KABUPATEN KARO
SKRIPSI SARJANA
E
H
SEPTIANTA BANGUN
NIM: 090707010
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E DAN
2014
i
DISETUJUI OLEH:
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA DEPARTEMEN
ii
KAJIAN ORGANOLOGIS SURDAM PUNTUNG BUATAN PAUZI
GINTING DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT
KABUPATEN KARO
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
Pembimbing I Pembimbing II
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU
Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Seni Di
Departemen Etnomusikologi
iii
PENGESAHAN
Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang
Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Medan.
Medan
Hari :
Tanggal :
PANITIA UJIAN
iv
ABSTRAKSI
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta Bapak Alm.
L Bangun S.Pd dan Ibu T Karo S.Pd yang telah membesarkan penulis dengan
kasih sayang dan bersusah payah membiayai, mendoakan, dan mendukung serta
memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
ini. Tak lupa juga kepada saudara-saudara penulis yang tersayang kakak saya Rika
Detty br. Bangun S.Si dan adikku Melky Epin Donta Bangun yang selalu
memberi dorongan, semangat dan masukkan sebagai inspirasi dalam penulisan ini.
Sejuta kata terima-kasih untuk dua orang dari masa lalu, masa kini, dan yang
menjadi masa depanku. Odra Mekarita Sembiring dan Radit Judeaster Portnoy
Bangun.
Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. dan Dra. Heristina Dewi M.PD selaku
ii
Terima kasih kepada Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. selaku dosen
pembimbing I dan Drs. Kumalo Tarigan, M.A selaku dosen pembimbing II yang
Terima kasih Kepada Bapak dr. Drs. Syahron Lubis. MA selaku dekan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan tak lupa kepada ibu Audri
yang juga telah banyak membantu proses administrasi di kantor jurusan, serta
kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan, sehingga memperluas wawasan
diantaranya Bapak Pauzi Ginting dan keluarga sebagai informan kunci, keluarga
Bangun Tarigan S.Sn yang banyak membantu saya selama penelitian dan juga
yang sudah Sarjana maupun yang sedang menyusun dan menyusul, yang menjadi
tempat saling berkeluh kesah dan memberikan masukan, gagasan, ide, dorongan
iii
Mungkin tidak semua bisa saya sebutkan, tetapi hanya bisa mengucapkan
terimakasih untuk seluruh keluarga besar saya, teman bermain, abang, adik, dan
semua handai taulan yang telah mendukung untuk bisa menyelesaikan tulisan ini.
Penulis menyadari tulisan ini masih belum dapat dikatakan sempurna, oleh
sebab itu penulis juga masih tetap mengharapkan segala masukkan dan saran-
saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian sehingga lebih mengarah
Penulis
Septianta Bangun
090707010
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK................................................................................................... i
v
2.4.4.3 Upacara Erpangir Ku Lau ........................... 27
2.4.4.4 Mengket Rumah ......................................... 28
2.4.4.5 Gendang Guro-guro Aron ........................... 28
2.4.4.6 Acara Hiburan Lainnya ............................... 29
vi
4.2.3 Proses Pembuatan Surdam Puntung ........................ 57
4.2.3.1 Memilih dan Memotong Bambu ................. 57
4.2.3.2 Pengeringan Bambu .................................... 58
4.2.3.3 Memotong Bambu ...................................... 58
4.2.3.4 Membentuk Lubang Tiup Surdam............... 59
4.2.3.5 Pengukura Panjang Bambu ......................... 60
4.2.3.6 Proses Pengukuran Jarak Lubang Nada ....... 61
4.2.3.7 Melubangi Lubang Nada............................. 64
4.2.3.8 Menghaluskan Surdam................................ 64
4.2.3.9 Memberi Ukiran Pada Surdam .................... 66
4.2.4 Sistem Laras dan Nada Surdam Puntung ................. 69
4.2.5 Sampel Lagu ........................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 78
DAFTAR INFORMAN .................................................................................. 79
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1: Luas Seluruh Wilayah Desa Lingga ............................................. 13
Tabel 2.2: Komposisi Penduduk Desa Lingga .............................................. 14
Tabel 2.3: Aksara Karo ................................................................................ 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1: Surdam Puntung ..................................................................... 31
Gambar 3.2: Surdam Rumamis .................................................................... 32
Gambar 3.3: Surdam Tangko Kuda.............................................................. 33
Gambar 4.1: Parang Panjang ....................................................................... 52
Gambar 4.2: Rawit Batak ............................................................................ 53
Gambar 4.3: Rawit ...................................................................................... 54
Gambar 4.4: Penggaris ................................................................................ 54
Gambar 4.5: Benang .................................................................................... 55
Gambar 4.6: Pensil ...................................................................................... 55
Gambar 4.7: Kertas Pasir ............................................................................. 56
Gambar 4.8: Garut ...................................................................................... 57
Gambar 4.9: Memotong Ruas Bambu .......................................................... 59
Gambar 4.10: Pembentukan Bagian Lubang Tiup Surdam ........................... 60
Gambar 4.11: Melilitkan Benang pada Ujung Lubang Tiup ......................... 60
Gambar 4.12: Mengukur Panjang dengan Benang ....................................... 61
Gambar 4.13: Memotong dengan Rawit Batak............................................. 61
Gambar 4.14: Mengukur Jarak Lubang Nada
dengan Menggunakan Penggaris ............................................ 63
Gambar 4.15: Mengukir Lubang Nada ........................................................ 64
Gambar 4.16: Menghaluskan Lubang Nada dengan Kertas Pasir ................. 65
Gambar 4.17: Menghaluskan Bambu dengan Kertas Pasir .......................... 65
Gambar 4.18: Mengkuir Bambu Surdam dengan Motif
Tradisional Masyarakat Karo ................................................ 66
Gambar 4.19: Teger Tudung........................................................................ 67
Gambar 4.20: Keret-keret Ketadu ................................................................ 67
Gambar 4.21: Ipen-ipen ............................................................................... 68
Gambar 4.22: Tampuk-tampuk Pinang ........................................................ 68
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak etnis yang memiliki
(6)sistem pengetahuan, (7)sistem religi. Dan salah satu diantaranya adalah yang
berhubungan dengan Kesenian. Kesenian itu sendiri masih terdiri dari beberapa
sub bagian seperti seni musik, sastra (cerita rakyat, pantun), dan tari. Masyarakat
Karo mempunyai kebudayaan yang sangat kaya yang mereka peroleh dari
leluhurnya secara turun-temurun. Warisan budaya tersebut antara lain seperti seni
musik, sastra, (cerita rakyat, pantun), tari, ukir (pahat), dan anyam. Seni musik
yang diwariskan pada masyarakat Karo adalah ensambel musik tradisional yang
disebut Gendang lima sendalanen1 dan Gendang telu sendalanen. 2 Di luar kedua
ensambel tersebut ada juga musik yang dimainkan secara non-ensambel yakni
1
Gendang Lima Sendalanen merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
suatu ensambel musik tradisional Karo yang terdiri dari 5 (lima) alat musik karo, yaitu: (1) sarune,
(2) gendang singanaki, (3) gendang singindungi, (4) penganak dan (5) gung. Istilah gendang pada
Gendang Lima Sendalanen ini berarti “alat musik”, lima berarti “lima buah”, dan sendalanen
berarti “sejalan”. Dengan demikian Gendang Lima Sendalanen mengandung pengertian “lima
buah alat musik yang dimainkan sejalan atau secara bersama-sama”. Kadang-kadang Gendang
Lima Sendalanen disebut dengan istilah Gendang Sarune. Adanya dua istilah atau penyebutan satu
ensambel musik tradisional Karo yang sama ini (Gendang Lima Sendalanen dan Gendang Sarune)
terjadi karena perbedaan latar belakang dari orang-orang yang menggunakannya.
