Anda di halaman 1dari 123

BENTUK PERTUNJUKAN REOG CAMPURSARI

TURONGGO PUSPITO

DESA MUKIRAN KECAMATAN KALIWUNGU

KABUPATEN SEMARANG.

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Sendratasik

Nama : Nuryanti

NIM : 2501915002

Program Studi : Pendidikan Seni Tari

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang


ia lakukan, dan akan mencoba kembali untuk melakukan dalam suatu cara
yang berbeda
(Dale Carnegie)

Persembahan :

Kupersembahkan skripsi ini untuk suami tercinta dan anak-anakku tersayang


Cahyanto dan Nuringtyas.

v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa atas

rahmat dan karunia-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan Skripsi ini, yang

berjudul Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang dengan baik dan lancar. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu tanggungjawab akademik dalam rangka penyelesaian

program sarjana pendidikan.


Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tidak akan berhasil tanpa bantuan

dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh kuliah di

Universitas Negeri Semarang

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang

memberikan ijin penelitian penulisan skripsi ini.

3. Dr. Udi Utomo, M.Si, Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas sehingga

penelitian terlaksana.

4. Bapak Drs. Suharto, S.Pd, M.Hum, pembimbing I yang telah membimbing

dan memberi arahan penulis hingga terselesaikannya laporan ini.

5. Ibu Utami Arsih, S.Pd, M.A, pembimbing II yang telah membimbing dan

memberi saran-saran hingga keberhasilan penyusunan penelitian.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu

vi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaannya. Semoga

penulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga

mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Semarang, Juli 2016

Penulis

Nuryanti

SARI
Nuryanti, 2016, Pertunjukan Reog Campur Sari Turonggo Puspito di Desa
MuKiran Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, Skripsi, Jurusan
Pendidikan Seni Tari, Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang,
Pembimbing I Drs. Suharto, S.Pd, M.Pd, Pembimbing II Utami Arsih, S.Pd, M.A.

vii
Kata kunci : Pertunjukan, kesenian tradisional, Reog Campursari Turonggo
Puspito
Kesenian tradisional yang ada di Jawa Tengah khususnya kesenian Reog
Campursari Turonggo Puspito yang berada di Desa Mukiran Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang, pertunjukannya memiliki daya tarik yang
sangat besar. Keberadaan Reog Campursari di desa ini membuat desa Mukiran
lebih dikenal di wilayah Kaliwungu dan sekitarnya, terbukti kesenian ini sering
pentas di berbagai tempat. Berdasrkan latar belakang dan pengamatan maka
rumusan permasalahan peneliti adalah: Bagaimana bentuk pertunjukan Reog
Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu. Tujuan
yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu: Mengetahui, mendeskripsikan dan
menganalisis pertunjukan Reog Campusari Turonggo Puspito. Lokasi penelitian
berada di Desa Mukiran Kecamatan Kaliwunggu Kabupaten Semarang.
Metode penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan
teknik pengumpulan data yang terdiri dari: observarsi, wawancara, dokumen.
Teknik pemeriksaan keabsahan data terdiri dari: triangulasi, bahan referensi dan
member chek. Teknik analisis data yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data,
verifikasi dan penarikan simpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertunjukan Reog Campursari
Turonggo Puspito: (1) Bentuk pertunjukannya terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian
pembukaan, bagian inti dan bagian penutup pertunjukan (2) dari masing-masing
bagian mempunyai unsur-unsur pendukung yang sama yaitu: ragam gerak, tata
rias, tata busana, iringan, property dan pola lantai. (3) Pada bagian inti
pertunjukan terdiri dari tiga babak adalah babak Yakso Ageng, babak Bujang
Ganong dan babak Buto. Dari ketiga babak itu yang membedakan adalah tata rias
dan tata busananya. (4) Ragam geraknya kurang variatif sehingga kelihatan
monoton. (5) Penonton dari berbagai jenis umur dari usia anak-anak, usia remaja
dan lanjut usia berbaur jadi satu tanpa tempat duduk, saat lagu campursari
penonton usia remaja berjoget.
Saran peneliti adalah untuk koreografer, pelatih, perlu mengembangkan
gerak agar lebih variatif dan tidak monoton. Perlu pembinaan secara langsung
oleh pemerintah, agar kesenian Reog tetap lestari dan berkembang. Penonton dari
berbagai jenis umur berbaur jadi satu, dimungkinkan penonton lanjut usia
disediakan kursi dan remaja yang berjoget di sediakan ruang tersendiri agar semua
penonton bisa menikmati pertunjukan dengan nyaman.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

viii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

SARI................................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... . xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………….1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................5

1.5 Sistematika Skripsi.........................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ……………..7

2.1 Tinjauan Pustaka..........................................................................7

2.2 Landasan Teori............................................................................9

2.3 Kerangka Berpikir.......................................................................27

BAB 3 METODE PENELITIAN ………………………………………….28

3.1 Desain Penelitian.............................................................................28

ix
3.2 Lokasi dan Sasaran.........................................................................30

3.3 Teknik Pengumpulan Data..............................................................31

3.4 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.............................................36

3.5 Tehnik Analisis Data.......................................................................38

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………41

4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian

41

4.2 Kesenian Tradisional Reog Campursari Turonggo Puspito

45

4.3 Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito...........................49

BAB 5 PENUTUP ………………………………………………………….89

5.1 Kesimpulan.....................................................................................89

5.2 Saran...............................................................................................90

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................91

LAMPIRAN....................................................................................................93

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Statistik Penduduk Berdasar Kelompok Umur .....................43
Tabel 4.2 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .............................44
Tabel 4.3 Penduduk Berdasarkan Pendidikan....................................... 45

x
Tabel 4.4 Ragam Gerak Reog CampursariTuronggo Puspito ………...77
Tabel 4.5 Unsur Gerak Kepala ..............................................................79
Tabel 4.6 Unsur Gerak Tangan .............................................................81
Tabel 4.7 Unsur Gerak Kaki....................................................................82
Tabel 4.8 Unsur Gerak Badan………………………………………….83

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka berpikir ................................................................27
Gambar 4.1 Peta Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu………................42
Gambar 4.2 Antusias penonton Reog Campursari …................................50
Gambar 4.3 Sesaji Pertunjukan …………………......................................51
Gambar 4.4 Pertunjukan Reog Campursari................................................53
Gambar 4.5 Penari kesurupan minta dipocong………………...................55
Gambar 4.6 Penari Kesurupan Minta Kemenyan ..................................... 56
Gambar 4.7 Penari Kesurupan Minta Pamitan sama yang nangap....................58
Gambar 4.8 Penari Kesurupan Pulang Ke Perempatan Jalan……………………60
Gambar 4.9 Penari Kesurupan Pulang Ke Kebun………………………………..61
Gambar 4.10 Tata Rias Karakter Buto …………………………………………...62
Gambar 4.11 Tata Busana Yakso Ageng………………………………………....63
Gambar 4.12 Ikat Kepala………………………………………………………...65
Gambar 4.13 Kerincing……………………………………………………….….66
Gambar 4.14 Klatbau………………………………………………………….…67
Gambar 4.15 Bingel Tangan atau gelang……………………………………..….67
Gambar 4.16 Kain jarik dan stagen…………………………………………..….68
Gambar 4.17 Celana Panji…………………………………………………….…68
Gambar 4.18 Property Reog…………………………………………………..…69
Gambar 4.19 Tata Busana Bujang Ganong…………………………………...….70
Gambar 4.20 Topeng Embong…………………………………………………...71
Gambar 4.21 Rampek…………………………………………………………....72

xi
Gambar 4.22 Celana…………………………………………………………...…72
Gambar 4.23 Rompi…………………………………………………………..….73
Gambar 4.24 Tata Busana Buto atau Raksasa………………………………..….73
Gambar 4.25 Wig atau Rambut Palsu……………………………………………74
Gambar 4.26 Badong…………………………………………………………….75
Gambar 4.27 Penonton Pertujujkan……………………………………….……..86

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Biodata Penulis ........................................ ………………….93
Lampiran 2 Permohonan Ijin Penelitian ................................................... 94
Lampiran Pedoman Obsevasi .................................................................95
Lampiran 4 Pedoman Wawancara .............................................................96
Lampiran 5 Dokumen Wawancara di Desa Mukiran ................................100
Lampiran 6 Dokumen Wawancara dengan Pengurus Perkumpulan ..........102
Lampiran 7 Dokumen Pertunjukan Reog Campursari ..............................105
Lampiran 8 Cuplikan Skrip Wawancara ………………………………..108

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kita dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia yang memiliki banyak

kebudayaan, salah satunya adalah kesenian yang lahir dan berkembang di

Indonesia, kesenian tersebut diantaranya adalah seni tari, seni musik, seni rupa.

Pada perkembangannya, kesenian tersebut menjadi sebuah identitas yang khas

yang bersifat tradisional yang dimilik oleh bangsa Indonesia. Tiap-tiap daerah

menghasilkan kesenian dengan ciri-cirinya khusus yang menunjukkan sifat-sifat

etnik daerahnya sendiri-sendiri.

Kebudayaan yang berupa kesenian di Indonesia khususnya seni tari

tradisional, biasanya dipertunjukkan dalam sebuah pementasan. Seni pertunjukan

tari di Indonesia tumbuh dalam lingkungan-lingkungan etnik yang berbeda satu

sama lain, lingkungan etnik ini didalamnya seperti adat yang secara turun-

temurun yang diwariskan merupakan landasan eksistensi yang utama dalam seni

pertunjukan di Indonesia.

Pertunjukan tari tradisional di Indonesia terdapat keunikan-keunikan yang

menjadi daya tarik di dalamnya. Keunikan-keunikan yang di temukan seringkali

mempelihatkan sebuah keanehan misalnya: roh halus yang akan pulang ke

alamnya minta dipocong, minta pamitan pada yang nanggap setelah terpenuhi

1
di padukan dengan trance (tidak sadarkan diri) dan dikolaborasikan dengan

campursari yang mana penonton ada yang ikut berjoget dan minta lagu.

Keunikan-keunikan yang ada pada Reog itu merupakan keistimewaan tersendiri

yang harus dipertahankan dan dilestarikan serta dikembangkan sehingga dapat

menjadi budaya masyarakat setempat dan digemari dari generasi ke generasi

berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pengamatan, maka peneliti menyusun

rumusan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana bentuk pertunjukan Reog

Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu,

Kabupaten Semarang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka peneliti bertujuan untuk

mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis.

1.3.1 Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran,

Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

1.3.2 Keunikan yang ada dalam pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito

di Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

1.4 Manfaat

4
1.4.1 Teoritis

1.4.1.1 Diharapkan dapat memberikan masukan bagi lembaga pengelola

kesenian tradisional.

1.4.1.2 Diharapkan dapat sebagai pengembangan kurikulum di tingkat satuan

pendidikan.

1.4.2 Praktis

1.4.2.1 Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan

kreativitas dalam berkesenian tradisional Reog Campursari Turonggo

Puspito.

1.4.2.2 Meningkatkan apresiasi dalam pertunjukan Reog Campursari Turonggo

Puspito di Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

1.4.2.3 Memberikan sumbangsih berupa motivasi bagi guru seni budaya untuk

meningkatkan kwalitas pembelajaran.

1.5 Sistematika Skripsi

Keseluruhan uraian rangkaian diatas dipermudah dengan adanya

sistematika penelitian skripsi yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian awal

berisi halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto, dan persembahan, kata

pengantar, daftar isi, daftar lampiran, bagian isi terbagi lima bab yaitu:

BAB 1 Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.

5
BAB 2 Landasan teori pada bab ini akan diuraikan tentang bentuk

pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran Kecamatan

Kaliwungu Kabupaten Semarang.

BAB 3 Metode penelitan berisi tentang pendekatan penelitian, teknik

pengumpulan data (observasi, wawancara, dan dokumentasi) dan analisis data.

BAB 4 Hasil penelitian dan pembahasan yang mencakup tentang lokasi

penelitian bentuk pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa

Mukiran Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

BAB 5 Penutup berisi kesimpulan dan saran.

Bagian akhir skripsi berisi Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

6
2.1. Tinjauan Pustaka

Hasil penelitian yang dilakukan Heni Pratiwi (2013) dalam penelitian yang

berjudul bentuk penyajian Kuda Lumping Turonggo Bekso di Desa Wonosari

Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung, menunjukkan bahwa penyajian Kuda

Lumping Turonggo Bekso terbagi menjadi tiga babak yaitu, babak pembuka

disajikan tari Prawira Watang, babak penengah tari Kuda Lumping putri, babak

penutup tari Kuda Lumping putra. Penyajian tari berbentuk kelompok dengan

jumlah penari putri 17 dan jumlah penari pria 10 orang. Ragam gerak utama

meliputi , laku telu, jalan congklang, pacak gulu, hoyogan,sembahan jengkeng,

jalan nyisik, liyepan, peperangan, dan jalan lumaksono. Unsur pendukung tari

meliputi iringan,tata rias, tata busana, tata suara, tata pentas. Keunikan yang yang

dimiliki yaitu setiap pentas yang dikemas dalam bentuk sendratari, instrument

tetap menggunakan gamelan, busana asli sesuai dengan latar belakang cerita. Tari

ini berfungsi sebagai upacara dan tontonan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tuhuningsih (2015) dalam penelitian

berjudul pertunjukan Jaran Kepang Turonggo Kridho Mudho di Desa Getas

Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, menunjukkan bahwa penyajian Jaran

Kepang Turonggo Kridho Mudho dalam pertunjukkannya dikombinasikan dengan

Leak, Belibis, dan Pendet. Dilihat dari media yang digunakan seni tersebut

termasuk seni tari namun juga terdapat sedikit unsur-unsur teater karena dalam

setiap tarian, para penari membawa sebuah cerita yang dilakukan oleh pasukan

Jaran Kepang dan Leak. Pada kesenian tersebut media yang mendukung adalah

musik, tentunya musik tradisional yang dari tabuhan Leak dan Jaran Kepang.

7
Tidak terlalu sulit menggabungkan dua unsur musik atau tabuhan dalam Leak dan

Jaran Kepang karena keduanya sama-sama mengusung semangat yang

menggebu-gebu. Peralatan alat musik yang digunakan antara lain: gong, organ,

drum, dan bende. Sedangkan unsur kostum atau busana, dalam kesenian ini tidak

mengubah kostum asli dari budaya masing-masing.

Hasil penelitian yang dilakukan Joko Wiyoso (2011) dalam penelitian

berjudul Kolaborasi Antara Jaran Kepang dengan Campursari: Suatu Perubahan

Kesenian Tradisional. Penelitian ini berawal dari pertunjukan kesenian tradisional

Kuda Kepang Turonggosari di Desa Tambaksari Kecamatan Limbangan

menunjukkan bahwa penyajian Kuda Kepang Turonggosari setelah

dikolaborasikan dengan campursari bentuk pertunjukkannya tetap sama terbagi

menjadi tiga babak yaitu: (1) pembukaan, (2) inti, (3) peenutup.

Pembukaan ini dimulai gendhing pembuka (talu) yang selanjutnya

disajikan 3 sampai 4 lagu campursari, pada saat penyajian lagu-lagu ini penonton

bisa minta lagu dan juga menyawer (memberi uang) kepada penyanyinya serta

berjoget. bagian inti pertunjukan penari putri ke arena menari sampai selesai, di

lanjutkan menyanyi lagu campursari, penonton bisa minta lagu, berjoget dan

menyawer (memberi uang). Pada saat penari ndadi (kesurupan) lagu campursari

juga digunakan untuk mengiringi sampai saat penari disadarkan oleh pawang

inilah bagian penutup.

Pertunjukan Kuda Kepang Turonggosari diiringi dengan beberapa

instrumen gamelan jawa seperti demung, saron barung, peking, kendang, kethuk,

8
gitar elektrik, keyboard, drum dan kendang jaipong. Beberapa unsur yang

mendukung pertunjukan Kuda Kepang Turonggosari antara lain: peraga, musik,

gerak, tata rias, tata busana, property, tata lampu, tata suara, tempat dan waktu

pementasan.

