Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

IDENTIFIKASI PEMETAAN BUDAYA DI KAWASAN PEDESAAN

(STUDI KASUS DESA WISATA KARANGREJO, BOROBUDUR)

Disusun Oleh :

Ananda Tri Karuniawati Dewi

NIM : 518100848

JURUSAN S-1 PARIWISATA

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMPTA

YOGYAKARTA

2021
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang tak henti-hentinya

memberikan kenikmatan berupa kesehatan jiwa dan raga sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan kegiatan praktek kerja lapangan pada Balai Konservasi Borobudur

Kabupaten Magelang yang berjudul “Identifikasi Pemetaan Budaya Pada Kawasan Pedesaan

(Studi Kasus Desa Wisata Karangrejo, Borobudur)”.

Laporan ini ditulis berdasarkan program Praktek Kerja Lapangan yang dilaksanakan

peneliti di Balai Konservasi Borobudur, yang dimulai pada tanggal 1 Juni 2021 hingga 31

Juli 2021. Adapun laporan disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh bangku

perkuliahan di semester 7 dan akan diujuikan di Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA

Yogyakarta.

Keberhasilan penyusunan proposal kegiatan ini tidak akan terwujud dan terselesaikan

dengan baik tanpa ada bantuan, bimbingan dan dorongan serta yang tak terhingga nilainya

dari berbagai pihak baik secara material maupun spiritual. Dalam kesempatan ini dengan

segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang terlibat dalam penulisan proposal kegiatan ini. Dan sekaligus penulis mengucapkan

terimakasih sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Arif Dwi Saputra, S.S., M.M. selaku Ketua Jurusan Pariwisata STP AMPTA

Yogyakarta yang telah memberikan pengarahan dan saran kepada penulis.

2. Arif Dwi Saputra, S.S., M.M. selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan

bimbingan kepada penulis selama perkuliahan berlangsung hingga saat ini.

3. Orang tua penulis yang selalu mendukung dari segi materi dan non materi.

iii
4. Wiwit Kasiyati, S.S., M.A. selaku Kepala Balai Konservasi Borobudur yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Lapangan di Balai

Konservasi Borobudur.

5. Sugiyono, S.H. selaku Ketua Pokja Layanan Publik yang membantu dan

mengarahkan penulis dari awal magang hingga magang selesai.

6. Ari Swastikawati, S.Si. yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menjalankan tugas magang sehingga data dapat terkumpul dengan baik.

7. Nahar Cahyandaru, S.Si., M.A. yang telah membimbing dan mengarahkan penulis

dalam menjalankan tugas magang sehingga data dapat terkumpul dengan baik. Beliau

selalu memberikan saran untuk membantu penulis dalam mencari data.

8. Henny Kusumawati, S.S. selaku Ketua Pokja Pemanfaatan yang telah memberikan

ilmu dan tidak segan berbagi cerita kehidupan kepada penulis. Beliau juga

memberikan pengalaman dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat belajar

banyak dari hal yang beliau berikan.

9. Isni Wahyuningsih, S.S., M.A. selaku Ketua Pokja Pemeliharaan Candi Mendut,

Candi Pawon, & Kawasan Borobudur yang selalu memberikan pengarahan serta

memberikan ilmu, semangat, dan motivasi kepada penulis selama magang

berlangsung.

10. Sri Sularsih, S.H. selaku Koordinator Pokja Pemanfaatan & Layanan Masyarakat

yang selalu mengajarkan kami banyak hal terutama dalam pemanfaatan dan pelayanan

masyarakat yang ingin berkunjung ke Candi Borobudur dan hal yang berhubungan

dengan Desa Wisata. Banyak ilmu yang penulis dapat dari Beliau. Kami saling

bercerita satu sama lain dan berbagi pengalaman. Beliau juga selalu menemani

penulis serta memberikan pengarahan, bimbingan, motivasi, dan mentraktir kepada

iv
penulis. Hal tersebut membuat penulis semakin semangat dalam menjalankan

magang.

11. Iwan Kurnianto, S.T. selaku Koordinator Pokja Pemanfaatan & Layanan Masyarakat

yang selalu mengajarkan penulis untuk selalu menikmati pekerjaan dengan senang

hati. Beliau senantiasa mendampingi penulis selama menjalani masa PKL di Balai

Konservasi Borobudur serta selalu membuat suasana menjadi menyenangkan dengan

canda tawanya. Beliau selalu membantu dan mentraktir penulis sehingga penulis

semakin semangat selama magang di Balai Konservasi Borobudur.

12. Mura Aristina yang selalu memberikan ilmunya yang sangat luar biasa kepada

penulis. Beliau berbagi pengalaman hidupnya dimana hal tersebut menjadi motivasi

bagi penulis untuk tetap semangat dan tidak menyerah dalam menjalani kehidupan.

Beliau juga senantiasa berbagi canda dan tawa kepada penulis sehingga suasana

menjadi santai.

13. Seluruh staf Balai Konservasi Borobudur yang telah membantu penulis selama

magang berlangsung sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar.

14. Rekan-rekan PKL terutama Destyo, Fitria, Arista, dan Citra, serta rekan-rekan dari

Universitas lain yang senantiasa menyemangati satu sama lain.

15. Seluruh pihak yang telah membantu serta memberikan dorongan dan masukan kepada

penulis dalam menjalankan masa PKL hingga tersusunnya laporan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan proposal kegiatan ini masih

banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu,

saran dan masukan sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga laporan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi

berbagai pihak.

iv
Yogyakarta, 17 September 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .. . .....................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. i

KATA PENGANTAR ... . ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................. . ................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ..... . ................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ......... . ................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN . . .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... .

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Fokus Masalah.......................................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

E. Landasan Teori ......................................................................................... .3

1. Pemetaan Budaya ............................................................................... 4

2. Prosedur Pemetaan Budaya ................................................................. 4

3. Desa Wisata ........................................................................................ 5

4. Potensi Desa ....................................................................................... 7

5. Komponen Desa Wisata ..................................................................... .9

6. Kriteria Desa Wisata ........................................................................ .10

7. Pemajuan Kebudayaan ..................................................................... .10

vi
F. Metode Penelitian . . ................................................................................. 13

1. Jenis Penelitian ................................................................................. 13

2. Lokasi dan Waktu ............................................................................. 13

3. Teknik Cuplikan ............................................................................... 14

4. Sumber Data ..................................................................................... 14

5. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 14

6. Uji Keabsahan Data .......................................................................... 15

7. Metode Analisis Data........................................................................ 15

8. Alur Penelitian .................................................................................. 16

BAB II GAMBARAN UMUM ............................................................................ .

A. Sejarah Balai Konservasi Borobudur ..................................................... .18

B. Fungsi Balai Konservasi Borobudur ...................................................... .18

C. Visi dan Misi Balai Konservasi Borobudur. ............................................ 19

D. Tujuan Balai Konservasi Borobudur. ...................................................... 19

E.Fasilitas Balai Konservasi Borobudur........................................................ 19

F. Struktur Organisasi.24

G. Desa Wisata Karangrejo. ........................................................................ 24

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. .

A. Kondisi Desa Karangrejo ....................................................................... .26

B. Pemetaan Budaya Desa Karangrejo. ....................................................... 26

BAB IV PENUTUP ....... . .....................................................................................

A. Kesimpulan ......... . ................................................................................. 33

B. Saran ................... . ................................................................................. 34

vii
DAFTAR PUSTAKA .... . ................................................................................. 35

LAMPIRAN .................. . ................................................................................. 37

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1: Struktur Organisasi. .......................................................................................................................2

Gambar 2 : Sosialisasi Cagar Budaya Kawasan Candi Borobudur di Balkondes Tuk Songo. .............................2

Gambar 3 : Pendampingan pengambilan gambar oleh mahasiswa Untidar di Candi Borobudur bersama Pak
Iwan. ............................................................................................................................................................... 2

Gambar 4 : Temu kenali Kesenian Buto bersama Mas Lukman dan tim. .......................................................... 2

Gambar 5 : Pengambilan video pembuatan jamu tradisional ..........................................................................2

Gambar 6 : Observasi dan wawancara dengan Kepala Dusun Sendaren II dan sesepuh Dusun mengenai
Kesenian Kudo Sendoko. ..................................................................................................................................2

Gambar 7 : Wawancara dengan Kepala Dusun Kretek I dan sesepuh Dusun di Kantor Balai Desa. .................. 2

Gambar 8 : Observasi gamelan yang berada di Kantor Balai Desa Karangrejo. ...............................................2

Gambar 9 : Observasi pembuatan Batik di Dusun Ngaran. ..............................................................................2

Gambar 10 : Wawancara dengan sesepuh sekaligus ketua Kubro Kudo Sendoko di Dusun Sendaren II ...........2

Gambar 11 : Wawancara dengan Kepala Dusun Kretek I dan sesepuh Dusun di Balai Desa Karangrejo. .........2

Gambar 12 : Penyerahan cinderamata oleh mahasiswa STP AMPTA kepada pihak Balai Konservasi
Borobudur. ...................................................................................................................................................... 2

Gambar 13 : Sosialisasi Cagar Budaya Kawasan Candi Borobudur di Dusun Wanurejo. ..................................2

Gambar 14 : Pendampingan latihan tari di Dusun Kembanglimus. ..................................................................2

Gambar 15 : Observasi dan wawancara dengan pengurus Balkondes Karangrejo. ..........................................2

Gambar 16 : Temu kenali Desa dengan Mas Lukman dan Tim, mewawancarai salah satu sesepuh. ...............2

Gambar 18: Scan Lembar Penilaian PKL 1. ....................................................................................................... 2

Gambar 19: Scan Lembar Penilaian PKL 2. ....................................................................................................... 2

Gambar 20: Scan Laporan Kerja Harian 1. ....................................................................................................... 2

Gambar 21: Scan Laporan Kerja Harian 2. ....................................................................................................... 2

Gambar 22: Scan Laporan Kerja Harian PKL 3. .................................................................................................2

Gambar 23: Scan Laporan Kerja Harian PKL 4. .................................................................................................2

Gambar 24: Scan Laporan Kerja Harian PKL 5. .................................................................................................2

Gambar 25: Scan Laporan Kerja Harian PKL 6. .................................................................................................2

Gambar 26: Scan Laporan Kerja Harian PKL 7. .................................................................................................2

ix
Gambar 27: Scan Laporan Kerja Harian PKL 8. .................................................................................................2

Gambar 28: Scan Absensi PKL 1. ...................................................................................................................... 2