2
Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan
secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik
tersebut adalah (1) Kulcapi/balobat, (2) keteng-keteng dan (3) mangkok. Dalam ensambel ini ada
dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu Kulcapi atau balobat.
1
dimainkan secara sendiri (solo) tanpa disertai atau diiringi dengan alat musik yang
lain. Contoh alat musik tersebut adalah surdam, baluat, embal-embal, empi-empi,
beberapa wilayah yang heterogen secara etnik, ada beberapa bagian dari kesenian
ini yang hampir punah keberadaannya, bahkan ada yang hilang sama sekali. Hal
lain dan seiring berkembangnya zaman. Perubahan cara berpikir dan pengaruh
budaya lain ini ternyata tidak hanya mengakibatkan keberadaan dari kesenian
(dalam hal ini seni musik yakni alat musiknya) ini mulai hilang atau punah, tetapi
(kapan dimainkan). Namun dalam hal ini studi kasus yang dilaksanakan bertempat
kunci Bapak Pauzi Ginting salah seorang pemusik sekaligus pembuat alat musik
Pada umumnya ada tiga jenis surdam yang terdapat di masyarakat karo
(menurut wawancara dengan Bpk Pauzi Ginting) yaitu (1) surdam puntung,
2
merupakan surdam yang dipakai oleh kalangan sendiri, dalam hal ini Rumamis
merupakan sebuah nama desa sehingga besar kemungkinan surdam ini berasal
dari kampung tersebut. (3) surdam Belin (tangko kuda). Menurut sejarahnya
berawal dari adanya pencuri yang hendak mencuri kuda pada malam hari, namun
ketika surdam dimainkan maka pencurian itu gagal terlaksana karena mendengar
membuat sebuah alat musik. Menurut informasi yang didapat, tidak diketahui
bagaimana dulunya alat musik ini dibuat oleh penggembala tersebut. Namun
seiring dengan perkembangannya, dari segi proses pembuatannya, alat musik ini
Dipercaya bahwa dengan menggunakan ritual tersebut, alat musik surdam ini
dapat memiliki kekuatan magis, seperti untuk memikat hati perempuan, ataupun
supaya orang yang mendengarkan alunan bunyi surdam itu dapat melepaskan rasa
lelahnya. Bahan untuk membuat surdam tersebut merupakan bambu yang disebut
sebagai Gigantochloa pruriens (buluh Rengen) dalam bahasa Karo disebut buluh
regen, jenis bambu ini banyak terdapat di dataran tinggi seperti di Tanah Karo.
Kemudian proses untuk membuat lubang nada pada surdam tersebut harus
menggunakan ritual terlebih dahulu. Yakni surdam tersebut harus ditanam terlebih
dahulu di jalan yang terdapat di kuburan yaitu dimana mayat orang meninggal
akan lewat ketika akan dikuburkan. Untuk melubangi ke-enam lubang nada yang
3
terdapat pada surdam, dibutuhkan juga enam mayat yang harus melewati surdam
Ketika itu, melihat suasana yang sepi dan tenang biasanya alunan lagu yang
dimainkan oleh seorang penggembala pada umumnya bersifat sedih dan syahdu.
Surdam puntung ini dimainkan pada upacara ritual seperti upacara: erpangir ku
lau (membersihkan diri). Melihat fakta yang terjadi di dalam masyarakat Karo,
dari ke-tiga jenis surdam yang ada didalam masyarakat Karo, hanya sudam
puntung ini yang sering digunakan untuk membawakan lagu-lagu Karo, ini
disebabkan karena alat musik ini dapat memainkan lagu yang bertangga nada
mayor dan minor. Oleh karena itu surdam puntung ini tetap eksis dibandingkan
menyebutkan hal itu sebagai salah satu objek kajian etnomusikologi. Oleh karena
itu, penulis tertarik untuk mengkajinya lebih jauh untuk membuat sebuah kajian
3
Music as creative activity (Merriam 1960:10). Bahwa musik adalah salah satu aktivitas kreatif di
bidang seni yang iunsur utamanya adalah bunyi-bunyian. Mencakup ruang yakni tangga nada dan
elemen-elementa, dan waktu yakni meter, waktu penyajian tanda birama dan lain-lain. Dengan
unsur-unsur inilah komposer dan seniman melakukan aktivitas kreatifnya.
4
1.2 Pokok permasalahan
pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini yaitu :
2. Bagaimana proses pembuatan alat musik surdam puntung yang dibuat oleh
1.3.1 Tujuan
5
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di kemudian hari.
1.4.1 Konsep
Berikut ini penulis akan membuat pengertian dari kata-kata yang terdapat
pada judul. Maksud dari kata keberadaan pada judul tulisan ini adalah bagaimana
semua aspek, diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya
bahan dan perinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan
wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan
alat musik tersebut. Organologi juga tidak hanya membahas masalah teknik
memainkan, fungsi musikal, dekorasi (pola hiasan) fisik, dan aspek sosial budaya,
instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik
saat mereka mengembalakan hewan ternaknya. Namun sekarang ini surdam ini
bukan hanya dipakai oleh pengembala, tetapi sudah merupakan sebuah alat musik
6
yang sangat umum untuk dijumpai dan dipakai di kalangan masyarakat. Surdam
Bapak Pauzi Ginting adalah seorang musisi yang berasal dari desa Lingga
pemain sekaligus pembuat alat musik daerah setempat. Orang tua beliau
merupakan seorang pembuat rumah adat suku Karo, sehingga beliau diajari dan
memiliki kemampuan dalam hal memahat dan mengukir. Dengan modal tersebut
beliau memberanikan diri untuk membuat berbagai alat musik Karo, sampai pada
akhirnya terbiasa dan mahir. Dan dengan demikian lama-kelamaan alat musik
buatan beliau dikenal oleh masyarakat umum. Pada saat ini beliau sudah cukup
memiliki reputasi melalui alat-alat musik Karo yang pernah dibuatnya. Menurut
wawancara dengan beliau, 80% alat musik karo yang berada di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) merupakan hasil buatan karyanya sendiri. Selain itu tidak
jarang bahwa alat musik buatannya diminta untuk dilelang diberbagai acara
perlelangan.
1.4.2 Teori
terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan ATPA, bahwa studi musik dapat dibagi
kedalam dua sudut pandang yang mendasar, yaitu studi struktural dan studi
perekaman, atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan-
7
bahan yang dipakai un tuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi
metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya
suara (loudness), bunyi, nada, warna nada, dan kualitas suara yang dihasilkan oleh
proses dan teknik pembuatan surdam Karo termasuk kedalam studi struktural.
Surdam Karo adalah instrumen musik aerofon yang memiliki enam lubang.
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961,
yaitu:
klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari; idiofon alat itu
sendiri sebagai penggetar utama bunyi, aerofon (udara sebagai sumber penggetar
mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada
8
dalam penelitian kuantitatif. Untuk mendukung penelitian tersebut, penulis
menggunakan metode ilmu etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu :
disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory dicpline). Hasil dari
kedua metode penelitian ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a
final study), (Merriam, 1964:37). Untuk memperoleh data dan keterangan yang
Untuk mendukung tulisan ini penulis dibantu dengan beberapa tulisan yang
menjadi bahan acuan kerangka tulisan. Dalam hal ini penulis memperhatikan
beberapa konsep maupun teori yang digunakan dan juga metode penelitian yang
Adapun beberapa tulisan yang menjadi bahan kerangka tulisan ini antara
lain adalah: A.G. Sitepu, “ragam hias ornamen karo” seri A, A.G. Sitepu,
“Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo”, seri B, Curt Sach dan Horbonstel
Tulisan ini menjelaskan pengklasifikasian alat musik yang dilihat dari sumber
Tulisan ini membahas tentang teori dan metode yang digunakan dalam mengkaji
9
kebudayaan yang terdapat dalam nusantara Indonesia yang termasuk di dalamnya
penelitian yaitu langsung kerumah bapak Pauzi Ginting dan mencari narasumber
1.5.3 Observasi
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
1.5.4 Wawancara
interview)”.
yang tidak kaku, tetapi tetap terkait dengan pokok permasalahan. Penulis
10
melakukan wawancara langsung terhadap informan dalam hal ini Bapak Pauzi
kerja lapangan yang diperoleh dari objek penelitian penulis dengan data dan
informasi yang didapat dari beberapa informasi tertulis maupun lisan dari
bahan tulisan ilmiah ini dengan data-data yang sudah disiapkan penulis.
