Anda di halaman 1dari 135

ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN

TUGAS AKHIR

NABILLA RAHMADIANTI
10070312066

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2017 M / 1438 H
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung
Tahun Akademik 2016/2017

oleh
NABILLA RAHMADIANTI
10070312066

Dinyatakan Lulus dalam Sidang Terbuka yang Dilaksanakan


pada Tanggal 7 Februari 2017

Mengesahkan,

Dr. SARASWATI, Ir., M.T


Pembimbing

Dr. IVAN CHOFYAN, Ir., M.T. Dr. INA HELENA AGUSTINA, Ir., M.T.
Ketua PUS-PWK Ketua Program Studi PWK
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama : NABILLA RAHMADIANTI
NPM : 10070312066
Tempat dan Tanggal Lahir : Mojokerto, 10 Juni 1994
Suku Bangsa : Jawa
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Dlanggu, Kab. Mojokerto, Jawa Timur
Telepon : 085707921487
E-mail : nabillarahmadianti@gmail.com

Data Keluarga
Nama Bapak : (Alm.) YUSUF RAHMADI
Nama Ibu : MUJIATI
Alamat Orang Tua : Dlanggu, Kab. Mojokerto, Jawa Timur
Telepon : 085730923888
Anak Ke : 1 dari 3 bersaudara

Pendidikan
SD : SD Negeri Pohkecik 2 (2001-2006)
SMP : SMP Negeri 1 Puri (2006-2009)
SMA : SMA Negeri 1 Kutorejo (2009-2012)
PT : Diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Teknik
Planologi Fakultas Teknik - Univesitas Islam
Bandung Bulan Agustus 2012.
ABSTRAK

Kawasan Cagar Budaya (KCB) Trowulan yang berada di Provinsi Jawa Timur
telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya peringkat nasional. Situs-situs
cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit di KCB Trowulan juga telah di
daftarkan sebagai situs warisan dunia UNESCO sejak tahun 2009. Namun,
meski begitu cagar budaya ini menjadi salah satu diantara 67 situs di 41 negara
yang dianggap memiliki kondisi terancam punah karena banyaknya situs yang
mengalami kerusakan dan hilang. Penyebab kerusakan ini adalah : Pertama,
adanya industri lokal pembuatan batu bata yang merusak situs serta kegiatan
jual beli gelap hasil penggalian yang berupa artefak. Kedua, daerah di sekeliling
situs dipadati oleh berbagai macam kegiatan dan penggunaan ruang yang
kompleks. Ketiga, belum ada peraturan tertulis dari pemerintah yang mengatur
tentang pengendalian pemanfaatan ruang KCB Trowulan. Untuk mengatasi
masalah tersebut maka penulis membuat suatu studi arahan pengendalian
pemanfaatan ruang kawasan cagar budaya Trowulan dengan berpedoman pada
undang-undang tentang cagar budaya, peraturan pemerintah tentang
penyelenggaraan penataan ruang, serta rencana tata ruang wilayah, Tujuan dari
studi ini adalah untuk menyusun arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang
berupa peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, dan
sanksi administratif. Metode analisis yang digunakan yang pertama adalah
analisis deskriptif kualitatif untuk analisis batas keruangan, analisis intensitas
pemanfaatan ruang, analisis kelembagaan dan regulasi, serta analisis sosial
budaya masyarakat. Metode analisis yang kedua adalah deskriptif komparatif
untuk analisis kegiatan dan penggunaan ruang serta analisis sarana dan
prasarana minimum. Hasil yang didapat dari analisis adalah berbentuk arahan
pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi. Analisis tersebut menghasilkan peraturan zonasi dimana KCB
Trowulan terbagi dalam zona inti, zona penyangga, serta zona pengembangan
dan penunjang. Selain itu analisis ini menghasilkan arahan pemberian izin,
insentif & disinsentif, serta sanksi administratif.

Kata Kunci : Kawasan Cagar Budaya, Trowulan, Peraturan Zonasi


PRAKATA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT semata karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Cagar
Budaya Trowulan.
Dalam naskah Tugas Akhir ini, penulis berusaha menyajikan data,
analisa, dan arahan yang diharapkan dapat dimengerti dan dipahami oleh semua
pihak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa perhatian, bimbingan dan
bantuan serta dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung laporan ini tidak akan selesai tepat pada watunya. Oleh karena itu,
pada kesempatan in, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada:
1. Yang terhormat orang tua Penyusun, Ibu Mujiati, paman Dr. Yunus Ashari, Ir.
M.T dan bibi Asiyah atas curahan kasih sayang, doa yang tanpa batas,
kesabaran, kerja keras, bantuan moril dan material demi terselesaikannya
Tugas Akhir ini.
2. Ibu Dr. Ina Helena Agustina, Ir,. M.T selaku Ketua Jurusan Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota.
3. Bapak Ivan Chofyan, Ir., MT selaku Ketua PUS-PWK sekaligus koordinator
Tugas Akhir yang telah membantu mengkoordinasikan Tugas Akhir.
4. Ibu Dr. Saraswati, Ir., M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
waktu, arahan, dan kesabaran sehingga terselesaikannnya Tugas Akhir ini.
5. Seluruh dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah
memberi ilmu dan membantu penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
6. Staf administrasi PWK yang membantu Penulis dalam mempermudah
proses administrasi di jurusan.
7. Sahabat Penulis Genya Prinita Sari yang telah meluangkan waktunya untuk
menemani Penulis dalam melaksanakan survei.

v
8. Rekan-rekan Ciracap: Arina Gita Nararya, Fatma Sari Souwakil, Renna Dwi,
Raflialdi Syaeful, dan Idham Daniarsyah yang telah memberikan bantuan,
dukungan, dan saran, serta hiburan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
9. Sahabat-sahabat grup Friend5 : Nilam Shindi Dinasti Ummi, S.T , Andini
Dwilignita, Novia Hadrianti, dan Milla Khaerunnisa yang telah memberi saran
dan semangat dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
10. Saudara Heri Eka Sutrisno yang telah membantu dalam pembuatan peta
untuk Tugas Akhir ini.
11. Saudari Isti Fuja Noorwafa yang merupakan rekan satu bimbingan yang
telah membantu dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
12. Rekan-rekan Planologi 2012 yang telah membantu dan menyemati Penulis
dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih
terdapat kekurangan baik pada isi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu,
penulis memohon kesediaan kepada berbagai pihak untuk senantiasa memberi
kritik maupun saran yang membangun guna perbaikan di masa yang akan
datang.
Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini memberikan manfaat bagi semua
pihak khususnya mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
dalam meningkatkan wawasan dan kreatifitasnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Bandung, Februari 2017

Penulis

vi
DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 5
1.3 Tujuan dan Kegunaan ............................................................ 5
1.4 Ruang Lingkup ....................................................................... 6
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah............................................ 6
1.4.2 Ruang Lingkup Materi ............................................. 8
1.5 Sistematika Pembahasan ...................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 10


2.1 Landasan Teori ..................................................................... 10
2.1.1 Budaya .................................................................... 13
2.1.2 Dinamika Perkembangan Budaya ........................... 15
2.1.3 Pelestarian Cagar Budaya ....................................... 18
2.1.4 Konsep Penentuan Batas Keruangan
dan Pengaturan Zonasi ........................................... 18
2.2 Landasan Hukum .................................................................. 24
2.2.1 Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang ..................................................... 24
2.2.2 Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya ......................................................... 25
2.2.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang ...................................................... 28
2.2.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mojokerto
Tahun 2012-2032 .................................................... 37
2.2.5 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang
Tahun 2009-2029 .................................................... 38
2.2.6 Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11
Tahun 2015 tentang Cagar Budaya ......................... 40
2.3 Studi Terdahulu ..................................................................... 40
2.4 Definisi Operasional .............................................................. 44

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI ............................. 45


3.1 Kerangka Pemikiran .............................................................. 45
3.2 Metode Pendekatan .............................................................. 46
3.2 Metode Pengumpulan Data ................................................... 46
3.4 Metode Analisis ..................................................................... 48

BAB IV KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI .............................................. 50


4.1 Sejarah Ditemukannya Situs Trowulan sebagai Bekas Kota
Kerajaan Majapahit ............................................................... 50
4.2 Kondisi Kawasan .................................................................. 52
4.3 Situs Cagar Budaya yang Telah Ditemukan .......................... 53

vii
4.4 Museum Majapahit / Museum Trowulan ................................ 54
4.5 Kondisi Ekonomi Masyarakat KCB Trowulan ........................ 57
4.6 Kondisi Penggunaan Lahan Eksisting ................................... 58

BAB V ANALISA ........................................................................................ 63


5.1 Batas Keruangan / Zona Cagar Budaya ................................. 63
5.2 Kegiatan dan Penggunaan Ruang ......................................... 67
5.3 Intensitas Pemanfaatan Ruang ............................................. 74
5.4 Status Kepemilikan Ruang .................................................... 75
5.5 Sarana dan Prasarana Minimum ........................................... 77
5.6 Kelembagaan dan Regulasi untuk Kawasan Cagar Budaya... 83
5.6.1 Kelembagaan .......................................................... 83
5.6.2 Regulasi .................................................................. 86
5.7 Sosial Budaya Masyarakat ..................................................... 86

BAB VI ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN .................................. 91
6.1 Arahan Peraturan Zonasi KCB Trowulan .............................. 91
6.1.1 Kelembagaan .......................................................... 91
6.1.2 Regulasi .................................................................. 92
6.1.3 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang .............. 93
6.1.4 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimum ............ 93
6.1.5 Ketentuan Lain ........................................................ 94
6.2 Arahan Perizinan ................................................................... 98
6.3 Arahan Insentif dan Disinsentif .............................................. 99
6.4 Arahan Pengenaan Sanksi Administratif ............................... 102

BAB VII ARAHAN PERATURAN ZONASI DAERAH PRIORITAS


(DESA SENTONOREJO) .............................................................. 106

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 123

viii
DAFTAR TABEL

2.1 Komponen Penetapan Zona ................................................................... 19


2.2 Komponen Penetapan Zona Inti, Zona Penyangga,
Zona Pengembangan, dan Zona Penunjang ............................................ 20
2.3 Komponen Pengaturan Zonasi ................................................................. 21
2.4 Studi Terdahulu ........................................................................................ 42
3.1 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 47
3.2 Metode Analisis ........................................................................................ 48
4.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ............................................................ 50
4.2 Situs Cagar Budaya yang Telah Ditemukan di KCB Trowulan ................. 53
4.3 Kegiatan dan Penggunaan Ruang Eksisting di KCB Trowulan .................. 59
5.1 Analisis Penentuan Batas Keruangan Cagar Bduaya (Zoning) ................ 64
5.2 Kegiatan dan Penggunaan Ruang Eksisting di Tiap Zona ........................ 70
5.3 Tabel Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Ruang di KCB Trowulan ...... 74
5.4 Analisis Sarana dan Prasarana Minimum.................................................. 78
5.5 Tugas Pokok dan Fungsi di Tiap Lembaga Formal dalam
Pelestarian KCB Trowulan ........................................................................ 83
6.1 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang di KCB Trowulan ..................... 93
6.2 Bentuk Intensif untuk Faktor-faktor yang Harus Didorong
Pengembangannya ................................................................................... 99
6.3 Bentuk Disintensif untuk Faktor-faktor yang Harus
Dikendalikan Pengembangannya ........................................................... 100
6.4 Ketentuan Sanksi .................................................................................... 103
7.1 Peraturan Zonasi Desa Sentonorejo ...................................................... 108

ix
DAFTAR GAMBAR

1.1 Peta Ruang Lingkup Wilayah Studi............................................................ 7


2.1 Konsep Zonasi Cagar Budaya ................................................................. 17
2.2 Ilustrasi Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang ....................... 28
2.3 Ilustrasi Penetapan Peraturan Zonasi untuk Wilayah Kab. / Kota ............ 29
3.1 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 45
4.1 Museum Trowulan Lama ......................................................................... 55
4.2 Museum Trowulan Baru / Museum Majapahit .......................................... 55
4.3 Contoh Koleksi Terakota di Museum Majapahit ....................................... 56
4.4 Contoh Koleksi Keramik di Museum Majapahit ........................................ 56
4.5 Contoh Koleksi Logam di Museum Majapahit .......................................... 56
4.6 Contoh Koleksi Batu di Museum Majapahit .............................................. 56
4.7 Peta Penggunaan Lahan di KCB Trowulan .............................................. 61
4.8 Peta Sebaran Lokasi Industri Batu Bata di Sekitar Situs .......................... 62
5.1 Peta Pemetaan Bangunan Cagar Budaya ................................................ 68
5.2 Pemetaan Daerah yang Berkontribusi terhadap Sejarah di KCB Trowulan
................................................................................................................. 69
5.3 Delineasi Zona Inti ................................................................................... 65
5.4 Delineasi Zona Penyangga ...................................................................... 66
5.5 Delineasi Zona Pengembangan dan Penunjang ...................................... 67
5.6 Contoh Pagar Pembatas Situs Cagar Budaya di KCB Trowulan ............... 76
5.7 Contoh Pagelaran Seni Budaya Majapahit ............................................... 85
5.8 Akun Media Sosial Milik Komunitas Save Trowulan .................................. 85
5.9 Contoh Acara Ritual Kejawen di KCB Trowulan (Kirab Getah Getih
Majapahit 2016) ........................................................................................ 87
5.10 Berita dan Suasana Demo Penolakan Pendirian Pabrik Baja di KCB
Trowulan Tahun 2013 ............................................................................... 88
5.11 Salah Satu Pengrajin Batu Bata di KCB Trowulan .................................... 90
6.1 Peta Zonasi Bagian 1 (Zona Inti) .............................................................. 95
6.2 Peta Zonasi Bagian 2 (Zona Penyangga) ................................................. 96
6.3 Peta Zonasi Bagian 3 (Zona Pengembangan dan Penunjang) ................. 97
7.1 Peta Zonasi Desa Sentonorejo .............................................................. 122

x
BAB I
PENDAHULUAN

Pelestarian cagar budaya merupakan salah satu jenis pendekatan dalam


perencanaan wilayah dan kota atau penataan ruang yang bertujuan untuk
mempertahankan, melindungi, memelihara serta memanfaatkan bangunan cagar
budaya demi kepentingan pembangunan Pothof (2006). Cagar budaya sendiri
merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan
dikelola dengan tepat. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya cagar budaya,
maka itu artinya hilang pula sejarah dan ilmu pengetahuan dari benda cagar
budaya tersebut.
Sebagai khalifah di bumi, manusia ditugaskan untuk mengelola dan
menjaga kelestarian bumi beserta isinya termasuk cagar budaya ini. Jangan
sampai ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab merusak atau mencuri
barang-barang bersejarah tersebut. Dalam ayat Al-Quran Surat Al-Araaf ayat 56
juga sudah dijelaskan sebagai berikut :

Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik.

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah melarang manusia untuk


membuat kerusakan di bumi baik termasuk perusakan lingkungan sekitar dan
budaya yang ada. Perbuatan merusak sesungguhnya merugikan manusia itu
sendiri. Karena Allah telah memperbaiki dan menciptakan bumi beserta isinya
untuk dimanfaatkan oleh makhluk serta demi terciptanya kemaslahatan. Oleh
karena itu, kita sebagai khalifah di bumi hendaknya selalu mengelola dan
menjaga kelestarian bumi beserta isinya dan memanfaatkannya dengan baik.

1
2

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya. Warisan
budaya yang bersifat kebendaan disebut dengan cagar budaya. Dalam Undang-
Undang No. 11 Tahun 2010 mendefinisikan Cagar Budaya sebagai warisan
budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar
budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya
di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan melalui proses penetapan.
Cagar budaya termasuk dalam kategori kawasan lindung. Hal ini
tercantum dalam Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung. Sama halnya dengan cagar alam, cagar budaya juga memiliki fungsi
melindungi. Namun yang membedakannya hanyalah jenis benda yang dilindungi.
Cagar alam berfungsi melindungi benda-benda alamiah seperti flora dan fauna
yang ada di dalam kawasan tersebut. Sedangkan cagar budaya berfungsi untuk
melindungi benda-benda non alamiah berupa hasil kebudayaan peninggalan
masa lalu. Fransisca dan Sunarya (2012).
Sebagai kawasan lindung, upaya pelestarian cagar budaya perlu
dilakukan untuk mencegah kerusakan dan kehilangan cagar budaya yang sangat
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan. Salah satu bentuk pelestarian yang bertujuan untuk melindungi
cagar budaya adalah sistem zonasi. Menurut UU No.11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya, sistem zonasi merupakan penentuan batas-batas keruangan dan
pemanfaatan ruang cagar budaya berdasarkan hasil kajian dengan
mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat. Sistem zonasi ini
mengatur tentang fungsi ruang pada cagar budaya baik vertikal maupun
horizontal. Pemanfaatan zona pada cagar budaya ini dapat dilakukan untuk
tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, atau religi.
Salah satu kawasan di Indonesia yang memerlukan upaya pelestarian
adalah Kawasan Cagar Budaya Trowulan yang terletak di Provinsi Jawa Timur.
Kawasan Cagar Budaya Trowulan yang selanjutnya disingkat KCB Trowulan
telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya peringkat nasional sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
260/M/2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan sebagai
Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Dalam keputusan tersebut,
3

disebutkan bahwa KCB Trowulan meliputi enam kecamatan yang ada di


Kabupaten Trowulan dan Kabupaten Jombang. Enam kecamatan tersebut
adalah Trowulan, Sooko, Jatirejo di Kabupaten Mojokerto serta Mojoagung,
Sumobito, dan Mojowarno di Kabupaten Jombang. Dengan luas wilayah
9.703,36 ha, batas dari kawasan ini adalah sebelah utara yaitu Sungai Ngonto,
sebelah selatan yaitu hutan Kesatuan Pemangku (KPH) Jombang, sebelah barat
Sungai Gunting, dan sebelah timur yaitu Sungai Brangkal.
KCB Trowulan ini diduga kuat dahulunya adalah ibukota Kerajaan
Majapahit ketika mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit adalah
kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap
sebagai salah satu dari negara/kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Di
dalam KCB Trowulan ini terdapat beraneka ragam peninggalan arkeologis seperti
artefak dan struktur bangunan, baik dalam bentuk, bahan, dan teknologi
sehingga dapat dijadikan sebagai sumber data untuk kajian berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Namun semua benda arkelogis yang ada belum tergali secara
maksimal atau masih banyak yang masih belum terindetifikasi dan masih berada
didalam tanah. Saat ini peninggalan arkeologis di KCB Trowulan yang sudah
ditemukan terdiri dari situs candi, gapura, bangunan suci keagamaan, kolam
kuno, dan temuan lepas benda-benda arkeologi berupa arca, benda-benda yang
terbuat dari logam, terakota, dan berbagai jenis alat rumah tangga.
Pemanfaatan situs-situs di KCB Trowulan saat ini digunakan sebagai obyek
penelitian arkeologi serta dikembangkan menjadi kawasan edukasi dan wisata
budaya. Sedangkan untuk temuan lepas benda-benda arkeologi disimpan di
museum yang ada di Trowulan dan dijadikan sebagai bahan penelitian.
Situs-situs arkeologi peninggalan Kerajaan Majapahit yang ada di KCB
Trowulan ini telah didaftarkan sebagai situs warisan dunia UNESCO sejak tahun
2009. Namun meski telah didaftarkan sebagai situs warisan dunia, sepertinya
penanganan terhadap warisan dunia di KCB Trowulan seperti perlindungan,
pengawasan, maupun pelestarian masih belum terlaksana dengan baik. Hal ini
dibuktikan oleh Pusat Peneltian dan Pengembangan Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata Nasional dalam penelitiannya. Hasil dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa > 6,2 Ha lahan di KCB Trowulan yang di dalamnya terdapat
situs-situs cagar budaya mengalami kerusakan tiap tahunnya. Akibatnya situs
cagar budaya yang ada di KCB Trowulan ini menjadi salah satu diantara 67 situs
di 41 negara yang dianggap memilki kondisi terancam punah menurut organisasi
4

internasional yang bergerak di bidang pelestarian warisan budaya yaitu Word


Monument Funt (WMF).
Rusaknya lahan beserta situs-situs cagar budaya yang ada di KCB
Trowulan ini diduga disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama adalah
tindakan destruktif/perusakan situs yang dilakukan oleh penduduk setempat
dengan adanya industri batu bata di sekitar situs yang berlangsung lama dari
tahun 1960-an hingga sekarang. Kurang lebih saat ini terdapat 320 unit industri
batu bata yang tersebar dekat dengan situs cagar budaya di KCB Trowulan dan
lebih dari 500 kepala keluarga menggantungkan hidupnya pada industri batu
bata. Aktivitas pembuatan bata ini menyebabkan rusaknya situs dan artefak yang
terkubur didalam tanah karena proses pengggalian tanah untuk mendapatkan
bahan baku pembuatan batu bata menggunakan benda tajam seperti cangkul
dan linggis. Selain itu para penggali tanah juga kerap kali menjual artefak hasil
temuannya saat menggali tanah kepada kolektor barang-barang kuno secara
gelap yang menyebabkan hilangnya penggalan sejarah yang ada dikawasan
tersebut.
Permasalahan kedua adalah beberapa situs cagar budaya di KCB
Trowulan dipadati oleh bangunan di sekelilingnya. Bangunan yang memadati
daerah sekitar situs cagar budaya ini terdiri dari berbagai macam kegiatan yaitu
permukiman, industri, perdagangan dan jasa serta sarana dan prasarana umum.
Berbagai macam jenis kegiatan yang ada pada bangunan-bangunan ini diduga
menjadi salah satu penyebab rusak dan hilangnya benda cagar budaya. Status
kepemilikan bangunan dan lahan yang ada di sekitar situs cagar budaya ini
adalah milik penduduk dan swasta. Hal ini menyebabkan masyarakat dan swasta
merasa bebas melakukan apa yang mereka inginkan termasuk mengambil,
merusak, atau menjual benda-benda cagar budaya yang mereka temukan di
lahan miliknya. Pemerintah pun sulit untuk memantau hal tersebut karena lahan
tersebut bukan milik pemerintah.
Permasalahan yang ketiga adalah belum ada peraturan tertulis dari
pemerintah yang mengatur tentang batas keruangan antara situs cagar budaya
dengan kegiatan dan penggunaan ruang lainnya (zonasi) ataupun peraturan
pengendalian pemanfaatan ruang yang khusus untuk kawasan cagar budaya.
Padahal peraturan ini sangat dibutuhkan mengingat KCB Trowulan ini adalah
kawasan yang memiliki kegiatan dan penggunaan ruang yang kompleks
5

sehingga membutuhkan sebuah pedoman peraturan yang dapat menertibkan


pemanfaatan ruang.
Berdasarkan berbagai permasalahan tersebut tersebut, maka penulis
tertarik untuk membuat suatu arahan tentang pengendalian pemanfaatan ruang
di KCB Trowulan. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang ini berisi tentang
pengaturan zonasi yang terdiri dari penentuan batas keruangan cagar budaya
(zona cagar budaya), penentuan kegiatan dan penggunaan ruang, penentuan
intesitas pemanfaatan ruang, penentuan sarana dan prasarana minimum, serta
penentuan lainnya. Selain itu dalam arahan ini juga terdapat arahan perizinan,
pengenaan insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi administratif.
Diharapkan kedepannya Tugas akhir ini dapat membantu mengatasi masalah
kerusakan dan hilangnya benda cagar budaya di KCB Trowulan dari sisi tata
ruang serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pemerintah
dalam penyusunan kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang untuk KCB
Trowulan sebagai upaya pelestarian cagar budaya.

1.2 Rumusan Masalah


Mengacu pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari studi
ini adalah :
Bagaimana pengaturan zonasi dalam pengendalian pemanfaatan
ruang di KCB Trowulan?
Bagaimana pemberian izin, pemberian insentif & disinsentif, dan
sanksi administratif dalam pengendalian pemanfaatan ruang di KCB
Trowulan?

1.3 Tujuan dan Kegunaan


Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dari studi ini
adalah :
Menyusun pengaturan zonasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang
di KCB Trowulan
Menyusun pemberian izin, pemberian insentif & disinsentif, dan sanksi
administratif dalam pengendalian pemanfaatan ruang di KCB Trowulan
Sedangkan kegunaan dari studi ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu
secara akademis dan secara praktis. Secara akademis, manfaat dari studi ini
adalah menjadi bagian dari aplikasi ilmu perencanaan wilayah dan kota yang
6

telah didapatkan selama di bangku perkuliahan mengenai pengendalian


pemanfaatan ruang.
Secara praktis, kegunaan dari studi ini adalah sebagai bahan
pertimbangan dalam penyusunan alat pengendali bagi pemerintah (Bupati, Dinas
Pemuda, Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Timur, serta pemangku kepentingan lainnya) yang berupa pengendalian
pemanfaatan ruang KCB Trowulan.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup Tugas Akhir ini terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang
lingkup materi.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi
Ruang lingkup wilayah studi yang diambil adalah Kawasan Cagar Budaya
Trowulan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.
260 Tahun 2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan sebagai
Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Dalam SK tersebut, telah ditetapkan
bahwa daerah yang masuk ke dalam KCB Trowulan meliputi meliputi enam
kecamatan yang ada di Kabupaten Trowulan dan Kabupaten Jombang. Enam
kecamatan tersebut adalah Trowulan, Sooko, Jatirejo di Kabupaten Mojokerto
serta Mojoagung, Sumobito, dan Mojowarno di Kabupaten Jombang. Luas ruang
lingkup wilayah makro ini adalah 9.703,36 ha. Untuk batas-batas wilayahnya
adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Sungai Ngonto
- Sebelah Selatan : Batas Hutan KPH Jombang, Jalan Selatan
Desa Pakis dan Desa Tanggalrejo
- Sebelah Barat : Sungai Gunting
- Sebelah Timur : Sungai Brangkal

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 1.1 tentang Peta Ruang
Lingkup Wilayah Studi.
7
8

1.4.2 Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi pada Tugas Akhir ini memfokuskan pada
penyusunan arahan pengendalian pemanfaatan ruang di KCB Trowulan yang
terdiri dari pengaturan zonasi, mekanisme perizinan, pemberian insentif &
disinsentif, dan sanksi administratif.
Dalam pengaturan zonasi, lingkup pengaturan yang dibahas meliputi :
1) Batas keruangan / zona cagar budaya
2) Penentuan kegiatan dan penggunaan ruang (ITBX) di tiap zona
3) Penentuan intensitas pemanfaatan ruang
4) Penentuan sarana dan prasarana Minimum
Untuk mekanisme perizinan, pemberian insentif & disinsentif, dan sanksi
administratif berpedoman pada PP No.15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan
penataan ruang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan KCB Trowulan.

