Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

UPAYA SINTESIS 1-MONORISINOLEIN DARI MINYAK


JARAK CASTOR (RISINUS COMMUNIS LINN)
MENGGUNAKAN GLISEROL TERPROTEKSI DAN
LIPOZIME TL IM

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana

OSKAR NJURU MAY


1506070089

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019

i
LEMBARAN PERSETUJUAN

ii
LEMBARAN PENGESAHAN

MOTTO

iii
SEKALIPUN AKU BERJALAN DALAM LEMBAH KEKELAMAN
AKU TIDAK TAKUT BAHAYA SEBAB ENGAKAU BESERTAKU;
GADA-MU DAN TONGKAT-MU, ITULAH YANG MENGHIBUR AKU
(MAZMUR 23:4)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Tuhan Yesus Kristus, sumber pengetahuan dan hikmat serta juruselamat

pribadiku.

2. Orang tuaku tercinta, bapak Daud R. Njurumay ibu Naomi R. Wadang

dan Ibu Ester Konda Ngguna (Alm.).

3. Saudara-saudaraku, ka Domi, ka Nyong, ka Desi, adik Agung, adik

Bintang, adik Nanda, adik Obama, ka Yosep, ka Ria dan ka Debi.

4. Saudara-saudariku seperjuangan Mes Savana, Sumba Timur.

5. Teman-temanku seperjuangan FBA’15.

6. Program Studi Kimia dan Almamaterku Universitas Nusa Cendana,

Kupang.

KATA PENGANTAR

iv
Segala hormat, kemulian, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa atas hikmat, pengetahuan, kasih dan anugrah-Nya
sehinnga penulis dapat menyelesaikan proses perkuliahan, penelitian dan
penulisan skripsi dengan judul “Upaya Sintesis 1-Monorisinolein dari Minyak
Jarak Castor (Risinus communis Linn) Menggunakan Gliserol Terproteksi dan
Lipozime TL IM”. Skripsi ini disusun sebagai prasyarat guna memperoleh gelar
Serjana Sains pada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas
Nusa Cendana.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan yang diperoleh ini, bukan karena


usaha sendiri, tetapi juga karena bantuan dari berbagai pihak baik secara moril
maupun material dan motivasi mulai dari masa perkuliahan, penulisan proposal,
penelitian dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan
rendah hati penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Febri O. Nitbani, S.Si, M.Si selaku pembimbing 1 atas segala

bantuan dan ide-ide kreatif kepada penulis dari penulisan proposal,

pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi, serta yang dengan sabar

dan tulus hati telah meluangkan banyak waktunya untuk mendampingi,

membimbing dan memotivasi penulis hingga selesainya penulisan skripsi

ini.

2. Bapak Titus Lapailaka, S.Si, M.Si selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai

dari penulisan proposal hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Fredy Z. Saudale, S.Si, M.Si, Ph.D selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan banyak masukan bagi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Bapak Reinner I. lerrick, S.Si, M.Sc, Ph.D selaku dosen Pembimbing

akademik yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan selama proses

perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.

v
5. Bapak Imanuel Gauru, S.Si, M.Si dan Ibu Sherlly M.F. Ledoh S.Si, M.Si

selaku ketua dan sekretaris Program Studi Kimia yang telah membantu

dan membimbing penulis dalam menyelesaikan masa perkuliahan.

6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kimia yang telah membekali penulis

dengan ilmu dan pengalaman yang dibagikan selama proses perkuliahan.

7. Ibu Dr. Febri O. Nitbani sebagai kepala Laboratorium Kimia, Ibu Since

Bounsele, S.Si selaku Pengelola Laboratorium Kimia dan Ibu Adolfina M.

Tuhehay selaku operator PDPT yang telah membantu penulis selama

masa perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak Dekan Fakultas Sains dan Teknik beserta seluruh staf pegawai yang

telah membantu dalam kelancaran berbagai urusan administrasi.

9. Orang tuaku tercinta, bapak Daud, mama Omi dan mama Ester (alm.) atas

jasa dan pengorbanan menyekolahkan penulis hingga selesai.

10. Saudara-saudariku, ka Domi, ka Nyong, ka Desi, adik Agung, adik

Bintang, adik Nanda, adik Obama, ka Yosep, ka Ria dan ka Debi atas

dukungan doa dan materil dalam proses perkuliahan hingga selesai

penyusunan skripsi.

11. Teman-temanku dalam satu grup penelitian: ka Yopi, Ice, Mani, Mon,

Ratih, Yane dan Lili atas dukungan mereka, baik dukungan doa, materil

maupun tenaga dalam proses penelitian hingga selesai.

12. Teman-teman Seperjuanganku FBA᾽15: Tutu, Marisa, Martha, Marini,

Reni, Rensi, Gundha, Farnesi, Mega, Milce, Nini, Stevi, Ika, Is, Mervin,

Puteri, Marina, Ina, Mersi, Nikita, Novi, Dami, Iyaz, Andre, Marjo,

Husain, Ongki, Yoktan, Imel, Lius, Herson, Arman, dan Kawan-kawan

vi
yang lain yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu atas semua

dukungan doa, bantuan dan kebersamaan selama proses perkuliahan

sampai selesai penyusunan skripsi.

13. Kakak-Kakak CHLOR᾽12, GEATLICE᾽13, SC᾽14 dan adik-adik CS᾽16,

FLC᾽17 dan TC᾽18 atas semua dukungan, semangat dan doa yang telah

diberikan kepada penulis.