Untuk membantu proses penulisan ini, penulis juga mengambil data dari
beberapa tulisan yang membahas tentang surdam karo sehingga dapat membantu
penulis untuk melihat eksistensi dari instrumen ini dalam masyarakatnya. Penulis
juga mengamati dari beberapa daerah tanah Karo yang menggunakan alat musik
surdam ini sebagai bagian dari aktivitas budaya. Sedangkan untuk melihat teknik
pembuatan alat musik ini, penulis akan langsung belajar dengan informan kunci
beliau dalam membuat instrumen ini. Data-data yang diperoleh akan penulis
11
BAB II
Lingga oleh Bapak Pauzi Ginting. Begitu juga dengan gambaran masyarakat
Karo pada umumnya yang memiliki kebudayaan tersebut. Sehingga dalam tulisan
ini penulis juga memaparkan setiap kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat
Karo dengan rincian terkait kesenian tradisional dalam masyarakat Karo pada
penulis Bapak Pauzi Ginting selaku pelaku seni masyarakat Karo yang sudah
berkarir dalam dunia kesenian tradisional Karo. Dengan melihat gambaran lokasi
Lokasi penelitian dalam tulisan ini adalah acuan informan penulis Bapak
Pauzi Ginting yang bertempat tinggal di desa Lingga kabupaten Karo. Menurut
data monografinya bahwa daerah desa Lingga merupakan daerah yang sangat
dingin. Dilihat dari topografinya, desa Lingga ini terletak pada ketinggian 1300
12
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Kacaribu
Luas wilayah desa Lingga ini sebesar 2624 ha dengan penggunaan tanah
yang beraneka ragam dalam desa tersebut. Berikut data statistik penggunaan
Tabel 2.1
Pemukiman 1700 ha
Sawah 300 ha
Belukar 1ha
Total 2624 ha
adanya bahasa maka dapat tercipta suatu wilayah dengan kependudukan daerah
tersebut.
13
2.2.1 Kependudukan
Penduduk dalam desa Lingga mayoritas suku Karo dan terkadang ada
sebagian suku lain yang sudah bertempat tinggal di daerah tersebut. Seperti yang
kita ketahui bahwa desa Lingga merupakan desa yang ternasuk dalam wilayah
Pada tahun 2014, penduduk di desa Lingga sebanyak 2945 jiwa dengan jumlah
793 keluarga. Komposisi penduduk dilihat dari jenis kelamin, tingkat umur,
Tabel 2.2
Jumlah
Penggolongan Kategori
(jiwa)
Laki-laki 1402
Jenis Kelamin
Perempuan 1243
0-1 tahun 242
2-5 tahun 270
5-7 tahun 476
Tingkat Umur 7-14 tahun 347
15-24 tahun 323
25-54 tahun 323
55 † tahun 197
Islam 109
Kristen 554
Agama
Buddha 23
dll 46
Belum sekolah 275
Tidak Tamat SD 188
Tingkat Tamat SD 845
Pendidikan Tamat SLTP 464
Tamat SLTA 453
Tamat P. Tinggi 66
Bertani 1259
Mata PNS/ Swasta 259
Pencaharian Dagang 656
dll. 340
14
Dari data statistik di atas anak-anak lebih mendominasi dibandingkan
dengan usia produktif. Hal ini membuktikan bahwa desa Lingga pada Kecamatan
kepadatan penduduknya. Oleh sebab itu tingkat pendidikan di daerah ini secara
otomatis masih pada taraf tingkat lanjutan pertama dan tingkat atas. Dari segi
Kabupaten Karo adalah bertani, sesuai dengan letak geografisnya yang sangat
Karo yang sama seperti desa Lingga ini yang termasuk dalam kabupatennya yang
bertempat tinggal di dataran tinggi dengan suhu lingkungan yang dingin dengan
curah hujan yang cukup maka masyarakat desa Lingga dominan memiliki
hidup.
2.2.2 Bahasa
Selain memiliki bahasa sendiri, masyarakat Karo juga memiliki aksara Karo.
Aksara Karo ini merupakan aksara Kuno yang dipergunakan oleh masyarakat
Karo, akan tetapi saat ini penggunaannya terbatas sekali dan bahkan hampir tidak
15
pernah dipergunakan lagi. Berikut aksara Karo yang digunakan oleh masyarakat
Tabel 2.3
Aksara Karo
16
2.3 Sistem Kekerabatan
Setiap etnis/ suku yang ada di Sumatera Utara khususnya etnis Karo
sistem kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga silima, daliken sitelu, dan
tutur siwaluh. Ketiga sistem kekerabatan ini merupakan suatu sistem yang
1. Merga Silima
dengan merga silima yang berarti marga yang lima. Kelima merga
yang sama maka akan disebut ersenina yang artinya bersaudara dan
17
merga/ beru yang sama maka mereka disebut erturang(keluarga),
2. Sangkep Si Telu
makna. Jika dilihat dari sisi etimologis katanya, bahwa daliken sitelu
18
3. Tutur Siwaluh
dikenal istilah ertutur. Ertutur adalah salah satu ciri orang Karo untuk
istilah ersurdam (bermain surdam) dan rende (bernyanyi). Musik tradisional Karo
yang akan penulis bahas adalah solo instrumen yaitu Surdam Permakan.
kata “gendang”. Ada dua jenis ensambel musik Karo yaitu gendang lima
19
2.4.1.1 Gendang Lima Sedalenan
dari satu buah sarune sebagai pembawa melodi, dua buah gendang yaitu gendang
anak dan gendang indung (gendang berarti sebagai instrumen) sebagai instrumen
ritmis, serta gung dan penganak sebagai pengatur tempo. Kelima instrumen
sarune. Di kalangan musisi tradisional Karo istilah gendang sarune lebih sering
digunakan sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo lebih
memiliki sebutan sesuai dengan alat musik atau instrumen yang dimainkan.
Untuk pemain sarune disebut sebagai panarune, pemain gendang anak dan pemain
gendang indung disebut sebagai penggual, pemain gung disebut sebagai simalu
masyarakat Karo. Dalam konteks upacara adat sierjabaten atau penggual yang
memainkan gendang lima sedalenan /telu sedalanen diberikan tempat yang khusus
20
sudah digantikan dengan alat modern yaitu gendang kibod, perlakuan terhadap
erjabaten tetap sama. Dalam hal memberi upah, dulunya sierjabaten atau
penggual diberi beras, garam, kelapa, dan ayam untuk mengiringi upacara adat,
Sama halnya dengan gendang lima sedalenan, secara harafiah gendang telu
sidalenan memiliki pengertian “tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan
dan mangkuk mbantar. Dalam ensambel ini ada dua instrumen yang bisa
sebenarnya sama hanya saja instrumen pembawa melodinya saja yang berbeda.
Jika kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi maka disebut sebagai gendang
kulcapi, dan jika menggunakan balobat sebagai pembawa melodi maka disebut
21
2.4.2 Instrumen Musik Tradisional Karo non-Ensambel
Selain dari ketiga ensambel di atas, masih banyak instrumen Karo non-
ensambel yang dapat dimainkan secara tunggal tanpa diiringi alat musik lainnya,
1. Kulcapi
dan kapan saja. Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang
terdiri dua buah senar. Senarnya terbuat dari metal namun dulunya terbuat
dari akar pohon aren atau enau. Kulcapi memiliki lubang resonator yang
2. Balobat
Balobat merupakan alat musik tiup yang mirip dengan alat musik recorder
yang terbuat dari bambu dan dapat dimainkan secara ansambel dan secara
3. Surdam
alat musik tiup yang berjenis end blown flute yang terbuat dari bambu.