1.5 Sistematika Pembahasan


Untuk memudahkan pemahaman, Tugas Akhir ini disusun dengan
menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan studi, ruang lingkup, serta sistematika
pembahasan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka yang meliputi teori
tentang budaya, dinamika perkembangan budaya, pelestarian
cagar budaya, konsep penentuan batas keruangan dan
pengaturan zonasi cagar budaya, landasan hukum, studi
terdahulu, dan definisi operasional.
BAB III : KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI
Bab ini membahas tentang kerangka pemikiran dan metodologi
yang digunakan dalam studi ini. Metodologi terdiri dari metode
pendekatan, metode pengumpulan data dan metode analisis.
BAB IV : KONDISI KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN
Bab ini membahas tentang kondisi secara umum KCB Trowulan
yang terdiri dari sejarah ditemukannya Situs Trowulan, kondisi
kawasan, cagar budaya yang telah ditemukan, kondisi Museum
9

Majapahit / Museum Trowulan, kondisi ekonomi masyarakat, dan


kondisi penggunaan lahan eksisting.
BAB V : ANALISIS
Bab ini membahas tentang analisis yang dilakukan dalam
menyusun arahan pengendalian pemanfaatan ruang KCB
Trowulan yang terdiri dari analisis batas keruangan/zona cagar
budaya, kegiatan dan penggunaan ruang, intensitas
pemanfaatan ruang, status kepemilikan lahan di KCB Trowulan,
sarana dan prasarana minimum, kelembagaan dan regulasi,
serta sosial budaya masyarkat.
BAB VI : ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN
Bab ini berisi tentang arahan pengendalian pemanfaatan ruang
KCB Trowulan yang terdiri pengaturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif & disinsentif, dan sanksi administratif.
BAB VII : ARAHAN PERATURAN ZONASI DAERAH PRIORITAS
(DESA SENTONOREJO)
Bab ini berisi tentang arahan peraturan zonasi di Sentonorejo
yang merupakan daerah prioritas yang perlu dikendalikan
pemanfaatan ruangnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Budaya
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian,
kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Seorang ahli
antropologi bernama E.B. Taylor dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture
mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang kompleks meliputi
kepercayaan, kesusilaan, seni, adat istiadat, hukum, kesanggupan dan
kebiasaan lainnya yang sering dipelajari oleh manusia sebagai bagian dari
masyarakat.
Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mendefinisikan kebudayaan
sebagai suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan,
kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual
masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan berada dalam tatanan kenyataan
yang ideasional. Atau, kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh
anggota masyarakat dipergunakan dalam proses orientasi, transaksi, pertemuan,
perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata dalam
masyarakat mereka.
Soemardjan dan Soemardi (dalam Soekanto, 2007) mendefinisikan
kebudayan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta dan masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat.
Roucek dan Warren (dalam Sukidin, 2005) mengatakan bahwa
kebudayaan bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga benda-benda
yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat oleh manusia. Dengan demikian
ia mendefinisikan kebudayaan sebagai cara hidup yang dikembangkan oleh
sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan
hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya. Hal-hal

10
11

tersebut adalah pengumpulan bahan-bahan kebendaan, pola organisasi sosial,


cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu pengetahuan, kepercayaan dan kegiatan
lain yang berkembang dalam pergaulan manusia.
Menurut Koentjaraningrat (2002) mengatakan bahwa menurut ilmu
antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Koentjaraningrat membagi kebudayaan menjadi 7
unsur yang terdiri dari sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan
bahasa dan kesenian. Kesemua unsur budaya tersebut terwujud dalam bentuk
sistem budaya/adat-istiadat (kompleks budaya, tema budaya, gagasan), sistem
sosial (aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial, tindakan), dan unsur-unsur
kebudayaan fisik (benda budaya).
1) Sistem Religi
Sistem religi meliputi kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi
keagamaan dan upacara keagamaan. Definisi kepercayaan mengacu kepada
pendapat Fishbein dan Azjen dalam Soekanto (2007), yang menyebutkan
pengertian kepercayaan atau keyakinan dengan kata belief, yang memiliki
pengertian sebagai inti dari setiap perilaku manusia. Aspek kepercayaan tersebut
merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan presepsi terhadap suatu
objek. Kepercayaan membentuk pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun
pengalaman sosial.
Untuk aspek nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu,
menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu bernilai berarti
sesuatu itu berharga dan berguna bagi kehidupan manusia. Sifat-sifat nilai
menurut Daroeso dalam Kalangie (1994) adalah sebagai berikut :
Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang
bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek
yang bernilai.
Nilai memiliki sifat yang normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-
cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal. Nilai diwujudkan
dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
Nilai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai.
Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.
12

2) Sistem Organisasi dan Kemasyarakatan


Sistem kekerabatan atau organisasi sosial meliputi kekerabatan,
organisasi politik, norma hukum, perkawinan, kenegaraan, kesatuan hidup dan
perkumpulan. Sistem organisasi adalah bagian dari kebudayaan yang berisikan
semua yang telah dipelajari yang memungkinkan bagi manusia
mengkoordinasikan perilakunya secara efektif dengan tindakan-tindakan orang
lain Syani (1995).
Kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk
menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
3) Sistem Pengetahuan
Spradlye dalam Kalangie (1994) menyebutkan bahwa pengetahuan
budaya itu bukanlah sesuatu yang bisa terlihat secara nyata, melainkan
tersembunyi dari pandangan namun memaikan peranan yang sangat penting
bagi manusia dalam menentukan perilakunya. Pengetahuan budaya yang
diformulasikan dengan beragam ungkapan tradisional itu sekaligus juga
merupakan gambaran dari nilai-nilai budaya yang mereka hayati.
Nilai budaya sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002)
adalah konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga
suatu masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai
dalam hidup. Dan suatu sistem budaya yang bersifat abstrak biasanya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
4) Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai
homo economicus yang menjadikan kehidupan manusia terus meningkat. Dalam
tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Tetapi
dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah bercocok
tanam, kemudian bertenak yang terus meningkat (rising demand) yang kadang-
kadang serakah. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi meliputi
jenis pekerjaan dan penghasilan Koentjaraningrat (2002).
5) Sistem Teknologi dan Peralatan
13

6) Bahasa
Bahasa adalah alat perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk
saling berkomunikasi atau berhubungan baik lewat tulisan, lisan, ataupun
gerakan (bahasa isyarat) dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau
kemauan kepada lawan bicara atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat
menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat,
dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk
berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi
sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan
hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari
naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan
teknologi Koentjaraningrat (2002).
7) Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun
telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia
menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga
perwujudan kesenian yang kompleks. Kesenian terdiri dari seni patung/pahat,
seni rupa, seni gerak, lukis, gambar, rias, vocal, musik/seni suara, bangunan,
kesusastraan, dan drama Koentjaraningrat (2002).
Dari penjelasan di atas, diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang bersifat nyata seperti pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu umat manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

2.1.2 Dinamika Perkembangan Budaya


Sedyawati (2006) dalam bukunya menjelaskan di dalam masing-masing
kesatuan kemasyarakatan yang membentuk bangsa, baik yang berskala kecil
ataupun besar, terjadi proses-proses pembentukan dan perkembangan budaya
yang berfungsi sebagai penanda jati diri bangsa tersebut. Di Indonesia, proses-
14

proses demikian itu telah terjadi sejak zaman prasejarah pada berbagai (suku)
bangsa yang menghuni berbagai kawasan di dalam wilayah Indonesia sekarang
ini.
Kehidupan pada masa prasejarah dalam satuan-satuan kemasyarakatan
yang relatif terpisah satu sama lain telah memberikan peluang besar untuk
tumbuhnya kebudayaan dengan ciri-ciri khasnya masing-masing. Keunikan
budaya masing-masing tersebut mendapat momentum untuk pemantapan ketika
masyarakat tersebut telah menginjak pada kehidupan menetap, dan dalam
modus kehidupan yang demikian mengembangkan konsep-konsep tentang
kepemimpinan dan tata masyarakat yang lebih rumit. Dengan perkembangan ini,
maka jati diri budaya masing-masing ditandai oleh kekhasan yang lebih rumit
pula, menyangkut berbagai komponen kebudayaannya. Di dalam masing-masing
komponen atau unsur kebudayaan itu berkembang keanekaragaman pula, baik
yang terkait dengan fungsi sosial maupun fungsi teknisnya.
Di dalam masing-masing satuan kenegaraan pun kemudian berkembang
kekuatan-kekuatan sosial yang masing-masing mempunyai alokasi
kewenangannya dalam mengarahkan perkembangan ataupun pemantapan
kebudayaan. Pengertian pemantapan ini berkait khusus dengan usaha-usaha
intensifikasi terhadap nilai-nilai maupun struktur-struktur yang dianggap tepat dan
benar. Dengan terjadinya pelapisan sosial, maka diharapkan lapisan atas lah
yang mempunyai kewenangan terbesar, tetapi juga tanggung jawab terberat
untuk mempertahankan kebudayaannya. Namun, hal ini tidak berarti lapisan-
lapisan masyarakat yang lain tidak memiliki kebebasan dan kemandiriannya
tersendiri dalam upaya pengembangan kebudayaan. Dalam banyak kasus
kenegaraan, pelapisan sosial tidaklah amat ketat karena di dalamnya
kemungkinan terjadi mobilitas sosial vertikal. Dalam hal itu yang tampak lebih
menonjol adalah adanya kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang
didasarkan pada jeins-jenis pekerjaan atau aktivitas yang secara umum
dilakukan di dalamnya. Lapisan-lapisan ataupun kelompok-kelompok
kemasyarakatan itu pada umumnya dapat dikenali melalui penanda-penanda
budaya yang sengaja diciptakan sebagai sarana indentitas. Contoh yang paling
nyata adalah dalam hal busana.
Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat juga dapat dilihat peranannya
dalam menentukan hubungan hubungan yang dapat dilakukan dengan bangsa-
bangsa atau nega-negara lain. Hubungan-hubungan antar budaya itulah yang
15

pada dasarnya dapat berakibat pada terjadinya pengambilalihan elemen-elemen


budaya asing tertentu, atau sebaliknya pada penyebaran elemen-elemen budaya
setempat ke luar dan diambil alih oleh bangsa lain. Pada pertemuan budaya
yang tidak simetris, yang terjadi adalah akulturasi.
Semua proses itu baik perkembangan internal maupun pengaruh-
pengaruh antarbangsa telah mewujudkan pula keanekaragaman yang lebih
bervariasi lagi diantara berbagai suku bangsa di Indonesia ini. Keanekaragaman
budaya itu kita jadikan sebagai aset bangsa yang dapat membuat kehidupan
budaya kita lebih hangat dengan interaksi budaya yang senantiasa aktual.

2.1.3 Pelestarian Cagar Budaya


Pelestarian, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI online / dalam
jaringan, kbbi.web.id ) berasal dari kata dasar lestari , yang artinya tetap seperti
keadaannya semula; tidak berubah; bertahan; kekal. Kemudian dalam kaidah
penggunaan Bahasa Indonesia, awalan pe- dan akhiran an artinya digunakan
untuk menggambarkan sebuah proses atau upaya (kata kerja). Sehingga
berdasarkan kata dasar lestari ditambah awalan pe- dan akhiran an, maka yang
dimaksud dengan pelestarian adalah upaya atau proses untuk membuat sesuatu
tetap selama-lamanya tidak berubah. Pelestarian dapat pula didefinisikan
sebagai upaya untuk mempertahankan sesuatu sebagaimana adanya. Lebih rinci
mengenai definisi pelestarian, A.W. Widjaja (1986) dalam Jacobus (2006:115)
mengartikannya sebagai kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, terarah
dan terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya suatu
yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif. Merujuk pada definisi
dari cagar budaya yang telah dijelaskan diatas, maka pelestarian cagar budaya
dapat didefinisikan sebagai upaya mempertahankan cagar budaya agar
keberadaannya tetap dan abadi.
Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
mendefinisikan cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat kebendaan
berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya,
situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.
Konsep pelestarian cagar budaya didasarkan pada pengamatan
terhadap:
16

1) Nilai penting (outstanding values),


Nilai penting yang dimaksud terdiri dari :
a) Nilai penting sejarah
b) Nilai penting ilmu pengetahuan
c) Nilai penting agama
d) Nilai penting kebudayaan
2) Keaslian (authenticity)
Keaslian yang dimaksud terdiri dari :
a) Bentuk dan desain (form and design)
b) Bahan (materials and substance)
c) Guna dan fungsi (use and function)
d) Teknik dan keahlian / ketrampilan pengerjaan (techniques and
workmanship)
e) Lokasi dan tata letak
f) Keaslian tradisi dan bentuk warisan tak benda lainnya (tradition and
other forms of intangible heritage)
3) Keutuhan (intergrity)
Keutuhan yang dimaksud terdiri dari :
a) Kelengkapan, kesatuan, dan keterpaduan komponen kawasan
(wholeness)
b) Keberadaan struktur dan material masih terhubung dan terkait sampai
sekarang (Intactness)
c) Ancaman terhadap komponen kawasan oleh kebijakan, pembangunan
fisik, dan/atau kelalaian (threats)
Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyatakan
bahwa upaya pelestarian cagar budaya di Indonesia dilakukan dengan sistem
zonasi. Sistem zonasi merupakan tindak lanjut dari proses delineasi kawasan
cagar budaya yang didasarkan pada kajian terhadap aspek fisik dan fungsi ruang
suatu situs atau kawasan cagar budaya. Tujuan zonasi adalah untuk melindungi
kawasan cagar budaya dan sekaligus menyusun tata ruang dalam kawasan.
Zonasi cagar budaya di Indonesia dibagi menjadi zona inti, zona penyangga,
zona pengembangan, dan/atau zona penunjang.
Berdasarkan Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
yang dimaksud dengan :
17

- Zona inti adalah area perlindungan utama untuk menjaga bagian terpenting
dari cagar budaya;
- Zona penyangga adalah area yang melindungi zona inti;
- Zona pengembangan adalah area yang diperuntukkan bagi pengembangan
potensi cagar budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi,
lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional,
keagamaan, dan kepariwisataan;
- Zona penunjang adalah area yang diperuntukkan bagi sarana dan prasarana
serta untuk kegiatan komersial umum.

Zona penunjang

Zona pengembangan

Zona penyangga

Zona inti

Situs/Benda cagar
budaya

Gambar 2.1
Konsep Zonasi Cagar Budaya
Sumber : Undang-undang No.11 Tahun 2010

Selain itu, terdapat pula pengertian setiap zona menurut beberapa ahli,
sebagai berikut :
1) Zona Inti
Zona inti adalah area yang penting untuk dilindungi (Ebregt dan Greve,
2000). Definisi tersebut didukung oleh Gillespie (2011) yang menyatakan bahwa
zona inti adalah subjek perlindungan terhadap nilai sejarah yang sangat tinggi
yang dapat berupa bangunan atau kawasan.
2) Zona Penyangga
18

Gillespie (2011) menyatakan bahwa zona penyangga secara skematis


biasanya menjadi gambaran perluasan di sekitar zona inti. Zona penyangga
mengatur pembangunan dan guna lahan dalam upaya mendukung pelestarian
zona inti.
3) Zona Pengembangan dan Zona Penunjang
Diluar zona inti dan zona penyangga dapat dibuat zona lain yang memiliki
fungsi beragam Peterson (2005) dalam Gillespie (2011). Zona di luar zona inti
dan zona penyangga bertujuan untuk mendorong keberagaman guna lahan dari
wilayah keberadaan zonasi Miller (2011). Zona tersebut adalah zona
pengembangan dan zona penunjang.

2.1.4 Konsep Penentuan Batas Keruangan dan Pengaturan Zonasi Cagar


Budaya
Pembuatan sistem zonasi merupakan bentuk upaya pelestarian cagar
budaya yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing daerah. Maka
dari itu, zonasi memerlukan peraturan operasional untuk melestarikan karakter
dari bangunan bersejarah pada kawasan cagar budaya Mandelker (1993).
Peraturan tersebut biasanya berupa larangan pembangunan dan perubahan
pada eksterior bangunan bersejarah yang tidak sesuai dengan bangunan
bersejarah di kawasan tersebut serta melestarikan karakter estesis Mandelker
(1993). Dengan demikian, zonasi dapat meminimalisir permasalahan cagar
budaya yang terjadi di lapangan, terutama di daerah yang memiliki aktivitas
kompleks jika ditindaklanjuti dengan peraturan yang lebih operasional.
Namun hingga saat ini, belum ada peraturan pemerintah yang mengatur
lebih lanjut pada tingkat operasional. Peraturan operasional yang dimaksud
terdiri dari penetapan masing-masing zona dan pengaturan zonasi. Belum
adanya peraturan pemerintah untuk setiap zona dapat menimbulkan bias pada
rencana yang sudah dibuat dan tidak memberikan solusi pada persoalan yang
terjadi di kawasan cagar budaya.
Oleh sebab itu dalam Tugas Akhir ini, penetapan zona dan pengaturan
zonasi untuk cagar budaya dilakukan dengan mempertimbangkan teori, kasus
dan preseden peraturan zonasi yang telah digunakan di kota-kota lain baik yang
telah digunakan di luar negeri maupun dalam negeri yang kemudian disesuaikan
dengan kondisi dan persoalan empirik yang ada di daerah studi yaitu KCB
Trowulan. Teori yang dijadikan bahan pertimbangan adalah teori yang
didapatkan dari Jurnal Ilmiah Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V5 N1
19

yang disusun oleh Wiyono dan Zulkaidi (2016) yang berjudul Konsep Penetapan
Zona dan Pengaturan Zonasi untuk Cagar Budaya di Perkotaan. Sedangkan
kasus dan preseden peraturan zonasi yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan adalah Konsep Pelestarian Kawasan Kuta Tua Tidore yang
disusun oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2016)
dan Arahan Zonasi dan Pengembangan di Kawasan Situs Cagar Budaya
Patiayam ini didapatkan dari jurnal yang disusun oleh Atnansyah dan Dewi
(2015).
1) Konsep Penetapan Zona dan Pengaturan Zonasi Cagar Budaya
berdasarkan Jurnal Ilmiah Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK
Konsep penetapan zona dan pengaturan zonasi cagar budaya
berdasarkan Jurnal Ilmiah yang disusun oleh Wiyono dan Zulkaidi (2016) adalah
sebagai berikut :
 Konsep Penetapan Zona
Penetapan zona untuk cagar budaya tidak hanya berbentuk konsentris,
tetapi juga dapat berbentuk sektor ataupun gabungan dari keduanya. Bentuk
tersebut tergantung pada kondisi persebaran bangunan cagar budaya di
kawasan. Dalam penetapan zona, perlu adanya komponen-komponen
penetapan. Komponen tersenut didapat berdasarkan konsep normatif penetapan
zona, pengamatan langsung, dan komponen penetapan zona menurut lembaga.
Dengan demikian, dapat disimpulkan komponen penetapan zona cagar budaya
berdasarkan normatif, lembaga, dan pengamatan langsung seperti yang ada
pada Tabel 2.1. Komponen yang diperhatikan dalam penetapan zona untuk
cagar budaya adalah sejarah persebaran bangunan cagar budaya, karakter
persil, langgam, visual, fungsi bangunan, topografi, serta jalan dan sungai.
Tabel 2.1
Komponen Penetapan Zona
Pengamatan Komponen
No. Normatif Lembaga
Langsung Penetapan
1. Sejarah Sejarah Sejarah
Persebaran Persebaran Persebaran
2. Tata Letak Bangunan Cagar Bangunan Cagar Bangunan
Budaya Budaya Cagar Budaya
3. Karakter Karakter Karakter Karakter
4. Persil Persil
5. Langgam Fisik Langgam Langgam
6. Visual Visual
Fungsi
7. Fungsi Bangunan Fungsi Bangunan Fungsi Bangunan
Bangunan
8. Topografi
9. Jalan dan Sungai Jalan dan Sungai Jalan dan
20

Pengamatan Komponen
No. Normatif Lembaga
Langsung Penetapan
Sungai
Sumber : Wiyono dan Zulkaidi, 2016
Berdasarkan komponen tersebut, tidak semua komponen dapat
digunakan dalam menentukan zona inti, zona penyangga, zona pengembangan,
dan zona penunjang. Komponen yang digunakan pada penetapan zona inti, zona
penyangga, zona pengembangan, dan zona penunjang dapat dilihat pada Tabel
2.2 . Penentuan komponen penetapan zona tersebut ditentukan berdasarkan
semakin menurunnya nilai sejarah dan nilai arsitektural dari setiap zona dan
semakin sedikitnya persebaran bangunan cagar budaya di zona tersebut.
Tabel 2.2
Komponen Penetapan Zona Inti, Zona Penyangga, Zona Pengembangan, dan Zona
Penunjang
Pengamatan Komponen
No. Komponen Lembaga
Langsung Penetapan
1. Sejarah 
Persebaran
2. Bangunan Cagar  
Budaya (BCB)
3. Karakter 
4. Langgam  
5. Visual 
6. Fungsi Bangunan   
Persil, Jalan, dan
7.   
Sungai
Sumber : Wiyono dan Zulkaidi, 2016
Prosedur dalam melakukan penetapan zona adalah sebagai berikut :
a. Memetakan bangunan cagar budaya dan bangunan yang diduga cagar
budaya golongan A, B, dan C pada kawasan cagar budaya;
b. Memetakan daerah di kawasan cagar budaya yang memiliki kontribusi
terhadap sejarah kota. Sejarah biasanya mempengaruhi karakter, langgam,
dan fungsi bangunan;
c. Membuat delineasi zona. Batas terluar dari zona berpatokan dengan persil
bangunan, topografi, jalan, dan/atau sungai. Selain itu, batas terluar tidak
berbatasan langsung dengan bangunan cagar budaya.
 Konsep Pengaturan Zonasi
Pengaturan zonasi cagar budaya dilakukan secara horizontal dan
vertikal, baik untuk bangunan cagar budaya maupun bangunan bukan cagar
budaya. Komponen pengaturan zonasi cagar budaya ditentukan berdasarkan
tinjauan normatif, lembaga, dan berdasarkan pengamatan langsung seperti pada
tabel 2.3. Komponen yang diperhatikan dalam pengaturan zonasi cagar budaya
21

adalah karakter, masa bangunan, penggunaan lahan, intensitas bangunan, detail


kawasan, vegetasi/lanskap, detail bangunan, prasarana minimum, dan
perubahan bangunan.
Tabel 2.3
Komponen Pengaturan Zonasi
Pengamatan Komponen
No. Normatif Lembaga
Langsung Penetapan
1. Karakter Karakter Karakter Karakter
2. Persil/Kavling
Massa Bangunan Ketinggian Ketinggian Massa Bangunan
3.
Bangunan Bangunan
Penggunaan
4. Penggunaan Lahan Fungsi Bangunan Penggunaan Lahan
Lahan
Intensitas Intensitas Intensitas
5.
Bangunan Bangunan Bangunan
6. Signage Signage
Detail Kawasan Detail Kawasan
7. Street Furniture Street Furniture
8. Vegetasi/Lansekap Vegetasi Vegetasi/Lansekap
9. Detail Bangunan Langgam Langgam Detail Bangunan
Prasarana
10. Prasarana Minimum
Minimum
Perubahan Perubahan
11.
Bangunan Bangunan
Sumber : Wiyono dan Zulkaidi, 2016

Komponen-komponen pengaturan zonasi tersebut tidak dibuat aturan


khusus pada semua zonasi, hanya pada zona-zona tertentu saja yang dirasa
penting untuk dikendalikan secara khusus. Selain itu, komponen-komponen
tersebut dapat dipisahkan berdasarkan lingkupnya menjadi komponen
pengaturan zonasi dalam lingkup sebagai berikut :
a. Bangunan
Komponen pengaturan zonasi pada lingkup bangunan adalah sebagai
berikut :
Penggunaan lahan (diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat terbatas,
diperbolehkan bersyarat tertentu)
Intensitas bangunan (KDB, KLB, KDH, kepadatan)
Detail bangunan (penambahan, pemugaran, pembongkaran)
b. Persil
Komponen pengaturan zonasi pada lingkup persil adalah sebagai
berikut :
Massa bangunan (GSB/setback, ketinggian, persil)
c. Struktur non bangunan
22

Komponen pengaturan zonasi pada lingkup struktur non bangunan


adalah sebagai berikut :
Vegetasi/lansekap
d. Kawasan
Komponen pengaturan zonasi pada lingkup kawasan adalah sebagai
berikut :
Prasarana minimum (parkir)
Detail kawasan (BCB, non BCB, ketinggian bangunan, street furniture,
traffic management, streetscape, trotoar dan material/floorcape,
kelengkapan air dan selokan, kelengkapan skala kecil, penanda cagar
budaya, penanda jalan, papan iklan)
Karakter
2) Konsep Penetapan Zona di Kawasan Kota Tua Tidore
Kawasan Kota Tua Tidore saat ini telah menjadi pemukiman penduduk
yang cukup padat. Walaupun di dalam wilayah kota tua ini sebagian besar terdiri
atas bangunan baru, namun masih tampak sisa-sisa bangunan lama, yaitu
Kedaton, kompleks Makam Sultan, Masjid Sultan, dan Dermaga Sultan. Di
samping itu, kawasan Kota Tua Tidore tidak terlepas dari keberadaan 2 benteng,
yaitu Benteng Tahula dan Benteng Torre, serta dua wilayah hunian yaitu
Kampung Gurabunga dan Kampung Kalaodi. Untuk konsep penetepan zona di
Kawasan Kota Tua Tidore ini, mengingat kawasan cagar budayanya yang sangat
luas sehingga zonasi dilakukan dengan sistem sel terutama dalam menentukan
zona inti dan zona penyangga.
Penentuan batas-batas keruangan situs cagar budaya dan kawasan
cagar budaya atau disebut dengan zoning pada umumnya didasarkan pada :
Batas asli cagar budaya
Batas budaya
Batas alam/geografis
Batas Administrasi
Batas pemilikan/penguasaan ruang
Batas tata ruang yang telah ditetapkan
Batas yang ditetapkan berdasarkan keperluan
Batas zona inti pada sistem sel di Kawasan Kota Tua Tidore ini ditentukan
berdasarkan karakter bangunan cagar budaya di dalam kawasan yang sebagian
bersifat bangunan tunggal (single building) seperti Kedaton, Masjid Sultan,
23