Gambar 29: Scan Absensi PKL 2. ...................................................................................................................... 2

Gambar 30: Scan Absensi PKL 3. ...................................................................................................................... 2

Gambar 31: Scan Absensi PKL 4. ...................................................................................................................... 2

Gambar 32: Scan Absensi PKL 5. ...................................................................................................................... 2

Gambar 33: Scan Absensi PKL 6. ...................................................................................................................... 2

Gambar 33: Scan Absensi PKL 7. ...................................................................................................................... 2

Gambar 34: Scan Absensi PKL 8. ...................................................................................................................... 2

Gambar 35: Scan Absensi PKL 9. ...................................................................................................................... 2

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sumber daya

alam yang ada di bumi, terutama di Indonesia ini merupakan anugerah yang diberikan

dari Yang Maha Kuasa kepada masyarakat Indonesia, sehingga keberadaannya harus

kita rawat dan jaga agar tetap lestari. Dengan demikian sumber daya alam tersebut

dapat memberikan manfaat kepada anak cucu kita yang akan datang apabila dikelola

dengan baik dan benar. Tidak dapat dipungkiri Negara Indonesia mempunyai banyak

kekayaan baik itu kekayaan hayati maupun kekayaan non-hayati. Tidak sedikit

kekayaan yang ada mampu menghasilkan devisa untuk peningkatan dan

perkembangan pembangunan infrastruktur serta meningkatkan kesejahteraan manusia

terutama masyarakat Indonesia sendiri. Tidak hanya memiliki sumber daya alam yang

melimpah, Indonesia juga memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam.

Kekayaan budaya Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke. Damanik

(2013) menyebutkan bahwa keragaman budaya yang berada di daerah-daerah yang

ada di Indonesia menjadi produk andalan pariwisata, sehingga menjadi salah satu

modal untuk menguatkan citra sebagai negara dan bangsa yang layak menjadi

destinasi pariwisata internasional. Sesuai dengan Undang-Undang No 10 Tahun 2009

Tentang Keparawisataan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan menjungjung tinggi

prinsip norma dan budaya. Pernyataan ini di dukung dengan Goeldner dan Ritchie

(2012) bahwa penyelenggaraan pariwisata harus melibatkan budaya masyarakat lokal

sehingga menciptakan dasar keberlanjutan pembangunan pariwisata.

Pariwisata budaya adalah suatu aktivitas berwisata dimana dalam pelaksanaan

kegiatannya memanfaatkan potensi hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya

1
(Priyanto, 2016). Sedangkan menurut Pendit (1990) wisata budaya merupakan

perjalanan yang dilakukan satu, dua orang, atau lebih ke tempat lain maupun ke luar

negeri atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup dengan cara

mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka,

kebudayaan dan seni mereka

Indonesia adalah negara yang kaya akan ragam alam dan budaya yang luar

biasa. Menurut data BPS (2010) menyatakan bahwa Indonesia mempunyai 1.340

kelompok etnis, 737 bahasa lokal, 6 agama lokal, serta hampir 245 kepercayaan lokal

yang tersebar pada 17.508 pulau-pulau. Kondisi inilah yang menjadikan Indonesia

memiliki keanekaragaman pusaka budaya baik yang berwujud (tangible) maupun tak

berwujud (intangible). Adapula beberapa warisan budaya tak teraga (intangible

cultural heritage) yang dimiliki Indonesia sudah mendapatkan pengakuan

internasional dari UNESCO. Hal ini menjadi salah satu pendorong untuk melestarikan

potensi yang dimiliki. Taylor (2013) menyatakan bahwa keragaman budaya dari

seluruh dunia menunjukkan kekayaan pusaka luar biasa yang perlu untuk dihargai.

Kesadaran akan pentingnya pelestarian ini membutuhkan suatu alat untuk

menginterpretasikan, mendokumentasikan dan menampilkan keragaman budaya kita.

Untuk itulah pemetaan budaya perlu dilakukan untuk mendata budaya-budaya yang

ada di Indonesia. Khususnya yang berada di Pedesaan.

Desa merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki potensi baik

itupotensi sumber daya alam, potensi sosial dan budaya yang tidak begitu disadari.

Potensi sumber daya alam, sosial dan budaya ini apabila dimaksimalkan tentunya

akan sangat bermanfat bagi desa dalam mengembangkan pembangunan desa atau

dapat merubah keadaan desa untuk menjadi lebih baik lagi. Setiap daerah tentunya

memiliki ciri khas yang menunjukan desa tersebut sehingga membedakan dengan

2
desa yang lainnya. Suatu ciri khas merupakan hal yang dapat dijadikan sebagai daya

tarik dalam melakukan pengelolaan serta pembangunan yang berkelanjutan, hal ini

dikarenakan dengan adanya ciri khas yang menjadi daya tarik hal tersebut dapat

dikelola oleh masyarakat untuk diambil manfaatnya agar dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat

Salah satu desa yang memiliki kekayaan baik alam maupun budayanya adalah

salah satu desa yang berada di Kecamatan Borobudur, Desa Karangrejo. Desa

Karangrejo merupakan desa wisata yang memiliki aktivitas wisata yang semuanya

dikelola bersama antara masyarakat, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan

kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Desa ini ditetapkan menjadi Desa Wisata melalui

SK Bupati tahun 2017. Namun sejak 2014 melalui Musrenbangdes sepakat desa ini

arahnya mau dibawa ke desa wisata. Dilansir dari laman resmi Disparpora Kabupaten

Magelang dalam https://pariwisata.magelangkab.go.id, Desa Karangrejo berhasil

mendapatkan sertifikasi dan penghargaan sebagai salah satu Desa Wisata

Berkelanjutan. Hal itu berarti Desa ini memiliki potensi alam dan budaya yang layak

untuk dikembangkan dan dikelola agar dapat menjadi produk unggulan pariwisata.

Dengan demikian, penulis telah menemu kenali dan memetakan budaya yang

ada di Desa Karangrejo Borobudur. Sehingga judul dari laporan praktek kerja

lapangan ini adalah “Identifikasi Pemetaan Budaya Pada Kawasan Pedesaan (Studi

Kasus Desa Wisata Karangrejo, Borobudur)”.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Desa Karangrejo Borobudur saat ini?

2. Bagaimana pemetaan budaya yang ada di Desa Karangrejo Borobudur?

3
C. Tujuan Penulisan

Merujuk pada latar belakang dan permasalahan yang telah diungkap di atas, tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Desa Karangrejo Borobudur saat ini.

2. Untuk mengetahui bagaimana pemetaan budaya yang ada di Desa Karangrejo

Borobudur

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai dunia permuseuman.

b. Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi terkait bagaimana

melakukan pemetaan budaya desa yang baik dan benar,

2. Bagi STP AMPTA

a. Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai bahan acuan untuk

penelitian selanjutnya.

b. Penelitian ini juga diharapkan mampu untuk menambah wawasan bagi

mahasiswa pariwisata dan masyarakat.

3. Bagi Balai Konservasi Borobudur dan Desa Karangrejo

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak Balai Konservasi

Borobudur dan Desa Karangrejo terkait dengan budaya serta pemetaannya.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi

pihak Balai Konservasi Borobudur dan Desa Karangrejo terkait dengan

budaya serta pemetaannya dalam rangka mengembangkan Desa Wisata

Karangrejo.

4
E. Landasan Teori

1. Pemetaan Budaya

Pemetaan budaya menurut Pillai (2013) merupakan pendekatan yang

sistematis untuk menampilkan dan merekam informasi yang menggambarkan

karakter serta signifikansi budaya dari sebuah tempat secara terintegrasi.

UNESCO telah menyatakan bahwa pemetaan budaya adalah sebuah alat dan cara

yang krusial dalam melestarikan aset budaya dunia, baik yang nyata (tangible)

maupun yang tidak nyata (intangible).

Pemetaan budaya dilakukan dengan melibatkan komunitas-komunitas lokal

dengan mengidentifikasi dan mendokumentasikan potensi budaya lokal yang

sudah ada atau dengan menggunakan riset. Dengan melalui kegiatan riset ini

berbagai elemen budaya diidentifikasi, baik yang tangible (seperti industri

kerajinan, kawasan/landmark, penanda event lokal, dan galeri) maupun yang

intangible (seperti sikap dan nilai, memori, dan sejarah/kisah pribadi,). Setelah

elemen-elemen yang membuat keunikan tersebut diidentifikasi, selanjutnya adalah

dengan merekam, melestarikan dan memanfaatkan elemen-elemen tersebut

dengan menginisiasi berbagai kegiatan atau proyek. Tujuan yang paling utama

dari pemetaan budaya menurut Young Clark, & Sutherland (1994 adalah

membantu komunitas menyadari, merayakan, dan mendukung keberagaman

budaya untuk pembangunan sosial, ekonomi dan regional.

2. Prosedur Pemetaan Budaya

Prosedur pelaksanaan pemetaan budaya menurut Pillai (2013) pada dasarnya

terdiri atas 3 tahapan yakni:

a. Persiapan (framing of mapping exercise),

5
Sebelum melakukan pemetaan, tahap persiapan perlu dilakukan, antara

lain dengan menentukan tujuannya terlebih dahulu, kemudian menentukan

lokasi, mengidentifikasi stakeholders atau pihat-pihak terkait beserta

kebutuhannya, menentukan skala dan cakupan, pembiayaan pihak yang

terlibat atau bekerja sama, rencana luaran, serta rencana jadwal

pelaksanaan.

b. Proses pemetaan (process of mapping)

Pada tahap pemetaan ini hal yang dilakukan adalah dengan memproses

data yang telah selesai dikumpulkan dan direkam. Data mentah tersebut

dikumpulkan untuk kemudian dianalisis dan divisualisasikan untuk

memudahkan pemahaman.

c. Evaluasi (evaluation)

Penilaian mengenai elemen budaya, karakter dari kawasan yang

dipetakan, serta nilai signifikasinya adalah hal-hal yang perlu dilakukan

pada tahap evaluasi. Selain itu pengindentifikasian peluang dan kendala

yang dapat digunakan untuk perencanaan strategis dan berkaitan dengan

budaya juga harus dilakukan.