Berdasarkan penelitian yang sebelumnya dilaksanakan mengkaji tentang

bentuk dan fungsi pertunjukan serta penyajian Jaran Kepang. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Suparti (2013) mengkaji bentuk dan fungsi pertunjukan Kuda

Lumping, sedangkan Tuhuningsih (2015) meneliti bentuk penyajian Jaran

Kepang, dan JokoWiyoso (2011) meneliti perubahan pertunjukan Jaran Kepang

yang sudah dikolaborasikan dengan campursari. Peneliti dalam melaksanakan

penelitian mengkaji dan menganalisis bentuk pertunjukan Reog. Persamaan yang

terdapat pada penulisan sebelumnya dengan yang dilaksanakan oleh peneliti

adalah sama-sama meneliti tentang kesenian tradisional, sedang yang

membedakan bentuk kajian isi pertunjukan yang diteliti.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Seni Tradisional

Seni tradisional merupakan sebuah pencerminan dari suatu kultur yang

berkembang sangat perlahan, disebabkan karena dinamika dari masyarakat. Seni

tradisional yang sesuai dengan tradisi dan mempunyai suatu pola kerangka

ataupun aturan yang selalu berulang dalam kerangka tertentu. Dalam

mengembangkan seni tradisional diperlukan upaya kualitatif dan kuantitatif.

9
Upaya kualitatif adalah pengembangan seni pertunjukan dengan membesarkan

volume penyajian, meluaskan wilayah pertunjukan (Edy Sedyawati, 1981: 11).

Seni menunjukkan gambaran tentang keadaan penciptanya, masyarakat

dan bangsanya. Seni adalah pernyataan tentang keadaan batin pencipta yang

dinyatakan dalam bentuk rupa, nada, gerak, dan sastra atau bentuk-bentuk lainnya

yang mempesonakan penciptanya sendiri maupun orang lain yang dapat

menerimanya (Bastomi,1989: 6).

2.2.2 Bentuk Pertunjukan

Bentuk adalah struktur artikulasi sebuah hasil kesatuan yang menyeluruh

dari suatu hubungan sebagai aktor yang saling terkait. Istilah penyajian sering

didefinisikan cara menyajikan, proses, pengaturan dan penampilan suatu

pementasan. Bentuk penyajian seni tari meliputi gerak, penari, pola lantai, iringan,

tata rias, tata busana, tempat penyajian dan perlengkapan.

Bentuk penyajian tari adalah wujud keseluruhan dari suatu penampilan

yang di dalamnya terdapat aspek-aspek atau eleme-elemen pokok yang ditata dan

diatur sedemikian rupa sehingga memiliki nilai estetis yang tinggi. Elemen-

elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

memiliki fungsi yang saling mendukung dalam sebuah pertunjukan tari.

Menurut Brown (dalam Indriyanto, 2002: 14-15) menyatakan bahwa

struktur sebagai seperangkat tata hubungan di dalam kesatuan keseluruhan.

Bentuk seni sebagai ciptaan seniman merupakan wujud dari ungkapan isi pandang

10
dan tanggapan kedalam bentuk fisik yang dapat ditangkap oleh indera perasaan,

indera penglihatan dan indera pendengaran.

Bentuk-bentuk lahiriah tidak lebih dari suatu medium, yaitu alat untuk

mengungkapkan dan menyatakan isi. Bentuk seni terdsapat hubungan antara

garapan medium dan garapan pengalaman jiwa yang diungkapkan, atau terdapat

hubungan antara bentuk dan isi bentuk, sedangkan isi itu tumbuh dalam ajang

kebudayaan tradisional, dalam arti diciptakan oleh orang-orang di lingkungan

kebudayaan tradisi tertentu (Humardani dalam Indriyanto, 2002: 15).

Menurut Indriyanto (2002: 16) yang dimaksud bentuk adalah bentuk fisik,

bentuk yang di amati sebagai sarana untuk menuangkan nilai yang di ungkapkan

seorang seniman, sedangkan isi adalah bentuk ungkap, yaitu nilai-nilai atau

pengalaman jiwa yang wigati, yang digarap dan diungkapkan seniman melalui

bentuk ungkapannya dan yang dapat ditangkap atau dirasakan dalam bentuk fisik.

Bentuk ungkapan suatu karya seni pada hakekatnya bersifat fisik, seperti garis,

warna, bunyi-bunyian, gerak tubuh dan kata-kata. Bentuk fisik dalam tari dapat di

lihat melalui elemen-elemen bentuk penyajian yaitu bentuk penataan tari secara

keseluruhan, jadi yang perlu di tekankan dalam kajian bentuk adalah elemen-

elemennya.

Pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau

kelompok di tempat atau waktu tertentu. Pertunjukan biasanya melibatkan empat

unsur yaitu: waktu, ruang, tubuh dan hubungan seniman dengan penonton.

Pertunjukan meliputi uraian tentang ciri-ciri dan karakteristik bentuk seni

11
pertunjukan yang ada (meliputi musik, teater dan lain-lain) baik dalam bentuk

tradisi maupun modern. Pertunjukan adalah bentuk yang disajikan dalam wujud

nyata dapat dilihat dan didengar. Pertunjukan secara garis besarnya digolongkan

menjadi dua, yaitu: (1) Perilaku manusia atau disebut budaya pertunjukan, (2)

pertunjukan budaya yang meliputi pertunjukan seni, olah raga, ritual, festival-

festival, dan berbagai bentuk keramaian. Dalam arti luas pertunjukan adalah

sebuah bentuk komonikasi, sebuah proses kegiatan yang memerlukan ruang dan

waktu dan juga merupakan sebuah permainan (Jazuli, 1994: 5).

Menurut Margiyanto dalam Jazuli (1994: 6) berpendapat bahwa

pertunjukan adalah sebuah permainan, sebuah laku’’berpura-pura”. Seorang aktor

harus berpura-pura memperlakukan dunia khayal agar tampak nyata. Pertunjukan

akan berjalan dengan baik apabila pelaku dan penonton sepakat memakai bingkai

(frame) permainan, apabila salah satu pihak keluar dari salah satu bingkai yang

telah disepakati maka pertunjukan akan rusak atau terjadi kesalahpahaman.

Menurut Margiyanto dalam Jazuli (1994: 6) berpendapat bahwa bentuk

pertunjukan mempunyai berbagai aspek yang tampak serta terdengar, didalam

tatanan yang mendasari suatu perwujudan seni pertunjukan dalam bentuk gerak,

suara dan rupa. Ketiga aspek ini menyatu menjadi suatu keutuhan dalam

penyajiannya. Gerak sebagai media ungkap, seni pertunjukan merupakan salah

satu diantara pilar penyangga yang kuat dalam wujud seni pertunjukan.

Berdasarkan wujud dan maksud gerak dapat dibedakan menjadi empat kategori,

(1) Gerak maknawi, (2) gerak imitatif, (3) gerak murni, (4) gerak berpindah-

pindah tempat.

12
Suara bersumber dari instrument musik yang mendukung, mampu menjadi

mitra, menata ritme, atau bahkan memperkuat gerak yang ditampilkan. Adapun

rupa beberapa aspek yang menunjang perwujudannya yaitu busana, rias wajah,

property dan sesaji. Selain aspek tersebut yang tidak kalah pentingnya dalam

sebuah pertunjukan adalah aspek penunjang yaitu tata pentas yang meliputi arena

pentas (panggung), dan tata cahaya.

Dari uraian tersebut di atas, maka kajian bentuk pertunjukan dalam

penelitian ini meliputi elemen-elemen pertunjukan sebagai berikut :

2.2.2.1 Gerak

Medium gerak adalah pengalaman fisik yang pokok dari manusia, dimana

manusia selalu bergerak. Menurut Jazuli (1994: 5), gerak adalah pertanda

kehidupan. Reaksi manusia terhadap kehidupan, situasi, kondisi, dan hubungan

manusia yang satu dengan manusia yang lain juga terungkap melalui gerak, pada

saat sedih, gembira, dan takut semua terungkap melalui gerak.

Materi pokok dalam tari adalah gerak. Oleh karena itu gerak dalam tari

adalah gerak yang telah mengalami penggarapan yang lazim di sebut stilisasi atau

distorsi. Seperti yang di nyatakan oleh Jazuli (1994: 5). Gerak tari berasal dari

hasil proses pengolahan yang telah mengalami stilasi (di gayakan) dan distorsi

( pengubahan) yang kemudian melahirkan dua jenis gerak yaitu gerak murni dan

gerak maknawi. Gerak murni adalah gerak yang di susun dengan tujuan untuk

mendapatkan bentuk artistik (keindahan) dan tidak mempunyai maksud-maksud

13
tertentu. Sedang gerak maknawi adalah gerak yang mengandung arti atau maksud

tertentu dan telah distilasi (dari wantah menjadi tidak wantah).

Kusudiarja (2000: 11) mengatakan bahwa gerak adalah anggota badan

manusia yang telah terbentuk, kemudian digerakkan. Gerak ini dapat sendiri-

sendiri atau bersambung secara bersama-sama. Gerak tari bukan sembarang gerak,

karena gerak tari adalah gerak yang memiliki warna dan watak. Gerak bermakna

adalah gerak yang mempunyai arti atau nilai. Adapun gerak berwatak adalah

gerak yang berkesan, yang menunjukkan sifat-sifat tertentu (Bastomi, 1988: 62).

Menurut Jazuli (1994: 4) di dalam gerak terkandung atau terdapat tenaga

atau energi yang mencakup ruang dan waktu. Artinya gejala yang menimbulkan

gerak adalah tenaga, dan bergerak berarti membutuhkan ruang dan membutuhkan

waktu. Dalam gerak terdapat elemen-elemen tenaga, ruang, waktu, dan ekspresi.

2.2.2.1.1 Tenaga

Tenaga diperlukan untuk mewujudkan suatu gerak, selain mengandalkan

kekuatan otot, juga mengandalkan kekuatan emosional atau rasa yang penuh

pertimbangan, maka dalam menghasilkan gerak seorang koreografer perlu

mengontrol arus dinamis tari melalui organisasi sensitif dan ketegangan gerak.

Dalam melakukan gerak seorang penari harus memerlukan tenaga yang

cukup besar, oleh karena itu seorang penari harus dapat mengatur dan

mengendalikan penyaluran tenaga dengan cara membagi energinya dengan tepat

dan benar (Ellfeldi dalam Margiyanto, 1983: 14). Beberapa faktor yang

berhubungan dengan penggunaan tenaga adalah: (1) Intensitas, intensitas adalah


14
banyak sedikitnya tenaga yang dalam sebuah gerak . (Margiyanto: 7). Penggunaan

tenaga yang besar akan menghasilkan gerak yang bersemangat dan kuat, dan

sebaliknya penggunaan tenaga yang sedikit akan menghasilkan gerak yang sedikit

mengurangi rasa keyakinan, kegairahan dan keyakinan gerak. (2) Aksen atau

tekanan,aksen adalah bagian-bagian titik gerakan yang terjadi karena penggunaan

tenaga yang tidak rata artinya ada gerakan yang menggunakan tenaga sedikit, dan

ada yang menggunakan tenaga banyak. (3) Kualitas, kualitas–kualitas tertentu

juga akan menimbulkan rasa-rasa gerak tertentu. Kualitas ini dapat di bedakan

antara lain, gerak yang bersifat berat atau ringan, menghentak cepat, langsung

atau tidak langsung dalam menuju pada titik akhir dan frasa (rangkaian gerak).

(Indriyanto 2002: 16).

2.2.2.1.2 Waktu

Dalam melakukan serangkaian gerak akan tampak adanya perubahan atau

peralihan dari gerak yang satu ke gerakan berikutnya yang membutuhkan waktu.

Hadi (1996: 50) menyatakan bahwa struktur-struktur waktu dalam tari dapat di

pahami aspek-aspek tempo, ritme dan durasi. Tempo adalah kecepatan atau

kelambatan sebuah gerak (Hadi, 1996: 30). Perubahan tempo akan mempunyai

kesan, misalkan tempo lambat akan mempunyai kesan tenang, sedangkan tempo

cepat akan mempunyai kesan lincah atau riang. Aspek ritme dipahami dalam

gerak sebagai pola hubungan timbal balik atau perbedaan dari jarak waktu cepat

lambat (Hadi, 1996: 30). Durasi dipahami sebagai jangka waktu atau berapa lama

suatu gerakan itu dilakukan (Hadi, 1996: 31).

15
2.2.2.1.3 Ruang

Ruang berkaitan dengan tempat yang mempunyai tiga dimensi yaitu

panjang, lebar dan tinggi. Dalam seni tari, penataan ruang di tambah dengan

penataan pelaku, penataan gerak, warna, suara dan waktu (Djelantik, 1999: 24).

Ruang adalah suatu yang tidak bergerak dan diam sampai gerak yang terjadi

didalamnya mengintrodusir waktu, dan dengan cara demikian, mewujudkan

ruang sebagai suatu bentuk, atau ekspresi khusus yang berhubungan dengan

waktu yang dinamis dari gerakan (Hadi, 1996: 13).

Penari dapat bergerak karena adanya ruang gerak. Masalah ruang dalam

tari bagi seorang penari merupakan posisi dan dimensi yang potensial. Posisi

meliputi kedudukan tinggi rendah seorang penari terhadap lantai pentas dan

tehadap arah dimana ia bergerak (Ellfeld dalam Murgiyanto, 1983: 6).

Hal-hal yang berkaitan dengan ruang antara lain adalah garis, volume,

arah, level, dan fokus pandangan. (1) Garis-garis gerak dapat menimbulkan

berbagai macam kesan. Garis lurus memberikan kesan yang sederhana, garis

lengkung memberikan kesan yang lemah dan lembut, garis mendatar memberikan

kesan yang kuat, garis yang tegak lurus memberikan kesan keseimbangan, garis

diagonal memberikan kesan dinamis (Murgiyanto, 1983: 25). (2) Desain memiliki

tiga dimensi yaitu: panjang, lebar, dan tinggi. (3) Arah merupakan aspek ruang

yang mempengaruhi efek estetik ketika bergerak melewati ruang selama tarian itu

berlangsung. (4) Level pada posisi-posisi gerak terdiri atas level dari gerak lengan

dan level dari gerak tungkai. (5) Fokus pandang yang ditujukan kepada penari

16
yang menjadi pusat perhatian bagi penonton, dapat diterapkan pada tari kelompok

(Margiyanto, 1983: 85).

2.2.2.1.4 Ekspresi

Ekspresi adalah kemampuan untuk menghayati tarian yang di wujudkan

dalam bentuk ekspresi wajah dan pengaturan emosi diri. Hidupnya sebuah tarian

sangat di pengaruhi oleh penjiwaan sang penari dalam memerankan karakter yang

di bawakannya. Untuk dapat mencapai ekspresi harus melakukan empat hal yaitu

sawiji (konsetrasi), greget (menyalurkan kekuatan dari dalam), sengguh (percaya

diri), dan ora mingkuh (penuh disiplin disetai dedikasi dan loyalitas yang tinggi).

2.2.2.2 Musik atau Iringan

Iringan merupakan salah satu elemen komposisi yang sangat penting

dalam penggarapan tari dan sebagai teman yang tidak bisa di pisahkan satu

dengan yang lain, sebab tari dan musik pengiring tari merupakan perpaduan ya ng

sangat harmonis. Elemen dasar adalah gerak, ritme, dan melodi. Secara umum

masyarakat sudah tahu bahwa pasangan dari seni tari adalah musik sebagai

iringannya. Kedua-duanya merupakan pasangan yang tidak bisa di pisahkan.

Antara seni tari dan musik sebagai iringannya pada kenyataannya berasal dari

sumber yang sama yakni dorongan atau naluri ritmis manusia.