14. Saudara-saudariku Mes Savana: ka Ruli, ka Hengki, ka Aris, Ka Eki

Herwin, Roni, Feri, Markus, Rolan, Eni, Ayu, Maya, Anasri, Risna,

Anggri, Oki, Inki, Anggi, Ina, Lini dan Helsi atas dukungan dan dorongan

mereka bagi penulis dalam proses perkuliahan sampai selesai penulisan

skripsi

15. Kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu

yang baik dengan materi maupun moril telah mengantarkan penulis sampai

pada penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu segala kritik dan saran serta masukan guna penyempurnaan skripsi ini
sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis sangat mengaharapkan semoga
skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Kupang, 31 September 2019

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


LEMBARAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
LEMBARAN PENGESAHAN......................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv

vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv
ABSTRAK ......................................................................................................... xvi
ABSTRACT ....................................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8
2.1 Minyak Nabati........................................................................................ 8
2.2 Jarak Castor (Risinus Communis Linn) .................................................. 9
2.3 Minyak Jarak Castor .............................................................................. 11
2.3.1 Asam Lemak Risinoleat ................................................................ 14
2.4 Monoasilgliserol..................................................................................... 15
a. Reaksi Esterifikasi .............................................................................. 17
b. Reaksi Transesterifikasi ..................................................................... 17
c. Reaksi Gliserolisis Enzimatis ............................................................. 19
2.5 Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM)................................ 19
2.6 Kromatografi Cair-Spektroskopi Massa (KC-SM) ............................... 21
2.7 Spektroskopi Foriur Transform Infra Red (FTIR)................................ 22
2.8 Amberlyst-15......................................................................................... 24
2.9 Lipozime TL IM.................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 27
3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ............................................... 27
3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................... 27
3.3 Prosedur Kerja........................................................................................ 27
3.3.1 Pemurnian Minyak Jarak Castor (Risinus communis Linn) dari .
Asam Lemak Bebas ...................................................................... 27
3.3.2 Sintesis Metil Risinoleat ............................................................... 26
3.3.3 Sintesis 1-Monorisinolein ............................................................. 29
3.4 Skema Reaksi Penelitian ........................................................................ 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 31
4.1 Pemurnian Minyak Jarak Castor (Risinus communis Linn) dari
Asam Lemak Bebas ................................................................................31
4.2 Sintesis Metil Risinoleat ....................................................................... 35
4.2.1 Analisis FTIR ................................................................................ 39
4.2.2 Analisis KG-SM ............................................................................ 40

viii
4.3 Sintesis 1-Monorisinolein ..................................................................... 45
4.3.1 Analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis) .................................... 52
4.3.2 Analisis KC-SM ............................................................................ 53
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 55
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 55
5.2 Saran..................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN ........................................................................................................ 63

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan Asam Lemak Minyak Jarak Castor (Risinus communis


Linn)…. ................................................................................................... 12
Tabel 2. Komposisi Kimia Minyak Jarak Castor (Risinus communis Linn) ......... 12
Tabel 3. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Jarak Castor (Risinus Communis
Linn)…. ................................................................................................... 13
Tabel 4. Data Serapan FTIR dari Beberapa Gugus Senyawa Organik ................. 24
Tabel 5. Data Bilangan Gelombang Hasil Transesterifikasi Minyak Jarak Castor…
............................................................................................................................... 40
Tabel 6. Data Kromatogram Sampel Metil Risinoleat .......................................... 42

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Trigliserida Secara Umum .................................................... 8


Gambar 2. Tumbuhan Jarak Castor ....................................................................... 10
Gambar 3. Buah Jarak Castor................................................................................ 10
Gambar 4. Biji Jarak Castor .................................................................................. 11
Gambar 5. Bunga Jarak Castor.............................................................................. 11
Gambar 6. Struktur Asam Lemak Risinoleat ........................................................ 14
Gambar 7. Struktur monoasilgliserol .................................................................... 15
Gambar 8. Reaksi Transesterifikasi Minyak Nabati atau Lemak Hewani ............ 18
Gambar 9. Struktur Amberlyst-15......................................................................... 25
Gambar 10. Sintesis 1-Monorisinolein Melalui Transesterifikasi Metil Risinoleat
dengan 1,2-Asetonida Gliserol .............................................................................. 30
Gambar 11. Tahapan Netralisasi Minyak Jarak Castor ......................................... 33
Gambar 12. Skema Reaksi Netralisasi Asam lemak Bebas dalam Minyak Jarak
Castor dengan Basa NaHCO3 ............................................................................... 33
Gambar 13. Persamaan Reaksi Sintesis Metil Risinoleat ..................................... 35
Gambar 14. Tahapan Sintesis Metil Risinoleat ..................................................... 37
Gambar 15. Spektrum IR Hasil Transesterifikasi Minyak Jarak Castor ............... 39
Gambar 16. Gambar Kromatogram Sampel Metil Risinoleat ............................... 41

x
Gambar 17. Hasil Analisis MS dari Metil Risinoleat ........................................... 42
Gambar 18. Mekanisme Pola Fragmentasi Metil Risinoleat ................................ 43
Gambar 19. Skema Reaksi Sintesis 1-Monorisinolein ......................................... 45
Gambar 20. Skema Reaksi Sintesis Gliserol Terproteksi ..................................... 46
Gambar 21. Tahapan Sintesis Senyawa 1-Monorisinolein ................................... 48
Gambar 22. Tahapan Analisis KLT ...................................................................... 52
Gambar 23. Kromatogram Sampel 1-Monorisinolein .......................................... 52
Gambar 24. Hasil Analisis SM dari Puncak ke-4 (Waktu Retensi=15,39 menit)
............................................................................................................................... 53

DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Perhitungan ................................................................................................. 63

xi
UPAYA SINTESIS 1-MONORISINOLEIN DARI MIYAK JARAK
CASTOR (RISINUS COMMUNIS LINN) MENGGUNAKAN GLISEROL
TERPROTEKSI DAN LIPOZIME TL IM

OSKAR NJURU MAY


1506070089

Penelitian tentang upaya sintesis 1-monorisinolein dari minyak jarak castor


(Risinus communis Linn) menggunakan gliserol terproteksi dan lipozime TL IM
telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelimpahan
dan kemurnian 1-monorisinolein yang disintesis melalui reaksi transesterifikasi
antara metil risinoleat dan 1,2-asetonida gliserol menggunakan katalis lipozime
TL IM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produk 1-monorisinolein yang
diperoleh memiliki persen rendemen (41,9%) dan tingkat kemurnian rendah
(berdasarkan hasil analisis menggunakan Kromatografi Cair-Spektroskopi Massa
(KC-SM)).

Kata Kunci: jarak castor (Risinus communis Linn), metil risinoleat, lipozime
TL IM, 1,2-asetonida Gliserol, 1-monorisinolein.

xii
SYNTHESIS EFFORT OF 1-MONORISINOLEIN FROM CASTOR OIL
(RISINUS COMMUNIS LINN) USING PROTECTED GLYCEROL AND
LIPOZIM TL IM

OSKAR NJURU MAY


150607008

A study about synthesis effort of 1-monorisinolein from castor oil (Risinus


communis Linn) using protected glycerol and lipozime TL IM has been done. The
aim of this study is to know the abundance and the purity of 1-monorisinolein,
which it was synthesized through transesterification reaction between methyl
risinoleat and 1,2-acetonide glycerol using lipozime TL IM as catalyst. This study
result exhibited that the 1-monorisinolein product has low yield (41.9%) and
purity (based on the analysis result using Gas Chromatography-Mass
Spectroscopy (GC-MS)).

Keywords: castor (Risinus communis Linn), methyl risinoleat, lipozime TL


IM, 1,2-asetonide Glycerol, 1-monorisinolein.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Jarak castor (risinus communis Linn) merupakan salah satu jenis jarak

pagar yang termasuk dalam famili euphorbiaacceae dan merupakan sumber utama

minyak castor. Tumbuhan ini memiliki kemampuan bertahan hidup yang baik

pada daerah yang memiliki salinitas rendah dan kering atau panas (Severino et al.,

2012). Buendía-Tamariz et al. (2018), juga melaporkan hal yang sama bahwa

jarak castor memiliki kemampuan tumbuh yang baik pada daerah kering dan

mampu menghasilkan minyak yang berpotensi sebagai bahan dasar produksi

biodiesel. Tumbuhan ini memiliki aneka ragam fenotipe yang bervariasi, seperti

sifat pertumbuhan, warna daun, batang, biji dan kandungan minyak (Savy et al.,

2007). Di Indonesia, tanaman ini hampir ditemukan di setiap daerah, khususnya di

pulau Timor, dimana biji dari jarak castor ini digunakan sebagai alat penerangan

oleh masyarakat di masa lampau.

Biji jarak castor memiliki potensi yang tinggi sebagai sumber minyak

dalam industri masa depan, mengingat tumbuhan ini dapat menghasilkan minyak

sekitar 1250-2500 L ha-1 (Severino et al., 2012). Senyawa utama penyusun

minyak jarak castor adalah asam lemak risinoleat, dimana jumlahnya mencapai

93,76% (Ola dkk., 2009). Keberadaan asam lemak risinoleat yang tinggi

memberikan sifat kimia dan fisika yang unik dari minyak castor, sehingga

memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, misalnya sebagai bahan

1
pembuatan obat-obatan, kosmetik, biodiesel, plastik, pelumas, surfaktan dan lain-

lain.

Sturuktur yang unik dari asam lemak risinoleat, memungkinkan untuk

mengubah senyawa tersebut menjadi senyawa lain yang lebih berguna, seperti

surfaktan non ionik atau surfaktan amfibolik (Wang et al., 2013; 2014). Salah satu

senyawa yang telah berhasil disintesis dari asam lemak risinoleat adalah senyawa

12-(Asetoksi) Metil Okta Deka-9-Enoat (Harapan, 2016). Penelitian terbaru

dilakukan oleh Danial dkk. (2018) dimana berhasil mensintesis senyawa surfaktan

turunan amida yang dihasilkan dari reaksi metil risinoleat dan etilendiamina.

Salah satu jenis senyawa yang dikenal luas sebagai pengemulsi atau

surfaktan adalah monoasilgliserol, dimana diperkirakan sekitar 200.000-250.000

metrik ton pengemulsi diproduksi setiap tahun di seluruh dunia, sekitar 70% dari

total pengemulsi yang diproduksi berasal dari monoasilgliserol (Damstrup et al.,

2005).

Monoasilgliserol, selain sebagai surfaktan, digunakan secara luas dalam

industri makanan, obat-obatan dan industri kosmetik (Zeng et al., 2010). Selain

itu juga, Senyawa monoasilgliserol banyak diaplikasikan sebagai bahan

antimikroba, seperti antibakteri, antijamur dan antivirus (Nitbani et al., 2015).