3. Desa Wisata

Menurut Chafid Fadeli mengemukakan bahwa desa wisata merupakan wilayah

pedesaan yang menawarkan suasana dengan keaslian desa tersebut baik dari segi

kehidupan sosial budaya, adat istiadat, , arsitektur bangunan, aktivitas keseharian

dan struktur tatanan desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai daya

tarik wisata misalnya atraksi, makanan dan minuman, cinderamata, penginapan

dan kebutuhan wisata lainya. Desa wisata adalah pengembangan suatu wilayah

desa yang pada hakikatnya tidak merubah apa yang sudah ada tetapi lebih

6
cenderung kepada penggalian potensi desa dengan memanfaatkan kemampuan

unsur-unsur yang ada dalam desa (mewakili dan dioperasikan oleh penduduk

desa) yang berfungsi sebagai atribut produk wisata dalam skala kecil menjadi

rangkaian aktivitas pariwisata, serta mampu menyediakan dan memenuhi

serangkaian kebutuhan perjalanan wisata baik aspek daya tarik maupun sebagai

fasilitas pendukungnya.

Dalam jurnal teknik pomits yang berjudul Konsep Pengembangan Kawasan

Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

(2014) desa wisata adalah suatu daerah pedesaan yang menawarkan keaslian baik

dari segi sosial budaya, adat– istiadat, keseharian, arsitektur tradisional, struktur

tata ruang desa yang disajikan dalam suatu suatu bentuk integrasi komponen

pariwisata antara lain seperti atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung.

Seperti dalam jurnal internasional Exploring the potential of cultural villages

as a model of community based tourism (2017), dapat diketahui bahwa:

“Cultural Village is a rural area that offers a whole atmosphere that reflects the
authenticity of the countryside, both in terms of social culture, customs, daily life,
traditional architecture, village spatial structure, and has the potential to be
developed various components of tourism, for example: attractions, food and
beverage, souvenir, lodging, and other tourist needs.”

Bila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang artinya : Budaya desa yaitu

seluruh suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari segi budaya

sosial, adat istiadat, kehidupan sehari- hari, arsitektur tradisional, struktur spasial

desa, dan berpotensi untuk dikembangkan berbagai komponen pariwisata,

misalnya: atraksi, makanan dan minuman, souvenir, penginapan, dan kebutuhan

wisata lainnya yang ditawarkan oleh wilayah pedesaan.

Desa wisata merupakan suatu desa yang dikembangkan melalui potensi yang

dimiliki seperti alam dan lingkungan di pedesaan yang masih terjaga dan masih

7
asri. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang penting dalam desa wisata.

Selain itu juga sudah dilengkapi dengan fasilitas pendukungnya seperti

transportasi atau penginapan. Melalui desa wisata ini kegiatan yang dilakukan

tidak ada yang berubah, bahkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat desa

wisata tersebut menjadi sebuah ciri khas yang digunakan sebagai daya tarik dari

desa tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa desa wisata adalah suatu wilayah

atau daerah pedesaan yang menyajikan seluruh suasana dan menawarkan keaslian

dan juga kekhasan dari desa tersebut sesuai dengan kegiatan masyarakatnya dan

dapat dikembangkan potensinya menjadi sebuah pariwisata.

4. Potensi Desa

Potensi merupakan sesuatu yang mempunyai sebuah kekuatan, kemampuan,

dan kesanggupan untuk dikembangkan. Sehingga potensi desa mempunyai

pengertian kekuatan, kemampuan, dan kesanggupan yang dimiliki desa yang

mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa.

Dalam International Journal of Sosiological Jurisprudence yang berjudul The

Planning And The Development Of The 30 Ecotourism And Tourism Village In

Indonesia: A Policy Review (2018), dikatakan bahwa :

”The potential of the village tourism comes from the socio-cultural life,
natural environment, and economic activity. It can become a tourist attraction in
the village. The socio-cultural life with a variety of housing (home and shelter),
the ethnic costume (clothing, dress, garment), the culinary (food and beverage),
the art, the tradition, the values or norms and its dynamics of life can be promoted
to provide added value and prosperity to the people.”

Yang dapat diartikan sebagai berikut : Potensi Wisata Desa berasal dari

kehidupan sosial-budaya, lingkungan alam, dan aktivitas ekonomi. Hal tersebut

dapat menjadi objek wisata di desa. Kehidupan sosial-budaya dengan berbagai

8
rumah dan tempat berlindung, kostum etnis (pakaian, baju, garmen), makanan dan

minuman, seni, tradisi, nilai atau norma dan dinamika kehidupan dapat

dipromosikan untuk memberi nilai tambahan dan kemakmuran kepada

masyarakat.

Pada pembahasan ini potensi desa secara garis besar dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Potensi fisik

Potensi fisik adalah potensi yang berkaitan langsung dengan sumber daya

alam yang ada, yaitu berupa:

1) Lahan, lahan selain merupakan tempat untuk tumbuh tanaman, namun juga

merupakan sumber bahan tambang dan juga mineral. Lahan juga

digunakan sebagai sumber bahan tambang, batu bara, batu kapur, marmer,

dan sebagainya. Lahan mempunyai jenis tanah yang bisa digunakan untuk

tumbuh tanaman tertentu. Setiap tanaman akan berbeda dengan jenis tanah

yang cocok.

2) Tanah, yang mempengaruhi pada potensi tanah ini adalah bergantung pada

kesuburan tanah, bahan tambang, dan mineral yang terkandung.

3) Air, air merupakan sebuah sumber kehidupan yang mampu dimanfaatkan

oleh masyarakat untuk kehidupan mereka sehari-harinya. Biasanya pada

sebuah pedesaan masih memiliki jenis air yang bersih dan melimpah. Air

diperoleh dari tanah dengan hasil penimbaaan atau mata air yang memang

sudah ada.

4) Iklim, iklim disini sangat erat kaitannya dengan temperatur dan curah

hujan, karena iklim sangat mempengaruhi setiap daerah. Pada ketinggian

tertentu suatu desa akan menjadi lebih maju akibat cocoknya iklim dengan

9
tanaman yang memberikan hasil yang melimpah dan juga pemanfaatan

yang lainya.

5) Ternak, berfungsi sebagai sumber tenaga maupun sumber gizi bagi

masyarakat pedesaan. Ternak juga bisa dimanfaatkan dalam hal investasi

dan sumber pupuk yang diambil dari kotorannya.

6) Manusia, manusia merupakan sumber potensi yang sangat berharga.

Manusia di sebuah desa digunakan sebagai sumber tenaga. Pada sebuah

desa akan terdapat sebuah lahan yang membutuhkan tenaga dalam

pengolahanya. Sehingga keberadaan manusia sangat penting bagi sebuah

desa. Tingkat pendidikan seseorang juga menjadi sangat penting dalam

pembangunan sebuah desa.

b. Potensi nonfisik

Potensi nonfisik adalah sebuah potensi yang dimiliki pedesaan yang

bersumber dari masyarakat desa dan perilakunya, misalnya lembaga desa,

aparatur desa, adat istiadat dan budaya. Penduduk desa yang sudah lama

tinggal akan mampu membentuk tata kehidupan tersendiri yang dipengaruhi

oleh kondisi alam pada desa tersebut.

Potensi nonfisik yang ada pada desa adalah sebagai berikut:

1) Masyarakat desa yang mempunyai sebuah rasa semangat

kegotongroyongan dan kekeluargaan. Hal ini akan menjadikan sebuah

landasan yang kokoh dalam masa pengembangan sebuah desa.

2) Lembaga dan Organisasi Sosial, merupakan lembaga yang membantu

masyarakat desa dalam kehidupan sehari-hari, seperti lembaga desa,

lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan lembaga ekonomi.

10
3) Aparatur dan Pamong Desa merupakan sarana pendukung kelancaran dan

ketertiban di dalam desa. Aparatur dan pamong desa berperan sangat

penting dalam perkembangan desa. Misalnya: kepala desa, kepala dusun,

kepala adat, dll.

Berdasarkan potensi wilayahnya pedesaan digolongkan menjadi tiga:

1) Wilayah desa berpotensi tinggi. Wilayah ini terdapat didaerah yang

berpotensi subur, topografi rata, dan dilengkapi dengan irigasi teknis.

2) Wilayah desa berpotensi sedang. Wilayah ini terdapat didaerah dengan

lahan pertanian agak subur, topografi tidak rata, serta irigasi sebagian

teknis dan semiteknis.

3) Wilayah desa berpotensi rendah. Wilayah ini terdapat didaerah pertanian

yang tidak subur, topografi kasar (perbukitan) dan sumber air yang

bergantung pada curah hujan.

5. Komponen Desa Wisata

Argyo Demanto mengemukakan terdapat dua konsep penting dalam

komponen desa wisata, yaitu :

a. Akomodasi

Akomodasi adalah sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat atau

unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.

b. Atraksi

Atraksi merupakan keseluruhan kehidupan keseharian penduduk setempat

beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya

wisatawan sebagai partisipasi aktif dalam kegiatan, seperti kursus tari, bahasa,

pelatihan kerajinan dan hal hal lain yang bersifat spesifik.

6. Kriteria Desa Wisata

11
Kriteria dari desa wisata adalah:

a. Memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas (sebagai atraksi

wisata) baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan maupun social

budaya kemasyarakatan.

b. Memiliki dukungan dan kesiapan fasilitas pendukung kepariwisataan terkait

dengan kegiatan wisata pedesaan.

c. Memiliki interaksi dengan pasar wisatawan yang tercermin dari kunjungan

wisatawan.

d. Adanya dukungan inisiatif dari masyarakat setempat terhadap pengembangan

desa tersebut terkait kepariwisataan.