Seni tari menggunakan media utama gerak, suasananya tidak bisa hidup

dan tidak bermakna tanpa hadirnya musik sebagai iringannya. Musik iringan tari

adalah salah satu elemen komposisi yang sangat penting dalam pengarapan tari

yang merupakan teman yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, sebab
17
tari dan musik iringan tari merupakan perpaduan yang harmonis. Elemen dasar

tari adalah gerak, ritme, dan melodi (Soedarsono, 1985: 22).

Menurut Jazuli (1994: 10) dinyatakan bahwa fungsi musik dikelompokkan

menjadi tiga yaitu: musik sebagai pengiring tari, peranan musik hanya untuk

mengiringi atau untuk menunjang penampilan tari, sehingga tidak banyak untuk

menentukan isi tariannya. Musik sebagai pemberi suasan tari, apabila musik

digunakan untuk memberi suasana dalam tari, hendaknya musik senantiasa

mengacu pada isi dan tema tariannya (Jazuli, 1994: 12). Musik sebagai ilustrasi

tari, musik diperlukan hanya pada bagian tertentu dari keseluruhan tari, atau hanya

pada bagian tengah dari sajian tari (Jazuli, 1994: 12).

2.2.2.3 Tata Rias dan Tata Busana

Tata rias dan tata busana pertunjukan tari merupakan hal yang sangat

penting untuk menunjang penampilan. Fungsi rias antara lain untuk mengubah

karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang dibawakannya, untuk memperkuat

ekspresi dan untuk menambah daya tarik penampilan (Jazuli, 1994: 19).

Tata rias meliputi: rias wajah, rias rambut, dan rias pakaian atau busana.

Tata rias, baik rias wajah, rambut, maupun busana dilakukan dengan membentuk

wajah, rambut, dan penampilan mengenakan pakaian sebagaimana karakter tari

yang dilakukan atau ditarikan.

Tata busana tari sering muncul mencerminkan identitas atau ciri khas

suatu daerah yang menunjukan dari mana tari itu berasal, demikian pula dengan

18
pemakaian warna busana. Semua itu tidak terlepas dari latar belakang budaya atau

pandangan filosofi dari masing-masing daerah (Jazuli, 1994: 18).

Jazuli (1994: 17) menyatakan mbahwa di dalam penataan dan penggunaan

busana tari hendaknya senantiasa mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (1)

Busana tari hendaknya enak dipakai dan sedap dilihat penonton. (2) Penggunaan

busana selalu mempertimbangkan isi atau tema tari sehingga menghadirkan suatu

kesatuan atau keutuhan antara tari dan busana. (3) Penataan busana hendaknya

merangsang imajinasi penonton. (4) Desain busana harus memperhatikan bentuk-

bentuk gerak tarinya agar tidak mengganggu gerakan penari. (5) Keharmonisan

dalam pemilihan atau perpaduan warna-warna.

Busana adalah alat yang dipakai untuk menutupi bagian-bagian tubuh

sesuai dengan norma- norma masyarakat yang berlaku. Pemakaian busana dalam

tari lebih pada pertimbangan keindahan sesuai dengan kebutuhan tarinya

(Mulyana, 2006: 242). Busana dalam tari tidak menuntut dari bahan yang baik

apalagi mahal, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita dapat menata

busana yang sesuai dengan tarinya. Penataan busana yang dapat mendukung

penyajian tari akan dapat menambah daya tarik maupun perasaan pesona

penontonnya (Jazuli, 1994: 18).

2.2.2.4 Property

Property merupakan perlengkapan yang di gunakan untuk menari tetapi

juga bisa sebagai pelengkap kostum. Property adalah perlengkapan yang tidak

termasuk kostum, tidak termasuk perlengkapan panggung, tetapi merupakan

19
perlengkapan yang ikut ditarikan oleh penari, misalnya kipas, tombak, panah,

selendang, dan lain-lain. Property tari boleh dikatakan perlengkapan yang seolah-

olah menjadi satu dengan badan penari. Property yang di gunakan pada kesenian

tradisional (reog) ini adalah kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu. Juga

sesaji (sajen) yang selalu disediakan sebagai simbul semangat spiritualisme yang

intinya mempercayai bahwa ada kekuatan lain yang lebih tinggi diatas kekuatan

manusia. Mereka ingin menyadarkan hidupnya kepada sang pemilik kekuatan

tersebut, yang pada akhirnya tidak lain adalah mengarah pada kekuatan yang satu

yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Mulyana, 2006: 6).

2.2.2.5 Bentuk Penyajian

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, arti kata bentuk yaitu rupa, wujud,

kemudian diperkuat dengan teori bahwa arti kata bentuk mempunyai arti wujud

yang ditampilkan. Kemudian Rocye (dalam Indriyanti, 2010: 3) menjelaskan

bahwa struktur mengacu pada tata hubungan diantara bagian-bagian dari sebuah

kebutuhan keseluruhan. Dijelaskan pula bahwa morfologi berkaitan dengan

bentuk, sedangkan struktur berkaitan dan saling keterkaitan dalam bentuk.

Menurut Jazuli (2001: 7) unsur pokok pembentukan tari adalah gerak,

ruang, dan waktu. Jalinan ketiga unsur tersebut akan semakin terlihat jelas apabila

diperhatikan dalam tarian kelompok. Di dalam tarian kelompok keterkaitan

struktur yang muncul bukanlah sekedar penari yang satu dengan penari yang

lainnya mampu mengkoordinasikan gerak sesuai tempat yang telah ditetapkan,

melainkan penari juga harus mengkaitkan dengan unsur keruangannya. Secara

20
kualitatif, ruang hanya diungkapkan dalam kaitannya dengan kebutuhan seorang

penari untuk memproyeksikan gagasan atau emosinya dengan menggunakan

tubuh secara unik (Jazuli, 2001: 8-13).

Panjang pendeknya waktu tergantung pada ungkapan rasa yang hendak

disampaikan kepada penonton. Unsur-unsur pendukung tari atau pelengkap sajian

tari antara lain adalah iringan, tata busana, tata rias, tema, tempat pentas, tata

lampu, dan tata suara.

Pertunjukan adalah penampilan penyajian dari awal hingga akhir.

Penyajian juga bisa diartikan sebagai tontonan sesuai tampilan atau

penampilannya dari satu penyajian (Murgiyanto, 1993: 22). Penyajian merupakan

proses yang menunjukkan suatu kesatuan atas beberapa komponen atau unsur

yang saling terkait.

Bentuk penyajian tari adalah wujud fisik yang menunjukkan satu kesatuan

integral yang terdiri atas beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan dan

dapat dilihat atau dinikmati secara visual. Jadi yang dimaksud dengan bentuk

penyajian adalah suatu wujud fisik yang menunjukkan suatu pertujukan dalam

hal tari, yang telah tersusun secara berurutan demi memberikan hasil yang

memuaskan bagi penikmat, atau penonton. Ada beberapa aspek yang mendukung

dalam penyajian tari diantaranya adalah: gerak, tata rias, tata busana, iringan, dan

tempat pentas.

2.2.2.6 Pola Lantai

21
Pola lantai berarti kedudukan dan pergerakan penari diatas pentas. Pola

lantai ini ada bermacam-macam bentuk mengikuti jumlah pasangan penari.

Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah keseimbangan kedudukan peserta di

atas pentas dan keseragaman kedudukan peserta di atas pentas.

Penggarapan pola lantai pada Reog Campursari Turonggo Puspito

dilakukan pada peralihan rangkaian gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak

yang satu dengan rangkaian gerak berikutnya, sedangkan perpindahan posisi

penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung, yaitu dilakukan pada

rangkaian gerak berlari-lari kecil ataupun bergeser dengan gerakan rancak.

2.2.2.7 Penonton

Orang yang melihat pertunjukan biasa disebut penonton. Dalam (kamus

lengkap Bahasa Indonesia: 48), penonton adalah orang yang melihat pertunjukan.

Maksud dari pada penonton adalah masyarakat yang berada disekitar arena

pertunjukan dilaksanakan, maka terdiri dari anak-anak, remaja, sampai orang

dewasa serta orang yang lanjut usia semua berbaur menjadi satu, antara laki-laki

dan perempuan. Mereka datang melihat tanpa diundang juga tanpa dipungut

biaya, baik oleh kelompok kesenian ini maupun warga yang menanggap kesenian

ini. Para penonton mencari tempat sesuai kehendaknya ada yang duduk ada juga

yang berdiri selama mereka merasa nyaman untuk menikmati sajian kesenian ini.

Mereka berdiri di luar pagar pengaman yang sudah disediakan oleh warga yang

nanggap.

22
Penonton kesenian ini bersifat aktif, karena mereka ikut berjoget atau

biasa disebut ngibing, mereka melibatkan diri kedalam pertunjukan itu. Namun

kadang-kadang ada penonton yang tidak sengaja ikut kena terhipnotis ketika para

penari mengalami ndadi sehingga mereka juga ikut-ikutan, kejadian ini tidak

direncanakan sebelumnya dan tidak diketahui sebelumnya. Penonton dalam suatu

pertunjukan merupakan unsur penting karena berhasil tidaknya pertunjukan

tergantung dari respon yang datang, besarnya penonton sangat mempengaruhi dan

motivasi pemain oleh karena itu, pemain yang baik harus dapat membawa situasi

penonton.

2.2.3. Kesenian Reog

Reog Campursari merupakan pertunjukan kesenian tradisional yang

menggunakan property kuda-kudaan, yang terbuat dari anyaman bambu dengan

dihiasi rambut tiruan dari plastik yang digelung, dikepang, diurai yang diberi tali

melingkar dari kepala hingga ekor dan dinaiki dengan cara mengikatkan talinya ke

bahu penari. Reog adalah salah satu bentuk seni pertunjukan rakyat yang secara

umum cirinya menggunakan property kuda, yaitu kuda-kudaan yang terbuat dari

bambu yang dianyam.

Kesenian Reog juga merupakan tarian rakyat biasanya disajikan dalam

bentuk drama yang ceritanya diambil dari cerita panji atau menak. Sajian

pertunjukan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian pertama jogedan atau jathil

penarinya menggunakan jaran, bagian selingan penarinya menggunakan penthul

23
tembem, bagian terakhir adalah bagian trance (kesurupan) oleh penari jaran

kepang yang kemudian kesurupan (Prihantini, 2008: 163).

Pertunjukan reog bermula dari pertunjukan yang mengandung makna

religi, dipercaya dengan mengadakan pertunjukan reog dapat terhindari dari

gangguan makluk-makluk halus baik yang nanggap maupun penontonnya,

pertunjukan reog merupakan media yang bisa menghubungkan masyarakat dalam

hal ini penari dengan makluk halus atau roh nenek moyang. Hubungan ini

digambarkan dalam sebuah kerja sama yakni, masyarakat jawa dalam memanggil

makhluk halus tersebut dengan memberi imbalan yang berupa sesaji (sajen).

Sesaji (sajen) adalah penyerahan sajian pada waktu-waktu tertentu dan

pada tempat-tempat tertentu, yang berupa hidangan ramuan bunga-bunga tertentu,

macam-macam makanan dan minuman (jajan pasar) tertentu, kemenyan, kain

putih yang disediakan oleh yang menyelengarakan atau yang nanggap.

Sesaji ini memancing para roh halus untuk hadir dalam pertunjukan dan

ikut serta bergabung di dalam pertunjukan. Pemanggilan roh halus selain imbalan

sesaji juga berupa mantra-mantra yang dibacakan oleh seorang dukun pemanggil

roh atau biasa disebut pawang. Dukun tersebut membacakan mantra-mantra

tertentu dengan membakar kemenyan.

Perubahan dalam hal memaknai unsur religi yang menghadirkan makhluk-

makhluk halus dalam pertunjukan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu

pengetuhuan yang dimiliki pendukungnya. Hal ini terjadi pada generasi

penerusnya dan orang-orang tuanya, sehingga para pembina kelompok Reog

24
mengijinkan anak yang tidak mau berhubungan dengan makhluk halus untuk

menjadi anggota. Selain hal tersebut, pertunjukan tanpa menghadirkan makhluk

halus juga dapat mereka tampilkan. Kesenian Reog ini dari masing–masing daerah

mempunyai nama dan ciri khas sendiri-sendiri, baik iringan, tata rias, tata busana,

ragam geraknya.

Daerah Banyumas memiliki kesenian yang menyerupai reog tetapi di sana

bernama Ebeg. Kesenian ini menggambarkan prajurit perang yang sedang

menunggang kuda, tidak menceritakan tokoh tertentu. Dalam pertunjukannya

pemain mengalami trance (Tidak sadarkan diri) tidak ketingalan sebagian para

penonton ikut berpartisipasi secara sukarela yang biasa disebut Indhager.

Kesenian tradisional Ebeg ini dalam pertunjukannya, diiringi dengan alat musik

Calung dan Bendhe, tata busananya berwarna mencolok seperti merah dan

kuning. (https: //upload. wikimedia. org/wikipedia/id/ub/Ebeg).

Di daerah Jogjakarta tepatnya di Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul

ada kesenian tradisional yang bernama Jathilan. Kesenian ini mengacu pada cerita

(1) Roman panji dengan tokoh utama Panji Asmoro Bangun. (2) Cerita Aryo

Penangsang. (3) Cerita perjuangan sejarah lain. Dalam pertunjukannya para

pemain juga mengalami kesurupan atau trance. Pertunjukan kesenian ini

menggunakan property kuda diiringi dengan alat musik angklung 3 buah, Bendhe

3 buah, Kendang, Kepyak setangkep Kuswarsantyo (2013).

Kesenian tradisional Reog Campursari Turonggo Puspito yang berada di

Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, pertunjukannya

25
terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian pembukaan, bagian inti dan bagian penutup.

Penarinya berjumlah lima sampai duabelas orang. Pada bagian inti pertunjukan

terdiri dari tiga babak, babak pertama adalah Yakso Ageng, babak kedua Bujang

Ganong dan babak ketiga Buto, dari ketiga babak itu menggambarkan prajurit

yang sedang berperang. Kostum yang di pakai berwarna cerah seperti merah,

kuning, hijau. Ragam gerak yang digerakkan secara keseluruhan kurang variatif.

Dalam pertunjukan tari ini diiringi dengan alat musik demung, kendang,

ketipung, gitar elektrik, organ dan lain-lain dengan lagu-lagu campursari, juga

klenengan. Adanya musik pengiring ini berfungsi untuk menambah semarak

dalam penyajian tari, sebagai pengendali dan memberi tanda perubahan dalam

gerakan tari, dan memberi tanda permulaan serta berakhirnya sebuah tarian.

Musik inipun memiliki volume kecepatan tertentu, disesuaikan dengan iringan.

Dari beberapa kesenian diatas terdapat kesamaan dan perbedaan.

Kesamaannya adalah: sama-sama property kuda dan mengalami trance,

iringannya perpaduan antara gamelan dan alat musik modern. Sedangkan

perbedaannya terletak pada pola sajian, adegan, struktur gerak, tata rias, tata

busana semua tergantung karakteristik budaya masyarakat dimana kesenian itu

tumbuh dan berkembang.

2.3 Kerangka Berpikir

26
Seniman yang bertempat tinggal di Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu

Kabupaten Semarang. Masyarakat kebanyakan berlatar pendidikan Sekolah

Menengah Pertama sampai Sekolah Menengah Atas, ada satu orang yang

meneruskan ke sekolah kejuruan yaitu Sekolah Menengah Karawitan (SMKI),

jurusan seni tari, hanya beberapa yang melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi

yaitu diperguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Mereka

bersama-sama, melestarikan, mengembangkan, warisan leluhur yang berupa

kesenian tradisional Reog Campursari, sesuai perkembangan jaman.

Lingkungan Seniman Latar belakang


pendidikan

Karya Kreatif

1 2 3 4 5 6

Gerak Musik Ekspresi Tata Rias Tata Lampu Property


Tata Busana Tata Suara

Pertunjukan
Reog Campursari Turonggo Puspito

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir.

