanian karena beranggapan kegiatan
pertanian tidak cocok terhadap perempuan karena akan merusak penampilan.
Responden yang berusia 21-30 tahun memiliki minat yang rendah terhadap
kegiatan pertanian, disamping berkurangnya lahan pertanian. Faktor eksternal
mencangkup sosialisasi, status pekerjaan orang tua dan Status kepemilikan
lahan. Generasi muda dengan tingkat sosialisasi yang rendah mengakibatkan
kurangnya minat generasi muda terhadap kegiatan pertanian. Orang tua
responden baik yang bekerja dibidang pertanian maupun non-pertanian tidak
menginginkan anaknya untuk menjadikan kegiatan pertanian sebagai
pekerjaan utama. Generasi muda yang orang tuanya masih memiliki lahan
pertanian masih melakukan kegiatan pertanian untuk membantu orangtuany
bekerja di lahan pertanian mereka. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang akan peneliti teliti adalah sama-sama meneliti persepsi pemuda
mengenai pertanian. Adapun perbedaannya penelitian ini berfokus pada
persepsi terhadap kegiatan pertanian, sedangkan penelitian yang akan diteliti
adalah persepsi mengenai alih fungsi lahan sawah.
Katuuk et al (2018) melakukan penelitian dengan judul “Persepsi
Masyarakat Terhadap Penggunaan Lahan Sawah di Desa Tounelet Satu
Kecamatan Sonder”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2017
10

sampai dengan bulan Januari tahun 2018, mulai dari persiapan sampai
penyusunan laporan penelitian. Tempat penelitian adalah Desa Tounelet Satu
Kecamatan Sonder. Penelitian ini menggunakan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari 30 responden dengan menggunakan
kuisioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari media cetak dan media
online serta dari jurnal-jurnal dan literatur yang berkaitan dengan penelitian
ini. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Penelitian ini menggunakan metode analisis data, yaitu
metode analisis kualitatif deskriptif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa
persepsi masyarakat terhadap Penggunaan Lahan Sawah tergolong baik
dengan indeks persepsi 77.27%. Masyarakat setuju dengan penggunaan lahan
sawah yang ada di desa tounelet satu, ternak babi membantu baik sebagai
lahan sawah maupun sebagai lahan usaha ternak babi.
Widiyanti et al (2018) melakukan penelitian yang berjudul “Young
Generation’s Perception on the Agricultural Sector”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui persepsi generasi muda terhadap pertanian sektor.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan survei
terhadap 120 anak petani (disebut sebagai Taruna Tani) di Kabupaten Sragen,
Indonesia dengan wawancara langsung melalui kuesioner sebagai data utama.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendapatan, status
pekerjaan, kenyamanan kerja, peluang pengembangan karir, dan jaminan hari
tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki
persepsi yang cukup baik dalam hal pendapatan, status sosial, dan
kenyamanan kerja di sektor pertanian, tetapi tidak dalam hal pengembangan
karir dan jaminan kehidupan masa depan. Pemuda prihatin dengan kurangnya
karir dan jaminan masa depan jika bekerja di sektor pertanian. Namun, hari
ini masih muda generasi sangat potensial untuk dipersiapkan menjadi sumber
daya manusia untuk berkembang pembangunan pertanian di masa depan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mendorong pemuda untuk bekerja di
sektor pertanian melalui sosialisasi dan edukasi kepada mereka pertanian
11

serta memperkenalkan inovasi teknologi dan budidaya untuk mengantisipasi


dampak perubahan iklim di sektor pertanian.
12

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu


No. Judul Metode Variabel Tujuan Kesimpulan
1. Fitriyana et al (2018) Metode 1. Faktor internal Bertujuan mengkaji Terdapat hubungan yang sangat signifikan
Persepsi Pemuda Tani penelitian mencakup pendidikan persepsi pemuda tani antara lingkungan keluarga dan sosial
Terhadap Pekerjaan kuantitatif formal, pendidikan terhadap pekerjaan petani, budaya dengan persepsi pemuda terhadap
Sebagai Petani di nonformal, dan mengkaji faktor pekerjaan petani pada taraf kepercayaan
Kecamatan Purworejo keterlibatan kerja. pembentuk persepsi, dan 99%, pada taraf 95% terdapat hubungan
Kabupaten Purworejo 2. Faktor eksternal mengkaji hubungan faktor yang signifikan antara keterlibatan kerja
mencakup lingkungan pembentuk persepsi dan lingkungan sosial primer dengan
keluarga, lingkungan dengan persepsi pemuda persepsi pemuda terhadap pekerjaan
sosial primer, tani terhadap pekerjaan petani, sedangkan pendidikan formal,
lingkungan sosial petani pendidikan non-formal, lingkungan sosial
sekunder, kosmopolitan, sekunder, dan kosmopolitan tidak terdapat
dan sosial budaya. hubungan yang signifikan dengan persepsi
3. Persepsi pemuda tani pemuda terhadap pekerjaan petani.
terhadap pekerjaan
sebagai petani mencakup
pendapatan usahatani,
status pekerjaan petani,
lingkungan usahatani,
kesempatan
pengembangan karir
sebagai petani, dan
jaminan hari tua
2. Kurniadi (2019) Persepsi Metode 1. Faktor internal Tujuan penelitian ini untuk Persepsi masyarakat khususnya petani
Masyarakat Mengenai penelitian mencakup faktor, faktor mengetahui, penggarap dan bukan pemilik lahan
Alih Fungsi Lahan kualitatif fisiologis, faktor sosial, mendeskripsikan secara tampak sangat kontras berbeda dengan
Kawasan Caringin Tilu faktor psikologis seperti mendalam dan warga masyarakat yang memiliki
13

Kecamatan Cimenyan kemauan, keinginan, menganalisis persepsi kepentingan dalam menyikapi


Kabupaten Bandung motivasi, emosi dan masyarakat mengenai alih perkembangan kawasan ini dilihat dari
harapan. fungsi lahan dan faktor– manfaatnya.
2. Faktor eksternal adalah faktor penyebab serta
atribut-atribut objek dampaknya.
yang dipersepsi seperti
gerakan, kontras,
kebaruan, ataupun
perulangan
3 Werembinan et al (2018) Analisis 1. Faktor internal Penelitian ini bertujuan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Persepsi Generasi Muda deskriptif mencakup tingkat untuk mengetahui persepsi persepsi generasi muda terhadap kegiatan
terhadap Kegiatan Pertanian pendidikan, pekerjaan, generasi muda terhadap pertanian di Kelurahan Buha secara
di Kelurahan Buha jenis kelamin dan usia. kegiatan pertanian di keseluruhan negative terhadap kegiatan
Kecamatan Mapanget Kota 2. Faktor eksternal Kelurahan Buha pertanian. Semakin tinggi tingkat
Manado mencankup sosialisasi, Kecamatan Mapanget. pendidikan maka semakin luas wawasan
status pekerjaan orang generasi muda sehingga kurangnya minat
tua, dan status generasi muda terhadap kegiatan pertanian
kepemilikan lahan. semakin besar. Generasi muda yang sudah
memiliki pekerjaan tetap dibidang
nonpertanian memandang rendah terhadap
kegiatan pertanian karena beranggapan
kegiatan pertanian memiliki tingkat sosial
yang rendah. Perempuan memiliki
rendahnya minat terhadap kegiatan
pertanian karena beranggapan kegiatan
pertanian tidak cocok terhadap perempuan
karena akan merusak penampilan.
Generasi muda dengan tingkat sosialisasi
yang rendah mengakibatkan kurangnya
14

minat generasi muda terhadap kegiatan


pertanian. Orang tua responden baik yang
bekerja dibidang pertanian maupun non-
pertanian tidak menginginkan anaknya
untuk menjadikan kegiatan pertanian
sebagai pekerjaan utama. Generasi muda
yang orang tuanya masih memiliki lahan
pertanian masih melakukan kegiatan
pertanian untuk membantu orangtuanya
bekerja di lahan pertanian mereka.
4 Katuuk et al (2018) Persepsi Metode 1. Karakteristik Bertujuan untuk Penelitian menunjukkan bahwa persepsi
Masyarakat Terhadap analisis Responden, mencakup mengetahui Persepsi masyarakat terhadap Penggunaan Lahan
Penggunaan Lahan Sawah kualitatif umur dan tingkat Masyarakat Terhadap Sawah tergolong baik dengan indeks
di Desa Tounelet Satu deskriptif pendidikan Penggunaan Lahan Sawah persepsi 77.27%. . Masyarakat setuju
Kecamatan Sonder 2. Persepsi masyarakat Di Desa Tounelet Satu dengan Penggunaan Lahan Sawah yang
terhadap penggunaan Kecamatan Sonder. ada di Desa Tounelet Satu, Ternak Babi
lahan sawah membantu baik sebagai lahan sawah
3. Persepsi Masyarakat maupun sebagai lahan usaha ternak babi.
tentang aspek Ekonomi
keluarga Persepsi
masyarakat terhadap
aspek kesehatan
lingkungan hidup
penduduk
4. Persepsi masyarakat
terhadap aspek
kemampuan lahan dan
kecocokannya
5 Widiyanti et al (2018) Penelitian 1. Pendapatan Penelitian ini bertujuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
15

