Anda di halaman 1dari 131

SENI LUKIS KARYA AGUS SUDARTO : KAJIAN

PROSES PENCIPTAAN DAN NILAI ESTETIS

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1


Sarjana Pendidikan

oleh
Nur Indah Rizqi
2401414007
Program Studi Pendidikan Seni Rupa

JURUSAN SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018

i
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :
“ Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang
berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa
mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, ‘salam’ ”
(SurahAl-Furqan, ayat 63).

Persembahan :
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
Orang tua saya Bapak Suntoro (alm), Ibu
Sanatun yang selalu memberikan motivasi,
bimbingan dan kasih sayang dengan tulus
ikhlas serta mendoakan setiap langkah.

iv
SARI

Rizqi, Nur Indah. 2018. “Seni Lukis Karya Agus Sudarto : Kajian Proses
Penciptaan dan Nilai Estetis”. Skripsi. Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Yniversitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Drs. Moh. Rondhi, M.A.,
Pembimbing II : Mujiyono, S.Pd., M.Sn.
Kata Kunci : Seni, Lukis, Proses, Nilai Estetis
Semarang merupakan salah satu kota yang memiliki perkembangan pesat di bidang
seni rupa. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari peran seniman daerah, salah
satunya adalah Agus Sudarto, salah seorang seniman senior Semarang yang aktif
melukis sejak tahun 2003, corak lukisannya yang realistis romantis dan sebagian
besar tema yang diangkat adalah kesenian tradisional telah menjadi cirikhas dari
Agus Sudarto. Hal tersebut melatarbelakangi penelitian ini yang menghasilkan
rumusan masalah sebagai berikut : (1) Bagaimana proses penciptaan seni lukis
yang dilakukan oleh Agus Sudarto?, (2) Bagaimana nilai estetis seni lukis karya
Agus Sudarto. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dilaksanakan
melalui pengamatan terkendali. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan melaui pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukan hal-hal
sebagai berikut. Pertama, proses penciptaan seni lukis Agus Sudarto dilakukan
dengan tiga tahapan, yang pertama (1) tahapan awal, meliputi pencarian ide atau
tema lukisan, biasanya didapatkan dari renungan dan pengalaman Agus Sudarto,
(2) Tahapan penyempurnaan, pengembangan dan pemantapan gagasan awal,
diawali dengan membandingkan beberapa ide yang tersaji kemudian dijadikan satu
tema, pencarian referensi atau dokumen pendukung, dan (3) Tahapan visualisasi
menggunakan medium, meliputi pembuatan sket, pewarnaan, evaluasi dan
finishing. Kedua, nilai estetis yang terkandung pada lukisan Agus Sudarto meliputi
nilai yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik, nilai intrinsik terletak pada unsur-unsur
visual dan prinsip desain pada lukisannya, seperti setting, komposisi, gestur, mimik
atau ekspresi, subjek utama dan subjek pendukung terlihat perbedaannya dengan
jelas, pencahayaan yang digunakan adalah cahaya memusat satu arah, dalam
melukis Agus Sudarto menggunakan teknik atau prinsip chiaroscuro supaya
lukisannya terlihat dramatis. Sedangkan nilai ekstrinsik yang terdapat pada lukisan
Agus Sudarto secara umum adalah nilai luhur kesenian tradisional yang masih
dilestarikan melalui bentuk lukisan, hal ini didasari pada sebagian besar lukisan
Agus Sudarto yang mengangkat tema tentang kesenian tradisional. Berdasarkan
data tersebut, penulis menyampaikan saran, yaitu : (1) Untuk dapat berkembang di
era modern saat ini, ada baiknya Agus Sudarto dapat memberikan sentuhan gaya
kontemporer pada lukisannya, di samping gaya realisme yang telah melekat dan
menjadi cirikhas dari lukisan Agus Sudarto, hal ini bertujuan supaya ada inovasi
baru pada lukisannya dan lebih mendapatkan perhatian oleh seniman-seniman
muda, (2) Dalam berbagi ilmu melukis, ada baiknya Agus Sudarto lebih terbuka
dalam menerima dan mengajarkan seniman-seniman muda yang ingin belajar
melukis dengannya, (3) Dalam proses manajemen penjualan lukisan pasca
berkarya, ada baiknya Agus Sudarto dapat berbagi pengalaman.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas karuniaNya,

penulis dapat melalui segala proses penyusunan skripsi ini, baik mulai proses

bimbingan, penelitian maupun penulisan. Berkat karunia itu skripsi yang berjudul

“Seni Lukis Karya Agus Sudarto : Kajian Proses Penciptaan dan Nilai Estetis” ini

dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini berkat dorongan dan arahan

dari berbagai pihak. Paling awal saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Drs. Moh. Rondhi, M.A dan Bapak Mujiyono, S.Pd, M.Sn selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan saran yang

konstruktif dengan penuh kesabaran serta ketulusan. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan pula kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan

kemudahan, di antara sebagai berikut.

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang

telah memberi kemudahan perkuliahan.

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah

memberi kemudahan izin penelitian.

3. Dr. Syakir, M.Sn., Ketua Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang yang telah membantu kelancaran administrasi dan

perkuliahan.

4. Dosen Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri

Semarang yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan dan seni

selama kuliah.

vi
vii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................. iii
PERNYATAAN...................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... v
SARI........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
BAB 2 LANDASAN TEORETIS
2.1 Pengertian Seni Rupa ........................................................................ 7
2.2 Konsep Seni Lukis ............................................................................ 10
2.2.1 Pengertian Seni Lukis ............................................................. 10
2.2.2 Fungsi Seni Lukis..................................................................... 12
2.3 Gaya atau Corak Seni Lukis .............................................................. 14
2.4 Media Berkarya Seni Lukis .............................................................. 16
2.4.1 Bahan dalam Seni Lukis ......................................................... 16
2.4.2 Alat dalam Seni Lukis ............................................................ 17
2.4.3 Teknik dalam Seni Lukis ........................................................ 17
2.5 Proses Penciptaan Karya Seni Lukis ................................................ 18

viii
2.5.1 Tahapan Awal ......................................................................... 18
2.5.2 Tahapan Penyempurnaan, Pengembangan dan Pemantapan Gagasan
Awal................................................................................................. 19
2.5.3 Tahapan Visualisasi ke dalam Medium .................................. 19
2.6 Estetika dalam Karya Seni Lukis ..................................................... 19
2.6.1 Pengertian Estetika ................................................................. 19
2.6.2 Nilai Estetis dalam Karya Seni Lukis .................................... 21
2.6.3 Unsur-Unsur Rupa dalam Seni Lukis ..................................... 24
2.6.3 Prinsip-Prinsip Desain dalam Seni Lukis ............................... 26
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ....................................................................... 30
3.2 Sasaran dan Lokasi Penelitian ........................................................... 31
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 32
3.3.1 Teknik Observasi .................................................................... 32
3.3.2 Wawancara/ Interview ........................................................... 32
3.3.3 Dokumentasi ........................................................................... 33
3.4 Teknik Analisi Data .......................................................................... 33
3.4.1 Reduksi Data........................................................................... 34
3.4.2 Penyajian Data ....................................................................... 35
3.4.3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi .................................... 35
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Seniman ............................................................... 36
4.1.1 Biografi Seniman .................................................................... 36
4.1.2 Kehidupan Internal Seniman................................................... 39
4.1.3 Kehidupan Eksternal Seniman ................................................ 42
4.1.4 Kehidupan Keluarga Seniman ................................................ 45
4.2 Proses Penciptaan Seni Lukis Karya Agus Sudarto .......................... 47
4.2.1 Tahapan Awal ....................................................................... 48

ix
4.2.2 Tahapan Penyempurnaan, Pengembangan dan Pemantapan Gagasan
Awal ................................................................................................. 51
4.2.1 Tahapan Visualisasi ke dalam Medium .................................. 56
4.2 Visualisasi dan Nilai Estetis Seni Lukis Karya Agus Sudarto .......... 63
2.3.1 Tipologi Karya berdasarkan Periode Waktu .......................... 64
2.3.2 Gaya Lukisan Agus Sudarto .................................................. 66
2.3.3 Nilai Estetis Lukisan Agus Sudarto ........................................ 70
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ........................................................................................... 106
5.2 Saran .................................................................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 109
LAMPIRAN ............................................................................................ 111

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagram Pola Prawira (dalam Sugiarty, 2004) ....................... 22


Tabel 3.1 Komponen Analisis Data Model Interaktif ............................. 34
Tabel 4.1 Keindahan Lukisan Agus Sudarto........................................... 72

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lukisan Karya Dullah ......................................................... 15


Gambar 4.1 Agus Sudarto dan Istri ......................................................... 36
Gambar 4.2 Peta Kota Semarang ............................................................ 37
Gambar 4.3 Potret Agus Sudarto ............................................................ 38
Gambar 4.4 Agus Sudarto dan Kawan Seniman ..................................... 42
Gambar 4.5 Agus Sudarto Bernyanyi Karawitan .................................... 44
Gambar 4.6 Agus Sudarto dan Keluarga................................................. 46
Gambar 4.7 Topeng Hiasan Dinding depan Studio Lukis Agus Sudarto 48
Gambar 4.8 Studio Lukis Agus Sudarto ................................................. 49
Gambar 4.9 Spanram .............................................................................. 52
Gambar 4.10 Kanvas dan Bingkai ......................................................... 52
Gambar 4.11 Cat ..................................................................................... 54
Gambar 4.12 Kuas ................................................................................... 55
Gambar 4.13 Charcoal ............................................................................ 57
Gambar 4.14 Agus Sudarto Menyeket dengan Teknik Manual ............. 58
Gambar 4.15 Hasil Sket Agus Sudarto ................................................... 59
Gambar 4.16 Proses Pewarnaan .............................................................. 60
Gambar 4.17 Palet Lukis ......................................................................... 62
Gambar 4.18 Lukisan Agus Sudarto berjudul “Kolaborasi” ................... 74
Gambar 4.19 “Manggarwangi” ............................................................... 77
Gambar 4.20 “Bom Bali” ........................................................................ 81
Gambar 4.24 “Kolaborasi 1” ................................................................... 84
Gambar 4.25 “Kolaborasi 2” ................................................................... 87
Gambar 4.26 “Kolaborasi 3” ................................................................... 90
Gambar 4.27 “Kolaborasi 4” ................................................................... 93
Gambar 4.28 “Keakraban Keluarga” ...................................................... 96

xii
Gambar 4.29 “Barongsai dan Barong Bali” ............................................ 99
Gambar 4.30 “Bedhaya Ketawang” ........................................................ 102

xiii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang kepadanya

dianugerahkan cipta, rasa dan karsa untuk mencapai tujuan dan kebutuhan dalam

kehidupannya. Manusia memiliki tujuan dan kebutuhan pribadi yang perlu dipenuhi

untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Kebutuhan jasmani di

antaranya adalah sandang, pangan dan papan, sedangkan kebutuhan rohani antara

lain religi, seni. Kebutuhan seni tidak dapat dilepaskan dari seluruh kebutuhan

manusia karena seni itu melekat pada diri setiap manusia meskipun berbeda-beda

kadarnya. Seni menjadi salah satu kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan rohani dan

menjadi penyeimbangan dari kebutuhan jasmani manusia. Seni melekat hampir

pada seluruh aspek kehidupan manusia, baik di lingkungan keluarga, masyarakat

maupun sekolah. Orang tidak dapat melepaskan diri dari seni seperti seni rupa, seni

musik, seni sastra dan lainnya yang telah menyatu dalam kehidupan sehari-hari

(Bastomi, 1992 : 1).

Banyak media yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan

akan keindahan, salah satunya adalah seni rupa. Menurut Kartika (2004:34-35) seni

rupa ditinjau dari segi fungsinya, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu seni murni

(fine art) dan seni terapan (applied art). Seni murni adalah seni yang memiliki

keindahan dan tidak terikat oleh fungsi praktis, sedangkan seni terapan adalah seni

yang memiliki keindahan dan mempunyai fungsi praktis untuk memenuhi

1
2

kebutuhan hidup sehari-hari. Seni rupa ditinjau dari bentuknya dibagi menjadi dua,

yaitu seni rupa dua dimensi (dwimatra) dan seni rupa tiga dimensi (trimatra).

Sedangkan seni rupa ditinjau dari jenisnya antara lain seni lukis, seni patung, seni

kriya, seni grafis.

Seni adalah suatu bentuk ekspresi seniman yang kreatif, emosional dan

individual. Salah satu sifat seni yakni kreatif, maka seni sebagai kegiatan manusia

sering melahirkan kreasi-kreasi baru, dan mengikuti nilai yang berkembang di

masyarakat. Seni juga merupakan hal yang menjadikan dunia terasa indah. Karena

seni itu sendiri merupakan ekspresi yang muncul dari dalam diri seniman, yang

dituangkan dalam berbagai macam bentuk, salah satunya adalah seni lukis.

Seni lukis merupakan cabang dari karya seni rupa yang paling populer

dibandingkan dengan cabang karya seni rupa yang lainnya, seperti seni patung, seni

kriya, seni grafis. Terbukti dengan banyaknya pameran seni lukis yang

terselenggara di berbagai daerah. Selain itu, seni lukis adalah salah satu karya seni

rupa yang memerlukan material paling sederhana untuk menuangkan ekspresi dari

ide para seniman menjadi sebuah karya seni, di antaranya kertas atau kanvas, kuas,

dan cat untuk menciptakan sebuah karya lukis.

Karya seni dapat dikatakan sebagai cermin pengalaman, kepribadian dan

perasaan. Seni terjadi karena proses seseorang yang dipengaruhi pengalaman hidup,

pengetahuan yang mempengaruhi lahirnya karya seni, pengalaman masa lalunya

dapat divisualkan ke dalam karya seni.

Seorang seniman berusaha mengungkapkan ide atau gagasannya pada karya

seni yang diciptakan. Karya seni sendiri erat hubungannya dengan nilai rasa yang
3

terkandung dalam kejiwaan seniman. Jadi dapat dikatakan bahwa karya seni

merupakan refleksi batin seorang seniman. Dengan berkarya seni seorang seniman

memperoleh suatu kenikmatan dalam melakukan refleksi terhadap stimulus yang

diterimanya (Sudarmaji, 1979 : 23).

Agus Sudarto bukanlah nama yang asing dalam dunia seni rupa Indonesia,

khususnya di wilayah Senarang. Pengalaman-pengalamanya dalam bidang seni

rupa baik di dalam negeri maupun di luar negeri sudah tidak diragukan lagi. Setelah

berkiprah di dalam dunia seni rupa sejak tahun 60an saat di Akademi Seni Rupa

Indonesia (ASRI) hingga sekarang, Agus Sudarto dikenal sebagai seorang yang

rendah hati dan mudah bergaul dengan orang lain, selain dikenal sebagai pelukis

yang teguh dan berkarakter. Ciri khas yang kental dari karya seni lukis Agus

Sudarto adalah tema-tema lukisannya yang bercerita tentang kesenian tradisinonal

Nusantara. Pada penelitian kali ini, peneliti mengkaji mengenai proses penciptaan

dan nilai estetis lukisan karya Agus Sudarto dari tahun 2003 sampai 2016. Alasan

tersebut dipertimbangkan atas dimulainya profesi seniman Agus Sudarto di tahun

2003 dari sebelumnya bekerja di PT.Masscom Graphy.

Banyak orang berpendapat melukis figur manusia hanya semata

memindahkan subjek manusia ke dalam media lukis, kemudian diikuti meniru

warna-warna yang ada pada banyak subjek yang dilukis. Bahkan ada yang

berpendapat melukis manusia tak ubahnya seseorang mempergunakan kamera

kemudian memotret bagian pada tubuh manusia sebagai obyek foto. Namun

berbeda dengan Agus Sudarto, dalam membuat lukisan yang menonjolkan figur

manusia sebagai subjek utama lukisan, figur-figur manusia dibuat dengan


4

komposisi, gestur dan mimik yang menarik hasil dari kreativitas Agus Sudarto

sendiri. Tentu sebelum melukis, Agus Sudarto mempelajari filosofi mengenai tema

yang akan dilukisnya, baik dengan observasi langsung maupun mencari referensi

dari majalah, katalog, buku, dan internet. Agus Sudarto melukis dengan melihat

acuan contoh gambar yang menjadi subyek lukisannya, namun pada setiap lukisan

Agus Sudarto, beliau mengkomposisikan setiap subjeknya menjadi irama yang

beliau kreasikan sendiri menjadi sebuah lukisan yang dinamis dan menarik, hasil

dari kreasi penciptaan gestur dan mimik yang baik. Pada proses bagian pembuatan

wajah subjek penari wanita, Agus Sudarto menciptakannya tanpa mengacu pada

referensi foto, namun berdasarkan kemampuannya dalam melukis wajah penari

wanita tanpa menyontoh, yaitu paras yang mirip dengan anak perempuannya,

Manggarwangi. Karena dalam melukis Agus Sudarto terinspirasi untuk selalu

menghadirkan wajah anak perempuannya ke dalam karya seni lukisnya. Hal

tersebut, diawali pada karya lukis yang dibuat tahun 2003 yang berjudul

“Manggarwangi”. Karya tersebut merupakan pembuktian dari kualitas karya Agus

Sudarto saat beralih profesi menjadi seniman profesional, setelah sebelumnya

selama 25 tahun bekerja di PT. Masscom Graphy.

Meskipun banyak seniman yang melukis potrait, lukisan Agus Sudarto

berbeda dengan lukisan-lukisan potrait lainnya, bukan hanya sekedar menyontek.

Namun Agus Sudarto sangat mahir dalam mengkonstruksi visual, cara mengatur

komposisi subjek, kesan cahaya yang mampu diciptakannya dan membentuk kesan

bidang tiga dimensi serta nilai lukisan yang memiliki rasa. Karakteristik sebuah

lukisan tetap tidak dihilangkan, bukan hanya semata-mata foto yang dipindahkan
5

pada kanvas saja, akan tetapi dengan ekspresi yang hidup, gestur dan gelap terang

yang baik Agus Sudarto mampu menciptakan lukisan yang memiliki daya pukau.

Agus Sudarto merupakan salah seorang seniman besar di Semarang yang

sudah terbukti produktifitas melukisnya sampai sekarang. Namun tidak banyak

masyarakat awam atau umum tahu, karena esksistensinya tidak banyak

dipublikasikan melalui media sosial elektronik yang menjadi sumber informasi

utama bagi banyak orang saat ini. Baginya pengakuan sukses dari keluarganyalah

yang menjadi prioritas dalam hidup.

Hal di atas merupakan alasan ketertarikan untuk meneliti karya lukisan

Agus Sudarto untuk mengetahui karya seni lukis Agus Sudarto dari proses

penciptaan dan nilai estetis lukisan Agus Sudarto.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan-

permasalahan sebagau berikut.

1.2.1. Bagaimana proses penciptaan seni lukis yang dilakukan oleh Agus

Sudarto?

1.2.2. Bagaimana nilai estetis seni lukis karya Agus Sudarto?

1.3.Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1. Ingin mendeskripsikan dan menjelaskan proses penciptaan seni lukis

karya Agus Sudarto.

1.3.2. Ingin mendeskripsikan dan menjelaskan nilai estetis seni lukis karya

Agus Sudarto.
6

1.4.Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1. Bagi peneliti, dapat memberi pengalaman pengetahuan bidang penelitian

dan penulisan, serta memahami konsep dan proses berkarya Agus

Sudarto.

1.4.2. Bagi lembaga/ institusi, hasil penelitian seni lukis karya Agus Sudarto

diharapkan dapat menambah literatur kepustakaan di bidang karya seni

lukis.

1.4.3. Bagi masyarakat luas, diharapkan dapat memberi wawasan tentang seni

rupa di Indonesia khususnya seni lukis karya Agus Sudarto.


7

BAB 2

LANDASAN TEORETIS

2.1. Pengertian Seni Rupa

Menurut Rondhi (2014) definisi seni terus berubah seiring dengan perkembangan

zaman, seni memiliki esensi yang berbeda dengan bidang yang lain, maka dari itu

seni tidak mudah didefinisikan. Seni adalah sebuah kata yang berarti kecil, halus,

rumit, sopan (sastra melayu kuno), indah. Seni merupakan suatu konsep yang

artinya sama dengan “art” yang dalam bahasa latin disebut “ars” serta dalam bahasa

Yunani disebut “techne” atau “technelogos” yang berarti keahlian teknologi

membuat sesuatu. Seni tidak selalu identik dengan keindahan, namun sebagian

besar karya seni diciptakan memiliki nilai keindahan karena dalam penciptaannya

manusia melalukannya dengan perasaan senang, dan senang itu indah. Seni sebagai

ekspresi mampu mengungkapkan gagasan yang bersifat psikologis dan personal.

Setiap orang butuh atau ingin mengekspresikan gagasannya karena keinginan yang

tidak diungkapkan akan menjadi tekanan psikis, manusia yang sehat bisa

mengeluarkan gagasan atau keinginannya.

Soedarso (dalam Susanto, 2011 : 354) berpendapat bahwa seni adalah karya

manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman batinnya, pengalaman

batin tersebut disajikan secara indah atau menarik sehingga merangsang timbulnya

pengalaman batin pula pada manusia lain yang menghayatinya. Kelahirannya tidak

didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan pokok, melainkan merupakan usaha

melengkapi dan menyempurnakan dengan kemanusiaannya memenuhi kebutuhan

7
8

yang sifatnya spiritual. Dalam Ensiklopedia Indonesia (1991) seni merupakan

penjelmaan indah yang terkandung dalam jiwa orang, dilahirkan dengan perantara

alat-alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera

pendengaran, gerak dan penglihatan.

Seni memiliki berbagai jenis di antaranya adalah seni rupa, seni musik, seni

tari, seni drama, seni teater, seni sastra. Dari beberapa jenis tersbut, seni rupa

merupakan salah satu kesenian yang mengacu pada bentuk visual atau sering

disebut bentuk perupaan, yang merupakan susunan atau komposisi dari unsur-unsur

rupa dengan menggunakan prinsip-prinsip komposisi.

Menurut Rondhi (2002: 13-14) karya seni rupa dapat dibagi menjadi dua

yaitu karya seni rupa dua dimensi dan karya seni rupa tiga dimensi. Karya seni rupa

dua dimensi adalah karya seni rupa yang hanya memiliki ukuran panjang dan lebar

atau karya yang hanya bisa dilihat dari satu arah pandang. Contoh karya seni rupa

dua dimensi yaitu: seni lukis, seni ilustrasi, seni grafis, poster, kolase dan berbagai

karya seni lannya. Karya seni rupa tiga dimensi adalah karya seni rupa mempunyai

volume dan menempati suatu ruang. Contoh karya seni rupa tiga dimensi yaitu: seni

patung, arsitektur, dan berbagai desain produk. Unsur ruang dalam karya tiga

dimensi lebih nyata dibanding dengan bentuk dan ruang dalam seni rupa dua

dimensi yang sering bersifat ilusif atau semu.

Karya seni tidak dapat lepas dari seniman. Seniman adalah manusia yang

mengalami proses kreatif, proses imajinasi, proses interaksi antara persepsi memori

dan persepsi luar. Primadi (dalam Santo, 2012 : 91) berpendapat bahwa seniman

didefinisikan sebagai nama profesi seseorang dalam melakukan kegiatan


9

penciptaan karya seni di bidang seni murni. Adapun menurut Munandar (1987 : 50),

secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang

mencerminkan kelancaran, keluwesan/ fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir

serta kemampuan untuk mengelaborasi/ mengembangkan dan memperkaya suatu

ide gagasan.