7. Pemajuan Kebudayaan

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Pemajuan Kebudayaan, inventarisasi,

pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan adalah tindakan yang dilakukan

terhadap objek pemajuan kebudayaan. Setiap warga negara dapat berperan aktif

dalam pemajuan kebudayaan. Terdapat 10 obyek pemajuan kebudayaan, yaitu

antara lain:

a. Tradisi Lisan

Tradisi Lisan merupakan tradisi yang berupa tuturan yang diwariskan

secara turun-temurun oleh masyarakat, seperti sejarah lisan, dongeng, rapalan,

pantun, cerita rakyat, atau ekspresi lisan lainnya. Contoh cerita rakyat antara

lain Malin Kundang dari Sumatera Barat, Tangkuban Perahu dari Jawa Barat,

dan Legenda Si Kembar Sawerigading dan Tenriyabeng dari Sulawesi Barat.

b. Manuskrip

Manuskrip merupakan naskah yang berisi berbagai informasi yang

terkandung di dalamnya serta memiliki nilai budaya dan sejarah, seperti serat,

12
babad, kitab, dan catatan lokal lainnya. Contoh babad antara lain Babad

Tanah Jawi yang menceritakan cikal-bakal kerajaan-kerajaan di Jawa beserta

mitosnya. Contoh serat antara lain Serat Dewabuda, yang merupakan naskah

agama yang menyebutkan hal-hal yang khas ajaran Buddha.

c. Adat Istiadat

Adat Istiadat merupakan kebiasaan yang didasarkan pada nilai tertentu

dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus-menerus dan

diwariskan pada generasi berikutnya, antara lain, tata kelola lingkungan, tata

cara penyelesaian sengket, dan lain-lain.

d. Permainan Rakyat

Permainan Rakyat merupakan beragam permainan yang didasarkan

pada nilai tertentu dan dilakukan kelompok masyarakat dengan tujuan untuk

menghibur diri. Contoh permainan rakyat antara lain permainan kelereng,

congklak, gasing, dan gobak sodor.

e. Olahraga Tradisional

Olahraga Tradisional merupakan segala aktivitas fisik atau mental

yang dilakukan dengan tujuan untuk menyehatkan diri dan meningkatkan

daya tahan tubuh, serta didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh

kelompok masyarakat secara terus menerus, dan diwariskan lintas generasi.

Contoh olahraga tradisional antara lain bela diri, pasola, lompat batu, dan

debus.

f. Pengetahuan Tradisional

Pengetahuan Tradisional merupakan ide dan gagasan dalam

masyarakat yang memiliki nilai-nilai setempat sebagai hasil pengalaman

nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan dikembangkan secara terus

13
menerus serta diwariskan lintas generasi. Contohnya: kerajinan, busana,

metode penyehatan, jamu, makanan dan minuman lokal, serta pengetahuan

dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta.

g. Teknologi Tradisional

Teknologi Tradisional merupakan sarana untuk menyediakan barang-

barang atau cara yang diperlukan bagi keberlangsungan atau kenyamanan

hidup manusia dalam bentuk produk, kemahiran, dan keterampilan

masyarakat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan

lingkungan, dan dikembangkan secara terus menerus serta diwariskan lintas

generasi. Contoh teknologi tradisional adalah proses membajak sawah dengan

menggunakan tenaga kerbau, atau menumbuk padi dengan menggunakan

lesung.

h. Seni

Seni merupakan ekspresi artistik individu, kolektif, atau komunal, yang

berbasis warisan budaya maupun berbasis kreativitas penciptaan baru yang

terwujud dalam berbagai bentuk kegiatan atau medium. Seni terdiri atas seni

pertunjukan, seni rupa, seni sastra, film, dan seni media. Seni pertunjukan

antara lain seni tari, seni teater atau seni musik. Contoh seni sastra yaitu

lukisan, patung, atau keramik.

i. Bahasa

Bahasa merupakan sarana untuk komunikasi antarmanusia, baik

berbentuk lisan, tulisan, maupun isyarat, misalnya bahasa Indonesia dan

bahasa daerah. Di Indonesia terdapat sekitar 700 bahasa daerah yang tersebar

di berbagai pulau, dari ujung Sumatra hingga Papua. Bahkan, dalam satu

14
provinsi bisa terdapat berbeda-beda bahasa daerah. Misalnya di Provinsi Aceh

terdapat bahasa Aceh dan bahasa Gayo.

j. Ritus

Ritus merupakan tata cara pelaksanaan upacara atau kegiatan yang

didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat

secara terus menerus serta diwariskan pada generasi berikutnya, antara lain,

berbagai perayaan, peringatan kelahiran, upacara perkawinan, upacara

kematian, dan ritual kepercayaan beserta perlengkapannya

Selain itu Pemajuan Kebudayaan juga berasaskan :

a. Toleransi.

b. Keberagaman.

c. Kelokalan.

d. Lintas wilayah.

e. Partisipatif.

f. Manfaat.

g. Keberlanjutan.

h. Kebebasan berekspresi.

i. Keterpaduan.

j. Kesederajatan, dan

k. Gotong royong.

Pemajuan Kebudayaan bertujuan untuk:

a. Mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

b. Memperkaya keberagaman budaya.

c. Memperteguh jati diri bangsa.

d. Memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa.

15
e. Mencerdaskan kehidupan bangsa.

f. Meningkatkan citra bangsa.

g. Mewujudkan masyarakat madani.

h. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.

i. Melestarikan warisan budaya bangsa, dan

j. Mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia, sehingga Kebudayaan

menjadi haluan pembangunan nasional.

F. Metode Penulisan

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan dan

mengidentifikasi mengenai fakta, sifat-sifat populasi atau wilayah tertentu secara

rinci, factual, dan actual yang didasari dengan pengumpulan data dan pengamatan.

Dengan pendekatan kualitatif, semua fakta dan hasil yang telah didapat dari

pengumpulan data dan pengamatan tersebut baik berupa tulisan, gambar, maupun

rekaman akan di olah sehingga menghasilkan makna atau kesimpulan.

2. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Wisata Karangrejo kecamatan Borobudur,

Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini berjarak sekitar 3 Km dari ibu kota

kecamatan Borobudur atau 6 Km dari ibu kota Kabupaten Magelang melalui

objek wisata Candi Borobudur. Penelitian ini juga dilaksanakan di Balai

Konservasi Borobudur yang berlokasi di Jl. Badrawati, Kw. Candi Borobudur,

Borobudur, Kec. Borobudur, Magelang, Jawa Tengah 56553 sebagai tempat

16
pelaksanaan praktek kerja lapangan. Adapun pelaksanaanya yaitu pada tanggal 1

Juni 2021 hingga 31 Juli 2021.

3. Teknik Cuplikan

Teknik cuplikan yang digunakan dalam penelitian ini adalag dengan

menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling menurut Sugiyono

(2014:85) adalah teknik pengambilan sample atau informan sebagai sumber data

dengan pertimbangan dan ketentuan tertentu, karena informan atau orang tersebut

dianggap paling tahu mengenai apa yang akan peneliti inginkan sehingga akan

memudahkan peneliti mencari jawaban atas pertanyaannya. Informan dalam

penelitian ini adalah Bapak Heli Rofikun selaku Kepala Desa Karangrejo, Bapak

Kepala Dusun di Desa Karangrejo, dan beberapa tokoh masyarakat Desa

Karangrejo.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data utama yang digunakan oleh peneliti

dalam melakukan penelitian. Sumber data utama yang digunakan adalah

sumber data yang dapat memberikan informasi secara langsung kepada

peneliti serta sumber-sumber yang berkaitan langsung dengan pokok masalah

yang sedang diteliti. Dengan demikian, data primer dalam penelitian ini adalah

data yang diambil dari sumber utama yaitu berupa hasil wawancara langsung

dengan Bapak Heli Rofikun selaku Kepala Desa Karangrejo, Bapak Kepala

Dusun di Desa Karangrejo, dan beberapa tokoh masyarakat Desa

Karangrejo.Data Sekunder

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ada

sebelumnya. Contoh dari data sekunder yaitu catatan atau dokumentasi

17
perusahaan, Sehingga peneliti menggunakan buku-buku terkait dengan

masalah penelitian dan dengan informasi dari situs internet. Terutama arsip

atau buku-buku dari Balai Konservasi Borobudur.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi merupakan aktivitas menulis atau mencatat suatu gejala,

kejadian, dan atau peristiwa dengan bantuan media atau instrument untuk

merekam atau mencatatnya dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini

observasi dilakukan guna mendapatkan data yang akurat mengenai pemetaan

budaya di Desa Wisata Karangrejo.

b. Wawancara

Wawancara adalah proses dimana peneliti melakukan percakapan

dengan narasumber, dimana peneliti sebagai interviewer dan narasumber

sebagai interviewee dengan tujuan atau maksud untuk mencari jawaban atas

apa yang menjadi pertanyaan dari peneliti. Dalam penelitian ini peneliti

melakukan wawancara dengan pengurus/pengelola berserta pihak-pihak lain

yang terkait untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

c. Dokumentasi

Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan oleh peneliti adalah berupa

gambar atau foto baik itu dokumentasi pribadi maupun dokumentasi yang

dimiliki Desa Karangrejo atau Balai Konservasi Borobudur.

6. Uji Keabsahan data

Menurut Sugiyono (2016) menjelaskan bahwa uji keabsahan data terhadap

penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Triangulasi Waktu

18
Peneliti akan melakukan pengecekan berulang-ulang agar data yang

didapatkan terbukti kredibel. Hal ini dilakukan karena terdapat kemungkinan

bahwa narasumber yang telah ditemui sebelumnya pada awal pertemuan dapat

memberikan informasi yang berbeda pada pertemuan selanjutnya.

b. Triangulasi Sumber

Keabsahan atau kredibilitas data dapat diuji dengan melakukan

pengecekan atau pemeriksaan terhadap data yang telah diperoleh melalui

beberapa sumber. Data yang telah didapat tersebut kemudian akan

dikategorisasikan sesuai dengan yang telah diperoleh dari berbagai sumber

tersebut. Sehungga peneliti akan melakukan pemilahan terhadap data yang

sama dan berbeda untuk diteliti lebih lanjut agar terbukti kredibel.

7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

dengan menggunkan:

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses penyaringan data-data yang telah diperoleh

dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Proses penyaringan ini

digunakan guna mendapatkan kata-kata dan kalimat yang tepat sehingga

penyaringan ini dilakukan dengan cara mencari dan membuang kata-kata yang

dianggap tidak penting. Sehingga peneliti dapat terfokus pada data yang

terkait dengan permasalahan atau sesuai dengan kebutuhan. Sehingga data-

data ini akan siap untuk disusun dan dijadikan sebagai tulisan penelitian.

b. Penyajian Data

Setelah selesainya tahap reduksi data yang diperoleh dari hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data tersebut akan diolah

19
menjadi tabel,grafik, maupun gambar. Hal ini bertujuan agar peneliti lebih

mudah dalam memproses dan memahami data yang ada. Data-data tersebut

akan disusun berurutan dari data yang pertama kali diperoleh sesuai dengan

pokok-pokok reduksi data, sehingga peneliti akan menarik sebuah kesimpulan

dari data tersebut. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis

SWOT sebagai alat untuk menyusun strategi perusahaan.

c. Penarikan Kesimpulan

Setelah tahap reduksi data dan penyajian data dilakukan. Langkah

terakhir yang harus dilakukan adalah penarikan kesimpulan. Penarikan

kesimpulan diperlukan untuk menarik garis besar dari data-data yang telah

diperoleh selama penelitian berlangsung. Hasil dari penarikan kesimpulan ini

merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.

hasil dari penarikan kesimpulan ini juga berupa data-data nyata yang teruji

oleh landasan teori yang ada.