Young Generation’s deskriptif 2. Status sosial untuk mengetahui persepsi sebagian besar remaja memiliki persepsi
Perception on the dengan 3. Kenyamanan kerja generasi muda terhadap yang cukup baik dalam hal pendapatan,
Agricultural Sector survei 4. Pengembangan karir pertanian sektor. status sosial, dan kenyamanan kerja di
5. Jaminan masa tua sektor pertanian, tetapi tidak dalam hal
pengembangan karir dan jaminan
kehidupan masa depan. Pemuda prihatin
dengan kurangnya karir dan jaminan masa
depan jika bekerja di sektor pertanian.
Namun, hari ini masih muda generasi
sangat potensial untuk dipersiapkan
menjadi sumber daya manusia untuk
berkembang pembangunan pertanian di
masa depan. Oleh karena itu, diperlukan
upaya untuk mendorong pemuda untuk
bekerja di sektor pertanian melalui
sosialisasi dan edukasi kepada mereka
pertanian serta memperkenalkan inovasi
teknologi dan budidaya untuk
mengantisipasi dampak perubahan iklim
di sektor pertanian.
16

B. Tinjauan Pustaka

C. Persepsi
Persepsi secara umum merupakan proses perolehan, penafsiran,
pemilihan, dan pengaturan informasi indrawi. Persepsi berlangsung pada
saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh
organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam otak. Persepsi
merupakan proses pencarian informasi untuk dipahami yang menggunakan
alat pengindraan (Sarwono, 2010). Persepsi menurut Davidoff (1981)
dapat membantu seseorang untuk menyadari dan mengerti tentang keadaan
lingkungannya dan juga tentang keadaan diri yang bersangkutan. Liliweri
(2011) menyatakan bahwa setiap individu akan memiliki kriterianya
sendiri dalam menentukan terhadap apa mereka akan menarik perhatian
mereka. Masing-masing individu akan memandang dunia berkaitan dengan
apa yang mereka butuhkan, apa yang dinilai, apakah sesuai dengan
keyakinan dan budayanya.
Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu
kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu
mengerti yang diinderanya. Sekalipun stimulus yang akan dipersepsi sama,
tetapi pengalaman berbeda, kemampuan tidak sama, dan kerangka acuan
tidak sama, maka ada kemungkinan bahwa hasil persepsi antar individu
tidak sama (Walgito, 2003). Sudarsono dan Suharsono (2016) berpendapat
persepsi merupakan salah satu faktor yang membentuk sebuah kesadaran
pada diri seseorang. Tingkat kesadaran seseorang bisa dilihat dari
bagaimana persepsi seseorang terhadap obyek yang dipersepsikan, lebih
mengarah kepada positif atau negatif.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui
alat reseptor yaitu indera. Alat indera merupakan penghubung antara
individu dengan dunia luar. Persepsi merupakan stimulus yang diindera
oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga
17

individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Dengan kata
lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated
dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri
individu, pikiran, perasaan, pengalaman- pengalaman individu akan ikut
aktif berpengaruh dalam proses persepsi. Apa yang ada dalam diri
individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut
aktif berpengaruh dalam proses persepsi (Pinaryo, 2014).
Persepsi menurut Robbins (2003) adalah suatu proses yang
ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan
indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Sarwono
dan Meinarno (2009) menjelaskan bahwa persepsi sosial dapat diartikan
sebagai proses perolehan, penafsiran, pemilihan, dan pengaturan informasi
indrawi tentang orang lain. Apa yang diperoleh, ditafsirkan, dipilih, dan
diatur adalah informasi indrawi dari lingkungan sosial, serta yang menjadi
fokusnya adalah orang lain.
Persepsi mengandung suatu proses dalam diri untuk mengetahui
dan mengevaluasi sejauh mana kita mengetahui orang lain. Pada proses ini
kepekaan dalam diri seseorang terhadap lingkungan sekitar mulai terlihat.
Cara pandang akan menentukan kesan yang dihasilkan dari proses
persepsi. Proses interaksi tidak dapat dilepaskan dari cara pandang atau
persepsi satu individu terhadap individu yang lain, sehingga memunculkan
apa yang dinamakan persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat akan
menghasilkan suatu penilaian terhadap sikap, perilaku, dan tindakan
seseorang di dalam kehidupan bermasyarakat (Listyana dan Hartono,
2015).
Persepsi adalah proses aktif pemilihan, pengorganisasian, dan
interpretasi objek, orang, kejadian, situasi, dan kegiatan. Hal pertama yang
harus diingat tentang definisi ini adalah bahwa persepsi adalah proses yang
aktif. Manusia tidak pasif dalam menerima stimuli. Sebaliknya, manusia
aktif berinteraksi dan merespon suatu pesan dalam memaknai suatu objek
18

atau fenomena. Dalam prosesnya, ketika orang menerima suatu pesan, ia


akan menyeleksi (memusatkan perhatian dari apa yang ia anggap penting
dalam beberapa hal), kemudian menyusun dan menafsirkannya, yang pada
akhirnya ia memberi makna pada suatu objek atau peristiwa (Wood, 2006).

D. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi


Persepsi dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor
fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan
individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan hal-
hal lainyang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor diluar
individu,misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat
berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu (Febrini
et al, 2016).
David Krech dan Richard S. Cruthfield (1997) dalam Rakhmat
(2005) faktor pembentuk persepsi yaitu faktor fungsional dan faktor
struktural. Adapun penjelasannya adalah:
a. Faktor fungsional adalah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya
kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis
kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor fungsional yang
mempengaruhi persepsi lazim disebut juga sebagai kerangka rujukan.
b. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan
sosial, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang
dalam mempersepsikan sesuatu. Faktor struktural berasal semata-mata
dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf individu. Strukur diperoleh
dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan.
Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimuli yang berdekatan satu
sama lain akan dianggap sebagai satu kelompok.
Toha (2003) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
19

a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka,


keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik,
gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,
pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu
objek
Persepsi dipengaruhi oleh faktor internal yang merupakan faktor
dari dalam diri individu. Selain faktor internal, masih ada faktor lain dari
lingkungan individu dimana persepsi itu berlangsung yaitu faktor
eksternal. Faktor internal dan faktor eksternal saling beirnteraksi dalam
individu membentuk persepsi (Walgito, 2003). Terbentuknya persepsi
pemuda tani terhadap alih fungsi lahan pertanian padi sawah dapat
dipengaruhi faktor internal (pendidikan formal, pendidikan non formal,
pengalaman pribadi) yang merupakan faktor dari dalam diri pemuda tani,
dan faktor eksternal (lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer,
lingkungan sosial sekunder, kosmopolitan) yang berasal dari luar diri
pemuda tani (Rahman, 2014). Adapun faktor internal maupun eksternal
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1) Pendidikan Formal
Siagian (2006) menyatakan bahwa pendidikan merupakan
keseluruhan prosesteknik dan metode belajar mengajar dalam rangka
mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan Undang-
Undang Pendidikan Nomor 9 Tahun 2009, pendidikan formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2) Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal menurut Gunawan (1995) merupakan
semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan
20