BAB 3

27
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang

bersifat sosial, dinamis dan mengkaji pertunjukan kesenian tradisional yang terdiri

dari tiga babak. Peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif untuk

menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil

penelitian tersebut. Penelitian kualitatif ini dapat digunakan untuk memahami

interaksi sosial yaitu dengan wawancara mendalam sehingga akan di dapatkan

pola-pola yang jelas.

Pengertian penelitian kualitatif menurut Bogdan & Taylor (1975) dalam

Totok Sumaryanto (2007: 75) medefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada

latar dan individu secara utuh (holistik), tidak boleh mengisolasi individu atau

organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari

suatu keutuhan.

Kirk & Miller (1986) dalam Totok Sumaryanto (2007: 75) mendefinisikan

peneliian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam penelitian sosial yang secara

fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya.

28
Pendekatan kualitatif ini digunakan dengan pertimbangan: pertama

penelitian kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda,

kedua, menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan nara

sumber, ketiga, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak

penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi

(Moleong, 2007: 5), sehingga bentuk penelitian ini akan mampu menuangkan

berbagai informasi secara mendalam dan luas.

Penelitian kualitatif menurut Moleong (200: 6) adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek

peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Menurut Bogdan dan

Taylor (1975) yang dikutip oleh Moleong (2007: 4) mengemukakan bahwa

metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati.

Selanjutnya dijelaskan oleh David Williams (1995) seperti yang dikutip

Moleong (2007: 5), meengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah

pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode

alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu

hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan

29
dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan

kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.

3.2 Lokasi Dan Sasaran Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian mengambil lokasi di Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu,

Kabupaten Semarang. Peneliti memilih desa ini karena desa tersebut kesenian

Reog Campursari merupakan kesenian tradisional yang turun temurun, dari

generasi dahulu ke generasi sekarang, dan masih tetap eksis walaupun sebagian

perkembangannya disesuaikan dengan keadaan jaman sekarang, baik dalam

kreatifitas gerak maupun iringannya, selain itu peneliti dapat mengumpulkan data

secara mudah, karena mengenal masyarakat cukup lama, jarak dengan rumah

cukup dekat, dan mengapresiasi masyarakat yang semangat kegotongroyongannya

sangat tinggi, serta antusias terhadap kesenian tradisional Reog Campursari itu

sendiri juga sangat tinggi.

3.2.2 Sasaran Penelitian

Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti.

Obyek penelitian adalah obyek yang dijadikan penelitian atau yang memjadi titik

perhatian suatu penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi subyek penelitian

adalah perkumpulan kesenian tari tradisional Reog Campursari Turonggo Puspito

Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

30
Sasaran dalam penelitian ini adalah: (1). Bentuk pertunjukan Reog

Campursari dilihat dari aspek gerak, tata rias, tata busana, tata pentas, property

,tata lampu, tata suara dan iringan. (2). Keunikan pertunjukan dari masing-masing

babak Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran, Kecamatan

Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang di gunakan peneliti untuk

mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian saat ini peneliti memilih

jenis penelitian kualitatif supaya data yang diperoleh jelas dan spesifik.

Sebagaimana dijelaskan oleh Sugiono, (2009: 225) bahwa pengumpulan data

dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi.

Penelitian ini peneliti menggunakan tehnik pengumpulan data dengan cara:

3.3.1 Observasi

Observasi menurut Arikunto, (199: 145) meliputi kegiatan pemusatan

perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh panca indera yaitu

penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan pengecapan. Observasi yang

dilaksanakan dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan dan

pencatatan secara sistimatis, secara langsung terhadap bentuk pertunjukan Reog

Campursari Turonggo Puspito Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten

Semarang. Observasi ini peneliti menggunakan beberapa alat pendukung leptop,

kamera foto, kamera shoting dan perangkat pencatatan untuk mengabadikan

adegan-adegan atau gerakan-gerakan yang dilakukan oleh penari, termasuk tata

31
rias, tata busana dan perlengkapan yang diperlukan dalam pertunjukan Reog

Campursari Turonggo Puspito. Peneliti juga melakukan observasi terhadap

kondisi di Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang meliputi

letak dan kondisi geografis, mata pencaharian, kependudukan, tingkat pendidikan,

Kehidupan beragama, dan kegiatan kesenian yang ada di dalamnya berupa

pertunjukan, pementasan tari yang meliputi gerak, tata rias, busana, tempat, tata

lampu dan penonton.

3.3.2 Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk

memperoleh informasi tertentu dari terwawancara Arikunto, (1996: 145-146).

Wawancara digunakan peneliti dalam rangka memperoleh data melalui

percakapan dengan para penggiat seni, pendukung seni, dan seniman Reog

Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu,

Kabupaten Semarang.

Ada tiga jenis wawancara, menurut Patton (1980) dalam Totok

Sumaryanto (2007: 101) tiga jenis itu adalah: (1) Wawancara pembicaraan

informal, (2) wawancara dengan petunjuk umum, dan (3) wawancara baku

terbuka. Pada wawancara pembicaraan informal, pertanyaan yang diajukan

tergantung pada pewawancara itu sendiri, tergantung pada spontanitasnya sendiri.

Wawancara ini dilakukan pada latar alamiah dan orang yang diwawancarai tidak

mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai. Menurut Toto

Sumaryanto (2007: 101-102) wawancara dengan petunjuk umum, mengharuskan

32
pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan

dalam proses wawancara. Petunjuk wawancara berisi garis besar tentang proses

dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat

tercakup seluruhnya. Wawancara baku terbuka adalah wawancara yang

menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-kata, dan

cara penyajiannya sama untuk semua responden. Wawancara demikian digunakan

apabila dipandang sangat perlu untuk mengurangi sekecil-kecilnya variasi yang

bisa terjadi antara seseorang yang diwawancarai dengan responden lainnya.

Wawancara ini sangat bermanfaat jika pewawancara ada beberapa orang dan yang

diwawancarai cukup banyak jumlahnya.

Guba dan Lincoln (1981) dalam Totok Sumaryanto (2007: 102) membagi

wawancara kedalam empat bentuk yaitu: (1) Wawancara oleh tim atau panel, (2)

wawancara tertutup dan terbuka, (3) wawancara riwayat secara lisan, dan (4)

wawancara terstruktur dan tak terstrutur.

Wawancara oleh team atau panel dilakukan tidak hanya oleh satu orang

tetapi oleh dua atau lebih pewawancara terhadap satu orang responden. Pada

wawancara tertutup (covert) biasanya yang diwawancarai tidak mengetahui dan

tidak menyadari jika mereka sedang diwawancarai. Cara ini jelas tidak sesuai

dengan penelitian kualitatif yang berpandangan terbuka. Dengan demikian

sebaiknya dalam penelitian kualitatif menggunakan wawancara terbuka (overt)

yang para responden tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan dimengerti

pula maksud wawancara tersebut.

33
Wawancara riwayat secara lisan adalah wawancara terhadap orng-orang

yang pernah membuat sejarah atau karya ilmiah, sosial, pembangunan,

perdamaian dan lain-lain. Wawancara terstrutur adalah wawancara dimana

pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan

ditanyakan. Untuk itu pertanyaan disusun menggunakan pedoman wawancara

yang disiapkan sebelumnya. Wawancara tidak terstruktur, pertanyaan tidak di

siapkan dan disusun sebelumnya, tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri unik

responden. Pelaksanaan wawancara mengalir seperti dalam percakapan sehari

hari.

Teknik wawancara yang di gunakan adalah bentuk wawancara terstruktur

dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah suatu bentuk wawancara yang

terdiri atas daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti, ditujukan kepada

informan. Wawancara yang tidak terstruktur adalah suatu wawancara yang tidak

dipersiapkan pertanyaan sebelumnya, dengan demikian yang dimaksud

wawancara sebagaimana dikemukakan oleh Lincln dan Guba dalam Moleong

(1996: 135) antara lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan kepedulian, dan lain-lain.

Peneliti melakukan wawancara harus dapat menciptakan suasana kondusif

yang menyenangkan dengan tujuan supaya responden mau menjawab apa saja

yang dikehendaki oleh pewawancara secara jujur. Untuk memperoleh data yang

jelas dan akurat, maka peneliti memilih informan sebagai berikut: (1) Penanggung

jawab sekaligus pemimpin perkumpulan Reog Desa Mukiran, Kecamatan

Kaliwungu, Kabupaten Semarang. Penelitian ini memperoleh asal asul, pendanaan

34
perkumpulan Reog Campursari Turonggo Puspito. (2) Penari/pemain, materi

wawancara meliputi materi gerakan tari jadwal latihan . (3) Penabuh, materi

wawancara meliputi musik iringan dan syair lagu serta jadwal latihan. (4)

Pawang, materi yang wawancara adalah persiapan dan saat pelaksanaan

pertunjukan. (5) Kepala desa, materi wawancara meliputi kondisi geografis dan

keadaan penduduk.

3.3.3 Dokumen

Teknik dokumen adalah cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan yang berujud data, catatan penting, buku, majalah, agenda yang

berhubungan dengan obyek yang diteliti (Arikunto, 1996: 148). Pengumpulan

dokumen digunakan untuk melengkapi data yang belum dikemukakan oleh

informan, serta untuk mengecek sejauh mana data-data yang diperoleh dan dapat

dipertanggungjawabkan. Hal ini dapat digunakan sebagai landasan untuk

memperkuat pendapat atau informasi yang diberikan oleh informan.

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

yang digunakan peneliti meliputi kondisi Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu,

Kabupaten Semarang, peta wilayah desa, data kependudukan Desa Mukiran,

Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang, dan foto-foto, rekaman serta data-

data mengenai catatan pertunjukan dan organisasi perkumpulan Reog Campursari

Turonggo Puspito, Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

Hasil dokumen berupa dokumen berupa foto, dan rekaman pementasan, lokasi

penelitian, peta desa, kondisi kependudukan berdasarkan agama, statistik

35
penduduk berdasar umur, mata pencaharian, tingkat pendidikan di Desa Mukiran

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

3.4 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Penelitian harus memiliki kredibilitas sehingga dapat di

pertanggungjawabkan. Kredibilitas penelitian kualitatif adalah keberhasilan

mencapai maksud mengeksplorasi masalah yang majemuk atau keterpercayaan

terhadap hasil data penelitian. Menurut Moleong (2007), upaya untuk menjaga

kredibilitas penelitian adalah sebagai berikut:

3.4.1 Perpanjangan Pengamatan

Teknik ini peneliti kembali lagi ke lapangan melakukan pengamatan

untuk mengetahui kebenaran data yang telah diperoleh maupun memperoleh data-

data yang baru, sehingga peneliti benar-benar mendapatkan data yang akurat.

3.4.2 Meningkatkan Ketekunan

Peneliti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan

berkesinambungan. Dengan meningkatkan ketekunan tersebut, maka peneliti akan

melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan melalui

penelitan yang sebenarnya itu akurat atau tidak.

3.4.3 Triangulasi

36
Metode trangulasi adalah pengecekan ulang tentang kosistensi temuan-

temuan dari metode yang berbeda-beda. Triangulasi sumber data adalah

pengecekan ulang tentang keakuratan temuan-temuan berdasarkan sumber data

yang berbeda-beda. Penelitian ini pemeriksaan keakuratan temuan-temuan yang

berdasar pada perbandingan berbagai sumber data termasuk informan yang

berbeda. Pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

berbagai waktu, sehingga di temukan data yang akurat.

3.4.4 Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, sebagai contoh: data hasil

wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara, data hasil bentuk

pertunjukan perlu didukung dengan adanya video.

3.4.5 Mengadakan Member Chek

Member chek adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi

data berarti data tersebut sudak valid, sehingga semakin kredibelitas atau

dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai

penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, dan apabila perbedaannya

tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan

apa yang diberikan oleh pemberi data.

3.5 Teknik Analisis Data

37
Analisa data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982) sebagaimana

dikutip Moleong (2007: 248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat di kelola,

mengorganisasikan data, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang

dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Mc Drury (1999) seperti yang

dikutip Moleong (2007: 248) tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai

berikut: (1) Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan

gagasan yang ada dalam data. (2) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya

menemukan tema-tema yang berasal dari data. (3) Menulis model yang

ditemukan.

Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus

sampai tuntas, sehingga datanya sudah akurat. Teknik analisis data merupakan

upaya mencari dan menata secara sistematis, hasil observasi, wawancara,

dokumentasi, kemudian disusun menjadi satu, dianalisis melalui langkah-langkah

sebagai berikut:

3.5.1 Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan serta trasformasi data kasar

yang muncul dari data lapangan, proses ini dilakukan peneliti dengan cara

menyeleksi data-data yang didapat dari hasil wawancara dengan informan, dari

hasil observasi serta dokumentasi yang mendukung sesuai dengan tujuan

38
penelitian dan kerangka yang dibuat. Setelah diseleksi kemudian data digolong-

golongkan.

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum kembali catatan-catatan

lapangan dengan memilih hal-hal pokok yang berhubungan dengan data di

lapangan. Rangkuman catatan itu disusun secara sistimatis agar memberikan

gambaran yang lebih tajam serta memperoleh pelacakan kembali apabila

diperlukan.

3.5.2 Penyajian (display) Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang dapat

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Setelah dilaksanakan

proses penyeleksian dan penggolongan data-data, kemudian peneliti

menyajikannya dalam bentuk uraian, didukung dengan adanya dokumen-dokumen

berupa foto-foto untuk menjaga validitas semua informasi yang disajikan.

Penyajian (display) data berguna untuk melihat gambaran keseluruhan hasil

penelitian baik dalam bentuk matriks maupun dalam bentuk pengkodean. Hasil

reduksi data dan display data inilah selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan

sehingga menjadi data yang bermakna.

3.5.3 Verifikasi

Verifikasi merupakan pencarian arti dari data-data yang telah tersusun

dengan maksud menghubungkan data-data tersebut yang akan dipergunakan untuk

menjawab permasalahan penelitian.Verifikasi dilakukan sepanjang penelitian

berlangsung, sehingga menjamin signifikasi atau kebermaknaan hasil penelitian.


39
3.5.4 Penarikan Simpulan

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber data dari

pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran, Kecamatan

Kaliwungu, Kabupaten Semarang, peneliti mengambil simpulan yang bersifat

tentative, akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara

terus menerus, maka akan diperoleh simpulan grounded, yaitu simpulan yang

diperoleh melalui analisis data, dan data tersebut dijadikan pedoman untuk

menyusun kesimpulan.

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

40
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Asal Usul Desa Mukiran

Di Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu ada cerita dari nenek moyang

yang turun temurun.Cerita itu adalah:

Pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang terakhir ada prajurit

meninggalkan kerajaan bersama para pengikutnya yang menaiki kuda. Prajurit

tersebut bernama Kyai Ukir, mereka mengembara mencari tempat yang aman.

Didalam pengembaraannya berhari-hari Karena kelelahan mereka beristirahat,

selama istirahat Kyai Ukir menemukan pemikiran (Jawa: Nemu Pikiran) yaitu

membo kaulo alit dalam bermasyarakat di masyarakat yang baru, dengan tujuan

biar tidak ketahuan kalau mereka adalah prajurit Kerajaan Majapahit.

Atas perlindungan Tuhan Yang Maha Esa kanjeng Kyai Ukir dan

pengikutnya bisa hidup dengan aman dan tentram di masyarakat yang baru,

mereka berkumpul bermusyawarah untuk memberi nama desa yang mereka

tempati. Atas kesepakatan bersama mereka sepakat memberi nama Desa Mukiran

yang artinya Nemu Pikiran. Dan sampai sekarang masyarakat Desa Mukiran

hidup tentram dan aman. Begitulah asal usul desa mukiran. (Wawancara dengan

Markuat, Mei 2016).