Benteng Tahula, Benteng Torre, yang masing-masing lokasinya terpisah. Tetapi


sistem sel juga berlaku untuk kelompok bangunan yang lokasinya berdekatan
seperti rumah-rumah tradisional di Kampung Gurabunga atau beberapa rumah
tua di dalam kawasan (berdasarkan kajian) yang disatukan dalam satu zona inti.
Zona penyangga berfungsi melindungi zona inti, sehingga batasnya
ditentukan pada prinsipnya mengelilingi atau melingkupi zona inti. Selanjutnya
zona pengembangan ditentukan pada area yang dinilai tidak mengancam
keberadaan dan kelestarian bangunan atau struktur cagar budaya. Zona
pengembangan berfungsi untuk penempatan fasilitas/infrastruktur pemanfaatan
kawasan (mis.: museum, kios cinderamata, restoran/warung, tempat parkir, dll).
Zona ini juga merupakan area untuk sarana pelayanan setiap atau sekelompok
bangunan cagar budaya, atau bahkan sarana pelayanan untuk seluruh kawasan,
sehingga penempatannya juga harus memperhatikan aksesibilitas dan sirkulasi.
Sedangkan zona penunjang ditentuan jika memang diperlukan untuk melayani
kawasan.
3) Arahan Zonasi dan Pengembangan di Kawasan Situs Cagar Budaya
Patiayam Kabupaten Kudus
Arahan Zonasi dan Pengembangan di Kawasan Situs Cagar Budaya
Patiayam ini didapatkan dari jurnal yang disusun oleh Atnansyah dan Dewi
(2015). Jurnal ini digunakan sebagai referensi dalam menentukan batas
keruangan/zona cagar budaya serta kegiatan dan penggunaan ruangnya. Berikut
rangkuman jurnal tersebut.
 Zona Inti
Zona inti merupakan kawasan utama penemuan fosil yang menjadi ikon
dan daya tarik Kawasan Situs Cagar Budaya Patiayam. Pada kawasan inti
terdapat radius pemeliharaan zona inti adalah 500 m dari lokasi penemuan.
Jarak 500 m didapatkan dari hasil konsensus atau kesepakatan dari analisis
delphi. Dalam menjaga zona inti maka dilakukan tindakan pelestarian secara
dinamis dan akif, yaitu konservasi pada kawasan inti. Selain itu juga harus ada
sterilisasi zona inti dari kegiatan manusia, yaitu dengan memberikan barrier
antara lokasi inti dengan aktivitas manusia.
 Zona Penyangga
Zona penyangga merupakan area yang melindungi zona inti yang
berkaitan dengan tindakan pelestarian dan aktivitas kegiatan masyarakat. Lokasi
zona penyangga terletak pada radius 500 m dari zona inti terluar. Jarak 500m
24

didapatkan dari hasil konsensus atau kesepakatan dari analisis delphi. Kegiatan
yang berada di lokasi zona penyangga ada kegiatan yang dilakukan dengan
komunitas masyakat untuk melestarikan situs cagar budaya yang berupa
peningkatan pemeliharaan melalui perawatan di sekitar lokasi titik temu, agar
kondisi lahan tidak terjadi alih fungsi oleh kegiatan manusia.
 Zona Pengembangan
Kawasan ini merupakan kawasan yang secara langsung mendukung
kegiatan wisata cagar budaya yang merupakan pusat dari fasilitas pelayanan
kegiatan pariwisata yang dibutuhkan oleh masyarakat dan juga wisatawan
seperti perdagangan jasa. Zona pengembangan berada kurang lebih sekitar
500m - 1km dari zona penyangga. Jarak 500m - 1km didapatkan dari hasil
konsensus atau kesepakatan dari analisis delphi. Pada zona pengembangan
kegiatan yang dilakukan adalah melakukan tindakan pemeliharaan terhadap
objek wisata alam dan wisata budaya, agar tetap terjaga kelestariannya.
Berdasarkan hasil pendapat para ahli, kebanyakan menyarankan jika dalam
menjaga kebudayaan lokal, maka harus lebih banyak diadakan pagelaran seni.
Hal ini bertujuan untuk mengajak masyarakat lokal untuk lebih menjaga dan
mewarisi tradisi lokal.
 Zona Penunjang
Zona penunjang adalah area yang diperuntukkan bagi sarana dan
prasarana penunjang serta untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum. Zona
penunjang pengembangan kawasan wisata budaya terletak pada radius 500 m
dari zona pengembangan. Jarak 500m didapatkan dari hasil konsensus atau
kesepakatan dari analisis delphi. Pada zona ini juga harus tersedia sarana
akomodasi dan sarana pendukung wisata serta berbagai sarana penunjang
lainnya. Selain itu juga harus tersedia sarana pariwisata berupa gedung
pertunjukkan budaya lokal, museum, galeri seni dari masyarakat lokal serta
penyediaan lahan untuk perbelanjaan sebagai pendukung wisata budaya.

2.2 Landasan Hukum


2.2.1 Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Berdasarkan Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang pasal 5 ayat 2 menjelaskan bahwa penataan ruang berdasarkan fungsi
utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penataan
ruang berdasarkan fungsi utama kawasan merupakan komponen dalam
25

penataan ruang baik yang dilakukan berdasarkan administratif, kegiatan


kawasan maupun nilai strategis kawasan. Kawasan suaka alam dan cagar
budaya termasuk dalam kawasan lindung yang terdiri dari kawasan suaka alam,
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau,
taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar budaya, suaka
margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
2.2.2 Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
Definisi Cagar Budaya berdasarkan Pasal 1, Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu : Cagar Budaya adalah warisan
budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Benda Cagar Budaya yang dimaksud pada Pasal 1 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, adalah benda alam/atau
benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Bangunan Cagar Budaya berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah susunan binaan yang
terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan
ruang
berdinding atau tidak berdinding, dan beratap.
Struktur Cagar Budaya berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah susunan binaan yang
terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi
kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana
untuk menampung kebutuhan manusia
Dikatakan Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur
Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria :
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
26

dan/atau kebudayaan; dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian


bangsa.
Situs Cagar Budaya Budaya berdasarkan Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat
dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau
bukti kejadian pada masa lalu.
Kawasan Cagar Budaya Budaya berdasarkan Pasal 1 ayat 6 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya
berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas
Berdasarkan Pasal 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010,
pelestarian Cagar Budaya itu sendiri bertujuan untuk melestarikan warisan
budaya bangsa dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat
bangsa melalui Cagar Budaya, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, mempromosikan warisan budaya bangsa kepada
masyarakat internasional.
Diperlukan pelestarian sebagai upaya yang dinamis untuk
mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Perlindungan dilakukan
dengan cara mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau
kemusnahan dengan penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan
pemugaran, pengembangan, penelitian, revitalisasi, adaptasi, serta pemanfaatan
Cagar Budaya.
Di dalam Undang-Undang ini mengatur mengenai Register Nasional
Cagar Budaya yang dilakukan melalui pendaftaran, pengkajian, penetapan,
pencatatan, pemeringkatan, dan penghapusan yang diatur di dalam Pasal 28
sampai dengan Pasal 52. Pemerintah Kabupaten/Kota bekerja sama dengan
setiap orang dalam melakukan Pendaftaran. Selain itu, Register Nasional Cagar
Budaya juga melibatkan Tim Ahli Cagar Budaya dan Kurator. Tim Ahli Cagar
Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki
sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan,
dan penghapusan Cagar Budaya. Kurator adalah orang yang karena kompetensi
keahliannya bertanggung jawab dalam pengelolaan koleksi museum.
27

Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran


dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya pelestarian Cagar Budaya
yang dimiliki dan/atau yang dikuasai, yang dilakukan berdasarkan hasil studi
kelayakan yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademis, teknis, dan
administratif.
Dalam upaya pelestarian Cagar Budaya, dilarang dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkannya. Dalam Pasal 95 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, di dalam melakukan perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah mempunyai tugas sesuai dengan tingkatannya, diantaranya yaitu
:
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam
pengelolaan Cagar Budaya;
b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat menjamin
terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya;
c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Cagar Budaya;
d. menyediakan informasi Cagar Budaya untuk masyarakat;
e. menyelenggarakan promosi Cagar Budaya;
f. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan pemanfaatan dan promosi
Cagar Budaya;
g. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk
benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan
sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang
mengalami bencana;
h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian
warisan budaya; dan
i. mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya.
Di dalam pelestarian dan perlindungan budaya, sering kali terjadi tindakan
kriminal baik tindak pidana kejahatan maupun tindak pidana pelanggaran yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu seperti merusak, mencuri Cagar Budaya,
serta tindakan-tindakan lain yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu di
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 mengatur mengenai tindak pidana
yang termuat dalam Pasal 101 sampai Pasal 115 yang menentukan hukuman
28

minimum terhadap siapapun yang melakukan pelanggaran berdasarkan Undang-


Undang ini.
2.2.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Berdasarkan PP No.15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan
ruang, yang dimaksud dengan penataan ruang adalah suatu sistem proeses
perecanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Pada studi ini akan difokuskan pada pengendalian pemanfaatan ruang
yang mengarah pada pengendalian pemanfaatan ruang kawasan cagar budaya.
Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk menjamin
terwujudnya tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Pelaksanaan
pengendalian pemanfaatan ruang didasarkan melalui :
a. Pengaturan zonasi
b. Perizinan
c. Pemberian insentif dan disinsentif
d. Pengenaan sanksi
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut tentang
Ilustrasi Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG

PEMBERIAN PEMBERIAN
PENGATURAN INSENTIF
PERIZINAN SANKSI
ZONASI DISINSENTIF

TERTIB TATA RUANG

Gambar 2.2
Ilustrasi Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
(Sumber: PP No.15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang)
29

A. Pengaturan Zonasi
Pengaturan zonasi secara keseluruhan terdiri atas arahan peraturan
zonasi sistem nasional, arahan peraturan zonasi sistem provinsi, dan peraturan
zonasi pada wilayah kabupaten/kota. Untuk peraturan zonasi kabupaten/kota
didefinisikan sebagai penjabaran dari ketentuan umum peraturan zonasi yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Peraturan zonasi
kabupaten/kota merupakan dasar dalam pemberian insentif dan disisentif,
pemberian izin, dan pengenaan sanksi di tingkat kabupaten/kota. Isi dari
peraturan zonasi kabupaten/kota ini adalah tentang zonasi pada setiap zona
peruntukan dimana zona peruntukan merupakan suatu bagian wilayah atau
kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang untuk mengemban suatu
fungsi tertentu sesuai dengan karateristik zonanya. Gambar 2.3 berikut
merupakan ilustrasi dari penetapan peraturan zonasi (PZ) untuk wilayah
Kab./Kota.

RTRW Bila RTRW sudah skala

1 Kab/Kota detail ->RDTR tidak


dibutuhkan, PZ tetap
Skala 1:5000 Peraturan harus ada. Perda
Skala Zonasi terpisah

RTRW RDTR & PZ dalam satu


Skala 1:50.000 / dokumen Perda
Kab/Kota 1:25000
2 (Efisiensi waktu dan
dana). Apabila RDTR
direvisi maka PZ tetap
RDTR
berlaku dan diadopsi
Peraturan
Zonasi Skala 1:5000 dalam RDTR baru

RTRW Skala 1:50.000 /


Kab/Kota 1:25000 RDTR ada, PZ
melengkapi. Perda PZ
3 terpisah, ditetapkan
paling lama 2 tahun
RDTR Peraturan seja Perda RDTR
(Map) Zonasi
(Text)
Skala 1:5000

Gambar 2.3
Ilustrasi Penetapan Perturan Zonasi (PZ) untuk Wilayah Kab./Kota
30

(Sumber: PP No.15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang)


Peraturan zonasi kabupaten/kota terdiri dari teks zonasi dan peta zonasi.
Untuk teks zonasi memuat berbagai macam ketentuan zonasi yang terdiri dari :
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan, diizinkan secara
terbatas, diizinkan secara bersyarat, dan tidak diizinkan.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang paling sedikit terdiri atas :
Koefisien dasar bangunan maksimum
Koefisien lantai bangunan maksimum
Koefisien bangunan maksimum
Koefisien dasar hijau minimum
c. Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang mendukung berfungsinya zona secara optimal
d. Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mengendalikan pemanfaatan pada
kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana, dan kawasan
keselamatan operasi penerbangan, dan kawasan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan untuk peta zonasi memuat tentang peraturan zonasi yang
digambarkan dalam bentuk gambar peta dengan tingkat ketelitian minimal
1:5000.
B. Perizinan
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib memiliki izin pemanfaatan
ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk :
a. Menjamin pemanfaatan sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan
zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang
b. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang
c. Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas
Izin pemanfaatan ruang dapat berupa izin prinsip, izin lokasi, izin
penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lain
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin pemanfaatan ruang
menjadi kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah provinsi yang
diberikan kepada calon pengguna ruang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk izin prinsip dan izin lokasi diberikan berdasarkan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, izin penggunaan pemanfaatan
31

tanah diberikan berdasarkan izin lokasi dan untuk izin mendirikan bangunan
diberikan berdasarkan rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi.
Prosedur pemberian izin dalam penataan ruang adalah sebagai berikut :
a. Prosedur pemberian izin pemanfaatan ruang ditetapkan oleh pemerintah
atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
b. Pemberian izin diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan mengacu
pada rencana tata ruang dan peraturan zonasi
c. Pemberian izin dilakukan secara terkoordinasi dengan memperhatikan
kewenangan dan kepentingan berbagai instansi terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemberian izin pemanfaatan
ruang diatur dengan peraturan menteri
Untuk penggantian yang layak terhadap kerugian dalam penataan ruang
akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Setiap orang dapat mengajukan penggantian yang layak terhadap kerugian
yang diderita akibat perubahan rencana tata ruang
b. Bentuk penggantian yang layak dapat berupa uang, ruang pengganti,
pemukiman kembali, kompensasi, dan urun saham
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggantian yang layak diatur
dalam peratuan presiden
C. Pemberian Insentif dan Disinsentif
Pemberian insentif dan disisentif dalam penataan ruang diselenggarakan
untuk :
a. Meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka
mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang
b. Memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata
ruang
c. Meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka
pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang
Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan
yang didorong pengembangannya dengan tetap menghormati hak orang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif sendiri terdiri dari 2
(dua) jenis yaitu insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal. Insentif fiskal dapat
berupa :
a. Pemberian keringanan pajak
32

b. Pengurangan retribusi
Sedangkan untuk insentif non fiskal dapat berupa :
a. Pemberian kompensasi
b. Subsidi silang
c. Kemudahan perizinan
d. Imbalan
e. Sewa ruang
f. Urun saham
g. Penyediaan prasarana dan sarana
h. Penghargaan
i. Publikasi atau promosi
Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan
yang dibatasi pengembangannya dengan tetap menghormati hak orang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disinsentif terdiri dari
disinsentif fiskal dan disinsentif non fiskal. Untuk disinsentif fiskal dapat berupa
pengenaan pajak yang tinggi. Sedangkan untuk disinsentif non fiskal dapat
berupa :
a. Kewajiban memberi kompensasi
b. Persayaratan khusus dalam perizinan
c. Kewajiban memberi imbalan
d. Pembatasan penyediaan prasana dan sarana
D. Sanksi Administratif
Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang
dikenakan sanksi administratif. Pelanggaran di bidang penataan ruang yang
dimaksud meliputi :
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
b. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh pejabat berwenang
c. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang
d. Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai milik umum
Sanksi administratif dapat berupa :
a. Peringatan tertulis
b. Penghentian sementara kegiatan
33

c. Penghentian sementara pelayanan umum


d. Penutupan lokasi
e. Pencabutan izin
f. Pembatalan izin
g. Pembongkaran bangunan
h. Pemulihan fungsi ruang
i. Denda administratif
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang meliputi
:
a. Memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak
sesuai dengan peruntukannya
b. Memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai
peruntukannya
c. Memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak
sesuai peruntukannya
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
yang diberikan oleh pejabat berwenang meliputi :
a. Tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan
b. Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum
dalam izin pemanfaatan ruang
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang meliputi :
a. Melanggar batas sempadan yang telah ditentukan
b. Melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan
c. Melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau
d. Melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan
e. Melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan
f. Tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan
persaratan dalam izin pemanfaatan ruang
Kriteria dan tata cara penanganan sanksi administratif akan dijelaskan
sebagai berikut. Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang
dikenakan berdasarkan kriteria :
a. Besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaan penataan
ruang
34

b. Nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran


penataan ruang
c. Kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang
Pemberian sanksi administratif berupa peringatan tertulis dilakukan
melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang. Surat
peringatan tertulis memuat :
a. Rincian pelanggaran dalam penataan ruang
b. Kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang
c. Tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Surat peringatan tertulis ini diberikan paling banyak 3 (tiga) kali. Apabila surat
peringatan tertulis diabaikan, pejabat berwenang akan melakukan tindakan
berupa pengenaan sanksi sesuai dengan kewenangannya.
Untuk pemberian sanksi administratif berupa penghentian sementara
kegiatan, dilakukan melalui tahapan :
a. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai
dengan ketentuan
b. Apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat berwenang menerbitkan surat
keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang
c. Berdasarkan surat keputusan, pejabat berwenang melakukan penghentian
sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa
d. Setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemmanfaatan ruang yang
dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban
Pemberian sanksi berupa penghentian sementara pelayanan umum
dilakukan melalui tahapan :
a. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
b. Apabila surat peringatan tetulus diabaikan, pejabat yang berwenang
menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum
dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan
dihentikan sementara
c. Berdasarkan surar keputusan penghentian sementara pelayanan umum,
pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
35

pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang


yang melakukan pelanggaran
d. Setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan
pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk
memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan
pelanggaran tersebut sampai terpenuhinya kewajiban
Pemberian sanksi berupa penutupan lokasi dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
b. Apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan
surat keputusaan penutupan lokasi
c. Berdasarkan surat keputusan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang
melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penutupan lokasi secara paksa
d. Setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan
pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali
sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban
Pemberian sanksi berupa pencabutan izin dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
b. Apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang
mencabut izin menerbitkan surat keputusan pencabutan izin
c. Berdasarkan surat keputusan pencabutan izin, pejabat berwenang
memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai
status izin yang telah dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya
d. Apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pemberian sanksi berupa pembatalan izin dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
b. Apabila surat peringatan diabaikan, pejabat berwenang melakukan
pembatalan izin dengan menerbitkan surat keputusan pembatalan izin
36

c. Berdasarkan surat keputusan pembatalan izin, pejabat berwenang


memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai
status izin yang telah dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan izinnya
d. Apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
Pemberian sanksi berupa pembongkaran bangunan dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut :
a. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
b. Apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang
menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan
c. Berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pemberian sanksi berupa pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut :
a. Pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis
b. Apabila surat peringatan diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan
surat pemulihan fungsi ruang
c. Berdasarkan surat perintah, pejabat berwenang memberitahukan kepada
orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan pemulihan fungsi
ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang dilaksanakan dalam jangka
waktu tertentu
d. Pejabat berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan
pemulihan fungsi ruang
e. Apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan
pelanggaran, pejabat berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi
ruang secara paksa
Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu
membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah/pemerintah daerah
dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh
pemerintah/pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran
tersebut di kemudian hari. Untuk denda administratif dapat dikenakan secara
tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif.
37

2.2.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mojokerto Tahun 2012-2032


Berdasarkan Perda No. 9 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Mojokerto tahun 2012 2032, salah satu misi
pembangunan daerah Kabupaten Mojokerto yaitu Menjadikan Kabupaten
Mojokerto sebagai pusat tujuan wisata budaya dan religius di Jawa Timur adalah
upaya untuk memperbaiki dan menyempurnakan pengelolaan dan pelestarian
budaya dan situs-situs peninggalan Kerajaan Majapahit sehingga anggota
masyarakat tertarik untuk mengunjunginya. Sedangkan tujuan dari penataan
ruang wilayah Kabupaten Mojokerto ini adalah mewujudkan ruang wilayah
Kabupaten Mojokerto sebagai basis tanaman pangan regional, industri,
perdagangan dan jasa, serta pariwisata yang berdaya saing dan memperhatikan
keberlanjutan terhadap lingkungan hidup serta pemerataan pembangunan.
Pola ruang kawasan lindung Kabupaten Mojokerto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1 salah satunya adalah kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan yang ada berupa situs purbakala yang beberapa
diantaranya terletak di Kecamatan Trowulan. Situs purbakala tersebut meliputi
Kolam Segaran, Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, Candi Wringin Lawang, Candi
Gentong dan Candi Brahu.
Benda cagar budaya dan kawasan Mojopahit Park yang terdapat di
Kecamatan Trowulan ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSK) dari
sudut kepentingan sosial dan budaya dimana perwujudan kawasan tersebut
berupa perlindungan cagar budaya. Sedangkan untuk perwujudan kawasan
lindung cagar budaya berupa tidak mengadakan wisata yang dapat menimbulkan
terjadinya pencemaran di kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam , pelestarian
alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan pada kawasan suaka alam dan cagar budaya
meliputi:
kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan pendidikan; dan
pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya di dalam kawasan cagar alam;
b. kegiatan yang diperbolehkan pada pelestarian alam meliputi :
38

kegiatan untuk kepentingan penelitian; dan


pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
didalam kawasan
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi:
kegiatan wisata yang tidak merusak lingkungan;
pendirian bangunan yang menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan
wisata; dan
kegiatan yang mengubah bentukan geologi tertentu yang mempunyai
manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan;
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
kegiatan yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar peninggalan
sejarah, bangunan arkeologi, monumen nasional, serta wilayah dengan
bentukan geologi tertentu; dan
kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat
setempat dan merusak kekayaan budaya.
2.2.5 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang Tahun 2009-2029
Berdasarkan Perda No.11 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Jombang tahun 2009-2029, kawasan pelestarian alam dan
cagar budaya di Kabupaten Jombang salah satunya adalah kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan dimana kawasan ini termasuk dalam kawasan
lindung. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan ditetapkan dengan
kriteria tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs
purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai
manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan lingkungan bangunan non-gedung yang ada di Kabupaten
Jombang salah satunya adalah situs peninggalan Kerajaan Majapahit.
Arahan pengolahan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
lingkungan bangunan non-gedung diwujudkan melalui kegiatan :
a. Pada kawasan sekitar situs/candi harus dikonservasi untuk kelestarian dan
keserasian cagar budaya, berupa pembatasan pembangunan, pembatasan
ketinggian, dan menjadikan candi tetap terlihat dari berbagai sudut pandang;
b. Pengembangan jakur wisata candi sebagai salah satu obyek wisata yang
menarik dan menjadi salah satu tujuan atau obyek penelitian benda
purbakala dan tujuan pendidikan;
39

c. Meningkatkan pelestarian situs, candi dan artefak lain yang merupakan


peninggalan sejarah;
d. Mengembangkan pencarian situs bersejarah terutama di Kabupaten
Jombang;
e. Menjadikan lingkungan bangunan non-gedung sebagai obyek daya tarik
wisata sejarah.
Wisata budaya yang ada di Kabupaten Jombang salah satunya adalah
wisata kesenian dan budaya. Wisata kesenian dan budaya yang ada di
Kabupaten Jombang terletak di Kecamatan Kesamben, Kecamatan Kabuh, dan
Situs Mojopahit Park di Kecamatan Sumobito, Mojoagung, dan Mojowarno.
Pembangunan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan :
a. Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan
ekonomi dan sosial budaya;
b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai hidup dalam
masyarakat;
c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; serta
d. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.
Kawasan strategis di Kabupaten Jombang salah satunya adalah
Kawasan Cagar Budaya Mojopahit Park yang termasuk dalam kawasan strategis
kabupaten dari sudut kepentingan sosial budaya. Kawasan strategis kabupaten
dari sudut kepentingan sosial budaya ditetapkan dengan kriteria
a. Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat atau budaya;
b. Merupakan aset nasional atau internasional yabg harus dilindungi dan
dilestarikan;
c. Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya;
d. Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; dan
e. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial
Kawasan cagar budaya Mojopahit Park meliputi Kecamatan Sumobito,
Kecamatan Mojoagung, dan Kecamatan Mojowarno. Arahan pengembangan
kawasan Mojopahit Park meliputi :
a. Pembukaan dan peningkatan akses dan koneksitas regional Jombang
Trowulan yang merupakan rute wisata antara Situs Trowulan Mojopahit Park
Agropolitan Mojowarno Wisata buah Wonosalam Wisata minat khusus
religi Diwek dan Gudo Wisata kerajinan dan wisata belanja Perak; dan
40

b. Pelestarian cagar budaya yang merupakan peninggalan situs Kerajaan


Majapahit di Kecamatan Sumobito, Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan
Mojoagung.
2.2.6 Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No. 11 Tahun 2015 tentang
Cagar Budaya
Perda Kabupaten Mojokerto No. 11 Tahun 2015 tentang cagar budaya ini
berisi tentang pengaturan mengenai tata cara pengelolaan cagar budaya di
Kabupaten Mojokerto. Pengelolaan cagar budaya yang dimaksud adalah
melakukan upaya pelestarian yang bertujuan untuk melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkannya. Perda ini tidak hanya mengatur
pelestarian benda cagar budaya, tetapi juga berbagai aspek lain secara
keseluruhan berhubungan dengan tinggalan budaya masa lalu, seperti
bangunan, situs dan kawasan, serta lansekap budaya yang pada regulasi
sebelumnya tidak secara jelas dimunculkan.
Dalam perda ini disebutkan bahwa pemerintah daerah mempunyai tugas
melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya.
Beberapa wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan cagar budaya yaitu
menetapkan batas situs dan kawasan, dan mengentikan proses pemanfaatan
ruang atau proses pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau
musnahnya cagar budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya.
Pelestarian cagar budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.
Upaya pelestarian cagar budaya terdiri dari penyelamatan, pengamanan, zonasi,
pemeliharaan, pemugaran, pengembangan, dan pemanfaatan. Salah satu
perlindungan cagar budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas
keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil
kajian. Sistem zonasi ditetapkan oleh bupati. Untuk pemanfaatan zona pada
cagar budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan
atau religi.