kepribadian serta kemampuan anak dan orang dewasa diluar sistem


persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui
beberapa sistem dan metode penyampaian seperti; kursus, bahan
bacaan, radio, televisi, penyuluhan dan media komunikasi lainnya.
Abdulhak dan Suprayogi (2012) menyatakan bahwa tujuan
pendidikan non formal yang ditujukan untuk kepentingan
pendidikan kelanjutan setelah terpenuhinya pendidikan tingkat
dasar, serta pendidikan perluasan dan pendidikan nilai-nilai hidup.
Contoh pendidikan non formal yaitu latihan pencarian makna
hidup, kelompok hobi, pendidikan kesenian, dan lain-lain. Dengan
program pendidikan ini hidup manusia berusaha diisi dengan nilai-
nilai keagamaan, keindahan, etika, dan makna.
Pendidikan non formal dipakai untuk menyebut kegiatan
pendidikan berorganisasi dan sistematis. Berlangsung di luar
kerangka sistem pendidikan formal untuk menyediakan aneka
ragam pelajaran tertentu kepada kelompok-kelompok penduduk
tertentu baik dewasa maupun remaja. Pendidikan non formal
meliputi usaha penyuluhan pertanian, pelatihan kaum tani dan
berbagai program pembinaan masyarakat (Gunarto et al, 2005).
3) Pengalaman Pribadi
Pengalaman merupakan peristiwa yang pernah dialami
seseorang. Peristiwa yang pernah dialami itu terkadang sulit untuk
dilupakan karena sangat membekas atau sangat mengesankan.
Peristiwa semacam itu disebut dengan pengalaman pribadi yang
mengesankan. Pengalaman itu dapat dituangkan dalam sebuah
cerita. Pengalaman yang mengesankan itu dapat berguna untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain. Bagi orang lain dapat menambah
pengetahuan sekaligus berfungsi menghibur. Adapun hikmahnya
dapat dipakai untuk mengingat kembali peristiwa masa lalu yang
tak terlupakan. Pengalaman yang paling mengesankan itu diperoleh
dari banyak cara seperti melihat, mengamati, meneliti,
21

mendengarkan, merasakan, dan sebagainya. Jadi pengalaman itu


dapat dialami diri sendiri maupun dialami oleh orang lain (Khanifa,
2011). Menurut Rakhmat (2005) pengalaman mempengaruhi
kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar
formal. Pengalaman bertambah juga melalui rangkaian peristiwa
yang pernah kita hadapi.
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam
masyarakat tetapi menempati kedudukan utama dan fundamental.
Faktor keluarga memiliki peranan penting bagi seorang individu
karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang
individu, dimana keluarga memiliki peranan di dalam pertumbuhan
dan perkembangan pribadi seorang individu. Keluarga juga
berperan aktif dalam memberikan dukungan bagi anggotanya
karena dukungan keluarga dapat mempengaruhi bagaimana seorang
individu menjalani kehidupannya. Salah satunya adalah keputusan
pengambilan karir yang didukung oleh integritas sosial keluarga
yakni sejauh mana orang tua dan anak memiliki kesamaan minat,
kesamaan pandangan mengenai suatu pekerjaan. Selama masa
eksplorasi karir, orang tua memasukkan harapan, keinginan dan
pandangan mereka mengenai suatu karir (Istifarani, 2016).
Keluarga menjadi agen utama sosialisasi sekaligus sebagai
microsystem yang membangun relasi anak dengan lingkungannya.
Keluarga terdiri dari dua orang dewasa dari jenis kelamin berbeda,
setidaknya keduanya memelihara hubungan seksual yang
disepakati secara sosial dan ada satu atau lebih anak-anak yaitu
anak kandung atau anak adopsi. Sebuah keluarga yang terdiri dari
suami dan istri serta anak-anak disebut keluarga inti (nuclear
family). Keluarga ini mendasarkan pola interaksi yaitu istri
22

bergantung pada suami dan anak-anak bergantung pada kasih


sayang orang tua mereka (Rohmat, 2010).
2) Lingkungan Sosial Primer
Lingkungan sosial merupakan lingkungan masyarakat yang
didalamnya terdapat interaksi individu dengan lingkungan lain.
Lingkungan sosial inilah yang menjadi fokus psikologi sosial.
Salah satu lingkungan sosial adalah lingkungan sosial primer.
Lingkungan sosial primer merupakan lingkungan sosial dimana
terdapat hubungan yang erat antara individu dengan yang lain,
individu satu saling kenal dengan individu yang lain (Walgito,
1994).
Kelompok sosial primer terdapat interaksi sosial yang intensif
dan lebih erat antara anggotanya dibandingkan lingkungan sosial
sekunder. Kelompok primer disebut pula face to face group yaitu
kelompok sosial dimana anggota sering bertatap muka satu dengan
lainnya dan hubungannya erat. Contoh kelompok primer adalah
keluarga, rukun tetangga, kelompok sepermainan, kelompok
belajar, kelompok agama, dan sebagainya (Gerungan, 2002).
3) Lingkungan Sosial Sekunder
Lingkungan sosial sekunder merupakan lingkungan sosial
dimana hubungan individu dengan yang lain lebih longgar.
Individu satu kurang mengenal dengan individu yang lain (Walgito,
1994). Perbandingan antara kelompok primer dan kelompok
sekunder dapat digambarkan dari perkataan Tonnies, seorang ahli
ilmu kemasyarakatan yaitu bahwa kelompok primer bersifat
Gemeinschaft, artinya hubungan antar anggota satu dengan lainnya
sangat erat. Sering pula disebut hubungan kekeluargaan dan
individu satu dengan lainnya saling membantu secara sukarela.
Kelompok sekunder bersifat Gesselschaft artinya suatu kesatuan
sosial yang hubungan satu dengan lainnya berdasarkan pamrih,
selalu memperhitungkan rugi-laba. Contoh kelompok sekunder
23

ialah partai politik, perhimpunan serikat kerja dan sebagainya


(Ahmadi dan Uhbiyati, 2007).
4) Kosmopolitan
Tingkat kekosmopolitan merupakan gambaran sampai sejauh
mana tingkat keterbukaan seseorang terhadap dunia luar dan media
massa. Dengan demikian segala sesuatu yang memungkinkan
seseorang lebih terbuka terhadap dunia luar akan meningkatkan
kekosmopolitan seseorang. Seseorang yang lebih sering berkunjung
atau bepergian ke tempat lain akan meningkatkan
kekosmopolitannya, sebab mereka akan mendapatkan informasi
dan relasi baru yang dapat memberi tambahan pengethuan dan
memperluas cakrawala berpikirnya. Begitu pula jika memanfaatkan
media yang ada (Sumaryo dan Royani, 2009).

E. Pemuda
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya dibebani
bermacam-macam harapan. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda
diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang harus mengisi dan
melangsungkan estafet pembangunan secara berkelanjutan. pemuda adalah
mansuia yang berusia 16-30 tahun yang secara biologis telah menunjukan
tanda-tanda kedewasaan. Partisipasi generasi muda dalam pembangunan
harus sejalan dengan cita - cita nasional, dalam lingkungan ini diharapkan
generasi muda untuk mengambil bagian secara efektif mempelopori
usaha–usaha masyarakat dikalangan generasi muda itu sendiri (Pinilas et
al, 2017). Sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2009 pasal 1 ayat (1)
tentang Kepemudaan menyatakan pemuda adalah yang memasuki periode
penting pertumbuhan dan perkembangan, berusia 16 sampai 30 tahun.
Pemuda merupakan individu yang bila dilihat secara fisik sedang
mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami
perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya
manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon
24

generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Definisi


yang kedua, pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis,
bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi
yang stabil (Mulyana, 2011). Sesuai dengan pendapat Susilowati (2016)
yang menyatakan bahwa pemuda adalah sosok individu yang berusia
produktif yang bila dilihat secara fisik dan psikis sedang mengalami
perkembangan. Pemuda umumnya mempunyai karakter spesifik yang
dinamis, optimis, dan berpikiran maju. Pemuda merupakan sumber daya
manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang, sebagai calon
generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya.
Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial,
dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran
aktif pemuda sebagai kekuatan moral diwujudkan dengan menumbuh
kembangkan aspek etik dan moralitas dalam bertindak pada setiap dimensi
kehidupan kepemudaan, memperkuat iman dan takwa serta ketahanan
mental- spiritual, dan meningkatkan kesadaran hukum. Sebagai kontrol
sosial diwujudkan dengan memperkuat wawasan kebangsaan,
membangkitkan kesadaran atas tanggungjawab, hak, dan kewajiban
sebagai warga negara, membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan
dan penegakan hukum, meningkatkan partisipasi dalam perumusan
kebijakan publik, menjamin transparansi dan akuntabilitas publik, dan
memberikan kemudahan akses informasi
(Ritonga et al, 2015).
Pemuda perdesaan umumnya berada di lingkungan yang relatif
identik dengan kurang tersedianya sarana dan prasarana perkembangan
pemuda. Disamping itu perdesaan umumnya dihuni oleh kelompok
masyarakat yang umumnya berpenghasilan relatif rendah sehingga
kesulitan mengakses pendidikan formal yang kian hari kian tidak
terjangkau. Konsekuensinya adalah bahwa pemuda perdesaan umumnya
kurang mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan pekerjaan dan
dinamika lingkungan kekinian (Muksin et al, 2009). Menurut Soentoro
25