Wickelmann (dalam Santo, 2012 : 79) berpendapat bahwa kaidah hukum

dan tujuan dari hal-hal yang berkaitan dengan seni adalah keindahan. Selanjutnya,

dia membagi keindahan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut : (1) keindahan

bentuk, (2) keindahan gagasan/ konsep berkarya dan (3) keindahan ekspresi.

Adapun pengertian seni dan keindahan adalah sebagai berikut : (1) seni adalah hal

yang menyangkut hasil karya/ benda artefak seni, (2) keindahan adalah hal yang

menyangkut nilai/ value dari karya seni/ artefak seni.

Sedangkan menurut Santo (2012 : 77) bidang seni rupa memiliki lingkup

yang beragam. Esensi pengertian seni rupa memiliki tolok ukur makna yang

berbeda, tetapi tetap cenderung menitikberatkan pada kaidah estetika berdasarkan

filosofi berbeda sesuai periode perkembangan sejarah seni rupa. Dengan latar

belakang filosofi maupun gagasan para senimannya, karya seni ini bisa bersifat

kolektif sebagai seni rakyat, bisa juga bersifat pribadi sebagai hasil karya seniman.

Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya dengan media yang

bisa ditangkap dengan mata dan juga dengan indera perabaan. Kesan ini diciptakan

dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur dan

pencahayaan dengan acuan estetika (Wikipedia). Sependapat dengan Mia (2016 :


10

10) seni rupa adalah cabang seni yang mengutamakan ekspresi ide atau konsep sang

seniman menjadi bentuk yang menstimulasi indera penglihatan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seni rupa menekankan pada

hasil yang bersifat artistik. Seni diciptakan melalui proses keragaman karya seni

berdasarkan filosofi, sejarah, religi, perilaku manusia dalam budaya dan gagasan

senimannya melalui teknik dari kegiatan kerja kreatif para senimannya yang

menunjukkan karakter lingkup seni yang berbeda sesuai aktivitas masyarakatnya.

2.2. Konsep Seni Lukis

2.2.1. Pengertian Seni Lukis

Menurut Rondhi (2002: 18), seni lukis adalah seni rupa murni yang berfungsi untuk

menyampaiakan pesan artistik kepada orang lain. Bahan dan alat pada kegiatan

melukis dapat menggunakan apa saja, tidak harus kuat atau yang berharga mahal.

Dalam kegiatan melukis, persyaratan utama yang penting adalah seluruh gagasan

pelukisnya dapat tersalurkan.

Sedangkan Susanto (2012: 71) berpendapat bahwa seni lukis sebagai bahasa

ungkapan dari pengalaman artistik maupun ideologis yang menggunakan warna dan

garis untuk mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak, ilusi

maupun ilustrasi dari kondisi subjektif seseorang. Karya seni lukis dibuat dalam

bentuk dan warna yang penuh dengan kepekaan rasa dan sensasi. Oleh karena itu,

meskipun dua orang pelukis melukis sebuah objek yang sama, mereka tidak akan

menempuh cara dan tanggapan sama, mereka mempunyai gambaran masing-

masing, sehingga hasil karya keduanya sama sekali akan berbeda. Salah satu hal
11

yang menentukan bagi seorang seniman adalah kapan sebuah karya seni lukis akan

selesai.

Lebih lanjut Santo (2012 : 93) mengemukakan bahwa seni lukis merupakan

suatu ungkapan pengalaman estetis pelukis yang dituangkan dan diwujudkan

melalui beragam bahan, antara lain : kanvas, kayu maupun kertas. Ini dilakukan

dengan memadu unsur rupa. Yang ditampilkan melalui rupa/ visual dengan

menggunakan berbagai bahan dan teknik, seperti cat minyak, cat akrilik, cat air,

pensil maupun charcoal, gouache dan lain-lain. Karya lukis dapat disajikan dengan

berbagai ukuran maupun bentuk bidang sesuai keinginan pelukisnya.

Soedarso (1990 : 11) mendefinisikan seni lukis adalah suatu pengucapan

pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensional dengan

menggunakan garis dan warna. B.S. Myers, Rinehart dan Winston (dalam Susanto,

2012:241) berpendapat, seni lukis merupakan tebaran pigmen atau warna cair pada

permukaan bidang datar (kanvas, panel, dinding, kertas) untuk menghasilkan

sensasi atau ilusi keruangan, gerakan, tekstur, bentuk sama baiknya dengan tekanan

yang dihasilkan kombinasi unsur-unsur tersebut, tentu saja hal itu dapat dimengerti,

bahwa melalui alat teknis tersebut dapat mengekspresikan emosi, ekspresi, simbol,

keragaman dan nilai-nilai lain yang bersifat subjektif.

Sedangkan melukis didefinisikan Sahman (1993 : 55-57) adalah kegiatan

membubuhkan cat, baik kental maupun cair di atas permukaan yang datar, yang

ketebalannya tidak diperhitungkan, sehingga lukisan itu sering dilihat sebagai karya

dua dimensi. Berbagai kesan/ konfigurasi yang diperoleh dari pembubuhan cat itu

diharapkan dapat mengekspresikan berbagai makna atau nilai subyektif.


12

Dengan demikian, maka seorang pelukis hanya dapat menggambarkan ruang

secara semu, tidak dapat menyusun ruang yang memiliki ukuran panjang, lebar dan

tinggi/ tebal. Karena garis yang menunjukkan kedalamanpun hanya bisa

tergambarkan di atas bidang datar. Bisa disimpulkan, seni lukis adalah sebuah karya

seni rupa dua dimensi dengan rmedia kertas, kanvas atau bidang dua dimensi

lainnya dan cat baik cat akrilik, minyak, cat air, tinta dan sejenisnya.

Seni lukis juga dapat dikatakan sebagai salah satu media dalam menuangkan

ekspresi dari seniman dalam bentuk karya seni rupa dua dimensi yang memiliki

maksud atau pesan tertentu, atau sekedar ingin menyampaikan apa yang sedang

dilihat kemudian ditransformasikan ke dalam kertas atau kanvas.

2.2.2. Fungsi Seni Lukis

Rondhi (2002: 15) menjelaskan bahwa fungsi karya lukis terbagi menjadi tiga

macam, yaitu: fungsi personal, fungsi sosial dan fungsi fisik.

2.2.2.1. Fungsi personal, secara personal seorang memiliki persepsi yang

kemungkinan berbeda dengan orang lain terhadap objek yang sama. Sebagai alat

untuk mengekspresikan pengalaman personal, seni bukan berarti hanya berisi

perasaan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi senimannya tetapi juga

mengandung hal-hal atau perasaan yang berkaitan dengan kehidupan orang banyak.

Persoalan tersebut dilihat dengan kacamata personal yang kemudian diungkapkan

atau diekspresikan menjadi karya seni, sehingga ekspresi personal seniman

menghasilkan simbol-simbol personal yang digunakan sebagai ekspresi perasaan

dan pandanganya.
13

2.2.2.2. Fungsi sosial dalam karya lukis merupakan sebuah tanggungjawab artistik

seniman kepada kelompoknya. Dalam fungsi sosial seni biasanya ditandai dengan,

yaitu : (1) cenderung dicari dan digunakan untuk mempengaruhi perilaku publik

atau kelompok manusia, (2) diciptakan untuk dilihat dan digunakan terutama dalam

situasi publik , dan (3) mengekspresikan atau mendiskripsikan aspek sosial yang

merupakan kebalikan dari aspek atau pengalaman individual.

2.2.2.3. Fungsi fisik adalah kegunaan karya lukis untuk hal-hal yang bersifat

praktis. Fungsi fisik berarti fungsi bentuk karya seni sedangkan fungsi non fisik

berarti fungsi ekspresinya.

Sedangkan Mulyadi (dalam Kartika, 2017:30) berpendapat fungsi karya seni

merupakan semacam jalan keluar berupa ekspresi personal seniman, menunjukkan

pandangan dalam menanggapi sesuatu yang dihadapi, begitu pula karya seni lukis.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa di balik itu semua seniman mengharapkan

adanya sesuatu dari masyarakat penghayatnya, apakah masyarakat akan

menerimanya dengan rasa kagum dan menghargainya atau tidak. Sebagai

konsekuensinya karya seni yang mereka susun atau ciptakan merupakan respon

sosial dengan dorongan personal, sekaligus mempunyai fungsi sosial.

Dalam tinjauan Chapman (dalam Suhartono, 2007 : 20) menyebut bahwa

fungsi seni lukis dibagi menjadi fungsi pribadi, kemasyarakatan, fisik (praktis),

keagamaan, pendidikan dan ekonomi.

Sedang Feldman menyebut tiga fungsi, yaitu : the personal function

(kepentingan ideologis dan politik serta kemasyarakatan) dan the phsyical function

(seni dibebankan pada kegiatan fisik, seperti seni bangunan, interior, seni publik,
14

kerajinan dan industri). Sedangkan Huisman memberi satu tambahan lagi bahwa

seni memiliki fungsi untuk seni itu sendiri.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi seni lukis

adalah salah satu media mengekspresikan gagasan dalam bentuk lukisan dengan

kepentingan tersendiri yang terkandung di dalamnya, baik itu kepentingan personal,

sosial, fisik, religi, pendidikan maupun ekonomi.

2.3. Gaya atau Corak Seni Lukis

Gaya atau corak merupakan hal yang berhubungan dengan bentuk luar atau fisik

suatu karya seni (Susanto, 2012 :150). Menurut Chapman (dalam Suhartono, 2007

: 21) gaya adalah a family resemblance among work by virtue of their cammon

features seperti ekspresif, formalistik, fantastis dan lain-lain. Sedang Soedarso S.P,

menyiratkan gaya, langgam, atau style berurutan dengan bentuk luar (fisik) karya

seni, sedang aliran, faham isme lebih menyangkut pandangan atau prinsip yang

lebih dalam sifatnya (ideologis), seperti dekoratif adalah gaya, sedang

ekspresionisme adalah aliran (Susanto dalam Suhartono, 2007:21).

Aliran seni lukis merupakan faham atau isme yang lebih menyangkut

pandangan atau prinsip yang lebih dalam sifatnya dari suatu karya seni rupa dan

aliran tidak hanya ditentukan oleh bentuk fisik (visual) karya seni. Aliran lebih

terkait pada faham, haluan, pendapat yang bersifat politis-ideologis, termasuk

mempersoalkan pandangan hidup (Susanto, 2012:16). Dalam seni lukis, terdapat

beraneka macam corak atau gaya, yang merupakan satu bentuk yang memiliki

karakteristik atau ciri tersendiri, yang telah disepakati dan dideklarasikan pada

zaman tersebut, atas bentuk tertentu dan menjadi nama tertentu. Ada yang selaras
15

dan saling meneruskan, atau menentang aliran sebelumnya. Corak dalam seni lukis

di antaranya : realistis, romantis, impresionistis, ekspresionistis, kubistis dan lain

sebagainya. Dalam hal ini, lukisan karya Agus Sudarto cenderung masuk dalam

kategori corak realistis romantis, karena ciri-ciri lukisan Agus Sudarto yang

diciptakan dengan bentuk yang realistis dan menggunakan prinsip chiaroscuro.

Lukisan yang bercorak realistis romantis adalah lukisan dengan penciptaan bentuk

yang dibuat dengan akurasi tepat, tanpa ilusi, tanpa menambah atau mengurangi

objek, suasana batin pelukisnya mewujudkan dalam berbagai bentuk yang berbeda.

Tokohnya adalah Theodore R Gericault (1791-1824), Rembrandt, sedangkan

pelukis realistis romantis yang terkenal di Indonesia adalah Dullah. Dullah dikenal

sebagai pelukis istana selama 10 tahun sejak awal 1950an, dengan tugas merestorasi

lukisan dan menjadi bagian dalam penyusunan buku koleksi lukisan Presiden

Soekarno. Salah satu lukisan Dullah berjudul “Gadis Bali”.

Gambar 2.1. Lukisan Karya Dullah (sumber : google)

Lukisan karya Dullah diciptakan dengan pembentukan yang realistis, subjek

lukisan diciptakan sama seperti aslinya, tanpa menambah atau mengurangi bagian-

bagiannya. Kesan cahaya atau gelap terang dibuat dengan kesat memusat sehingga
16

menciptakan kesan dramatis pada lukisannya dan mengesankan setting lukisan

seolah-olah berada pada suatu ruangan tertentu. Teknik melukis Dullah hampir

sama dengan teknik melukis yang Agus Sudarto ciptakan.

2.4. Media Berkarya Seni Lukis

Penerapan media bagi para pelukis memiliki kekuatan sesuai dengan kepentingan

dan target yang dikehendaki. Seniman untuk mewujudkan suatu ide atau gagasan

yang masih dalam pikiran menjadi karya, maka seniman memerlukan media. Media

merupakan unsur yang terdiri dari bahan, alat dan teknik. Media merupakan salah

satu komponen penting dalam terwujudnya sebuah karya seni. Media adalah

penghubung penuangan ide ke dalam suatu bentuk karya seni.

2.4.1. Bahan dalam Seni Lukis

Bahan berkarya seni lukis adalah material habis pakai yang digunakan untuk

mewujudkan karya seni lukis. Bahan dalam berkarya seni lukis ada yang berfungsi

sebagai bahan utama dan ada pula sebagai bahan penunjang. Contohnya seperti

kanvas dan cat sebagai bahan utamanya, kayu digunakan sebagai bahan bingkai

(spanram) untuk menempatkan kanvas dan paku untuk mengaitkan kanvas pada

permukaan kayu bingkai tersebut.

Bahan pewarna untuk berkarya seni lukis dapat dikategorikan menjadi bahan

alami dan bahan sintetis. Bahan baku alami adalah material yang bahan dasarnya

berasal dari alam, seperti warna hijau dari daun, kuning dari kunyit, sedangkan

bahan baku sintesis adalah bahan-bahan yang telah diolah melalui proses pabriksasi

atau industri tertentu, contohnya adalah pewarna pigmen seperti cat air, cat akrilik,

cat minyak, tinta cina.


17

2.4.2. Alat dalam Seni Lukis

Alat berkarya seni lukis adalah benda yang digunakan untuk mewujudkan karya

seni lukis dan dapat digunakan berulang-ulang karena bukan benda habis pakai.

Alat untuk berkarya seni lukis sangat banyak jenis dan ragamnya, seperti kuas,

palet, pisau palet, threepod.

2.4.3. Teknik dalam Seni Lukis

Teknik adalah keterampilan teknis menggunakan alat dan mengolah bahan untuk

mewujudkan objek pada bidang lukisan. Penguasaan teknik dalam seni lukis akan

membawa kemungkinan pada pengembangan gagasan serta pengolahan komposisi,

sehingga pengolahan dapat dilakukan menjadi bahan ekspresi dalam berkarya.

Menurut Tjomme de Vries (dalam Sahman, 1993:72-73), dalam bukunya

Tekenen en Schilderen, menyebutkan teknik-teknik melukis di antaranya sebagai

berikut : (1) Aquarellen, yang digambarkannya sebagai melukis dengan

menggunakan cat air (yang transparan), sehingga lapisan cat yang ada di bawahnya

(yang disapukan sebelumnya), atau kertasnya masih tampak. Warna putih yang ada

di dalam tube tidak digunakan, sebagai gantinya digunakan warna putih kertas, (2)

Gouache, Plakkaat Vert en Vervant material, pada teknik gouche dan plakat, yang

digunakan adalah cat buram (opage), dalam arti cat ini harus digunakan dalam

keadaan kental (jauh lebih kental daripada akuarel), karena bersifat menutup kertas

atau dasaran lain, maka cat berwarna putih mampu menutup warna lain, (3)

Schilderen met Oliverf : media ini juga disebut olivert/ oil colour. R. Mayer, yang

disebut oil colour adalah pigmennya dicampur linseed oil (minyak yang dibuat dari

biji tumbuhan sejenis rami), jika cat akuarel, gouache dan plakat diencerkan dengan
18

air, maka cat minyak diencerkan dengan minyak pengencer dari linseed oil. Cat

minyak bisa digunakan dua cara, yaitu tebal – tebal atau tipis – tipis sesuai kehendak

pelukis, (4) Multimedia, pengertian multimedia ini merupakan sarana pelukis untuk

mengejar pencapaian ide, ada proses yang melibatkan media campuran dari

berbagai pewarna yang diyakini mampu mendistribusi subject matter, ada pensil,

cat air, cat minyak hingga teknik graffito, kolase dan mixmedia.

2.5. Proses Penciptaan Karya Seni Lukis

Tujuan penciptaan seni memang bermacam-macam, antara lain hanya untuk

mempresentasikan keindahan semata, ada yang merupakan curahan perasaan haru

dan tak kurang pula terdorong oleh keinginan untuk mencukupi kehidupan. Proses

penciptaan suatu karya seni adalah tahapan yang berkesinambungan dengan adanya

pengaruh dari lingkungan, sehingga karya seni dapat diciptakan oleh seniman.

Penciptaan karya seni lukis dilakukan melalui proses secara bertahap.

Menurut Chapman (dalam Sahman, 1993:119) proses mencipta itu terdiri dari tiga

tahapan antara lain : (1) tahapan awal, (2) tahapan menyempurnakan,

mengembangkan dan memantapkan gagasan awal dan (3) tahapan visualisasi ke

dalam medium. Berikut ini adalah penjelasannya :

2.5.1. Tahapan Awal

Tahapan awal ini berupa upaya penemuan gagasan atau mencari sumber gagasan.

Dalam tahapan ini juga dapat dikatakan sebagai tahapan mencari inspirasi atau

ilham yang terdapat pada lingkungan alam. Mencari inspirasi adalah upaya seniman

untuk mendapatkan ide-ide baru. Dorongan yang kuat diperlukan oleh seniman

dalam mencipta karya seni.


19

2.5.2. Tahapan Penyempurnaan, Pengembangan dan Pemantapan Gagasan

Awal

Dalam tahap menyempurnakan ini artinya mengembangkan menjadi gambaran

pravisual yang nantinya dimungkinkan untuk diberi bentuk atau wujud nyata. Jadi

gagasan yang muncul pada tahapan awal, pada tahapan ini masih harus diperbaiki

menjadi gagasan yang sempurna, sehingga nantinya pada proses pembentukan

sebuah karya seni dapat dengan mudah divisualisasikan yang berupa rancangan

desain.

2.5.3. Tahapan Visualisasi ke dalam Medium

Di dalam proses mencipta, medium memang harus digunakan jika ingin

menuntaskan sampai pada tahapan akhir. Medium ini sendiri berperan sebagai

sarana bagi seniman untuk mengekspresikan gagasannya. Seniman dalam

mewujudkan sebuah karya seni dari tahapan awal sampai tahapan visualisasi

seniman lebih berperan aktif dan kreatif dalam mencari inspirasi, penyempurnaan

gagasan dan sampai visualisasi ke dalam medium. Penuangan konsep atau bentuk

desain ke dalam medium mempermudah seniman dalam membuat dan

menghasilkan sebuah karya seni. Pemilihan medium juga harus diperhatikan

dengan baik karena medium sangat berpengaruh dalam proses penciptaan.

2.6. Estetika dalam Karya Seni Lukis

2.6.1. Pengertian Estetika

Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani yaitu aisthetikos atau aisthanomai yang

berarti mengamati dengan indera (Lexicon Webster Dict, dalam Suhartono, 2007 :

32). Menurut Kuypers (dalam Bastomi 126 : 2012), estetika dikutip dari bahasa
20

Yunani “aeisthesis” yang berarti penginderaan atau pengamatan. Lebih lanjut

Liang Gie (1976) menjelaskan bahwa kata estetik dipandang berurusan dengan

yang dapat diindera atau pengamatan inderawi, dengan lain kata berarti

penginderaan atau pencerapan indera. Nilai estetik sendiri dapat diartikan sebagai

kekuatan suatu benda untuk memuaskan keinginan manusia atau sifat suatu benda

yang merangsang keterkaitan seseorang atau sekelompok orang. Nilai tersebut

merupakan nilai-nilai yang amat manusiawi dan tersusun dalam tiga kategori, yaitu

(1) agung dan elok, (2) komis dan tragis, serta (3) indah dan jelek (Triyanto, 2014).

Kemudian filsuf Itali, Benedetto Croce merumuskan keindahan sebagai the

successfull expression of an intuition, yaitu pengungkap yang berhasil dari suatu

intuisi. Sedangkan Immanuel Kant, filsuf Jerman mendefinisikan keindahan

sebagai sesuatu yang menyenangkan tidak melalui kesan ataupun konsep,

melainkan dengan kemestian yang subyektif dalam suatu cara yang seketika

(Susanto dalam Suhartono, 2007 : 17).

Dilihat dari segi keindahan Triyanto (2014) menjelaskan bahwa seni secara

sederhana didefinisikan sebagai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang

menyenangkan dan bentuk-bentuk tersebut dapat memberikan kepuasan rasa indah.

Sehingga dapat dikatakan bahwa seni merupakan unsur kebudayaan yang berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan manusia atau masyarakat terhadap nilai-nilai

keindahan. Secara umum orang beranggapan bahwa seni identik dengan keindahan,

baik itu dari segi gagasan atau dari segi bentuknya. Salah satu seni yang cara

menikmatinya menggunakan indera penglihatan yaitu seni rupa. Seni rupa


21

merupakan seni yang menggunakan garis, bidang, bentuk, ruang, warna, dan tekstur

dalam menggungkapkan gagasan atau perasaannya.

Ada dua teori keindahan, yaitu yang bersifat subyektif dan objektif.

Keindahan subyektif adalah keindahan yang ada pada mata yang memandang.

Keindahan objektif adalah menempatkan keindahan pada benda yang dilihat

(Kartika, 2007 : 7). Lebih lanjut Kartika (2007 : 8), menyatakan bahwa estetika

dibagi menjadi dua bagian yang menguraikan dan melukiskan fenomena-fenomena

pengalaman keindahan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa estetika merupakan ilmu

pengetahuan yang mempelajari hal-hal yang bisa ditangkap dengan panca indera

serta ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang struktur dan nilai keindahan

benda dengan menempatkan keindahan sebagai sasaran utamanya. Pada umumnya

estetika diterima sebagai cabang filsafat, yang cenderung berbicara tentang filsafat

keindahan, oleh karena itu estetika mempelajari tentang garis besar karya seni.

2.6.2. Nilai Estetis dalam Karya Seni Lukis

Wujud dalam bahasa sehari-hari lazim kita pakai kata “rupa”, dalam konteks seni

lukis (visual) merupakan bentuk yang tidak lepas dari unsur titik, jenis, warna dan

bidang, meskipun dalam pengamatan masih banyak dihadapkan berbagai hal

tentang konsep dan subjek matter, oleh karena itu, mencermati cita rasa keindahan

memerlukan basis aktivitas artistik (estetik elementer seperti gambaran tingkatan di

bawah ini, lihat bagan 2.1).