2.3 Studi Terdahulu


Kajian pustaka studi terdahulu merupakan salah satu rangkaian
peneletian yang berguna untuk mengetahui sejauh mana studi Arahan
Pemanfaatan Ruang Kawasan Situs Budaya Peninggalan Kerajaan Majapahit di
Kecamatan Trowulan sebagai Upaya Pelestarian Cagar Budaya telah dilakukan
41

oleh para peneliti sebelumnya yang dianggap relevan dengan studi ini. Studi
terdahulu ini juga berguna sebagai bukti keorsinilan dari studi ini sendiri. Untuk
lebih jelasnya mengenai studi terdahulu yang terkait dengan studi ini dapat dilihat
pada Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4
Studi Terdahulu
No Nama dan Tahun Judul Fokus Studi Metoda Analisis Hal yang Terkait
1. Anwar, Khoiril. Potensi Wisata Budaya Identifikasi obyek wisata Analisis deskriptif Wilayah studi yang diambil sama
2009 Situs Peninggalan Trowulan kualitatif mengenai dengan wilayah studi yang
Kerajaan Majapahit di Sistem pengolahan obyek potensi obyek wisata digunakan penyusun yaitu di
Trowulan Mojokerto wisata di Trowulan Kecamatan Trowulan dan
Data kunjungan wisatawan Analisis SWOT sekitarnya
obyek wisata Trowulan Sama-sama melakukan identifikasi
Rencana pengembangan potensi cagar budaya atau situs
obyek wisata Trowulan cagar budaya dalam tahap awal
pelaksanaan studi.
Studi ini lebih memfokuskan
terhadap pengelolaan dan
pengembangan obyek wisata
sedangkan studi yang dilakukan
oleh penyusunan lebih fokus
terhadap pengendalian ruang
sebagai upaya pelestarian cagar
budaya yang juga digunakan
sebagai obyek wisata.
2. Sari, Erma Novita. Implementasi Identifikasi bentuk-bentuk Analisis proses Memiliki topik yang hampir sama
2009 Pengendalian kegiatan dalam perizinan dalam dengan studi yang dilakukan
Pembangunan Kota pengendalian pembangunan pembangunan, penyusun yaitu tentang
Sedang Jekulo (meliputi perizinan, zoning, Analisis penerapan pengendalian ruang.
Kabupaten Kudus subdivisi dan kegiatan zoning dalam Studi ini fokus pada implementasi
pengawasan dalam setiap pembangunan pengendalian pembangunan kota
pengendalian pembangunan Analisis penerapan yang sudah ada sedangkan untuk
Identifikasi instrument dalam subdivisi (peraturan studi yang dilakukan oleh
pengendalian pembangunan rinci/detail) dalam penyusun lebih fokus pada strategi
(meliputi instrumen pembangunan pengembangan dan pengendalian
development charges dalam Analisis kegiatan ruang untuk kawasan cagar
perizinan, KDB, KLB, GSB pengawasan dalam budaya situs peninggalan
dan RTH yang menjadi pembangunan Kerajaan Majapahit
acuan yang diterapkan Analisis penerapan
dalam setiap pembangunan instrumen

42
No Nama dan Tahun Judul Fokus Studi Metoda Analisis Hal yang Terkait
demi tercipta pengontrolan pengendalian
dalam setiap kegiatan pembangunan
tersebut (meliputi development
charges atau
pembiayaan perizinan
pembangunan, KDB,
KLB, GSB dan RTH
dalam pembangunan)
3. Royadi, Khalid; Analisis Pengelolaan dan Regulasi Analisis deskriptif Sama-sama membahas tentang
Rozikin, Pelestarian Cagar Sistem pengelolaan kualitatif upaya pelestarian cagar budaya
Mochammad dan Budaya Sebagai Wujud anggaran peninggalan kerajaan Majapahit.
Trisnawati. 2014 Penyelenggaraan Urusan Penyelamatan dan Namun studi ini fokus pada aktor-
Wajib Pemerintah pengamanan cagar budaya aktor yang terlibat serta dalam
Daerah (Studi pada Pemeliharaan dan pengelolaan dan pelestarian cagar
Pengelolaan dan pemugaran cagar budaya budaya di Trowulan, sedangkan
Pelestarian Situs Aktor-aktor yang terlibat untuk studi yang dilakukan oleh
Majapahit Kecamatan serta peran hubungannya penyusun lebih fokus pada upaya
Trowulan Kabupaten dalam pengelolaan dan pelestarian cagar budaya dari segi
Mojokerto) pelestarian cagar budaya penataan ruang (pemanfaatan dan
situs Majapahit Trowulan pengendalian ruang).
4. Atnansyah, Arahan Zonasi dan Arahan Zonasi (penentuan Analisis Delphi (untuk Sama-sama melakukan analisis
Maulana Pengembangan di batas keruangan) menentukan batas penentuan ruang/zonasi namun
Mohammad dan Kawasan Situs Cagar Pengembangan kawasan keruangan/zona) dalam penelitian ini tidak ada
Diah Intan Budaya Patiayam situ cagar budyaa Patiayam Analisis deskriptif arahan untuk menentukan
Kusuma, 2015 Kabupaten Kudus sebagai wisata budaya komponen-komponen pengaturan
zonasi seperti intensitas ruang,
kegiatan dan penggunaan ruang
dan sarana prasarana minimum.
Sumber: Kompilasi Jurnal dan Studi Literatur

43
44

2.4 Definisi Operasional


Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalah
pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah
dalam judul proposal tugas akhir. Sesuai dengan judul studi yaitu Arahan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Cagar Budaya Trowulan, maka
definisi operasional yang perlu dijelaskan yaitu:
1. Arahan
Yang dimaksud dengan arahan adalah petunjuk untuk melaksanakan
sesuatu
2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang didefinisikan sebagai upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
3. Kawasan
Kawasan adalah daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu seperti cagar
budaya.
4. Cagar Budaya
Cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa
benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs
cagar budaya dan kawasan cagar budaya yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
5. Trowulan
Trowulan yang dimaksud dalam studi ini adalah Situs Trowulan. Situs
Trowulan merupakan kawasan kepurbakalaan dari periode klasik sejarah
Indonesia yang berada di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa
Timur yang mencakup pula hingga wilayah kecamatan lainnya termasuk
beberapa wilayah di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

3.1 Kerangka Pemikiran


Berikut ini adalah bagan kerangka pemikiran dari studi ini :
Tinjauan Pustaka : Problematika :
1. Teori tentang Budaya 1. Adanya industri lokal
2. Dinamika Perkembangan FENOMENA :
Budaya Situs cagar budya di KCB pembuatan batu bata yang
3. Teori Pelestarian Cagar Trowulan ini telah didaftarkan merusak situs serta kegiatan
Budaya sebagai situs warisan dunia jual beli gelap hasil
4. Konsep Penetapan Zona dan
UNESCO sejak tahun 2009 penggalian yang berupa
Pengaturan Zonasi Cagar artefak
budaya 2. Daerah di sekeliling situs
5. UU No.26 Tahun 2007
dipadati oleh berbagai
6. UU No.11 Tahun 2010
7. PP RI No.15 Tahun 2010 macam kegiatan dan
ISU : penggunaan ruang yang
8. RTRW Kab.Mojokerto Tahun
2012-2032 Situs di KCB Trowulan menjadi kompleks
9. RTRW Kab.Jombang Tahun salah satu diantara 67 situs di 3. Belum ada peraturan tertulis
2009-2029 41 negara yang memiliki kondisi dari pemerintah yang
10. Perda Kab. Mojokerto No.11 terancam punah mengatur tentang
Tahun 2015 tentang Cagar pengendalian pemanfaatan
Budaya ruang KCB Trowulan

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaturan zonasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang di KCB Trowulan?
Bagaimana perizinan, pemberian insentif & disinsentif, dan sanksi administratif dalam pengendalian pemanfaatan
ruang di KCB Trowulan?

TUJUAN
Menyusun pengaturan zonasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang di KCB Trowulan
Menyusun perizinan, pemberian insentif & disinsentif, dan sanksi administratif dalam pengendalian
pemanfaatan ruang di KCB Trowulan

Metode Analisis:

1. Analisis Deskriptif Kualitataif, untuk:


Analisis Batas Keruangan
Analisis Intensitas Pemanfaatan Ruang
Analisis Kelembagaan dan Regulasi
Analisis Sosial Budaya Masyarakat
2. Analisis Deskriptif Komparatif
Analisis Kegiatan dan Penggunaan Ruang
Analisis Sarana dan Prasarana Minimum

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Cagar Budaya Trowulan

Pemberian Izin, Pemberian Insentif & Disinsentif, dan Sanksi


Pengaturan Zonasi dalam Pengendalian Pemanfaatan
Administratif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di
Ruang di KCB Trowulan
KCB Trowulan

Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran

45
46

3.2 Metode Pendekatan


Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Arahan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Cagar Budaya Trowulan adalah
dengan mempertimbangkan teori, kasus dan preseden zonasi yang telah
digunakan kota-kota di luar negeri maupun dalam negeri.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam studi ini terdiri dari dua metode yaitu
metode pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data sekunder
1) Metode Pengumpulan Data Primer
Menurut Sugiyono (2013) dalam bukunya Metode Penelitian Kombinasi,
metode pengumpulan data primer adalah suatu cara memperoleh data dari
sumber data yang secara langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
data yang relevan dan akurat, sesuai dengan tujuan studi. Metode pengumpulan
data ini dilakukan langsung di lapangan tanpa adanya perantara. Metode
pengumpulan data primer terdiri dari :
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan secara langsung di lapangan dengan menggunakan seluruh
alat indera yaitu pengelihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan
pengecap dengan membuat catatan, memotret dan mengsketsa keadaan di
lapangan. Observasi yang dilakukan di wilayah studi untuk mendapatkan
data sebaran cagar budaya, penggunaan lahan, intensitas bangunan,
vegetasi/lanskap, kondisi sarana dan prasarana, detail kawasan, dan
karakter kawasan.
b. Pemotretan
Pemotretan adalah metode pengumpulan data yang dilakukan untuk
mendokumentasikan hasil observasi.
c. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengambil data/informasi dengan menggunakan masyarakat ataupun
pemerintah sebagai narasumber terkait dengan KCB Trowulan. Alat yang
digunakan dalam metode wawancara ini adalah alat perekam dan kamera.
47

2) Metode Pengumpulan Data Sekunder


Menurut Sugiyono (2013) dalam bukunya Metode Penelitian Kombinasi,
metode pengumpulan data sekunder adalah suatu cara memperoleh data dari
sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung kepada
pengumpul data. Teknik dalam metode pengambilan data sekunder antara lain :
a. Studi Literatur berupa membaca buku, googling dan mengambil literatur
berdasarkan hasil jurnal-jurnal penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Adapun study literature yang dilakukan pada studi ini yaitu berupa teori
tentang pelestarian cagar budaya, konsep penetapan zona dan pengaturan
zonasi cagar budaya, serta beberapa landasan hukum yang berkaitan
dengan studi
b. Instansional yaitu pengumpulan data yang erat kaitannya dengan studi
yang berasal dari instansi-instansi terkait.
Dalam Tabel 3.1 berikut akan dijelaskan mengenai metode pengumpulan
data beserta alat pengumpul data, kebutuhan data, dan sumber untuk
mendapatkan data.
Tabel 3.1
Metode Pengumpulan Data
Alat Pengumpul
No. Metode Kebutuhan Data Sumber
Data
1. Primer Observasi Sebaran situs Balai Pelestarian
Pemotretan Kondisi fisik Cagar Budaya
Wawancara kawasan Trowulan
Kegiatan dan Dinas Pemuda,
penggunaan ruang Olahraga,
Status kepemilikan Kebudayaan dan
lahan Pariwisata
Kelembagaan dan Kabupaten
regulasi Mojokerto
Kondisi sosial Masyarakat
budaya masyarakat Komunitas Save
Kondisi ekonomi Trowulan
masyarat
2. Sekunder Instansional Peraturan perundang- BAPPEDA Kab.
Studi Literatur undangan Mojokerto
RTRW BAPPEDA Kab.
Data dan peta Jombang
penggunaan lahan
Balai Pelestarian
Sejarah ditemukannya
situs di Trowulan Peta Cagar Budaya
delineasi kawasan Trowulan
dan sebaran situs Disporabudpar
Data jumlah Kab. Mojokerto
pengunjung situs Disporabudpar
cagar budaya
Kab. Jombang
Sumber: Hasil Pemikiran, 2017
48

3.4 Metode Analisis


Metode analisis yang digunakan dalam Tugas akhir ini terdiri dari dua
metode yaitu metode deskriptif kualitatif dan deskriptif komparatif. Definisi dari
tiap metode analisis akan dijelaskan sebagai berikut.
1) Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif merupakan salah satu jenis metode kualitatif
yang bertujuan untuk memberikan fakta, gambaran atau penjelasan tentang
suatu keadaan di wilayah studi yang bersangkutan secara lebih jelas. Penelitian
deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan
situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam
masyarakat, pertentangan 2 keadaan / lebih, hubungan antarvariabel, perbedaan
antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain Selain itu, metode ini
juga menerangkan hubungan sebab akibat, membuat prediksi serta
mendapatkan implikasi dari suatu permasalahan yang terjadi dan dapat ditarik
kesimpulan dari analisis tersebut.
2) Analisis Deskriptif Komparatif
Analisis deskriptif komparatif merupakan metode yang digunakan untuk
membandingkan antara teori dengan kenyataan di lapangan serta
membandingkan antara pendapat pemerintah dengan masyarakat.

Kedua metode ini digunakan untuk menganalisis beberapa jenis analisis


yang akan dilakukan untuk menghasilkan arahan pengendalian pemanfaatan
ruang KCB Trowulan. Untuk penjelasan mengenai jenis analisis beserta metode
yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Metode Analisis
No. Jenis Analisis Metode Keterangan
Analisis
1. Batas Deskriptif Analisis ini menggunakan metode
Keruangan/Zona Kualitatif analisis deskriptif kualitatif untuk
Cagar Budaya Deskriptif memetakan bangunan cagar budaya,
Komparatif memetakan daerah di KCB Trowulan
yang memiliki kontibusi terhadap
sejarah di wilayah tersebut.
Analisis deskriptif komparatif
digunakan dalam analisis ini untuk
membuat delineasi zona yaitu dengan
membandingkan kondisi kawasan
dengan peraturan untuk menentukan
batas keruangan
2 Kegiatan dan Deskriptif Analisis ini menggunakan metode
Penggunaan Komparatif analisis deskriptif komparatif dengan
49

No. Jenis Analisis Metode Keterangan


Analisis
Ruang membandingkan pedoman penentuan
kegiatan dan penggunaan ruang di
tiap zona dengan penggunaan lahan
eksisting
3. Intensitas Deskriptif Analisis ini menggunakan metode
Pemanfaatan Kualitatif analisis deskriptif kualitatif dengan
Ruang mendeskripsikan intensitas
pemanfaatan ruang yang ada pada
peraturan yang digunakan di wilayah
tersebut
3. Status Deskriptif Analisis ini menggunakan metode
Kepemilikan Kualitatif analisis deskriptif kualitatif untuk
Lahan mendeskripsikan hasil wawancara
mengenai status kepemilikan lahan di
KCB Trowulan
4. Sarana dan Deskriptif Analisis ini menggunakan metode
Prasarana Komparatif deskriptif kualitatif untuk
Minimum membandingkan sarana prasarana
eksisting dengan standar
5. Kelembagaan Deskriptif Analisis ini menggunakan metode
dan Regulasi Kualitatif analisis deskriptif kualitatif untuk
mendeskripsikan hasil wawancara
dan hasil pengumpulan data secaara
instansional
6. Sosial Budaya Deskriptif Analisis ini menggunakan metode
Masyarakat Kualitatif analisis deskriptif kualitatif untuk
mendeskripsikan hasil wawancara
dan hasil pengumpulan data secaara
instansional
Sumber: Hasil Pemikiran, 2017
BAB IV
KONDISI KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN

4.1 Sejarah Ditemukannya Situs Trowulan sebagai Bekas Kota


Kerajaan Majapahit
Majapahit pada abad ke-14 Masehi adalah kerajaan yang memiliki
pengaruh besar di Nusantara. Namun setelahnya, Majapahit berangsur-angsur
kehilangan kekuasaannya dan akhirnya Demak mengakhiri kebesaran Majapahit
pada tahun 1527. Pusat kekuasaan kemudian dipindah ke Jawa Tengah dibawah
Kerajaan Demak. Setelah dikalahkan oleh Demak, sejumlah besar abdi istana,
seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke Pulau Bali.
Kurang lebih tiga abad berlangsung, tidak diketahui bagaimana kondisi pusat
kerajaan Majapahit.
Untuk menemukan pusat kota Kerajaan Majapahit, telah banyak penelitan
yang dilakukan oleh para ahli arkeologi dan sejarah kuno. Berbagai penelitian
yang dilakukan membawa kesimpulan bahwa Situs Trowulan dahulu merupakan
suatu permukiman, yaitu semacam kota yang termasuk kategori besar pada
zaman Majapahit. Unsur-unsur kota itu masih terlihat pada peninggalan-
peninggalan yang ada di Situs Trowulan. Trowulan sendiri merupakan salah satu
desa di wilayah Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Nama Trowulan
menurut A.S. Wibowo berasal dari kata Antahwulan tempat pratista (arca
perwujudan) Jayanegara setelah wafat. Dalam Kitab Negarakrtagama disebutkan
Antahwulan terletak di dalam kraton, sehingga dapat dikatakan bahwa ibukota
Majapahit terletak di Trowulan (A.S. Wibowo: 1983:6).
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Situs
Trowulan untuk menemukan bukti bahwa Situs Trowulan merupakan bekas kota
Kerajaan Majapahit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 .
Tabel 4.1
Penelitian yang Pernah Dilakukan
Tahun
Peneliti Hasil Penelitian
Penelitian
Wardenaar
Van Hoevel
Berusaha mengumpulkan keterangan
1815 Brumund
mengenai lokasi Keraton Majapahit
Rigs
Hageman
Cornelius, yang Peninjauan kembali atas daerah Trowulan.
1887
laporannya diterbitkan Isi laporannya merupakan kumpulan

50
51

Tahun
Peneliti Hasil Penelitian
Penelitian
oleh Verbeek laporan Wardenaar yang telah dibandingan
dengan keadaan saat peninjauan kembali
pada tahun 1887
Kromodjojo menulis laporan mengenai
daerah Trowulan. Dalam laporan tersebut
Kromodjojo Adinegoro
selalu menyebut Kedaton Modjopahit.
1894 (Bupati Mojokerto
Sejak saat itu orang-orang berpendapat
tahun 1894-1916)
bahwa lokasi Ibukota Majapahit berada di
Trowulan.
Melakukan penggalian di Trowulan dan
interpretasi Kitab Negarakertagama untuk
merekontruksi Kraton Majapahit. Melalui
proses tersebut, ia berhasil menyusun pola
Maclaine Point (Arsitek tata permukiman kota Majapahit yang
1942
dari Belanda) bersifat teoritis dan interpretatif namun
kurang arkeologis. Penelitian ini juga
mengasilkan temuan keramik, benda-
benda terakota, logam, struktur bangunan
yang berupa pondasi dan tembok keliling.
Penelitian insentif berupa survei dan
ekskavasi. Kegiatan survei dilakukan
hampir di seluruh daerah situs Trowulan.
Pusat Penelitian Dari hasil survei dapat disimpulkan bahwa
Arkeologi Nasional pada umumnya daerah tersebut
bekerjasama Fakultas merupakan tanah pekarangan, tegalan,
Sastra dan perkebunan tebu, dan lahan persawahan.
1976 Kebudayaan UGM, Survei tersebut juga menghasilkan benda-
Bidang Perumusan benda temuan seperti gerabah, genting,
Sejarah dan Purbakala keramik asing, arca terakota, umpak batu,
Jawa Timur, Museum batu candi, arca batu andesit, lingga semu,
Nasional Jakarta yoni, emas, perunggu, besi, sandaran
kaca, miniatur bangunan, tiang batu, sumur
kuno, makam kuno, himpunan tulang, dan
struktrur batu bata.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
Situs Trowulan bukan hanya keraton,
melainkan juga meliputi lingkungan yang
ada di sekitarnya. Beragamnya temuan
yang ada di Trowulan menunjukkan bahwa
Trowulan telah menjadi pusat aktivitas
manusia yang cukup kompleks. Hal ini
dibuktikan dengan adanya bangunan-
Pusat Arkeologi
bangunan suci keagamaan seperti Candi
Nasional bekerjasama
Brahu, Candi Tikus, dan Candi Gentong.
dengan 4 Perguruan
Selain itu juga terdapat bangunan gapura
1991-1993 Tinggi yang diberi
yaitu Candi Wringin Lawang dan Candi
nama IFSA (Indonesian
Bajang Ratu yang merupakan indikasi
Field School of
adanya suatu permukiman.
Archeologi)
Sisa bangunan kolam buatan di komplek
Situs Trowulan yang kini disebut Kolam
Segaran juga sering ditunjuk sebagai bukti
adanya aktivitas rekreatif.
Dari interpretasi foto udara dan penelitian
lapangan diperoleh data berupa jejak
bangunan jejak bangunan waduk. Selain
itu juga terdapat kanal-kanal, sumur kuno,
52

Tahun
Peneliti Hasil Penelitian
Penelitian
saluran air, selokan, sejumlah pondasi
bangunan dan tembok keliling.
Temuan-temuan lepas seperti arca dari
batu, logam maupun terakota dan berbagai
jenis alat rumah tangga dari bahan keramik
asing maupun lokal ditafsirkan sebagai
indikator adanya aktivitas perdagangan
Sumber : Disporabupdar Kab.Mojokerto, 2014

4.2 Kondisi Kawasan


KCB Trowulan merupakan kawasan cagar budaya yang didalamnya tak
hanya terdapat aktivitas pelestarian cagar budaya saja. Ada beberapa aktivitas
lain seperti permukiman, industri, perdagangan & jasa, serta perkantoran yang
bercampur jadi satu di kawasan cagar budaya ini. Maka dari itu tak heran jika di
KCB Trowulan ini sering terjadi peristiwa kerusakan dan hilangnya cagar budaya
karena memang kawasan ini tidak dikhususkan untuk aktivitas pelestarian cagar
budaya saja.
Titik-titik lokasi ditemukannya benda cagar budaya tidak menyebar
merata di seluruh KCB Trowulan. Benda-benda cagar budaya tersebut
mengumpul di suatu wilayah bagian dari KCB Trowulan yaitu di Kecamatan
Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Namun ada juga beberapa cagar budaya yang
ditemukan di luar Kecamatan Trowulan. Benda cagar budaya di luar Kecamatan
Trowulan biasanya ditemukan dalam kondisi tidak utuh yang berupa pondasi
atau serpihan bangunan kuno sehingga benda-benda tersebut akhirnya diambil
dari lokasi awalnya dan dipindahkan ke museum apabila memungkinkan.
Tiap situs di KCB Trowulan yang telah tercatat dan diakui oleh pemerintah
sebagai benda cagar budaya telah diberi pagar berbentuk dinding dan tanaman-
tanaman yang mengelilingi situs. Fungsi pagar ini adalah sebagai batasan antara
lahan situs yang statusnya milik pemerintah dengan lahan milik penduduk dan
swasta. Cagar budaya yang berada di pagar pembatas ini kemanannya dipantau
oleh pemerintah sehingga potensi kerusakan pada cagar budaya sangat kecil.
Begitu pula dengan temuan lepas benda-benda arkeologi sudah dibawa ke
museum sehingga kemanannya dapat dipantau oleh pemerintah. Namun untuk
benda-benda cagar budaya yang belum tercatat oleh pemerintah dan masih
terkubur di dalam tanah serta berada diluar lahan milik pemerintah sangat sulit
dipantau keamanannya.
53

Saat ini belum ada kepastian mengenai luas lahan yang terdapat benda
cagar budaya di dalam tanahnya. Namun para arkeolog memperkirakan di
seluruh KCB Trowulan khususunya di Kecamatan Trowulan di dalam tanahnya
berpotensi memiliki benda cagar budaya yang belum tergali secara maksimal.

4.3 Situs Cagar Budaya yang Telah Ditemukan


Situs cagar budaya yang telah ditemukan di KCB Trowulan terdiri
berbagai macam jenis. Jenis-jenis temuan situs cagar budaya di KCB Trowulan
yaitu berupa atefak besi, sumur kuno, struktur batu bata kuno, candi, gapura,
makam/kuburan, saluran air, balong, permukiman kuno, kolam kuno, lingga, yoni
dan lain sebagainya. Situs cagar budaya ini ditemukan secara menyebar di
seluruh KCB Trowulan. Namun temuan benda cagar budaya ini lebih sering
ditemukan di Kecamatan Trowulan. Berikut adalah data situs cagar budaya yang
telah ditemukan di KCB Trowulan yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Situs Cagar Budaya yang Telah Ditemukan di KCB Trowulan
No. Nama Situs No. Nama Situs
1 15 artefak besi 34 Pendopo agung
2 16 sumur kuno 35 Saluran Air
3 3 struktur bata kuno 36 Saluran air Nglinguk
4 9 Sumur kuno 37 Situs Candi (?)
5 Balok Batu (batu candi) 38 Situs Dinuk (doorpel/struktur)
6 Batu Cencangan Gajah 39 Pemukiman Sentonorejo
7 Candi Brahu 40 Situs Nglinguk 1
8 Candi Gentong 1 41 Situs Nglinguk 2
9 Candi Kedaton (Sumur Upas) 42 Situs peresapan air
10 Candi Minak Jinggo 43 Situs Randajonjang
11 Candi Tikus 44 Situs Siti Inggil
12 Gapura Bajang Ratu 45 Situs Umpak Sentonorejo
13 Gapura Wringin Lawang 46 Situs Watukucur
14 Sumur kuno 47 Candi Watesumpak
15 Kubur Panggung 48 Struktur bata kuno 2
16 Kekunoan Nglinguk 1 49 Struktur bata kuno 3
17 Kekunoan Nglinguk 2 50 Struktur bata kuno 4
18 Kekunoan Nglinguk 3 51 Struktur bata kuno 5
19 Kekunoan Nglinguk 4 52 Struktur bata kuno 9
20 Saluran air 53 Struktur bata kuno 10
21 Lantai segi 6 54 Struktur Klinterejo
22 Balong bunder 55 Sumur& struktur kuno 1
23 Pemukiman segaran 56 Sumur& struktur kuno 2
24 Makam Putri Campa 57 Sumur kuno 1
25 Makam Panjang 58 Sumur kuno 3
26 Balong dowo 59 Sumur kuno 4
27 Kolam Nglinguk 60 Sumur kuno 5
28 Kolam Segaran 61 Sumur Kuno 2
29 Lingga 62 Umpak
30 Mahawihara Majapahit 63 Yoni
54

No. Nama Situs No. Nama Situs


31 Makam 7 Troloyo 64 Yoni Klinterejo
32 Makam Mbah Hadi Sidomulyo 65 Sumur upas
33 Museum 66 Candi Gentong 2
Sumber : BPCB Trowulan, 2016

4.4 Museum Majapahit / Museum Trowulan


Selain temuan berupa situs candi, bangunan suci keagamaan, bangunan
kolam dan kanal, di KCB Trowulan juga ditemukan banyak sekali temuan lepas
benda arkeologi seperti arca, benda-benda yang terbuat dari logam, terakota,
dan berbagai jenis alat rumah tangga. Temuan-temuan lepas benda arkeologi ini
saat ini disimpan di Museum Majapahit. Museum Majapahit atau yang biasa
dikenal juga dengan nama Museum Trowulan adalah museum arkeologi yang
terletak di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Lokasinya
berada di tepi barat kolam Segaran. Tempat ini menjadi salah satu lokasi
bersejarah terpenting di Indonesia yang berkaitan dengan sejarah kerajaan
Majapahit karena memiliki koleksi relik yang berasal dari masa Majapahit
terlengkap di Indonesia.
Sejarah Museum Trowulan berkaitan erat dengan sejarah situs arkeologi
Trowulan. Reruntuhan kota kuna di Trowulan ditemukan pada abad ke-19. Sir
Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal Jawa antara tahun 1811 sampai
tahun 1816 melaporkan keberadaan reruntuhan candi yang tersebar pada
kawasan seluas beberapa mil. Saat itu kawasan ini ditumbuhi hutan jati yang
lebat sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan survei yang lebih
terperinci.
Keperluan mendesak untuk mencegah penjarahan dan pencurian artefak
dari situs Trowulan adalah alasan utama dibangunnya semacam gudang
penyimpanan sederhana yang akhirnya berkembang menjadi Museum Trowulan.
Museum ini didirikan oleh Henri Maclaine Pont, seorang arsitek Belanda
sekaligus seorang arkeolog, serta berkat peran Bupati Mojokerto, Kanjeng
Adipati Ario Kromodjojo Adinegoro.
55

Gambar 4.1
Museum Trowulan Lama
(Sumber : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)

Museum baru secara resmi dibuka pada tahun 1987. Bangunan museum
ini mencakup lahan seluas 57.625 meter persegi, bangunan ini menampung
koleksi Museum Trowulan lama serta berbagai arca batu yang sebelumnya
disimpan di Museum Majapahit ini. Pembangunan museum baru telah diajukan di
kawasan ini dan lokasi ini telah diusulkan untuk menjadi kawasan Warisan Dunia
UNESCO.