4.1.1 Letak dan Kondisi Desa Mukiran

41
Desa Mukiran merupakan bagian dari desa yang terdapat di Kecamatan

Kaliwugu. Desa Mukiran mempunyai batas luas wilayah 334,40 Ha dengan batas

wilayah sebelah selatan berbatasan dengan desa Siwal, sebelah barat berbatasan

dengan desa Payungan, sebelah utara berbatasan dengan desa Kaliwungu dan

sebelah timur berbatasan dengan desa Pager. Desa Mukiran terdiri dari beberapa

dusun yaitu: dusun Mukiran 1, dusun Mukiran 2, dusun Cabean, dusun Togatan,

dusun Tulakan, dusun Bulak, dusun Jolodriyan, dusun Bubakan, dusun Jetis dan

dusun Krandon. Desa Mukiran terbagi menjadi 42 Rukun Tetangga (RT) dan 10

Rukun Warga (RW). Luas wilayah yang dimiliki desa Mukiran adalah 334,40 Ha

yang terbagi atas luas lahan pertanian sawah irigasi 123.90 Ha, luas lahan

pertanian tadah hujan 158,90 Ha, dan luas lahan pemukiman 51,30 Ha.

Gambar 4.1 Peta Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu

(Sumber: Kaur Pemerintahan Desa Mukiran, Mei 2016)

4.1.3 Kondisi Kependudukan Desa Mukiran

42
Berdasarkan data monografi sampai dengan bulan februari 2016 jumlah

penduduk desa Mukiran mencapai 3580 jiwa yang terdiri dari 176 orang laki-laki,

1819 orang perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan agama terdiri dari 3322

orang beragama Islam, 222 orang beragama Kristen, dan 37 orang beragama

Katholik. Statistik penduduk berdasar kelompok umur terlihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Statistik Penduduk Berdasar Kelompok Umur

Kelompok Umur Laki - laki Perempuan Jumlah


(Tahun)

0-1 62 63 125

2-5 199 196 395

6-10 185 187 372

11-15 187 191 378

16-20 179 173 352

21-25 131 166 297

26-30 159 170 329

31-40 164 152 316

41-50 289 203 492

51-60 105 164 269

60 keatas 101 154 255

Jumlh 1.761 1.819 3.580

(Sumber: Kaur Pemerintah Desa Mukiran, Mei 2016)

4.1.4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Mukiran

43
Mata pencaharian penduduk Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu

sebagian besar adalah petani tercatat 54,2 %, peternak tercatat 13 %, buruh tani

tercatat 9,5%, buruh bangunan tercatat 2,5%, pegawai negeri sipil tercatat 2,4%,

pegawai swasta tercatat 3,5%, pensiunan tercatat 0,5%, polri tercatat 0,2%, TNI

tercatat 0,1%, pengusaha tercatat 0,2%. Statistik penduduk Desa Mukiran

berdasarkan mata pencaharian seperti table 4.2.

Tabel 4.2 Tabel Penduduk Berdasar Mata Pencaharian

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah

PNS 61 23 84

TNI 3 0 3

Polri 6 0 6

Pegawai Swata 59 64 123

Pensiunan 14 2 16

Pengusaha 3 3 6

Buruh Bangunan 69 19 88

Buruh Tani 171 170 341

Petani 1.458 484 1.942

Peternak 289 167 456

Jumlah 2.133 1.184 3.317

(Sumber: Kaur Pemerintah Desa Mukiran, Mei 2016)

4.1.5 Tingkat Pendidikan Desa Mukiran

44
Kesadaran pendidikan di Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu cukup

rendah, terlihat penduduk yang tidak sekolah tercatat 14%, belum tamat SD

tercatat 8,6%, yang sudah tamat SD tercatat 24,4%, tamat SLTP tercatat 24,3%,

tamat SLTA tercatat 20,7%, tamat Akademi atau Diploma tercatat 3,8%, dan yang

berpendidikan sarjana keatas tercatat 3,8%. Statistik penduduk Desa Mukiran

menurut pendidikan seperti table 4.3.

Tabel 4.3 Tabel Penduduk Menurut Pendidikan

Jenis Pendidikan Laki - laki Perempuan Jumlah

Tidak Sekolah 261 258 519

Belum Tamat SD 198 109 307

Tamat SD 430 444 874

Tamat SLTP 395 476 871

Tamat SLTA 317 423 740

Tamat Akademi 69 67 136

Sarjana Keatas 92 42 134

Jumlah 1.762 1.818 3.580

(Sumber: Kaur pemerintah Desa Mukiran, Mei 2016)

4.2 Kesenian Tradisional Reog Campursari Turonggo Puspito

Perkumpulan Reog Campursari Turonggo Puspito awalnya berupa

kesenian Jaran Kepang yang dipimpin oleh bapak Sumarman (Almarhum) dan

bapak Nugroho. Seiring perkembangan zaman kesenian Jaran Kepang mengalami

penurunan atau jarang sekali ada tanggapan karena muncul kesenian campursari,

sehingga seluruh lapisan masyarakat berpindah menikmati kesenian campursari.

45
Di desa Mukiran juga mendirikan kesenian campursari yang dipimpin oleh bapak

Wiyono Husodo.

Pada bulan maret 2011 Desa Mukiran kedatangan Gubernur Jawa Tengah

dalam rangka kunjungan Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu yang disambut

kesenian Jaran Kepang dan campursari. Dalam acara sarasehan dengan warga

masyarakat, beliau mendengarkan keluh kesah warga masyarakat terutama

kesenian yang ada di Desa Mukiran khususnya kesenian tradisional Jaran Kepang

yang hampir punah karena tidak disenangi oleh karang taruna (Kaulo Mudho).

Berangkat dari situlah beliau menghendaki kesenian tradisional Jaran Kepang

dikolaborasikan dengan kesenian campursari yang ada di Desa Mukiran dengan

tujuan semua kalangan masyarakat senang dan bisa menikmatinya.

Para tokoh masyarakat dan karang taruna duduk bersama bermusyawarah

membicarakan himbauan bapak Gubernur dimana beliau menghendaki kesenian

Jaran Kepang dikolaborasikan dengan kesenian campursari, kemudian terjadilah

kesepakatan bersama perkumpulan yang mulanya bernama Jaran Kepang menjadi

Reog Campursari Turonggo Puspito, yang berarti Turonggo artinya kuda, Puspito

artinya bunga, yang semuanya mengandung makna: Kolaborasi kesenian Reog

dengan Campursari yang berbunga-bunga atau menemukan kesenagan secara

terus menerus.

Kesenian Reog Campursari Turonggo Puspito ini sesuai namanya

menggambarkan penghormatan yang berupa kesenangan terhadap prajurit

Mataram yang meninggalkan kerajaan yaitu Kyai Ukir dan pengikutnya yang

46
telah memberi nama Desa Mukiran. Kesenangan itu digambarkan seorang prajurit

dan raksasa yang berbunga-bunga atau bersenang-senang tetapi karena senangnya

itu tidak bisa mengendalikan emosi sehingga terjadi pertengkaran. Ditengah-

tengah pertengkaran kerasupan roh halus yang ada dua macam yaitu: (1) Roh

hitam biasa disebut roh jahat. (2) Roh putih biasa disebut roh baik. Dalam

peperangan itu selalu dimenangkan roh putih. (Wawancara bapak Nugroho, Mei

2016).

Perkumpulan Reog Campursari Turonggo Puspito sampai saat ini sudah

mempunyai 17 jaran kepang, 35 stel tata busana dengan jumlah anggota 60

sampai 70 laki-laki dan perempuan termasuk para pengrawit. Alat musik yang

digunakan untuk mengiringi pertunjukan berupa bonang, saron, bende, gong,

demung, ketipung, kendang, organd, seruling, drum, dan bas. (Wawancara bapak

Wiyono, Mei 2016).

Kegiatan kesenian Reog Campursari Turonggo Puspito ini setiap latihan

bertempat di rumah bapak Nugroho. Biasanya mereka melakukan pertunjukan

dalam rangka: (1) Panen raya/merti dusun, (2) tasyukuran perorangan, (3)

sadranan/bersih desa, (4) hari besar nasional, hari besar agama, (5) menyambut

tamu. Pertunjukan untuk melayani permintaan perseorangan di mintai dana

operasional 5 juta rupiah sampai 7 juta rupiah sekali pentas.

Berdasarkan catatan dokumentasi, susunan organisasi perkumpulan Reog

Campursari Turonggo Puspito sebagai berikut:

1. Pelindung : Bapak Kadus (Suwarso).

47
2. Pembina : Sumarman A.

3. Penasehat : Bapak Lurah (Sony Purwono).

4. Ketua : Madiyono.

5. Sekertaris : Lukis Widiyatmoko.

6. Bendahara : Wiyono Husodo.

7. Seksi Perlengkapan : Untung.

8. Seksi Pentas : Sutrisno.

9. Seksi Pawang : Sutomo.

10. Anggota laki-laki : Ade putra, Joko, Alex, Sunardi, Rudi, Wawan, Gayus,

Sasongko, Mustopa, Faul, Yahya, Bayu, Cahyo.

11. Anggota wanita : Riski, Cipluk, Luluk, Watik, Hartini, Rahayu, Maya.

12. Pemain musik :

a. Kendang : Sutrisno.

b. Saron : Tarno.

c. Bende : Jiyono.

d. Bonang : Suroto.

e.Gong : Rusmadi.

f. Drum : Pepeng.
48
g. Bas : Wiyono Husodo.

h. Key board : Daut.

i. Ketipung : Suyanto.

j. Seruling : Jumarso.

4.3 Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito

Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito bersifat hiburan saja,

penarinya merupakan penari dari generasi ke generasi, dengan harapan kaulo

mudho tetap mengenal, memainkan dan melestarikan. Penari Reog Campursari

Turongo Puspito terbagi menjadi dua umur yaitu: (1) Yang berumur antara 12

sampai 15 tahun disebut pemain alit, yang nanti akan memerankan tokoh raksasa

kecil dan tokoh prajurit kecil, (2) Yang berumur 16 sampai 20 tahun disebut

pemain ageng, yang nanti akan memerankan tokoh raksasa besar dan tokoh

prajurit besar.

Bagi masyarakat, pertunjukan kesenian tradisional Reog Campursari

Turongo Puspito, bersifat hiburan yang sangat digemari terlihat antusias dari

anak-anak sampai lanjut usia berbondong-bondong berdatangan untuk

menyaksikan, walaupun tidak disediakan tempat duduk, melainkan berdiri di

samping pagar pembatas yang terbuat dari bambu. Bisa dilihat gambar 4.2.

Gambar 4.2 Gambar Antusias Penonton

49
(Foto Nuryanti, Februari 2016)

Kesenian tradisional Reog Campursari Turonggo Puspito dalam

penyajiannya menitik beratkan kekompokan dan kelincahan saat menari, penata

tari dalam membuat gerakan disesuaikan dengan kemampuan. Alat musik sebagai

iringan menggunakan gamelan yang terdiri dari demung, gong, saron, bonang,

bende, kendang dan alat musik modern yang terdiri dari seruling, drum, bass,

keyboard, gitar elektrik.

4.3.1 Urutan Penyajian

Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, secara garis besar dapat dibagi

menjadi tiga babak yaitu bagian pembukaan, bagian inti pertunjukan dan bagian

penutup pertunjukan. Urutan pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito

terdiri dari:

4.3.1.1 Pembukaan

50
Gambar 4.3 Gambar Sesaji Pertunjukan Reog Campursari

(Foto Nuryanti, Februari 2016)

Menurut penuturan bapak Sutomo selaku pawang Reog Campursari

Turongo Puspito pembukaan pertunjukan diawali dengan kegiatan berupa

pembacaan mantra-mantra oleh pawang serta penyediaan sesaji yang berupa: (1)

Jajan pasar, yang melambangkan kehidudapan di dunia ini ada bermacam-macam

keadaan yang harus di jalani oleh manusia baik suka maupun duka, hal yang

buruk dan hal yang baik. Dengan adanya sesaji jajan pasar ini semua manusia

dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa bisa melewati hal-hal yang buruk

adanya tingal menemukan hal-hal yang baik, kesehatan dan keselamatan. (2)

Tumpeng dan golong, melambangkan hubungan Tuhan dengan alam semesta dan

seisinya termasuk manusia selaku ciptaan Tuhan sebagai mahkluk yang paling

sempurna bisa berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk, sehinga atas

51
pertolangan Tuhan Yang Maha Esa bisa mendapatkan kesehatan, keselamatan dan

kelancaran dalam segala hal. (3) Ingkung ayam, melambangkan manusia supaya

mendapatkan suatu kebaikan tidak boleh ingkar janji. (4) Bunga mawar, melati,

dupa, kemenyan dan beraneka macam minuman serta kain putih (Mori) tidak

ketinggalan cambuk dan jaran kepang diikutsertakan sebagai tanda supaya lancar

dalam pemanggilan roh halus sewaktu diminta untuk datang merasuki pemain.

Tujuan pembacaan mantra yang disertai sesaji ini adalah untuk meminta

kesehatan, keselamatan, kelancaran pada Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh

masyarakat yang terlibat dalam pertunjukan baik para pemain, warga yang

nanggap, juga penonton, dari gangguan makhluk halus yang berniat jahat, cuaca

mendukung, lancar dan sukses seperti yang diharapkan. Seluruh sesaji diletakkan

di meja kecil bagian depan panggung.

Usai pembacaan mantra, diteruskan penyajian musik berupa musik

klenengan yang berupa tembang-tembang jawa dimana musik yang disajikan

dibunyikan dengan suara keras-keras yang bertujuan untuk menarik penonton

pertanda kalau pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito sudah akan

dimulai.

Penyajian musik sebagai tanda dimulainya pertunjukan tiba-tiba diam

semua berhenti tidak menabuh dan dilanjutkan dibunyikan petasan (Jawa,

Mercon) oleh bapak Nugroho sebagai pertanda upacara sesaji selesai dan segera

akan dimulainya pertunjukan Reog Campursari Toronggo Puspito.

Menurut penuturan bapak Nugroho

52
’’ Membunyikan petasan ini sebagai pertanda selesainya upacara sesaji dan
sebagai pertanda dimulainya pertunjukan Reog Campursari Turonggo
Puspito yang selanjutnya penonton menikmati dengan hati yang berbunga-
bunga atau bersenang-senang. (Wawancara bapak Nugroho, Mei 2016).”

4.3.1.2 Bagian Pokok


Gambar 4.4 Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito

(Foto Nuryanti, Februari 2016)

Sebelumnya ditampilkan 2 sampai 3 lagu campursari penonton ikut aktif

yaitu berjoget. Inti pertunjukan ditandai dengan disajikannya gendhing gangsaran

sebagai iringan masuknya penari Yakso atau prajurit kuda masuk ke arena

pertunjukan. Penari Yakso adalah penari yang berkarakter prajurit sedang

menunggang kuda.

Selanjutnya penari tersebut menari dengan urut-urutan gerak antara lain:

sembahan, jengkeng (kepala menunduk, tangan kiri didepan dada, tangan kanan

53
memegang kuda), kemudian berdiri berputar membentuk lingkaran, berbanjar

selanjutnya berdiri menunggang kuda sambil digerak-gerakkan, lalu membentuk 2

pola lantai garis lurus saling berhadap-hadapan (Jawa pethukan).

Selesai pethukaan di lanjutkan gerakan negar-negar yaitu gerakan maju,

dengan posisi kuda menengadah dan mundur, dengan posisi kuda merunduk, yang

sesaat loncat-loncat sambil menunggang kuda dan kepala penari menghadap

keatas, yang mempunyai makna ketidakpuasan.

Gerak selanjutnya adalah gerak umbul-umbul yaitu gerak miwir sampur

dan loncat-loncat kesegala arah yang mempunyai makna kesenangan. Selanjutnya

keluar dua orang yang berperan sebagai pemimpin dan pawang yang memutar-

mutarkan cambuk (Jawa pecut) memanggil roh halus yang diikutsertakan dalam

masing-masing pemain. Yang menurut bapak Sutomo selaku pawang, roh halus

ini ada dua yaitu roh halus ilmu putih yaitu yang merupakan roh baik dan roh

halus ilmu hitam yaitu yang merupakan roh jahat. Gerakan berikutnya adalah

gerakan Tephosan yaitu gerakan dimulainya peperangan antara kuda yang

dirasuki ilmu hitam dengan kuda yang dirasuki ilmu putih.