Pertama, pengamatan terhadap kualitas material, warna, suara, sikap dan

banyak lagi dengan jenis seni serta reaksi fisik yang lain. Kedua, penyusunan dan
22

pengorganisasian hasil pengamatan pengorganisasian tersebut merupakan

konfigurasi dari struktur bentuk-bentuk yang menyenangkan, dengan pertimbangan

harmoni, keseimbangan, kesatuan yang selaras atau merupakan kesatuan yang utuh.

Ketiga, susunan hasil persepsi (pengamatan), proses pengamatan ini dihubungkan

dengan perasaan atau emosi, yang merupakan hasil interaksi antara persepsi

memori dengan persepsi visual.

PENGORGANISASIAN
PENGAMATAN RIEL
PERTIMBANGAN
(Unsur Visual)
(Unsur Estetik)

EMOSI KARYA SENI

Bagan 2.1. Diagram pola Prawira (dalam Sugiarty, 2004)

Pada setiap karya seni terdapat nilai estetis yang terkandung di dalamnya.

Gie dalam Rondhi (2002 : 12) menjelaskan bahwa, nilai estetis dalam karya seni

merupakan satu kesatuan antara persepsi pengamat dengan karya seni, sehingga

dalam mengungkapkan nilai estetis dibutuhkan penalaran perasaan dan teoritis

keilmuan dalam menangkap makna yang terkandung dalam karya seni. Suhartono

dalam Sahman (2007 : 18) menjelaskan bahwa peran keindahan jika dilihat sebagai

filsafat memperlihatkan adanya dimensi rukhaniyah, tanda dan simbol. Dengan

demikian, estetika bisa dikelompokkan menjadi beberapa aliran utama, yaitu : (1)

estetika filosofis, transendental menempatkan kesadaran akan keindahan cita rasa

sebagai fokus telaah, atau dengan kata lain nilai estetis suatu lukisan bisa dilihat

dari segi ekspresi atau isinya. (2) Estetika formalistis yang menelaah aspek
23

lahiriyah karya seni sebagai objek estetis hingga perbincangan filsafat seni yang

sedang menggejala di era global, yaitu filsafat ilmu pengetahuan seni. Di sini

efektivitas penataan bahan dengan maksud membabarkan substansi rukhaniah,

dijadikan tolok ukur dalam menentukan kualitas karya seni, dengan kata lain sifat

atau nilai estetis dalam karya seni lukis dapat dilihat dari segi komposisi, yaitu nilai

estetis yang dilihat berdasarkan bentuknya. Secara Etimologis formalisme berasal

dari kata forma (latin), yang berarti bentuk atau wujud, teori formalistis ini

bertujuan untuk mengetahui keterpaduan unsur yang terdapat dalam karya lukis

(Saleh, 2014 : 148).

Triyanto (2014 : 16-19) berpendapat bahwa nilai dalam karya seni lukis

sendiri dikategorikan dalam dua jenis nilai, yaitu nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik.

Kata instrinsik artinya adalah yang terkandung di dalamnya (Depdikbud dalam

Triyanto, 2014 : 16). Nilai intrinsik adalah kualitas atau sifat yang memiliki harga

tertentu itu terletak pada bentuk fisiknya. Dengan kata lain nilai intrinsik karya seni

adalah nilai pembentukan fisik dari suatu karya, yaitu kualitas atau sifat dari

pembentukan fisik itu yang menimbulkan rasa atau kesan indah. Dalam karya seni

lukis, nilai instrinsik terletak pada struktur dan bentuknya. Struktur yang dimaksud

adalah susunan atas serangkaian unsur-unsur rupa (visual) yang terdapat di

dalamnya. Sedangkan nilai ekstrinsik dalam karya seni adalah kualitas atau harga

yang berada di luar atau di balik suatu perwujudan fisik. Kualitas atau harga ini

merupakan sesuatu yang tidak konkret yakni berupa pengertian, makna, pesan dan

ajaran atau informasi lainnya yang berharga. Dapat disebut dengan nilai simbolis.
24

Artinya dalam karya seni terdapat simbol yang memiliki makna, pesan atau harapan

di luar bentuk fisiknya.

Selanjutnya Kartika dan Prawira (2004: 82) menjelaskan bahwa, dalam

mengungkapkan nilai estetis seorang pengamat harus menikmati, mengapresiasi,

dan menghargai serta menafsirkan sebuah makna yang terkandung dalam karya

seni. Masih Kartika dan Prawira (2004: 18), aktivitas estetis dapat dilakukan dengan

pengamatan terhadap kualitas media, unsur penyusunan serta hasil persepsi dari

pengamat. Kemampuan tersebut harus dimiliki pengamat dalam menguraikan dan

menjelaskan secara cermat akan nilai estetis yang di informasikan oleh seniman.

Sebuah karya seni rupa diamati sebagai suatu kesatuan yang utuh,

mengandung suatu nilai keindahan. Karya seni terbentuk secara keseluruhan

menjadi bentuk yang sempurna dan mengandung nilai estetis di dalamnya itu tidak

lepas dari unsur-unsur rupa dan prinsip-prinsip.

2.6.3. Unsur-Unsur Rupa dalam Seni Lukis

Dalam berkarya seni lukis, untuk mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan unsur-

unsur pendukung bentuk yang sering disebut unsur-unsur rupa (visual). Secara garis

besar unsur-unsur (visual) yang dikembangkan dalam berkarya seni lukis adalah

garis (line), raut/ bidang (shape), warna (color), ruang (space), gelap terang

(shadow) dan tekstur (texture).

2.6.3.1. Garis (line)

Menurut Sunaryo (2002 : 7) deretan sejumlah titik atau noktah dapat membentuk

sebuah garis. Garis yang dipakai oleh penulis dalam karya lukis menggunakan garis

lurus dan lengkung. Sedangkan Aprilia (2012:5) berpendapat pengertian garis


25

secara sederhana, merupakan deretan titik-titik, apabila titin itu ditarik, maka akan

menginggalkan jejak yang disebut garis, atau juga dapat dikatakan bahwa garis

adakah hubungan antara dua titik, yaitu titik pada pangkal dan pada ujungnya.

2.6.3.2. Raut/ bidang (shape)

Raut adalah pengenal bentuk yang utama karena sebuah bentuk dapat dikenali dari

rautnya (Sunaryo, 2002:9). Raut yang digunakan penulis dalam karya adalah raut

geometris (raut yang luasnya dapat dihitung atau diukur), raut organis (raut yang

tidak dapat diukur luasnya), raut tak beraturan dan raut tak disengaja untuk

memberikan kesan pembentukan raut pada subjek yang dilukiskan.

2.6.3.3. Warna (color)

Warna merupakan suatu kualitas yang memungkinkan seseorang dapat

membedakan dua objek yang identik dalam ukuran bentuk, tekstur, raut dan

kecerahan, warna berkait langsung dengan perasaan dan emosi (Sunaryo, 2002:10).

Warna dalam karya lukis yang digunakan penulis adalah warna

komplementer (warna yang berlawanan) agar memberikan kesan ekspresionistik

dalam proses berkarya lukis, penulis juga menggunakan warna susunan analogus

(warna senada) untuk membuat agar lukisan memperjelas secara halus subjek yang

dimunculkan. Penulis juga menggunakan warna monokromatik (warna turunan)

untuk pendetailan subjek.

2.6.3.4. Ruang (space)

Ruang dalam karya dwi matra atau dua dimensi bersifat maya, sehingga ruang yang

bersifat pipih, datar dan rata dapat menumbulkan kesan jauh maupun dekat, yang

lazim disebut sebagai kedalaman. (Sunaryo, 2002:10). Penulis melukiskan


26

beberapa subjek yang dikomposisikan dengan mempertimbangkan perspektif untuk

memberi kesan kedalaman dengan berbagai sapuan kuas, dengan maksud untuk

memberi kesan jauh dekat yang terdapat pada karya lukis.

2.6.3.5. Gelap Terang (shadow)

Unsur gelap terang juga disebut nada atau unsur cahaya. Gelap terang yang

digunakan penulis menyesuaikan arah cahaya yang dipilih dan kemudian

disesuaikan dengan perspektif yang digunakan dalam penyusunan subjek untuk

menunjukkan kesan subjek tiga dimensi atau volume, dan kedalaman ruang.

2.5.3.6. Tekstur (texture)

Berdasarkan sifatnya, tekstur dibedakan menjadi dua yaitu tekstur yang

berhubungan dengan indra peraba (tekstur nyata) dan indra penglihatan (tekstur

semu). Tekstur sendiri adalah sifat ermukaan suatu benda. Penulis dominan

menggunakan tekstur semu dalam karyanya, namun ada beberapa karya dalam

proyek studi ini yang menggunakan tekstur nyata, yaitu dengan menggunakan

tekstur cat pelapis dasar kanvas yang dibuat tebal pada beberapa subjek lukisannya.

2.6.4. Prinsip-Prinsip Desain dalam Seni Lukis

Dalam menciptakan sebuah karya seni lukis, unsur-unsur rupa seperti garis, warna,

raut, tekstur, gelap-terang dan ruang dalam penyajiannya dibutuhkan suatu

pengorganisasian.

Dalam pengorganisasian bentuk, menggunakan prinsip desain, yakni

pedoman mengatur, menata unsur-unsur rupa dan mengkombinasikannya dalam

menciptakan bentuk karya, sehingga mengandung nilai estetis atau dapat

membangkitkan pengalaman rupa yang menarik.


27

Sunaryo (2002 : 6) memaparkan bahwa pada umumnya yang dipandang

sebagai prinsip-prinsip desain adalah Prinsip Keserasian (harmony), Prinsip

Keselarasan atau Irama (Rhythm), Prinsip Dominasi (Emphasis), Prinsip

Keseimbangan (Balance), Prinsip Kesebandingan (Proportion) dan prinsip

kesatuan (unity).

2.6.4.1. Prinsip Keserasian (harmony)

Sunaryo (2002:32) memaparkan bahwa keserasian merupakan prinsip desain yang

mempertimbangkan keselarasan dan keserasian antar bagian dalam suatu

keseluruhan sehingga cocok satu dengan yang lain, serta terdapat keterpaduan yang

tidak saling bertentangan. Unsur-unsur rupa dikomposisi secara harmonis untuk

memperoleh suatu tujuan atau makna.

Menurut Graves (dalam Sunaryo, 2002:32-33) keserasian mencakup dua

jenis, yakni keserasian fungsi (keserasian subjek-subjek yang berbeda berada dalam

hubungan symbol) dan keserasian bentuk (kesesuaian raut, ukuran, warna, tekstur,

dan aspek-aspek bentuk lainnya).

2.6.4.2. Prinsip Keselarasan atau Irama (rhythm)

Sunaryo (2002:35) menjelaskan bahwa prinsip irama merupakan pengaturan unsur-

unsur rupa secara berulang dan berkelanjutan, sehingga bentuk yang tercipta

memiliki kesatuan arah dan gerak yang membangkitkan keterpaduan bagian-

bagiannya.

Dalam karya lukis yang dibuat, menggunakan beberapa irama yang antara

lain Irama repetitif (irama yang diperoleh dari perulangan unsur-unsur rupa, tertip,

dan monoton).
28

Irama alternatif (irama yang tercipta dengan cara perulangan unsur-unsur

rupa secara bergantian). Irama progresif (irama yang menunjukkan perulangan

dalam perubahan dan perkembangan secara berangsur-angsur atau bertingkat).

Irama flowing, Feldman (dalam Sunaryo, 2002:35) menambahkan, irama

flowing adalah irama mengalun yang terjadi karena pengaturan garis-garis

berombak, berkelok, dan mengalir berkesinambungan (kontinyu).

2.6.4.3. Prinsip Dominasi (emphasis)

Prinsip dominasi adalah pengaturan peran atau penonjolan suatu bagian dalam

suatu keseluruhan sehingga bagian yang ditonjolkan itu menjadi pusat perhatian

(center of interest) dan menjadi tekanan (emphasis) atas bagian lainnya. Menurut

Sidik (dalam Aprilia, 1981 : 49) dominasi disebut klimaks atau emphasis, ada pula

yang menyebutkan point of interest, yang kesemuanya bermakna sama, yaitu

pengaturan unsur-unsur yang saling berkaitan oleh unsur atau bagian yang lebih

dapat menguasai unsur-unsur disekitarnya.

2.6.4.4. Prinsip Keseimbangan (balance)

Sunaryo (2002:40) memaparkan bahwa keseimbangan merupakan prinsip desain

yang berkaitan dengan pengaturan bobot akibat gaya berat dan letak kedudukan

bagian-bagian, sehingga susunan dalam keadaan seimbang. Keseimbangan dapat

dibedakan menjadi; keseimbangan setangkup (simetri), keseimbangan senjang

(asimetri), dan keseimbangan memancar (radial).


29

2.6.4.5. Prinsip Kesebandingan (proportion)

Aprilia (2012 : 31) memaparkan prinsip kesebandingan adalah penyusunan unsur-

unsur rupa agar tiap-tiap bagian memiliki keseimbangan ruang dan ukuran, supaya

mendapatkan keserasian antar bagiam tersebut.

Kesebandingan atau proporsi merupakan prinsip desain yang membahas

tentang hubungan antar bagian atau antara bagian terhadap keseluruhan. Pengaturan

hubungan yang dimaksud berkaitan dengan ukuran, yakni besar kecilnya bagian,

luas sempitnya bagian, panjang pendeknya bagian, atau tinggi rendahnya bagian

(Sunaryo, 2002 : 40).

2.6.4.6. Prinsip Kesatuan (unity)

Kesatuan merupakan tujuan akhir dari penerapan prinsip-prinsip desain yang lain,

seperti keseimbangan, kesebandingan, irama dan lainnya, yaitu untuk mewujudkan

kesatuan yang padu atau keseutuhan dari karya seni.


30

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Menurut Rohidi (2011 : 169) penelitian adalah suatu proses penyelidikan dari suatu

disiplin yang relevan untuk kegiatan tersebut. Proses yang dimaksudkan di sini pada

dasarnya bersifat umum dan baku, tetapi harus dikerangkai dan dibiasakan oleh

disiplin tertentu dan wilayah perhatian kita sendiri.

Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji, yaitu mengenai proses

penciptaan dan nilai estetis pada seni lukis karya Agus Sudarto, maka penelitian ini

berorientasi pada jenis penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Penelitian

deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi (pencandraan), menjelaskan dan

memahami secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat

populasi, daerah, atau bidang tertentu. Penelitian deskriptif, karena itu, data yang

diperoleh disajikan secara deskriptif, tidak perlu mencari atau menerangkan saling

hubungan, menguji hipotesis atau membuat ramalan. Akan tetapi, hal yang sangat

penting adalah bagaimana peneliti dapat menggambarkan, menerangkan dan

menjelaskan segala yang dikaji kepada orang lain (Syafii, 2013 : 23-24).

Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ini, nantinya akan

diperoleh data yang sebenar-benarnya. Metode penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu

(Sugiyono, 2016 : 2). Di samping itu, metode penelitian kualitatif memang cocok

digunakan dalam penelitian yang mengharuskan langsung terjun ke lapangan dan

30
31

dituntut untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari seluruh kegiatan di

dalamnya, sehingga dengan metode penelitian kualitatif ini, peneliti memiliki

strategi dalam menyusun sebuah penelitian. Sugiyono (2016 : 8) menjelaskan

metode kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya

dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting).

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif

kualitatif, yaitu mendeskripsikan data, gambar dan perilaku orang yang diamati

dengan menggunakan kata-kata atau dengan kata lain penelitian ini memaparkan

tentang proses penciptaan seni lukis karya Agus Sudarto dan nilai estetis pada

lukisan Agus Sudarto.

3.2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

3.2.1. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah proses penciptaan karya seni lukis Agus Sudarto dan

nilai estetis yang terkandung dalam lukisan Agus Sudarto. Baik itu nilai intrinsik

maupun nilai ekstrinsik.

3.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kediaman Agus Sudarto yang bertepatan di Jalan

Puspowarno IV, No. X/ 7, Kelurahan Pamularsih, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Alasan pemilihan lokasi tersebut berdasar pada pertimbangan observasi awal yang

menunjukkan bahwa tempat tersebut juga digunakan sebagai studio dan galeri

lukisan karya-karya Agus Sudarto.


32

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan, terarah dan memiliki tujuan yang sesuai

dengan permasalahan penelitian ini, maka metode yang digunakan dalam

pengumpulan data adalah dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan

tringaluasi/ gabungan, berikut penjelasannya menurut Sugiyono (2016 : 226-249) :

3.3.1. Teknik Observasi

Nasution (dalam Sugiyono, 2016 : 226) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar

semua ilmu pengetahuan. Observasi dilakukan dengan mengunjungi secara

langsung ke lokasi penelitian, dalam penelitian ini, peneliti beberapa kali

melakukan observasi di kediaman seniman, dengan begitu akan bisa melihat

kondisi lokasi yang diteliti. Pada penelitian ini selain menggunakan kemampuan

indra, peneliti juga menggunakan alat bantu elektronik, seperti kamera untuk

mendapatkan data visual berupa gambar (foto). Adanya data berupa gambar (foto)

ini akan menjadikan penelitian lebih jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Teknik pengumpulan data ini untuk mengamati secara langsung dan

menjaring informasi mengenai proses penciptaan karya seni lukis Agus Sudarto dan

lukisan karya Agus Sudarto yang terletak di kelurahan Pamularsih, Kota Semarang.

3.3.2. Wawancara/ Interview

Esterberg (dalam Sugiyono, 2016:231) mendefisinisikan wawancara merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara

digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti.


33

Dengan wawancara, peneliti dapat mengajukan pertanyaan kepada seniman

yang berhubungan dengan proses penciptaan dan nilai estetis dari seni lukis karya

Agus Sudarto. Selain melakukan wawancara dengan Agus Sudarto, penulis juga

melakukan wawancara dengan Athian, Paminto dan Kokoh Nugroho. Dalam

melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu seperti buku catatan, alat

elektronik recorder, kamera.

3.3.3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2016 : 240) dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau

karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara. Dokumentasi sering dikaitkan

dengan pengambilan gambar atau foto sebagai bukti pernah dilakukannya suatu

aktivitas. Dalam penelitian, dokumentasi tidak hanya sekedar gambar, lebih dari itu

seperti catatan-catatan, video, rekaman, untuk memperkuat informasi dalam sebuah

penelitian, karena dokumentasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara

mengumpulkan dokumen.

Penulis menggunakan teknik dokumentasi untuk mendapatkan gambaran

tentang proses penciptaan seni lukis karya Agus Sudarto, mulai dari proses

wawancara, penyiapan alat dan bahan melukis Agus Sudarto, membuat sket, proses

pewarnaan dan hasil lukisan. Serta hal-hal yang berhubungan dengan objek

penelitian, seperti rekaman hasil wawancara dengan seniman dan video.

3.4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyusunan data, pengolahan data dan interaksi

data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, sehingga
34

peneliti dapat menyajikan data sesuai kategori untuk mengambil kesimpulan.

Analisis data dilakukan dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di

lapangan, dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono, 2016 : 245). Miles dan

Huberman (dalam Sugiyono, 2016:246) menyebutkan bahwa analisis data ada tiga

unsur dalam proses analisis penelitian kualitatif yaitu : reduksi data, penyajian data,

dan verifikasi.

Bagan 3.1 : Komponen Analisis Data Model Interaktif


(Sumber : Sugiyono 2016 : 245)

3.4.1. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2016:248). Proses ini

berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, bahkan dimulai sebelum

proses pengumpulan data. Reduksi data sebenarnya sudah dimulai sejak peneliti

mengambil keputusan walaupun masih berupa dugaan yang berhubungan dengan

kerangka kerja konseptual, kasus, pertanyaan yang diajukan, dan cara pengumpulan

data yang digunakan.


35

Kegiatan mereduksi data dalam penelitian ini meliputi : pemilihan data

dengan bagian-bagian yang dinyatakan sebagai data pendukung serta membuang

data yang dianggap tidak mendukung atau tidak sesuai dengan sasaran penelitian.

3.4.2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan upaya menyusun informasi yang membantu dalam

menarik kesimpulan. Penyajian data dapat berupa uraian singkat (teks naratif),

bagan, hubungan antar kategori, selanjutnya dalam menyajikan data juga dapat

berupa grafik, matrik dan chart (Sugiyono, 2016: 249). Dengan pedoman analisis

pengkaji data peneliti mencari kesimpulan informasi yang tersususn serta

memberikan sebuah kemungkinan adanya penarikan kesimpulan yang

berhubungan dengan latar belakang masalah penelitian, sedangkan sumber

informasi diperoleh dari berbagai narasumber yang telah dipilih, yaitu Agus

Sudarto dan pengamat seni rupa.

3.4.3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Jawaban atas permasalahan dilakukan dengan menarik kesimpulan berdasarkan

data yang dilakukan. Dari proses ini, akan dapat memberikan gambaran bagaimana

hasil penelitian dapat memberikan implikasi yang bersifa teoretis (penelitian murni)

atau memberikan implikasi yang bersifat praktis (penelitian terapan). Dalam

penarikan kesimpulan ini penalaran menjadi penting artinya bagi peneliti.


36

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Seniman

4.1.1. Biografi Agus Sudarto

Agus Sudarto adalah seniman Semarang dan lahir di Purwodadi, tanggal 17

Agustus 1945, tepat saat Indonesia merdeka. Pada usia 4 tahun Agus Sudarto dan

keluarganya pindah ke Semarang. Saat ini Agus Sudarto tinggal di Semarang

bersama dengan istrinya, yang bernama Ibu Tati Soemantri (lihat gambar 4.1),

tepatnya di Jalan Puspowarno IV, No. X/ 7, Pamularsih, Kota Semarang, Jawa

Tengah (lihat gambar 4.2).

Gambar 4.1. Agus Sudarto dan istri


(sumber : Facebook Agus Sudarto)

36
37

Gambar 4.2. Peta Kota Semarang (sumber Google dan Google Map)

Agus Sudarto pernah belajar melukis dengan Kok Poo secara privat. Selain

Inanta dan Jimilau, Kok Poo adalah salah satu dari murid Dullah. Dullah adalah

seorang yang dikenal sebagai pelukis istana sejak awal 1950-an, dengan tugas

merestorasi lukisan dan menjadi bagian dalam penyusunan buku koleksi lukisan

Soekarno. Karya-karya Dullah yang banyak mengikuti corak realistis romantis,

diterapkan di semua murid Dullah, yang salah seorang di antaranya adalah Kok

Poo. Menurut Athian, hal tersebut adalah salah satu alasan mengapa lukisan Agus

Sudarto memiliki ciri-ciri karya yang berbau chiaroscuro. Chiaroscuro adalah

istilah dalam seni lukis, yang mengandung pengertian penggunaan gelap terang,

untuk menciptakan efek artistik pada lukisan atau gambar. Istilah chiaroscuro

berasal dari Italia, yaitu “chiaro” yang berarti terang dan “oscuro” yang bermakna

gelap. Pelukis menciptakan efek chiaroscuro agar lukisan tampak lebih dramatis

(Proyatno, 2017). Lukisan yang menganut chiaroscuro ini menyajikan lukisan

dengan setting cahaya yang memusat pada subjek utama yang dikehendaki, setting

tempat yang berada seolah-olah pada ruangan tertentu, bentuk atau gestur yang

dinamis supaya terlihat indah, sedangkan di dunia nyata mungkin tidak seindah itu.