dalam Sawit et al (1993) pemuda yang berusia atau yang berumur lanjut di
pertanian kurang memiliki pendidikan formal yang tinggi. Secara umum
seseorang yang memiliki Pendidikan lebih tinggi cenderung memilih
pekerjaan di sektor formal di kota. Sedangkan pekerjaan di non pertanian
yang jauh lebih menonjol di perdesaan terdapat dalam sektor informal
yang relatif tidak membutuhkan tingkat pendidikan formal. Dengan makin
majunya pendidikan di perdesaan (paling tidak sampai saat ini) diduga
akan menjadi salah satu penyebab terjadinya urbanisasi ke kota yang
akhirnya akan menimbulkan masalah kesempatan kerja di kota.
Pemuda adalah sumber daya manusia pembangunan baik saat ini
maupun nanti yang memiliki peranan tertentu serta akan menggantikan
generasi sebelumnya. Umumnya pemuda pedesaan memiliki keterampilan
dan pengetahuan yang sangat terbatas yang hanya akan membuat mereka
mendapatkan pekerjaan dengan tingkat yang rendah (Rahman, 2014).
McElwee dan Bosworth (2010) berpendapat bahwa saat ini pertanian akan
lebih baik apabila dikerjakan oleh generasi muda, karena petani yang lebih
muda dan terlatih lebih baik dalam aktivitas bisnis yang lebih beragam,
cenderung memiliki sikap positif terhadap peluang pasar yang baru, lebih
peka terhadap kebutuhan pelanggan, dan lebih siap untuk untuk terlibat
dalam usaha baru.
Populasi kaum muda di pedesaan menurun sebab pemuda lebih
memilih mencari prospek pekerjaan yang lebih baik di perkotaan. Ini
mengakibatkan, hanya populasi tua yang bertahan di pedesaan yang
bergelut dalam pertanian. Kaum muda yang keluar dari pedesaan dan
pertanian menghadirkan tantangan serius bagi keberlanjutan ekonomi
pedesaan. Pembangunan pedesaan adalah jantung dari pembangunan
ekonomi negara. Hal ini tidak hanya cukup dengan meningkatkan
produktivitas pertanian namun perlu memberikan kesempatan kerja bagi
penduduk pedesaan dengan meningkatkan pendapatan mereka.
Singkatnya, kondisi sosial ekonomi penduduk pedesaan dapat terangkat
dengan mencapai peningkatan produktivitas, peluang kesempatan kerja
26

dan redistribusi pendapatan, dimana tenaga kerja pertanian dapat


menyediakan hal tersebut (Agwu et al, 2014).

F. Alih Fungsi Lahan Padi Sawah


Pada taraf komersialisasi pertanian yang mula-mula diantaranya
adalah cukup makan bagi keluarganya dan petani ingin menjamin hal itu
dengan menghasilkan sendiri bahan pangannya untuk memenuhi
kebutuhan lain keluarganya. Petani menjual hasil bumi secukupnya guna
membayar pajak atas sewa tanah, mengangsur hutang (jika ada) dan
membeli keperluan-keperluan yang tidak dapat dihasilkannya sendiri.
Dalam hal ini luas sempitnya lahan sawah yang dikuasai petani akan
sangat menentukan besar kecilnya pendapatan yang diperoleh. Luas lahan
yang diusahakan yang relatif sempit seringkali menjadi kendala untuk
dapat diusahakan secara efisien. Keadaan tersebut petani terpaksa
melakukan kegiatan lain di luar usaha taninya untuk memperoleh
tambahan pendapatan agar tercukupi kebutuhannya
(Mardikanto, 2003).
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan
lahan pertanian berkelanjutan, sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, efisiesnsi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Selain itu
negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara
sehingga negara berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan, serta mengantisipasi pertambahan jumlah penduduk
dan perkembagan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya degradasi, alih
fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan yang telah mengancam
daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian,
ketahan, dan kedaulatan pangan. Penetapan kawasan pertanian pangan
berkelanjutan kabupaten/kota diatur dalam peraturan daerah mengenai
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
27

Lahan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu seiring


meningkatnya kebutuhan manusia akan lahan. Perubahan tersebut
dikarenakan memanfaatkan lahan untuk kepentingan hidup manusia. Alih
fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali apabila tidak ditanggulangi
dapat mendatangkan permasalahan yang serius, antara lain dapat
mengancam kapasitas lahan. Kecenderungan terus meningkatnya kebutuhan
akan lahan ini menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit untuk dihindari
(Iqbal, 2007). Menurut Ilham et al (2005) faktor penentu terjadinya alih
fungsi lahan adalah faktor ekonomi, sosial, dan peraturan pertanahan.
Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan
tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi lahan
muncul sebagai akibat dari pembangunan dan peningkatan jumlah
penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan lahan untuk
kegiatan pembangunan telah merubah struktur industri yang cukup pesat
berakibat terkonversinya lahan pertanian secara besar-besaran. Selain untuk
memenuhi kebetuhan industri, alih fungsi lahan pertanian juga terjadi secara
cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan jumlahnya jauh lebih besar
(Sasono, 1995). Sesuai dengan pendapat Syaifuddin et al (2013) bahwa
pertumbuhan penduduk suatu wilayah berhubungan dengan meningkatnya
alih fungsi lahan.
Alih fungsi lahan pertanian merupakan proses pengalihan fungsi
lahan pertanian dari penggunaan untuk pertanian kepenggunaan lainnya,
pada sebagian atau keseluruhan kawasan lahan yang umumnya mempunyai
dampak negatif terhadap lingkungan maupun pada potensi lahan tersebut.
Pada umumnya laju alih fungsi lahan dikaitkan dengan laju pertumbuhan
penduduk yang mengakibatkan meningkatnya pemenuhan kebutuhan yang
berbasis pada penggunaan lahan, seperti pemukiman dan fasilitas umum
lainnya. Proses alih fungsi lahan tidak dapat dihindarkan pada setiap
wilayah yang sedang berkembang. Wilayah yang sedang berkembang
biasanya mempunyai pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, kemudian
diikuti dengan meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan
28

fasilitas umum lainnya termasuk untuk industri. Proses alih fungsi lahan
biasanya diawali dengan pelepasan lahan terutama karena proses penjualan
lahan (Janah et al, 2017).
Lahan pertanian adalah lahan yang paling banyak digunakan untuk
kegiatan alih fungsi lahan. Hal ini disebabkan karena luas lahan di sektor
pertanian relatif lebih besar dibandingkan dengan luas lahan di sektor
lainnya, sehingga lahan pertanian dianggap sangat potensial untuk dilakukan
alih fungsi lahan untuk sektor non pertanian (Millar dan Roots, 2012).
Daulay et al (2016) manyatakan bahwa lahan pertanian adalah jenis lahan
yang paling banyak dialih fungsikan terutama lahan sawah. Hal ini terjadi
akibat rendahnya insentif atau pendapatan yang diterima oleh petani selama
mengelola lahan sawah dibandingkan dengan penggunaan untuk kegiatan
untuk sektor lainnya.
Kesulitan perekonomian yang dialami sebagian besar masyarakat
yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian semakin
memprihatinkan, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai fenomena sosial
yang terjadi belakangan ini. Sektor pertanian yang dulunya menjadi
penyumbang devisa terbesar Indonesia, saat ini semakin tertinggal dari
sektor lainnya. Kesejahteraan masyarakat yang tidak semakin membaik
adalah menjadi pendorong terjadinya konversi lahan pertanian, peningkatan
taraf hidup menjadi alasan krusial yang tidak bisa ditolak ketika para petani
atau pemilik lahan mengalih fungsikan lahan mereka menjadi lebih
produktif. Dengan demikian bagi daerah adanya konversi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan bagi
pemerintah dan pemilik lahan, sebab nilai untuk penggunaan lahan non
pertanian jauh lebih tinggi daripada penggunaan lahan pertanian. Namun,
bagi masyarakat secara umum peralihan tersebut dapat menimbulkan
berbagai problem seperti perubahan pendapatan masyarakat, penyerapan
tenaga kerja, pencemaran lingkungan, kepadatan penduduk dan sebagainya.
Adanya konversi lahan pertanian ini akan memberikan dampak positif dan
negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dampak kemajuan
29

ekonomi dari wilayah yang banyak mengalami konversi lahan adalah


membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan dan upah
masyarakat pedesaan. Namun bagi petani yang lahannya telah terjual karena
pengalihan fungsi lahan, mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan baru