Salah satu contoh senyawa monoasilgliserol sebagai bahan antibakteri yang telah

berhasil disintesis adalah senyawa 1-monolaurin (Nitbani et al., 2018). Senyawa

monoasilgliserol mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, karena aplikasi yang

luas dalam industri, dimana , diperkirakan kebutuhan monoasilgliserol sebesar

132.000 ton/tahun. Dilihat dari tingkat kebutuhan monoasilgliserol di Indonesia

yang cukup besar, maka fakta menunjukkan bahwa Indonesia masih banyak

2
mengimpor monoasilgliserol dari negara asing. Oleh karena itu, dibutuhkan

beberapa langkah alternatif untuk mendapatkan senyawa monoasilgliserol melalui

proses sintesis maupun isolasi dari berbagai bahan alam di Indonesia.

Untuk memenuhi kebutuhan senyawa monoasilgliserol, sudah banyak

usaha untuk mensintesis senyawa monoasilgliserol dari minyak nabati. Dalam

industri, untuk menghasilkan senyawa monoasilgliserol dari minyak nabati atau

lemak, umumnya menggunakan reaksi gliserolisis yang berlangsung pada suhu

200-260°C dengan menggunakan katalis basa anorganik. Reaksi ini memiliki

kelebihan, dimana dapat menghasilkan kemurnian senyawa moanoasilgliserol

yang sangat tinggi, setelah dimurnikan dengan menggunakan teknik destilasi

molekul (Bornscheuer, 1995). Namun, sintesis monoasilgliserol melalui reaksi

gliserolisis memiliki beberapa kelemahan, seperti menghasilkan produk

monoasilgliserol berwarna gelap dan bau terbakar serta membutuhkan energi yang

sangat tinggi (Nitbani et al., 2016). Menurut Zeng et al. (2010), sintesis

monoasilgliserol pada suhu tinggi dengan menggunakan metode kimia tertentu,

selain menghasilkan monoasilgliserol berwarna gelap dan menghasilkan bau yang

tidak diinginkan, juga dapat menghasilkan produk samping (by-product). Reaksi

kimia pada suhu tinggi, juga dapat merusak gugus fungsi sehingga mengubah sifat

bioaktivitas dari monoasilgliserol yang dihasilkan (Sonntag, 1982; Noureddini,

2004 dalam Zeng et al., 2010).

Upaya lain yang telah dilakukan dalam sintesis monoasilgliserol, yaitu

melalui jalur reaksi gliserolisis enzimatis. Reaksi gliserolisis enzimatis adalah

suatu jenis reaksi kimia, dimana senyawa gliserol direaksikan dengan suatu asam

lemak tertentu menggunakan jenis enzim sebagai katalis. Penggunaan ezim dalam

3
jenis reaksi ini memiliki keuntungan, dimana enzim memiliki sifat selektif atau

spesifik, memiliki aktivitas yang sangat baik pada kondisi biasa dan menghasilkan

produk dengan rendemen dan kualitas yang lebih tinggi (Damstrup et al., 2005).

Enzim yang umum digunakan sebagai katalis sekarang ini, adalah enzim lipase.

Hal ini, berhubungan dengan kemampuan enzim tersebut dalam mengenali setiap

substrat yang sangat berbeda, dimana kemampuan ini tidak dimiliki oleh jenis-

jenis enzim yang lain.

Selain memiliki kelebihan, enzim memiliki beberapa kelemahan, antara

lain enzim mudah mengalami deaktivasi, memiliki stabilitas kimia yang rendah,

mudah mengalami denaturasi oleh pengaruh suhu, penurunan aktitivitas dan

memiliki stabilitas yang buruk apabila reaksi transesterifikasi minyak nabati

berlangsung pada lingkungan berair (Ranganathan et al. (2008) dalam Khor et al.,

2010). Untuk mengatasi masalah ini, suatu enzim, misalnya enzim lipase,

dilakukan proses immobilisasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan cara

menopang atau merekatkan enzim tersebut pada suatu zat atau bahan yang besifat

stabil atau inert. Salah satu contoh enzim lipase terimobilisasi adalah lipozime TL

IM. Lipozime TL IM adalah suatu enzim lipase T. lanuginosus yang termobilisasi

pada silika melalui adsorpsi ionik (Christensen et al., 2003 dalam Fernandez-

Lafuente, 2009). Lipozime TL IM memiliki kestabilan yang baik dan

menghasilkan rendemen produk transesterifikasi tinggi minyak nabati pada

kisaran suhu rendah, walaupun pada suhu lebih tinggi, lipozime TL IM

mengalami deaktivasi yang disebabkan distorsi enzim yang akan mengubah

konformasi aktif dari enzim lipase ( Khor et al., 2010). Selain itu, lipozime TI LM

selektif pada posisi nomor 1 dan 3 pada reaksi hidrolisis minyak nabati

4
(Fernandez-Lafuente, 2009). Nitbani et al.(2016) juga, melaporkan bahwa

penggunaan lipozime TL IM sebagai katalis terbukti selektif, dimana

menghasilkan senyawa 2-monolaurin dengan kemurnian 100% walaupun

diperoleh rendemen produk yang rendah.