Lukisan yang menggunakan prinsip atau teknik chiaroscuro ini mengedepankan


38

warna gelap terang dan menyajikan penggarapan setting, bentuk, komposisi

menjadi kesan dramatik dan juga sangat membedakan subjek utama dan subjek

pendukung. Pola ini dimaksud untuk mengcapture pusat perhatian yang diinginkan

pelukisnya sebagai point of interest, sehingga penikmat lukisan terpusat

perhatiannya di bagian-bagian tertentu lukisan.

Tidak berbeda dengan tahun 2014 saat penulis berkunjung pertama kali

dengan Agus Sudarto di kediamannya, penampilannya masih rapih dengan

potongan rambut tipis. Hanya saja Agus Sudarto tampak lebih kurus dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya karena usia yang yang memasuki tahun ke 74

sehingga daya tahan tubuh yang terkadang lemah. Dalam berpenampilan, Agus

Sudarto kurang sependapat dengan asumsi masyarakat mengenai penampilan

seniman yang biasanya tidak rapih (lihat gambar 4.3), “Penampilan bukanlah tolok

ukur eksistensi atau keberhasilan menjadi seorang seniman, namun biarkan karya

yang berbicara”, katanya sambil tersenyum.

Gambar 4.3. Potret Agus Sudarto (sumber : dokumen peneliti)


39

Agus Sudarto dengan kesederhanaanya, seringkali membuat orang di

sekelilingnya heran. Salah satunya adalah kebiasaan Agus Sudarto yang lebih

memilih bepergian dengan jasa transportasi online dibandingkan menggunakan

mobil pribadi miliknya, “Enakan juga naik Grab, bayar duapuluh ribu bisa pergi

kema-mana, disupiri lagi”, ujarnya dengan logat santai. Beliau memiliki satu mobil

pribadi, dan belum ada niat untuk membelinya lagi, padahal dari hasil

kesuksesannya menjadi seniman, beliau mampu untuk membeli mobil dalam

jumlah banyak dan kelas mewah, “Bagi saya, semua ini titipan Tuhan untuk anak-

anak saya, jadi saya gunakan untuk membuatkan rumah ketiga anak saya di Jakarta

dan Bandung”, kata Agus Sudarto. Kebahagiaan keluarganya menjadi bagian dari

bahagianya. Baginya sudah merasa cukup hidup dengan keadaan seperti ini, karena

sifat manusia yang tidak pernah puas, jika sudah diberi cukup maka akan selalu

merasa kurang, maka dari itu, Agus Sudarto berusaha membiasakan diri untuk

hidup dengan rasa cukup dan tidak berlebihan sehingga bisa menjadi kebiasaan

yang baik dan membuat hidupnya merasa tenang.

4.1.2. Kehidupan Internal Agus Sudarto

Sejak kecil Agus Sudarto menempuh pendidikan formal di Semarang. Bersekolah

Dasar di SD Kartini tahun 1951 sampai 1957, kemudian melanjutkan di SMP

Negeri 2 Semarang pada tahun 1957 sampai 1959, dan melanjutkan di Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), setelah tama dari SMK Agus Sudarto memutuskan

meneruskan pendidikannya di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) yang sekarang

disebut dengan Institut Seni Indonesia (ISI). Meskipun pada awalnya orang tua

Agus Sudarto kurang sependapat dengan keputusan yang diambil Agus Sudarto.
40

Orang tua Agus Sudarto bukanlah seorang seniman. Namun orang tua Agus Sudarto

menyadari bahwa kemampuan Agus Sudarto di bidang seni rupa sudah terlihat

sedari kecil sehingga orang tua Agus Sudarto akhirnya mendukungnya untuk hijrah

ke Jogjakarta dan menempuh pendidikan di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI).

Dimulai pada tahun 1960 Agus Sudarto masuk Akademi Seni Rupa

Indonesia (ASRI) dan mulai menekuni bidang seni rupa demi mengembangkan

hobi serta kemampuannya di bidang seni rupa tersebut. Di ASRI, Agus Sudarto

mengambil konsentrasi seni patung, namun diam-diam Agus Sudarto juga hadir

dalam kelas seni lukis, karena ketertarikannya di bidang seni rupa bukan hanya pada

seni patung saja, namun juga seni lukis dan cabang seni rupa yang lain. Setelah

tamat tingkat 1, Agus Sudarto melanjutkan ke tingkat selanjutnya di Akademi Seni

Rupa Indnesia (ASRI). Seiring berjalannya waktu, Agus Sudarto mulai menemukan

passion dalam jiwanya pada seni lukis Agus Sudarto memiliki perasaan yang

berbeda saat melukis, yang tidak dapat dirasakan saat berkarya seni rupa yang lain.

Sejak saat itu, tiada hari tanpa melukis bagi Agus Sudarto, dan mulai aktif

mengikuti pameran-pameran yang ada di Jogjakarta. Pada awalnya, banyak karya

lukis yang diciptakan Agus Sudarto yang dibeli oleh teman-temanya di ASRI.

Tahun 1960, Agus Sudarto di kontrak untuk mendesain interior dan lukisan di salah

satu hotel di Jogjakarta. Sampai pada tahun 1965, lukisan-lukisan Agus Sudarto

dikontrak oleh Tio Galeri dalam Art Dealer. Dalam partisipasinya mengikuti

pameran seni lukis di Jogjakarta, selalu ada kolektor yang membeli lukisannya. Hal

itu membuat teman-temanya di ASRI kagum, dibalik rasa bahagia yang Agus

Sudarto rasakan karena lukisannya selalu laku terjual. Namun Agus Sudarto merasa
41

tidak enak hati dengan teman-temanya yang belum seberuntung dia, maka dari itu,

selain untuk dibelikan alat dan bahan untuk berkarya seni lukis, uang hasil menjual

lukisan Agus Sudarto bagikan kepada teman-temannya untuk makan bersama. Hal

tersebut menambah semangat Agus Sudarto untuk selalu berkarya. Kegiatan

melukis Agus Sudarto semakin sering dikerjakan. Tidak hanya dilakukan pada

sekolah formal akan tetapi juga bergabung dengan dosen-dosen ASRI dan diajak

bekerja sama saat ada proyek seni rupa di luar. Agus Sudarto menyelesaikan

pendidikannya setelah tamat tingkat tiga di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI)

pada tahun 1967.

Tahun 1977 Agus Sudarto menikah dengan Ibu Tati Soemantri, dan pada

tahun 1978 Agus sudarto direkrut oleh PT. Masscom Graphy atau dikenal dengan

“Suara Merdeka”. Alasan Agus Sudarto untuk bekerja di “Suara Merdeka” adalah

dibanding menjadi seniman, bekerja di perusahaan swasta prospek kerjanya lebih

menjanjikan pada tahun-tahun tersebut. Namun hal tersebut tidak membuat Agus

Sudarto berhenti berkarya seni. Melukis masih menjadi hobinya dan sering

dilakukan di sela-sela kesibukannya bekerja. Selama 25 tahun beliau bekerja di PT.

Masscom Graphy, namun pada tahun 2003, Agus Sudarto memilih jalan hidup yang

baru. Beliau memutuskan untuk resign dari PT. Masscom Graphy dan mulai

memantapkan keteguhan hatinya untuk menjadi seorang seniman sebagai profesi

utamanya. Saat itu bidang seni rupa sedang berkembang pesat di Semarang. Dan

sejak saat itu, Agus Sudarto mulai fokus melukis dan mematangkan kemampuan

teknik melukisnya. Sampai saat ini, kemahirannya dalam melukis sudah tidak
42

diragukan lagi. Keindahan hasil lukisan yang diciptakan Agus Sudarto, membuat

banyak seniman muda ingin belajar teknik melukis dengan Agus Sudarto.

4.1.3. Kehidupan Eksternal Agus Sudarto

Agus Sudarto merupakan pribadi yang mudah bergaul dan terbuka, dalam

beriteraksi sosial dengan tetangga. Agus Sudarto selalu santun dan berbagi dalam

setiap kesempatan. Selain itu, Agus Sudarto juga secara berkala mendonasikan

sebagian hartanya ke panti asuhan. Meskipun karya lukisnya belum ada yang

bertemakan sosial, namun jiwa sosial telah ditumbuhkan sedari kecil atas

bimbingan kedua orang tuanya dan menjadi kebiasaan yang rutin dilakukan Agus

Sudarto dan keluarga. Baginya membayarkan zakat dan mal merupakan suatu

kewajiban, dan berinfak merupakan kebaikan yang tidak akan merugi.

Agus Sudarto memiliki kawan baik yang berprofesi sama seperti dirinya,

yaitu seniman, baik di Semarang dan Jogjakarta (lihat gambar 4.4). Dari awalnya

yang berjumlah 10 orang anggota, seiring berjalannya waktu, banyak kawan

senimannya yang tutup usia, sehingga pertemuan dan diskusi forum semakin

jarang.

Gambar 4.4. Agus Sudarto dan Kawan Seniman


(sumber Facebook Agus Sudarto)
43

Selain berkawan dengan sesama seniman, Agus Sudarto juga bergabung

dengan organisasi pewayangan dan karawitan di Semarang. Baginya wayang

merupakan budaya Jawa yang harus dilestarikan karena keindahan seni tradisional

Jawa sangatlah menarik dan menyenangkan, jangan sampai kekayaan kesenian

tradisional negara kita diklaim lagi oleh negara-negara tetangga. Kecintaannya pada

seni bukan hanya pada seni rupa. Agus Sudarto juga senang dan mempelajari seni

musik, karawitan serta lagu-lagu Jawa (lihat gambar 4.5). Beberapa alat musik

seperti piano, biola, gitar mahir dimainkannya. Di rumahnya terdapat beberapa alat

musik seperti piano, biola dan gitar, alat musik tersebut kerap kali dimainkannya

pada kesempatan di sela-sela kesibukan melukis. Lagu-lagu tradisional, nasional

dan internasional senang didengar dan dinyanyikannya sembari melukis. Ada satu

keyakinan yang diyakini Agus Sudarto dapat menjadikan hidup sehat dan bahagia,

yang pertama adalah menjaga pola makan, yang kedua adalah harus tertawa

minimal lima menit dalam sehari dan yang ketiga adalah sering mendengarkan

musik. Ketiga hal tersebut selalu dilakukan Agus Sudarto sepanjang hidupnya dan

telah menjadi kebiasaan sejak masih remaja.

Selain itu, Agus Sudarto juga sangat fasih dalam mendalang. Hal tersebut

sering Agus Sudarto tontonkan pada tamunya yang berkunjung ke rumah. Terdapat

satu kotak lengkap koleksi wayang kulit milik Agus Sudarto pribadi yang dipasang

di salah satu ruangan dalam rumahnya, lukisan wayang kulit juga pernah menjadi

tema-tema lukisannya pada tahun-tahun sebelum 2003, “Rama dan Shinta” adalah

salah satu judul lukisan wayang kulit yang pernah diciptakan oleh Agus Sudarto.
44

Gambar 4.5. Agus Sudarto saat bernyanyi lagu Jawa


(sumber : Facebook Agus Sudarto)

Di bidang seni rupa sendiri, Agus Sudarto pernah melakukan beberapa kali

pameran di dalam dan luar negeri. Di antaranya adalah The Jakarta International

Fine Arts Exhibition, pameran bersama “Figuratif” di Andy’s Gallery, The Asian

Art Award, Pra Biennale Bali, Citra Realis, Biennale #1 Jateng, pameran bersama

dengan seniman-seniman Jepang di Kyoto, Shanghai Art Fair, Paris dan pameran

tunggal di Amsterdam pada tahun 1996 didampingi Frans Euckelanes, guru seni

rupa Belanda. Pada kesempatan acara pameran tunggal Agus Sudarto di Amsterdam

tersebut, Agus Sudarto dinobatkan sebagai “Rembrandt van Java”, karena lukisan

romantismenya dianggap sangat berkelas, menyerupai lukisan seniman hebat dari

Belanda, yaitu “Rembrandt van Rijn”. Agus Sudarto yang berasal dari Pulau Jawa

Indonesia, kemudian dinobatkan sebagai “Rembrandt van Java”.

Dalam katalog Biennale #1 Jateng yang dikuratori oleh Djuli Djatiprambudi

dan Muhammad Rahman Athian menyebutkan bahwa Agus Sudarto adalah perupa

senior Semarang yang memiliki teknik sangat baik dalam memvisualisasikan figur,

dengan menggunakan komposisi terbuka dalam karya-karyanya. Agus Sudarto

memperoleh kecepatan dan ketepatan teknik itu berdasar bakat dan ilmu dari Kok
45

Poo. Kedekatan dan penguasaan terhadap budaya Nusantara, seperti tari, gamelan

dan wayang, membuat dia acap melukiskan visual-visual yang berhubungan dengan

tari, gamelan, pakaian adat. Kedekatan dengan Kok Poo membuat Agus Sudarto

menjadi pribadi yang tidak membedakan budaya satu dan budaya yang lain,

terutama di Kota Semarang. Dia melukis Barongsai dan Barong Bali, yang bagi dia

memiliki kekhasan masing-masing.

4.1.4. Kehidupan Keluarga Agus Sudarto

Agus Sudarto menikah dengan Ibu Tati Soemantri yang berasal dari Jogjakarta yang

merupakan keturunan Sultan Hamengkubuwono. Keluarga ningrat yang disandang

Ibu Tati Soemantri sempat membuat Agus Sudarto minder dengan dirinya yang

hanya berasal dari keturunan keluarga biasa. Namun Agus Sudarto dengan

keteguhan hatinya berjuang untuk mendapatkan cinta dari Ibu Tati Soemantri yang

merupakan alumni Teknik Sipil Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.

Meskipun saingannya dalam memperebutkan hati Ibu Tati Soemantri itu berat,

namun pada akhirnya Ibu Tati Soemantri memilih Agus Sudarto sebagai suaminya.

Karena cinta yang tulus dari Agus Sudarto kepada Ibu Tati Soemantri dan takdir

Tuhan yang indah, mereka menikah pada 29 Juni tahun 1977. Saat ini usia

pernikahannya sudah 41 tahun.

Agus Sudarto dan istri memiliki tiga anak. Dua anak laki-laki yaitu Edo

Mahista dan Oga Swastya dan satu perempuan bernama Arla Manggarwangi

Trieska (lihat gambar 4.6). Ketiga anaknya telah menikah dan tidak lagi tinggal

bersama Agus Sudarto dan istri di Semarang. Ketiga anaknya bersama dengan

keluarga kecilnya menetap di luar kota. Agus Sudarto memiliki 4 cucu, dua cucu
46

laki-laki dan dua cucu perempuan, dia adalah Reno, Biyan, Cika dan Fara. Agus

Sudarto dan istri selalu menyempatkan untuk berkunjung menemui anak dan cucu-

cucunya di Jakarta dan Bandung, atau anak dan cucunya yang mengunjunginya di

Semarang saat ada waktu libur.

Gambar 4.6. Agus Sudarto dan keluarga


(sumber Facebook Agus Sudarto)

Namun dari ketiga anaknya, tidak ada satupun yang mewarisi profesi Agus

Sudarto sebagai seorang seniman. Dua anaknya bekerja di salah satu perusahaan

swasta, dan satu di antaranya menjadi seorang arsitek. Dalam membimbing anak-

anaknya, Agus Sudarto dan istri tidak menuntut kepada anak-anaknya untuk

menjadi seperti yang dia inginkan. Semuanya diserahkan pada anak dalam

manggapai cita-citanya. Agus Sudarto dan istri hanya bertugas memfasilitasi,

membimbing dan mendukung dalam menggapai cita-cita setiap anaknya. Namun

bukan hal yang tidak mungkin, apabila bakat melukisnya akan diwarisi oleh cucu-

cucunya yang masih kecil.

Agus Sudarto dengan usia yang sudah memasuki tahun ke 74, memiliki cita-

cita akan karir melukisnya apabila sudah diharuskan pensiun suatu saat nanti.
47

Beliau ingin ada generasi penerus seniman-seniman muda yang mewarisi bakat

melukisnya demi kelestarian seni rupa di Indonesia, terutama perkembangan seni

rupa di Semarang. Sehingga ada beberapa seniman muda yang “nyantrik” (bahasa

jawa) atau belajar melukis dengan Agus Sudarto secara langsung di rumahnya.

Namun tidak banyak, saat ini hanya ada satu orang yang serius belajar melukis

dengannya. Hampir setiap seminggu sekali datang ke rumahnya untuk belajar

melukis atau hanya sekedar menemani dan mempelajari setiap teknik Agus Sudarto

dalam melukis. Biasanya proses “nyantrik” berlangsung pada pukul jam 4 sore

sampai jam 9 malam atau lebih. “Dia dari Ungaran, biasanya ke sini naik motor,

tapi kalau kemaleman ya saya suruh nginep di sini saja”, ujar Agus Sudarto saat

menceritakan Pak Yoyo. Pak Yoyo sendiri merupakan orang yang saat ini sedang

“nyantrik” dengan Agus Sudarto. Di tahun-tahun sebelumnya ada beberapa orang

yang pernah belajar melukis dengannya, namun biasanya dalam kurun waktu

setahun sudah berhenti dan berganti dengan orang lain. Meskipun yang dianggap

generasi penerusnya bukanlah anak kandungnya sendiri, namun dalam

mengajarkan setiap ilmunya pada Pak Yoyo, dibimibingnya dengan sepenuh hati.

4.2. Proses Penciptaan Seni Lukis Karya Agus Sudarto

Dalam konsep penciptaan karya lukis Agus Sudarto, proses penciptaannya tidak

dilakukan dengan serta merta, sebagian besar karya yang dibuat dilakukan dengan

menggunakan tahapan yang sistematis, seperti yang dikemukakan Chapman (dalam

Sahman, 1993:119) proses mencipta itu terdiri dari tiga tahapan antara lain : (1)

tahapan awal, (2) tahapan penyempurnaan, pengembangan dan pemantapan

gagasan awal dan (3) tahapan visualisasi ke dalam medium. Untuk lebih
48

lengkapnya, berikut ini adalah tahapan-tahapan proses penciptaan seni lukis Agus

Sudarto :

4.2.1. Tahapan Awal

Dalam melukis, tentu memerlukan ruangan yang nyaman, tidak terlalu sempit,

ventilasi yang cukup dan cahaya yang baik. Tempat yang dijadikan Agus Sudarto

untuk melukis adalah studio lukis pribadinya. Berada di kediaman atau di dalam

rumah Agus Sudarto sendiri. Bangunan rumah yang luas, dijadikannya salah satu

ruangan di dalam rumahnya yang berukuran kira-kira 12 m x 7 m menjadi ruang

bekerjanya serta tempat penyimpanan alat, bahan melukis serta hasil lukisannya.

Terdapat kolam ikan koi di bagian depan sisi kanan studio lukisnya, serta ukiran

kayu dan topeng yang dibuat Agus Sudarto sendiri dan menjadi hiasan dinding

bagian depan bangunan studio lukis Agus Sudarto (lihat gambar 4.7 dan 4.8).

Gambar 4.7 Topeng hiasan dinding depan studio lukis Agus Sudarto
(sumber : dokumen peneliti)
49

Gambar 4.8. Studio lukis Agus Sudarto


(sumber : dokumen peneliti)

Agus Sudarto mengatakan, bahwa :


“Dalam melukis, saya melakukannya sesuai dengan keinginan hati, bukan
sesuai dengan pesanan kurator atau kolektor, melukis sesuai keinginan hati,
dapat membuat saya merasa bahagia, karena ide atau gagasan saya dapat
tersalurkan lewat lukisan itu”.
Tahapan awal dalam melukis yang Agus Sudarto lakukan adalah tahap

pencarian ide yang akan menjadi tema lukisannya. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), ide adalah rancangan yang tersusun di pikiran, artinya sama

dengan gagasan atau cita-cita. Ide dalam kajian Filsafat Yunani menyangkut suatu

gambaran imajinal utuh yang melintas cepat. Misalnya ide tentang sendok, muncul

dalam bentuk sendok yang utuh di pikiran. Selama ide belum dituangkan menjadi

suatu konsep dengan gambar yang nyata, maka ide masih berada di dalam pikiran.

Sedangkan tema didefinisikan Bahari (2017: 22) adalah gagasan yang hendak

dikomunikasikan pencipta karya seni kepada khalayak. Tema bisa saja menyangkut

masalah sosial, budaya, religi, pendidikan, politik, pembangunan, dan sebagainya.

Tema harus mampu menyentuh pengamat, baik pada nilai-nilai tertentu dalam
50

kehidupan sehari-hari atau pun hal-hal yang bisa mengingatkan pada peristwa

tertentu.

Ide atau gagasan yang menjadi tema lukisan Agus Sudarto biasanya

didapatkan dari pengalaman dan renungan. Peristiwa yang terjadi di kehidupannya

tidak secara mentah dibiarkan berlalu begitu saja, namun Agus Sudarto berusaha

untuk mencari makna dan manfaat di setiap kejadian yang terjadi di sekelilingnya,

dan bukan tidak mungkin kejadian tersebut akan menjadi sebuah tema untuk karya

lukisannya. Sebagian besar tema lukisannya yang mengangkat tari-tarian diawali

dengan kecintaannya pada kesenian. Selain seni rupa, Agus Sudarto juga menyukai

seni tari, seni musik dan karawitan, serta wayang, didapat dari kecintaannya pada

kesenian tersebut, kemudian menjadi inspirasi tema-tema lukisannya, Agus Sudarto

memvisualisasikan kesenian tersebut ke dalam karya-karya lukisannya. Hal

tersebut dinyatakan secara langsung oleh Agus Sudarto, beliau mengatakan :

“Kalau kamu tanya alasan kenapa Bapak senang melukis orang menari ya karena
Bapak suka kesenian, bukan cuma seni rupa, Bapak juga suka seni tari, seni musik,
wayang juga Bapak suka, jadi tema-tema yang Bapak lukis itu ya yang Bapak
suka”.

Renungan akan fenomena yang terjadi di dunia seringkali menjadi tema

lukisannya. Renungan sendiri didefinisikan sebagai proses memikirkan atau

mempertimbangkan dalam-dalam (KKBI). Salah satunya adalah lukisan yang

berjudul “Bom Bali”. Lukisan tersebut dibuat pada tahun 2003 saat fenomena pulau

Dewata Bali di bom. Agus Sudarto mencoba memberikan ungkapan bela sungkawa

untuk Bali atas terjadinya bom di wilayah tersebut dalam bentuk melukis tragedi

bom Bali.
51

4.2.2. Tahapan Penyempurnaan, Pengembangan dan Pemantapan Gagasan

Awal

Pada tahapan penyempurnaan gagasan Awal, Agus Sudarto melakukannya

dengan membandingkan beberapa ide yang tersaji dalam pikirannya menjadi satu

tema untuk kemudian dikembangkan dengan mencari informasi mengenai tema

yang akan dilukisnya, dengan mempelajari sejarah mengenai bab ide

melukisannya tersebut, baik melalui observasi langsung maupun mencari

referensi dari majalah, katalog, buku dan internet. Agus Sudarto mencoba

menggali informasi secara rinci supaya dalam melukis tidak ada tafsiran ambigu

dalam lukisannya.