Dalam babak ini semua pemain mengalami trance (tidak sadarkan diri)

pada saat ini biasanya saat yang ditunggu-tunggu penonton karena pemain ada

yang makan beling, menjilat bara api dan ada yang berjoget karena pada saat

ndadi ini lagu-lagu campursari seperti lagu yang berjudul mendem Wedhokan,

Prau Layar dan yang lain. Anehnya pada babak ini pada waktu dimulainya trance

pakaian pemain dilepas oleh orang yang sudah diberi tugas dengan alasan biar

54
tidak rusak dan kotor, tetapi ada pakaian pemain yang boleh di lepas ada pakaian

pemain yang tidak boleh dilepas semua itu tergantung roh yang merasukinya.

Peperangan antara roh ilmu hitam dan roh ilmu putih, ini di menangkan

oleh pemain yang di rasuki roh ilmu putih, yang mempunyai makna orang yang

berperilaku baik akan mendapat kemenangan. Ujar pawang bahwa becik ketitik

olo ketoro wong salah bakal seleh wong jujur akhire makmur ujar pawang.

Pertunjukan ini berlangsung kurang lebih satu jam. Keunikan yang terjadi

pada pertunjukan babak ini roh-roh yang akan kembali mempunyai permintaan

yang beraneka macam yaitu ada yang minta dipocong dengan kain putih dan ada

minta kemenyan atau dupa. Pemain minta dipocong dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Pemain Kesurupan Minta Dipocong

(Foto, Nuryanti, Februari 2016)

Keunikan disini roh yang minta kemenyan itu tidak makan kemenyan

tetapi hanya menghirup asap dari kemenyan itu dan biasanya kembali ke alamnya

sesuai tempatnya, jadi tidak ditempat pertunjukan melainkan ada yang lari

55
keperempatan jalan ada yang kembali di bawah pepohonan. Pemain yang minta

kemenyan bisa dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Pemain Kesurupan Minta Kemenyan

(Foto Nuryanti, Februari 2016)

Setelah kelompok penari Yakso selesai kemudian dilanjutkan selingan 2

sampai 3 lagu campursari, disini sebagian penonton ada yang ikut berjoget dan

ada yang minta lagu. Setelah selingan 2 sampai 3 lagu campursari selesai

dilanjutkan penari Bujang Ganong Lawakan yang berjumlah 2 penari memasuki

arena dengan bergerak pantomime sesaat bercanda dengan beberapa penonton

yang dikehendaki, biasanya memilih wanita cantik atau memilih penonton yang

paling tua dengan tujuan lawakannya bisa membuat penonton tertawa.

Penari Bujang Ganong ini dalam candaanya tidak berlangsung lama hanya

sekitar 45 menit kemudian berhenti duduk di samping arena yang selanjutnya

Bujang Ganong prajuritan yang berjumlah 4 memasuki arena pertunjukan.

56
Keempat penari itu menari bersama-sama dalam gerak yang sama, yaitu gerak

jongklangan, lumaksono agem kurang lebih 10 menit, yang selanjutnya keempat

prajurit Bujang Ganong menari secara bergantian satu persatu unjuk

kebolehannya (olah kanuragan) dengan gerak pencak silat, koprol depan, koprol

belakang, sesaat gerak kepala diletakkan ditanah kaki diatas yang di beri aba-aba

oleh seorang dalang.

Keempat prajurit Bujang Ganong semua sudah berunjuk kebolehannya

dilanjutkan menari secara bersama-sama lagi dengan Bujang Ganong Lawakan

gerakan yang digerakkan adalah gerak Congklangan yaitu kedua tangan malang

kerik, kaki berjajar merendah, kepala gedeg ke kanan, kaki berjajar naik, kepala

gedeg ke kiri dan diakhiri koprol bersama-sama sampai keluar dari arena. Prajurit

Bujang Ganong ini tidak mengalami trance. Babak Bujang Ganong selesai

dilanjutkan lagi selingan 2 sampai 3 lagu-lagu campursari dimana para penonton

bisa minta lagu dan berjoget.

Pertunjukan selanjutnya penari buto (Raksasa) memasuki arena

pertunjukan. Pada pertunjukan ini gerak yang dilakukan adalah gerak sembahan

dilanjutkan lumaksono mencak-mencak yaitu kedua tangan lurus keatas, kepala

menengadah, kedua kaki jinjit. Yang selanjutnya adalah gerak jongklangan kanan

kiri yaitu gerak tangan kanan nekuk, tangan kiri lurus kesamping kiri, pandangan

kesamping kanan, kaki kanan diangkat, kaki kiri napak, dilanjutkan dengan gerak

lonjakan, yaitu gerak kedua tangan malang kerik, pandangan kedepan, kaki

loncat-loncat, dilanjutkan gerak lampah tigo atau laku telu yaitu kaki kanan maju,

57
kaki kiri mundur kembali kaki kanan diangkat kedepan dan berakhir gerak

lumaksono mencak-mencak.

Pola lantai sama dengan petunjukan Yakso Ageng atau kuda besar

perbedaannya terletak pada tata busana dan tata rias, tidak menggunakan property

serta pada waktu trance keunikannya adalah pemain yang kerasukan roh halus

pada waktu mau kembali kealamnya minta pamitan sama yang punya rumah atau

yang nangap. Tetapi juga ada pemain yang kerasukan roh halus pada waktu mau

kembali ke alamnya minta kemenyan dan minta dupa bahkan ada yang minta

bunga. Pemain yang kerasukan roh halus mau kembali minta pamitan sama yang

punya rumah atau yang nanggap Seperti pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Gambar Pemain Kesurupan Minta Pamit Sama yang Nanggap

(Foto Nuryanti, Februari 2016)

4.3.1.3 Penutup

58
Penutup atau akhir dari pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito

terjadi karena para pemain satu persatu mengalami kesurupan dan dilantunkan

lagu mars Reog Campursari Turonggo Puspito sebagai tanda pertunjukan

dihentikan atau sudah selesai.

Pertunjukan Reog Campursari Turongo Puspito Desa Mukiran Kecamatan

Kaliwungu, ragam geraknya dari babak Yakso Ageng atau prajurit besar, babak

Bujang Ganong dan babak Buto atau raksasa, mempunyai gerak yang sama yaitu

diawali gerak sembahan, gerak jengkeng, gerak lumaksono jongklangan, gerak

loncat-loncat atau lonjakan, gerak negar-negar, gerak-gerak tersebut di variasikan

menurut masing-masing babak. Seperti pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Ragam gerak Reog Campursari Turongo Puspito

No Nama Gerak Makna Gerak

1 Sembahan Manusia setiap akan melakukan sesuatu


kegiatan harus berdoa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan tujuan diberi
kelancaran dalam segala hal

2 Jengkeng Setelah berdoa melihat ke kanan dan ke


kiri, dengan tujuan supaya hati-hati
sebelum melaksanakan kegiatan

3 Lumaksono Mulai melakukan suatu kegiatan

4 Negar-negar Gerak selalu melihat keatas yang


melambangkan ketidakpuasan

5 Lonjakan/loncat-loncat Gerak yang mempunyai makna


kesenangan

4.3.2 Keunikan dan Keanehan Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito

59
Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran Kecamatan

Kaliwungu Kabupaten Semarang, pada pertunjukan babak inti, terdapat keunikan

dan keanehan yang sangat dinanti-nanti penonton adalah waktu pemain kerasukan

roh halus yang akan pulang ke alamnya minta bermacam-macam diantaranya:

minta kemenyan, bunga, dipocong, jajan pasar dan pamitan sama yang nanggap.

Saat permintaan dari masing-masing roh halus terpenuhi, mereka pulang ke

alamnya sesuai tempat tingalnya, ada yang langsung lari ke perempatan jalan, lari

ke kebun, lari ke lorong jalan dan lain-lain. Seperti gambar 4.8 dan gambar 4.9.

Gambar 4.8 Pemain Kesurupan Pulang Ke Perempatan Jalan

(Foto, Nuryanti, Februari 2016)

Gambar 4.9 Pemain Kesurupan Pulang Ke Kebun

60
(Foto, Nuryanti, Februari 2016)

4.3.3 Tata Rias dan Tata Busana

4.3.3.1 Tata Rias

Pada dasarnya rias wajah di bagi menjadi tiga yaitu rias wajah korektif,

rias wajah karakter dan rias wajah fantasi. Rias wajah korektif yaitu rias wajah

yang hanya mempertebal garis-garis wajah tanpa mengubah wajah seseorang

menjadi karakter tertentu. Rias wajah fantasi yaitu rias wajah yang sesuai dengan

ide yang digunakan pada sesorang (Jazuli 1994: 19). Rias wajah karakter adalah

rias wajah yang di sesuaikan dengan karakter yang akan dibawakan.

Rias wajah yang digunakan pada Reog Campursari Turonggo Puspito,

khususnya pada babak Yakso Ageng adalah rias wajah korektif, yang

menggambarkan ketampanan dan kegagahan seorang prajurit yang sedang

menunggang kuda, sedang pertunjukan Reog Campursari pada babak Buto

menggunakan rias tokoh atau rias karakter yaitu rias wajah sebagai karakter Buto.

61
Pertunjukan Reog Campursari Turongo Puspito, pada babak Bujang Ganong tidak

menggunakan rias wajah karena memakai Topeng Embong.

Pertunjukan kesenian tradisional Reog Campursari Turonggo Puspito

yang berperan sebagai Buto Ageng maupun Buto Alit menggunakan tata rias

karakter atau tata rias tokoh, yang mana warna yang di gunaka warna merah dan

putih serta hitam. Rias tokoh karakter Buto atau Raksasa, bisa dilihat seperti pada

gambar 4.10.

Gambar 4.10 Tata Rias Karakter Buto atau Raksasa

(Foto Nuryanti, Mei 2016)

Kosmetik dan alat yang di gunakan pada Reog Campursari Turonggo

Puspito antara lain: pembersih wajah, penyegar, kapas, pensil alis, lipstik atau

pewarna bibir, kuas bibir, kuas blush on, air, minyak kelapa, kaca, piring kecil

(untuk melarutkan shee wed) dan shee weed berwarna hitam, merah, putih.

62
Rias wajah yang digunakan prosesnya diawali dengan membersihkan

wajah dengan pembersih wajah, dengan menuangkan pembersih ke tangan lalu

diratakan keseluruh wajah kemudian diusap dengan kapas secara merata yang

selanjutnya menuangkan penyegar pada kapas dan dioleskan keseluruh wajah dan

leher secara merata.

Proses selanjutnya memakai bedak dasar dan bedak tabur, dan

menggunakan kuas blus on, untuk merias wajah sesui karakter dengan shee weed

yang berwarna merah, putih dan hitam yang telah dilarutkan dengan air ataupun

dengan minyak, tidak ketinggalan memakai lipstik.

4.3.3.2 Tata Busana dan Property

4.3.3.2.1 Tata Busana Yakso Ageng.

Gambar.4.11 Tata Busana Yakso Ageng

(Foto Nuryanti, Mei 2016)

63
Tata busana tari sangat mendukung untuk pembentukan karakter pada

sebuah tokoh tarian. Tata busana disesuaikan dengan tema tarian agar isi tarian

tersebut tersampaikan. Busana tari Yakso Ageng yaitu di kepala memakai ikat

kepala atau iket berwarna merah, kuning dan hijau, yang selanjutnya diberi irah-

irahan jamang atau plesir. Memakai celana panji selutut yang berwarna merah

dan hitam, ditutup dengan kain jarik, didalamnya memakai stagen dengan tujuan

agar tidak mudah lepas, selanjutnya memakai sampur, simbar dodo, dan kumis

(brengos). pada lengan atas memakai klatbau dan lengan bawah memakai gelang,

kedua kaki memakai bingel dan salah satu kakinya juga memakai krincing,

dengan maksud supaya menimbulkan suara sehinga pertunjukannya akan

kelihatan serempak.

Proses pemakaiannya diawali dengan memakai celana panji dan kain jarik

yang dililiti stagen agar lebih kencang, yang selanjutnya memakai simbar dodo,

klatbau, gelang dan bingel yang mana salah satu kakinya selain memakai bingel

juga memakai krincing, yang terakhir adalah pada bagian kepala memakai ikat

kepala atau iket, irah-irahan jamang atau plesir. Tata busana Reog Campursari ini

kebanyakan sudah banyak yang dikreasi dan dibuat sendiri oleh kelompok

perkumpulan kesenian itu sendiri. Proses pemakain tata busana ini tidak sulit

hanya perlengkapannya yang cukup banyak.

Penuturan bapak Nugroho salah satu pembuat tata busana

’’ Tata busana ini memang sudah banyak yang dikreasikan oleh anggota
Karena selain menghemat biaya juga melatih menemukan ide-ide baru,
baik warna, dan model yang dikreasikan tetapi masih berpijak yang sudah
ada. (wawncara dengan bapak Nughroho, Mei 2016)”.

64
Property Reog Campursari Turonggo Puspito adalah kuda yang terbuat

dari anyaman bambu, sedangkan tata busana kebanyakan berwarna merah,

kuning, hitam. Sedangkan tata busana yang dimiliki dan dipergunakan untuk

pertunjukan Reog Campusari Turonggo Puspito pada babak Yakso Ageng terdiri

dari bermacam-macam yaitu:

4.3.3.2.1.Ikat kepala

Ikat kepala ini modifikasi dari iket (bahasa jawa), yang mana iket ini

dibuat dari karet halus berwarna kuning dan ada manik atau mote berwarna merah

berbentuk segi tiga. Bagian ujung diberi pengikat. Iket ini dibuat sendiri oleh

anggota perkumpulan Reog Rampursari Turonggo Puspito, berdasar inovatif dan

kreatifitas kelompok. Seperti pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Gambar Ikat Kepala

(Foto Nuryanti, mei 2016)


4.3.3.2.2 Kerincing

65
Krincing dipakai di kaki kanan dan kaki kiri kalau bergerak akan

berbunyi gemerincing, sehinga akan kelihatan serempak dan akan menambah

semangat dalam membawakan suatu tarian. Seperti gambar 4.13

Gambar 4.13 Gambar Kerincing

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


4.3.3.2.3 Klatbau dan Gelang atau Bingel Tangan

Klatbahu dan bingel tangan atau gelang ini dibuat dari karet halus yang

bagian ujungnya diberi perekat, yang dibuat oleh perkumpulan Reog Campursari

Turongo Puspito dengan inovasi dan kreatifitasnya sendiri. Seperti gambar 4.14

dan gambar 4.15.

Gambar 4.14 Klatbau

66
(Foto Nuryanti, Mei 2016)

Gambar 4.15 Gambar Bingel Tangan

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


4.3.3.2.4 Kain Jarik dan Stagen

Kain jarik dan stagen yang dikenakan oleh Reog Campursari Turongo

Puspito terbuat dari kain yang biasanya sudah dijual di pasar-pasar atau di toko-

toko. Jarik yang dikenakan ada dua warna yaitu : loreng putih hitam dan loreng

coklat hitam sedangkan stagen kebanyakan berwarna hitam. Seperti gambar 4.16.