8. Alur Peneletian

a. Tahap Orientasi dan Memperoleh Gambaran Umum

Peneliti melakukan tahap orientasi untuk mendapat gambaran umum mengenai

objek yang diteliti dengan melakukan observasi atau peninjauan langsung

terhadap objek dan mlalu sumber-sumber data yang ada.

b. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan terhadap data yang telah

diperoleh sebelumnya melalui proses observasi atau pengamatan, wawancara,

dam dokumentasi untuk dilakukan analisis data sehingga diperoleh penyajian

data untuk laporan.

c. Tahap Pengecekan dan Pemeriksaan Data

20
Pada tahap ini dilakukan pengecekan dan pemeriksaan melalui uji keabsahan

data yaitu dengan metode triangulasi waktu dan triangulasi sumber yang

diikuti dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Dimana dalam tahap ini peneliti akan menemukan jawaban dari rumusan

masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.

21
BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK PKL

A. Sejarah Balai Konservasi Borobudur

Balai Konservasi Borobudur adalah unit pelaksana teknis Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan di bidang konservasi dan pelestarian Candi Borobudur

yang berada dibawah dan tanggung jawab kepada Direktur Jenderal Kebudayaan yang

di pimpin oleh Kepala. Untuk menangani Candi Borobudur yang telah selesai dipugar

memerlukan perawatan, pengamatan dan penelitian terus menerus. Oleh karena itu,

maka pada tahun 1991 berdirilah Balai Studi dan Konservasi Borobudur. Pada tahun

2006 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :

PM.40/OT.001/MKP-2006 tanggal 7 September 2006 berubah namanya menjadi

Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Pada tahun 2011 bidang kebudayaan

kembali bergabung ke dalam Kementerian Pendidikan Nasional yang kini menjadi

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan

Dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2012 kembali berubah nama menjadi Balai

Konservasi Borobudur. Sebenarnya pada awalnya merupakan bentuk lain dari Centre

for Borobudur Studies.

B. Fungsi Balai Konservasi Borobudur

Balai Konservasi Borobudur berfungsi sebagai pusat pendidikan dan

pelatihan tenaga teknis dalam bidang konservasi dan pemugaran. Beberapa fasilitas

pendukung dan tenaga teknis yang menguasai bidang pelestarian, khususnya

pemugaran dan konservasi, mengantarkan Balai Konservasi Borobudur menjadi

pelaksana pelatihan tenaga teknis konservasi dan pemugaran untuk institusi tingkat

nasional dan internasional. Di samping itu Balai Konservasi Borobudur juga

22
membantu konservasi peninggalan sejarah dan purbakala di seluruh Indonesia, bahkan

di negara Asia Tenggara.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan

Nomor 29 Tahun 2015 yang ditetapkan pada tanggal 27 Oktober 2015, Balai

Konservasi Borobudur mempunyai tugas melaksanakan konservasi dan pelestarian

Candi Borobudur dan kawasan cagar budaya Borobudur. Untuk menyelenggarakan

tugas tersebut Balai Konservasi Borobudur mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pelaksanaan kajiaan konservasi terhadap aspek teknik sipil, arsitektur, geologi,

biologi, kimia, dan arkeologi Candi Borobudur dan cagar budaya lainnya;

2. Pelaksanaan pengamanan, pemeliharaan, dan pemugaran Candi Borobudur, Candi

Mendut, Candi Pawon, dan kawasan cagar budaya Borobudur;

3. Pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Mendut,

Candi Mendut, Candi Pawon, dan kawasan cagar budaya Borobudur;

4. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi

Pawon dan kawasan cagar budaya Borobudur;

5. Pelaksanaan kemitraan di bidang konservasi dan pelastarian Candi Borobudur,

Candi Mendut, Candi Pawon, dan kawasan cagar budaya Borobudur;

6. Pelaksanaan pengembangan metode dan teknik

7. Pelaksanaan urusan ketatausahaan Balai Koservasi Borobudur.

C. Visi dan Misi Balai Konservasi Borobudur

Berjalannya organisasi atau institusi tidak terlepas dari adanya visi dan misi

untuk memberikan arahan perencanaan ke depan agar dalam melaksanakan Tupoksi

lebih terarah, sistematis, komprehensif, dan berorientasi pada keberhasilan program,

maka ditetapkan Visi dan Misi Balai Konservasi Borobudur 2015 – 2019, yaitu :

Visi

23
“Terwujudnya Kelestarian Candi Borobudur Sebagai Warisan Dunia dan Balai

Konservasi Borobudur Sebagai Pusat Kajian Konservasi Cagar Budaya Yang

Berlandaskan Gotong Royong”

Misi

Untuk tercapainya Visi tersebut maka ditetapkan Misi sebagai berikut:

1. Meningkatnya Kelestarian Candi Borobudur Sebagai Warisan Dunia.

2. Tersedianya Sarana dan Prasarana Untuk Medukung Kelestarian Candi

Borobudur Sebagai Warisan Dunia dan Balai Konservasi Borobudur Sebagai

Pusat Kajian Konservasi Cagar Budaya.

3. Meningkatnya Kajian Konservasi Cagar Budaya.

4. Diperolehnya Bahan Konservasi Cagar Budaya Yang Lebih Ramah Lingkungan.

5. Meningkatnya Apresiasi Masyarakat Terhadap Candi Borobudur.

D. Tujuan Balai Konservasi Borobudur

Berdasarkan Visi dan Misi Balai Konservasi Borobudur Tahun 2015-2019

tersebut di atas, maka dirumuskan tujuan sebagai berikut :

1. Terwujudnya Kelestarian Candi Borobudur Sebagai Warisan Dunia.

2. Tersedianya Sarana dan Prasarana untuk Mendukung Kelestarian Candi

Borobudur Sebagai Warisan Dunia dan Balai Konservasi Borobudur Sebagai

Pusat Kajian Konservasi Cagar Budaya.

3. Terwujudnya Kajian Konservasi Cagar Budaya.

4. Terwujudnya Bahan Konservasi Cagar Budaya Yang Lebih Ramah Lingkungan.

5. Terwujudnya Peningkatan Apresiasi Masyarakat Terhadap Candi Borobudur.

E. Fasilitas Balai Konservasi Borobudur

Untuk menunjang Tupoksi, Balai Konservasi Borobudur, dilengkapi berbagai fasilitas

penunjang, apalagi Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia (World

24
Heritage) dengan Nomor 592/1992. Balai Konservasi Borobudur memiliki

laboratorium kimia, mikrobiologi, fisik/petrografi, dan SEM (scaning electron

microscope) dan laboratorium lapang. Keberadaan laboratorium ini untuk

mengembangkan berbagai metode konservasi dan kajian konservasi baik dari batu,

bata, kayu, dan lainnya. Selain itu juga digunakan untuk uji coba bahan konservasi

sebagai bahan pengganti yang lebih aman, efektif dan efisien. Bahan-bahan yang telah

diuji direkomendasikan untuk pelaksanaan konservasi benda cagar budaya di

Indonesia. Balai Konservasi Borobudur melakukan kemitraan dengan berbagai

universitas dan institusi lain baik dari Indonesia maupun luar negeri. Beberapa

kerjasama kemitraan dilakukan seperti membantu pelaksanaan analisis sampel,

temapat pemagangan mahasiswa yang sedang melaksanakan penelitian, maupun kerja

sama pengembangan metode dan teknik konservasi dengan Negara lain. Dalam

pelaksanaan kajian/studi bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi,

kimia, dan arkeologi di lingkungan Candi Borobudur serta peninggalan purbakala

lainnya Balai Konservasi Borobudur melakukan kerjasama dengan melibatkan

beberapa pakar dari Universitas-universitas di Indonesia sebagai nara sumber. Selain

itu Balai Konservasi Borobudur melaksanakan pelatihan tenaga teknis konservasi,

pemugaran, dokumentasi, dan satuan pengaman cagar budaya secara rutin.

Selain kegiatan pengembangan konservasi Balai Konservasi Borobudur juga

mengelola berbagai arsip foto, gambar, buku, dan lainnya pada masa pemugaran

Candi Borobudur yang kedua dan untuk upaya pelestarian Candi Borobudur

melaksananakan Kessxynj inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan

penyelamatan jxz giatan monitoring Candi Borobudur secara kontinyu. Selain itu

fasilitas yang ada antara lain :

1. Perpustakaan dan Arsip

25
Perpustakaan Balai Konservasi Borobudur berdiri sejak masa

pemugaran yaitu sekitar tahun 1969. Koleksi buku yang ada meliputi text

book, referensi, laporan studi, skripsi/tesis/disertasi, jurnal penelitian, terbitan

berseri, kliping, laporan kegiatan dan koleksi arsip proyek pemugaran Candi

Borobudur. Buku-buku koleksi perpustakaan tersebut mengupas tentang

Borobudur yang meliputi kajian tentang sejarah, arkeologi, arsitektur,

konservasi, geologi dan fotografi. Selain itu terdapat juga koleksi buku-buku

ilmu murni meliputi Fisika, Biologi dan Kimia. Selain buku-buku,

perpustakaan juga menyimpan arsip gambar sejak masa pemugaran I (1907-

1911), dan masa pemugaran II (1973-1983) sampai sekarang. Arsip-arsip

tersebut berupa gambar pada kertas kalkir dari berbagai ragam bentuk dan

ukuran (B.0 – B.4), disimpan dalam almari khusus yang terbuat dari besi

dengan posisi tergantung.

2. Laboratorium

a. Laboratorium Kimia, melakukan analisis terhadap sampel cair dan

padat yang berasal dan berhubungan dengan kegiatan konservasi Candi

Borobudur serta benda cagar budaya lainnya.

b. Laboratorium Mikrobiologi, melakukan penelitian dan analisis

terhadap berbagai jenis mikroorganisme penyebab pelapukan baik

yang ditemui di Candi Borobudur maupun pada benda cagar budaya

lainya di seluruh Indonesia.

c. Laboratorium Fisik/Petrografi, melakukan analisis petrologi,

petrografi, dan fisik terhadap sampel padat yang berasal dan

berhubungan dengan kegiatan konservasi Candi Borobudur serta

sampel dari institusi terkait lainnya.