Pada tahapan pemantapan gagasan awal dilakukan Agus Sudarto saat ide

untuk melukis sebuah tema lukisan telah final dengan menyiapkan alat dan bahan

yang beliau perlukan dalam melukis. Contohnya kanvas, cat, kuas, charcoal dan

lain-lain. Jenis kanvas yang digunakan Agus Sudarto untuk melukis adalah jenis

kanvas linen dan katun. Namun kanvas jenis linen lebih sering Agus Sudarto

gunakan untuk melukis karena sifat kelenturannya lebih kuat dibandingkan

dengan kanvas berjenis katun, sehingga tidak mudah kendur bahkan sobek. Untuk

pembuatan spanram dan pemasangan kain kanvas, Agus Sudarto tidak

mengerjakannya sendiri. Namun menggunakan jasa orang, karena waktu dan

tenaga yang diperlukan untuk pembuatan kanvas tidaklah sedikit, mengingat usia

Agus Sudarto yang sudah memasuki tahun ke 74. Dalam pemesanan kanvas, Agus

Sudarto biasanya memesan dari Jogjakarta, dengan kualitas kayu spanram yang

baik yaitu jenis kayu Kalimantan dengan ketebalam 5 cm pada setiap sisinya,
52

sehingga kekuatan kanvas saat dipasang akan terbentang kuat. Kanvas tersebut

kemudian dikirimkan via jasa ekspedisi untuk diantarkan ke rumahnya. Agus

Sudarto memesan kanvas jumlah banyak dan ukuran yang beragam. Biasanya

jumlah kanvas yang dipesan adalah untuk kebutuhannya melukis dalam kurun

waktu satu tahun, sehingga di dalam studio lukisnya terdapat tumpukan kanvas

yang cukup banyak (lihat gambar 4.9 dan 4.10).

Gambar 4.9 Spanram (sumber : dokumen peneliti)

Gambar 4.10. Kanvas dan Bingkai (sumber : dokumen peneliti)


53

Pigura yang digunakan pada lukisan Agus Sudarto juga dipesan di

Jogjakarta, Dipesan pada salah satu home industry yang sama dalam pemesanan

spanram, Namun tidak dipesan dalam waktu yang bersamaan dengan pemesanan

spanram tersebut, karena dalam memesan jenis bingkai, disesuaikan dengan

karakteristik lukisan yang dihasilkan, sehingga jenis bingkai dengan lukisan dapat

menyatu dan serasi.

Penataan stok kanvas serta bahan dan alat melukis yang lain pada studio

lukis Agus Sudarto, biasanya diserahkan pada asisten rumah tangga Agus Sudarto.

Penataan alat dan bahan yang baik pada studio lukisnya tentu perlu mendapatkan

perhatian khusus supaya pada ruangan tersebut memiliki space yang cukup untuk

area Agus Sudarto melukis.

Pak Rahdi adalah orang yang telah bekerja dengan Agus Sudarto selama

kurang lebih 15 tahun. Pak Rahdi bersama dengan istri dan anaknya, telah dipercaya

Agus Sudarto dan keluarga untuk mengurus keperluan ruamhnya, mulai dari

membereskan rumah, memasak dan sebagainya. Pak Rahdi dan istri memiliki satu

anak laki-laki bernama Brian dan sedang menempuh pendidikan dasar kelas 3.

Agus Sudarto pernah berjanji dalam hidupnya, bahwa seluruh biaya sekolah Brian

Agus Sudarto yang menanggung, sampai pendidikannya tamat, bahkan Agus

Sudarto akan memberikan sebagian warisanya kepada Pak Rahdi dan keluarga.

Mereka adalah orang asing yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Agus

Sudarto, karena sifat jujur dan rendah hatinya Agus Sudarto sangat menghargai dan

selalu mengandalkan mereka dalam segala keperluan di rumah.


54

Sedangkan bahan pewarna yang Agus Sudarto gunakan untuk mewarnai

lukisannya adalah jenis pewarna pigmen yaitu cat. Cat sendiri didefinisikan sebagai

bahan pewarna atau cairan kental yang dibuat dari bahan pigmen dan zat pengikat,

dapat diberi zat pewarna (KBBI). Cat yang digunakan Agus Sudarto adalah kategori

cat professional atau artist, berjenis minyak dan memiliki hampir semua jenis

warna dengan ukuran yang bervariasi, dari tube yang kecil sampai tube yang besar

(lihat gambar 4.11).

Gambar 4.11. Cat (sumber : dokumen peneliti)

Cat minyak sendiri didefinisikan jenis cat yang digunakan untuk melukis

yang diencerkan dengan minyak, zat perekat yang sangat kuat dan diencerkan

dengan terpentin (KBBI). Hampir dalam setiap proses berkarya, Agus Sudarto tidak

pernah menggunakan cat dengan kualitas rendah. Semua cat yang digunakan adalah

kualitas cat professional. Pemilihan bahan termasuk jenis cat tentu sangat

diperhitungkan Agus Sudarto, karena kualitas bahan termasuk cat akan sangat

mempengaruhi hasil lukisan yang diciptakan. Agus Sudarto menggunakan jenis cat

dengan kualitas terbaik demi mengahsilkan lukisan yang terbaik pula. Cat yang
55

Agus Sudarto gunakan adalah cat merk “Rembrandt”, hampir tidak terdapat cat

merk lain di studio lukis Agus Sudarto.

Selain bahan kanvas dan cat, tentunya harus menggunakan alat kuas untuk

mewarnai lukisannya, kuas berfungsi sebagai penghubung antara warna pada

bidang lukis. Berbagai macam model dan ukuran tersedia di studio lukisnya. Alat

kuas ini dipenuhi Agus Sudarto demi kenyamanannya dalam melukis, tentu setiap

bidang gambar mengharuskan menggunakan kuas dengan ukuran dan model yang

berbeda, namun kuas yang dimiliki Agus Sudarto lebih banyak kategori kuas untuk

cat minyak (lihat gambar 4.12). Salah satu merk kuas yang biasanya Agus Sudarto

gunakan adalah merk “Rembrandt”, selain itu ada kuas cina dan kuas merk

“Davinci”.

Gambar 4.12. Kuas (sumber : dokumen peneliti)

Biasanya Agus Sudarto membeli perlengkapan bahan dan alat melukis di toko

kawasan Semarang yang menyediakan sparepart seni rupa, salah satunya adalah

toko “Celita Lindo” yang bertempat di jalan MT Haryono, nomor 605

Gandekpuspo, Semarang Tengah, Kota Semarang-Jawa Tengah. Pada salah satu

kesempatan saat peneliti berkunjung ke toko “Celita Lindo”, penjaga toko tersebut

bercerita mengenai jumlah nominal yang Agus Sudarto keluarkan untuk sekali
56

berbelanja di toko tersebut, dengan biaya ongkos kirim yang dibebankan pada toko,

Agus Sudarto berbelanja perlengkapan melukisnya seperti cat dan kuas sampai

belasan juta rupiah, nominal tersebut tidak terhitung spanram dan kanvas, karena

bahan spanram dan kanvas dipesan Agus Sudarto di Jogjakarta. Bahkan Agus

Sudarto sudah diberi kepercayaan dari toko untuk dialokasikan keperluan melukis

Agus Sudarto dalam kurun waktu, karena dalam berbelanja Agus Sudarto sekaligus

dalam jumlah yang banyak dengan kualitas yang baik. Agus Sudarto juga pernah

beberapa kali membeli perlengkapan melukisnya di Bandung, hal itu dilakukan

sambil berkunjung ke rumah salah satu anaknya yang berada di Bandung. Namun

apabila alat atau bahan yang dibutuhkannya tidak tersedia di toko tersebut, Agus

Sudarto sering kali membeli perlengkapan melukisnya di luar negeri saat

berkesempatan berada di negara tersebut.

4.2.3. Tahapan Visualisasi Menggunakan Medium

Pada tahapan ini, Agus Sudarto memulainya dengan memilah bahan dan alat yang

dibutuhkan selama proses visualisasi berlangsung, seperti memilih ukuran kanvas,

pewarna cat minyak yang dibutuhkan, jenis dan ukuran kuas yang diperlukan,

charcoal, dan alat penunjang yang lain. Alat dan bahan untuk melukis selalu

tersedia di studio lukisnya dan tersedia lengkap mulai dari alat dan bahan yang

pokok sampai jenis alat dan bahan penunjang, sehingga Agus Sudarto dapat dengan

leluasa dalam melukis tanpa harus menunggu waktu tertentu dan menyiapkan atau

membeli alat dan bahan terlebih dahulu, kapanpun Agus Sudarto dapat melukis,

saat keinginannya ingin melukis. Waktu yang sering Agus Sudarto gunakan untuk

melukis adalah siang menjelang sore sampai malam hari. Sekitar jam empat sore
57

sampai tengah malam pukul dua belas. Waktu tersebut dilakukan untuk melukis

saat kesehatannya dalam keadaan fit.

Setelah memilih bahan dan alat yang diperlukan, langkah selanjutnya yang

dilakukan Agus Sudarto dalam tahap visualisasi ke dalam medium adalah adalah

membuat sket atau gambar rancangan pada kanvas menggunakan charcoal (lihat

gambar 4.13). Charcoal sendiri berasal dari bahasa Inggris, yang berarti arang

(kayu). Dalam seni rupa charcoal yang dimaksud adalah charcoal untuk melukis.

Charcoal yang digunakan Agus Sudarto untuk membuat sket lukisannya adalah

charcoal merk “Willow”. Jenis charcoal ini sangat menguntungkan bagi

penggunanya karena goresan yang telah dibuat pada kanvas dapat dihapus

menggunakan tangan sehingga tidak membekas dan tidak membingungkan hasil

sket.

Gambar 4.13. Charcoal (sumber : dokumen peneliti)


Dalam membuat sket atau gambar rancangan, Agus Sudarto tidak

menggunakan bantuan teknik seperti grid, skala bahkan bantuan alat elektronik

seperti proyektor, kemampuannya dalam membuat sket akan ide melukisnya sudah

lihai dibuatnya setelah mempelajari setiap bidang subjek lukisannya, dengan

mengandalkan kematangan teknik dengan ketepatan optik dan mengolah rasa. Agus
58

Sudarto membuat sket setiap karyanya dengan teknik manual (lihat gambar 4.14).

Hasil sket pun tidak lebih buruk dari foto acuan yang menjadi subjek lukisannya.

Setiap tahap demi tahap proses berkaryanya, Agus Sudarto malakukannya dengan

perasaan bahagia tanpa paksaan karena kondisi perasaan saat melukis merupakan

salah satu faktor utama dalam menghasilkan kualitas suatu karya seni yang baik.

Gambar 4.14. Agus Sudarto menyeket dengan teknik manual


(sumber : dokumen peneliti)

Kemahirannya dalam memvisualisasikan figur diawali dengan bekal

penguasaan anatomi tubuh manusia yang telah dikuasai Agus Sudarto sejak masih

belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), dan kembali mematangkan teknik

melukisnya dengan berguru secara privat pada Kok Poo, kemampuan melukisnya

semakin baik dan terasah berkat ilmu yang diberikan oleh Kok Poo, sehingga setiap

karya lukisnya memiliki proporsi atau kesebandingan yang tepat, tidak ada kesan

janggal pada setiap bagian tubuh yang dilukisnya. Selain dibuat dengan teknik yang

baik dalam proses penciptaannya, namun juga dengan perasaan bahagia yang

menyertai (lihat gambar 4.15).


59

Gambar 4.15. Hasil sket Agus Sudarto


(sumber : dokumen peneliti)

Setelah proses pembuatan sket selesai, tahapan selanjutnya adalah

mewarnai sket tersebut dengan cat (lihat gambar 4.16). Cat yang biasa Agus

Sudarto gunakan adalah cat minyak merk “Rembrandt”, dengan menggunakan kuas

berbagai bentuk dan ukuran sesuai dengan bidang gambar yang diwarnainya,

sebagian besar kuas yang digunakan dalam proses mewarnaipun juga bermerk

“Rembrandt”. Kematangan warna pada setiap lukisan Agus Sudarto tidak secara

tiba-tiba mampu diciptakan olehnya, proses yang panjang telah dilewatinya selama

puluhan tahun, tidak semua proses mewarnai dapat secara langsung berhasil sesuai

dengan harapannya. Dengan belajar pada setiap kesalahan saat proses pewarnaan,

Agus Sudarto dapat memiliki pengalaman yang mumpuni dalam mengolah warna-

warna yang matang. Agus Sudarto pernah beberapa kali harus mengulang mewarnai

lukisannya, demi menghasilkan warna yang diinginkannya, sehingga karya yang

dihasilkan selanjutnya memiliki kualitas yang lebih baik dari karya sebelumnya.
60

Gambar 4.16. Proses pewarnaan


(sumber : dokumen peneliti)

Dalam menciptakan satu lukisan, Agus Sudarto memerlukan waktu yang

tidak singkat, karena proses penciptaannya memang memerlukan ketelatenan dan

kesabaran yang ekstra dalam menciptakan setiap subjek lukisannya demi

menghasilkan lukisan yang berkelas. Satu lukisan diperlukan waktu kurang lebih

tiga bulan untuk Agus Sudarto dapat menyelesaikan satu karya lukisan.

Dalam waktu satu hari, Agus Sudarto tidak menghabiskan seluruh waktunya

untuk melukis, kurang lebih delapan dari dua puluh empat jam Agus Sudarto

gunakan untuk melukis, selebihnya Agus Sudarto gunakan untuk beristirahat dan

melakukan kegiatan yang lain. Namun dalam pengalaman Agus Sudarto melukis,

tidak selalu tujuh hari dalam seminggu Agus Sudarto melukis, terkadang ada

kepentingan yang mengharuskan Agus Sudarto beristirahat dari rutinitas

melukisnya, misal pergi ke luar kota atau luar negeri karena ada kepentingan

tertentu, atau saat kondisi kesehatannya tidak terlalu memungkinkan untuk

memaksa melukis.
61

Dalam membuat campuran warna, Agus Sudarto mencampurnya pada palet.

Palet sendiri didefinisikan sebagai salah satu peralatan melukis yang berfungsi

sebagai tempat menaruh dan mencampurkan cat, berupa lempengan yang berbentuk

perisai yang memiliki lengkungan-lengkungan untuk menaruh cat dengan warna

yang berbeda-beda. Ada juga yang berbentuk persegi panjang dengan petak-petak

untuk meletakkan cat sesuai warnanya. Palet ada yang terbuat dari kayu dan plastik.

Jenis palet yang digunakan Agus Sudarto adalah palet berbahan plastik yang

memiliki tutup (lihat gambar 4.17). Hal tersebut bertujuan supaya warna

percampuran cat yang telah dibuat tidak mudah kering apabila masih tersisa dan

akan digunakan keesokan harinya. Karena dalam membuat warna apabila dalam

waktu yang berbeda akan menghasilkan warna yang berbeda pula meskipun dengan

kadar/ komposisi setiap campuran cat yang sama. Sehingga hal tersebut diantisipasi

Agus Sudarto dengan menggunakan palet yang memiliki tutup. Selain

menguntungkan dalam pemanfaatan cat dari hasil pencampuran warna, hal tersebut

juga bermanfaat dalam meminimalisir penggunaan cat dalam jumlah yang banyak,

artinya cat tidak akan kering sehingga tidak perlu membuat pencampuran warna

yang baru.

Terdapat beberapa palet lukis dalam studio lukisnya, setiap lukisan

menggunakan palet yang berbeda karena Agus Sudarto sering melukis dengan dua

tema yang berbeda pada kanvas yang berbeda pula. Hal tersebut bertujuan supaya

dalam proses pewarnaan tidak membingungkan seniman dalam melanjutkan proses

pewarnaan karena proses tersebut dilakukan dalam kurun waktu beberapa minggu.
62

Gambar 4.17. Palet lukis Agus Sudarto


(sumber : dokumen peneliti)

Proses evaluasi dilakukan Agus Sudarto sepanjang proses penciptaan

lukisan berlangsung, sehingga dalam melukis, seringkali Agus Sudarto tidak

melanjutkannya dan memulai kembali lukisan tersebut saat komposisinya dirasa

tidak cocok atau ada kejanggalan dalam salah satu subjek lukisan tersebut. Agus

Sudarto adalah seniman yang pandai dalam mengkomposisikan setiap subjek

lukisan ciptaannya. Hal ini terbukti dalam setiap lukisannya mampu menampilkan

komposisi yang baik meskipun tidak dibuat menggunakan teknik repro dalam

melukis. Penempatan komposisi setiap subjek lukisan, ekspresi, pose dan gestur

diciptakan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang lain supaya tampak serasi

dan indah.

Setelah lukisan telah selesai diciptakan, proses finishing dilakukan Agus

Sudarto dengan memberikan bahan fixative pada hasil lukisannya. Pemberian

bahan fixative dimaksudkan supaya lukisan terlihat lebih mengkilat dan terhindar

dari jamur akibat perubahan cuaca atau suhu. Bahan fixative sendiri didefinisikan

sebagai cairan yang biasanya disemprotkan di atas karya seni yang sudah jadi
63

supaya terlihat lebih baik dari segi penampilan dan perawatan dalam mencegah

corengan (wikipedia).

Sebagian besar tema lukisan Agus Sudarto adalah mengangkat kesenian

tradisional Nusantara, salah satunya adalah tari-tarian tradisional. Pada proses

penciptaan wajah penari wanita, Agus Sudarto membuatnya tanpa melihat contoh

model yang menjadi subjek lukisannya, akan tetapi wajah penari wanita dibuat

mirip dengan wajah anak perempuannya dan sudah diluar kepala dalam

melukisnya, meski demikian, figur yang dibuat tetap menunjukkan karakter figur

subjek yang memiliki kekhasan masing-masing. Sedangkan gambar yang dijadikan

acuan dalam menentukan bloking objek maupun mengembangkan gagasan objek

supaya lebih kompleks Agus Sudarto selalu menggunakan foto sebagai acuannya.

4.3. Visualisasi dan Nilai Estetis Seni Lukis Karya Agus Sudarto

Sebuah karya seni dikatakan memiliki nilai estetis, baik itu nilai bentuk (intrinsik)

maupun nilai makna (ekstrinsik) apabila dalam membuat desainnya

memperhatikan unsur-unsur visual, prinsip-prinsip desain dan makna karya seni

tersebut. Demikian pula dengan lukisan karya Agus Sudarto, dalam proses

berkesenian, dari latar belakang seorang direktur di salah satu perusahaan swasta di

Semarang, ke professional artist, Agus Sudarto tidak memulainya dari awal, karena

pengalamannya di bidang seni rupa sudah dijalani sedari tahun 1960 saat masih

belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Jogjakarta, yang sekarang dikenal

dengan Institut Seni Indonesia (ISI). Ilmu pengetahuan di bidang seni rupa serta

keterampilan teknik melukis sudah dikuasai Agus Sudarto, sehingga dalam merintis

karirnya sebagai professional artist di tahun 2003 Agus Sudarto hanya


64

mematangkan teknik melukis dan yang paling utama adalah inovasi-inovasi baru

pada tema lukisannya. Dalam melukis, Agus Sudarto melakukannya dengan teliti

dan perasaan yang bahagia, dengan selalu belajar dari pengalaman-pengalamannya

melukis sedari muda sampai saat ini, dalam mengolah unsur-unsur visual dan

prinsip-prinsip desain, sehingga setiap lukisan yang diciptakannya selalu

memberikan kualitas yang berkelas. Hal ini terbukti dari banyaknya peminat seni

yang telah membeli lukisan Agus Sudarto meskipun harus mengeluarkan uang

ratusan juta rupiah, namun nominal tersebut pantas dihargai karena kualitas lukisan

yang sangat berkelas.

4.3.1. Tipologi Karya berdasarkan Periode Waktu

Hampir setiap tahun, Agus Sudarto mampu menghasilkan tiga sampai empat

lukisan, satu lukisan biasanya dikerjakan dalam waktu tiga sampai empat bulan,

karena proses penciptaannya memerlukan waktu yang cukup lama, demi

menghasilkan sebuah lukisan yang berkelas dengan kualitas baik. Namun karena

usia yang memasuki tahun ke 74, jadwal melukis Agus Sudarto menjadi tidak

menentu, karena seringkali kondisi kesehatan Agus Sudarto yang tiba-tiba kurang

baik, sehingga mengharuskannya beristirahat dari rutinitas melukisnya. Jumlah

karya yang telah diciptakan sejak Agus Sudarto mulai melukis sudah tidak

terhitung, namun apabila dihitung sejak tahun 2003, saat Agus Sudarto resign dari

PT.Masscom Graphy dan beralih profesi menjadi seniman profesional sampai tahun

2018, ada sekitar 60 karya lukisan. Dengan ukuran lukisan yang berbeda-beda,

lukisan yang paling kecil adalah berukuran 90 cm x 110 cm, yaitu lukisan yang

berjudul “Manggarwangi” dibuat tahun 2003, sedangkan ukuran lukisan yang


65

paling besar adalah berukuran 280 cm x 230 cm, yaitu lukisan berjudul “Bedhaya

Ketawang” yang dibuat ahun 2016. Serta tema lukisan yang beragam pada kurun

waktu tertentu, hal ini dipengaruhi oleh ketertarikannya terhadap sesuatu.

Kecintaanya terhadap kesenian tradisonal nusantara, membuatnya seolah

terikat dengan budaya dan adat Jawa, tak ubahnya hal tersebut menjadi inspirasi

dalam menciptakan suatu lukisan, seperti seni tari, barong. Tipologi karya seni lukis

Agus Sudarto dapat dikategorikan dalam beberapa kurun waktu, dimulai tahun

2003 sampai 2005 Agus Sudato banyak melukis potrait, tahun 2006 beberapa

lukisan barongan diciptakan Agus Sudarto, tahun 2007 sampai 2009 Agus Sudarto

banyak melukis tentang tokoh, dalam melukis tokoh, tidak semua tokoh atau publik

figur dilukis oleh Agus Sudarto, hanya tokoh-tokoh tertentu saja yang dianggap

memiliki peran yang penting dalam perubahan atau kemajuan zaman, tahun 2010

sampai 2013 lukisan bertema penari banyak diciptakan Agus Sudarto, tahun 2014

sampai 2015 Agus Sudarto melukis dengan subjek yang mirip dengan boneka atau

wayang golek dan tahun 2016 Agus Sudarto kembali melukis barong dan penari.

Hampir semua lukisan yang beliau ciptakan sudah terjual, namun ada salah

satu lukisan yang berjudul “Manggarwangi” yang tetap didisplay di galeri

lukisannya, lukisan tersebut adalah lukisan Agus Sudarto yang diciptakan tahun

2003, saat beliau memutuskan resign dari PT. Masscom Graphy dan berganti

profesi menjadi seorang seniman, karya tersebut merupakan salah satu pembuktian

Agus Sudarto dalam menempatkan kualitas melukisnya pada dunia seni rupa.

Lukisan tersebut tidak diperbolehkan Agus Sudarto untuk dibeli orang, meskipun

pernah suatu hari ada yang mendatangi Agus Sudarto untuk menukar mobilnya
66

dengan lukisan berjudul “Manggarwangi” tersebut, namun Agus Sudato tetap tidak

merelakan lukisan tersebut dibeli orang. “Lukisan tersebut memiliki sejarah besar

mengenai karir saya di bidang seni”, ujar seniman nomor satu di Semarang itu.