(Hasibuan, 2015).
Dewi dan Rudiarto (2013) berpendapat adanya alih fungsi lahan
terutama lahan pertanian dapat menyebabkan terjadinya perubahan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Dari alih fungsi lahan sangat dimungkinkan
terjadi perubahan mata pencaharian penduduk. Dari yang semula menjadi
petani, menjadi bukan petani, atau bahkan menjadi pengangguran. Jika
dibiarkan terus-menerus, hal tersebut dapat mengancam keberlanjutan
sistem mata pencaharian masyarakat peri-urban khususnya petani. Menurut
Kaputra (2013) alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lahan yang
lain adalah masalah yang kompleks jika dilihat dari derajat pertumbuhan
alih fungsi lahan, faktor topografi, kaitan dengan kehidupan sosial dan
budaya, pertambahan populasi, tingkat kesejahteraan petani, irigasi,
perluasan kota, political will dari pemerintah dan pemangku kepentingan
lainnya.
Tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan
sawah menurut Kustiawan (1997) yaitu: (1) Faktor Eksternal. Merupakan
faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik
maupun spasial), demografi maupun ekonomi; (2) Faktor Internal. Faktor ini
lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah
tangga pertanian pengguna lahan; (3) Faktor Kebijakan. Merupakan aspek
regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang
berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
Dampak yang dapat diakibatkan alih fungsi lahan yaitu alih fungsi
lahan dapat mengakibatkan kerawanan pangan apabila semakin banyak alih
fungsi lahan ke sektor non pertanian. Selain itu, alih fungsi lahan dapat
menyebabkan pengangguran-pengangguran baru di sektor pertanian karena
30

lapangan pekerjaan sektor pertanian berubah ke sektor non pertanian maka


sebagian orang akan kehilangan mata pencaharian. Sementara sektor non
pertanian belum tentu dapat menerimanya karena kurangnya keahlian yang
ada (Mustopa, 2011).
Beras merupakan makanan pokok lebih dari 95 % penduduk
Indonesia. Selain itu, bercocok tanam padi juga telah menyediakan lapangan
pekerjaan bagi sekitar 20 juta rumah petani di pedesaan, sehingga dari sisi
ketahanan pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis
(Balitpa, 2009). Beras atau padi merupakan komoditas yang dikonsumsi
oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Oleh karena itu padi atau beras
merupakan komoditi pangan yang penting bagi penduduk Indonesia sampai
saat ini (Bappenas, 2016). Tingginya laju alih fungsi lahan sawah
memberikan implikasi terhadap menurunnya ketersediaan pangan bagi
penduduk sehingga akan berdampak pada penurunan produksi pangan
khususnya beras yang dapat memberikan ancaman bagi ketahanan pangan
penduduk. Ketahanan pangan dapat tercapai jika pangan yang tersedia dapat
memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk Indonesia
(UU No. 18 Tahun 2012).

G. Kerangka Berpikir
Persepsi merupakan pemahaman individu terhadap informasi
lingkungan yang diperoleh melalui proses kognitif. Persepsi merupakan
interpretasi unik dari suatu situasi, bukan rekaman situasi. Singkatnya,
persepsi adalah proses kognitif kompleks yang menghasilkan gambaran dunia
yang unik, yang mungkin agak berbeda dari realita. Persepsi tidak hanya
tergantung pada rangsangan dalam bentuk fisik, tetapi juga tergantung pada
rangsangan yang ada di sekitarnya dan kondisi yang ada pada seseorang.
Terbentuknya persepsi pemuda dapat dipengaruhi faktor internal yang
merupakan faktor dari dalam diri dan faktor eksternal yang berasal dari luar.
Persepsi tentang alih fungsi lahan sektor pertanian yang dilakukan
berdasarkan pengamatanya terkait dengan tingkat pendidikan, pengalaman,
31

dan jenis kelamin. Proses sosialisasi yang dilakukan orang-orang di sekitar


seperti teman-teman dan keluarganya, juga status kepemilikan lahan sawah
juga dapat menentukan persepsi. Supaya lebih mudah memahami kerangka
pemikiran dari penelitian ini maka bisa dilihat pada Gambar 2.1.

Faktor-faktor Pembentuk Persepsi Pemuda Mengenai Alih


Persepsi Fungsi Lahan Pertanian Padi Sawah
Faktor Internal: 1. Pendapatan
1. Pendidikan formal 2. Resiko usaha
2. Pendidikan nonformal 3. Kondisi lahan
3. Pengalaman pribadi 4. Peraturan Pemerintah
Faktor Eksternal
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sosial primer
3. Lingkungan sosial sekunder
4. Kosmopolitan
Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir Persepsi Pemuda Mengenai Alih
Fungsi Lahan Pertanian Padi Sawah di Kecamatan
Kebakkramat Kabupaten Karanganyar

H. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka
berpikir yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini yaitu: faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi pemuda tani (pendidikan formal, pendidikan non
formal, pengalaman pribadi, lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer,
lingkungan sosial sekunder, kosmopolitan, sosial budaya) berpengaruh nyata
terhadap alih fungsi lahan sektor pertanian padi sawah di Kecamatan
Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

I. Pembatasan Masalah
32

1. Responden penelitian ini adalah pemuda di Kecamatan Kebakkramat


Kabupaten Karanganyar dengan rentang usia 15-30 tahun.
2. Faktor-faktor partisipasi yang diteliti dalam penelitian ini dibatasai pada
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan
formal, pendidikan nonformal, dan pengalaman pribadi. Faktor eksternal
meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer, lingkungan sosial
sekunder, dan kosmopolitan.
3. Persepsi pemuda mengenai alih fungsi lahan pertanian padi sawah meliputi
pendapatan, resiko usaha, kondisi lahan, peraturan pemerintah.

J. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


1. Definisi Operasional
a. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi
1) Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan tingkat pendidikan terakhir yang
ditempuh pemuda. Pendidikan formal diukur menggunakan skala
rasio.
2) Pendidikan Nonformal
Pendidikan non formal adalah frekuensi pemuda mengikuti
pembelajaran di luar pendidikan formal berupa kegiatan karang
taruna dalam 1 tahun terakhir. Pendidikan non formal diukur
menggunakan skala rasio.
3) Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi adalah frekuensi pemuda melakukan pekerjaan
pertanian yang pernah dilakukan dalam 1 minggu terakhir.
Pengalaman pribadi diukur menggunakan skala rasio.
4) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah kepemilikan lahan yang dimiliki orang
tua pemuda, dukungan dari keluarga untuk bekerja sebagai petani,
33

dan frekuensi berkomunikasi tentang pertanian antara orang tua


dengan pemuda. Variabel ini diukur menggunakan skala ordinal.
5) Lingkungan Sosial Primer
Lingkungan sosial primer adalah frekuensi penyampaian informasi
alih fungsi lahan pertanian padi sawah dalam 1 tahun terakhir oleh
kerabat, tetangga, dan teman karib. Variabel ini diukur menggunakan
skala ordinal.
6) Lingkungan Sosial Sekunder
Lingkungan sosial adalah frekuensi penyampaian informasi alih
fungsi lahan pertanian padi sawah dalam 1 tahun terakhir oleh
perangkat desa, pemerintah daerah, dan penyuluh pertanian. Variabel
ini diukur menggunakan skala ordinal.
7) Kosmopolitan
Kosmopolitan adalah frekuensi pemuda melakukan akivitas pergi ke
luar wilayah kecamatan, frekuensi menggunakan media elektronik
dan non elektronik beserta jumlahnya untuk mencari informasi
tentang pertanian. Variabel ini diukur menggunakan skala ordinal
b. Persepsi Pemuda Mengenai Alih Fungsi Lahan Pertanian Padi Sawah
Persepsi pemuda mengenai alih fungsi lahan pertanian padi
sawah yaitu pandangan pemuda terhadap alih fungsi lahan pertanian
meliputi pendapatan, resiko usaha, kondisi lahan, dan peraturan
pemerintah.
1) Pendapatan
Pandangan pemuda mengenai besarnya pendapatan, kecukupan
memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan, biaya pendidikan, dan
barang mewah serta kesesuaian alokasi dari lahan yang digunakan
pertanian atau dialih fungsikan ke hal lain. Variabel ini diukur
dengan skala ordinal.
2) Resiko Usaha
Pandangan pemuda mengenai resiko usaha yang dilakukan di lahan
yang ada. Variabel ini diukur dengan skala ordinal.
34

3) Kondisi Lahan
Pandangan pemuda mengenai kondisi lahan untuk pertanian dan
lokasi usahatani diukur dengan kemudahan aksebilitas lokasi
pekerjaan, serta jarak lokasi pekerjaan dengan rumah. Variabel ini
diukur dengan skala ordinal.
4) Peraturan Pemerintah
Pandangan pemuda mengenai peraturan pemerintah tentang alih
fungsi lahan pertanian diukur berdasarkan tingkat pengaruh pera.
Variabel ini diukur dengan skala ordinal.