Disamping reaksi gliserolisis enzimatis memiliki kelebihan, namun juga

memiliki beberapa kelemahan, antara lain terjadi migrasi gugus asil dan reaksi

kesetimbangan sehingga sulit diperoleh produk dengan kemurnian tinggi, serta

diperlukan penambahan pelarut organik atau surfaktan untuk menghomogenkan

sistem reaksi agar reaksi tersebut berlangsung efektif (Nitbani et al., 2016). Untuk

mengatasi kelemahan ini, maka upaya lain yaitu dengan menggunakan gliserol

terproteksi. Gliserol terpoteksi adalah suatu gliserol, dimana kedua gliserolnya

dilindungi yang tujuannya menurunkan reaktivitas dari kedua gugus tersebut,

sehingga hanya satu gugus hidroksi saja yang reaktif. Nibani et al. (2016),

berhasil mensintesis senyawa1-monokaprin sebagai antibakteri dengan

menggunakan gliserol terproteksi berkatalis asam para teluena sulfonat, dimana

produk yang dihasilkan memiliki kemurnian dengan persen rendemen yang

tinggi. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penggunaan gliserol terproteksi

menghasilkan monostearat gliserol dengan rendemen dan kemurnian tinggi (Yu et

al., 2003).

Berdasarkan penelusuran beberapa literatur yang berkaitan dengan sintesis

monoasilgliserol dari berbagai minyak nabati, belum dilakukan penelitian sintesis

monoasilgliserol dari minyak jarak castor menggunakan gliserol terproteksi dan

berkatalis lipozime TL IM. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Upaya Sintesis 1-Monorisinolein dari Miyak Jarak

5
Castor (Risinus communis Linn) Menggunakan Gliserol Terproteksi dan

Lipozime TL IM”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah reaksi transesterifikasi antara trigliserida risinoleat dan metanol

berkatalis NaOH berhasil menghasilkan metil risinoleat?

2. Apakah lipozime TL IM mampu mengakatalis reaksi transesterifikasi

minyak jarak castor dan 1,2-asetonida gliserol mengahasilkan zat antara?

3. Berapakah besarnya persen rendemen dan kemurnian dari senyawa 1-

monorisinolein yang disintesis dari minyak jarak castor (Risinus communis

Linn) dengan menggunakan gliserol terproteksi dan lipozime TL IM?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penilitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas,

adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah reaksi transesterifikasi antara trigliserida

risinoleat dan metanol berkatalis NaOH berhasil menghasilkan metil

risinoleat.

2. Untuk mengetahui apakah lipozime TL IM mampu mengakatalis reaksi

transesterifikasi antara minyak jarak castor dan 1,2-asetonida gliserol

menghasilkan zat antara.

3. Untuk mengetahui persen rendemen dan kemurnian dari senyawa 1-

monorisinolein yang disintesis dari minyak jarak castor (Risinus

6
communis Linn) dengan menggunakan gliserol terproteksi dan lipozime

TL IM.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini yang penulis kemukakan adalah

sebagai berikut.

1. Memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan masyarakat

akademik pada khususnya tentang jalur sintesis senyawa monoasilgliserol

yang lebih efektif dan efisien .

2. Memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan pengembangan bahan alam yang bermanfaat dalam

kehidupan peradaban umat manusia.

3. Sebagai wadah bagi penulis untuk mempraktekkan materi yang diperoleh

selama perkuliahan, serta sebagai pengalaman berharga bagi penulis yang

berkaitan dengan keahlian laboratorium.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Nabati

Minyak nabati merupakan jenis minyak yang bersumber dari tumbuh-

tumbuhan, dimana penyusun utamanya adalah asam-asam lemak dalam bentuk

trigliserida. Minyak nabati merupakan salah satu sumber penting asam-asam

lemak, seperti kelompok asam-asam lemak jenuh, asam-asam lemak mono tidak

jenuh, dan asam-asam lemak poli tidak jenuh, di mana komponen tertinggi dari

minyak nabati adalah asam-asam lemak poli tidak jenuh (Orsavova et al., 2015).

Minyak dan lemak memiliki perbedaan, dimana minyak berwujud cair dan lemak

berwujud padat pada suhu kamar. Pada umumnya, gliserida yang terdapat pada

hewan berupa lemak dan pada tumbuhan berupa minyak, sehingga kita kenal

asam lemak hewani dan minyak nabati (Fessenden, R, J., dan Fessenden,

J, S.,1995).

Trigliserida merupakan gliserol yang berikatan dengan 3 gugus asam

lemak (R). Ketiga asam lemak yang berikatan dengan gliserol dapat sama ataupun

berbeda (Gambar 1).


1
R 2
R
O O
O O

O
O
O
3
R

Gambar 1. Struktur Trigliserida Secara Umum


(sumber : Cao and Zhao, 2012)

8
Banyak lemak dan minyak yang terdapat di alam, biasanya ditemukan

dalam bentuk molekul trigliserida. Dalam lemak atau minyak disebut dengan

asam lemak bebas (free fatty acid), umumnya mempunyai rantai hidrokarbon yang

panjang dan tak bercabang. Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak bersifat

jenuh dan mengandung ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar merata yang

ditemukan di alam adalah asam oleat. (Fessenden, R, J., dan Fessenden, J, S.,

1995).

2.2 Jarak Castor (Ricinus communis Linn)

Jarak castor merupakan jenis jarak pagar yang dapat tumbuh di daerah

tropis dan subtropis, serta tumbuh baik pada ketinggian 0-800 m di atas

permukaan laut. Jarak castor termasuk dalam famili euphorbiaacceae dan dapat

tumbuh baik di daerah kering dan marginal (Buendía-Tamariz et al., 2018).

Tumbuhan castor kemungkinan berasal Afrika dan telah dibudidayakan atau

tumbuh dengan sendirinya di daerah subtropis dan tropis diseluruh dunia serta

tetap tumbuh hijau sepanjang tahun. Tumbuhan ini dikenal memiliki beberapa

potensi, seperti sebagai antibakteri, antidiabetes, antikanker, antiinflamasi, sebagai

pencahar dan pelumas (Ladda and Kamthane, 2014).