4.3.2. Gaya Lukisan Agus Sudarto

Banyak terdapat kanvas kosong di studio lukis Agus Sudarto yang tertumpuk dan

meninggalkan sebuah nama di balik kanvas tersebut, yang menandakan bahwa

kanvas tersebut sudah menjadi pesanan orang, dengan kata lain, lukisan yang belum

dibuat Agus Sudarto sudah menjadi pesanan orang. Namun dalam melukis Agus

Sudarto tidak menghendaki calon kolektornya memberikan permintaan mengenai

lukisan yang akan diciptakannya untuk diberikan ke kolektor tersebut, semua

semata-mata keinginan Agus Sudarto untuk melukis, sehingga dalam melukis, ide

yang tersaji pada lukisan tidak dicampurtangani oleh siapapun, semuanya

diciptakan dari ide atau gagasan Agus Sudarto sendiri. Namun, bukan berarti Agus

Sudarto menutup diri dari masukan para apresiator karya lukisannya, Agus Sudarto

selalu terbuka dalam menerima dan menanggapi para apresiator mengapresiasi dan

mengkritik karyanya.

Athian mengatakan :

“Kurator boleh saja komentar lukisan Agus Sudarto tidak up to date atau
ketinggalan zaman, namun pada kenyataannya lukisan Agus Sudarto laku di
pasaran tanpa harus mengikuti seni rupa kontemporer saat ini, bahkan harganya
sampai ratusan juta rupiah”.

Meskipun Agus Sudarto kurang memiliki peran penting di bidang

perkembangan seni rupa kontemporer, bahkan tidak memiliki tempat pada

dinamika seni rupa kontemporer Indonesia, namun pada kenyataannya, lukisan

Agus Sudarto sampai saat ini masih laku di pasaran dan masih banyak peminatnya,
67

bahkan dengan harga yang sangat tinggi, yaitu ratusan juta rupiah dan pnggemar

seni rupa khususnya lukisan banyak yang mengantri ingin mengoleksi lukisan Agus

Sudarto.

Lebih lanjut Athian menjelaskan mengenai karir Agus Sudarto sebagai

seniman, ia menyatakan bahwa :

“Karena Agus Sudarto tidak dikuratori oleh siapapun, namun harga lukisan yang
mampu menembus pasar sampai dengan ratusan juta rupiah, tidak tanpa alasan
mampu beliau dapatkan, kualitas teknik dan penghayatan yang sangat tinggi dalam
menciptakan sebuah karya lukis, mampu menghadirkan kharisma yang sangat
memikat pada setiap lukisan ciptaannya. Sidomuncul adalah salah satu kolektor
lukisan karya Agus Sudarto, terdapat tiga lukisan Agus Sudarto yang telah dikoleksi
oleh PT yang memproduksi jamu tersebut. Dengan berkawan baik dengan pemilik
PT. Sidomuncul, serta pengalamannya menjadi direktur utama “Suara Merdeka”,
sehingga banyak kenalan orang-orang kaya, hal tersebut merupakan salah satu jalan
Agus Sudarto dalam mengenalkan karya lukisnya yang berkelas, yang dibuat
dengan teknik yang sangat baik, sehingga harga lukisannya mampu menembus
angka sampai ratusan juta rupiah. Jika dibandingkan secara teknik, Agus Sudarto
memang merupakan seniman nomor satu di Semarang”.
Bagi Agus Sudarto, popularitas bukanlah tujuan pencapaian dalam hidupnya,

menikmati pekerjaannya dengan berkarya seni sesuai keinginan hati serta dapat

mengekspresikan ide atau gagasannya dalam bentuk lukisan itu adalah hal yang

membuatnya bahagia, tanpa harus memaksa diri mengikuti perkembangan seni rupa

kontemporer.

“Sebagian besar lukisan Agus Sudarto diciptakan dengan gaya romantis”,

pernyataan ini dikemukakan oleh Athian, salah satu pengamat seni rupa di

Semarang. Aliran ini berusaha membangkitkan suasana emosi penonton pada

keindahan di setiap objeknya. Dengan mengacu pada teknik chiaroscuro dari

Rembrandt, lukisan Agus Sudarto memiliki ciri-ciri setting cahaya memusat satu

arah, gestur yang dinamis, komposisi subjek yang hebat dan ekspresi yang hidup

sehingga karya lukisanya terlihat sangat indah serta subjek utama dan subjek
68

pendukung sangat dibedakan atau terlihat jelas. Efek-efek chiaroscuro menjadikan

subjek yang ingin ditonjolkan dalam lukisannya, semakin tampak jelas, sedangkan

subjek lainnya yang tidak ingin ditonjolkan tampak tersamarkan oleh warna gelap

dan transparan, cahaya pada subjek lukisan memberikan kesan trimatra yang jelas

akibat pengaplikasian highlight dan bayangan. Teknik ini membutuhkan

pemahaman mendalam tentang perspektif, reaksi permukaan benda terhadap

pantulan cahaya, dan proses pembentukan bayangan. seperti halnya dengan lukisan

Agus Sudarto, menggunakan cahaya satu arah, untuk melukis objek-objeknya,

metode ini menjadikan efek chiaroscuro lukisannya memusat pada objek lukisan

tertentu yang dikehendaki. Lukisan-lukisan wajah (potrait) kreasinya

memanfaatkan efek chiaroscuro agar bagian tertentu wajah menjadi pusat

perhatian. Bagian mata, hidung, pipi, telinga atau rambut, kadang ditampakkan

lebih jelas daripada bagian lainnya. Menurut Proyatno (2017), komposisi gelap

terang dengan metode chiaroscuro, mampu menjadikan lukisan menyedot

perhatian.

Sedangkan menurut Paminto, salah seorang kawan seniman Agus Sudarto,

yang ternyata sempat belajar melukis secara langsung dengan Agus Sudarto, saat

ditemui di kediamannya di perumahan Green Village Kelurahan Ngijo, mengatakan

bahwa lukisan Agus Sudarto bercorak realistis, hal ini dibuktikan dengan

pembentukan lukisannya yang jelas dan akurasi yang tepat, Agus Sudarto meniru

objek aslinya dalam melukis tanpa menggubah bagian-bagian antar subjek lukisan.

Meskipun demikian, dalam melukis Agus Sudarto sendiri tidak menamai

aliran lukisan yang diciptakannya, baginya melukis tidak harus terikat dengan suatu
69

aliran isme tertentu, melukis adalah ekspresi jiwa, tidak bisa dipaksa dan tidak harus

berpegangan pada aturan-aturan isme tertentu selama ini. Karena fungsi seni

baginya pribadi merupakan curahan ekspresi dan bentuk kecintaannya pada seni

rupa, hal ini merupakan salah satu alasan mengapa Agus Sudarto masih aktif

melukis di usianya yang menginjak ke 74 tahun, Agus Sudarto selalu menikmati

kecintaannya dalam melukis tanpa memaksakan sesuatu yang tidak disukainya,

sehingga menghadirkan perasaan bahagia, perasaan bahagia tersebut merupakan

alasan kedua mengapa Agus Sudarto diberikan sehat dan usia yang panjang, karena

alasan yang pertama adalah rizqi dari Tuhan yang diberikan kepada Agus Sudarto.

Namun di sisi lain, dalam melukis Agus Sudarto juga dilatarbelakangi dengan

motivasi ekonomi, karena bagaimanapun juga harga lukisannya yang bernilai

sangat tinggi, mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari

dengan keluarganya.

Namun, dapat dipastikan lukisan-lukisan karya Agus Sudarto diciptakan

dengan penggambaran realistis dan pendekatan representatif, karena pembentukan

setiap subjek lukisannya dibuat dengan bentuk yang tidak abstrak, yaitu

perbentukan yang jelas dan akurasi yang tepat. Hal ini dibuktikan dengan karya-

karya Agus Sudarto yang banyak menggambarkan potrait dan figur manusia.

Namun tidak dipungkiri jika di sisi lain ada kecenderungan lukisan Agus Sudarto

bercorak romantis, hal itu dapat terjadi karena lukisannya dibuat dengan

mengedepankan teknik chiaroscuro yang mampu memberikan kesan dramatis

akibat pengaplikasian efek cahaya yang hebat, sehingga menimbulkan suasana

emosi penonton dalam menikmati karya lukisannya, kesan romantis lukisan Agus
70

Sudarto terletak pada perpaduan setiap subjek lukisan yang dibuat saling

berinteraksi dengan gestur dan mimik yang seolah-olah sedang memiliki perasaan

tertentu pada setiap subjek lukisan tersebut, sehingga lukisan Agus Sudarto

memiliki daya pukau yang menarik.

Lukisan yang Agus Sudarto ciptakan pernah beberapa kali diikutkannya

dalam acara pameran, bukan hanya dengan menghubungi langsung Agus Sudarto

untuk mengoleksi karyanya oleh beberapa kolektor, namun juga pada setiap

pameran yang diikuti Agus Sudarto, lukisannya pasti laku terjual. Pernah beberapa

kali Agus Sudarto berpatisipasi dalam undangan pameran, dan lukisan yang Agus

Sudarto pamerkan merupakan lukisan yang sudah dipesan orang. Sehingga lukisan

tersebut tidak dapat dikoleksi oleh apresiator dalam acara pameran tersebut.

Athian berpendapat, bahwa :

“Karir Agus Sudarto di bidang seni rupa, boleh dibilang berbeda dengan pola-pola
kontekstual seni rupa di Indonesia, cara penjualan galeri-galeri di Indonesia
biasanya dengan berbasis pariwisata dan berbasis karir, namun Agus Sudarto tidak
masuk ke dalam dua pola tersebut”.

Karir Agus Sudarto yang tidak bergantung pada kurator dan tidak berperan
dalam balai lelang, namun harga lukisannya mencapai ratusan juta rupiah, harga
tersebut mampu dihargai karena Agus Sudarto memiliki kualitas teknik nomor satu
dalam memvisualisasikan figur, skill yang tidak dimiliki orang lain, serta memiliki
kenalan atau channel orang-orang kaya. Penciptaan lukisan dengan menjual
ekspresi yang hidup, gestur subjek yang dinamis serta kecerdasan dalam
mengkomposisikan subjek adalah salah satu cara Agus Sudarto dalam mengenalkan
karya lukisan yang berkelas.

4.3.3. Nilai Estetis Lukisan Agus Sudarto

Menurut Suhartono (2007 : 21) karya seni setidaknya menawarkan berbagai

kemungkinan, keinginan, mulai dari kreasi, ide dan imajinasi, mengekspresikan


71

emosi dan fantasi, menstimulasi intelektualitas seniman, merekam pengalaman-

pengalaman, merefleksikan konteks-konteks sosial budaya, kritik terhadap sesuatu,

mengangkat sesuatu dari hal yang bisa menjadi isu menarik dan berbagai fenomena-

fenomena di tengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, karya seni juga

menciptakan berbagai peluang, perekat dan citra diri dari seniman. Menurut

Johanes Volkelt ada empat ukuran yang menjadi tanda pengenal dari karya seni

yang dapat memuaskan secara estetika, yaitu (1) karya seni yang memuaskan dapat

mengungkapkan keselarasan antara bentuk dengan isi dan sangat menarik menurut

perasaan : perenungan kita terhadapnya diliputi dengan rasa puas, (2) karya seni

menunjukkan kekaya-rayaan akan hal-hal penting yang menyangkut manusia dan

memperbesar kehidupan kita, (3) karya ini membawa kita masuk ke dalam suatu

dunia khayal yang dicita-citakan dan membebaskan kita dari ketegangan atau

suasana realitas sehari-hari, (4) karya seni dapat menyajikan suatu kebulatan yang

utuh dan mendorong pikiran pada perpaduan mental.

Di dalam suatu lukisan, terdapat nilai yang terkandung di dalamnya,

Triyanto (2014 : 16-19) berpendapat bahwa nilai dalam karya seni lukis

dikategorikan dalam dua jenis nilai, yang pertama adalah nilai intrinsik yaitu

kualitas atau sifat keindahan yang terletak pada bentuk fisiknya, kualitas atau sifat

dari pembentukan fisik itu yang menimbulkan rasa atau kesan indah. Dalam karya

seni lukis nilai instrinsik terletak pada struktur dan bentuknya, struktur yang

dimaksud adalah susunan atas serangkaian unsur-unsur rupa (visual) yang terdapat

di dalamnya. Yang kedua adalah nilai ekstrinsik, yaitu kualitas atau nilai yang

berada di luar atau di balik suatu perwujudan fisik, kualitas atau nilai ini merupakan
72

sesuatu yang tidak konkret yakni berupa pengertian, makna, pesan dan ajaran atau

informasi lainnya yang berharga, atau dapat disebut dengan nilai simbolis, artinya

dalam karya seni terdapat simbol yang memiliki makna, pesan atau harapan di luar

bentuk fisiknya.

Begitu pula pada lukisan karya Agus Sudarto, di dalamnya terdapat nilai

estetis baik yang bersifat intrinsik maupun eksterinsik. Nilai intrinsik pada lukisan

Agus Sudarto dapat terlihat dari bentuk fisik lukisan. Ciri-ciri keindahan lukisan

yang terdapat pada lukisan Agus Sudarto secara umum adalah sebagai berikut :

No. Keindahan Deskripsi


1. Proporsi Subjek lukisan karya Agus Sudarto yang
sebagian besar adalah figur manusia, bentuk
tubuh mampu diciptakan dengan
proporsional sehingga tidak ada kesan
janggal dalam lukisannya
2. Komposisi Setiap subjek dalam lukisannya diatur
dengan kreasi Agus Sudarto sehingga tampak
serasi
3. Pencahayaan Memusat pada subjek utama lukisan
(lighting) sehingga membuat kesan dramatis
4. Gelap terang Pencapaian pembuatan gelap terang pada
(shadow) lukisan Agus Sudarto adalah kesan tiga
dimensi
5. Gestur Subjek lukisan Agus Sudarto yang banyak
membuat figur manusia diciptakan dengan
gestur tubuh yang luwes dan dinamis
6. Ekspresi Mimik wajah sangat mengena baik itu mimik
(mimik) bahagia, anggun, seram, takut, garang
mampu membuat penonton seolah-olah
terbawa pada suasana lukisan
Tabel 4.1 Ciri-ciri keindahan lukisan Agus Sudarto

Subjek utama dan subjek pendukung lukisan dibuat dengan dibedakan atau

terlihat jelas, subjek pendukung yang tidak ingin ditonjolkan tampak tersamarkan
73

oleh warna gelap, cahaya pada objek lukisan memberikan kesan trimatra sangat

jelas akibat pengaplikasian highlight dan bayangan. Seperti halnya dengan lukisan

Agus Sudarto, menggunakan cahaya satu arah, untuk melukis objek-objeknya, hal

ini membuat lukisannya memusat pada objek lukisan tertentu yang dikehendaki.

Lukisan-lukisan wajah (potrait) kreasinya membuat bagian-bagian tertentu pada

wajah menjadi pusat perhatian, seperti mata, hidung, pipi, telinga atau rambut,

kadang ditampakkan lebih jelas daripada bagian lainnya.

Selain nilai intrinsik yang terdapat pada lukisan Agus Sudarto, terdapat pula

nilai ekstrinsik yang mengikutinya. Nilai ekstrinsik sendiri didefinisikan Triyanto

(2014 : 18) sebagai nilai yang berada di luar atau di balik suatu objek atau benda.

Dalam kamus kata ekstrinsik berarti berasal dari luar atau tidak merupakan bagian

yang terpisahkan dari sesuatu (Depdikbud, 1989 : 223). Lebih lanjut Triyanto

menjelaskan nilai ekstrinsik ialah suatu kualitas atau harga yang berada di luar atau

di balik suatu perwujudan fisik, baik berupa pengertian, makna, pesan, informasi,

atau disebut dengan nilai simbolis yang memiliki makna, pesan, atau harapan-

harapan di luar bentuk fisiknya itu.

Nilai eskstrinsik yang terdapat pada lukisan Agus Sudarto secara umum

adalah nilai luhur kesenian tradisional Nusantara yang masih dilestarikan melalui

bentuk lukisan. Seperti tarian tradisional yang paling banyak menjadi tema lukisan

Agus Sudarto. Contoh lukisan karya Agus Sudarto yang mengangkat tema

kebudayaan adalah lukisan serinya yang berjudul “Kolaborasi” (lihat gambar 18).

Nilai ekstrinsik yang terkandung dalam lukisan tersebut adalah sebagai salah

bentuk melestarikan kesenian tradisional yang bisa diciptakan dengan


74

berkolaborasi dengan kesenian tradisional dari negara yang lain. Meskipun berbeda

nada, pasti akan ditemukan irama yang sama.

Gambar 4.18 Lukisan Agus Sudarto berjudul “Kolaborasi”

Kesenian tradisional hendaknya harus tetap dilestarikan, meskipun saat ini

berada di zaman modern. Karena kesenian tradisonal memiliki nilai luhur

kebudayaan dan nilai magis yang tidak dimiliki oleh kesenian-kesenian modern.

Hal tersebut dilatarbelakangi atas kecintaannya pada kesenian. Selain seni

rupa, Agus Sudarto juga mencintai seni tari, musik dan karawitan serta wayang.

Sehingga ada harapan dari hasil melukisnya selain sebagai bentuk atau media

ekspresi dan latar belakang ekonomi sebagai fungsi pribadi, Agus Sudarto juga

berharap lukisannya memiliki fungsi kemasyarakatan, yaitu mencoba mengenalkan

dan melestarikan kesenian-kesenian tradisional khususnya kesenian melalui lukisan

ciptaannya kepada masyarakat atau apresiator. Fenomena yang terjadi saat ini,

banyak masyarakat yang kurang mengenal kesenian tradisional di setiap daerah di


75

Indonesia. Hal tersebut terjadi karena kesenian tradisonal tersisihkan oleh kesenian

modern yang dianggap lebih asik dan kekinian. Namun kesenian tradisional

hendaknya harus tetap di lestarikan meskipun saat ini berada di zaman modern,

karena kesenian tradisional adalah tonggak awal munculnya kesenian-kesenian saat

ini dan menjadi salah satu kebanggaan aset negara.

Nilai luhur kesenian tradisional mampu dirasakan pada penciptaan suasana

sakral dan dramatis pada setiap lukisan Agus Sudarto. Dengan penciptaan mimik

figur lukisan yang mengena, baik itu rasa bahagia, seram, takut, anggun, garang

mampu diciptakan Agus Sudarto dalam setiap karya lukisan ciptaannya, ekspresi

mimik figur lukisan mampu mewakilkan perasaan dan suasana yang diceritakan

pada lukisan tersebut dan mampu membuat apresiator terbawa atau masuk ke dalam

suasana batin lukisan tersebut.

Untuk mengetahui nilai keindahan yang terkandung pada lukisan karya

Agus Sudarto, perlu dilakukan analisis terhadap karya seninya. Berikut ini

dipaparkan hasil penelitian terhadap lukisan karya Agus Sudarto, dengan mangacu

pada deskripsi analisis formalis yaitu menjelaskan objek yang diapresiasi dengan

dukungan beberapa data yang tampak secara visual. Proses ini dimulai dengan cara

menganalisis objek secara keseluruhan mengenai kualitas unsur-unsur visual,

kemudian dikaji bagian demi bagian, seperti menjelaskan tata cara

pengorganisasian unsur-unsur visual kesenirupaan seperti kualitas garis, warna,

bidang, tekstur. Di samping menjelaskan bagaimana komposisi karya secara

keseluruhan dengan keseimbangan, irama, pusat perhatian, unsur kontras, dan

kesatuan. Analisis formalis dapat dimulai dari hal ihwal gagasan hingga kepada
76

bagaimana tata cara proses perwujudan karya beserta urutannya (Bahari, 2017: 10-

11).

Adam (dalam Rohidi, 2011: 150) menjelaskan, analisis formalis adalah

suatu pendekatan tentang seni yang menekankan pada pentingnya bentuk lebih

daripada isi sebagai sumber daya tarik subjektif karya seni. para pengkaji formalis

karya seni akan mempertimbangkan kesan-kesan yang ditimbulkan oleh bagian-

bagian dari unsur visualnya. Bagian-bagian tersebut disebut unsur-unsur formal

yang merupakan asas-asas dari bahasa visual seniman, yang mencakup garis,

bidang, ruang, warna, gelap-terang, yang disusun dalam berbagai cara untuk

mencapai susunan karya yang lebih rumit. Karya seni keseluruhan tersebut disusun

dengan mempertimbangkan keseimbangan, keteraturan dan proporsi, pola dan

irama, yang dapat membangkitkan tanggapan tertentu pada pengamatnya. Susunan

akhir yang dibuat oleh seniman komposisi karya seni. analisis formal tentang

komposisi artistik itu harus mempertimbangkan bagaimana setiap unsur

menyumbang secara fungsional pada keseluruhan kesan yang ditimbulkan oleh

karya seni tersebut.

Berikut ini akan disajikan beberapa sampel karya seni lukis Agus Sudarto

yang mengangkat tema kesenian tradisional Nusantara dari tahun 2003-2016.


77

4.3.3.1. Manggarwangi

Gambar 4.19. Manggarwangi


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)

Judul : Manggarwangi
Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 90 cm x 110 cm
Tahun : 2003

4.3.3.1.1. Isi

Lukisan yang berjudul “Manggarwangi” merupakan lukisan dengan figur manusia

(lihat gambar 4.19). Corak lukisannya adalah realistis romantis. Lukisan tersebut

menampilkan seorang wanita yang sedang duduk dan mengenakan pakaian adat

Jawa Tengah, ditunjukkan dengan latar belakang lukisan yaitu relief candi

Borobudur yang diwarnai dengan warna gelap.

Wanita tersebut adalah Manggarwangi, anak perempuan Agus Sudarto dan

Tati Soemantri dari dua saudara laki-lakinya, saat menjadi model gaun pengantin

tradisional. Ketika menempuh pendidikan menengah atas, Manggarwangi


78

memberikan permintaan kepada Agus Sudarto untuk mengikuti ekstrakulikuler

bola basket di sekolahnya, namun permintaan itu ditolak oleh Agus Sudarto dan

membuat Manggarwangi kecewa, namun sebagai permintaan maaf Agus Sudarto

terhadap anaknya, Agus Sudarto memberikan kado lukisan figur dirinya. Lukisan

yang diberi judul “Manggarwangi” ini merupakan lukisan Agus Sudarto yang

diciptakan pada tahun 2003, salah satu pembuktian saat Agus Sudarto beralih

profesi menjadi seniman, setelah memutuskan resign dari PT. Masscom Graphy

selama 25 tahun. Sejak saat itu, lukisan-lukisan karya Agus Sudarto yang

mengangkat tema tarian tradisional, wajah penari wanitanya dibuat mirip dengan

anak perempuannya “Manggarwangi”, sejak saat itu proses pembuatan wajah

penari wanita dibuat Agus Sudarto mirip dengan anak perempuannya, karena beliau

terinspirasi untuk selalu menghadirkan wajah anak perempuannya pada karya

lukisnya.