2. Pengukuran Variabel
a. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi
Tabel 2.2 Pengukuran Variabel Faktor-faktor Pembentuk Persepsi
Pemuda
Variabel Indikator Kriteria Skor
1. Faktor Internal
a. Pendidikan Tingkat pendidikan  Perguruan Tinggi 4
formal akhir responden pada  SMA 3
bangku sekolah  SMP 2
 SD 1
b.Pendidikann Frekuensi mengikuti  Ikut, ≥10×/tahun 4
nonfromal karang taruna dalam  Ikut, 6-9×/tahun 3
1 tahun terakhir  Ikut, 1-5×/tahun 2
 Tidak pernah 1
c.Pengalaman Jumlah kegiatan yang  Rutin, 7×/minggu 4
pribadi dilakukan dalam  Sering, 3-6×/minggu 3
usaha tani  Jarang, 1-2×/minggu 2
 Tidak pernah 1
2. Faktor Eksternal
a.Lingkungan Luas lahan sawah  >2 Ha 4
keluarga yang dimiliki orang  0,6-2 Ha 3
tua  0,1-0,5 Ha 2
 Tidak punya 1
b. Lingkungan Frekuensi  Selalu, > 4 x dalam 4
sosial primer penyampaian sebulan
35

(kerabat, informasi mengenai  Sering, 3-4 x dalam 3


tetangga, dan alih fungsi lahan sebulan
teman karib) pertanian padi sawah  Jarang, 1-2 x dalam 2
sebulan
 Tidak Pernah 1
c. Lingkungan Penyampaian  Selalu, > 4 x dalam 4
sosial sekunder informasi alih fungsi sebulan
(perangkat desa, lahan pertanian padi  Sering, 3-4 x dalam 3
pemerintah sawah sebulan
daerah, dan  Jarang, 1-2 x dalam 2
penyuluh sebulan
pertanian)  Tidak Pernah 1
d. Kosmopolitan 1) Frekuensi mencari  Selalu, > 4 x dalam 4
informasi tentang sebulan
pertanian melalui  Sering, 3-4 x dalam 3
media elektronik sebulan
 Jarang, 1-2 x dalam 2
sebulan
 Tidak Pernah 1
2) Media elektronik  Jika memilih 4 media 4
yang digunakan elektronik
untuk mencari  Jika memilih 3 media 3
informasi pertanian elektronik
 Jika memilih 2 media 2
elektronik
 Jika memilih 0-1 1
3) Media non  Jika memilih 4 media 4
elektronik yang non elektronik
digunakan untuk  Jika memilih 3 media 3
mencari informasi non elektronik
pertanian  Jika memilih 2 media 2
non elektronik
 Jika memilih 0-1 1
media non elektronik
4) Frekuensi pemuda  Selalu, > 13 x dalam 4
tani keluar wilayah sebulan
kecamatan  Sering, 7-13 x dalam 3
sebulan
 Jarang, 1-6 x dalam 2
sebulan
 Tidak Pernah 1

b. Persepsi Pemuda Mengenai Alih Fungsi Lahan Pertanian Padi Sawah


36

Tabel 2.3 Pengukuran Variabel Persepsi Pemuda Mengenai Alih Fungsi


Lahan Pertanian Padi Sawah
Variabel Indikator Kriteria Skor
1. Persepsi pemuda 1) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
terhadap alih fungsi pertanian padi sawah  Setuju 2
lahan pertanian padi untuk memenuhi  Tidak setuju 3
sawah berhubungan ketercukupan  Sangat tidak setuju 1
dengan pendapatan kebutuhan hidup
2) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
pertanian padi sawah  Setuju 3
terjadi untuk  Tidak setuju
2
menyesuaikan  Sangat tidak setuju
1
pendapatan dengan
alokasi waktu kerja
yang dilakukan
3) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
pertanian padi sawah  Setuju 3
dapat menjamin  Tidak setuju 2
pendapatan tetap  Sangat tidak setuju 1
setiap bulan
2. Persepsi pemuda 1) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
terhadap alih fungsi pertanian padi sawah  Setuju 3
lahan pertanian padi terjadi karena resiko  Tidak setuju 2
sawah berhubungan bertani yang tidak  Sangat tidak setuju 1
dengan resiko usaha menentu
2) Pekerjaan pertanian  Sangat setuju 4
lebih beresiko  Setuju 3
daripada  Tidak setuju 2
menggunakan lahan  Sangat tidak setuju 1
untuh usaha lain
3. Persepsi pemuda 1) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
terhadap alih fungsi pertanian padi sawah  Setuju 3
lahan pertanian padi terjadi karena jarak  Tidak setuju 2
sawah berhubungan lokasi pekerjaan  Sangat tidak setuju 1
dengan kondisi dengan rumah yang
lahan cukup jauh
2) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
pertanian padi sawah  Setuju 3
terjadi karena kondisi  Tidak setuju 2
lahan yang tidak  Sangat tidak setuju 1
bagus untuk
pertanian (irigasi,
kesuburan, dan
lokasi)
3) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
pertanian padi sawah  Setuju 3
37

terjadi karena  Tidak setuju 2


aksebilitas lokasi  Sangat tidak setuju 1
lahan yang cukup
sulit
4. Persepsi pemuda 1) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
terhadap alih fungsi pertanian padi sawah  Setuju 3
lahan pertanian padi terjadi karena  Tidak setuju 2
sawah berhubungan pembangunan  Sangat tidak setuju 1
dengan peraturan infrastruktur oleh
pemerintah pemerintah (jalan tol
dan bangunan
pemerintahan)
2) Alih fungsi lahan  Sangat setuju 4
pertanian padi sawah  Setuju 3
terjadi karena  Tidak setuju 2
peraturan pemerintah  Sangat tidak setuju 1
yang tidak
mendukung
pekerjaan pertanian
III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode dasar yaitu metode deskriptif.
Menurut Nawawi (2003), metode deskriptif merupakan metode penelitian
yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena yang
bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian metode ini fakta-
fakta tentang masalah yang diselidiki digambarkan sebagaimana adanya
bersamaan dengan interpretasi yang rasional dan akurat. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif. Menurut
Sugiyono (2011) metode kuantitatif merupakan metode penelitian dengan
menggunakan data berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistic.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik survei, yang
menurut Sanusi (2012) merupakan cara mengumpulkan data dimana peneliti
mengajukan pertanyaan secara lisan maupun tulisan. Survei dilakukan dengan
menggunakan angket dengan menanyai respoden menggunakan kuisoner
yang disiapkan peneliti. Bagong et al (2007) menyatakan bahwa penelitian
survei adalah salah satu metode penelitian sosial yang sangat luas
penggunaannya. Penelitian ini memiliki ciri yang ditunjukkan dari jumlah
sampel sasaran yang di jadikan pengamatan cukup besar, dan dalam
pengumpulan datanya menggukan kuisoner sebagai komponen pengumpulan
data.