22
surdam ini terdiri dari surdam rumamis, surdam tangko kuda, surdam
4. Murbab
yang terdapat dalam musik Jawa. Namun sekarang ini tidak dapat dapat
5. Embal-ambal
sawah atau pada saat ladang padi sedang menguning. Instrumen ini
ketika menjaga padi dari gangguan burung. Embal-embal ini terbuat dari
satu ruas bambu yang dibuat lubang-lubang penghasil nada. Sebagai alat
musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik itu
sendiri.
6. Empi-empi
Empi-empi (multiple reed) terbuat dari batang padi yang telah menguning.
Lidah (reed) empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri dengan cara
memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung padi yang memiliki ruas.
23
musik yang biasanya dapat ditemukan di sawah atau pada saat ladang padi
burung.
Musik vokal dalam konteks ritual terdiri dari tujuh nyanyian yaitu: (1)
didong doah, adalah nyanyian untuk menidurkan anak, (2) ndilo wari udan
gaib untuk dapat menjalankan upacara ritual, (4) nendong, adalah nyanyian
menyadap atau mengambil nira dari pohon aren, (6) perumah begu, adalah
24
nyanyian untuk berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal
Musik vokal dalam konteks adat dapat dibagi menjadi dua yaitu katoneng-
Musik vokal dalam konteks hiburan peribadi yaitu (1) doah-doah nyanyian
Pada saat ini hampir semua upacara adat maupun ritual dan hiburan pada
masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang kibod. Pengguna gendang kibod
pada masyarakat karo sama seperti ensambel musik tradisional yaitu gendang
sedalanen dan telu sedalanen. Ini akan di jelaskan upacara apa saja yang
bunyi dari gendang lima sedalanen, upacara perkawinan pada masyarakat karo
25
lebih sering di iringi dengan gendang kibod lebih sering digunakan secara tunggal
mulai dari malam hari yakni pada acara ngantik manuk dan keesokan paginya
pada acara pesta adat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Jhon Bregmen ginting
Namun sekarang ini acara nganting manuk dalam masyarakat karo sudah
jarang sekali dilaksanakan. Walaupun demikian sesi untuk rende (bernyanyi) dan
landek (menari) untuk pengantin dan juga kedua orang tua pengantin tetap
dilaksanakan dengan iringn gendang kibod namun tidak dilaksanakan pada saat
acara nganting manuk lagi. Sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari)
untuk pengantin dan kedua orang tua dari pengantin bisa saja di lakukan pada saat
mbaba belo selambar (acara pertunangan) atau dalam kerja adatnya. Selain untuk
26
2.4.4.2 Upacara kematian
beberapa program musik yang sesuai dengen stlye musik tradisional karo
membuat gendang kibod kini dapat dimainkan dalam upacara kematian stlye
musik tersebut antara lain adalah gendang simalungen rayat, gendang odak-odak
dan gendang patam-patam oleh karena itu gendang kibod dalam upacara adat
masyarakat karo sama fungsinya dengan gendang lima sedalanen yaitu untuk
mengiringi acara rende, landek dan juga ngerana yang telah diatur setelah
musyawarah.
adalah pemakaian kaset atau perekaman musik dalam musik iring untuk upacara
erpangir ku lau. Hal ini tentunya lebih mengirit biaya pelaksanaan upacara.
Namun dalam bentuk pola pikir dalam konsep erpangir pada penganut tidak ada
perubahan yang progresif. Erpangir masih tetap dilakukan dalam konteks dan
27
(sumber:http://xeanexiero.blogspot.com).
Gendang kibod kini sering kali digunakan untuk mengiringi acara mengket
rumah (non- adat). Gendang kibod dalam mengket rumah pada saat ini hanya
berfungsi sebagai hiburan. Jadi tidak ada lagi hubunganya dengan ritual yang bisa
dilakukan pada saat memasuki rumah adat tradisional masyarakat karo. Pengguna
gendang kibod dalam acara mengket rumah biasanya dapat dilakukan mulai dari
malam sebelum acara dan keesokan harinya, acara pada malam hari merupakan
sustu hiburan untuk penghuni rumah maupun tamu-tamu yang sudah hadir
sebutan atau istilah yang sering di gunakan oleh masyarakat karo terhadap jenis
ritem yang diperogram secara khusus dalam keyboard. Ritem musik masyarakat
karo yang telah diperogram ini selalu disajikan dalam gendang guro-guro aron.
Gendang kibod memiliki peran yang cukup besar dalam jalanya acara
gendang guro-guro aron yang mana mengandung unsur musik, tari dan nyanyian.
28
2.4.4.6 Acara hiburan lainnya
seperti arisan, syukuran, ulang tahun, naik jabatan, acara kerja (natal-tahun baru),
dan amsih banyak lagi acara masyarakat karo yang dapat diiringi dengan
ritem masyarakat Karo ini juga digunakan untuk iringan musik populer Karo.
Pada perkembanganya sudah banyak dapat studio rekaman yang dikelola oleh
Jack Sembiring, dan Fakta Ginting merupakan beberapa seniman karo yang telah
29
BAB III
MASYARAKAT KARO
Dalam bab III ini penulis akan menjelaskan keberadaan alat musik surdam
puntung yang meliputi pembagian jenis surdam yang didasarkan menurut karakter
alat musik tersebut. Alat musik surdam permakan ini memiliki materi tersendiri
dengan jenis alat musik surdam lainnya, sehingga penulis menitikberatkan alat
musik surdam puntung menjadi inti kajian penulis yang dilihat dari aspek historis
dan kontiniutasnya. Adapun aspek ini akan didukung dengan bagaimana peran
dan penggunaan alat musik surdam ini dalam suatu aktivitas budaya maupun
Dalam masyarakat Karo terdapat salah satu alat musik tiup yang terbuat dari
bambu yaitu surdam. Adapun surdam ini dibagi menjadi tiga jenis yang dilihat
a. Surdam Puntung
ujung bambu yang tepat mengenai bagian ruas bambu, sehingga dapat
dilihat pada lubang tiup tepat pada bagian ruas bambu tersebut. Adapun
30
lubang surdam ini memiliki enam buah lubang yaitu lima lubang
terdapat di bagian tengah bambu surdam dan satu buah lubang dibagian
ternaknya.
b. Surdam Rumamis
permakan, namun surdam ini memiliki enam buah lubang yaitu empat
buah lubang dibagian sisi tengah bambu surdam dan dua buah lubang
dibagian sisi bawah bambu surdam dengan ukuran lubang yang berbeda
31
Gambar 3.2 Surdam Rumamis
puntung namun ukuran surdam ini jauh lebih panjang dari surdam
tersebut yaitu satu meter. Lubang surdam ini memiliki enam buah
lubang yaitu dua buah lubang disis atas bambu surdam, tiga buah lubang
dibagian sisi tengah bambu surdam, dan satu buah lubang dibagian sisi
32
Gambar 3.3 Surdam Tangko Kuda
Melihat ketiga jenis surdam diatas, terdapat karakteristik dari setiap jenis
surdam yang dilihat dari bentuk fisik atau pun organologi alat musik surdam.