Gambar 4.2
Museum Trowulan Baru/ Museum Majapahit
(Sumber :Survey Primer, 2016)

Mengingat kebutuhan akan informasi yang semakin lama semakin


meningkat dari masyarakat tentang Majapahit, nama Museum Majapahit sempat
mengalami pergantian nama dari Balai Penyelamat Arca, Pusat Informasi
Majapahit dan yang terakhir menjadi Museum Majapahit BPCP Mojokerto
wilayah Kerja Provinsi Jawa Timur. Walaupun terjadi perubahan, namun pada
prinsipnya hal tersebut tidak merubah fungsinya secara signifikan, yaitu sebagai
sebuah Museum dan Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya di Jawa Timur.
Saat ini museum Majapahit tidak hanya menyimpan dan memamerkan
peninggalan arkeologi dari masa Majapahit, tetapi juga menampilkan berbagai
56

temuan arkeologi yang ditemukan di seluruh Jawa Timur. Mulai dari era raja
Airlangga, Kediri, hingga era Singhasari dan Majapahit. Namun benda cagar
budaya yang berasal dari peninggalan Majapahit mendominasi di museum ini.
Keseluruhan koleksi peninggalan arkeologi ini ditata di dalam gedung, pendopo
maupun di halaman museum. Berdasarkan bahannya, koleksi Museum
Majapahit yang dipamerkan diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok :
1. Koleksi Tanah Liat (Terakota)
Koleksi tanah liat yang ada di Museum Majapahit terdiri dari koleksi terakota
manusia, alat-alat produksi, alat-alat rumah tangga, dan arsitektur.

Gambar 4.3
Contoh Koleksi Terakota di Museum Majapahit
(Sumber : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)

2. Koleksi Keramik
Koleksi keramik yang dimiliki oleh Museum Majapahit berasal dari beberapa
negara asing, seperti China, Thailand, dan Vietnam. Keramik-keramik ini
memilki berbagai bentuk dan fungsi seperti guci, teko, piring, mangkuk,
sendok, dan vas bunga.

Gambar 4.4
Contoh Koleksi Keramik di Museum Majapahit
(Sumber :Survey Primer, 2016)
57

3. Koleksi Logam
Koleksi benda cagar budaya berbahan logam yang dimiliki Museum
Majapahit dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok seperti koleksi
alat-alat upacara (bokor, pedan, lampu, cermin, guci, genta) dan koleksi alat
musik.

Gambar 4.5
Contoh Koleksi Logam di Museum Majapahit
(Sumber :Survey Primer, 2016)

4. Koleksi Batu
Koleksi benda cagar budaya yang berbahan batu berdasarkan jenisnya
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu koleksi miniatur dan
komponen candi, koleksi arca, koleksi relief, dan koleksi prasasti.

Gambar 4.6
Contoh Koleksi Batu di Museum Majapahit
(Sumber :Survey Primer, 2016)

4.5 Kondisi Ekonomi Masyarakat KCB Trowulan


Masyarakat di KCB Trowulan saat ini memiliki mata pencaharian yang
beraneka ragam. Mulai dari petani, pegawai negeri, pegawai swasta, pedagang,
hingga wiraswasta dan pengrajin. Namun mayoritas masyarakatnya bermata
pencaharian sebagai petani.
Masyarakat yang bekerja sebagai pegawai negeri terdiri dari guru, dan
aparat pemerintahan. Untuk yang bekerja sebagai pegawai swasta terdiri dari
pegawai bank, pabrik, dan swalayan. Untuk yang bekerja sebagai pedagang
terdiri dari pedagang kios kecil dan besar, dan pedagang keliling. Untuk yang
bekerja sebagai wiraswasta dan pengrajin terdiri dari pengrajin pengrajin batu
58

bata, cor kuningan, patung batu, patung terakota, topeng fiberglass, manik-
manik, dan batik Trowulan.
Usaha kerajinan batu bata, cor kuningan, patung batu , manik-manik, dan
kerajinan lainnya ini penjualannya cukup berpengaruh dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi baik untuk masyarakat sendiri maupun untuk daerah.
Namun ada juga sisi negatif yang disebabkan dari adanya usaha kerajinan ini
terutama dalam upaya pelestarian cagar budaya dan pengembangan wisata
budaya di KCB Trowulan.
Dalam upaya pelestarian cagar budaya, adanya aktivitas kerajinan batu
bata dapat berdampak pada kerusakan dan hilangnya benda cagar budaya yang
ada di dalam tanah saat proses penggalian tanah untuk bahan membuat batu
bata. Sedangkan dalam upaya pengembangan wisata, hasil kerajinan cor
kuningan, patung batu dan lain sebagainya ini ternyata cenderung diutamakan
dijual di luar KCB Trowulan sedangkan di dalam KCB Trowulan sendiri para
pengrajin tidak melayani penjualan langsung. Hal ini terjadi karena penjualan
kerajinan di luar KCB Trowulan memiliki omset yang lebih tinggi dibandingkan
dengan hanya menjual kerajinan di KCB Trowulan. Padahal seharusnya
kerajinan ini dapat dijadikan sebagai sebagai souvenir sehingga menambah daya
tarik wisata budaya di KCB Trowulan.

4.6 Kondisi Penggunaan Lahan Eksiting


Penggunaan lahan di KCB Trowulan secara umum saat ini terdiri dari
lahan terbangun dan tak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari perumahan,
perdagangan dan jasa, industri, dan sarana pelayanan umum. Sedangkan lahan
tak terbangun di KCB Trowulan terdiri dari pertanian, perkebunan dan RTH.
Lahan tak terbangun mendominasi di KCB Trowulan ini. Luas lahan tak
terbangun di KCB Trowulan adalah 2.036,34 ha sedangkan untuk lahan
terbangunnya adalah 559,07 ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
4.7 tentang Peta Penggunaan Lahan di KCB Trowulan.
Penyusun telah melakukan observasi langsung ke KCB Trowulan untuk
mengamati kegiatan dan penggunaan lahan apa saja yang ada di KCB Trowulan.
Hasil dari observasi mengenai kegiatan dan penggunaan lahan yang ada di KCB
Trowulan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.
59

Tabel 4.3
Kegiatan dan Penggunaan Ruang Eksisting di KCB Trowulan
Penggunaan Spesifikasi
No. Keterangan
Lahan Penggunaan Lahan
Rumah Tunggal - Pola permukiman di KCB Trowulan
berbentuk linier mengikuti jalan raya
- Jika dilihat melalui foto udara,
permukiman yang ada juga terlihat
cenderung berkumpul pada titik
dimana cagar budaya berada
- Jenis rumah yang ada di KCB
Trowulan adalah rumah tunggal
- Sebagian rumah tunggal yang
berada di dekat situs cagar budaya
dipugar oleh pemerintah menjadi
rumah yang bercorak Majapahit pada
1. Perumahan
jaman dahulu (menjadi rumah adat
Majapahit)
- Rumah adat bercorak Majapahit ini
merupakan salah satu bentuk
program pemerintah untuk
melestarikan budaya Majapahit
sekaligus dijadikan sebagai daya
tarik wisata budaya
- Rumah adat ini baru dibangun di
Desa Bejijong, Desa Jatipasar, dan
Desa Sentonorejo Kecamatan
Trowulan
Kios - Kios di KCB Trowulan sering
Ruko ditemukan di sepanjang jalan raya
Warung yang ada di KCB Trowulan dan juga
Hotel di dekat situs cagar budaya
Restoran - Ruko-ruko di KCB Trowulan
letaknya berada di pinggir jalan
nasional yang menghubungkan kota
Perdagangan
2. Solo-Surabaya
dan Jasa
- Warung-warung kecil tersebar di
seluruh KCB Trowulan dan di dekat
situs cagar budaya
- Hotel dan restoran di KCB Trowulan
letaknya berada di pinggir jalan
nasional yang menghubungkan kota
Solo-Surabaya
Industri Besar - Industri besar dan sedang terletak di
Industri Sedang beberapa wilayah yang ada di KCB
Industri Kecil dan Trowulan dan beberapa juga berada
Kerajinan di desa yang di dalamnya terdapat
situs cagar budaya seperti di Desa
Bejijong dan Desa Jatipasar
Kecamatan Trowulan
3. Industri - Industri kecil dan rumah tangga
berada di seluruh wilayah di KCB
Trowulan
- Jenis industri besar dan industri
menengah yang ada yaitu industri
kayu, pupuk, barang dari karet dan
plastik, semen, logam dasar, serta
makanan dan minuman
60

Penggunaan Spesifikasi
No. Keterangan
Lahan Penggunaan Lahan
- Jenis industri kecil dan kerajinan
yaitu industri batu bata, pande besi,
ukiran kayu, seni ukir batu, keajinan
rotan, kerajinan bambu, cor logam,
konveksi, bordir, sepatu / sandal,
dan lain sebagainya
- Dari semua jenis industri, yang
dianggap paling berpengaruh dan
menimbulkan dampak kerusakan
dan hilangnya benda cagar budaya
adalah industri kerajinan batu bata
- Selain karena jumlahnya yang
banyak (302 unit), lokasi industri
batu bata ini banyak yang terletak di
dekat situs cagar budaya seperti
yang terjadi di Candi Tikus
Sarana - Sarana pendidikan, peribadatan,
Pendidikan kesehatan, dan pemerintahan
Sarana ditemukan di seluruh KCB Trowulan
Sarana termasuk di dekat lokasi situs cagar
Peribadatan
4. Pelayanan
Sarana budaya
Umum
Kesehatan
Sarana
Pemerintahan
Pertanian - Pertanian, perkebunan dan RTH
Peruntukkan
5. Perkebunan ditemukan di seluruh KCB Cagar
yang lain
RTH budaya
Perumahan dan - Campuran perumahan dan
Perdagangan/Jas perdagangan/jasa, perumahan dan
6. Campuran a perkantoran ditemukan di seluruh
Perumahan dan KCB Cagar budaya
Perkantoran
Sumber : Hasil Survey, 2017

Untuk industri kerajinan batu bata yang dianggap sebagai faktor


penyebab kerusakan dan hilangnya cagar budaya dapat dilihat sebaran
lokasinya pada Gambar 4.8. Sebaran lokasi industri batu bata yang ditunjukkan
hanya yang berada di sekitar situs cagar budaya.
61
62
BAB V
ANALISIS

5.1 Batas Keruangan / Zona Cagar Budaya


Batas-batas keruangan situs cagar budaya atau yang biasa disebut zona
cagar budaya dibagi menjadi zona inti, zona penyangga, zona pengembangan,
dan zona penunjang. Pemerintah dalam hal ini yaitu BPCB Trowulan sebelumnya
telah memiliki rencana batas-batas keruangan untuk KCB Trowulan yang belum
diperdakan. Namun rencana tersebut dipastikan tidak akan digunakan karena
banyak sekali kesalahan yang ada di dalam rencana tersebut. Jika dilihat secara
kasat mata, di dalam rencana tersebut terlihat banyak situs-situs yang berada di
luar zona inti. Padahal situs-situs tersebut harus dilindungi dan harus berada
pada zona inti. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.
Karena rencana batas-batas keruangan dari pemerintah tidak dapat
digunakan, maka dalam Tugas Akhir ini akan dilakukan analisis untuk
menentukan batas-batas keruangan cagar budaya tersebut. Analisis ini
berpedoman pada teori, kasus dan preseden peraturan zonasi yang telah
digunakan di kota-kota lain yang kemudian disesuaikan dengan kondisi dan
persoalan empirik yang ada di wilayah studi. Berikut penjelasan analisis untuk
penentuan batas-batas keruangan di KCB Trowulan.
Menurut Wiyono dan Zulkaidi (2016), prosedur penetapan batas
keruangan/zona cagar budaya adalah sebagai berikut :
1) Memetakan bangunan cagar budaya
Bangunan cagar budaya yang ada di KCB Trowulan terdiri dari situs candi,
gapura, bangunan suci keagamaan, kolam kuno, sumur kuno, saluran air, yoni,
dan lain sebagainya. Total situs yang ditemukan di KCB Trowulan ini
berdasarkan data dari BPCB Trowulan Tahun 2017 adalah sebanyak 66 situs.
Untuk sebaran situs cagar budaya tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1
tentang Pemetaan Bangunan Cagar Budaya.
2) Memetakan daerah di kawasan cagar budaya yang memiliki kontribusi
terhadap sejarah wilayah tersebut
Hampir seluruh daerah di KCB Trowulan ini memiliki kontribusi terhadap
sejarah di wilayah ini. Bahkan berkontribusi terhadap sejarah di nusantara.
Mengingat KCB Trowulan ini diduga dahulunya adalah ibukota Kerajaan

63
64

Majapahit ketika mencapai kejayaannya. Namun diantara seluruh kecamatan


yang masuk dalam KCB Trowulan, Kecamatan Trowulan memiliki nilai sejarah
paling besar dibandingkan kecamatan yang lain. Kecamatan Trowulan memiliki
tinggalan situs cagar budaya lebih banyak dan rapat dibandingkan dengan
kecamatan lainnya. Kebanyakan situs cagar budaya ditemukan di Kecamatan
Trowulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.2 tentang Pemetaan
Daerah yang Berkontribusi terhadap Sejarah di KCB Trowulan.
3) Membuat delineasi zona
Dalam membuat delineasi zona, batas terluar dari zona berpatokan pada
persil bangunan, topografi, jalan, dan/atau sungai. Lebih jelasnya lagi
berdasarkan studi literatur konsep penetapan zona di Kawasan Kota Tua Tidore,
penentuan batas-batas keruangan kawasan cagar budaya pada umumnya
didasarkan pada :
Batas asli cagar budaya
Batas budaya
Batas alam/geografis
Batas Administrasi
Batas pemilikan/penguasaan ruang
Batas tata ruang yang telah ditetapkan
Batas yang ditetapkan berdasarkan keperluan
Analisis dalam menentukan batas keruangan cagar budaya (zoning) di KCB
Trowulan dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Analisis Penentuan Batas Keruangan Cagar Budaya (Zoning)
Zona Analisis Gambar
Zona Inti Zona inti di KCB Trowulan
diperuntukkan bagi
Zona inti berfungsi perlindungan dan
sebagai area pemeliharaan kelestarian
perlindungan utama lingkungan fisik situs cagar
untuk menjaga budaya yang saat ini sudah
bagian terpenting dari ada sebanyak 66 situs
cagar budaya. cagar budaya yang telah
Pemanfaatannya ditemukan di KCB Trowulan.
diatur sesuai Zona inti juga dipergunakan
kebutuhan untuk melindungi situs-situs
pelestarian dengan cagar budaya yang
tetap memperhatikan diperkirakan masih
karakter lansekap terpendam di dalam tanah.
budaya asli, Berdasarkan hasil
kepentingan budaya, wawancara dengan BPCB
dan kepentingan Trowulan, para ahli
sosial. arkeologi menduga situs-
65

Zona Analisis Gambar


situs cagar budaya yang
masih terpendam didalam
tanah lokasinya tidak akan
jauh dari situs-situs yang
telah ditemukan
Zona Inti
sebelumnya. Artinya, situs-
situs yang terpendam
tersebut berada di sekitar
lokasi situs yang telah
ditemukan, namun posisi
mereka masih berada di
dalam tanah dan
kemungkinan masih tertutup
dengan penggunaan lahan
seperti permukiman,
industri, dan sawah
diatasnya.
Oleh sebab itu penentuan
zona inti untuk KCB
Trowulan ini adalah daerah
disekitar situs cagar budaya
dimana dalam zona inti ini
mencakup seluruh situs di
dalamnya.
Penentuan batas terluar
yang paling memungkinkan
Gambar 5.3
dapat digunakan dalam
Delineasi Zona Inti
zona inti ini adalah batas (Sumber : Google Earth, 2017)
fisik yang berupa jalan,
sungai, dan tegalan sawah.
Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 5.3
tentang Delineasi Zona Inti
Dari hasil delineasi tersebut,
dengan menggunakan
aplikasi ArcGIS didapatkan
luas zona inti adalah
2.324,03 ha
Zona Penyangga
Zona penyangga mengatur
pembangunan dan guna
Zona penyangga
lahan dalam upaya
adalah area yang
mendukung pelestarian
melindungi zona inti.
zona inti sehingga
Zona ini secara
penggunaan ruang dalam
skematis biasanya
zona penyangga ini
menjadi gambaran
biasanya adalah pertanian,
perluasan di sekitar
perkebunan, atau taman
zona inti. Zona
Penentuan zona penyangga
penyangga mengatur
untuk KCB Trowulan adalah
pembangunan dan
daerah yang berada di
guna lahan dalam
sekeliling zona inti
upaya mendukung
pelestarian zona inti. Untuk radius antara batas
terluar zona inti dengan
batas terluar dari zona
penyangga ditentukan
sesuai kebutuhan yaitu
66

Zona Analisis Gambar


untuk pelestarian.
Saat ini belum ada Zona Penyangga
pedoman resmi dari
pemerintah mengenai
radius zona penyangga.
Namun berdasarkan studi
literatur dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan
di Kawasan Situs Cagar
Budaya Patiayam
Kabupaten Kudus yang
disusun oleh Atsnansyah
dan Dewi (2015), radius
untuk zona penyangga
yang digunakan adalah
500 m.
Berdasarkan dari studi
literatur tersebut, maka
penentuan zona penyangga
di KCB Trowulan adalah
beradius 500 m dari batas
terluar zona inti. Batas
terluar zona penyangga
ditandai dengan jalan,
sungai, dan tegalan sawah.
Untuk lebih jelasnya dapat Gambar 5.4
dilihat pada Gambar 5.4 Delineasi Zona Penyangga
tentang Delineasi Zona (Sumber : Google Earth, 2017)
Penyangga.
Dari hasil delineasi
tersebut, dengan
menggunakan aplikasi
ArcGIS didapatkan luas
zona penyangga adalah
1.775,65 ha
Zona Zona pengembangan dan
Pengembangan dan zona penunjang di KCB
Penunjang Trowulan dapat dijadikan
satu zona karena tujuan
Zona pengembangan dari kedua zona ini sama
adalah area yang yaitu untuk mendorong
diperuntukkan bagi keberagaman guna lahan
pengembangan dari wilayah keberadaan
potensi cagar budaya zonasi.
bagi kepentingan Batas zona pengembangan
rekreasi, daerah dan penunjang di KCB
konservasi, Trowulann dapat ditentukan
lingkungan alam, mulai dari batas terluar
lanskap budaya, zona penyangga hingga
kehidupan budaya batas terluar KCB Trowulan
tradisional, berdasarkan Kepmen RI
keagamaan, dan No. 260 Tahun 2013
kepariwisataan. Untuk lebih jelasnya dapat
Sedangkan zona dilihat pada Gambar 5.5
penunjang adalah tentang Delineasi Zona
area yang Pengembangan dan
diperuntukkan bagi
67

Zona Analisis Gambar


sarana dan prasarana Penunjang Zona Pengembangan
serta untuk kegiatan Dari hasil delineasi dan Penunjang
komersial umum. tersebut, dengan
Kedua zona yaitu menggunakan aplikasi
zona pengembangan ArcGIS didapatkan luas
dan zona penunjang zona pengembangan dan
dapat digabung penunjang adalah 9.703,36
menjadi satu zona ha
karena tujuan dari
kedua zona ini sama
yaitu untuk
mendorong
keberagaman guna
lahan dari wilayah
keberadaan zonasi

Gambar 5.5
Delineasi Zona
Pengembangan dan
Penunjang
(Sumber : Google Earth, 2017)

Sumber : Hasil Analisis, 2017

5.2 Kegiatan dan Penggunaan Ruang


Untuk membuat peraturan kegiatan dan penggunaan ruang di tiap zona,
langkah awal yang harus dilakukan adalah menganalisis kegiatan dan
penggunaan ruang eksisting apa saja yang ada di tiap zona. Kemudian
selanjutnya menentukan peraturan tentang kegiatan dan penggunaan ruang apa
yang diizinkan (I), diizinkan secara terbatas (T), diizinkan secara bersyarat (B),
dan yang tidak diizinkan (X) di tiap zona. Dalam proses analisis, pedoman yang
digunakan adalah UU No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya serta pendapat
dari beberapa ahli. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut.
68
69
70

1) Analisis Kegiatan dan Penggunaan Ruang Eksisting di tiap Zona


Dalam analisis kegiatan dan penggunaan ruang eksisting di tiap zona,
maka yang harus dilakukan adalah menganalisis kegiatan dan penggunaan
ruang apa saja yang ada di tiap zona saat ini berdasarkan hasil survey primer
yang telah dilakukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 tentang
Kegiatan dan Penggunaan Ruang Eksisting di tiap Zona.
Tabel 5.2
Kegiatan dan Penggunaan Ruang Eksisting di tiap Zona
Spesifikasi Zona
Penggunaan
No. Penggunaan Pengembangan
Lahan Inti Penyangga
Lahan dan Penujang
Rumah
1. Perumahan   
Tunggal
Kios   
Ruko   
Perdagangan
2. Warung   
dan Jasa
Hotel   
Restoran   
Industri Besar   
Industri
 - 
3. Industri Sedang
Industri Kecil
  
dan Kerajinan
Sarana
  
Pendidikan
Sarana
Sarana   
Peribadatan
4. Pelayanan
Sarana
Umum   
Kesehatan
Sarana
  
Pemerintahan
Pertanian   
5. Peruntukan Lain Perkebunan   
RTH   
Perumahan
dan
  
Perdagangan/
6. Campuran Jasa
Perumahan
dan   
Perkantoran
Sumber : Hasil Analisis, 2017

Berdasarkan analisis kegiatan dan penggunaan ruang eksisting di tiap


zona, didapatkan bahwa hampir seluruh jenis penggunaan lahan berada di tiap
zona. Namun ada beberapa jenis penggunaan lahan yang tidak ada di beberapa
zona. Seperti rumah adat yang tidak ditemukan zona pengembangan dan
penunjang serta industri sedang yang tidak ditemukan di zona penyangga. Untuk
71

melihat peta penggunaan lahan yang terbangun dan tak terbangun di tiap zona
dapat dilihat pada Gambar 5.5.
2) Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Ruang Eksisting di tiap Zona
Setelah mengetahui kondisi eksisting kegiatan dan penggunaan ruang di
tiap zona, maka selanjutnya menentukan jenis kegiatan dan penggunaan lahan
yang diizinkan, diizinkan secara terbatas, diizinkan secara bersyarat, dan tidak
diizinkan di tiap zona.
Zona Inti
Berdasarkan UU No.11 Tahun 2010, zona inti adalah area utama untuk
menjaga bagian terpenting dari cagar budaya. Pemanfaatannya diatur sesuai
kebutuhan pelestarian dengan tetap memperhatikan karakter lansekap budaya
asli, dan kepentingan budaya. Ini artinya jenis kegiatan dan penggunaan ruang
yang ada di dalam zona inti ini tidak boleh ada yang menyebabkan kerusakan
cagar budaya yang ada. Kegiatan dan penggunaan lahan yang diperkirakan tidak
menyebabkan resiko kerusakan terhadap cagar budaya adalah berbagai macam
vegetasi seperti RTH, perkebunan, dan pertanian. Vegetasi-vegetasi ini berguna
sebagai lansekap. Selain RTH, perkebunan, dan pertanian, kegiatan dan
penggunaan lahan lain di zona ini sebaiknya tidak diperbolehkan karena
dikhawatirkan dapat mengganggu kelestarian cagar budaya.
Namun jika melihat kondisi eksisting, banyak sekali jenis kegiatan dan
penggunaan ruang yang masuk dalam lahan terbangun berada pada zona inti.
Seharusnya kegiatan dan penggunaan lahan ini tidak diperbolehkan. Namun
karena bangunan-bangunan tersebut sudah terlanjur ada di zona inti dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembebasan lahan karena jumlahnya yang
banyak, maka yang bisa dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan lahan
terbangun tersebut dengan membatasi jumlah lahan terbangun.
Pemberian izin terbatas di zona inti untuk lahan terbangun berlaku untuk
semua jenis dan penggunaan kecuali industri besar. Industri besar memiliki
dampak yang besar pula dan dapat mengancam kelestarian cagar budaya
sehingga kegiatan dan penggunaan ruang dberupa industri besar di zona inti
tidak diizinkan, Untuk industri sedang dan kecil diizinkan secara bersyarat yaitu
yang mendukung kegiatan pelestarian cagar budaya. Industri kecil seperti
industri batu bata tidak diperbolehkan ada di zonai inti karena tidak mendukung
kelestarian cagar budaya.
72
73

Zona Penyangga
Berdasarkan UU No.11 Tahun 2010, zona penyangga adalah area yang
melindungi zona inti. Gillespie (2011) menyatakan bahwa zona penyangga
secara skematis biasanya menjadi gambaran perluasan di sekitar zona inti. Zona
penyangga mengatur pembangunan dan guna lahan dalam upaya mendukung
pelestarian zona inti. Penggunaan ruang dalam zona ini adalah pertanian,
perkebunan, dan RTH. Selain pertanian, perkebunan, dan RTH, di zona
penyangga ini seharusnya tidak diperbolehkan dikhawatirkan dapat mengganggu
kelestarian cagar budaya.
Sama halnya dengan zina inti, jika melihat kondisi eksisting banyak sekali
jenis kegiatan dan penggunaan ruang yang masuk dalam lahan terbangun
berada pada zona penyangga. Seharusnya kegiatan dan penggunaan lahan ini
tidak diperbolehkan. Namun karena bangunan-bangunan tersebut sudah terlanjur
ada di zona inti dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembebasan lahan
karena jumlahnya yang banyak, maka yang bisa dilakukan untuk mengendalikan
pertumbuhan lahan terbangun tersebut dengan membatasi jumlah lahan
terbangun.
Pemberian izin terbatas di zona penyangga untuk lahan terbangun berlaku
untuk semua jenis dan penggunaan kecuali industri besar. Industri besar memiliki
dampak yang besar pula dan dapat mengancam kelestarian cagar budaya
sehingga kegiatan dan penggunaan ruang dberupa industri besar di zona
penyangga tidak diizinkan, Untuk industri sedang dan kecil diizinkan secara
bersyarat yaitu yang mendukung kegiatan pelestarian cagar budaya.
Zona Pengembangan dan Penunjang
Diluar zona inti dan zona penyangga dapat dibuat zona lain yang memiliki
fungsi beragam Peterson (2005) dalam Gillespie (2011). Zona pengembangan
adalah area yang diperuntukkan bagi pengembangan potensi cagar budaya bagi
kepentingan rekreasi, daerah konservasi, lingkungan alam, lanskap budaya,
kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan. Sedangkan zona
penunjang adalah area yang diperuntukkan bagi sarana dan prasarana serta
untuk kegiatan komersial umum. Kedua zona yaitu zona pengembangan dan
zona penunjang dapat digabung menjadi satu zona karena tujuan dari kedua
zona ini sama yaitu untuk mendorong keberagaman guna lahan dari wilayah
keberadaan zonasi. Semua jenis kegiatan dan penggunaan ruang diizinkan ada
di zona ini namun untuk kegiatan dan penggunaan ruang yang tidak mendukung
74

kegiatan pelestarian cagar budaya seperti industri harus memiliki syarat yang
ketat dalam pembangunannya di zona pengembangan dan penunjang ini.