B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian


Objek yang dipilih dalam penelitian ini adalah para pemuda yang
bertempat tinggal di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.
Objek dan lokasi penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) sesuai
dengan tujuan penelitian. Menurut Moleong (2000) dalam penentuan lokasi
penelitian harus mengetahui dan menjajaki terlebih dahulu lokasinya, untuk
mensesuaikan data yang diambil di lapangan. Selain itu, waktu, tenaga dan
biaya juga perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi dalam penelitian.
Pertimbangan peneliti melakukan penelitian dan lokasi tersebut karena
39

terjadinya alih fungsi lahan sawah yang cukup tinggi di Kecamatan


Kebakkramat dibandingkan dengan Kecamatan lain di Kabupaten
Kebakkramat.
Tabel 3.1 Luas Wilayah Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten
Karanganyar
Luas Wilayah Penggunaan Lahan Sawah (Ha)
Kecamatan
2012 2014 2016
Jatipuro 1.468,2 1.468,2 1.468,0
Jatiyoso 1.293,8 1.293,8 1.294,0
Jumapolo 1.896,0 1.834,0 1.834,0
Jumantono 1.597,0 1.589,0 1.595,0
Matesih 1.292,0 1.287,0 1.294,0
Tawangmangu 719,2 719,2 719,0
Ngargoyoso 752,0 752,0 752,0
Karangpandan 1.552,0 1.552,0 1.548,0
Karanganyar 1.720,2 1.720,2 1.720,0
Tasikmadu 1.581,1 1.581,1 1.682,0
Jaten 1.212,1 1.212,1 1.212,0
Colomadu 520,0 509,0 465,0
Gondangrejo 1.086,0 1.086,0 1.755,0
Kebakkramat 2.258,0 2.174,0 2.083,0
Mojogedang 2.026,8 2.025,8 2.024,0
Kerjo 1.127,0 1.076,0 1.127,0
Jenawi 524,0 524,0 524,0
Sumber: BPS Kabupten Karanganyar 2020
Berdasarkan Tabel 3.1 luas wilayah penggunaan lahan sawah di
Kecamatan Kebakkramat pada tahun 2012 seluas 2.258,0 Ha. Pada tahun
2014 luas lahan sawah berkurang menjadi 2.174,0 Ha, kemudian turun lagi
pada tahun 2016 menjadi 2.083 Ha. Hal ini menunjukan penurunan lahan
pertanian sawah yang cukup tinggi di Kecamatan Kebakkramat, sehingga
menarik untuk diteliti persepsi generasi mudanya mengenai alih fungsi lahan
pertanian.

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel


1. Populasi
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah pemuda
dengan rentang umur 16-30 tahun yang tinggal di Kecamatan
40

Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. Sesuai dengan UU Nomor 40


Tahun 2009 pasal 1 ayat (1) tentang Kepemudaan menyatakan pemuda
adalah yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan,
berusia 16 sampai 30 tahun. Pemuda usia 16-30 tahun merupakan pemuda
yang sudah memasuki jenjang SLTA, perguruan tinggi dan juga ada yang
sudah bekerja dengan harapan sudah memiliki orientasi ke depan.
2. Sampel
Penarikan sampel dilakukan secara purposive oleh peneliti atas
dasar pertimbangan tertentu. Menurut Sugiyono (2013) bahwa sampel
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, sampel yang diambil dari populasi tersebut harus betul-
betul representative (mewakili). Penelitian ini menggunakan proportional
random sampling. Menurut Mardikanto (2001) proportional random
sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan jumlah
tergantung besar kecilnya suatu kelompok yang akan diwakili. Jumlah
anggota sampel ditentukan melalui rumus Taro Yaname. Rumus tersebut
sebagai berikut:
N
n= 2
N . d +1
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Presisi, ditetapkan 10%
N 14030 14030
n= = = =99,29≈ 99
N . d +1 14030.(0,1) +1 141,3
2 2

Sugiyono (2013) menjelaskan bahwa besar atau jumlah


pembagian sampel untuk masing-masing dengan dengan mengunakan
rumus sabagai berikut:
Nk
¿= ×n
N
Keterangan:
Ni = Jumlah sampel masing masing kelompok
41

Nk = Jumlah populasi setiap desa


N = Jumlah populasi keseluruhan
n = Jumlah sampel yang ditentukan
Tabel 3.2 Distribusi Jumlah Responden Pemuda Usia 16-30 tahun di
Kecamatan Kebakkramat
No. Desa Jumlah Populasi Jumlah Sampel
1 Kemiri 2126 15
2 Nangsri 1457 10
3 Macanan 1294 9
4 Alastuwo 1577 11
5 Banjarharjo 907 7
6 Malanggaten 1122 8
7 Kaliwuluh 1803 13
8 Pulosari 1184 8
9 Kebak 1141 8
10 Waru 1419 10
Jumlah 14030 99
Sumber: Hasil olahan data sekunder

D. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian sebagai responden melalui wawancara menggunakan angket.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah hasil wawancara berupa
pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman pribadi,
lingkungan keluarga, lingkungan sosial primer, lingkungan sosial skunder,
dan kosmopolitan.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang
berkaitan dengan penelitian dengan cara mencatat langsung data yang
bersumber dari dokumentasi yang ada.
Tabel 3.3 Jenis dan Data yang Digunakan dalam Penelitian
Jenis Sifat
Data Data
No. Data yang diperlukan Sumber Data
K
P S Kl
n
1 Data Pokok
42

Identitas Responden
a. Nama Responden √ √ Responden
b. Umur √ √ Responden
c. Alamat √ √ Responden
d. Jenis Kelamin √ √ Responden
e. Pekerjaan √ √ Responden
2 Faktor-faktor Pembentuk
Persepsi
d.Faktor Internal
1) Pendidikan formal √ √ Responden
2) Pendidikan nonformal √ √ Responden
3) Pengalaman pribadi √ √ Responden
e.Faktor Eksternal
1) Lingkungan keluarga √ √ Responden
2) Lingkungan sosial primer √ √ Responden
3) Lingkungan sosial sekunder √ √ Responden
4) Kosmopolitan √ √ Responden
3 Persepsi Pemuda
a. Terhadap pendapatan √ √ Responden
b.Terhadap resiko usaha √ √ Responden
c. Terhadap kondisi lahan √ √ Responden
d.Tehadap peraturan √ √ Responden
pemerintahan
Data Pendukung
a. Kondisi Geografis √ √ Instansi
b.Keadaan Penduduk √ √ Instansi
c. Keadaan Pertanian √ √ Instansi

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan bertanya secara langsung
kepada responden dengan menggunakan kuisioner yang bertujuan untuk
memperoleh informasi yang relevan.
2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara
sistematis melalui pengamatan.
43

3. Pencatatan untuk pengumpulan data dengan cara mencatat hal-hal yang


diperlukan dalam penelitian, baik yang diperoleh dari responden maupun
dari data yang lain.

F. Metode Analisis Data


1. Analisis data untuk mengetahui faktor pembentuk persepsi pemuda
mengenai alih fungsi pertanian padi sawah di Kecamatan Kebakkramat
dapat dikategorikan positif sedang maupun negatif. Data yang sudah
didapatkan dilapang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode
statistik non parametrik. Pengukuran dilakukan menggunakan rumus
lebar interval, yakni:
∑ Skor tertinggi−∑ Skor Terendah
Lebar Interval=
∑ Kelas
2. Mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
pemuda terhadap pekerjaan sektor pertanian padi sawah. Untuk
mengetahui hubungan faktor karakteristik pemuda dan faktor
karakteristik lingkungan pemuda terhadap persepsi pemuda tehadap
pekerjaan sektor pertanian padi sawah menggunakan analisis korelasi
Rank Spearman (r s), dengan rumus (Siegel, 1997):

Keterangan: r s = koefisien korelasi rank Spearman


N = banyaknya sampel
di = selisih antara ranking dari variabel
Untuk menguji tingkat signifikansi hubungan digunakan uji t
karena sampel yang diambil lebih dari 10 (N>10), dengan tingkat
kepercayaan 95% menggunakan rumus (Siegel, 1997):
44