Berdasarkan ukuran alat musik surdam dan lubang nada yang terdapat dalam
mengkaji salah satu alat musik surdam yaitu surdam puntung sebagai objek
penelitian penulis.
yang diturunkan secara turun temurun. Dalam masyarakat Karo dikenal kesenian-
kesenian seperti alat musik, tari, maupun seni ukir yang hingga saat ini masih
33
tersebut. Dalam tulisan ini penulis mencoba melihat salah satu kesenian
masyarakat Karo yaitu surdam puntung yang dilihat dari aspek historisnya.
itu sendiri. Cerita rakyat ini dapat juga disebut foklor, dimana foklor ini
seperti alat musik surdam puntung dalam masyarakat Karo yang memiliki cerita
surdam puntung ini di dalam masyarakat Karo dulunya. Suatu hari ada seorang
sebuah ide untuk membuat sebuah alat musik (surdam). Dalam kesepiannya itu,
perasaannya di dalam sebuah lagu yang dimainkan secara vokal ataupun melalui
alat musik surdam yang dibuatnya tersebut. Berikut teks nyanyian yang
Nggo dage... pagi-pagi nari ngira-ngira wari e nande... lenga terang nggo
seh juma, berngi ka kari maka seh rumah nande...ketadingen nge rusur bas guro-
guro aron meriah e nande...lenga terang nggo seh juma berngi ka maka seh
rumah, bage tiap wari nande...
ladang. Pagi-pagi buta sudah harus di ladang dan kemudian pulang kembali ke
34
rumah ketika matahari sudah terbenam. Dengan demikian dia mengeluhkan
bagaimana dia selalu ketinggalan dan tidak serta bisa ikut dalam acara muda-mudi
guro-guro aron.
musik ini kemudian dibuat dengan menggunakan ritual dan berbagai persyaratan.
Dipercaya bahwa dengan menggunakan ritual tersebut, ketika ditiup alat musik
surdam ini dapat memiliki kekuatan magis, seperti untuk memikat hati
perempuan, ataupun supaya orang yang mendengarkan alunan bunyi surdam itu
dapat melepaskan rasa lelahnya. Surdam dulunya hanya memainkan lagu yang
bersifat sedih saja (lagu pada masyarakat karo pada umumnya) namun seiring
dengan perkembangannya pada saat ini surdam bisa memainkan lagu yang
bersifat riang. Pengaruh yang terjadi dari dalam maupun luar masyarakat Karo
Melihat sejarah di atas, maka penulis melihat bahwa tradisi yang terdapat
dalam masyarakat Karo sudah lama dikenal walaupun secara spesifik menurut
penulis masih sedikit yang mengetahui pembagian dari surdam tersebut. Di antara
pembagian surdam tersebut, surdam puntung merupakan surdam yang hingga saat
ini banyak digunakan diantara oleh pemain surdam Karo. Hal itu dapat dilihat
bagaimana alat musik surdam ini dapat mengiringi berbagai jenis musik Karo.
35
Hal itu terjadi karena secara melodis surdam ini menghasilkan nada-nada yang
Seperti yang telah penulis jelaskan di atas pembagian alat musik surdam
bagaimana alat musik ini diciptakan. Sama seperti orang yang sedang lapar yang
peran dan fungsi tertentu maka terjadilah pembagian alat musik tersebut
dihasilkan oleh suatu masyarakat dalam ruang lingkup kajian objek penelitian
memakai alat musik keyboard untuk mengiringi jalannya upacara, hal ini
disebabkan karena suara yang dihasilkan dari alat musik Karo dapat di tirukan
oleh keyboard melalui programnya, jika dilihat dari sisi lain maka jika melakukan
upacara adat memakai alat musik tradisional Karo secara materi akan menambah
36
sedikit dibandingkan pemain alat musik Karo. Maka perlahan-lahan alat musik
tradisi Karo kurang dimininati dikalangan masyarakat Karo dan secara otomatis
pemain alat musik tradisi Karo ini pun mulai berkurang. Namun pada saat
sekarang ini tidak sedikit juga masyarakat Karo yang menggunakan alat musik
tradisi Karo dalam upacara adat, hal ini diakibatkan karena alunan bunyi yang
dihasilkan oleh alat musik Karo terasa lebih syahdu dan yang mendengarkan akan
terasa lebih puas. Melihat keberadaan suatu kesenian terutama dalam kajian ini,
kan alat musik keyboard sebagai alat musik yang memakai teknologi modern
sudah digunakan untuk kegiatan tradisi masyarakat Karo baik dalam upacara
perkawinan maupun upacara kematian. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana
sistematis nilai tradisi yang dihasilkan masih tetap ada. Begitu juga dengan alat
musik surdam yang dapat dikenal oleh masyarakat karena melihat bagaimana alat
Keberadaan alat musik surdam ini ditunjang dari peran pembuat alat musik
tersebut yang menunjukkan suatu bentuk hasil kesenian dari masyarakat Karo.
Dalam masyarakat karo seorang pembuat alat musik surdam disebut sierban
surdam. Dalam hal ini penulis menemukan seorang sierban surdam yang
menjadi informan pangkal dalam objek penelitian ini yang sudah memiliki
pengalaman. Beliau adalah Pauzi Ginting dari desa Lingga yang sudah
37
hingga berperan sebagai pemain musik juga. Adapun salah seorang konsumen
beliau untuk alat musik yang dihasilkannya adalah almarhum Djasa Tarigan
seorang maestro musisi Karo. Menurut keterangan beliau bahwa alat musik yang
kualitas dari alat musik yang diinginkan. Sehingga dengan adanya alat musik
yang dibuat dan dimainkan oleh seorang musisi akan membantu secara tidak
juga ditinjau dari kebutuhan masyarakat akan suatu bentuk kesenian yang dapat
digunakan untuk keperluan kegiatan budaya. Untuk mengatasi hal ini bapak
Pauzi Ginting juga tidak hanya membuat alat musik untuk keperluan aktivitas
budaya saja, bahkan beliau membuat alat musik dalam bentuk hiasan atau
souvenir. Dengan ini keberadaan seperti alat musik surdam sudah dapat dikenal
baru atau modern. Fenomena inilah yang membuat kesenian tradisional seperti
surdam dapat dikenal dan digunakan dalam kalangan masyarakat Karo. Kesenian
atau alat musik surdam inilah salah satu penunjuk identitas masyarakat Karo
sehingga ada dan terdapat dalam setiap kegiatan aktivitas budayanya atas
kebutuhan yang harus dimiliki. Keberadaan seperti alat musik surdam ini
38
ditunjang oleh masyarakat Karo secara keseluruhan yaitu pembuat alat musik,
penting. Adapun penggunaan dan fungsi seperti yang dikemukakan oleh Merriam
(1964-2010) yaitu :
dalam kegiatan manusia; fungsi, meliputi alasan pemakaian dan terutama dalam
lingkup yang luas, sejauh mana musik itu dapat memenuhi kebutuhan manusia
tersebut.
kehidupan manusia dan efeknya terhadap suatu masyarakat. Dengan kata lain,
menyangkut kepada bagaimana dan untuk apa musik itu disajikan. Dalam hal ini
penulis akan melihat penggunaan dan fungsi dari hasil kultur kesenian masyarakat
39
3.4.1 Penggunaan
konteks unsur-unsur budaya dapat diuraikan dalam tiga kategori diatas yaitu,
Kebudayaan material dalam hal ini dapat dilihat dari aspek fisik alat musik
yang memperhatikan hal spesifik dalam instrumen tersebut yang dihasilkan dari
hasil kebudayaan masyarakat itu sendiri. Sama seperti alat musik surdam yang
digunakan oleh masyarakat Karo, di mana dilihat dari segi materialnya bahwa
instrumen ini terbuat dari bambu. Adapun bambu dalam hal ini merupakan hasil
retis, dll. Melihat hal ini penulis menyimpulkan bagaimana sebuah kebudayaan
material digunakan dalam tradisi di masyarakat itu sendiri disebabkan oleh aspek
Sehingga adapun kegunaan alat musik surdam puntung ini dalam masyarakat
40
yang terbuat dari bambu yang merupakan sebuah alat atau material yang sudah
Erpangir ku lau berasal dari kata “pangir” yang berarti “langir” dan “ku
lau” yang berarti “ke air”. Jadi secara harafiah erpangir ku lau adalah berlangir ke
membersihkan diri agar terhindar dari penyakit, bahaya ataupun roh-roh jahat dan
agar cita-cita atau keinginan tercapai. Dalam upacara erpangir ku lau kehadiran
gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang lima sendalanen
yang dimainkan pada upacara yang bersifat ritual berguna untuk mengubah
suasana upacara menjadi sakral dan sedikit magis, dan sekaligus juga akan
(Tarigan, 2004:121).