26
d. Laboratorium SEM (Scanning Electron Microscope), melakukan

scanning terhadap sampel padat untuk mengetahui mikrostruktur

sampel tersebut.

e. Laboratorium Konservasi, melakukan pengujian konservasi terhadap

berbagai bahan yang akan digunakan dalam penanganan konservasi

benda cagar budaya di seluruh Indonesia.

3. Stasiun Klimatologi

Terdapat dua stasiun klimatologi, satu stasiun terletak di sebelah

Tenggara Candi Borobudur yang dioperasikan secara manual dan satu stasiun

klimatologi digital terletak di depan Kantor Balai Konservasi Borobudur yang

dioperasikan menggunakan komputer. Stasiun klimatologi berfungsi untuk

menunjang pelaksanaan konservasi batu Candi Borobudur dan pelaksanaan

studi konservasi yang dilaksanakan di sekitar Candi Borobudur. Kontribusi

dari stasiun klimatologi ini yaitu membantu pengumpulan data untuk

prakiraan cuaca di Jawa Tengah, membantu instansi terkait yang memerlukan

data klimatologi untuk keperluan pertanian.

4. Laser Scanner Fotogrammetri

3D Laser Scanner adalah metode perekaman data (dokumentasi)

dengan akurasi yang sangat tinggi, detail, dan akurat, menggunakan sistem

laser yang merekam data 3 dimensional (x,y,z) permukaan obyek tanpa

menyentuh/bersinggungan langsung dengan obyek itu sendiri. Adapun

manfaat dari 3D Laser Scanner untuk pendokumentasian Benda Cagar Budaya

adalah sebagai data untuk pelaksanaan rekonstruksi bangunan BCB,

perekaman data pada obyek BCB yang rawan dan beresiko rusak, data

monitoring obyek/bangunan BCB, data untuk replika obyek 3 dimensi, sarana

27
edukasi, dan penelitian BCB. Data yang dihasilkan 3D Laser Scanner dapat

digunakan untuk menghasilkan data gambar 2D dan 3D, menghasilkan data

yang detail, akurat, sub milimetric data, menangkap data dengan cepat,

menangkap data dengan jumlah yang sangat besar dengan akurasi tinggi,

Sangat ideal digunakan sebagai media peraga dan visualisasi, mempunyai

tingkat interpretasi dan edukasi data/dokumentasi secara lengkap Adapun yang

menjadi perhatian dalam kegiatan perekaman data dengan 3D Laser Scanner

adalah sangat tergantung dengan ketersediaan tenaga listrik, kondisi

alam/cuaca sangat berpengaruh terhadap hasil perekaman data, dan mobilisasi

alat untuk medan yang sangat rumit dan sulit.

Aplikasi 3D Laser Scanner untuk pendokumentasian BCB yang telah

dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur, antara lain: Monitoring BCB

Pasca Gempa di DIY dan Jawa Tengah, Candi Pawon, Pusat Informasi

Majapahit dan sebagian situs di Jawa Timur, Patung Sudirman di Pacitan,

Situs Kedulan, Candi Gedong Songo, Pasca Gempa SUMBAR dan Riau (Jam

Gadang, Muara Takus, dan situs yang lain), Candi Lumbung Sengi Magelang,

Kompleks Candi Dieng, Kompleks Candi Borobudur, Panel Relief Candi

Borobudur, dan Situs Kimpulan (Candi Pustakasala UII).

5. Studio Sejarah Restorasi Borobudur

Studio Sejarah Restorasi Borobudur diresmikan oleh Wakil Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan Prof. Wiendu Nuryanti,

Ph.D 27 Desember 2011. Sejak dibuka untuk umum jumlah kunjungan ke

studio restorasi mengalami peningkatan terutama kunjungan dari para pelajar

baik SD, SMP, SMA, mahasiswa dan beberapa perguruan tinggi.

28
Studio Sejarah Restorasi Candi Borobudur didirikan dengan visi

menjadi sarana pendidikan dan penyebarluasan informasi mengenai sejarah

restorasi Borobudur sebagai warisan budaya dunia yang dapat menumbuhkan

rasa kecintaan terhadap tanah air, persatuan, dan kebanggaan terhadap Negara.

Harapan ke depan studio sejarah ini menjadi pusat informasi, dokumentasi

dari upaya konservasi Candi Borobudur.

Informasi yang disediakan berupa sejarah restorasi candi Borobudur

sejak sebelum, saat berlangsung dan setelah restorasi serta kegiatan konservasi

yang terus dilaksanakan oleh Balai Konversai Borobudur. Untuk memenuhi

tujuan tersebut di atas, studio menyajikan koleksi berupa artefak arkeologis,

peralatan konservasi, foto-foto dokumentasi serta benda bersejarah lain seperti

kendaraan operasional Dr. R. Soekmono, satu dari dua ahli arkeologi pertama

di Indonesia yang memimpin proyek restorasi di tahun 1973-1983. Melalui

beragam koleksi yang dipamerkan membuka cakrawala baru bagi para

pengunjung studio mengenai Candi Borobudur yang bisa dilihat dari berbagai

disiplin ilmu.

6. Layanan Perizinan dan Pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Pawon,

dan Candi Mendut

29
F. Struktur Organisasi

Gambar 1: Struktur Organisasi.

(Sumber: Balai Konservasi Borobudur)

30
G. Desa Wisata Karangrejo

Desa Wisata Karangrejo merupakan salah satu desa wisata yang berada di Desa

Karangrejo Kecamatan Borobudur dan sangat dekat dengan Objek Wisata Candi

Borobudur. Desa Karangrejo merupakan sebuah desa dengan luas 174 hektare yang

terletak sekitar 3 Km dari kecamatan Borobudur, atau 6 Km dari ibu kota Kabupaten

Magelang. Desa Karangrejo memiliki enam dusun, yang terdiri dari:

1. Dusun Kretek 1,

2. Dusun Kretek 2,

3. Dusun Sendaren 1,

4. Dusun Sendaren 2,

5. Dusun Kurahan, dan

6. Dusun Bumen Jelapan

Jumlah penduduk di desa Karangrejo ini sebanyak 2.800 jiwa, dengan jumlah

kepala keluarga sebanyak 916 KK yang terdiri dari 251 KK di Dusun Kurahan, 187

KK di Dusun Kretek 1, 82 KK di Dusun Kretek 2, 147 KK di Dusun Sendaren 1, 84

KK di Dusun Sendaren 2, dan 163 KK di Dusun Bumen Jelapan.

Secara gerografis, kecamatan Borobudur terletak di wilayah Kabupaten Magelang

dengan ketinggian 230-240 mdpl dengan luas wilayah sekitar 54,55 Km2. Di desa

Karangrejo terdapat empat bukit yang terdiri dari Bukit Rhema, Punthuk Setumbu dan

Punthuk Cemuris yang terletak di dusun Kurahan, dan Bukit Barede terletak di dusun

Sendaren 1. Terdapat juga aliran sungai purba atau yang disebut Sungai Sileng, yang

dialiri mata air dari perbukitan Menoreh. Di Desa Karangrejo juga terdapat berbagai

objek wisata alam seperti Punthuk Setumbu, Bukit Rhema, Bukit Barede, Pendopo

Kebun Buah, dan Balkondes Karangrejo.

31
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Desa Karangrejo

Desa Karangrejo merupakan desa di sekitar Borobudur dengan kelompok

sadar wisata (pokdarwis) yang sangat aktif. Keaktifan pokdarwis ini berdampak

cukup besar pada perkembangan industri pariwisata di Desa Wisata Karangrejo.

Perkembangan industri pariwisata di desa yang terdiri atas 6 dusun dan dihuni oleh

sekitar 2,625 penduduk ini terlihat dari ragam pertunjukan serta aktifitas terkait

ekonomi dan pariwisata.

Ragam pertunjukan budaya di Desa Karangrejo ter hitung cukup banyak.

Mulai dari jenis tari-tarian seperti Brondut Putro Siswo dan Jathilan Kudo Sendoko,

Obat Abit (Bumen), Rebana, hingga seni pertunjukan seperti wayang orang,

klonengan (membunyikan berbagai benda untuk menghasilkan nada tertentu) gamelan

kuno dan karawitan. Jathilan Kudo Sendoko merupakan sejenis pertunjukan Kuda

Lumping di mana penari memperaga kan gerakan tertentu hingga penari dirasuki oleh

makh luk tak kasat mata.

Desa Karangrejo juga memiliki pertunjukan tahunan berupa Sedekah Bumi

Punthuk Setumbu untuk men syukuri berkat Tuhan kepada manusia. Punthuk

Setumbu merupakan sebuah titik pandang matahari terbit yang menjadi semakin

terkenal karena masuk dalam salah satu adegan film remaja nasional. Gereja Ayam

yang terletak tak jauh dari Punthuk Setumbu juga ikut menjadi latar di film yang sama

dan turut viral setelah film tersebut rilis.

Pada saat ini Desa Wisata Karangrejo ditetapkan sebagai Desa Wisata super

prioritas oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Desa

Karangrejo juga telah meraih beberapa penghargaan seperti Desa Wisata

32
Berkelanjutan. Hal tersebut menjadi salah satu semangat bagi masyarakat untuk terus

mengembangkan Desa Wisata Karangrejo agar menjadi desa wisata dengan potensi

yang khas dan kuat.

B. Pemetaan Budaya Desa Karangrejo

1. Tradisi Lisan

Desa Karangrejo memiliki 6 Dusun, dimana di beberapa Dusun masih memiliki

tradisi lisan yang masih terjaga hingga saat ini, yaitu :

a. Dusun Sendaren II

1) Di Dusun Sendaren II terdapat batu halus yang biasa digunakan untuk

mengobati orang yang kesurupan saat pertunjukan Kubro Kudo Sendoko,

di batu ini dipercaya ada penunggu bernama Mbah Gading Melati yang

menepati batu halus tersebut.

2) Di Dusun Sendaren II terdapat mitos yang melarang warganya untuk

menikah dengan warga dari Dusun Kretek begitu juga sebaliknya. Hingga

saat ini tradisi lisan tersebut masih diyakini dan belum pernah ada yang

berani melanggar tradisi tersebut.

b. Dusun Kretek

Di Dusun Kretek terdapat sebuah tradisi yaitu apabila seseorang akan

melakukan upacara pernikahan, menanam padi, dan membangun pondasi

rumah masih menggunakan tanggal jawa sebagai acuan hari agar hal yang

akan dilakukan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Contohnya jika akan

melakukan pernikahan tidak boleh dilakukan pada hari jatuhnya tanggal 1

Suro.