4.3.3.1.2. Tema

Lukisan yang berjudul “Manggarwangi” adalah lukisan yang mengangkat tema

pakaian adat dan sifat wanita Jawa, Agus Sudarto melukiskan karakteristik dan sifat

yang menjadi cirikhas wanita Jawa, khususnya Jawa Tengah. Wanita yang cantik,

anggun, lemah lembut dan santun disimbolkan dengan figur wanita yang sedang

duduk menekukkan kakinya ke belakang dan mengenakan pakaian adat Jawa

Tengah, memberikan kesan tenang dan sakral pada lukisan tersebut. Lukisan

“Manggarwangi” ini juga salah satu bentuk pelestarian pakaian adat Jawa Tengah.
79

4.3.3.1.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni rupa dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter penciptanya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto

menggunakan garis yang dibuat dengan kontras dan dinamis mengikuti alunan figur

pada subjek lukisan. Garis yang dibuat dengan perpaduan warna membedakan

antara subjek dan latar lukisan.

4.3.3.1.2.2. Warna

Pemilihan warna sangat penting dalam menciptakan sebuah karya seni khususnya

seni khususnya seni lukis, karena hal ini dapat bertujuan menyatakan gerak, jarak,

ekspresi, makna simbolik atau kualitas dari lukisan tersebut. Agus Sudarto

menggunakan warna tersier dari warna-warna hangat untuk menghasilkan warna

yang mewah, seperti coklat kemerahan, oranye, emas dan didominasi menggunakan

warna putih kehijauan dan biru yang telah dicampur dengan warna lainnya. Warna

emas pada pakaian wanita memberikan kesan mewah dan elegan, sedangkan warna

latar lukisan yang dibuat dengan subjek relief candi Borobudur diciptakan dengan

warna yang gelap yaitu abu-abu kecoklatan sehingga subjek utama lukisan terfokus

pada wanita Jawa tersebut.

4.3.3.1.2.3. Perspektif

Perspektif normal adalah cara penggambaran perspektif dengan menggambarkan

suatu objek tepat di depan mata. Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut

pandang mata normal dikarenakan sisi atas dengan sisi bawah seimbang. Agus
80

Sudarto menciptakan subjek utama lukisan berada di tengah bidang kanvas, yaitu

wanita Jawa.

4.3.3.1.2.4 Pencahayaan

Pencahayaan bertujuan menjelaskan kesan gelap terang pada lukisan Agus Sudarto.

Lukisan yang berjudul “Manggarwangi” dibuat dengan pencahayaan memusat pada

subjek utama lukisan yaitu wanita Jawa. Kesan cahaya yang berbeda pada subjek

utama yang dibuat dengan kesan cahaya kuat dan subjek pendukung dengan kesan

cahaya redup membuat lukisan terkesan dramatis.

4.3.3.1.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Manggarwangi” bersisi persegi

dengan ukuran 90 cm x 100 cm, wujud wanita mengenakan pakaian adat Jawa

Tengah tervisualisasikan menggunakan warna dominan coklat keemasan. Pada

bentuk latar lukisan dibuat dengan subjek relief candi Borobudur dengan warna

gelap yaitu abu-abu kecoklatan memberikan kesan kokoh dan kuat.

4.3.3.1.2.6. Tekstur

Tekstur yang dihasilkan dari cat yang tebal menggunakan kuas, dengan goresan

yang lembut pada subjek wanita Jawa, mengesankan sifat halus dan lembut pada

lukisan. Dan kesan kasar pada latar yang bersubjek relief candi Borobudur karena

dibuat seperti relief pada aslinya. Sehingga tekstur diciptakan menggunakan tekstur

maya.
81

4.3.3.2. Bom Bali

Gambar 4.20. Bom Bali


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)

Judul : Bom Bali


Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 135 cm x 200 cm
Tahun : 2006

4.3.3.2.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Bom Bali” merupakan lukisan karya Agus Sudarto yang

dibuat dengan corak realistis romantis. Aliran yang yang telah menjadi cirikhas dari

lukisan Agus Sudarto sendiri. Lukisan tersebut menceritakan tentang tragedi

terjadinya peristiwa bom di Bali.

Agus Sudarto melukis tiga Barong Bali yang dikelilingi oleh masyarakat Bali

yang mengenakan pakaian adat dan berada di tempat upacara ritual ngaben

(pembakaran mayat) dengan suasana yang gaduh akibat dari bom yang membuat

porak-poranda tempat tersebut, ditunjukkan dengan visualisasi barong sisi kanan

dan kiri yang tampak retak dan gestur para masyarakat yang nampak kebingungan

harus pergi ke mana.


82

4.3.3.2.2. Tema

Karya yang berjudul “Bom Bali” bertemakan tragedi pengeboman di kawasan Bali,

disimbolkan dengan subjek lukisan yang mengangkat kesenian tradisional Bali

seperti Barong Bali, Ngaben dan masyarakat Bali dengan pakaian adatnya.

Kecintaannya pada kesenian tradisional nusantara mencoba disalurkan melalui

beragam tema dalam lukisannya dan menjadikan subjek kesenian daerah menjadi

subjek utama lukisannya, salah satunya adalah lukisan yang berjudul “Barong Bali”

tersebut. Lukisan ini adalah salah satu bentuk peringatan saat terjadinya bom di

Bali.

4.3.3.2.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto

menggunakan garis yang dibuat dengan tegas dan dinamis mengikuti alunan setiap

subjek.

4.3.3.2.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus

Sudarto menggunakan campuran warna tersier dari warna-warna hangat untuk

menghasilkan warna yang elegan, seperti merah, krem, coklat, emas, hitam dan

didominasi menggunakan warna biru keunguan dan warna biru yang telah dicampur

dengan warna yang lainnya. Warna nuansa dingin pada barong sisi kiri bermaksud
83

menandakan suasana Barong pada saat itu dalam keadaan genting, cemas dan

gemuruh.

4.3.3.2.2.3. Perspektif

Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut pandang mata burung seolah-olah

kita melihat suatu objek dari ketinggian. Sehingga nantinya objek gambar yang

dihasilkan bagian atasnya terlihat lebih besar dan bagian bawah mengecil. Sehingga

akan terlihat luas. Subjek utama pada lukisan Agus Sudarto menitik beratkan pada

tiga Barong Bali. Perspektif juga divisualisasikan menggunakan perspektif jauh

dekat, figur orang-orang Bali terlihat jauh kedalam menggunakan warna yang lebih

gelap.

4.3.3.2.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Bom Bali” warna bagian depan

menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto menggunakan

warna yang lebih lembut atau monokromatik bernuansa biru keunguan. Cahaya

dibuat memusat pada subjek utama lukisan yaitu barong Bali bagian tengah.

4.3.3.2.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Bom Bali” bersisi persegi

dengan ukuran 135 cm x 200 cm, wujud bom tidak dilukiskan secara tersurat,

namun disimbolkan dengan Barong Bali yang merupakan kesenian khas tradisional

daerah yang terkena bom tersebut dalam hal ini adalah Bali, Barong menjadi subjek

utama lukisan. Dua di antara tiga barong digambarkan dengan wajah yang retak

karena terkena dampak dari terjadinya bom.


84

4.3.3.2.2.6. Tekstur

Tekstur yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan kesan kuat, cembung dan dangkal pada subjek barong dan

figur manusia.

4.3.3.3. Kolaborasi 1

Gambar 4.21. Kolaborasi 1


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)

Judul : Kolaborasi 1
Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 170 cm x 190 cm
Tahun : 2010

4.3.3.3.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Kolaborasi 1” merupakan lukisan karya Agus Sudarto

yang dibuat dengan corak realistis romantis. Pada karya di atas merupakan lukisan

dengan subjek dua figur manusia, menampilkan seorang lelaki mengenakan

pakaian adat Bali lengkap dengan pernak-pernik khas Bali. Lelaki tersebut sedang

menari dengan gestur yang cepat dan tegas ditandai dengan mata yang melotot dan
85

posisi bahu yang diangkat. Sedangkan bagian belakang terdapat seorang wanita

yang sedang menari dan mengenakan pakaian adat Negara Cina, dengan gestur

yang lembut dan wajah yang cantik menandakan sifat tarian yang lamban dan lemah

lembut.

4.3.3.3.2. Tema

Tema lukisan “Kolaborasi 1” adalah kesenian tradisional dari dua negara yang

dikolaborasikan dalam satu pertunjukan. Meskipun kedua kesenian tradisional

negara tersebut berbeda nada dan berbeda irama, kolaborasi tetap dapat tercipta

antara tarian tradisional dari negara Cina dan negara Indonesia, meskipun dalam

dunia nyata hal tersebut adalah hanya sekedar khayalan, namun lukisan tersebut

diciptakan dan menjadi hal yang menarik dalam bentuk salah satu cara melestarikan

kesenian tradisional.

4.3.3.3.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto

menggunakan garis yang dibuat dengan tegas dan dinamis mengikuti alunan setiap

subjek.

4.3.3.3.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus

Sudarto menggunakan campuran warna tersier dari warna-warna hangat untuk

menghasilkan warna yang elegan, seperti merah, krem, coklat, emas, hitam dan
86

didominasi menggunakan warna hijau di sela-sela warna merah yang telah

dicampur dengan warna yang lainnya. Warna hijau pada kostum penari Bali

tersebut ditambahkan berdekatan dengan warna merah bermaksud sebagai

penyeimbang di antara warna-warna hangat, karena warna hijau dengan merah

adalah warna komplementer langsung.

4.3.3.3.2.3. Perspektif

Perspektif nornal adalah cara menggambar perspektif dengan menggambarkan

suatu objek tepat di depan mata. Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut

pandang mata normal dikarenakan sisi atas dengan sisi bawah seimbang. Agus

Sudarto menciptakan subjek utama lukisan berada di tengah bidang kanvas, yaitu

penari Bali dan penari Cina.

4.3.3.3.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Kolaborasi 1” warna bagian depan

menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto menggunakan

warna yang lebih lembut atau monokromatik bernuansa biru keunguan. Cahaya

dibuat memusat pada subjek utama lukisan yaitu dua figur penari.

4.3.3.3.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Kolaborasi 1” bersisi persegi

dengan ukuran 170 cm x 190 cm, terdapat dua figur penari, penari lelaki yang

berasal dari Bali dan penari wanita yang berasal dari Cina, kedua penari saling

berkolaborasi dalam sebuah irama dan nada yang sama, ditunjukkan dengan gestur

tubuh yang meliuk.


87

4.3.3.3.2.6. Tekstur

Tekstur maya yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan lembut kulit dan pakaian penari Cina, kasar, cembung dan

dangkal pada kulit dan pakaian penari Bali.

4.3.3.4. Kolaborasi 2

Gambar 4.22. Kolaborasi 2


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)

Judul : Kolaborasi 2
Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 170 cm x 190 cm
Tahun : 2011

4.3.3.4.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Kolaborasi 2” merupakan lukisan karya Agus Sudarto

yang dibuat dengan corak realistis romantis. Pada karya di atas merupakan lukisan

dengan subjek utama dua figur penari wanita dan lima figur pemain musik sebagai

subjek pendukung. Satu penari wanita mengenakan pakaian adat tradisional Jawa

Tengah berwarna hijau, mengenakan selendang dan mahkota, diiringi musik


88

dengan alunan musik seruling bambu yang ditiup oleh wanita yang berasal dari

Negara Cina, ditandai dengan pakaian adat kimono berwarna merah yang

dikenakannya. Terdapat lima pemain musik pengiring mengenakan pakaian adat

Cina pada bagian belakang, ke lima pemain musik merupakan subjek pendukung

lukisan yang berfungsi untuk melengkapi subjek utama lukisan, diciptakan dengan

warna yang transparan.

4.3.3.4.2. Tema

Tema lukisan “Kolaborasi 2” adalah kesenian tradisional dari dua negara yang

dikolaborasikan dalam satu pertunjukan. Meskipun kedua kesenian tradisional

negara tersebut berbeda nada dan berbeda irama, kolaborasi tetap dapat tercipta

antara tarian tradisional dari negara Cina dan negara Indonesia, meskipun dalam

dunia nyata hal tersebut adalah hanya sekedar khayalan, namun lukisan tersebut

diciptakan dan menjadi hal yang menarik dalam bentuk salah satu cara melestarikan

kesenian tradisional.

4.3.3.4.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto

menggunakan garis yang dibuat dengan tegas dan dinamis mengikuti alunan setiap

subjek.

4.3.3.4.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus
89

Sudarto menggunakan campuran warna tersier menjadi perpaduan warna-warna

hangat dan dingin untuk memadukan warna yang elegan, seperti hijau, merah,

oranye, krem, coklat, emas, hitam. Warna hijau pada pakaian penari Jawa dan

warna merah pada pakaian penari Cina dibuat dengan maksud lebih menyatukan

dan menyerasikan kolaborasi tersebut, karena warna hijau dengan merah adalah

warna komplementer langsung, sehingga saat disatukan dalam satu frame pada satu

tema peristiwa menjadi sebuah daya tarik saat mata memandang.

4.3.3.4.2.3. Perspektif

Perspektif nornal adalah cara menggambar perspektif dengan menggambarkan

suatu objek tepat di depan mata. Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut

pandang mata normal dikarenakan sisi atas dengan sisi bawah seimbang. Agus

Sudarto menciptakan subjek utama lukisan berada di tengah bidang kanvas, yaitu

penari Jawa dan penari Cina.

4.3.3.4.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Kolaborasi 2” warna bagian depan

menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto menggunakan

warna yang lebih lembut atau monokromatik bernuansa krem kecoklatan. Cahaya

dibuat memusat pada subjek utama lukisan yaitu dua figur penari.

4.3.3.4.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Kolaborasi 2” bersisi persegi

dengan ukuran 170 cm x 190 cm, terdapat satu penari wanita dan satu wanita peniup

seruling sebagai subjek utama dan lima pemain musik sebagai subjek pendukung.
90

kedua wanita tersebut saling berkolaborasi dalam sebuah kesenian tradisional,

ditunjukkan dengan gestur tubuh yang meliuk.

4.3.3.4.2.6. Tekstur

Tekstur maya yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan lembut pada kulit, pakaian wanita, kasar pada pernak

pernik pakaian penari.

4.3.3.5. Kolaborasi 3

Gambar 4.23. Kolaborasi 3


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)

Judul : Kolaborasi 3
Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 170 cm x 190 cm
Tahun : 2012

4.3.3.5.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Kolaborasi 3” merupakan lukisan karya Agus Sudarto

yang dibuat dengan corak realistis romantis. Pada karya di atas merupakan lukisan
91

dengan subjek utama dua figur manusia, di bagian depan terdapat seorang wanita

cantik beras Tionghoa yang sedang duduk dan memainkan alat musik Liuqin khas

negara Cina, dengan gestur yang lembut dan wajah yang anggun menandakan sifat

atau jenis musik yang lamban dan lemah lembut. Sedangkan di bagian belakang

terlihat seorang lelaki bertubuh gemuk yang mengenakan pakaian penasihat

kerajaan lengkap dengan pernak-pernik khas Bali. Lelaki tersebut sedang menari

dengan gestur yang tegas dan suasana yang santai, ditandai dengan posisi bahu

yang diangkat dan muka yang agak ditundukkan.

4.3.3.5.2. Tema

Tema lukisan “Kolaborasi 3” adalah kesenian tradisional dari dua negara yang

dikolaborasikan dalam satu pertunjukan. Meskipun kedua kesenian tradisional

negara tersebut berbeda nada dan berbeda irama, kolaborasi tetap dapat tercipta

antara tarian tradisional Indonesia yang diiringi alat musik tradisional negara Cina,

meskipun dalam dunia nyata hal tersebut adalah hanya sekedar khayalan, namun

lukisan tersebut diciptakan dan menjadi hal yang menarik dalam bentuk salah satu

cara melestarikan kesenian tradisional.

4.3.3.5.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto

menggunakan garis yang dibuat dengan tegas dan dinamis mengikuti alunan setiap

subjek.
92

4.3.3.5.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus

Sudarto menggunakan campuran warna tersier dari warna-warna hangat untuk

menghasilkan warna yang elegan, seperti merah, oranye, coklat, emas, hitam dan

didominasi menggunakan warna putih keabuan dan campuran warna yang lainnya.

4.3.3.5.2.3. Perspektif

Perspektif normal adalah cara menggambar perspektif dengan menggambarkan

suatu objek tepat di depan mata. Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut

pandang mata normal dikarenakan sisi atas dengan sisi bawah seimbang. Agus

Sudarto menciptakan subjek utama lukisan berada di tengah bidang kanvas.

4.3.3.5.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Kolaborasi 3” warna bagian depan

menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto menggunakan

warna yang lebih lembut dan hangat. Cahaya dibuat memusat pada subjek utama

lukisan yaitu dua figur manusia.

4.3.3.5.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Kolaborasi 3” bersisi persegi

dengan ukuran 170 cm x 190 cm, terdapat dua figur penari, penari lelaki yang

berasal dari Bali dan pemain musik wanita yang berasal dari Cina, kedua penari

saling berkolaborasi dalam sebuah irama dan nada yang sama, ditunjukkan dengan

gestur tubuh yang meliuk dan mimik yang menikmati suasana pada saat itu.
93

4.3.3.5.2.6. Tekstur

Tekstur maya yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan lembut kulit dan pakaian penari Cina, kasar, cembung dan

dangkal pada kulit dan pakaian penari Bali.

4.3.3.6. Kolaborasi 4

Gambar 4.24. Kolaborasi 4


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)

Judul : Kolaborasi 4
Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 170 cm x 190 cm
Tahun : 2013

4.3.3.6.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Kolaborasi 4” merupakan lukisan karya Agus Sudarto

yang dibuat dengan corak realistis romantis. Pada karya di atas merupakan lukisan

dengan subjek utama dua figur penari wanita dan lima figur pemain musik sebagai

subjek pendukung. Satu penari wanita menari tarian tradisional Serimpi khas Solo

Jawa Tengah dan mengenakan pakaian adat tradisional Jawa Tengah berwarna
94

hijau, mengenakan selendang kuning, kain dodot dan bersanggul, dikolaborasi

dengan tarian kipas khas Negara Jepang, ditandai dengan pakaian penarinya yang

mengenakan kabuki berwarna merah. Terdapat lima pemain musik pengiring

mengenakan pakaian adat Jepang pada bagian belakang, ke lima pemain musik

merupakan subjek pendukung lukisan yang berfungsi untuk melengkapi subjek

utama lukisan, diciptakan dengan warna yang transparan.

4.3.3.6.2. Tema

Tema lukisan “Kolaborasi 4” adalah kesenian tradisional dari dua negara yang

dikolaborasikan dalam satu pertunjukan. Meskipun kedua kesenian tradisional

negara tersebut berbeda nada dan berbeda irama, kolaborasi tetap dapat tercipta

antara tarian tradisional dari negara Cina dan negara Indonesia, meskipun dalam

dunia nyata hal tersebut adalah hanya sekedar khayalan, namun lukisan tersebut

diciptakan dan menjadi hal yang menarik dalam bentuk salah satu cara melestarikan

kesenian tradisional.

4.3.3.6.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto

menggunakan garis yang dibuat dengan tegas dan dinamis mengikuti alunan setiap

subjek.

4.3.3.6.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus
95

Sudarto menggunakan campuran warna tersier menjadi perpaduan warna-warna

hangat dan dingin untuk memadukan warna yang elegan, seperti hijau, merah,

kuning, coklat, emas dan hitam. Warna hijau pada pakaian penari Jawa dan warna

merah pada pakaian penari Cina dibuat dengan maksud lebih menyatukan dan

menyerasikan kolaborasi tersebut, karena warna hijau dengan merah adalah warna

komplementer langsung, sehingga saat disatukan dalam satu frame pada satu tema

peristiwa menjadi sebuah daya tarik saat mata memandang.

4.3.3.6.2.3. Perspektif

Perspektif nornal adalah cara menggambar perspektif dengan menggambarkan

suatu objek tepat di depan mata. Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut

pandang mata normal dikarenakan sisi atas dengan sisi bawah seimbang. Agus

Sudarto menciptakan subjek utama lukisan berada di tengah bidang kanvas, yaitu

penari Jawa dan penari Cina.

4.3.3.6.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Kolaborasi 4” warna bagian depan

menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto menggunakan

warna yang lebih lembut atau monokromatik bernuansa krem kecoklatan. Cahaya

dibuat memusat pada subjek utama lukisan yaitu dua figur penari.

4.3.3.6.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Kolaborasi 4” bersisi persegi

dengan ukuran 170 cm x 190 cm, terdapat dua penari wanita sebagai subjek utama

dan lima pemain musik sebagai subjek pendukung. kedua wanita tersebut saling
96

berkolaborasi dalam sebuah kesenian tradisional, ditunjukkan dengan gestur tubuh

yang meliuk.

4.3.3.6.2.6. Tekstur

Tekstur maya yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan lembut pada kulit dan pakaian wanita, kasar pada pernak

pernik pakaian penari.

4.3.3.7. Keakraban Keluarga

Gambar 4.25. Keakraban Keluarga


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)

Judul : Keakraban Keluarga


Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 120 cm x 170 cm
Tahun : 2014
97

4.3.3.7.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Keakraban Keluarga” merupakan lukisan karya Agus

Sudarto yang dibuat dengan corak realistis romantis. Pada karya di atas merupakan

lukisan yang menampilkan 4 figur, tiga wanita dan satu lelaki (lihat gambar 4.28).

Visualisasi figur dibuat seperti wayang golek yang mengenakan pakaian adat Jawa

Tengah, hal tersebut dilatarbelakangi dengan alasan wayang golek merupakan salah

satu kesenian tradisional Indonesia yang berasal dari daerah dari Jawa Tengah. Ke

empat figur di atas diibaratkan adalah sebuah keluarga. Terdapat ayah, ibu dan dua

anak perempuan yang sedang berinteraksi sosial. Visualisasi figur dibuat seperti

wayang golek dan menjadi salah satu daya tarik dalam lukisan serta salah satu cara

melestarikan kesenian tradisional.

4.3.3.7.2. Tema

Lukisan tersebut kembali mengangakat tema tentang salah satu kesenian tradisional

Jawa Tengah yaitu wayang golek yang sudah populer, namun beberapa tahun

belakangan tidak banyak ditampilkan pada pertunjukan wayang, sehingga tidak

banyak anak zaman sekarang yang mengetahui apa itu wayang golek. Gestur ke

empat figur tersebut mengisyaratkan keakraban pada sebuah keluarga, keakraban

dalam keluarga adalah salah satu kunci menciptakan keluarga yang harmonis.

4.3.3.7.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto
98

menggunakan garis yang dibuat dengan tegas dan dinamis mengikuti alunan setiap

subjek.

4.3.3.7.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus

Sudarto menggunakan campuran warna tersier menjadi perpaduan warna-warna

hangat dan dingin untuk memadukan warna yang elegan, seperti hijau, merah,

coklat dan emas. Serta dikombinasi dengan warna putih kemerah mudaan dengan

campuran warna-warna yang lain. Warna hijau pada pakaian salah satu anak

perempuan dan warna merah pada pakaian anak perempuan lainnya dibuat dengan

maksud lebih menyatukan suasana dalam lukisan tersebut, karena warna hijau

dengan merah adalah warna komplementer langsung, sehingga saat disatukan

dalam satu frame pada satu tema peristiwa menjadi sebuah daya tarik saat mata

memandang.

4.3.3.7.2.3. Perspektif

Perspektif nornal adalah cara menggambar perspektif dengan menggambarkan

suatu objek tepat di depan mata. Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut

pandang mata normal dikarenakan sisi atas dengan sisi bawah seimbang. Agus

Sudarto menciptakan subjek utama lukisan berada di tengah bidang kanvas.