permainan alat musik surdam pada upacara Erpangir ku lau ini juga
memiliki peranan tersendiri. Yakni ada kalanya dimainkan secara tunggal untuk
41
3.4.2 Fungsi
10 kategori yaitu :
3. Fungsi hiburan
4. Fungsi komunikasi
5. Fungsi perlambangan
rasa atau emosi (misalnya rasa sedih, rindu, bangga, tenang, rasa kagum pada
dunia hasil ciptaan Tuhan) bagi para pendengarnya (Merriam, 1964:223). Reaksi-
reaksi tersebut dapat berupa ekspresi langsung seperti menyanyi mengikuti lagu
42
yang dimainkan atau mendengarkan secara tenang dan seksama tanpa banyak
dalam dirinya, sebab pemain surdam puntung seolah-olah ikut masuk ke dalam
melodi yang dimainkannya tersebut. Sehingga dalam hal ini musik dapat
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Untuk itu energi musikal
yang dihasilkan dari hasil permainan surdam puntung ini memberikan pengaruh
43
Ketika surdam puntung dimainkan dipadang rumput maupun dipersawahan
maka orang yang mendengarkan alunan tersebut dapat menimbulkan suatu efek
menghibur dan dapat menghilangkan rasa lelah bagi yang mendengarkan alunan
surdam puntung tersebut. Surdam puntung juga memiliki fungsi hiburan ketika
Dengan melihat musik yang dimainkan dalam bentuk upacara akan menghasilkan
sebuah pertunjukan seni yang bersifat keduniawian tanpa ada unsur spiritual yang
terdapat di dalamnya. Pada saat surdam dimainkan dalan bentuk pertunjukan seni
profan maka hasil kenikmatan yang dihasilkan berasal dari karakter permainan
surdam yang sudah peka didengar sehingga menghibur pribadi penikmat seni
tersebut.
Musik mampu menyampaikan suatu (pesan) kepada siapa yang akan dituju
simbolis ke dalam musik yang secara tidak disadari diakui oleh para warga
satu dari kedua macam cara berikut: secara sadar atau secara bawah sadar.
untuk mengembalikan roh yang dibawa mahkluk halus kembali ke tubuh asal roh
44
tersebut. Maksud dan tujuan masyarakat tersebut disampaikan melalui lagu-lagu
simbol tertentu. Sama seperti pada musik yang digunakan pada alat musik
keyakinannya kepada para leluhur mereka. Alunan lagu yang dimainkan surdam
tersebut memberikan sebuah percakapan dalam arti komunikasi dalam roh untuk
Sebagai wujud dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat di dalam pertunjukan
erpangir ku lau yang mana pada saat surdam dimainkan semua orang yang terlibat
dalam upacara tersebut dapat mengalami kerasukan roh-roh yang datang karena
45
3.4.3 Fungsi Surdam Puntung Dalam Konteks erpangir ku lau
diketahui secara pasti kapan sejarah awal penggunaan surdam tersebut digunakan
sebagai instrumen tunggal. Surdam puntung dalam upacara erpangir ku lau bisa
Adapun lagu yang dimainkan dalam upacara erpangir ku lau adalah : mari-mari,
yaitu : 1. Kulcapi/surdam/belobat
2. keteng-keteng (2buah)
3. mangkok putih
46
BAB IV
kajian organologis, penulis juga akan melihat segala sesuatu yang berhubungan
dengan semua sistem peralatan dan teknik pembuatan dari alat musik tersebut.
Untuk mendukung ruang gerak tulisan maka penulis juga memberikan suatu
bentuk penyajian alat musik surdam dengan dua sampel lagu dalam format
permainan yang dimainkan dalam tangga nada minor dan tangga nada mayor.
Sehingga dalam tulisan ini penulis akan mendeskripsikan secara umum aspek fisik
musiknya yang meliputi materi alat musik surdamnya, teknik pembuatan alat
musiknya, hingga komposisi yang dimainkan oleh alat musik tersebut hingga
permainan maupun penjarian yang memproduksikan nada pada alat musik surdam
puntung tersebut. Untuk itu penulis dibantu oleh beberapa teori Etnomusikologi
47
4.1 Klasifikasi Alat Musik Surdam Puntung
mengetahui alat musik surdam puntung ini. Dalam mengklasifikasikan alat musik
surdam ini, penulis menggunakan secara garis besar teori yang dikemukakan oleh
Curt Sach dan Hornbostel (1914) yaitu sistem pengklasifikasian alat musik
berdasarkan sumber penggetar bunyi. Sistem klasifikasi ini terdiri dari empat
bagian yaitu idiofon (alat musik itu sendiri sebagai sumber penggetar utama
(kulit atau membran sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar
atas maka alat musik surdam termasuk dalam kategori aerofon yang merupakan
1. Edge-blown aerophone
Jenis klasifikasi ini dapat dilihat melalui napas pemain yang diarahkan
melalui corong atau disebut juga windway di mana udara yang ditiup
48
udara dikeluarkan di luar instrumen dan setengahnya lagi masuk ke
dalam instrumen.
AEROPHONE
EDGE-BLOWN
AEROPHONE
END-BLOWN SINGLE
FLUTES
49
Dengan memperhatikan bagan di atas maka penulis memberikan
gambaran klasifikasi surdam yang dilihat berdasarkan karakter alat musik tersebut
dengan tinjauan aspek organologisnya. Dari bagan tersebut sehingga tampak jelas
klasifikasi secara kompleks dengan dilihat dari sisi organologi sesuai bahan kajian
utama penulis baik itu dilihat dari bahan baku, cara memainkan, dan teknik
memainkannya.
proposal tulisan ini maupun bab I dalam tulisan ini. Di mana dahulunya ada suatu
ritual tertentu yang dilakukan untuk membuat sebuah surdam ini yang diyakini
oleh masyarakat Karo dulunya. Baik itu dalam waktu tertentu untuk membuat
instrumen ini, syarat tertentu untuk membuat setiap lubang nadanya, dan bahkan
kondisi bahan baku instrumen pada saat membuatnya (lihat bab I). Dalam
kesempatan ini penulis lebih spesifik menerangkan suatu teknik pembuatan oleh
informan kunci penulis yaitu surdam puntung buatan Bapak Pauzi Ginting yang
dikerjakan dalam proses yang sederhana tanpa ada syarat ritual tertentu. Berikut
50
4.2.1 Bahan Baku yang Digunakan
4.2.1.1 Bambu
Bambu merupakan bahan dasar dari alat musik surdam ini dengan
kualifikasi tertentu. Pada umumnya bambu yang digunakan sebagai bahan alat
musik ini, berasal dari dataran tinggi dengan menghindari tingkat kelembapan
struktur bambu tertentu pula agar dapat membuat alat musik surdam yang
bermutu.
ini memiliki gagang dari kayu dengan balutan aluminium yang mengikat besi
parangnya dengan kayu gagang. Parang besar dan panjang sehingga dengan
51
Gambar 4.1: Parang Panjang
Pisau ini memiliki fungsi khusus dengan bentuknya yang khusus untuk alat musik
surdam ini yaitu untuk memotong buku yang dijadikan untuk lubang tiupan
surdam dengan bentuk pipih pada bagian tepian lubang tersebut. Dengan pisau ini
Dan tidak hanya itu juga, pisau ini juga digunakan untuk mengikis awal pada
lubang nada yang dibentuk di sekitar badan bambu, dan juga memudahkan si
pembuat untuk membuat ukiran pada bambu surdam dengan bentuk maupun
gambar tertentu.