2. Manuskrip

33
Setelah penulis melakukan observasi dan wawancara terhadap tokoh Desa, penulis

tidak menemukan adanya peninggalan berupa manuskrip di keenam Dusun yang

berada di Dusun Karangrejo.

3. Adat Istiadat

Desa Karangrejo memiliki beberapa adat istiadat atau ritual yang dilakukan

masyarakat di setiap Dusun serta masih tetap lestari hingga saat ini, diantaranya:

a. Sedekah Bumi, merupakan ritual yang diselenggarakan selama dua tahun

sekali dan ritual ini melibatkan masyarakat di tiap-tiap dusun, khususnya di

Dusun Karangrejo yang berpusat di Punthuk Setumbu. Ritual ini dilaksanakan

dengan harapan memohon kemakmuran desa, khususnya di bidang pertanian

dan pariwisata Allah SWT serta sebagai rasa syukur atas anugerah yang telah

diberikan Tuhan Semesta Alam kepada masyarakat Desa Karangrejo

khususnya. Di dalam kegiatannya, Sedekah Bumi menampilkan gunungan

yang berisikan hasil bumi Desa Karangrejo, dan juga nasi tumpeng sebagai

representasi hubungan sosial dan hubungan spiritual masyarakat.

b. Suran, merupakan sebuah kegiatan yang di lakukan oleh warga Sendaren II

pada bulan Suro dengan melakukan ziarah ke makam Kyai Sendoko dan Kyai

Mito. Masyarakat melakukan doa dan membersihkan makam.

c. Saparan, merupakan sebuah tradisi yang dilaksanakan pada Bulan Sapar dalam

kalender Jawa. Acara tersebut dilaksanakan untuk mengenang jasa seorang

Abdi Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono I yang hilang secara misterius saat

mencari batu gamping di Gunung Gamping, dan ditemukan meninggal dunia

bersama istrinya karena diganggu makhluk halus penunggu gunung. Biasanya,

pada malam hari masyarakat Dusun Kretek akan melakukan pementasan

wayang untuk memperingati Bulan Sapar.

34
d. Mauludan, merupakan ritual religius dalam rangka memperingati hari

kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di Bulan Mulud ini masyarakat Desa

Karangrejo melakukan pembacaan Maulid Diba’ di masing-masing Masjid,

ataupun melakukan pengajian yang menghadirkan seorang Kyai untuk

berceramah keagamaan.

e. Rejepan, rejeban ini dilakukan rutin di setiap dusun pada bulan Rajab, yaitu

antara tanggal 10 sampai 15 sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih

masyarakat kepada Tuhan atas segala rahmat yang limpahkan-Nya berupa

keselamatan ketentraman dan keberhasilan.

f. Nyadran, nyadran merupakan serangkaian ritual yang dilaksanakan

masyarakat di setiap dusun di Desa Karangrejo dalam menyambut bulan suci

Ramadhan. Nyadran berasal dari Bahasa Sanskerta “sraddha” yang berarti

keyakinan, atau dalam Bahasa Jawa berasal dari kata “sadran” yang artinya

Ruwah Syakban. Pada ritual ini masyarakat biasa melakukan nyekar atau

pembersihan makam leluhur, dan pembacaan mujahadah atau tahlil, serta

pengajian di masjid dusun. Serta masyarakat akan mengadakan makan

bersama, dimana tiap keluarga membawa makanan untuk di makan bersama

setelah dilakukan doa bersama. Ritual ini biasa dilakukan di jalan Desa,

lapangan, atau masjid.

g. Bersih dusun, merupakan tradisi warga Sendaren I yang berupa doa bersama

atau kenduri yang dilakukan di masjid. Dalam kenduri bersama ini biasanya

seluruh warga yang datang menyiapkan ambengan dari rumah masing-masing

yang terdiri dari nasi dan lauk pauk. Kemudian akan dimakan bersama-sama.

h. Nyepuhke, nyepuhke ini merupakan ritual yang dilakukan oleh masyarakat

Dusun Sendaren I beberapa hari sebelum mementaskan jathilan, hal ini

35
dilakukan agar pemain kubro dapat mengalami kesurupan topeng buta. Ritual

dilakukan dengan cara topeng buta yang akan digunakan diletakan di bawah

pohon beringin besar yang ada di sebelah mata air Dusun Sendaren I dan

diberi sesajen dan dupa.

4. Permainan Rakyat

Di salah satu dusun yang berada di Desa Karangrejo terdapat beberapa permainan

tradisional yang masih dimainkan. Sampai saat ini permainan tersebut masih

dimainkan oleh anak-anak warga Sendaren II dan biasanya dimainkan di depan

rumah Pak Juliet (Kepala Dusun Sendaren II) atau di lapangan Dusun Sendaren II

yang letaknya berada di seberang rumah Kepala Dusun. Permainan ini biasa

dilakukan pada saat sore hari. Permainan tradisional yang masih lestari tersebut

antara lain :

a. Gobag sodor

b. Petak umpet

c. Permainan Kelereng

d. Bekel

e. Jamuran

f. Cublak-Cublak Suweng

g. Congklak

h. Benthik

i. Egrang

j. Lompat tali (karet)

5. Olahraga Tradisional

Di beberapa Dusun Desa Karangrejo terdapat beberapa olahraga tradisional yang

pernah dilakukan dan memiliki potensi untuk dikembangkan lagi yaitu :

36
a. Dusun Kurahan

Di Dusun Kurahan terdapat sebuah olahraga bernama Gatoloco. Gatoloco ini

adalah kesenian yang berasal dari Dusun Kurahan dimana dalam kesenian ini

menampilkan gerakan-gerakan debus yang diiringi dengan sholawatan.

Kesenian ini biasa dimainkan pada tahun 1980an

b. Dusun Bumen Jelapan

Syubbanul Muslimin adalah kesenian religius yang gerakannya seperti

gerakan silat. Kesenian ini berasal dari Dusun Bumen Jelapan. Kesenian ini

dilakukan dari tahun 1960-an dan terakhir di lakakukan pada tahun 2012.

c. Dusun Sendaren II

Terdapat olahraga tradisional yang ada di Dusun Sendaren II yang bernama

Pamayu. Pamayu ini merupakan olahraga tradisional yaitu berupa gerak

pernafasan yang telah berkolaborasi dengan sejumlah kelompok pamayu yang

ada di Jogja dan daerah lainya, olahraga ini telah berdiri sejak tahun 1992 dan

vakum pada tahun 2019.

6. Pengetahuan Tradisional

Di Desa Karangrejo terdapat pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh

masyarakat, yaitu berupa skills atau keterampilan-keterampilan yang dimiliki

masyarakat. Keterampilan itu baik berupa keterampilan membuat kerajinan tangan

atau makanan. Pengetahuan tradisional tersebut antara lain :

a. Pembuatan batik

b. Pembuatan miniature relief

c. Pembuatan lukisan dengan kain perca

d. Pembuatan ukiran bambu

e. Pembuatan anyaman bambu

37
f. Pembuatan bonsay kelapa

g. Pembuatan jamu

h. Pembuatan peyek-peyek, seperti peyek kacang dan bayam

i. Pembuatan kostum kesenian dayakan

j. Pembuatan makanan dari bahan ketela (gemblak, getuk, tiwul)

k. Pembuatan bebek brongot

l. Pembuatan gula Jawa

m. Dukun bayi (Dusun Sendaren 2)

7. Teknologi Tradisional

Pada saat ini masyarakat Desa Karangrejo rata-rata telah menggunakan teknologi

modern dalam kehidupan sehari-hari karena dengan mengikuti perkembangan

zaman. Penggunaan sapi dalam proses pembajakan sawah masih beberapa kali

dilakukan namun hal tersebut hanya dilakukan untuk kegiatan pariwisata atau

salah satu paket wisata yang ada di Desa Karangrejo. Untuk kegiatan sehari-hari

proses pembajakan sawah telah dilakukan dengan traktor agar pekerjaan menjadi

cepat selesai.

8. Seni

Di setiap dusun di Desa Karangrejo memiliki beberapa kesenian rakyat yang

menjadi ciri khas dusun tersebut, yaitu :

a. Dusun Bumen Jelapan

1) Syubbanul Muslimin

2) Hadroh

3) Rebana

b. Dusun Sendaren I

1) Rebana

38
2) Brondut Putro Siswo

c. Dusun Sendaren II

1) Kubro Kudo Sendoko

2) Rebana Hidayus Sibiyan

d. Dusun Kurahan

1) Kubro Madya Siswo

2) Prajuritan

3) Gatoloco

e. Dusun Kretek I & II

1) Ketoprak

2) Wayang orang

3) Karawitan

4) Topeng Ireng

5) Wayang Kulit

6) Ngesti Budaya

7) Ndolalak

9. Bahasa

Desa Karangrejo merupakan desa yang berada di Jawa Tengah, sehingga bahasa

yang digunakan oleh masyarakat desa Karangrejo antara lain :

a. Bahasa Indonesia

b. Bahasa Jawa Ngoko (bahasa sehari-hari)

c. Bahasa Jawa Krama (bahasa sehari-hari)

10. Ritus

39
Terdapat beberapa ritus yang masih dilaksanakan oleh masyarakat di masing-

masing Dusun Desa Karangrejo. Beberapa ritus yang masih dilakukan tersebut

yaitu :

a. Miwiti, merupakan sebuah tradisi yang biasa laksanakan oleh masyarakat

Desa Karangrejo sebelum masa panen. Tradisi ini biasanya berupa sedekahan

yang akan dibagikan kepada tetangga dan ditaruh pada setiap sudut sawah

yang panen sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT dengan perantara

Dewi Sri.

b. Ngapati, merupakan ritual yang berasal dari kata papat atau empat, yang

berarti suatu ritual atau upacara yang dilakukan pada bulan ke-empat masa

kehamilan per tama seorang perempuan dengan tujuan agar bayi yang dalam

kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa diberi keselamatan.

c. Mitoni, murupakan ritual yang berasal dari kata pitu atau tujuh yang berati

suatu ritual atau upacara yang dilakukan pada bulan ke-tujuh masa kehamilan

pertama seorang perempuan dengan tujuan agar bayi yang dalam kandungan

dan ibu yang mengandung senantiasa di beri keslamatan

40
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Desa Wisata Karangrejo merupakan salah satu desa wisata yang berada di

Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur. Desa Karangrejo merupakan sebuah

desa dengan luas 174 hektare yang terletak sekitar 3 Km dari kecamatan

Borobudur, atau 6 Km dari ibu kota Kabupaten Magelang. Lokasi desa wisata ini

sangat dekat dengan Candi Borobudur.