Ketentuan kegiatan dan penggunaan ruang di tiap zona tersebut


dituangkan dalam bentuk tabel yang dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3
Tabel Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Ruang di KCB Trowulan
Zona
No. Kegiatan Pengembangan
Inti Penyangga
dan Penunjang
Perumahan
1 Rumah Tunggal T T I
Perdagangan dan Jasa
1 Kios T T I
2 Ruko T T I
3 Warung T T I
4 Hotel T T I
5 Restoran T T I
Industri
1 Industri Besar X X B
2 Industri Sedang B B B
3 Industri Kecil & Kerajinan B B I
Sarana Pelayanan Umum
1 Sarana Pendidikan T T I
2 Sarana Peribadatan T T I
3 Sarana Kesehatan T T I
4 Sarana Pemerintahan T T I
Peruntukkan yang lain
1 Pertanian I I I
2 Perkebunan I I I
3 RTH I I I
Campuran
Perumahan dan
1 T T I
Perdagangan/Jasa
Perumahan dan
2 T T I
Perkantoran
Sumber : Hasil Analisis, 2017
Keterangan :
I : pemanfaatan ruang diizinkan
T : pemanfaatan ruang diizinkan secara terbatas
B : pemanfaatan ruang diizinkan secara bersyarat
X : pemanfaatan ruang tidak diizinkan

5.3 Intensitas Pemanfaatan Ruang


Intensitas pemanfaatan ruang di KCB Trowulan ini menggunakan
pedoman RTRW Kab. Mojokerto dan RTRW Kab. Jombang sebagai bahan
acuan. Berdasarkan RTRW, penetapan intensitas pemanfaatan ruang
75

dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan dan penggunaan ruang. Berikut


penjelasan dari intensitas pemanfaatan ruang di tiap jenis kegiatan dan
pemanfaatan ruang tersebut.
1) Jenis Kegiatan dan Penggunaan Ruang Perumahan
KDBmaks. = 60 %
KLBmaks. = 2,4
KDHmin. = 20 %
2) Jenis Kegiatan dan Penggunaan Ruang Perdagangan dan Jasa
KDBmaks. = 70 %
KLBmaks. = 2
KDHmin. = 20 %
3) Jenis Kegiatan dan Penggunaan Ruang Industri
KDBmaks. = 60 %
KLBmaks. = 7
KDHmin. = 20 %
4) Jenis Kegiatan dan Penggunaan Ruang Pendidikan dan Peribadatan
KDBmaks. = 60 %
KLBmaks. = 2
KDHmin. = 30 %
5) Jenis Kegiatan dan Penggunaan Ruang Perkantoran Pemerintahan
KDBmaks. = 60 %
KLBmaks. = 2
KDHmin. = 30 %
6) Jenis Kegiatan dan Penggunaan Ruang Pelayanan Kesehatan
KDBmaks. = 70 %
KLBmaks. = 4
KDHmin. = 20 %

5.4 Status Kepemilikan Lahan


Dalam sub bab ini akan membahas status kepemilikan lahan di KCB
Trowulan yang berhubungan dengan situs cagar budaya. Lahan yang berada di
dalam zona inti seharusnya berstatus sebagai lahan milik pemerintah. Hal ini
bertujuan agar pemeliharaan benda cagar budaya serta penggalian situs cagar
76

budaya yang masih terpendam di dalam tanah menjadi lebih mudah untuk
dilakukan.
Sementara kondisi di KCB Trowulan sekarang status kepemillikan lahan
di dalam zona inti tidak semua berstatus sebagai milik pemerintah. Hanya
sebagian area kecil saja yang berstatus sebagai lahan milik pemerintah. Situs
yang telah tercatat sebagai situs cagar budaya di KCB Trowulan saat ini
berjumlah 66 (enam puluh enam) situs. Tiap situs-situs yang ada telah diberi
pembatas oleh pemerintah yang berupa pagar berbentuk dinding, besi, maupun
pagar berbentuk tanaman yang mengelilingi situs. Area yang berada di dalam
pagar pembatas tersebut status kepemilikan lahannya adalah milik pemerintah.
Sedangkan area yang berada di luar pagar pembatas statusnya adalah milik
umum. Umum yang dimaksud terdiri dari masyarakat dan swasta. Oleh sebab itu,
pemerintah sangat sulit memantau area di luar pagar pembatas apabila di area
tersebut ditemukan sebuah situs cagar budaya.

Gambar 5.6
Contoh Pagar Pembatas Situs Cagar Budaya di KCB Trowulan
(Sumber : Hasil Survey, 2016)
77

5.5 Sarana dan Prasarana Minimum


Dalam upaya pelestarian budaya, pemanfaatan ruang di KCB Trowulan
ini diutamakan untuk kegiatan wisata budaya dan penelitian. Untuk menunjang
kegiatan wisata budaya dan penelitian, dibutuhkan sarana dan prasarana
minimum pendukung kegiatan tersebut. Untuk menganalisis sarana dan
prasarana apa saja yang sudah ada serta yang belum ada di dalam KCB
Trowulan, maka dibutuhkan suatu pedoman standar minimum sarana dan
prasarana. Pedoman yang dipakai dalam analisis ini adalah standar sarana dan
prasarana minimum kawasan wisata menurut Lothar A.Kreck dalam Yoeti, 1996.
Selain menganalisis sarana dan prasarana yang ada dan belum ada, dilakukan
pula analisis zona yang tepat untuk penempatan sarana dan prasarana minimum
tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.3 tentang Analisis
Sarana dan Prasarana Minimum.
Tabel 5.4
Analisis Sarana dan Prasarana Minimum
Standar Analisis
Jenis Zona Penempatan
Sarana dan ) /
ada (
No. Sarana dan Sarana dan Prasarana
Prasarana belum Lokasi Keterangan
Prasarana Minimum yang Tepat
Minimum ada (-)
Zona Inti Akses jalan menuju situs berfungsi Zona Inti
Jalan / akses Zona Penyangga ganda sebagai jalan umum. Zona Penyangga
menuju situs  Zona Tidak ada jalur khusus untuk wisata Zona Pengembangan
cagar budaya Pengembangan budaya / menuju situs cagar budaya. dan Penunjang
dan Penunjang
Zona Inti Tempat parkir yang tersedia berada Zona Pengembangan
pada zona inti. Penggunaan lahan dan Penunjang
1 Akses untuk tempat parkir di zona inti
seharusnya tidak diperbolehkan.
 Kurangnya lahan parikir untuk
Tempat parkir
kendaraan roda 4 dan kendaraan
roda > 4 seperti bus pariwisata
menyebabkan kendaraan-kendaraan
tesebut parkir di bahu jalan. Hal ini
mengganggu kelancaran lalu lintas.
Zona Inti Hotel di KCB Trowulan sudah Zona Pengembangan
Zona Penyangga tersedia di beberapa wilayah. Namun dan Penunjang
Hotel  Zona lokasi hotel tersebut beberapa
Pengembangan diantaranya berada pada zona inti
2 Penginapan dan Penunjang dan zona penyangga dimana hal ini
tidak diperbolehkan
Zona Inti Wisma di KCB Trowulan berada di Zona Pengembangan
Wisma  Zona Penyangga zona inti dan zona penyangga dimana dan Penunjang
hal ini tidak diperbolehkan
Agen Belum tersedia agen perjalanan di Zona Pengembangan
- -
Fasilitas perjalanan KCB Trowulan dan Penunjang
3
Pariwisata TIC (Tourist Zona Inti TIC eksisting berada di Museum Zona Pengembangan

Information Trowulan dan Penunjang

78
Standar Analisis
Jenis Zona Penempatan
Sarana dan ) /
ada (
No. Sarana dan Sarana dan Prasarana
Prasarana belum Lokasi Keterangan
Prasarana Minimum yang Tepat
Minimum ada (-)
Centre)

Zona Inti Papan informasi di KCB Trowulan Zona Inti


Zona Penyangga sudah tersedia baik di lokasi situs Zona Penyangga
Zona cagar budaya maupun di sepanjang Zona Pengembangan
Pengembangan jalan menuju situs cagar budaya dan Penunjang
dan Penunjang Papan informasi yang ada berupa
Papan
 informasi mengenai sejarah situs,
informasi
informasi larangan merusak situs
cagar budaya beserta denda dan
sanksi yang dikenakan apabila
melanggar, dan papan penunjuk jalan
menuju situs cagar budaya
Zona Inti Zona Inti
Exit and Enter Gate ada di tiap situs,
Exit and Zona Pengembangan
 namun belum ada Exit and Enter
Enter Gate dan Penunjang
Gate untuk satu kawasan
Belum ada angkutan khusus untuk
menuju lokasi situs cagar budaya
Angkutan Zona Pengembangan
4 Tranportasi khusus - - dan Penunjang
yang juga dijadikan sebagai objek
pariwisata
penelitian dan wisata budaya
Zona Inti Rumah makan di KCB Trowulan Zona Pengembangan
Zona Penyangga sudah tersedia namun beberapa dan Penunjang
5
Catering Rumah
 Zona rumah makan berada pada zona inti
Service Makan Pengembangan dan penyangga. Dalam zona ini
dan Zona sarana catering service tidak
Penunjang diperbolehkan

79
Standar Analisis
Jenis Zona Penempatan
Sarana dan ) /
ada (
No. Sarana dan Sarana dan Prasarana
Prasarana belum Lokasi Keterangan
Prasarana Minimum yang Tepat
Minimum ada (-)
Zona Inti Mini Market di KCB Trowulan sudah Zona Pengembangan
Zona Penyangga tersedia namun beberapa diantaranya dan Penunjang
Mini market  Zona berada pada zona inti dan penyangga
Pengembangan Dalam zona ini sarana perbelanjaan
dan Zona berupa minimarket tidak
Penunjang diperbolehkan
Pemerintah telah menyediakan Zona Pengembangan
Zona Inti sarana pusat cinderamata dan oleh- dan Penunjang
oleh dengan nama PPST (Pusat
Perkulakan Sepatu Trowulan)
Awal pembangunan PPST ini
memang direncanakan sebagai
tempat untuk menjual barang
produksi lokal Trowulan yang berupa
sepatu kulit. Kemudaian akhirnya
6 Perbelanjaan beberapa tahun terakhir pemerintah
merencanakan untuk menjadikan
PPST sebagai pusat cinderamata dan
Pusat
oleh-oleh juga bagi
cinderamata 
pengunjung/wisatawan
dan oleh-oleh
Namun pengembangan untuk sarana
perbelanjaan berupa pusat
cinderamata dan oleh-oleh ini
sepertinya kurang berjalan dengan
baik. Hal ini dibuktikan dengan
sepinya pengunjung yang datang ke
pusat cinderamata dan oleh-oleh
tersebut
Pusat cinderamata dan oleh-oleh
yang ada ini juga berada di zona inti.
Sarana perbelanjaan berupa pusat
cinderamata dan oleh-oleh tidak

80
Standar Analisis
Jenis Zona Penempatan
Sarana dan ) /
ada (
No. Sarana dan Sarana dan Prasarana
Prasarana belum Lokasi Keterangan
Prasarana Minimum yang Tepat
Minimum ada (-)
diperbolehkan di zona ini
Telepon Telepon umum tidak tersedia di KCB Zona Pengembangan
- -
umum Trowulan dan Penunjang
Jaringan BTS di KCB Trowulan sudah Zona Inti
Zona Inti
tersedia Zona Penyangga
Zona Penyangga
7 Komunikasi Zona Pengembangan
Jaringan BTS  Zona
dan Penunjang
Pengembangan
dan Zona
Penunjang
Zona Inti Sarana perbankan telah tersedia di Zona Pengembangan
Zona Penyangga KCB Trowulan namun beberapa bank dan Penunjang
Bank  Zona berada di zona inti dan penyangga
Pengembangan dimana dalam zona ini tidak
dan Zona diperbolehkan ada sarana perbankan
Sistem Penunjang yang dibangun
8
Perbankan Zona Inti Sarana ATM telah tersedia di KCB Zona Pengembangan
Zona Penyangga Trowulan namun beberapa dan Penunjang
ATM  Zona diantaranya berada di zona inti dan
Pengembangan penyangga dimana dalam zona ini
dan Zona tidak diperbolehkan ada sarana
Penunjang perbankan yang dibangun
Zona Inti Sarana kesehatan berupa poliklinik Zona Pengembangan
Zona Penyangga dan puskesmas telah tersedia di KCB dan Penunjang
Zona Trowulan. Namun beberapa poliklinik
9 Kesehatan Poliklinik  Pengembangan dan puskesmas berada pada zona inti
dan Zona dan zona penyangga dimana sarana
Penunjang tersebut tidak diperbolehkan berada
pada zona ini

81
Standar Analisis
Jenis Zona Penempatan
Sarana dan ) /
ada (
No. Sarana dan Sarana dan Prasarana
Prasarana belum Lokasi Keterangan
Prasarana Minimum yang Tepat
Minimum ada (-)
Zona Inti Sarana keamanan berupa kantor Zona Pengembangan
Zona Penyangga polisi telah tersedia di KCB Trowulan. dan Penunjang
Kantor polisi  Zona Namun beberapa kantor polisi berada
Pengembangan pada zona inti dan zona penyangga
dan Zona dimana sarana tersebut tidak
10 Keamanan diperbolehkan berada pada zona ini
Penunjang
Zona Inti Sarana keamanan berupa kantor Zona Inti
Kantor
keamanan tersedia di beberapa lokasi Zona Pengembangan
keamanan / 
situs cagar budaya di KCB Trowulan dan Penunjang
Pos Satpam

Jaringan persampahan telah tersedia Zona Inti


Zona Inti
di KCB Trowulan Zona Penyangga
Zona Penyangga
Zona Pengembangan
Jaringan Zona
 dan Penunjang
persampahan Pengembangan
dan Zona
Penunjang

11 Kebersihan
Jaringan sanitasi telah tersedia di Zona Inti
Zona Inti
KCB Trowulan Zona Penyangga
Zona Penyangga
Zona Pengembangan
Jaringan Zona
 dan Penunjang
Sanitasi Pengembangan
dan Zona
Penunjang

Sumber : Hasil Analisis, 2017

82
83

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa sarana dan
prasarana minimum yang belum tersedia di KCB Trowulan seperti agen
perjalanan, angkutan khusus untuk pariwisata, dan telepon umum. Sebagian
sarana dan prasarana minimum sudah ada di KCB Trowulan namun lokasi
sarana dan prasarana minimum tersebut berada di zona kurang tepat.
5.6 Kelembagaan dan Regulasi untuk Kawasan Cagar Budaya
5.6.1 Kelembagaan
Kelembagaan yang menangani Kawasan Cagar Budaya Trowulan terdiri
dari kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal yang ada terdiri dari
Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan dan Dinas Pemuda,
Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Mojokerto
dan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar)
Kabupaten Jombang. Sedangkan untuk kelembagaan non formal terdiri dari
komunitas-komunitas peduli cagar budaya Trowulan.
1) Kelembagaan Formal
Kelembagaan formal yaitu BPCB Trowulan dan Disporabudpar Kab.
Mojokerto dan Kab. Jombang memiliki tugas yang sama yaitu memelihara
kelestarian dan pengembangan kawasan cagar budaya. Yang membedakan
kedua lembaga ini adalah BPCB Trowulan adalah lembaga yang berada di
bawah naungan pemerintah pusat yaitu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
RI sedangkan Disporabudpar berada di bawah naungan pemerintah daerah Kab.
Mojokerto dan Kab. Jombang. Meskipun begitu, kedua lembaga ini saling
bekerjasama dalam upaya pelestarian dan pengembangan KCB Trowulan.
Berikut adalah tugas pokok dan fungsi lembaga yang ada di tiap lembaga yang
dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Tugas Pokok dan Fungsi di Tiap Lembaga Formal dalam Pelestarian KCB Trowulan
No. Lembaga Tugas Pokok dan Fungsi
1. BPCB Trowulan Pemeliharaan, perlindungan, pemugaran, dokumentasi,
bimbingan dan penyuluhan, penyelidikan dan
pengamanan terhadap peninggalan purbakala bergerak
maupun tidak bergerak serta situs, termasuk yang
berada dilapangan maupun tersimpan di ruangan
Pelaksanaan dan pemeliharaan, pengelolaan dan
pemanfaatan peninggalan purbakala bergerak maupun
tidak serta situs peninggalan arkeolog bawah air
Pelaksanaan dokumentasi dan penetapan peninggalan
purbakala bergerak serta situs termasuk yang berada
dilapangan maupun yang tersimpan diruangan
Pelaksanaan perlindungan, penyidikan dan
pengamanan peninggalan purbakala bergerak maupun
84

No. Lembaga Tugas Pokok dan Fungsi


tidak bergerak serta situs termasuk yang berada
dilapangan maupun yang tersimpan diruangan.
Pelaksanaan pemugaran peninggalan purbakala serta
situs termasuk yang berada dilapangan maupun yang
tersimpan di ruangan
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
2. Disporabudpar Pembinaan manajemen keolahragaan, pembinaan dan
Kab. Mojokerto pengembangan kebudayaan, pemberdayaan kesenian
rakyat serta kesejarahan dan kepurbakalaan
3. Disporabudpar Membantu Bupati dalam menyelenggarakan sebagian
Kab. Jombang urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Jombang di
bidang kepemudaan, olah raga, kebudayaan dan
pariwisata
Dalam melaksanakan tugas pokok, Dinas Pemuda,
Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata mempunyai
fungsi :
 Penyusunan, perumusan dan pengkoordinasian
rencana program dan kegiatan dalam rangka
penetapan kebijakan teknis di bidang pemuda, olah
raga, kebudayaan dan pariwisata
 Pelaksanaan kebijakan teknis operasional dan
pembinaan sarana, peningkatan potensi, promosi
pemuda olahraga, kebudayaan dan pariwisata
 Pelaksanaan pembinaan, bimbingan
pengembangan kesenian dan kegiatan kelestarian
sejarah peninggalan budaya
 Pelaksanaan koordinasi peningkatan dan evaluasi
kegiatan pemuda, olahraga dan pariwisata, seni,
musium, kepurbakalaan budaya
 Pelaksanaan kegiatan dan bimbingan yang terkait
dengan standart pelayanan minimal budaya sesuai
dengan perUndang-Undangan yang berlaku
 Pengelolaan tugas kesekretariatan
Sumber : - BPCB Trowulan, 2017
- Disporabudpar Kab. Mojokerto, 2017
- Diporabudpar Kab. Jombang, 2017

Pada dasarnya BPCB Trowulan memiliki tugas lebih spesifik untuk


pelestarian cagar budaya dibandingkan dengan Disporabudpar dimana fokus
mereka tidak hanya di bidang kebudayaan saja tetapi juga di bidang pemuda,
olahraga, dan pariwisata. Namun wilayah kerja BPCB Trowulan ternyata tidak
hanya lingkup Trowulan saja namun se-Provinsi Jawa Timur. Hal ini
menyebabkan upaya pelestarian yang dilakukan oleh BPCB Trowulan menjadi
tidak fokus di KCB Trowulan saja.
2) Kelembagaan Non Formal
Untuk lembaga non formal yang ada di KCB Trowulan terdiri dari
beberapa komunitas. Salah satu komunitas besar yang ada adalah Komunitas
Save Trowulan. Komunitas ini juga bergabung dalam kelompok Masyarakat
Kejawen. Berbagai macam kegiatan penyelamatan dan pelestarian budaya dan
85

cagar budaya telah banyak dilakukan oleh komunitas-komunitas ini. Contoh


kegiatan tersebut adalah pagelaran seni budaya Majapahit, ruwat agung, kirab,
unduh-unduh patirtaan, grebeg suro, dan lain sebagainya.

Gambar 5.7
Contoh Pagelaran Seni Budaya Majapahit
(Sumber : https://www.facebook.com/Save-Trowulan-1407018319526224/)

Selain aktif di kegiatan-kegiatan fisik seperti pagelaran seni budaya dan acara
adat lainnya, komunitas-komunitas ini juga aktif di media sosial. Komunitas-
komunitas ini memliki akun media sosial dimana dalam akun ini mereka
membagikan berbagai macam informasi mengenai kegiatan yang telah dan akan
dilakukan oleh komunitas tersebut. Akun media sosial milik komunitas-komunitas
ini juga dijadikan sebagai sarana penampung informasi, kritik dan saran yang
ingin disampaikan oleh masyarakat yang aktif di sosial media mengenai berbagai
permasalahan di KCB Trowulan kepada pemerintah. Harapannya ketika pihak
pemerintah membuka aku media sosialnya, mereka dapat langsung
membacanya sehingga penanganan terhadap masalah tersebut akan lebih
cepat.

Gambar 5.8
Akun Media Sosial Milik Komunitas Save Trowulan
(Sumber : https://www.facebook.com/Save-Trowulan-1407018319526224/)
Selain kegiatan fisik dan aktif di sosial media, komunitas ini juga pernah
melakukan demo penolakan pembangunan kepada pemerintah ketika muncul isu
pembangunan pabrik baja KCB Trowulan yaitu tepatnya di Desa Jatipasar,
86

Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Dengan dibantu oleh masyarakat


sekitar, akhirnya demo yang dilakukan telah berhasil menggagalkan rencana
pembangunan pabrik baja tersebut.
5.6.2 Regulasi
Regulasi yang ada dalam upaya pelestarian KCB Trowulan terdiri dari RTRW
Kabupaten Mojokerto Tahun 2012-2032 , RTRW Kabupaten Jombang 2009-
2029, dan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11 Tahun 2015 tentang
Cagar Budaya. RTRW Kab. Mojokerto dan RTRW Kab. Jombang membahas
tentang rencana pola ruang dimana KCB Trowulan direncanakan sebagai
kawasan cagar budaya. Namun rencana tersebut belum detail. Sampai saat ini
belum ada RDTR untuk KCB Trowulan. Sedangkan Perda Kab. Mojokerto No.11
Tahun 2015 berisi tata cara pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Mojokerto
secara umum serta tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan
cagar budaya. Isi dari Perda No.11 Tahun 2015 ini hampir sama dengan UU
No.11 Tahun 2010.

5.7 Sosial Budaya Masyarakat


Dalam analisis sosial budaya masyarakat di KCB Trowulan, yang akan
dibahas pertama adalah asal usul masyarakatnya. Belum ada bukti fakta bahwa
masyarakat di KCB Trowulan adalah keturunan langsung dari Kerajaan
Majapahit. Berdasarkan tulisan ilmiah berjudul History of Java yang dibuat oleh
Sir Thomas Raffles yang merupakan pemrakarsa penemuan bangunan-
bangunan kuno di Trowulan, saat pertama kali ia menginjak tanah Trowulan,
masih sangat sedikit orang yang tinggal di daerah tersebut. Beberapa hipotesis
menyatakan bahwa setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit, Trowulan berhasil
dikusai oleh Islam, sehingga daerah Trowulan ditinggal oleh penduduknya.
Diperkirakan mereka hijrah ke Bali atau daerah yang dianggap lebih kondusif.
Salah satu penduduk lokal di Trowulan menceritakan bagaimana kakeknya dulu
berasal dari Magelang, Jawa Tengah yang hijrah ke Trowulan. Mereka saat itu
membuat tempat tinggal dengan mendirikan rumah gubuk (Biantoro dan
Turmudi, 2013).