Daun castor kaya akan kalium nitrat, asam hidroksianik dan sejumlah kecil

protein risin, serta mengandung suatu pewarna yang menghasilkan warna biru tua

(Scarpa and Guerci, 1980). Biji dari castor mengandung beberapa jenis protein,

lipid , enzim, sterol dan vitamin yang utama disamping mengandung air, mineral

dan glikosida dalam jumlah yang kecil (Kerharo and Adam, 1974 dalam Scarpa

and Guerci, 1980).

9
Klasifikasi ilmiah tumbuhan pagar castor secara taksonomi adalah sebagai

berikut.

Kingdom : plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan vascular)

Divisi : Magnoliophyta

Super divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Ricinus L.

Jenis : Ricinus communis L. (biji castor)

(Sumber : USDA National Plant Database 2006 dalam Bolaji et al., 2014).

Gambar tumbuhan jarak castor, buah, bunga dan bijinya adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Tumbuhan Jarak Castor(Sumber : Bolaji et al., 2014)

Gambar 3. Buah Jarak Castor (Sumber : Bolaji et al., 2014)

10
Gambar 4. Biji Jarak Castor(Sumber : Bolaji et al., 2014)

Gambar 5. Bunga Jarak Castor(Sumber : Bolaji et al., 2014)

2.3 Minyak Jarak Castor

Minyak jarak castor merupakan jenis minyak nabati yang unik dan

berbeda dibandingkan minyak nabati pada umumnya, karena komponen utamanya

adalah asam lemak risinoleat, yaitu sekitar 90 % (Ogunniyi et al., 2016). Minyak

castor memiliki titik didih 313℃ dan densitasnya sebesar 961 Kg/m3. Persentase

kompenen asam lemak dalam minyak jarak castor disajikan dalam tabel berikut.

11
Tabel 1. Kandungan Asam Lemak Minyak Jarak Castor (Ricinus

communis Linn).

Asam Lemak Komposisi rata-rata (%)

Asam risinoleat 87,7-90,4

Asam oleat 2,2-3,3

Asam linoleat 0,7-1

Asam stearat 0,5-2

Asam palmitat 0,8-1,1

Asam linolenat 0,5-0,7

(Sumber: Kataren, 1986)

Biji jarak castor tersusun dari 75% karnel dan 25% kulit (Departemen

Teknologi Pertanian, 2005). Minyak jarak castor (Ricinus communis Linn)

dihasilkan dari biji buah jarak castor dengan proses ekstraksi menggunakan

pelarut non polar. Selain itu, minyak jarak castor juga dapat dihasilkan melalui

teknik pengempresan menggunakan mesin pengempres. Adapun komposisi kimia

dari biji jarak seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Minyak Jarak Castor (Ricinus communis L.)

Komponen Persen komposisi %

Minyak 54

Karbohidrat 13

Serat 12,5

Protein 18

(Sumber: Kataren, 1986).

12
Sedangkan sifat fisika dan kimia dari minyak castor disajikan dalam tabel

3 berikut ini.

Tabel 3. Sifat Fisika Dan Kimia Minyak Castor (Ricinus communis L.)

Viskositas pada 25oC u-v (6,3-8,8 st)

Bilangan Asam 0,4-4,0

Densitas 20oC 0,957-0,963

Warna Bening

Bilangan iod 82-88

Kelarutan dalam alkohol pada Jernih ( tidak keruh)

25oC

(Sumber: Kataren, 1986)

Minyak jarak castor (Ricinus Communis Linn) berwarna kuning pucat,

tetapi setelah dilakukan proses refining dan bleaching warna tersebut hilang

sehingga menjadi hampir tidak berwarna. Minyak jarak castor (Ricinus communis

Linn) larut dalam alkohol, eter, kloroform dan asam asetat glasial. Minyak jarak

castor (Ricinus communis Linn) hampir keseluruhan berada dalam bentuk

trigliserida dan asam risinoleat sebagai komponen utamanya (Kaewthong et al.,

2005).

Minyak jarak castor (Ricinus communis Linn) mempunyai rasa asam dan

dapat dibedakan dengan trigliserida lain karena bobot jenisnya. Kekentalan dan

bilangan asetil serta kelarutan dalam alkohol relatif tinggi. Minyak jarak castor

(Ricinus communis Linn) mempunyai ikatan rangkap dan gugus OH sehingga

minyaknya lebih kental. Pada suhu 25oC viskositas minyak jarak castor (Ricinus

13
communis Linn) mempunyai 600-800 cP dan pada suhu 100oC mencapai 15-20 cP

(Depertemen Teknlogi Pertanian, 2005).

Minyak jarak castor (Ricinus communis Linn) dan turunannya dapat

dimanfaatkan dalam industri cat, furnish, lacquer, pelumas, tinta cetak linoleu,

dan sebagai bahan baku dalam industri-industri plastik dan nilon. Dalam jumlah

kecil minyak jarak castor (Ricinus comunis Linn) dan turunannya dapat digunakan

dalam produk kosmetik, semir dan lilin.

2.3.1 Asam Lemak Risinoleat

Asam lemak risinoleat merupakan komponen utama dari minyak jarak

castor, dimana asam lemak ini memiliki struktur yang unik karena memiliki satu

gugus hidroksi bebas dan ikatan rangkap dua. Hal ini memberikan sifat yang unik

terhadap minyak castor (Naughton, 1973 dalam Bangun, 2017). Selain itu,

keberadaan gugus hidroksi dan ikatan rangkap dua dari asam lemak risinoleat ini,

memberikan sifat kepolaran tinggi terhadap minyak jarak castor dibandingkan

minyak lainnya (Shombe, 2015 dalam Bangun 2017).