Di Desa Karangrejo terdapat empat bukit yang terdiri dari Bukit Rhema,

Punthuk Setumbu dan Punthuk Cemuris yang terletak di Dusun Kurahan, dan

Bukit Barede yang terletak di Dusun Sendaren 1. Terdapat juga aliran sungai

purba atau yang disebut Sungai Sileng, yang dialiri mata air dari perbukitan

Menoreh. Di Desa Karangrejo juga terdapat berbagai objek wisata alam seperti

Punthuk Setumbu, Bukit Rhema, Bukit Barede, Pendopo Kebun Buah, dan

Balkondes Karangrejo.

Selain banyaknya potensi alam yang dimiliki Desa Karangrejo. Desa ini juga

memiliki potensi budaya yang sangat kaya dan beragam. Tidak mengherankan

Desa ini menjadi desa super prioritas dan mendapat sertifikasi Desa Pemajuan

Kebudayaan dan Desa Berkelanjutan. Potensi-potensi budaya yang ada tersebut

dapat dikembangkan lagi agar menjadi daya tarik wisata yang unik dank has

untuk Desa Wisata Karangrejo sendiri.

Potensi budaya yang berada di Desa Wisata Karangrejo penulis dapatkan dari

hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan beberapa tokoh yang

ada di Desa Karangrejo. Potensi-potensi tersebut berupa tradisi lisan, manuskrip,

41
adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional,

teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus.

Tradisi lisan yang masih ada hingga saat ini salah satunya adalah penggunaan

tanggal jawa untuk menentukan hari-hari tertentu yang dilakukan oleh

masyarakat di Dusun Kretek I. Masyarakat Desa Karangrejo juga masih

melakukan adat istiadat atau ritual hingga saat ini seperti sedekah bumi, nyadran,

miwiti, dan lain-lain. Ritus seperti mitoni, ngapati, dan miwiti pun masih lestari

hingga saat ini. Permainan tradisional seperti congklak, egrang, dan ebrek pun

masih dimainkan oleh anak-anak di Dusun Sendaren II. Kesenian yang ada di

Desa Karangrejo pun beragam, di masing-masing Dusun memiliki kesenian khas

yang berbeda dari tiap Dusun seperti kesenian topeng ireng dari Dusun Kretek.

Tidak hanya kesenian, olahraga tradisional juga masih ada di beberapa Dusun

Desa Karangrejo, seperti gatoloco dan pamayu. Adapula bahasa yang digunakan

oleh warga Desa Karangrejo yaitu Baha Indonesia dan Bahasa Jawa. Tidak hanya

itu, Desa Karangrejo juga memiliki mitos yang masih dipercaya hingga saat ini

yaitu larangan menikah antara warga Dusun Sendaren dan Dusun Kretek.

Potensi-potensi budaya tersebut dapat memberikan dampak positif bagi Desa

Wisata Karangrejo. Potensi yang ada dapat menjadikan daya tarik yang kuat

apabila dikelola dengan baik. Potensi budaya tersebut apabila diikemas dengan

baik dapat mendatangkan banyak wisatawan. Dengan demikian, Desa Wisata

Karangrejo akan menjadi desa wisata yang unik, khas, dan unggul.

B. Saran

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah penulis lakukan sehingga dapat

menghasilkan data tersebut di atas. Maka penulis dapat memberikan saran yaitu

antara lain :

42
1. Sebaiknya potensi-potensi yang ada dapat dikelola dengan baik dan optimal

agar dapat menjadi potensi yang khas untuk Desa Wisata Karangrejo.

2. Sebaiknya masyarakat Desa Karangrejo selalu senantiasa untuk menjaga dan

melestarikan potensi budaya yang ada agar tetap lestari, karena potensi ini

merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Desa Wisata Karangrejo.

3. Potensi yang ada di Desa Karangrejo masih banyak lagi apabila terus digali

dan ditemu kenali, sehingga penulis menyarankan baik masyarakat atau

pemerintah terus menggali potensi tersebut.

43
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku, Skripsi, dan Jurnal

Damanik, J. (2013). Pariwisata Indonesia : antara peluang dan tantangan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iwan Nugroho, P. D. (2018). The Planning and The Development of The Ecotourism

and Tourism Village in Indonesia. A Policy Review. Journal of

Socioeconomics and Development, P. 47.

N I K Dewi, I, P. (2017). Exploring the Potential of Cultural Villages as A Model of

Community Based Tourism. International Joint Conference on Science and

Technology (IJCST), P. 3.

Pendit, N. S. (1990). Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya

Paramit.

Pillai, J. 2013. Cultural Mapping: A Guide to Understanding Place, Community and

Continuity. Selangor: Strategic Information and Research Development Centre

(SIRDC) dalam Fatimah, Tirin, DKK. 2018. Pemetaan Budaya Di Kawasan

Pedesaan: Studi Kasus Desa Giritengah, Borobudur. Jurnal Muara Sains,

Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan, Vol. 2, No. 2. 580-581.

Priyanto, P. (2016). Pengembangan Potensi Desa Wisata Berbasis Budaya Tinjauan

Terhadap Desa Wisata di Jawa Tengah. Jurnal Vokasi Indonesia, 4(1). 76-84.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprihardjo, F. Z. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa

Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Jurnal Teknik Pomits,

Vol. 3(2). P. 246.

44
Taylor, K, 2003. Cultural Landscape as Open Air Museum: Borobudur World

Heritage and Its Setting. Humanities Research Vol. 10 No. 2 (Monuments and

Commemorations): pp. 51-62.

Young, G, Clarck, J and Sutherland, J. 1994. Mapping Culture. A Guide For

Cultural and Economic Development in Communities, Commonwealth

Department of Communication and The Arts, Canberra: Australian

Government Publishing Service, pp. 1 and 5. dalam Fatimah, Tirin, DKK.

2018. Pemetaan Budaya Di Kawasan Pedesaan: Studi Kasus Desa Giritengah,

Borobudur. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan,

Vol. 2, No. 2. 580-581.

B. Undang-Undang

Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

C. Web

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/ Diunduh tanggal 28-09-2021

pukul 14:37 WIB.

https://pariwisata.magelangkab.go.id/ Diunduh tanggal 29-19-2021 pukul 10:15

WIB.

https://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrwZeUBeeZgAlMA7iPLQwx.;_ylu=Y29sbwNz

ZzMEcG9zAzEEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1625745793/RO=10/RU

=https%3a%2f%2fwww.kemdikbud.go.id%2fmain%2fblog%2f2017%2f06%2

fini-10-objek-budaya-dalam-uu-pemajuan-

kebudayaan/RK=2/RS=PuzZk117HNuxXdBSKIwPWdLEOSE- Diunduh

tanggal 01-0-2021 pukul 20:55 WIB.

45
LAMPIRAN

46
Gambar 3 : Pendampingan pengambilan
Gambar 2 : Sosialisasi Cagar Budaya Kawasan gambar oleh mahasiswa Untidar di Candi
Candi Borobudur di Balkondes Tuk Songo. Borobudur bersama Pak Iwan.

(Sumber : Dokumentasi pribadi) (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Gambar 4 : Temu kenali Kesenian Buto


bersama Mas Lukman dan tim. Gambar 5 : Pengambilan video pembuatan
jamu tradisional
(Sumber : Dokumentasi pribadi)
(Sumber : Dokumentasi pribadi)

47
Gambar 6 : Observasi dan wawancara dengan Gambar 7 : Wawancara dengan Kepala Dusun
Kepala Dusun Sendaren II dan sesepuh Dusun Kretek I dan sesepuh Dusun di Kantor Balai
mengenai Kesenian Kudo Sendoko. Desa.

(Sumber : Dokumentasi pribadi) (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Gambar 8 : Observasi gamelan yang berada di Gambar 9 : Observasi pembuatan Batik di


Kantor Balai Desa Karangrejo. Dusun Ngaran.

(Sumber : Dokumentasi pribadi) (Sumber : Dokumentasi pribadi)

48
Gambar 10 : Wawancara dengan sesepuh sekaligus ketua
Kubro Kudo Sendoko di Dusun Sendaren II

(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Gambar 11 : Wawancara dengan Kepala Dusun Kretek I dan


sesepuh Dusun di Balai Desa Karangrejo.

(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Gambar 12 : Penyerahan cinderamata oleh mahasiswa STP AMPTA kepada pihak


Balai Konservasi Borobudur.

(Sumber : Dokumentasi pribadi)

49
Gambar 13 : Sosialisasi Cagar Budaya Gambar 14 : Pendampingan latihan
Kawasan Candi Borobudur di Dusun tari di Dusun Kembanglimus.
Wanurejo.
(Sumber : Dokumentasi pribadi)
(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Gambar 15 : Observasi dan wawancara Gambar 16 : Temu kenali Desa dengan


dengan pengurus Balkondes Karangrejo. Mas Lukman dan Tim, mewawancarai
salah satu sesepuh.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
(Sumber : Dokumentasi pribadi)

50
Gambar 17: Scan Surat Permohonan PKL.

Gambar 18: Scan Lembar Penilaian PKL 1.

51
Gambar 19: Scan Lembar Penilaian PKL 2.

52
Gambar 20: Scan Laporan Kerja Harian 1.

53
Gambar 21: Scan Laporan Kerja Harian 2.

54
Gambar 22: Scan Laporan Kerja Harian PKL 3.

55
Gambar 23: Scan Laporan Kerja Harian PKL 4.

56
Gambar 24: Scan Laporan Kerja Harian PKL 5.

57
Gambar 25: Scan Laporan Kerja Harian PKL 6.

58
Gambar 26: Scan Laporan Kerja Harian PKL 7.

59
Gambar 27: Scan Laporan Kerja Harian PKL 8.

60
Gambar 28: Scan Absensi PKL 1.

61
Gambar 29: Scan Absensi PKL 2.

62
Gambar 30: Scan Absensi PKL 3.

63
Gambar 31: Scan Absensi PKL 4.

64
Gambar 32: Scan Absensi PKL 5.

65
Gambar 33: Scan Absensi PKL 6.

66
Gambar 33: Scan Absensi PKL 7.

67
Gambar 34: Scan Absensi PKL 8.

68
Gambar 35: Scan Absensi PKL 9.

69

Anda mungkin juga menyukai