1) Kelompok Masyarakat Kejawen di KCB Trowulan


Saat ini mayoritas masyarakat di KCB Trowulan adalah beragama islam.
Namun ada juga sebagian kecil yang beragama kristen, hindu, dan budha.
87

Walaupun dalam data statistik wilayah tidak ada masyarakat yang menganut
agama kepercayaan, namun ritual-ritual kepercayaan masih sering dilakukan
oleh sebagian besar masyarakat di KCB Trowulan dan sekitarnya. Masyarakat ini
disebut dengan Masyarakat Kejawen atau masyarakat yang masih
melaksanakan adat budaya jawa dimana mereka selalu mengkaitkan segala
urusan dan kepercayaannya dengan para leluhur.
Ritual-ritual Kejawen yang dilakukan oleh masyarakat di situs-situs sekitar
KCB Trowulan seperti ruwat agung, kirab, unduh-unduh patirtaan, grebeg suro
dan lain sebagainya ini merupakan salah satu bentuk penghormatan masyarakat
kepada para leluhurnya. Walaupun pada dasarnya sebagian masyarakat kurang
mengetahui pasti apakah leluhurnya memang berasal dari keturunan Majapahit
asli atau bukan, namun kegiatan itu masih tetap rutin dilakukan oleh masyarakat
dan menjadi tradisi secara turun temurun.

Gambar 5.9
Contoh Acara Ritual Kejawen di KCB Trowulan
(Kirab Getah Getih Majapahit 2016)
(Sumber : https://scontent-sin6-1.cdninstagram.com)

Dengan adanya kegiatan ritual ini, secara tidak langsung membuat


masyarakat merasa perlu untuk melindungi benda-benda cagar budaya yang ada
dari kerusakan dan kepunahan. Hal ini terbukti ketika sebuah berita muncul pada
pada tahun 2013 mengenai rencana pendirian bangunan pabrik baja milik PT
Manunggal Sentra Baja di KCB Trowulan yaitu tepatnya berada di Desa
Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Lokasi pembangunan
pabrik baja ini sangat dekat dengan situs Gapura/Candi Wringin Lawang yaitu
yaitu 500 meter. Mendengar hal tersebut, dengan dibantu oleh komunitas
peduli lingkungan dan cagar budaya, masyarakat sekitar melakukan unjuk rasa
dan menolak pendirian pabrik baja karena lokasi pabrik tersebut berada pada
kawasan cagar budaya dimana hal ini dikhawatirkan dapat mengancam
kelestarian situs cagar budaya. Bupati Kabupaten Mojokerto selaku pemerintah
88

setempat pun memberi tanggapan terhadap demo yang ada dengan


mengeluarkan perintah pemberhentian aktivitas pembangunan pabrik. Disisi lain
masyarakat merasa senang dengan keputusan tersebut, namun disisi lain pihak
pemilik pabrik baja merasa dirugikan dengan adanya keputusan ini sehingga
mereka mengajukan tuntutan kepada pemerintah. Sampai sekarang belum ada
kabar mengenai kelanjutan dari tuntutan tersebut.

Gambar 5.10
Berita dan Suasana Demo Penolakan Pendirian Pabrik Baja di KCB Trowulan
Tahun 2013
(Sumber : http://surabaya.tribunnews.com/)

2) Kelompok Masyarakat Pengrajin Batu Bata


Selain masyarakat yang peduli akan kelestarian cagar budaya yang
terkait dengan adat kejawen, ada juga kelompok masyarakat di KCB Trowulan
yang kurang peduli dengan kelestarian cagar budaya. Kelompok masyarakat
tersebut adalah kelompok pengrajin batu bata. Pada awalnya masyarakat
mayoritas bekerja di sektor pertanian. Mereka hanya melakukan kegiatan
bercocok tanam layaknya kegiatan bertani pada biasanya. Namun pada tahun
1950, kondisi pertanian semakin mengalami keterpurukan karena meningkatnya
harga pupuk. Hal ini menyebabkan masyarakat mencari penghasilan tambahan
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan melakukan pencarian emas di
lahan pertanian milik mereka yang kemudian emas tersebut dijual oleh
masyarakat. Emas-emas yang ditemukan masyarakat tersebut diduga kuat
merupakan sisa-sisa peninggalan masa Kerajaan Majapahit yang terpendam di
dalam tanah.
Kegiatan mencari emas tersebut berlangsung hingga tahun 1970. Pada tahun
tersebut, emas yang dicari oleh masyarakat mulai dirasa sulit untuk ditemukan
sehingga masyarakat beralih beraktivitas menjadi pencari batu bata merah kuno
89

bekas bangunan-bangunan peninggalan masa Kerajaan Majapahit. Periode


tahun 1970-an ini dianggap sebagai era kerusakan arkeologis di KCB Trowulan.
Memasuki tahun 1980, batu bata merah mulai sulit untuk ditemukan
sehingga masyarakat beralih profesi tidak lagi bekerja sebagai pencari batu bata
merah, melainkan bekerja sebagai pengrajin batu bata/ industri batu bata dengan
memanfaatkan lapisan tanah subur di lahan pertanian mereka. Kegiatan industri
batu bata ini berlangsung hingga sekarang. Pada tahun 2014, di Kecamatan
Trowulan yang merupakan daerah padat akan temuan cagar budaya telah
tercatat sebanyak 302 unit/titik industri batu bata tersebar di seluruh kecamatan
dengan jumlah tenaga kerja total yang ada sebanyak 410 jiwa (Kecamatan
Trowulan Dalam Angka, 2015).
Selama proses industri batu bata, secara tidak sengaja masyarakat sering
menemukan sisa-sisa peninggalan arkeologi seperti keramik, patung, mata uang
kuno, pondasi-pondasi bangunan kuno, serpihan batu bata merah kuno, dan
benda arkeologi lainnya. Berdasarkan UU No.11 Tahun 2010, temuan benda-
benda arkeologi tersebut harus diserahkan kepada pihak yang berwajib atau
pemerintah setempat. Namun kenyataanya masyarakat lebih memilih untuk
menjual temuan benda arkeologi kepada pengumpul benda arkeologi. Temuan
benda arkeologi tersebut oleh pengumpul nantinya akan dijual kepada kolektor
benda antik.
Penyusun telah melakukan wawancara kepada beberapa pengrajin batu
bata yang ada di KCB Trowulan. Salah satu pengrajin yang diwawancarai yaitu
pengrajin batu bata di sekitar kawasan Candi Tikus, Desa Temon, Kecamatan
Trowulan. Beliau mengaku saat melakukan pekerjaannya, apabila ia menemukan
temuan arkeologi berupa pondasi bangunan arkeologi kuno yang dianggap
mengganggu kegiatan industri batu bata, maka ia akan langsung
membongkarnya. Pembongkaran itu langsung dilakukan apabila tidak ketahuan
oleh pihak berwajib atau pemerintah setempat. Hal ini terpaksa dilakukan karena
beliau mengaku telah menyewa lahan yang digunakan untuk membuat batu bata
dengan harga yang mahal dan mereka akan mengalami kerugian apabila tidak
membongkarnya. Begitu juga benda cagar budaya yang beliau temukan ketika
melakukan pekerjaannya. Beliau akan langsung menjualnya kepada pengumpul
untuk dijual lagi kepada kolektor. Temuan benda cagar budaya yang dijual
kepada pengumpul akan dihargai dengan harga yang tinggi dibandingkan
apabila diserahkan kepada pemerintah. Terkadang pemerintah hanya
90

memberikan imbalan yang lebih kecil dan bahkan tidak ada imbalan sama sekali
untuk benda cagar budaya yang telah ditemukan.

Gambar 5.11
Salah Satu Pengrajin Batu Bata di KCB Trowulan
(Sumber : Survey Primer, 2016)

Para pengrajin batu bata ini mengaku bahwa mereka sebenarnya telah
sadar akan pentingnya cagar budaya. Mereka terpaksa melakukan hal tersebut
karena tuntutan ekonomi. Para pengrajin batu bata yang sebagian besar
merupakan seorang kepala keluarga yang tergolong kurang mampu ini memang
harus mencukupi kebutuhan hidup untuk diri sendiri dan keluarganya. Untuk
mencari pekerjaan yang lain pun mereka tidak bisa karena rendahnya tingkat
pendidikan dan minimnya pengalaman kerja yang mereka miliki. Lagi pula
pekerjaan pengrajin batu bata ini telah berlangsung lama sejak tahun 1980-an
yang diwariskan secara turun temurun sehingga sulit untuk ditinggalkan. Namun
masyarakat pengrajin batu bata tidak memungkiri bahwa mereka akan mau
berhenti untuk menjual dan merusak benda cagar budaya apabila pemerintah
mau memberikan imbalan yang besar untuk hasil penemuan benda cagar
budaya yang mereka temukan ataupun diberi pekerjaan lain yang layak untuk
mereka.
BAB VI
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN CAGAR BUDAYA TROWULAN

6.1 Arahan Peraturan Zonasi KCB Trowulan


Arahan peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang di KCB Trowulan. Arahan peraturan zonasi KCB Trowulan
terdiri dari teks zonasi dan peta zonasi. Untuk teks zonasi memuat berbagai
macam ketentuan zonasi yaitu :
1) Deskripsi batas keruangan / zona yang telah ditentukan
2) Ketentuan kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan, diizinkan
secara terbatas, diizinkan secara bersyarat, dan tidak diizinkan
3) Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai dasar kelengkapan
dasar fisik lingkungan yang mendukung berfungsinya zona secara optimal
4) Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mengendalikan pemanfaatan pada
KCB Trowulan
Sedangkan untuk peta zonasi memuat tentang peraturan zonasi yang
digambarkan dalam bentuk gambar peta.

6.1.1 Batas Keruangan / Zona


Klasifikasi batas keruangan / zona di KCB Trowulan terdiri dari 3 zona
yaitu :
1) Zona Inti
Zona inti diperuntukkan bagi perlindungan dan pemeliharaan kelestarian
lingkungan fisik situs cagar budaya dimana saat ini sebanyak 66 situs cagar
budaya yang telah ditemukan di KCB Trowulan. Selain itu zona inti juga berfungsi
sebagai area perlindungan untuk benda cagar budaya yang masih terpendam di
dalam tanah. Luas zona inti adalah 2.324,03 ha.
2) Zona Penyangga
Zona penyangga merupakan daerah yang berada di sekeliling zona inti.
Zona penyangga berfungsi untuk mengatur pembangunan dan guna lahan dalam
upaya mendukung pelestarian zona inti. Luas zona penyangga adalah 1.775,65
ha.

91
92

3) Zona Pengembangan dan Penunjang


Zona pengembangan dan zona penunjang di KCB Trowulan dapat
dijadikan satu zona karena tujuan dari kedua zona ini sama yaitu untuk
mendorong keberagaman guna lahan dari wilayah keberadaan zonasi. Luas
zona pengembangan dan penunjang adalah 9.703,36 ha.
6.1.2 Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Ruang
Ketentuan kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan, diizinkan
secara terbatas, diizinkan secara bersyarat, dan tidak diizinkan di KCB Trowulan
yaitu sebagai berikut :
1) Zona Inti
Kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan di zona inti adalah
pertanian, perkebunan, dan RTH
Kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan secara terbatas di zona inti
adalah rumah tunggal, kios, ruko, warung, hotel, restoran, sarana
pendidikan, sarana peribadatan, sarana kesehatan, sarana pemerintahan,
campuran perumahan dan perdagangan/jasa, campuran perumahan dan
perkantoran
Kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan secara bersyarat di zona inti
adalah industri sedang dan industri kecil&kerajinan
Kegiatan dan penggunaan ruang yang tidak diizinkan berada di zona inti
adalah industri besar
2) Zona Penyangga
Kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan di zona penyangga adalah
pertanian, perkebunan, dan RTH
Kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan secara terbatas di zona
penyangga adalah rumah tunggal, kios, ruko, warung, hotel, restoran, sarana
pendidikan, sarana peribadatan, sarana kesehatan, sarana pemerintahan,
campuran perumahan dan perdagangan/jasa, campuran perumahan dan
perkantoran
Kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan secara bersyarat di zona
penyangga adalah industri sedang dan industri kecil&kerajinan
Kegiatan dan penggunaan ruang yang tidak diizinkan berada di zona
penyangg adalah industri besar
93

3) Zona Pengembangan dan Penunjang


Kegiatan dan penggunaan ruang yang diizinkan di zona pengembangan dan
penunjang adalah rumah tunggal, kios, ruko, warung, hotel, restoran, industri
kecil dan kerajinan, sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana
kesehatan, sarana pemerintahan, sarana pariwisata, pertanian, perkebunan,
dan RTH, campuran perumahan dan perdagangan/jasa, campuran
perumahan dan perkantoran
Di dalam zona pengembangan dan penunjang, kegiatan dan penggunaan
berupa industri besar dan industri sedang diizinkan dengan syarat tidak
mengganggu kelestarian cagar budaya
6.1.3 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Ketentuan intesitas pemanfaatan ruang di KCB Trowulan ini mengacu
ketetapan yang ada pada RTRW Kabupaten Mojokerto Tahun 2012-2032.
Berikut adalah ketentuan intensitas pemanfaatan ruang di KCB Trowulan yang
dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang di KCB Trowulan
Jenis Kegiatan & pemanfaatan
No. KDB maks KLB maks KDH
Ruang
1 Perumahan 60% 2,4 20%
2 Perdagangan dan Jasa 70% 2 20%
3 Industri 60% 7 20%
4 Pendidikan dan Peribadatan 60% 2 30%
5 Perkantoran dan Pemerintahan 60% 2 30%
6 Pelayanan Kesehatan 70% 4 20%
Sumber : Hasil Rencana, 2017

6.1.4 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimum


Ketentuan prasarana dan sarana minimum di KCB Trowulan yaitu
sebagai berikut :
1) Zona Inti
Pada zona inti, sarana dan prasarana yang diizinkan hanya yang bersifat
vital seperti jalan, papan informasi, exit and enter gate, jaringan BTS,
jaringan persampahan, dan jaringan sanitasi
94

2) Zona Penyangga
Sarana dan prasarana yang diizinkan ada di zona penyangga adalah
jalan, papan informasi, jaringan BTS, jaringan persampahan, dan jaringan
sanitasi
3) Zona Pengembangan dan Penunjang
Dalam zona pengembangan dan penunjang, semua jenis sarana dan
prasarana diizinkan ada di zona ini
Sarana dan prasarana tersebut meliputi jalan, tempat parkir, hotel,
wisma, agen perjalanan, Tourist Information Centre, papan informasi,
exit and enter gate, angkutan khusus menuju situs cagar budaya /
wisata budaya, rumah makan, mini market, pusat cinderamata dan
oleh-oleh, telepon umum, jaringan BTS, bank, ATM, poliklinik, kantor
polisi, kantor keamanan / pos satpam, jaringan persampahan, dan
jaringan sanitasi

6.1.5 Ketentuan Lain


Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang
pada KCB Trowulan adalah sebagai berikut :
Status kepemilikan lahan di zona inti sebaiknya milik pemerintah agar
pemeliharaan serta penggalian benda cagar budaya di dalam tanah lebih
mudah untuk dilakukan
Untuk peta zonasi dapat dilihat pada Gambar 6.1., Gambar 6.2, dan Gambar
6.3
Kode Luas BAGIAN 1 (ZONA INTI)
No. Zona
Zona (ha)
1. Inti ZI 2.324,03 I. Kententuan Kegiatan Penggunaan Ruang
2. Penyangga ZP 1.775,65 Kegiatan dan penggunaan ruang yang
3.
Pengembangan
ZPP 9.703,36
diizinkan di zona inti adalah pertanian,
dan Penunjang perkebunan, dan RTH
Kegiatan dan penggunaan ruang yang
III. Ketentuan Sarana dan diizinkan secara terbatas di zona inti adalah
Prasarana Minimum rumah tunggal, kios, ruko, warung, hotel,
Sarana dan prasarana yang restoran, sarana pendidikan, sarana
diizinkan ada di zona peribadatan, sarana kesehatan, sarana
penyangga adalah jalan, pemerintahan, campuran perumahan dan
papan informasi, jaringan perdagangan/jasa, campuran perumahan dan
ZP BTS, jaringan persampahan, perkantoran
dan jaringan sanitasi Kegiatan dan penggunaan ruang yang
diizinkan secara bersyarat di zona inti adalah
IV. Ketentuan Lain industri sedang dan industri kecil&kerajinan
Status kepemilikan lahan di Kegiatan dan penggunaan ruang yang tidak
ZI
zona inti sebaiknya milik diizinkan berada di zona inti adalah industri
pemerintah agar besar
pemeliharaan serta II. Kententuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
penggalian benda cagar
budaya di dalam tanah lebih
mudah untuk dilakukan

ZPP

Gambar 6.1
Peta Zonasi Bagian 1 ( Zona Inti)
(Sumber : Hasil Rencana, 2017)

95
Kode Luas
No. Zona
Zona (ha)
BAGIAN 2 (ZONA PENYANGGA)
1. Inti ZI 2.324,03 I. Kententuan Kegiatan Penggunaan Ruang
2. Penyangga ZP 1.775,65 Kegiatan dan penggunaan ruang yang
3.
Pengembangan
ZPP 9.703,36 diizinkan di zona penyangga adalah
dan Penunjang pertanian, perkebunan, dan RTH
Kegiatan dan penggunaan ruang yang
III. Ketentuan Sarana dan diizinkan secara terbatas di zona penyangga
Prasarana Minimum adalah rumah tunggal, kios, ruko, warung,
Sarana dan prasarana yang hotel, restoran, sarana pendidikan, sarana
diizinkan ada di zona peribadatan, sarana kesehatan, sarana
penyangga adalah jalan, papan pemerintahan, campuran perumahan dan
informasi, jaringan BTS, perdagangan/jasa, campuran perumahan dan
ZP jaringan persampahan, dan perkantoran
jaringan sanitasi Kegiatan dan penggunaan ruang yang
diizinkan secara bersyarat di zona penyangga
adalah industri sedang dan industri
kecil&kerajinan
ZI
Kegiatan dan penggunaan ruang yang tidak
diizinkan berada di zona penyangg adalah
industri besar
II. Kententuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

ZPP

Gambar 6.2
Peta Zonasi Bagian 2 ( Zona Penyangga)
(Sumber : Hasil Rencana, 2017)

96
No. Zona
Kode Luas BAGIAN 3 (ZONA PENGEMBANGAN DAN
Zona (ha) PENUNJANG)
1. Inti ZI 2.324,03 I. Kententuan Kegiatan Penggunaan Ruang
2. Penyangga ZP 1.775,65
Pengembangan Kegiatan dan penggunaan ruang yang
3. ZPP 9.703,36 diizinkan di zona pengembangan dan
dan Penunjang
penunjang adalah rumah tunggal, kios, ruko,
III. Ketentuan Sarana dan Prasarana warung, hotel, restoran, industri kecil dan
Minimum kerajinan, sarana pendidikan, sarana
Dalam zona pengembangan dan peribadatan, sarana kesehatan, sarana
penunjang, semua jenis sarana dan pemerintahan, sarana pariwisata, pertanian,
prasarana diizinkan ada di zona ini perkebunan, dan RTH, campuran perumahan
Sarana dan prasarana tersebut dan perdagangan/jasa, campuran perumahan
ZP meliputi jalan, tempat parkir, hotel, dan perkantoran
wisma, agen perjalanan, Tourist Di dalam zona pengembangan dan
Information Centre, papan penunjang, kegiatan dan penggunaan berupa
informasi, exit and enter gate, industri besar dan industri sedang diizinkan
angkutan khusus menuju situs dengan syarat tidak mengganggu kelestarian
ZI cagar budaya / wisata budaya, cagar budaya
rumah makan, mini market, pusat II. Kententuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
cinderamata dan oleh-oleh, telepon
umum, jaringan BTS, bank, ATM,
poliklinik, kantor polisi, kantor
keamanan / pos satpam, jaringan
persampahan, dan jaringan sanitasi
ZPP

Gambar 6.3
Peta Zonasi Bagian 3 ( Zona Pengembangan dan Penunjang)
(Sumber : Hasil Rencana, 2017)

97
98

6.2 Arahan Perizinan


Bentuk izin pemanfaatan ruang berupa izin prinsip, izin lokasi, izin
penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lain
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pemanfaatan
ruang harus mendapat izin sesuai dengan peruntukan wilayah berdasarkan
zonasi yang ditetapkan. Izin pemanfaatan ruang untuk KCB Trowulan ini
mengacu pada ketentuan yang ada pada RTRW Kabupaten Mojokerto, RTRW
Kabupaten Jombang, serta peraturan kegiatan dan pemanfaatan ruang di KCB
Trowulann. Berikut adalah penjelasan dari bentuk izin pemanfaatan ruang
tersebut.
1) Izin Prinsip
Izin prinsip diberikan untuk kegiatan usaha dan industri dengan kriteria
batasan luasan tanah > dari 5.000 m2
Izin prinsip merupakan persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada
orang atau badan hukum untuk menanamkan modal atau
mengembangkan kegiatan atau pembangunan di KCB Trowulan sesuai
dengan kebijakan penataan ruang KCB Trowulan
Izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan
izin lainnya yaitu izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, izin
mendirikan bangunan, dan izin lain berdasarkan peraturan perundang-
undangan
Izin prinsip diutamakan untuk diberikan di zona pengembangan dan
penunjang
2) Izin Lokasi
Izin lokasi diizinkan dengan ketentuan berikut :

Untuk luas sampai dengan 25 ha diberikan izin selama 1 tahun


Untuk luas lebih dari 25 sampai dengan 50 ha diberikan izin selama 2
tahun
Untuk luas lebih dari 50 ha diberikan izin selama 3 tahun
3) Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah
Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) diizinkan dengan ketentuan
berikut :
Izin penggunaan pemanfaatan tanah ini merupakan sebuah izin untuk
melakukan perubahan penggunaan tanah merupakan izin yang diberikan
99

kepada pemohon untuk melakukan perubahan penggunaan tanah yang


sesuai dengan rencana tata ruang kawasan cagar budaya Trowulan.
4) Izin Mendirikan Bangunan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan izin yang diberikan kepada
pemilik bangunan gedung untuk membangun, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif
dan persyaratan teknis.
5) Izin Lain Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
Izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan
ketentuan izin usaha perkebunan, pariwisata, industri, perdagangan, dan sektoral
lainnya yang disyaratkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6.3 Arahan Insentif dan Disinsentif


1) Insentif
Insentif diberikan untuk kegiatan-kegiatan dan faktor-faktor yang didorong
pengembangannya dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Bentuk-bentuk insentif yang diberikan untuk
kegiatan-kegiatan dan faktor-faktor yang didorong pengembangannya dapat
dilihat pada Tabel 6.2 berikut.
Tabel 6.2
Bentuk Intensif untuk Faktor-faktor yang Harus Didorong Pengembangannya
No. Faktor yang Didorong Bentuk Insentif
Terdapat kegiatan dan penggunaan dimudahkan dalam izin
ruang yang diizinkan di zona pembangunan
pengembangan yaitu : diberikan keringan pajak
- rumah tunggal diberikan subsidi prasarana
- rumah ada diberikan uang ganti rugi kepada
- kios pemilik jenis kegiatan serupa
yang bersedia untuk
- ruko
memindahkan lokasi kegiatan
1. - warung dan penggunaan ruangnya dari
- hotel zona inti/zona penyangga ke
- restoran zona pengembangan dan
- industri kecil & kerajinan penunjang
- sarana pendidikan
- sarana peribadatan
- sarana kesehatan
- sarana pemerintahan
diberikan prasana pendukung
Sudah tersedia fasilitas pariwisata berupa
2. seperti jalan, jaringan listrik,
TIC (Tourist Information Centre)
dan jaringan air
Sudah tersedia fasilitas pariwisata berupa publikasi/mempromosikan
papan informasi seperti papan penunjuk wisata budaya di KCB Trowulan
3.
jalan, papan informasi mengenai sejarah yang dilakukan oleh pemerintah
situs cagar budaya, dan papan informasi kepada pemerintah daerah
100

No. Faktor yang Didorong Bentuk Insentif


larangan merusak situs cagar budaya
berserta denda dan sanksi yang
dikenakan apabila melanggar
publikasi/mempromosikan wisata
Sudah tersedia Exit and Enter Gate di tiap budaya di KCB Trowulan yang
4.
lokasi situs cagar budaya dilakukan oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah
memberikan kompensasi untuk
Sudah tersedia prasarana komunikasi
5. pemerintah daerah dari
berupa jaringan BTS
pemerintah pusat
publikasi/mempromosikan wisata
Sudah tersedia sarana keamanan berupa
budaya di KCB Trowulan yang
6. pos satpam di beberapa lokasi situs cagar
dilakukan oleh pemerintah pusat
budaya di KCB Trowulan
kepada pemerintah daerah
memberikan kompensasi untuk
Sudah tersedia jaringan persampahan di
7. pemerintah daerah dari
KCB Trowulan
pemerintah pusat
memberikan kompensasi untuk
Sudah tersedia jaringan sanitasi di KCB
8. pemerintah daerah dari
Trowulan
pemerintah pusat
memberikan prasarana
pendukung
Memiliki lembaga formal khusus untuk
9. memberikan penghargaan atas
menangani pelestarian cagar budaya
usaha yang dilakukan dalam
upaya pelestarian cagar budaya
memberikan penghargaan atas
usaha yang dilakukan dalam
Memiliki lembaga informal berupa
10. upaya pelestarian cagar budaya
komunitas Save Trowulan
memberikan sewa ruang untuk
tempat berkumpul
Sumber : Hasil Rencana, 2017

2) Disinsentif
Disinsentif diberikan untuk kegiatan-kegiatan dan faktor-faktor yang
dikendalikan pengembangannya dengan tetap menghormati hak orang sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan. Bentuk-bentuk disinsentif yang
diberikan untuk kegiatan-kegiatan dan faktor-faktor yang dikendalikan
pengembangannya dapat dilihat pada Tabel 6.3 berikut.
Tabel 6.3
Bentuk Disintensif untuk Faktor-faktor yang Harus Dikendalikan
Pengembangannya
No. Faktor yang Dikendalikan Bentuk Disinsentif
Pemerintah memberikan
persyaratan khusus dalam
Pada zona inti dan penyangga terdapat perizinan (kegiatan diizinkan
kegiatan dan penggunaan ruang yang selama tidak mengancam
1.
diizinkan bersyarat yaitu industri sedang kelesatarian cagar budaya)
dan industri kecil & kerajinan Pembatasan penyediaan sarana
dan prasarana
Menaikkan pajak
2. Pada zona inti dan zona penyangga pemerintah pusat dan daerah
101