OH
OH

Gambar 6. Struktur Asam Lemak Risinoleat


(sumber: Bangun, 2017)

Sifat yang unik asam lemak risinoleat ini, menjadikan minyak castor

sebagai bahan baku utama dalam berbagai industri kimia (Amador et al., 2012

dalam Bangun, 2017), misalnya sebagai bahan baku pembuatan cat, furnish,

lacquer, pelumas, tinta cetak linoleu, plastik, nilon, kosmetik, semir, lilin dan

lain-lain.

14
2.4 Monoasilgliserol

Monoasilgliserol merupakan jenis asam lemak, dimana gliserol

membentuk ikatan ester dengan satuan rantai asam lemak dan masih memiliki dua

gugus hidroksil bebas (-OH) (Nitbani et al., 2015). Berbagai jenis

monoasilgliserol banyak digunakan dalam pembuatan obat-obatan, industri

kosmetik dan industri makanan (Bornscheur, 1995). Kegunaan monoasilgliserol

yang cukup luas, karena pada struktur senyawa tersebut mengandung gugus

hidrofobik dan hidrofilik sekaligus.

Pada umumnya, monoasilgliserol merupakan asam-asam lemak jenuh, hal

ini dapat dilihat dalam proses produksinya secara kimia, dimana minyak dan

lemak terhidrogenasi berlangsung pada suhu tinggi (Pawongratn R et al., 2007).

Selain itu, ditemukan juga monoasilgliserol, dimana asam-asam lemaknya bersifat

tak jenuh. Monoasilgliserol jenis ini, memiliki kegunaan yang lebih luas

dibandingkan mono asil dari asam-asam lemak jenuh. Hal ini dikarenakan sifat

monoasilgliserol tak jenuh yang berbeda dari monoasilgliserol jenuh. Beberapa

sifat di antaranya, yaitu resistensi lebur dan daya destabilisasi monoasilgliserol tak

jenuh lebih baik daripada monoasilgliserol jenuh (Pelan et al.,1997; Zhang et al.,

2005). Contoh monoasilgliserol tak jenuh, yaitu gliserol mono oleat. Struktur

monoasil gliserol adalah sebagai berikut.

R O OH

OH

Gambar 7. Struktur Monoasilgliserol


(Sumber : Nitbani et al., 2015)

15
Monoasilgliserol atau mono ester yang sudah disintesis menunjukkan

bioaktivitas antimikroba, yang meliputi antibakeri maupun antivirus. Hal ini

dipengaruhi oleh struktur mono ester yang bersifat aktif (Kabara, 1984,). Senyawa

monolaurin, salah satu senyawa mono ester memiliki bioaktivitas yang lebih aktif

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Widiyarti et al.,

2009). Monolaurin juga diketehui memiliki potensi bioaktivitas dalam

menghambat pertumbuhan virus RNA dan DNA pada manusia (Kabara, 1982).

Penelitian serupa dilakukan oleh Nitbani et al (2018), di mana senyawa 1-

monolaurin yang disintesis dari asam laurat dapat menghambat pertumbuhan

bakteri E. coli dan Staphylococcus aureus. Sedangkan asam laurat sendiri yang

disintesis dari minyak kelapa juga menunjukkan bioaktivitas dalam menghambat

semua pertumbuhan bakteri walaupun daya hambatnya lemah (Nibani et al.,

2016).

Selain sebagai antibakteri dan antivirus, monoasilgliserol juga berpotensi

sebagai pengemulsi atau surfaktan non ionik dan sebagai prokursor dalam sintesis

lipid-lipid aktif, seperti lipoprotein, glikolipid, trigliserida, digliserida dan

fosfolipid (Wang, 2013).

Proses sintesis monoasilgliserol dilakukan dengan beberapa jenis reaksi

kimia. Menurut Nibani et al. (2015), proses sintesis monoasilgliserol dapat

dilakukan melalui reaksi transesterifikasi parsial, reaksi esterifikasi asam lemak

dan gliserol berkatalis kimia maupun enzimatik dan reaksi transesterifikasi

gliserol terproteksi dengan ester asam lemak. Metode lain juga telah diusulkan

oleh Elizabeth dan Boyle (1997), dimana sintesis monoasilgliserol dapat ditempuh

dengan lebih mudah, yaitu dengan gliserolisis enzimatis. Dalam hal ini, lipase

16
digunakan sebagai katalis dalam proses esterifikasi asam lemak bebas dengan

gliserol.

a. Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara senyawa karboksilat dan

alkohol menghasilkan senyawa ester. Biasanya, dalam reaksi esterifikasi

digunakan katalis asam atau basa. Katalis asam akan memprotonasi gugus

karbonil sehingga mengakibatkan karbon karbonil menjadi rentan terhadap

serangan nukleofil dan apabila menggunakan katalis basa, maka akan membuat

alkohol menjadi nuoleofilik kuat, karena basa akan mengambil atom hidrogen dari

gugus hidroksi dari alkohol. Jenis reaksi ini sudah digunakan dalam sintesis

monoasil gliserol, seperti yang dilakukan oleh Nitbani et al. (2018), dimana

berhasil mensintesis 1-monolaurin melalui reaksi esterifikasi antara asam laurat

dan gliserol menggunakan katalis pTSA (p-toluena sulphonate acid).

b. Reaksi Transesterfikasi

Proses mengubah minyak nabati menjadi ester-ester lemak disebut reaksi

transesterifikasi (Demirbas, 2002). Dengan kata lain, transesterifikasi adalah

reaksi pembuatan ester dari bentuk ester yang lain, dengan mereaksikan molekul

trigliserida dari minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol. Alkohol yang

digunakan adalah alkohol alifatik monohidrat baik primer maupun sekunder

dengan jumlah atom karbon antara 1 sampai 8. Alkohol yang sering digunakan

dalam reaksi transesterifikasi adalah metanol dan etanol. Reaksi transesterifikasi

merupakan reaksi bolak-balik atau reaksi reversible, dimana trigliserida

dikonversi secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida dan gliserol.