52
Gambar 4.2: Rawit Batak
4.2.2.3 Rawit
pada masyarakat Karo, rawit ini berbentuk memanjang dan runcing yang berbeda
dengan rawit batak yang melengkung. Dengan melihat bentuknya maka dapat
dilihat bahwa pisau ini dalam hal pembuatan surdam digunakan untuk melubangi
lubang nada yang sudah dibentuk dengan rawit batak sehingga lebih tampak.
Secara detail pisau ini juga digunakan untuk memotong bagian bambu surdam
53
Gambar 4.3: Rawit
4.2.2.4 Penggaris
Penggaris ini sudah jelas digunakan untuk mengukur. Dalam hal ini
penggaris digunakan untuk mengukur jarak antara lubang-lubang nada yang sudah
54
4.2.2.5 Benang
surdam (menurut informan). Benang tersebut dililitkan pada bagian ujung lubang
tiup surdam.
4.2.2.6 Pensil
Pensil digunakan untuk menandai setiap lubang nada yang akan dibentuk.
Untuk itu dalam pengukuran jarak antar lubang nada yang diukur oleh penggaris
55
4.2.2.7 Kertas Pasir
bambu surdam tersebut. Karena kita ketahui bahwa pada badan bambu terdapat
serbuk tajam yang tampak seperti bulu yang memperlihatkan bambu tampak
lubang nada yang sudah dibentuk dengan menggunakan pisau rawit, sehingga
lubang nada tersebut lebih halus apalagi dalam pembentukan nada yang dilakukan
secara buka tutup lubang nada yang cukup berpengaruh akan halus kasarnya
lubang nada tersebut. Lebih spesifik lagi kertas pasir itu digunakan untuk
4.2.2.8 Garut
mulai berkurang ketajamannya. Terkhusus untuk pisau batak dan pisau rawit
56
Gambar 4.7: Garut
Dalam proses pemilihan bambu untuk membuat alat musik surdam ini
memiliki teknik sendiri untuk menghasilkan surdam yang dengan kualitas baik.
Masih dalam sistem tradisional bahwa dalam masyarakat kesenian Karo dalam
purnama yang konon hal ini dapat memberikan “nilai” lebih terhadap surdam
tersebut. Hal ini diartikan dalam suatu bentuk nilai magis yang dapat digunakan
maupun kualitas surdam dalam hal bunyi yang dihasilkan. Tapi untuk kali ini
yang penulis dapat dari informan penulis dalam hal pemilihan bambu dilakukan
yang dipilih merupakan bambu yang agak tua dengan bentuk bambu yang
memiliki buku yang berjarak. Bambu yang cukup tua akan menghasilkan suara
yang lebih bagus dibanding dengan bambu yang lebih muda, dan tidak hanya itu
dalam proses selanjutnya dapat diperhatikan bahwa bambu tersebut harus dalam
57
keadaan kering tua untuk memudahkan dalam pembuatannya yang berbeda
dengan bambu muda yang masih memiliki serat air yang lebih banyak.
terdapat dalam setiap ruas-ruas bambu. Bambu yang dibutuhkan yang memiliki
bentuk lurus dengan ukuran sama atau hampir sama antara diameter pangkal dan
ujungnya. Sehingga sebaiknya pilih batasan bambu yang dipotong pada bagian
bambu yang lebih sempurna untuk pembuatan surdam. Setelah itu bambu dalam
menghasilkan kualitas bambu yang lebih baik. Dengan kondisi seperti itu maka
dipotong melalui ruas bambu dengan memperhatikan sebelumnya posisi ruas dan
diameter bambu pada bagian ujung bambu yang akan dijadikan lubang tiup.
Bambu tersebut tepat dipotong pada bagian bawah ruas ujung bambu dan begitu
juga pada bagian ruas dibawah bambu sehingga dapat diperhatikan bahwa bambu
surdam yang akan digunakan tidak memiliki buku-buku pada bagian kedua
ujungnya, sehingga kondisi bambu dalam bentuk corong dengan dua lubang yaitu
58
Pada ruas bambu tersebut dipotong dengan menggunakan pisau batak
sehingga menghasilkan bentuk potongan yang lebih rapi dan teratur. Karena
lubang tersebut juga lah yang akan menjadi lubang tiup surdam sehingga psosisi
ujung bambu yang digunakan sebagai lubang tiupnya. Sisi lubang bambu tersebut
dibentuk dengan mengikis sisi–sisinya pada bagian luar lubang dengan posisi
Berbeda dengan sisi lubang bambu sebaliknya, bahwa pada bagian sisi
lubangnya tidak perlu dibentuk menjadi miring seperti bagian lubang tiup
surdamnya. Karena pada bagian lubang tersebut dijadikan saluran udara yang
59
keluar pada saat meniup surdam, sehingga pada bagian tersebut cukup dipotong
sebanyak 6 kali lilitan pada bagian ujung lubang tiup bambu sehingga dihasilkan
dengan acuan lubang tiup surdam. Pada batas ujung benang yang terdapat pada
60
badan bambu kemudian ditandai untuk dipotong sesuai ukurannya dengan pisau
batak sehingga kecocokan antara besar dan panjang bambu surdam sesuai.
Adapun lubang nada pertama yang dibuat dalam langkah awal pembuatan
surdam ini dimulai dari pengukuran panjang bambu surdam semula yaitu
sehingga lubang pertama berada di bagian tengah panjang surdam. Setelah itu
menggunakan penggaris jarak dari lubang nada pertama dibagi dua sehingga dapat
ditentukan letak lubang nada kedua atau kira-kira ¼ panjang bambu surdam ke
arah bawah bambu surdam4. Atau bisa juga dengan ukuran panjang dengan
memperhatikan hasil bagi dua dari ukuran 22 cm yaitu 11 cm. Setelah itu
dilanjutkan kembali untuk menentukan letak lubang nada yang ketiga dengan
4
Arah bagian atas bambu surdam adalah bagian lubang tiup surdam.
61
mengukur jarak lubang nada yang pertama kali dibuat dengan lubang nada kedua
yang dibuat sebelumnya dengan membagi dua jarak antara lubang nada tersebut
sehingga dapat ditentukan lubang nada yang ketiga. Jarak antara lubang nada
pertama dan kedua adalah 11 cm sehingga posisi letak lubang nada ketiga berada
pada titik 5,5 cm. Untuk lubang nada keempat kemudian dilakukan dengan
mengukur jarak antara lubang nada kedua dengan lubang nada ketiga dengan
membagi dua antara kedua jarak tersebut pulak. Dengan jarak panjang lubang
nada kedua dan ketiga adalah 5,5 cm maka posisi lubang nada yang keempat
terletak pada titik 2,75 cm. Selanjutnya untuk mencari lubang nada kelima yang
dibuat dilakukan dengan mengukur dan membagi dua jarak lubang nada antara
lubang nada pertama dengan lubang nada yang ketiga. Sama seperti pembuatan
lubang nada yang keempat dengan memperhatikan jarak antara lubang nada
pertama dengan lubang nada ketiga sepanjang 5,5 cm yang dibagi dua untuk
mendapatkan posisi lubang nada kelima yaitu pada titik 2,75 cm di antara lubang
nada tersebut. Yang terakhir untuk membuat lubang nada yang keenam dilakukan
dengan mengukur jarak antara lubang nada kedua dengan ujung bagian bawah
bambu surdam dengan membagi dua jaraknya sehingga dapat ditentukan lubang
nada yang keenam. Jarak kedua lubang tersebut sepanjang 11 cm sehingga posisi
letak lubang nada yang keenam terdapat pada titik 5,5 cm di antara lubang nada
kedua dengan ujung bawah bambu surdam. Setiap lubang nada yang sudah
ditentukan ditandai dengan goresan ataupun gambar lubang sebagai tanda posisi
62
Perhatikan konstruksi lubang nada pada surdam puntung ini.
22 cm
44 cm Lubang nada I
11 cm Lubang nada VI
penggaris.