4.3.3.7.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Keakraban Keluarga” warna bagian depan

menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto menggunakan
99

warna yang lebih lembut atau monokromatik bernuansa krem kecoklatan. Cahaya

dibuat memusat pada subjek utama lukisan.

4.3.3.7.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Keakraban Keluarga” bersisi

persegi dengan ukuran 120 cm x 170 cm, terdapat empat figur subjek utama yang

divisualisasikan dalam bentuk wayang golek. Keempat figur tersebut adalah satu

keluarga, terdapat ayah, ibu dan dua anak perempuan. Keempatnya sedang berdiri

dan saling berinteraksi. Mimik dan gestur figur mengisyaratkan suasana keakraban

dan harmonis pada sebuah keluarga.

4.3.3.7.2.6. Tekstur

Tekstur maya yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan lembut pada kulit dan kasar pada pernak pernik pakaian.

4.3.3.8. Barongsai dan Barong Bali

Gambar 4.26. Barongsai dan Barong Bali


(sumber : dokumen pribadi Agus Sudarto)
100

Judul : Barongsai dan Barong Bali


Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 120 cm x 190 cm
Tahun : 2016

4.3.3.8.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Barongsai dan Barong Bali” merupakan lukisan karya

Agus Sudarto yang dibuat dengan corak realistis romantis. Aliran yang yang telah

menjadi cirikhas dari lukisan Agus Sudarto sendiri. Di dalam lukisan tersebut

terdapat bentuk Barongsai dan Barong Bali yang digambarkan serupa tapi tak sama

dengan cirikhas yang dimiliki oleh masing-masing barong tersebut, salah satu daya

tarik tersendiri karena keduanya sama-sama jenis barong yang berasal dari dua

negara yang berbeda, namun berasal dari ras yang sama, yaitu ras Mongolia.

Barongsai yang berwarna dominan merah dari Cina dan Barong Bali berwana

dominan emas dari Indonesia. Terdapat pula dua figur wanita yang mengenakan

pakaian tradisional dari salah satu daerah di negaranya (lihat gambar 4.29) yang

divisualisasikan menyerupai wayang golek.

4.3.3.8.2. Tema

Karya yang berjudul “Barongsai dan Barong Bali” bertemakan kesenian tradisional

dari dua negara yaitu Cina dan Indonesia. Barongsai dan Barong Bali adalah

kesenian tradisional yang sama-sama berbentuk barong namun dengan perbedaan-

perbedaan yang menjadi keunikan saat disatukan dalam sebuah frame pada lukisan.

4.3.3.8.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto
101

menggunakan garis yang dibuat dengan tegas dan dinamis mengikuti alunan setiap

subjek.

4.3.3.8.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus

Sudarto menggunakan campuran warna tersier dari warna-warna hangat untuk

menghasilkan warna yang elegan, seperti merah, emas, hijau dan coklat, dan

didominasi menggunakan warna putih kecoklatan yang telah dicampur dengan

warna yang lainnya. Warna bernuansa hangat disimbolkan suasana lukisan yang

semangat dan akrab.

4.3.3.8.2.3. Perspektif

Perspektif normal adalah cara menggambar perspektif dengan menggambarkan

suatu objek tepat di depan mata. Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut

pandang mata normal dikarenakan sisi atas dengan sisi bawah seimbang. Agus

Sudarto menciptakan subjek utama lukisan berada di tengah bidang kanvas.

4.3.3.8.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Barongsai dan Barong Bali” warna bagian

depan menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto

menggunakan warna yang lebih lembut. Cahaya dibuat memusat pada subjek utama

lukisan yaitu Barongsai dan Barong Bali serta dua figur wanita.
102

4.3.3.8.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Barongsai dan Barong Bali”

bersisi persegi dengan ukuran 120 cm x 190 cm, wujud Barong dilukiskan seperti

Barong pada aslinya, didekatkan dengan mimik yang bahagia dan saling

berinteraksi. Wujud dua wanita dilukiskan dengan penggubahan menyerupai

wayang golek.

4.3.3.8.2.6. Tekstur

Tekstur yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan kesan kuat, cembung dan dangkal pada subjek barong dan

figur manusia.

4.3.3.9. Bedhaya Ketawang

Gambar 4.27. Bedhaya Ketawang


(sumber : dokumen peneliti)

Judul : Bedhaya Ketawang


Seniman: Agus Sudarto
Media : cat minyak di atas kanvas
Ukuran : 280 cm x 230 cm
Tahun : 2016
Oleh : Agus Sudarto
103

4.3.3.9.1. Isi

Lukisan yang diberi judul “Bedhaya Ketawang” merupakan lukisan karya Agus

Sudarto yang dibuat dengan corak realistis romantis. Pada karya di atas merupakan

lukisan dengan subjek utama lima figur penari wanita. Kelima penari menarikan

tarian “Bedhaya Ketawang” yang merupakan tarian sakral berasal dari Solo, Jawa

Tengah. Pada zaman dahulu ditampilkan pada acara pernikahan anak raja di Jawa

Tengah, ditunjukkan dengan pakaian penari yang dikenakan adalah pakaian adat

tradisional Solo, memakai mahkota, bersanggul dan kain jarik dodot khas Solo,

serta latar lukisannya yaitu stupa-stupa candi Borobudur. Tari “Bedhaya

Ketawang” berlangsung selama lima jam tigapuluh menit, sebelum menampilkan

tarian “Bedhaya Ketawang”, sang penari diharuskan puasa dan belum pernah

terjamah oleh laki-laki. Pada lukisan “Bedhaya Ketawang” ini, wajah penari dibuat

hampir mirip antara penari yang satu dengan penari yang lainnya, wajah penari

diciptakan Agus Sudarto mirip dengan anak perempuannya.

4.3.3.9.2. Tema

Tema lukisan “Bedhaya Ketawang” adalah kesenian tradisional, khususnya tari

tradisional khas Solo Jawa Tengah. Agus Sudarto kembali mengangkat tema

kesenian tradisional, selain berfungsi sebagai media dalam menyalurkan ide, Agus

Sudarto juga bermaksud mencoba melestarikan salah satu tarian tradisional

Indonesia dalam bentuk sebuah lukisan, serta mengenalkan kepada masyarakat

mengenai salah satu tari tradisional Indonesia yang berasal dari Solo Jawa Tengah

yaitu tarian Bedhaya Ketawang. Selain nilai instrinsik yang terdapat pada lukisan,
104

ada pula nilai ekstrinsik yang tersirat di dalamnya dan menjadi hal yang menarik

dalam bentuk salah satu cara melestarikan kesenian tradisional Indonesia.

4.3.3.9.2.1. Garis

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna, garis juga dapat membentuk karakter pembuatnya, garis dapat

terbentuk dari perpaduan dua warna. Seperti halnya dengan karya Agus Sudarto

menggunakan garis yang dibuat dengan dinamis dan dinamis mengikuti alunan

setiap subjek penari.

4.3.3.9.2.2. Warna

Peranan warna sangat dominan pada sebuah karya seni lukis, hal ini dapat

diupayakan dalam menyatakan gerak, jarak, ekspresi atau makna simbolik. Agus

Sudarto menggunakan campuran warna tersier menjadi perpaduan warna-warna

hangat untuk memadukan warna yang elegan, seperti coklat, krem, emas dan merah.

Warna hijau pada aksentuasi pakaian penari Jawa yang didekatkan dengan warna

merah pada selendang penari diciptakan dengan maksud supaya lebih menyatukan

dan menyerasikan suasana sakral tarian tersebut, karena warna hijau dengan merah

adalah warna komplementer langsung, sehingga saat disatukan dalam satu frame

pada satu tema peristiwa menjadi sebuah daya tarik saat mata memandang.

4.3.3.9.2.3. Perspektif

Segi perspektif karya di atas diambil dari sudut pandang mata burung seolah-olah

kita melihat suatu objek dari ketinggian. Sehingga nantinya objek gambar yang

dihasilkan bagian atasnya terlihat lebih besar dan bagian bawah mengecil. Sehingga

akan terlihat luas. Subjek utama pada lukisan Agus Sudarto menitik beratkan pada
105

lima penari wanita. Perspektif juga divisualisasikan menggunakan perspektif jauh

dekat, figur penari wanita terlihat jauh kedalam menggunakan warna yang lebih

gelap.

4.3.3.9.2.4. Pencahayaan

Pencahayaan dibuat dengan maksud menjelaskan kesan gelap terang pada karya

lukisan Agus Sudarto. Lukisan berjudul “Bedhaya Ketawang” warna bagian depan

menggunakan warna yang kuat dan semakin menjauh Agus Sudarto menggunakan

warna yang lebih lembut atau monokromatik bernuansa abu-abu kecoklatan.

Cahaya dibuat memusat pada subjek utama lukisan yaitu dua lima figur penari

wanita.

4.3.3.9.2.5. Bentuk

Bentuk pada lukisan Agus Sudarto yang berjudul “Bedhaya Ketawang” bersisi

persegi dengan ukuran 280 cm x 230 cm, lukisan di atas merupakan lukisan dengan

ukuran yang besar dibandingkan dengan ukuran-ukuran lukisan Agus Sudarto yang

lain. Terdapat lima penari wanita sebagai subjek utama lukisan dan bentuk stupa

candi Borobudur sebagai latar atau subjek pendukung. Kelima penari tersebut

menari dengan tenang dan lamban ditunjukkan dengan alunan tangan penari yang

berada di bawah serta wajah yang agak ditundukkan.

4.3.3.9.2.6. Tekstur

Tekstur maya yang dihasilkan dari cat yang dibuat tebal menggunakan sapuan kuas

bermaksud memberikan lembut pada kulit dan pakaian wanita, dilihat dari draperi

kain pada pakaian yang dikenakan penari.


106

BAB 5

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang terkumpul dari penelitian tentang seni lukis

karya Agus Sudarto kajian proses penciptaan dan nilai estetis, dapat disimpulkan

bahwa :

5.1.1. Proses Penciptaan Seni Lukis Agus Sudarto Dikerjakan Melalui Tiga

Tahapan, yaitu :

(1) tahapan awal, meliputi pencarian ide atau tema lukisan, biasanya didapatkan

dari renungan dan pengalaman Agus Sudarto. Tema-tema lukisan Agus Sudarto

yang banyak mengangkat tema kebudayaan nusantara didasari atas kecintaannya

terhadap kesenian, selain seni rupa, Agus Sudarto juga menyukai seni tari, seni

musik, karawitan dan wayang. (2) Tahapan penyempurnaan, pengembangan dan

pemantapan gagasan awal. Pada tahap penyempurnaan Agus Sudarto

malakukannya dengan membandingkan beberapa ide yang tersaji kemudian

dijadikan satu tema. Tahap pengembangan adalah proses pencarian referensi

mengenai dokumen pendukung yang terkait dengan tema lukisannya, baik melalui

observasi, membaca majalah, katalog, buku maupun internet. Tahap pemantapan

dilakukan Agus Sudarto dengan mengumpulkan semua media yang dibutuhkan

dalam proses melukis, baik itu media utama dan media pendukung, media utama

meliputi alat dan bahan melukis, sedangkan media tambahan seperti referensi

melukis. Dan (3) Tahapan visualisasi ke dalam medium. Yang pertama adalah

pembuatan sket atau gambar rancangan pada kanvas, kemudian dilanjutkan

106
107

mewarnai hasil sket, di sela-sela proses pewarnaan dilakukan evaluasi terhadap

proses pewarnaan tersebut, setelah selesai proses pewarnaan, tahap yang terakhir

adalah finishing, biasanya dilakukan dengan pemberian bahan fixative pada

lukisannya supaya terlihat lebih mengkilat dan tahan dari suhu.

5.1.2. Nilai Estetis Lukisan Agus Sudarto

Dalam lukisan Agus Sudarto, terdapat nilai estetis, baik yang bersifat intrinsik

maupun eksterinsik. Nilai intrinsik pada lukisan Agus Sudarto adalah terletak pada

unsur-unsur visual dan prinsip desain pada lukisannya, seperti setting cahaya,

bentuk, komposisi yang hebat, gestur yang luwes dan subjek utama subjek

pendukung terlihat perbedaannya dengan jelas, subjek pendukung yang tidak ingin

ditonjolkan tampak tersamarkan oleh warna gelap dan transparan, sedangkan

subjek utama dibuat dengan kesan cahaya yang memusat satu arah pada subjek

yang dikehendaki serta membentuk kesan bidang trimatra akibat pengaplikasian

highlight dan bayangan. Penciptaan mimik figur lukisan yang mengena dan

memiliki rasa baik itu ekspresi bahagia, menyeramkan, takut, anggun menjadi salah

satu daya tarik lukisan Agus Sudarto.

Sedangkan nilai eskstrinsik yang terdapat pada lukisan Agus Sudarto secara

umum adalah nilai luhur kesenian tradisional yang dilestarikan melalui bentuk

lukisan, hal ini didasari pada sebagian besar lukisan Agus Sudarto yang banyak

mengangkat tema tentang kesenian tradisional Nusantara.

5.2. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat dikemukakan saran

sebagai berikut :
108

Untuk dapat berkembang di era modern saat ini, ada baiknya Agus Sudarto

dapat memberikan sentuhan kontemporer pada lukisannya, di samping aliran

realisme yang telah melekat dan menjadi cirikhas dari lukisan Agus Sudarto, hal ini

bertujuan supaya ada inovasi baru pada lukisannya dan lebih mendapatkan

perhatian oleh seniman-seniman muda yang mengikuti era kontemporer.

Dalam berbagi ilmu melukis, ada baiknya Agus Sudarto lebih terbuka dalam

menerima dan mengajarkan seniman-seniman muda yang ingin belajar melukis

dengannya, supaya ada generasi penerus yang berkualitas dari seniman-seniman

muda dalam mewarisi ilmu dan teknik melukis dari seniman senior seperti Agus

Sudarto.

Dalam proses berkesenian khususnya manajemen penjualan lukisan pasca

berkarya, ada baiknya Agus Sudarto dapat berbagi pengalaman kepada seniman-

seniman muda supaya dapat membantu cara penjualan lukisan.


109

DAFTAR PUSTAKA

Aprillia. 2012. “Nirmana Dwimatra”. Bahan Ajar. Jurusan Seni Rupa FBS Unnes.

Bastomi, Suwadji. 1992. Wawasan Seni. Semarang : IKIP Semarang.

Bastomi, Suwadji. 2012. Estetika Kriya Kontemporer & Kritiknya : IKIP

Semarang.

Djatiprambudi. Djuli. 2007. Menggugat Seni Murni. Surabaya : Lembaga

Penelitian Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya.

Kartika dan Prawira. 2004. Pengantar Estetika. Bandung : Rekayasa Sains

Bandung.

Kartika, Darsono S. 2007. Seni Rupa Modern. Bandung : Rekayasa Sains Bandung.

Maria, Mia. 2016. Buku Seni Rupa Kita. Jakarta : Gajah Hidup Printing.

Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2011. Metodologi Penelitian Seni. Semarang : Cipta

Prima Nusantara.

Rondhi, M. 2002. “Tinjauan Seni Rupa 1”. Bahan Ajar. Jurusan Seni Rupa

FBS Unnes.

Saleh, Fatulloh. 2014. Teori Formalisme : UIN Syarif Hidayatullah.

Soedarso SP. 1990. Tinjauan seni. Yogyakarta : Suku Dayar Sana.

Sudarmadji. 1979. Seni dan Permasalahannya. Yogyakarta : Sakudaryarso.

Sudjojono. S. 2000. Seni Lukis, Kesenian dan Seniman. Yogyakarta : Yayasan

Aksara Indonesia.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

109
110

Suhartono. 2007. “Kajian Sejarah : Seni Lukis Periode 1945-2005 di Kota

Semarang”. Tesis. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Sunardi. 2012, Vodka dan Birahi Seorang “Nabi”Esai-Esai Seni dan Estetika.

Jogjakarta : Jalasutra.

Susanto, Mikke. 2012. Diksi Rupa. Yogyakarta : Dicti Art Lab & Djagad Art House.

Syafii. 2013. “Metode Penelitian Pendidikan Seni Rupa”. Bahan Ajar. Jurusan Seni

Rupa FBS Unnes.

Santo, Tris Neddy, Rotua Magdalena Pardede Agung, Dyah Chitraria Liestyati

K.N.P. 2012. Menjadi Seniman Rupa. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri.

Triyanto. 2014. “Estetika Barat”. Bahan Ajar. Jurusan Seni Rupa FBS Unnes.

Wahana, Roky Budi. 2011. “Seni Patung Kawi Designs Blora : Kajian Proses

Produksi dan Bentuk Estetis”. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri

Semarang.

Artikel online “Harian Analisa”, oleh Dr. Agus Proyatno, M.Sn.

Http://harian.analisadaily.com/mobile/seni/news/chiaroscuro-pada-lukisan-

rembrandt/93665/2014/12/28

diakses pada 27 April 2017.

Katalog Biennale #1 Jawa Tengah.

KBBI Offline Android. 2018. (diunduh pada tanggal 19 Pebruari 2018).


111

LAMPIRAN

111
112

Lampiran 1

BIODATA NARASUMBER

Nama : Agus Sudarto

TTL : Purwodadi, 17 Agustus 1945

Umur : 73 tahun

Pekerjaan : Seniman

Alamat : Jalan Puspowarno IV, No. X/ 7, Kelurahan Pamularsih, Kota


Semarang, Jawa Tengah

Alamat Studio : Jalan Puspowarno IV, No. X/ 7, Kelurahan Pamularsih, Kota


Semarang, Jawa Tengah

Nara hubung : +62 811-299-102

Riwayat Pendidikan :

- SD : SD Kartini
- SMP : SMP N 2 Semarang
- SMA : SMK (tidak lulus)
- Perguruan Tinggi : Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI)
113

Pengalaman Pameran :

1. The Jakarta International Fine Arts Exhibition


2. Pameran bersama “Figuratif” di Andy’s Gallery
3. The Asian Art Award
4. Pra Biennale Bali
5. Citra Realis
6. Biennale #1 Jateng
7. Pameran bersama dengan seniman-seniman Jepang di Kyoto
8. Shanghai Art Fair
9. Paris
10. Pameran tunggal di Amsterdam pada tahun 1996 didampingi Frans
Euckelanes.
114

Lampiran 2

BIODATA PENULIS

Nama : NUR INDAH RIZQI


NIM : 2401414007
Fakultas : Bahasa dan Seni
Jurusan/ Program Studi : Seni Rupa/ Pendidikan Seni Rupa
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 1 Agustus 1995
Alamat : Desa Pamiritan Lor, RT 01/ RW 01, Nomor 53,
Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal – Jawa
Tengah
Nama Orang Tua : Suntoro (alm)/ Sanatun
Agama : Islam
Nara Hubung : 0895394082422
Riwayat Pendidikan :
- SD : SD Negeri Balapulang Wetan 06
- SMP : SMP Negeri 1 Balapulang
- SMA : SMK Negeri 2 Adiwerna
- Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang
Judul Skripsi : SENI LUKIS KARYA AGUS SUDARTO :
KAJIAN PROSES PENCIPTAAN DAN NILAI
ESTETIS
115

Lampiran 3

INSTRUMEN PENELITIAN

Judul : SENI LUKIS KARYA AGUS SUDARTO : KAJIAN


PROSES PENCIPTAAN DAN NILAI ESTETIS

Peneliti : Nur Indah Rizqi

NIM : 2401414007

Data yang dibutuhkan dalam penelitan ini adalah data kualitatif yang lebih banyak
menampilkan kata-kata dari pada angka. Penelitian kualitatif ini juga akan
menghasilkan data deskriptif berupa proses penciptaan, serta visualisasi seni lukis
karya Agus Sudarto. Oleh karena itu teknik yang digunakan untuk memperoleh
data yang ada dilapangan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Agar
pelaksanaan pengumpulan data dengan teknik-teknik tersebut dapa berjalan dengan
baik, disusun kerangka pedoman sebagai berikut :

I. PEDOMAN OBSERVASI

Dalam kegiatan ini, pengamatan secara langsung/ observasi bertujuan untuk


mengumpulkan data mengenai Agus Sudarto :

1. Gambaran umum/ kondisi fisik secara umum kediaman Agus Sudarto


a. Rumah dan Studio Lukis Agus Sudarto :
 Alamat rumah dan studio lukis
 Lokasi rumah dan studio lukis
b. Kondisi fisik rumah dan studio lukis
 Bangunan rumah dan studio lukis
 Ruang studio lukis
c. Kegiatan melukis Agus Sudarto
 Persiapan media lukis
 Pembuatan sket pada bidang kanvas
116

 Pewarnaan
 Finishing
II. PEDOMAN WAWANCARA

Intrumen wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara


bertanya langsung kepada narasumber yang kompeten dan menguasai aspek-
aspek yang ditanyakan. Dengan begitu peniliti dapat memperoleh data yang
valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Pada penelitian ini aspek-aspek yang
akan ditanyakan meliputi:

1. Wawancara dengan Agus Sudarto


 Curriculum Vitae
Nama :
TTL :
Umur :
Alamat :
Studio :
Telpon :
Riwayat Pendidikan :
- SD
- SMP
- SMA
- Perguruan Tinggi
 Pengalaman Pameran :
 Proses penciptaan, meliputi :
- Menemukan ide/ gagasan tema melukis
- Menyiapkan media lukis
- Membuat sket
- Mewarnai sket
- Finishing karya
 Deskripsi 12 karya Agus Sudarto
1. Judul :
117

Media :
Ukuran :
Tahun :
2. Wawancara dengan asisten rumah tangga Agus Sudarto :
 Bagaimana kepribadian Agus Sudarto?
 Seberapa sering Agus Sudarto melukis?
 Seberapa besar dukungan keluarga kepada Agus Sudarto dalam
menjadi profesional artis?
3. Wawancara dengan pengamat seni rupa
 Sejak kapan Anda mengenal Agus Sudarto dan karya-karyanya?
 Menurut Anda, apa pencapaian artistik yang unik dari lukisan-
lukisan Agus Sudarto sejauh ini?
 Di manakah menurut pendapat Anda, posisi eksistensial Agus
Sudarto dalam peta seni rupa Indonesia?
 Bagaimana karya-karya Agus Sudarto dalam konteks seni rupa
sekarang?
 Apa saja yang menjadi kelebihan pada lukisan Agus Sudarto?
 Apa saja kekurangan lukisan lukisan Agus Sudarto?
III. PEDOMAN DOKUMENTASI
Pada instrumen ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari data dari
katalog-katalog pameran yang pernah diikuti Agus Sudarto. Selain dengan
catatan yang tertulis, pengumpulan data dapat berupa gambar/ foto serta video
yang berkaitan dengan penelitian. Data yang dikumpulan sebagai berikut :
1. Gambaran kediaman Agus Sudarto secara umum
 Lokasi rumah dan lingkungan sekitar
 Studio lukis Agus Sudarto
2. Bahan dan alat melukis Agus Sudarto
3. Proses pencarian ide dan referensi tema lukisan
4. Proses menyiapkan bahan dan alat lukis
5. Proses visualisasi atau mencipta karya lukis
118

Lampiran 4

Proses Wawancara dengan seniman Agus Sudarto di rumah dan studio lukisnya

Lampiran 5
Bahan dan alat melukis Agus Sudarto

Anda mungkin juga menyukai