No. Faktor yang Dikendalikan Bentuk Disinsentif


terdapat kegiatan dan penggunaan ruang memberikan status zona inti dan
yang berstatus diizinkan terbatas yaitu : zona penyangga sebagai
Rumah tunggal kawasan yang dibatasi
Kios pembangunannya untuk
Ruko kegiatan rumah tinggal, kios,
Warung ruko, warung hotel, restoran,
Hotel sarana pendidikan, sarana
Restoran peribadatan, sarana kesehatan,
Sarana pendidikan sarana pemerintahan, campuran
perumahan dan
Sarana peribadatan
perdagangan/jasa, dan
Sarana kesehatan
campuran perumahan dan
Sarana pemerintahan perkantoran
Campuran perumahan dan Pembatasan penyediaan
perdagangan/jasa prasarana dan sarana
Campuran perumahan dan Menaikkan pajak
perkantoran
Persyaratan khusus dalam
perizinan
Terdapat kegiatan dan penggunaan ruang pemilik industri wajib
berupa industri besar dan industri sedang memberikan kompensasi
2.
yang memiliki status diizinkan bersyarat di terhadap masyarakat sekitar dan
zona pengembangan dan penunjang pemerintah
pembatasan penyediaan sarana
dan prasarana
Status kepemilikan lahan di area menaikkan pajak
perlindungan utama cagar budaya yaitu memberikan persyaratan khusus
zona inti tidak semua berstatus sebagai dalam perizinan (hanya
3.
milik pemerintah sehingga segala diperbolehkan untuk
penanganan dalam upaya pelestarian sulit pemanfaatan pertanian,
dilakukan perkebunan, dan RTH)
Tidak memiliki jalur khusus untuk wisata membuat surat perintah larangan
budaya / menuju ke situs cagar budaya kendaraan umum untuk masuk
4.
(jalan yang ada masih berstatus sebagai ke dalam zona inti dan zona
jalan umum) penyangga
Tempat parkir untuk kendaraan memindahkan ruang untuk parkir
5. pengunjung situs cagar budaya berada ke zona pengembangan dan
pada zona inti penunjang
Banyak kendaraan roda 4 dan kendaraan melarang kendaraan umum
roda >4 parkir di bahu jalan karena masuk dalam zona inti dan zona
6.
kurangnya lahan parkir sehingga penyangga
mengganggu kelancaran lalu lintas
Lokasi sarana penginapan (hotel dan memindahkan sarana
7. wisma) untuk para wisatawan berada penginapan ke zona
pada zona yang tidak diizinkan pengembangan dan penunjang
Sarana Catering Service berupa rumah memindahkan sarana catering
8. makan berada pada zona yang tidak service ke zona pengembangan
diizinkan dan penunjang
Sarana perbelanjaan berupa mini market memindahkan sarana
9. dan pusat cinderamata berada pada zona perbelanjaan ke zona
yang tidak diizinkan pengembangan dan penunjang
memindahkan bank dan ATM ke
Sarana perbankan berupa bank dan ATM
9. zona pengembangan dan
berada pada zona yang tidak diizinkan
penunjang
Sarana kesehatan berupa poliklinik dan memindahkan sarana poliklinik
10.
puskesmas berada pada zona yang tidak dan puskesmas ke zona
102

No. Faktor yang Dikendalikan Bentuk Disinsentif


diizinkan pengembangan dan penunjang
memindahkan kantor polisi ke
Sarana keamanan berupa kantor polisi
11. zona pengembangan dan
berada pada zona yang tidak diizinkan
penunjang
Sumber : Hasil Rencana, 2017

6.4 Arahan Pengenaan Sanksi Administratif


Pengenaan sanksi administratif merupakan tindakan penertiban yang
dilakukann terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dan peraturan zonasi. Arahan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan
sanksi terhadap :
1. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang KCB
Trowulan
2. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh pejabat berwenang
3. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang
4. Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai milik umum
Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang di KCB
Trowulan dikenakan berdasarkan kriteria :
a. Besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaan penataan
ruang terutama dampak pada kelestarian cagar budaya
b. Nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran
penataan ruang
c. Kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang
Sanksi administratif terdiri dari :
1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara
3. Penghentian sementara terhadap pelayanan umum
4. Penutupan lokasi
5. Pencabutan izin
6. Pembatalan izin
7. Pembongkaran bangunan
8. Pemulihan fungsi ruang
9. Denda administratif
103

Berikut adalah penjelasan mengenai langkah-langkah yang harus


dilakukan pada masing-masing sanksi yang dapat dilihat pada Tabel 6.4
Tabel 6.4
Ketentuan Sanksi
No. Bentuk Sanksi Ketentuan
1. Peringatan tertulis Surat peringatan tertulis diberikan kepada
pemilik industri besar yang berada pada
zona inti dan penyangga karena status
mereka yang tidak diizinkan berada di zona
tersebut.
Surat peringatan tertulis memuat :
- Rincian pelanggaran dalam penataan
ruang
- Kewajiban untuk menyesuaikan
kegiatan pemanfaatan ruang dengan
rencana tata ruang dan ketentuan
teknis pemanfaatan ruang
- Tindakan pengenaan sanksi yang akan
diberikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Pemberian surat peringatan tertulis dengan
penerbitan surat peringatan tertulis
sebanyak-banyaknya 3 kali
2. Penghentian sementara Apabila peringatan tertulis diabaikan,
pejabat berwenang menerbitkan surat
keputusan penghentian sementara kegiatan
pemanfaatan ruang
Berdasarkan surat keputusan, pejabat
berwenang melakukan penghentian
sementara kegiatan pemanfaatan ruang
secara paksa
Setelah kegiatan pemanfaatan ruang
dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan
pemmanfaatan ruang yang dihentikan tidak
beroperasi kembali sampai dengan
terpenuhinya kewajiban
3. Penghentian sementara Pejabat yang berwenang menerbitkan surat
terhadap pelayanan umum peringatan tertulis
Apabila surat peringatan tetulus diabaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat
keputusan penghentian sementara
pelayanan umum dengan memuat
penjelasan dan rincian jenis pelayanan
umum yang akan dihentikan sementara
Berdasarkan surar keputusan penghentian
sementara pelayanan umum, pejabat yang
berwenang menyampaikan perintah kepada
penyedia jasa pelayanan umum untuk
menghentikan sementara pelayanan kepada
orang yang melakukan pelanggaran
Setelah pelayanan umum dihentikan kepada
orang yang melakukan pelanggaran, pejabat
yang berwenang melakukan pengawasan
untuk memastikan tidak terdapat pelayanan
umum kepada orang yang melakukan
104

No. Bentuk Sanksi Ketentuan


pelanggaran tersebut sampai terpenuhinya
kewajiban
4. Penutupan lokasi Pejabat yang berwenang menerbitkan surat
peringatan tertulis
Apabila peringatan tertulis diabaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat
keputusaan penutupan lokasi
Berdasarkan surat keputusan penutupan
lokasi, pejabat yang berwenang melakukan
penutupan lokasi dengan bantuan aparat
penertiban melakukan penutupan lokasi
secara paksa
Setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat
yang berwenang melakukan pengawasan
untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak
dibuka kembali sampai dengan orang yang
melakukan pelanggaran memenuhi
kewajiban
5. Pencabutan izin Pejabat yang berwenang menerbitkan surat
peringatan tertulis
Apabila surat peringatan tertulis diabaikan,
pejabat yang berwenang mencabut izin
menerbitkan surat keputusan pencabutan
izin
Berdasarkan surat keputusan pencabutan
izin, pejabat berwenang memberitahukan
kepada orang yang melakukan pelanggaran
mengenai status izin yang telah dicabut
sekaligus perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang yang telah
dicabut izinnya
Apabila perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang diabaikan,
pejabat yang berwenang melakukan
tindakan penertiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
6. Pembatalan izin Pejabat yang berwenang menerbitkan surat
peringatan tertulis
Apabila surat peringatan diabaikan, pejabat
berwenang melakukan pembatalan izin
dengan menerbitkan surat keputusan
pembatalan izin
Berdasarkan surat keputusan pembatalan
izin, pejabat berwenang memberitahukan
kepada orang yang melakukan pelanggaran
mengenai status izin yang telah dibatalkan
sekaligus perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang yang telah
dibatalkan izinnya
Apabila perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang diabaikan,
pejabat yang berwenang melakukan
tindakan penertiban sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
7. Pembongkaran bangunan Pejabat yang berwenang menerbitkan surat
peringatan tertulis
105

No. Bentuk Sanksi Ketentuan


Apabila surat peringatan tertulis diabaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat
keputusan pembongkaran bangunan
Berdasarkan surat keputusan
pembongkaran bangunan, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
8. Pemulihan fungsi ruang Pejabat yang berwenang menerbitkan surat
peringatan tertulis
Apabila surat peringatan diabaikan, pejabat
yang berwenang menerbitkan surat
pemulihan fungsi ruang
Berdasarkan surat perintah, pejabat
berwenang memberitahukan kepada orang
yang melakukan pelanggaran mengenai
ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara
pemulihan fungsi ruang yang dilaksanakan
dalam jangka waktu tertentu
Pejabat berwenang melakukan pengawasan
pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi
ruang
Apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi
orang yang melakukan pelanggaran, pejabat
berwenang melakukan tindakan pemulihan
fungsi ruang secara paksa
9. Denda administratif Denda administrasi dapat dikenakan secara
tersendiri atau bersama-sama dengan
pengenaan sanksi administratif
Sumber : Hasil Rencana, 2017
BAB VII
ARAHAN PERATURAN ZONASI DAERAH PRIORITAS
(DESA SENTONOREJO)

KCB Trowulan terbagi atas zona inti, zona penyangga, zona


pengembangan dan penunjang. Daerah yang masuk dalam zona inti merupakan
daerah yang lebih diprioritaskan pengendalian pemanfaatan ruangnya
dibandingkan dengan daerah yang lain karena di dalam zona inti terdapat situs-
situs cagar budaya yang harus dilindungi.
Desa Sentonorejo adalah salah satu desa yang berada di zona inti KCB
Trowulan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Secara
administratif, Desa Sentonorejo berada di Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto. Desa Sentonorejo ini jika dilihat dari foto udara berada di pusat (di
tengah-tengah) KCB Trowulan. Di dalam desa ini terdapat beberapa situs cagar
budaya antara lain Makam 7 Troloyo, Permukiman Sentonorejo, Lantai Segi 6,
Sumur Upas, Candi Kedaton, Situs Sentonorejo, dan beberapa struktur batu bata
kuno.
Karena letak Desa Sentonorejo berada di tengah-tengah KCB Trowulan
dan memiliki banyak situs cagar budaya, hal tersebut dijadikan alasan oleh
penulis untuk memilih Desa Sentonorejo sebagai daerah yang dibahas lebih
lanjut pengendalian pemanfaatan ruangnya. Bentuk pengendalian pemanfaatan
ruang yang dimaksud adalah peraturan zonasi. Pedoman yang digunakan adalah
PP No.15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Berikut akan
dibahas peraturan zonasi untuk Desa Sentonorejo.
Desa Sentonorejo terdiri dari beberapa zona peruntukan.
Pengklasifikasian zona peruntukan di Desa Sentonorejo didapatkan berdasarkan
kondisi eksisting yang ada di Desa Sentonorejo. Zona peruntukan di Desa
Sentonorejo terdiri dari :
Kawasan Lindung :
1) Zona suaka alam dan cagar budaya
Kawasan Budidaya :
1) Zona perumahan dengan subzona rumah kepadatan sedang
2) Zona industri dengan subzona industri kecil

106
107

3) Zona sarana pelayanan umum dengan subzona pendidikan, olahraga, dan


peribadatan
4) Zona peruntukan lainnya dengan subzona pertanian
5) Zona peruntukan campuran dengan subzona perumahan dan
perdagangan/jasa, perumahan dan perkantoran
Kode untuk subzona akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Suaka alam dan cagar budaya = SC
2) Rumah kepadatan sedang = R3
3) Industri kecil = I3
4) Pendidikan = SPU-1
5) Olahraga = SPU-4
6) Peribadatan = SPU-6
7) Pertanian = PL-1
8) Campuran perurumahan dan perdagangan/jasa = C-1
9) Campuran perumahan dan perkantoran = C-2

Peraturan Zonasi di Desa Sentonorejo dapat dilihat pada Tabel 7.1 berikut.
Peratuan zonasi ini juga dimuat dalam bentuk peta zonasi. Peta zonasi untuk
Desa Sentonorejo ini memiliki skala peta 1:8000. Untuk lebh jelasnya mengenai
peta zonasi Desa Sentonorejo dapat dilihat pada Gambar 7.1
Tabel 7.1
Peraturan Zonasi Desa Sentonorejo

Rawan Bencana Alam


Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
1 Perumahan
Rumah Tunggal
Rumah Kopel
Rumah Deret
Townhouse
Rusun Rendah
Rusun Sedang
Rusun Tinggi
Asrama
Rumah
sewa/kost
Panti Jompo
Panti Asuhan
Guest House
Paviliun
Rumah Dinas
2 Perdagangan
Warung
Toko
Pertokoan
Pasar Tradisional
Pasar
Lingkungan
Penyaluran
Grosir

108
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Pusat
Perbelanjaan
Supermarket
Mall
Plaza
Shoping Center
3 Jasa Umum
Jasa Bangunan
Lembaga
Keuangan
Jasa Komunikasi
Jasa
Pemakaman
Pusat Riset dan
Pengembangan
IPTEK
Perawatan/Perba
ikan/renovasi
barang
Perbaikan
kendaraan
(bengkel)
SPBU
Penyediaan
ruang pertemuan
Penyediaan
makanan dan
minuman
Travel dan

109
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
pengiriman
barang
Pemasaran
properti
Perkantoran/bisni
s lainnya
Hiburan/Rekre
4 asi
Taman Hiburan
Taman
Perkemahan
Bisnis Lapangan
OR
Studio
Keterampilan
Panti Pijat
Teater
Bioskop
Kebun Binatang
Resort
Restaurant
Klub malam dan
bar
Hiburan dewasa
lainnya
5 Industri
Industri besar
dengan

110
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
limbah/gangguan
lingkungan
Industri besar
tanpa
limbah/gangguan
lingkungan
Industri kecil
dengan
limbah/gangguan
lingkungan
Industri
Perdagangan
Industri Bahari
6 Pertambangan
Minyak bumi,
bitumen cair, lilin
bumi, gas alam
Bitumen padat,
aspal
Antrasit, batubara
Uranium, radium,
thorium
Nikel, kobalt
Timah

Besi, mangan,
molibden, khrom,
wolfram,

111
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
vanadium, titan
Bauksit,
tambaga, timbal,
seng
Emas, platina,
perak, air raksa,
intan
Arsin, antimon,
bismut
Yutrium,
rhutenium,
cerium
Berilium
korundum,
zirkon, kristral
kwarsa
Kriolit, fluorpar,
barit
Yodium, brom,
khlor, belerang
Nitrat-nitrat,
pospat-pospat,
garam batu
Asbe, talk, mika,
grafit, magnesit
Yarosit, leusit,
tawas,oker
Batu permata
Pasir kwarsa,
kaolin, dkk

112
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Batu apung, tras,
obsidian,dkk
Marmer, batu
tulis
Batu kapur,
dolomit, kalsit
Granit, andesit,
basal, trakhit dkk
Pemerintahan
dan
7 Keamanan
Kedubes/Internas
ional
Kantor
Pemerintah
Pusat/Nasional
Kantor Provinsi
Kantor
Kota/Kabupaten
Kantor
Kecamatan
Kantor Kelurahan
Mabes Polri
Polda
Polwil
Polres/Polresta
Polsek/Polsekta
TNI AD

113
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Dephankam
Kodam
Kodim
Koramil
Korem
TNI AU
TNI AL
Fasilitas
8 Pendidikan
TK
SD/MI
SLTP/MTS
SMU/MA/SMAK
Akademi/Perguru
an Tinggi
Perpustakaan
Fasilitas
9 Kesehatan
RS tipe A
RS tipe B
RS tipe C
RS tipe D
RS Gawat
Darurat
RS Bersalin
Laboratorium
Kesehatan

114
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Puskesmas
Puskesmas
Pembantu
Balai Pengobatan
Pos Kesehatan
Posyandu
Dokter Umum
Dokter Spesialis
Bidan
Klinik/Poliklinik
Klinik dan/atau
RS Hewan
Fasilitas
10 OR/Rekreasi
Tempat bermain
lingkungan
Tempat bermain
lokal
Taman
Lapangan OR
Gelanggang
Remaja
Gedung OR
Museum
Stadion
Gedung Olah
Seni
Bioskop

115
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Teater
Kafe
11 Peribadatan
Langgar
Masjid
Gereja
Pura
Kelenteng
12 Bina Sosial
Gedung
Pertemuan
Lingkungan
Gedung Serba
Guna
Gedung
Pertemuan Kota
Balai Pertemuan
dan Pameran
Pusat Informasi
Lingkungan
Lembaga
Sosial/Organisasi
Kemasyarakatan
13 Persampahan
TPS
TPA
Pengelolaan
sampah/limbah

116
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Daur Ulang
Penimbunan
barang
rongsokan
Pembongkaran
kendaraan
bermotor
14 Komunikasi
Telepon Umum
Pusat
Transisi/pemacar
jaringan
telekomunikasi
15 Pertanian
Sawah
Ladang
Kebun
Holtikultur dan
Rumah Kaca
Pembibitan
Pengolahan hasil
pertanian
Pergudangan
hasil panen
Penjualan
tanaman/bunga
yang
dikembangbiakka
n

117
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Perikanan
Tambak
Kolam
Tempat
Pelelangan Ikan
Peternakan
Lapangan
Penggembalaan
Pemerahan susu
Kandang Hewan
16 Transportasi
Terminal tipe A
Terminal tipe B
Terminal tipe C
Stasiun
Pelabuhan
Bandar Udara
Umum
Bandar Udara
Khusus
Lapangan Parkir
Umum
17 Hutan
Hutan Rakyat
Hutan Produksi
Terbatas
Hutan Produksi
Tetap

118
Rawan Bencana Alam
Suaka Alam dan Cagar

Terbuka
Perdagangan dan
Zona Lindung lainnya

Perkantoran
Budaya
Sarana Pelayanan Peruntukan Peruntukkan

Jasa
Perumahan Industri Campuran

Non Hujau
Umum Lainnya Khusus

Ruang
No.
Zona
SubZona

SPU-1
SPU-2
SPU-3
SPU-4
SPU-5
SPU-6

RTNH

KH-1

KH-2

KH-3
PK-1
PK-2

PL-1

PL-2

PL-3
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5

C-1

C-2
C-3
K-1
K-2
K-3
SC

RB

LL

I-1
I-2
I-3
I-4
Kegiatan
Hutan Konservasi
18 RTH
Hutan Kota
Jalur Hijau dan
Pulau Jalan
Taman Kota
TPU
Pekarangan
Sempadan/Peny
angga
19 Campuran
Rumah Toko
(ruko)
Rumah Kantor
(rukan)
Kondotel
Sumber : Hasil Rencana, 2017

119
120

Keterangan :
I : Pemanfaatan ruang yang diijinkan dalam peraturan zonasi :
T : Pemanfaatan ruang yang terbatas dalam peraturan zonasi :
B : Pemanfaatan ruang yang bersyarat dalam peraturan zonasi :
X : Pemanfaatan ruang yang dilarang dalam peraturan zonasi :

Ketentuan bersayarat dalam peraturan zonasi Desa Sentonorejo adalah


sebagai berikut :
1) Perumahan
Industri kecil diizinkan di zona perumahan dengan syarat tidak
merugikan masyarakat sekitar khususnya limbah yang ditimbulkan oleh
kegiatan indutri jangan sampai berdampak negatif kepada masyarakat
dan lingkungan sekitar
Di dalam zona perumahan dengan kepadatan sedang, industri kecil
dengan limbah/gangguan lingkungan diizinkan dengan syarat
melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan
2) Industri
Industri kecil diizinkan di zona industri dengan syarat memiliki
melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan, atau memiliki dokumen AMDAL
3) Sarana Pelayanan Umum
Dalam sarana pelayanan umum (baik di SPU-1, SPU-4, maupun SPU-6)
diperbolehkan adanya kegiatan industri kecil dengan syarat memiliki
melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan, atau memiliki dokumen AMDAL
4) Peruntukkan Lainnya
Dalam zona peruntukan lainnya dengan subzona pertanian (PL-1)
diizinkan ada kegiatan dan penggunaan ruang berupa TPA, pengelolaan
sampah/limbah, daur ulang, penimbunan barang rongsokan dengan
syarat kegiatan dan penggunaan ruang tersebut tidak mengganggu
kegiatan produksi pertanian dan tidak berada di lahan sawah abadi
7.1.1 Ketentuan Terbatas
1) Peruntukkan Lainnya
Dalam zona peruntukan lainnya dengan subzona pertanian (PL-1)
diizinkan terbatas untuk kegiatan dan penggunaan ruang berupa
warung, toko, pertokoan, pasar tradisional, pasar lingkungan, segala
bentuk jasa umum, hiburan berupa ressort, restaurant, industri kecil,
121

semua jenis pertambangan, semua jenis fasilitas pendidikan, gedung


pertemuan lingkungan, gedung serba guna, lembaga sosial
kemasyarakatan, campuran rumah&toko (perdagangan/jasa), rumah&
kantor dengan bentuk pembatasan intensitas ruang.
122
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia. 2006. Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi
Kawasan Perkotaan. Jakarta
Kalangie, Nico S. 1994. Kebudayaan dan Kesehatan Pengembangan Pelayanan
Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosial Budaya. Jakarta: PT
KasainBlanc Indah Corp.
Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mojokerto, Disporabupdar Kabupaten. 2014. Warisan Budaya Trowulan : Potensi
dan Tantangan Inventarisasi Benda Cagar Budaya. Mojokerto:
Disporabupdar Kabupaten Mojokerto
Pothof, Rolf. 2006. Urban Heritage Tourism A Case Study of Dubrovnik.
Bournemouth University, UK. M.A. European Tourism Management.
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah.
Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitiatif dan Kombinasi.
Bandung: Alfabeta.
Sukidin, B. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Ilmu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Syani, A. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Bandar Lampung: Pustaka
Jaya.
Tylor, E.B. 1974. Primitive Culture: Researches into The Development of
Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom. New York: Gordon
Press. First published in 1871.

Jurnal
Ebregt & De Greve. 2000. Policy and Best Practice for Terrestrial Ecosystems in
Developing Countries, National Reference Centre for Nature
Management, pp. 5-63
Hakim, Arief Rahman; Rima Dewi Suprihardjo. 2014. Arahan Pengembangan
Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism.
Jurnal Teknik Pomits, Vol. 3, No.2, 2014, ISSN: 2337-3539 (2301-9271
Print)

121
124

Harjiyatni, Fransisca Romana; Sunarya Raharja S. 2012. Perlindungan Hukum


Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta.
Jurnal Mimbar Hukum24
Novrisa, Maria Yasinta Chrisna Novrisa. 2014. Konflik Kepentingan Pihak BPCB
(Balai Pelestarian Cagar Budaya). Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No.3,
Agustus-Desember 2014, 381-395
Wiyono, Bakri Prakarso Andi; Denny Zulkaidi. 2016. Konsep Penetapan Zona
dan Pengaturan Zonasi untuk Cagar Budaya di Perkotaan. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V5 N1, 2016, 207-216

Peraturan/Undang-undang/Cetakan Terbatas
Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.260 Tahun 2013 tentang
Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan sebagai Kawasan Cagar
Budaya Peringkat Nasional
Peraturan Daerah No.11 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Jombang Tahun Rencana 2009-2029
Peraturan Daerah No.9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Mojokerto Tahun Rencana 2012-2032
Peratuan Daerah Kabupaten Mojokerto No. 11 Tahun 2015 tentang Cagar
Budaya

Tesis/Artikel Ilmiah
Anwar, Khoiril. 2009. Potensi Wisata Budaya Situs Peninggalan Kerajaan
Majapahit di Trowulan Mojokerto. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III
Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kurniawan, Nugroho Adi. 2015. Upaya Pelestarian Kota Pusaka Kawasan
Klampok, Kecamatan Purworejo Klampok, Kabupaten Banjarnegara.
Jurnal Ruang. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Semarang;
Universitas Diponegoro
Royadi, Khalid; Rozikin, Mochammad dan Trisnawati. 2014. Analisis Pengelolaan
dan Pelestarian Cagar Budaya Sebagai Wujud Penyelenggaraan Urusan
Wajib Pemerintah Daerah (Studi pada Pengelolaan dan Pelestarian Situs
Majapahit Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto). Jurnal
Administrasi Publik (JAP). Jurusan Ilmu Administrasi Publik. Malang:
Universitas Brawijaya
Sari, Erma Novita. 2009. Implementasi Pengendalian Pembangunan Kawasan
Pinggiran Kota Sedang Jekulo Kabupaten Kudus. Tugas Akhir. Jurusan
Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota. Semarang: Universitas
Diponegoro
125

Internet
Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Purbalingga.
http://dinbudparpora.purbalinggakab.go.id/. Diakses pada: 21 Januari
2016
Dit.PCBM. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2016/04/14/konsep-
pelestarian-kawasan-kuta-tua-tidore/. Diakses pada: 11 Oktober 2016
Gillespie (2011). http://daemeter.org/en/ publication/detail/8/participation-and-
power-inindonesian-oil-palm-plantations. Diakses pada: 21 Januari 2016
Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/. Diakses pada: 13 Maret
2016
Miller (2011). http://daemeter.org/en/ publication/detail/8/participation-and-power-
inindonesian-oil-palm-plantations. Diakses pada: 21 Januari 2016
Peterson (2005). http://daemeter.org/en/ publication/detail/8/participation-and-
power-inindonesian-oil-palm-plantations. Diakses pada: 21 Januari 2016
Planologi-ITM. http://planologi-itm.blogspot.co.id/. Diakses pada: 9 Februari 2016
Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Mojokerto. http://mojokertokab.go.id/.
Diakses pada: 12 Januari 2016
Surya Online. http://surabaya.tribunnews.com/2013/07/19/. Diakses pada: 21
Januari 2016
Suwantoro. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/. Diakses pada: 19 Oktober 2016
Wati, A. http://eprints.undip.ac.id/40744/2/Bab_2.pdf. Diakses pada: 9 Februari
2016
Yurnaldi. http://nasional.kompas.com/read/2009/01/17/01492534/. Diakses pada:
12 Januari 2016

Anda mungkin juga menyukai