63
4.2.3.7 Melubangi Lubang Nada
Lubang nada yang sudah diukur dan telah ditandai dengan pensil
kemudian diolah dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang sudah diatur. Menurut
keterangan informan penulis dalam membuat lubang nada terkait dengan ukuran
lubang dilakukan dengan ukuran standar yang diartikan sesuai dengan besar
lubang yang dibutuhkan oleh bambur surdam. Besar lubang di sini dimaksudkan
atas dasar kebutuhan bambu surdam yang sesuai dengan lubang nada. Bambu
yang sudah ditandai dengan pensil untuk membuat lubang nada kemudian dikikis
dengan menggunakan kertas pasir untuk membuat lubang nada yang sudah
64
silinder dan kemudian dimasukkan ke dalam lubang nada yang sudah dibentuk.
Kertas pasir yang sudah masuk ke dalam lubang nada yang sudah dibentuk
alat musik surdam ini kemudian badan bambu surdam juga dihaluskan dengan
menggunakan kertas pasir seperti yang kita ketahui bahwa bambu memiliki bulu
bambu halus dan tajam sehingga bulu ini dibersihkan dengan menggunakan kertas
pasir.
65
4.2.3.9 Memberi Ukiran pada Surdam
tersendiri dan bahkan suku lain yang memliki sesuatu yang menjadi karakter suatu
bangsa. Dalam masyarakat Karo terdapat sejumlah makna tradisi yang terdapat
Karo
66
Beberapa motif yang biasa digunakan pada ukiran surdam puntung ini diantaranya
67
Gambar 4.21: Ipen-ipen
Tabel 4.3
68
Itulah langkah terakhir dalam membuat surdam puntung hingga ke motif-
sedemikian rupa sudah bisa digunakan secara utuh. Itulah beberapa teknik
pembuatan alat musik surdam yang dilakukan oleh informan pangkal penulis yaitu
dilakukan oleh informan penulis melalui pengalaman beliau bahwa ukuran bambu
Beliau juga menyatakan bahwa semakin besar bambu surdam maka semakin
rendah nadanya dan sebaliknya semakin kecil bambunya maka semakin tinggi
nada surdamnya. Besar kecilnya bambu ini ditentukan dengan diameter bambu
surdam dilakukan dengan secara meniup langsung bambu baku yang sudah
dipotong dan diukur sebelumnya. Maksudnya bambu yang sudah diukur dengan 6
lilitan tersebut dipotong sesuai ukuran kemudian dicoba dengan meniup bambu
dari lubang tiupan yang masih baku sehingga terdengar nada yang bisa dibuat
pendek bukan jadi aturan melainkan besar kecilnya diameter bambu yang menjadi
Nada-nada yang terdapat pada surdam dimulai dari nada si, do, re, mi, fa,
sol, dan la. Lubang nada yang terdapat pada bambu surdam ada enam lubang.
69
Apabila semua lubang ditutup dengan jari pemain maka nada yang dihasilkan
adalah si. Kemudian dilepas satu jari atau membuka lubang nada pada bagian
ujung bawah surdam maka nada yang dihasilkan adalah do. Begitu juga apabila
lubang nada di atasnya dilepas maka nada yang dihasilkan adalah re. Begitulah
nada seterusnya yang dihasilkan berturut-turut apabila lubang nada yang dibuka
juga berurut hingga sampai lepas jari atau tidak menutup lubang satupun.
yang dihasilkan dalam surdam puntung maka perhatikan objek surdam yang telah
70
si do re mi fa sol la
Keterangan
dibuka
ditutup
71
Dalam permainan musik masyarakat Karo dikenal ciri khas yang menjadi
nada istimewa yang dimainkan baik itu terdapat dalam beberapa permainan alat
musik tunggal Karo yaitu rengget. Rengget merupakan sejenis nada melismatis
yang dihasilkan untuk mengalunkan nada sebelum dan setelahnya. Rengget inilah
72
4.2.5 Sampel Lagu
Cawir Metua
Surdam Permakan
73
BAB V
5.1 Kesimpulan
Dari hasil deskripsi tentang surdam permakan ini maka penulis melihat
bagaimana peran dan fungsi surdam permakan dalam masyarakat Karo. Pada
memiliki fungsi yang minim untuk mendukungnya. Tapi alat musik surdam
memainkannya yang cukup sulit dan bahkan hanya untuk membunyikannya saja.
memainkan surdam ini. Dari hal ini maka kita dapat memperhatikan
sesungguhnya peran suatu kesenian berasal dari manusia dan karyanya. Demikian
juga dengan surdam permakan ini yang digunakan akan kebutuhan masyarakat
Karo baik itu untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk kegiatan aktivitas
budayanya.
Kenapa tidak, dapat kita perhatikan bagaimana suatu eksistensi terjadi apabila
mereka ini tidak ada. Apakah masih berharap akan cerita yang dulunya kadang di
luar akal sehat kita yang menyatakan bahwa alat musik ini diberikan oleh para
dewa atau yang datang dengan sendirinya. Untuk itu begitu kuat alasan penulis
74
untuk mengangkat kajian organologis untuk mempertahankan hasil kebudayaan
leluhur kita.
yaitu bapak Pauzi Ginting. Teknik pembuatan surdam ini yang diadopsi dari
membuat alat musik apalagi memngingat bagaimana peran beliau dalam segala
mengukur panjang bambu surdam dengan menggunakan enam lilitan dan cara
mengukur jarak-jarak lubang nada yang digunakan dengan membagi dua setiap
jarak yang telah diukur sebelum dan setelahnya. Begitu juga dalam mengatur
nada dasar surdam tersebut yang memperhatikan besar kecilnya bambu. Untuk
itu dalam teknik pembuatan surdam ini dapat dilihat bagaimana keterampilan kita
manusia kesenian yang turut mendukung terciptanya alat musik surdam puntung
tersebut.
75
5.2 Saran
mengambil ataupun membuat sesuatu dengan cara instan ibarat “pop mie” yang
sehingga tidak perlu repot untuk memasaknya kemudian. Begitu juga yang
terdapat dalam masyarakat Karo ini yang harus menjaga kebudayaannya dengan
masyarakat Karo. Dilihat dari segi fungsional saat ini dengan melihat surdam ini
Karo pada umumnya, tapi justru itu sebaiknya alat musik tradisional ini digunakan
dengan fungsi tertentu baik itu kegiatan di luar upacara adat. Apabila melihat
bagaimana cara memainkannya dengan teknik yang berbeda dengan alat musik
tiup lainnya seharusnya digunakan untuk sesuatu yang umum dilakukan dalam
Karo untuk melestarikan salah satu keseniannya dengan melihat bagaimana teknik
pembuatan surdam puntung yang dilakukan oleh informan penulis yaitu bapak
Pauzi Ginting. Dengan tulisan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat Karo
76
agar tetap terlestari di dalam masyarakatnya. Diharapkan juga manusianya
dilakukan dalam suatu bentuk kebutuhan. Generasi merupakan salah satu kunci
utama dalam proses ini dan begitu juga informan penulis dan penulis mencoba
dan kesenian ini agar memiliki kesadaran akan pengembangan dan pelestarian
77
Daftar Informan
78
Daftar Pustaka
Banoe, Panoe. 1984. Pengantar Pengetahuan Alat Musik. Jakarta: C.V. Baru.
Hood, Mantle. 1981. The Ethnomusicologist. Ohio : The Kent State, University
Press.
Malm, William. P. 1976. Traditional Music Of The Pasific and The Near East.
New Jersey: Prectice-Hall.
Nettle, Bruno. 1964. Theory and Method Of Ethnomusicology. New York: The
Free Press-A Division Old Mc Milan publishing, Co, Inc.
Sinaga, Saridin Tua. 2009. Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak
Arisden Purba di Desa Maniksaribu Kec.Pematang Sidamanik Kab.
Simalungun, Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara, Medan.
79