Gambar 4.16 Gambar Kain Jarik dan Stagen

67
(Foto Nuryanti, Mei 2016)
4.3.3.2.5 Celana Panji

Tata busana celana panji yang dikenakan Yakso Ageng, ini terbuat dari kain

bludru. Sedangkan celana yang dimiliki ada dua warna yaitu warna merah dan

warna hitam. Pada babak Yakso Ageng ini celana yang dikenakan terbuat dari kain

bludru karena tidak memakai rampek melainkan memakai kain jarik yang salah

satu ujungnya di lipat-lipat (bahasa jawa diwiru). Seperti gambar 4.17

Gambar 4.17 Gambar Celana Panji

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


4.3.3.2.6 Property Yakso Ageng

68
Property yang digunakan pada babak Yakso Ageng ini adalah kuda-kudaan

yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi motif atau hiasan yang dibuat

seperti kuda, dibagian kepala dan ekornya dihiasi ijuk berwarna hitam. Kuda-

kudaan ini ada yang diberi tali melingkar dari kepala sampai ekor yang fungsinya

untuk diikatkan dibahu badan penari, tetapi ada juga yang tidak ada talinya

tergantung penari akan memakai yang mana, biasanya yang tahan memegang

kuda lebih lama mereka tidak akan menggunakan kuda-kudaan yang ada talinya

ujar Ade Nugraha. Seperti gambar 4.18

Dibawah ini gambar property dan penuturan Ade Nugraha selaku penari dan

pelatih tari reog campursari turonggo puspito:

’’ Perkumpulan ini punya 17 property kuda-kudaan ada yang bertali dan


ada yang tidak bertali, pemain biasanya memilih sesuai dengan kondisinya
dalam arti kalau mereka bertahan pegang property bisanya memilih yang
tidak bertali atau sebaliknya. (Wawancara Adhe Nugraha, Mei 2016)”.
Gambar 4.18 Property Kuda-Kudaan

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


4.3.3.2.2 Tata Busana Bujang Ganong

Gambar 4.19 Gambar Tata Busana Bujang Ganong

69
(Foto nuryanti, Mei 2016)
Tata busana Bujang Ganong terdiri dari, topeng bujang ganong (Embong),

rampek, rompi, bingel tangan, klatbau dan celana. Pertunjukan babak Bujang

Ganong ini tidak meggunakan tata rias karena memakai topeng yang bernama

Embong.

Proses pemakaiannya tidak sulit seperti babak Yakso Ageng dimulai

memakai celana panji, kemudian dipakainya rampek, dilanjutkan memakai rompi,

bingel tangan dan klatbau. Proses yang terakhir adalah memakai Embong, yang

mana Embong ini dipakai pada saat mau pentas menuju arena karena cara

memakainya dengan digigit dengan gigi.

Pada pertujukan Bujang Ganong ini tidak menggunakan property dan tidak

menggunakan tata rias, hanya menggunakan tata busana saja, tata busananya

terdiri dari:

70
4.3.3.2.2.1 Topeng Embong

Topeng embong ini bentuk wajahnya menyerupai singa. Bagian mulut,

hidung, gigi dan matanya terbuat dari kayu yang diukir yang diselimuti bulu-bulu

ekor kuda yang panjang atau ekor sapi yang panjang berwarna hitam, coklat dan

putih, pada bagian mulutnya berwarna merah, giginya berwarna putih dengan

lidah menjulur keluar dibagian matanya diberi manik-manik berwarna kuning

sehinga kelihatan melotot, hidungnya menjulur keatas sehinga wajahnya

menyerupai singa. Seperti gambar 4.20.

Gambar 4.20 Gambar Topeng Embong

(Foto Nuryanti, Mei 2016)

4.3.3.2.2.2 Rampek.

71
Rampek dipakai setelah celana sebagai pengganti kain jarik, yang

berfungsi sebagai penutup dan memperindah bagian depan dan bagian belakang

aurat. Rampek ini bewarna cerah seperti, merah, kuning, putih dan biru.

Gambar 4.21 Gambar Rampek

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


4.3.3.2.2.3 Rompi dan Celan Panji

Rompi yang di kenakan terbuat dari kain bludru dan celana panji terbuat

dari kain yang mengkilat karena disesuaikan dengan rampek. Seperti gambar 4.22.

Gambar 4.22 Gambar Celana

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


Gambar 4. 23 Gambar Rompi

72
(Foto Nuryanti, Mei 2016)
4.3.3.2.3 Tata Busana Buto

Gambar 4.24 Gambar Tata Busana Buto atau Raksasa

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


Tata busana pada babak Buto ini berupa rambut palsu atau wig, rampek,

celana, bingel tangan, badong dan celana Serta rompi. Pada babak ini pakaiannya

73
ada yang sama dengan Bujang Ganong perbedaannya dikepala memakai wig atau

rambut palsu.

Proses pemakaiannya pertama memakai celana dilanjutkan memakai

rampek yang kemudian, rompi dilanjutkan memakai badong tidak ketinggalan

bingel tangan atau gelang, yang terakhir adalah memakai rambut palsu atau wig

4.3.3.2.3.1 Wig atau Rambut Palsu

Wig merupakan rambut palsu ini dikenakan pada pemain Buto yang

panjangnya kurang lebih 25cm, rambut ini berbentuk keriting, seperti gambar 4.25

Gambar 4.25 Gambar Wig atau Rambut Palsu

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


4.3.3.2.3.2 Badong

Badong ini dikenakan Buto di dada yang berwarna-warni bermotif manik-

manik, sebetulnya badong merupakan modifikasi dari rompi yang sudah

dikretifitas baik bentuk maupun manik-maniknya.Seperti gambar 4.26.

74
Gambar 4.26 Gambar Badong Buto

(Foto Nuryanti, Mei 2016)


Menurut peneliti bahwa tata busana pada pertunjukan Reog Campursari

Turonggo Puspito di Desa Mukiran Kecamatan Kaliwungu ini sepenuhnya sudah

dikreatifitas baik bentuk maupun asesoriesnya. Sedangkan maknanya saja yang

sama dengan Reog.

4.3.4 Iringan

Musik sebagai iringan tari yang berfungsi sebagai pengiring tari agar dapat

mendukung karakter dalam tarian dan penekanan pada gerak tari kapan tari itu

dimulai, kapan rangkaian gerak itu berpindah, kapan tari itu berakhir serta

membuat suasana dalam sajian tari agar lebih semarak.

Iringan Reog Campursari Turongo Puspito, terdiri dari: bendhe, saron,

gong, kendhang, seruling, drum, keybord. Rangkaian nada-nada yang dihasilkan

dari gamelan dan alat musik modern ini menjadi kesatuan nada yang indah dan

utuh. Lagu mars Reog Campursari Turonggo Puspito yang selalu dinyanyikan

pada awal pertunjukan dan akhir pertunjukan.

75
Mars Reog Campursari Turongo Puspito.

Lancaran Pelog Pt 6.

1.Ompak : 1 2 3 5 6 3 6 5 6 3 6 5 6 3 2 1
1 2 3 5 6 3 6 5 6 3 6 5 6 3 2 1
2. Lagu : . . . . Pra mi yar sa a tur su geng pe panggih an
. . . . 1 2 3 5 5 5 5 6 1 6 5 3
. . . . Se ni reog cam pur sa ri
. . . . 1 2 3 5 .6 . 3 .2 .1
. . . . Ing kang na mi Tu rong go Pus pi to
. . . . 1 1 2 1 . 6 . 5 . 4 . 5
Mi jil Sa king La la dan De sa Mu ki ran
. . . .6 1 6 5 3 3 5 3 5 3 2 1
3. ompak : . . . .1 2 3 5 6 3 6 5 6 3 2 1
. . . .1 2 3 5 6 3 6 5 6 3 2 1
4. lagu : . . . . Nguri-uri kabudayan jawi
. . . . Mugi saget anglipur ati
. . . . Mrih ngremboko widodo lestari
. . . . Mugi Gusti tansah ngijabahi (notnya sama lagu 2)
5.0mpak : 1 2 3 5 1 6 5 3 1 2 3 5 6 3 2 1
1 1 2 1 6 5 4 5 5 5 6 5 6 3 2 1
6.Lagu : . . . . Nuwun sewu kawulo nyuwun pangestu
. . . . Mugi Gusti kepareng paring rahayu
. . . . Datan kantun tumanduk para pamirsa
. . . . Bilih lepat kawulo nyuwun ngapura

76
4.3.5 Ragam Gerak

Gerak yang dilakukan oleh Reog Campursari Turongo Puspito ini, perician

geraknya dapat dilihat dari unsur-unsur ragam gerak dan deskripsi dari gerak itu

sendiri. Gerak yang ada pada reog ini sifatnya lincah dan kuat, sedang inti ragam

geraknya baik itu babak Yakso Ageng, Bujang Ganong dan Buto hampir sama

yaitu: sembahan, jengkeng, gerak laku telu, gerak jongklangan (gerak bujang

ganong), gerak negar (gerak Yakso Ageng), gerak mencak-mencak (gerak buto),

sedangkan gerak yang lain merupakan gerak variasi untuk memperindah dari

masing–masing babak.

4.3.5.1 Ragam Gerak Reog

Diskripsi ragam gerak Reog yang terdiri-dari tiga babak yaitu: babak

Yakso Ageng, babak Bujang Ganong dan babak Buto (raksasa), ragam gerak pada

masing-masing babak pada dasarnya sama yaitu: seperti pada table 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Gambar Ragam Gerak Reog Campursari

NO Nama Gerak Diskripsi Gambar (Foto)

1 Sembahan Kedua tangan nekuk


didepan dada,
pandangan kedepan,
kaki kanan nekuk,
kaki kiri membuka,
badan tegak.

77
2 Jengkeng Tangan kanan seleh
dipaha kanan,
tangan kiri seleh
dilutut kiri, kaki,
kanan membuka,
kaki kiri nekuk,
badan tegak,
pandangan serong
kiri

3 Laku telu Kaki kanan depan


kaki kiri
belakang,badan
tegak, pandangan
merunduk
kebawah,kedua
tangan memegang
kuda

4 Lumaksono Tangan kanan lurus


mecak- keatas,tangan kiri
mecak siku-siku,pandangan
depan,badan tegak
kedua kaki
melonjak-lonjak.

5 Congklanga Kedua tangan lurus


n kesamping,badan
sedikit condong
kekanan,pandangan
serong kanan,kaki
kanan diangkat,kaki
kiri napak secara
bergantian.

78
6 Negar-negar Kedua tangan
memegang
kuda,kaki kanan
angkat,kaki kiri
napak pandangan
atas.terus loncat
secara bergantian.

(Sumber: Adhe Nugraha, Mei 2016)

4.3.5.2 Unsur Gerak Reog

Dalam pertujukan Reog Campursari Turonggo Puspito mempunyai unsur-

unsur gerak yang terdiri dari : unsur gerak kepala, unsur gerak kaki, unsur gerak

tangan dan unsur gerak badan.

4.3.5.2.1 Unsur Gerak Kepala

Tabel 4.5 Unsur Gerak Kepala

No Sikap Deskripsi Gambar

1 Nengkleng Posisi dagu ditarik


kiri dan ke kiri pandanga
kanan serong, arah hadap
mengikuti gerak
dagu (nengkleng
kanan dagu ditarik
ke kanan

79
2 Tolehan Pandangan ke
kanan dan kanan jika tolehan
tolehan kiri kanan, dan
pandangan ke kiri,
jika tolehan kiri.

3, Ndangak Posisi dagu ditarik


dan kedepan, pandangan
merunduk keatas
kalau ,ndangak,
dan , padangan
kebawah dagu
ditarik , kebawah
kalau , merunduk

(Sumber: Adhe Nugraha, Mei 2016)

4.3.5.2.2 Unsur Gerak Tangan

Deskripsi ragam gerak tangan yang dimiliki pada pertunjukan Reog

Campursari Turongo Puspito dari masing-masing babak, baik babak Yakso Ageng,

babak Bujang Ganong maupun babak Buto atau Raksasa pada dasarnya sama

yaitu gerak ngepel dan ndaplang yang kemudian dikreatifitaskan menjadi

gerakan kesamping kanan, samping kiri , atas dan bawah. Diskripsi ragam gerak

tangan dapat di lihat pada table 4.6.

80
Tabel 4.6 Unsur Gerak Tangan

No Sikap Deskripsi Gambar/ Foto

1 Ngepel Semua jari


merapat dan
ditekuk, bertemu
dengan telapak
tangan

2 Ndaplan Kedua tangan


dibuka kesamping
g dan agak diangkat
keatas

(Sumber: Adhe Nugraha, Mei 2016)

4.3.5.2.3 Unsur Gerak Kaki

Deskripsi unsur ragam gerak kaki pada pertunjukan Reog Campursari

Turongo Puspito baik babak Yakso Ageng, Bujang Ganong dan babak Buto atau

Raksasa pada dasar sama yaitu gerakan jengkeng, lumaksono, mecak-mecak,

junjungan kanan dan junjungan kiri.Ragam gerak kaki pada gerak tari Reog

Campursari Turonggo Puspito bisa di lihat pada table 4.7.

Tabel: 4.7 Gambar Unsur Gerak Kaki

81
No Sikap Deskripsi Gambar/Foto

1 Jengkeng Kaki kanan,


ditekuk, tumit
sebagai tumpuan,
kaki kiri membuka
90 derajat

2 Junjungan Junjungan kanan,


kanan dan kaki kanan
junjungan dijunjung serong
kiri depan, kaki kiri
menghadap serong
kiri.sedang
junjungan kiri,
arah sebaliknya

3 Mecak- Kedua kaki

mecak diangkat dan

diletakkan secara

bergantian

4 Lumaksono Kedua kaki maju

secara bergantian.

(Sumber: Adhe Nugraha, Mei 2016)

4.3.5.2.4 Unsur Gerak Badan

82
Unsur gerak badan pertunjukan Reog Campursari Turongo Puspito yang

paling banyak terjadi pada babak Bujang Ganong dan babak Buto Karena sering

dilakukan ogek lambung dan mayuk kanan kiri. Deskripsi unsur gerak badan pada

table 4.8.

Tabel 4.8 Unsur Gerak Badan

No Sikap Deskripsi Gambar/Foto

1 Ogek lambung Lambung ditarik


keatas, kekanan
dan ke kiri secara
bergantian

2 Mayuk Badan sedikit


maju kedepan

4.3.6 Pola Lantai

Jenis pola lantai terbagi menjadi dua yaitu garis lurus dan garis lengkung.

Sedangkang bentuk pola lantai pertunjukan Reog Campursari Turongo Puspito

dari masing-masing babak, baik babak Yakso Ageng, babak Bujang Ganong dan

babak Buto (raksasa) menggunakan tiga pola lantai yaitu:

4.3.6.1 Pola Lantai Garis Vertikal

83
Pada babak Yakso Ageng dan babak Buto pola lantai garis vertikal ini

digunakan pada gerak theposan dimana penari saling berhadap-hadapan kemudian

perang dan yang dimenagkan oleh roh putih. Pola lantai ini dapat digambarkan

sebagai berikut.

4.3.6.2 Pola Lantai Lingkaran

Pola lantai lingkaran pada pertunjukan Reog Campursari Turongo Puspito

biasanya digunakan pada adegan trance, baik babak Yakso Ageng maupun babak

Buto (raksasa).

4.3.6.3.Pola Lantai Horisontal

84
Pola lantai horizontal pada pertunjukan Reog Campursari Turongo Puspito

digunakan pada awal pertunjukan yaitu gerak-gerak jengkeng dan sembahan baik

babak Bujang Ganong, babak Yakso Ageng maupun babak Buto (raksasa).

4.3.7 Penonton

Penonton dalam pertunjukan merupakan bagian yang sangat penting,

karena tanpa adanya penonton penampilan tidak akan meriah. Pertunjukan Reog

Campursari Turongo Puspito sangat digemari masyarakat, mereka berbondong-

bondong berdatangan mulai dari anak-anak kecil hingga yang sudah berusia

lanjut. Hal ini dapat dilihat setiap kali pementasan yang ditampilkan, penonton

banyak yang mengabadikan pertunjukan tersebut. Posisi penonton ada yang duduk

dan ada yang berdiri mengingat tempat duduk tidak disediakan hanya di lantai,

sedang posisi penonton mengelilingi arena yang diberi pembatas pagar yang

terbuat dari bambu. Seperti gambar 4.27.

Gambar 4.27 Gambar Penonton Pertunjukan Reog

85
(Foto Nuryanti, Mei 2016)
Menurut penuturan salah satu penonton, Suharmi (48 tahun).
’’ Pertunjukan Reog Campursari ini menurutku baik dan menarik saya
melihat sudah beberapa kali tapi tidak bosan karena saya tertarik pada waktu
adegan kesurupan pemainnya betul-betul tidak sadarkan diri lebih-lebih anak
saya malah ikut joget-joget.(Menurut Suharmi, Februari 2016).’’