Keterangan: r s = koefisien korelasi rank Spearman


N = banyaknya sampel
Kriteria pengambilan keputusan:
1) Apabila t hitung > t tabel (α=0,05), maka Ho ditolak. Berarti ada
hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi dengan persepsi pemuda mengenai alih fungsi lahan
pertanian padi sawah di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten
Karanganyar.
2) Apabila t hitung < t tabel (α=0,05), maka Ho diterima. Berarti tidak
ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi dengan persepsi pemuda mengenai alih
fungsi lahan pertanian padi sawah di Kecamatan Kebakkramat
Kabupaten Karanganyar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak I. dan Suprayogi U. 2012. Penelitian Tindakan dalam Pendidikan Non
Formal. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Agwu N, Nwankwo EE and Anyanwu CI. 2014. Determinants of Agricultural
Labour Participation Among Youths in Abia State. Nigeria. International
Journal of Food and Agricultural Economics. Vol. 2 (1): 157-164.
Ahmadi A. dan Uhbiyati N. 2007. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bagong, Suyanto, dan Sutinah. 2007. Metode Penelitian Sosial: Berbagai
Alternatif Pedekatan. Jakarta: Kencana.
Balitpa. 2009. Pedoman Umum Peningkatan Produksi Padi Melalui Pelaksanaan
IP Padi 400. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Bappenas. 2016. Ikhtisar Pelaksanaan Repelita 1. Diakses dari
http://www.bappenas.go.id/
Davidoff Linda L. 1981. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Daulay AR, Barus B, dan Bambang PN. 2016. The Acceptable Incentive Value to
Succeed Paddy Land Protection Program in Regency of East Tanjung
Jabung, Indonesia. ARPN Journal of Agricultural and Biological Science.
Vol. 11 (8): 307-312.
Dewi NM dan Rudiarto I. 2013. Identifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Daerah Pinggiran di Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang. Jurnal Wilayah dan Lingkungan. Vol. 1 (2):
175-188.
Febrini D, Asiyah, dan Khoiri Q. 2016. Persepsi Masyarakat Kota Bengkulu
Mengenai Gerakan Islam Radikal. Manhaj: Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat. Vol. 4 (1): 69-78.
Fitriyana Elya, Wijianto A, Widiyanti E. 2018. Persepsi Pemuda Tani terhadap
Pekerjaan sebagai Petani di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo.
Jurnal Agritexts. Vol. 42 (2): 119-132.
Gerungan, W. 2002. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Gunarto I, Masniah, dan BR Bernard. 2005. Pemberdayaan Petani untuk
Meningkatkan Pendapatan melalui Pendidikan Non Formal Usaha Tani
46

Terpadu Berwawasan Lingkungan di Magepanda Kabupaten Sikka.


BPTP Nusa Tenggara Timur.
Gunawan AH. 1995. Kebijakan-kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasibuan LS. 2015. Analisis Dampak Konversi Lahan Terhadap Sosial Ekonomi
Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Ekonomikawan. Vol. 15
(1): 77-84.
Hidayat A. 2009. Sumberdaya Lahan Indonesia: Potensi, Permasalahan, dan
Strategi Pemanfaatan. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol. 3 (2): 107-117.
Hungu. 2007. Demograi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Ilham N, Syaukat Y, dan Friyatno S. 2005. Perkembangan dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta Dampak
Ekonominya. SOCA (Socio-Economic of Agriculturre and Agribusiness).
Vol. 2 (1): 1-25.
Illich I. 1998. Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Iqbal N. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu
Pada Partisipasi Masyarakat. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.
Istifarani F. 2016. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pengambilan
Keputusan Karier Siswa di SMK Negeri 1 Depok. Skripsi. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Janah R, Eddy BT, Dalmiyatun T. 2017. Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
Dampaknya Terhadap Kehidupan Penduduk di Kecamatan Sayung
Kabupaten Demak. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Vol. 1 (1): 1-10.
Kaputra I. 2013. Alih Fungsi Lahan, Pembangunan Pertanian, dan Kedaulatan
Pangan. Jurnal Strukturasi. Vol. 1 (1): 25-39.
Katuuk LCV, Moniaga VRB, Mandei JR. 2018. Persepsi Masyarakat Terhadap
Penggunaan Lahan Sawah di Desa Tounelet Satu Kecamatan Sonder.
Agri-SosioEkonomi Unsrat. Vol. 14 (1): 157-168.
Khanifa FR. 2011. Peningkatan Keterampilan Menulis Pengalaman Pribadi
Berbasis Multikultural dengan Sistem Pembelajaran Portofolio Pada
47

Siswa Kelas VII 5 SMP Negeri 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan.


Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Kistanto, NH. 2008. Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Sabda. Vol. 3 (1): 92-
177.
Kurniadi, Budi. 2019. Persepsi Masyarakat Mengenai Alih Fungsi Lahan
Kawasan Caringin Tilu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
Sosiohumanitas. Vol. 21 (2): 79-85.
Kustiawan I. 1997. Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara Jawa. Jakarta:
Prisma Pustaka LP3ES.
Listyana R dan Hartono Y. 2015. Persepsi dan Sikap Masyarakat Terhadap
Penanggalan Jawa dalam Penentuan Waktu Pernikahan (Studi Kasus
Desa Jonggrang Kecamatan Barat Kabupaten Magetan Tahun 2013).
Jurnal Agastya. Vol. 5 (1): 118-138.
Mardikanto, T. 2003. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Jakarta: Pusat
Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Maria U. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.

McElwee G and Bosworth G. 2010. Exploring the Strategic Skills Of Farmers


Across a Typology of Farm Diversification Approaches. Journal of
Farm Management. Vol. 13 (12): 819-838.
Millar J dan Roots J. (2012). Changes in Australian Agriculture and Land Use:
Implications for Future Food Security. International Journal of
Agricultural Sustainability. Vol. 10 (1): 25–39.
Mokoagow, Marla. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan
Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten Minahasa Utara. Skripsi.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Moleong LJ. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya Offset.
48

Mujiyo. 2009. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Non Sawah dan
Dampaknya Terhadap Produksi Gabah di Kecamatan Kebakkramat,
Karanganyar. Caraka Tani: Journal of Sustainable Agriculture.  Vol. 24
(1): 1-5.
Muksin, Amri Jahi, Margono Slamet, dan Djoko Susanto. 2009. Kualifikasi
Pemuda Tani Perdesaan di Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan. Vol. 5 (1):
36-44.
Mulyana, D .2011. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: Rosda Karya.
Mustopa, Z. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi
Lahan Pertanian di Kabupaten Demak. Skripsi. Universitas Diponegoro
Semarang
Nawawi H. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Noor J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pasandaran, Effendi. 2006. Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan
Sawah Beririgasi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 25 (4):
123-129.
Pinaryo. 2014. Persepsi Mahasiswa Univesitas Muhammadiyah Ponorogo
Terhadap Program Kewirausahaan Mahasiswa. Jurnal Aristo. Vol. 2 (2):
53-66.
Pinilas R, Gosal R, Kasenda V (2017). Partisipasi Generasi Pemuda dalam
Pembangunan. Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol. 2 (2): 1-11.
Rahman, F. 2014. Food, Youth and The Future of Faming, Access to Land:
Farming and Not Farming Rural Young for Strunggle Over Smallfarming
Practice. Bandung: Agrifood XXIV.
Rahman, A.A. 2014. Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
49

Ranjabar, J. 2013. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bandung:


Alfabeta.
Robbins Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: Indek Kelompok Gramedia.
Rohmat, R. 2010. Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak. Yinyang: Jurnal Studi
Islam Gender dan Anak. Vol. 5 (1): 35-46. 
Sanusi, Anwar. 2012. Motodologi Penelitian Bisnis Cetakan Ke-4. Jakarta:
Salemba Empat.
Sarwono SW dan Meinarno EA. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika.
Sarwono SW. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Sasono, Adi. 1995. Ekonomi Politik Penguasaan Tanah. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Sawit H, Yusuf Saefuddin, dan Sri Hartoyo. 1993. Aktivitas Non Pertanian Pola
Musiman dan Peluang Kerja Rumah Tangga di Pedasaan Jawa di
dalam: Mubyarto. 1993. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedasaan.
Yogyakarta: BPFE.
Siagian, PS. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Siegel S. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sudarsono A dan Suharsono Y. Hubungan Persepsi Terhadap Kesehatan dengan
Kesadaran (Mindfulness) Menyetor Sampah Anggota Klinik Asuransi
Sampah di Indonesia Medika. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 4
(1): 31-52.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta.
________. 2013. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Desertasi. Bandung:
Alfabeta.
Sumaryo K dan Royani. 2009. Efektivitas Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan No 8 Tahun 2006. Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Beragama.
50

Susilowati SH. 2016. Fenomena Penuaan Petani dan Berkurangnya Tenaga Kerja
Muda Serta Implikasinya Bagi Kebijakan Pembangunan Pertanian.
Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 34 (1): 35-55.
Syaifuddin, Hamire A, Dahlan. 2013. Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan
Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Jurnal
Agrisistem. Vol. 9 (2):169-179.
Syamsiah N. 2014. Wacana Kesetaraan Gender. Sipakalebbi. Vol. 1 (2): 265-301.
Toha, M. 2003. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Walgito, B. 1994. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Widiyanti E, Setyowati N, Ardianto DT. 2018. Young Generation’s Perception on
The Agricultural Sector. International Conference on Climate Change.
Wood, Julia T. 2006. Communication in Our Lives. Australia: Thomson
Wadsworth.

Anda mungkin juga menyukai