4.3.8 Tata Lampu

Pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito ini, tata lampu yang

digunakan sangat sederhana karena hanya cukup sebagai penerang arena

pertunjukan saja, berupa lampu neon panjang dan bulam yang diikatkan di pohon

sekitar arena dan diikatkan pada bambu yang diletakkan di atas arena pertunjukan.

Tata lampu ini hanya dipergunakan pada waktu malam hari, sedang diwaktu siang

hari tidak menggunakan lampu.

4.3.8 Sound System.

Fungsi sound system pada pertunjukan Reog Campursari Turonggo

Puspito adalah membantu vokalis agar suaranya terdengar lebih keras, juga alat

86
musik yang mengiringi terdengar lebih keras. Perlengkapan yang di gunakan

pada sound system ini, sangat sederhana karena hanya terdiri dari amplifier,

spiker dan tiga buah mikropon.

Berdasarkan pengamatan dan analisis peneliti:

Penonton yang datang melihat pertunjukan tidak hanya masyarakat Desa

Mukiran tetapi, dari desa-desa terdekat bahkan dari Kabupaten Boyolali yang

merupakan kabupaten terdekat dengan Kabupaten Semarang. Penonton yang

datang mulai dari anak-anak sampai usia lanjut, yang berada di belakang pagar

pembatas sesekali makan makanan kecil yang dibeli dari pedagang di sekitar

arena pertunjukan. Para pedagang juga sesekali ikut melihat pertunjukan disaat

sepi tidak ada yang membeli.

Ekspresi penonton sangat berbeda-beda, ada yang tertawa, tepuk tangan,

menghindar bahkan takut terutama disaat penari sedang kesurupan. Penonton

sangat menikmati pertunjukan ini terlihat sebagian besar penonton tidak beranjak

dari tempat duduk sampai dengan pertunjukan berakhir.

87
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di Desa Mukiran Kecamatan

Kaliwungu Kabupaten Semarang bahwa pertunjukan Reog Campursari Turongo

Puspito sebagai berikut:

Pertunjukan kesenian tradisional Reog Campursari Turongo Puspito,

dalam penyajiannya terdiri dari tiga bagian yaitu pembukaan pertunjukan, inti

pertunjuakan, penutup pertunjukan, dari masing-masing bagian mempunyai unsur-

unsur pendukung pertunjukan yaitu: ragam geraknya dari masing-masing babak

sama, tata rias korektif dan rias tokoh, tata busana sesuai tokoh, iringan

perpaduan gamelan jawa dan modern, pola lantai lingkaran, horisotal dan vertikal

88
, tempat penyajian terbuka, property kuda-kudaan, tata lampu berupa neon dan

sund system terdiri dari: amplifier, mikropon dan spiker.

Dalam pertunjuka ragam gerak dan pola lantai kurang variasi sehingga

kelihatan sedikit monoton. Para penari bisa merias wajahnya sendiri-sendiri,

dalam mengenakan tata busana juga dilakukan sendiri-sendiri hanya pada bagian-

bagian tertentu saja yang minta tolong kepada sesama penari.

Penontonnya dari berbagai jenis umur, mulai dari usia anak-anak, usia

remaja, sampai lanjut usia, berbaur menjadi satu di arena terbuka, pada selingan

lagu campursari penonton remaja banyak yang berjoget sesaat ada yang mendekat

ke pembawa acara memberikan selembar kertas yang berisi minta lagu.

5.2 Saran.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberi

saran sebagai berikut:

Bagi koreografer dan pelatih tari Reog Campursari Turongo Puspito di

Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu, perlu mencari tambahan pengalaman

tetang ragam gerak dan pola lantai, supaya bisa lebih variasi lagi sehingga tidak

kelihatan monoton.

Penontonnya sangat banyak dan berbaur jadi satu, perlu adanya

koordinasiatau kesepakatan antara perkumpulan dengan yang punya hajad (yang

nanggap) supaya diberi tempat duduk untuk yang lanjut usia dan remaja yang

berjoget disedikan tempat terpisah dengan penonton yang tidak berjoget..

89
Dalam hal ini dinas pariwisata Perlu mengadakan pembinaan dan

memberi bantuan dalam hal ketrampilan dan biaya demi berkembangnya bentuk

pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito agar lebih menarik sehingga

mempunyai nilai jual yang tinggi dan mengangkat Reog Campursari Turonggo

Puspito menjadi aset daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto , Suharsimi. 1996. Prosedur Peneliti Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineke Cipta.

Bastomi, Suwaji. 1998. Apresiasi kesenian tradisional. Semarang: IKIP


Semarang Press.

Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang.

Moleong. J.Lexy. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Indriyanto, 2002. Kebangkitan Tari Rakyat di Daerah Banyumas.

Cahyono, Agus, 2006. Seni pertunjukan arak-arakan dalam upacara tradisional


Dugderan di Kota Semarang, Jurnal pengetahuan dan pemikiran seni
harmonia Vol. II No 3, Semarang: Sendrasik.

90
Joko Wiyoso, 2011 Kolaborasi antara jaran kepang dengan campursari: suatu
bentuk perubahan kesenian tradisional. Harmonia, Vol XI, No. 1.
Semarang: Sendratasik.

Purwadarminto, WJS.2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka
https: //upload. wikimedia. berkas: Ebeg. jpg.

Tuhuningsih, 2015. Pertunjukan Jaran Kepang Turonggo Kridho Mudho di Desa


Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal: Mengkaji dan
Menganalisis bentuk pertunjukan. Skripsi Sendratasik Fakultas Bahasa
dan Seni Uversitas Negeri Semarang.
Praptiwi, Heni.2001. Kesenian Kuda Kepang di Desa Sidodadi Kecamatan Mijen
Kota Semarang; kajian tentang bentuk dan fungsi pertunjukannya. Skripsi
Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.
Murgiyanto, 1981. Koreografi, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

Depdikbud.

Sumaryanto, Totok. 2007, Pendekatan kuantitatif dan Kualitataif, Semarang:


Universitas Negeri Semarang Press
Sedyawati, Edy. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Sinar Harapan: Jakarta.

91
Lampiran 1.

BIODATA PENULIS

Nama : Nuryanti

Tempat/Tanggal Lahir : Boyolali, 4 Maret 1966

Alamat : Desa Pelem, Kecamatan Simo

Kabupaten Boyolali

Riwayat Pendidikan :

1.SD : SD Negeri Trosobo 1

2.SMP : SMP Negeri 1 Sambi

3.SMA : SMA Pancasila Surakarta

92
4.Perguruan tinggi :

1) Diploma II IKIP Semarang.

2) Sarjana Bahasa Indonesia Universitas Widya Dhama Klaten.

Riwayat pekerjaan : Guru Seni Budaya SMP Negeri 6 Boyolali sejak

1 Maret 2004 sampai dengan sekarang.

Lampiran 2

93
Lampiran 3

94
PEDOMAN OBSERVASI

BAGI PENELITI

No Obyek yang di observasi Wawancara Observasi Dokumentasi


V
1 Cerita Reog Campursari V V
2 Asal Reog Campursari V V V
Turonggo Puspito
V
3 Ragam gerak V V
V
4 Pola lantai V V
V
5 Iringan V V
V
6 Tata rias V V
V
7 Tata busana V V

95
Lampiran 4.

PEDOMAN WAWANCARA

A. Tujuan

Wawancara dalam penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana

bentuk penyajian Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa Mukiran,

Kecamatan, Kaliwungu, Kabupaten Semarang sehingga dapat memperoleh

informasi yang mendukung dalam penelitian ini

B. Materi Wawancara

Dalam pelaksanaan pengambilan data penelitian melalui wawancara ini

peneliti mengajukan pertanyaan seputar materi yaitu:

1. Keadaan masyarakat di Desa Mukiran, Kecamtan Kaliwungu, Kabupaten

Semarang.

2. Asal usul kesenian tradisionol Reog Campursari Turonggo Puspito di Desa

Mukiran, Kecamtan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

3. Bentuk pertunjukan kesenian tradisionol Reog Campursari Turonggo

Puspito di Desa Mukiran, Kecamtan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

4. Keunikan pertunjukan kesenian tradisionol Reog Campursari Turonggo

Puspito di Desa Mukiran, Kecamtan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

96
C. Responden.

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan

beberapa responden yaitu:

1. Kepala Desa beserta perangkatnya di Desa Mukiran, Kecamatan

Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

2. Ketua kelompok Reog Campursari Turonggo Puspito.

3. Penari Reog Campursari Turonggo Puspito.

4. Pemain musik.

D. Materi Pertanyaan.

1.Materi pertayaan yang di tanyakan kepada Kepala Desa

1. Keadaan masyarakat di Desa Mukiran, Kecamtan Kaliwungu,

Kabupaten Semarang.

2. Kehidupan kesenian di Desa Mukiran, Kecamtan Kaliwungu,

Kabupaten Semarang.

3.Tingkat kepedulian masyarakat terhadap kesenian tradisionol Reog

Campursari Turonggo Puspito.

2. Materi pertayaan yang di tanyakan kepada ketua kelompok

1. Asal usul kesenian Reog Campursari Turonggo Puspito.

97
2. Bentuk pertunjukan kesenian Reog Campursari Turonggo Puspito.

3. Peralatan dan kelengkapan yang dipergunakan dalam pertunjukan Reog

Campursari Turonggo Puspito.

4. Pelaksanaan pertunjukan kesenian Reog Campursari Turonggo Puspito.

5. Susunan pengurus perkumpulan.

3. Materi pertayaan yang di tanyakan kepada Penari

1. Ragam gerak

2. Pola lantai

3. Tata rias dan tata busana

4. Bentuk ekspresi dalam pertunjukan

4. Materi pertayaan yang di tanyakan kepada Pawang

1. Sesaji yang di sediakan

2. Pemain yang kesurupan

5. Materi pertayaan yang di tanyakan kepada Pemain Musik

1. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan.

2. Pembagian personil dalam memainkan alat musik.

3. Jenis lagu yang digunakan dalam mengiringi pertunjukan.

98
6.Materi yang ditanyakan kepada penonton.

Kesan-kesan setelah melihat pertunjukan.

Pedoman Wawancara.

1. Sejarah

1. Kapan berdirinya perkumpulan Reog Campursari Turonggo Puspito di

Desa Mukiran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.

2. Siapa pendiri kesenian tradisionol Reog Campursari Turonggo Puspito.

3.Bagaimana latar belakang perkumpulan kesenian tradisionol Reog

Campursari Turonggo Puspito.

4. Apa kendala yang dihadapi perkumpulan kesenian tradisionol Reog

Campursari Turonggo Puspito

5. Mengapa perkumpulan diadakan?

2. Bentuk Pertunjukan.

1. Pembukaan pertunjukan kesenian Reog Campursari Turonggo Puspito.

2. pertunjukan inti kesenian Reog Campursari Turonggo Puspito.

3. Penutup pertunjukan kesenian Rreog Campursari Turonggo Puspito

99
Lampiran 5.

Dokumen Wawancara di Desa Mukiran

Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Mukiran.

Wawancara penulis dengan sekertaris Desa Mukiran.

(Foto. Observasi, Nuryanti, Mei 2016)

100
Wawancara penulis dengan perangkat desa

(Foto Observasi, Nuryanti, Mei 2016)


Wawancara penulis dengan sekertaris desa

(Foto Observasi, Nuryanti, Mei 2016)

101
Lampiran 6

Dokumen wawancara dengan pengurus perkumpulan

Wawancara dengan pemain musik

(Foto Observasi, Nuryanti, Mei 2016)


Wawancara dengan pelatih tari dan penari Reog campursari

(Foto Observasi, Nuryanti, Mei 2016)

102
Wawancara dengan pelatih tari dan penari Reog campursari

(Foto Observasi, Nuryanti, Mei 2016)


Wawancara dengan pelatih musik

(Foto Observasi, Nuryanti, Mei 2016)

103
Wawancara dengan pelatih musik

(Foto Observasi, Nuryanti, Mei 2016)

104
Lampiran 7

Dokumen foto pertunjukan

Foto pormasi pertunjukan

(Foto Pertunjukan Reog, Nuryanti, Februari 2016)

105
Foto alat musik dalam pertunjukan.

(Foto Pertunjukan Reog, Nuryanti, Februari 2016)


Foto pawang sedang membaca mantra

(Foto Pertunjukan Reog, Nuryanti, Februari 2016)

106
Foto pemain kesurupan minta dipocong

(Foto Pertunjukan Reog, Nuryanti, Februari 2016)


Foto pemain kesurupan minta dipanggul

(Foto Pertunjukan Reog, Nuryanti, Februari 2016)

107
Lampiran 8

Cuplikan skrip Wawancara

1. Wawancara Peneliti dengan Ketua Kelompok

Peneliti : ”Asallamukum Warohmatullohi Wabarokatuh..saya


Nuryanti mahasiswa PKG Unnes akan mengadakan
penelitian Reog Campur Sari yang bapak pimpin.”

Nogroho : ”oo..ya monggo ada yang bisa saya bantu?”

Peneliti : ”Sejarah Reog Campursari Turonggo Puspito bagaimana


ya pak?”

Nugroho : ”Sebetulnya dulu namanya Jaran Kepang waktu itu


ketuanya pak Sumarman, karena perkembangan jaman
Jaran Kepang ini mengalami kefakiman tidak ada yang
nanggap, tepatnya bulan maret 2011 ada pejabat
pemerintah kunjungan kerja ke desa ini, disambut Jaran
kepang dan campursari atas saran beliau kedua kesenian itu
dijadikan satu sehingga, namanya menjadi Reog
Campursari Turonggo Puspito.”

2.Wawancara Peneliti dengan penari.

Peneliti : ”Ragam gerak penari Reog campursari Turonggo Puspito


apa saja ya mas?”

Ade Setyo : ”Ragam gerak dari masing-masing babak sama yaitu


sembahan, jengkeng, laku telu, lumaksono jongklangan dan
tephosan, hanya pada babak Bujang Ganong, ada gerak
koprol.”

108
Peneliti : ” Dalam tata rias dan tata busana apa ada orang yang
khusus ahli dibidang tata rias dan busana?”

Ade Setyo : ”Semua pemain sudah pandai merias dan memakai busana
kecuali pada bagian tertentu yang minta tolong sesama
pemain, misalnya memakai jamang dikepala ada talinya itu
minta tolong.”

Peneliti : ”Dari masing-masing babak pola lantai yang digunakan.”


apa saja?

Ade Setyo : ”Menggunakan garis lurus dan lingkaran.”

3.Wawancara peneliti dengan pemain musik.

Peneliti :”Alat musik yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan


Reog Campur Sari Turonggo Puspito apa saja ya pak?”

Wiyono :”Alat musik yang digunakan ada yang diambil dari


sebagian seperangkat gamelan misalnya: saron, kendhang,
kethuk kempyang, bendhe dan gong. Sedang yang dari alat
musik modern yaitu: keybord, seruling, organ, drum dan
gitar elektrik.”

Peneliti :”Sedang pemainnya ada berapa orang pak?”

Wiyono :”Pemain musiknya kurang lebih ada 15 orang, tapi tidak


setiap pertunjukan semua main, karena kadang-kadang ada
yang berhalangan, karena pekerjaan yang pokok tidak bisa
ijin sehingga ada pemain cadangan, Pemain musik rata-rata
hanya sebagai pekerjaan sampingan”

109
4.Wawancara peneliti dengan penonton.

Peneliti :”Selamat siang bu..bagaimana kesan-kesannya setelah


melihat pertunjukan Reog Campursari Turonggo Puspito ini
bu?”

Suharmi :”Saya melihat reog ini sudah berulangkali tapi tidak


merasa bosan terutama pada waktu kesurupan pemainnya
betul-betul tidak sadarkan diri lebih-lebih anak saya ikut
berjoget.”

110

Anda mungkin juga menyukai