17
Dalam proses sintesis monoasilgliserol dari minyak nabati, biasanya

digunakan reaksi transesterifikasi, dimana suatu trigliserida bereaksi dengan suatu

alkohol dengan bantuan katalis asam atau basa kuat menghasilkan campuran

produk berupa ester dari asam lemak dan gliserol sebagai produk samping

(Freedman et al.,1986; Wright et al., 1994 dalam Schuchardta et al., 1997).

Skema Reaksi transesterifikasi minyak nabati adalah seperti pada Gambar 2.4.b.

Gambar 8. Reaksi Transesterifikasi Minyak Nabati atau Lemak Hewani


(sumber : Cao and Zhao, 2012)

Secara kimia transesterifikasi minyak nabati berkaitan dengan suatu

molekul trigliserida, netralisasi asam-asam lemak bebas, pelepasan gliserol dan

pembentukan suatu ester.

Dalam reaksi transesterifikasi, agar reaksi berjalan cepat biasanya

diperlukan penambahan suatu katalis dalam campuran reaksi. Jenis katalis yang

sering digunakan adalah katalis basa. Tanpa adanya katalis, konversi minyak

18
nabati tidak optimum dan reaksi berjalan lambat. Terdapat beberapa cara agar

kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:

1. Menambahkan metanol berlebih dalam reaksi

2. Memisahkan gliserol

3. Menurunkan temperatur reaksi

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah :

1. Pengaruh air dan asam lemak bebas

2. Pengaruh perbandingan mol alkohol dengan bahan mentah

3. Pengaruh jenis alkohol

4. Pengaruh jenis katalis

c. Reaksi Gliserolisis Enzimatis

Reaksi gliserolis enzimatis adalah adalah salah satu jenis reaksi kimia

dalam menghasilkan monoasilgliserol dengan menggunakan katalis enzim

tertentu. Contoh reaksi menggunakan katalis enzim, yaitu sintesis

monoasilgliserol dari minyak cammelia yang dilarutkan dalam ter-butilalkohol

dengan menggunakan enzim lipase sebagai katalis (Zeng et al., 2009).

Reaksi enzimatik dipercaya dapat menghasilkan monoasilgliserol yang

lebih banyak dan kualitasnya lebih baik dibandingkan metode kimia yang lain,

karena metode ini dapat dioperasikan pada kondisi biasa, sehingga suhu tidak

mempengaruhi kualitas dan jumlah monoasilgliserol (Damstrup et al., 2005 ).

2.5 Kromatografi Gas–Spektroskopi Massa (KG-SM)

Kromatografi gas–spektroskopi massa (KG-SM) merupakan suatu

instrumen gabungan antara kromatografi gas dan spektofotometri massa.

Kromatografi gas dan spekroskopi massa memiliki kelebihan dan kekurangan,

19
sehingga dengan menggabungkan kedua instrumen ini, dapat mempermudah dan

mempercepat proses analisis. KG dapat memisahkan senyawa yang bersifat volatil

dan semi volatil dengan tingkat pemisahan yang sangat baik, tetapi tidak dapat

mengidentifikasi senyawa-senyawa apa yang ada dalam sampel, sedangkan

spektroskopi massa dapat memberikan informasi yang terperinci mengenai

struktur-struktur senyawa yang sedang dianalisis, tetapi tidak bisa memisahkan

senyawa-senyawa tersebut yang ada campuran dalam sampel. Menurut Ronald A.

Hites, secara umum, fungsi dari kromotografi gas-spektroskopi masss (KG-SM)

adalah sebagai berikut:

a. Untuk indentifikasi dan analisis kuantitatif senyawa-senyawa organik

yang bersifat volatil maupun semi volatil dalam suatu sampel yang terdiri

dari campuran yang kompleks.

b. Untuk penentuan berat molekul senyawa-senyawa oraganik volatil

maupun semi volatil yang tidak diketahui dalam campuran kompleks.

c. Penentuan struktur senyawa –senyawa organik volatil maupun semi

volatil yang tidak diketahui dalam campuran kompleks, dengan cara

membandingkan spektra-spektra yang dihasilkan dalam analisis dengan

spektra standar atau referensi.

Prinsip dari KG-SM adalah dengan mengionkan uap senyawa tersebut.

Selanjutnya, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron,

kemudian diubah menjadi ion-ion bermuatan positif (ion molekuler), yang dapat

dipecah lebih lanjut menjadi ion-ion yang lebih kecil. Molekul organik mengalami

proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal yang mengandung satu

20
elektron tidak berpasangan. Ion-ion radikal ini akan dipisahkan dalam medan

magnet dan menimbulkan arus ion pada kolektor.

Analisis komponen senyawa 1-monorisinolein dengan KG-SM bertujuan

untuk mengetahui apakah terdapat senyawa 1-monorisinolein yang berhasil

disintesis dari suatu sampel minyak jarak castor. Pada metode ini, komponen-

komponen dalam campuran sampel dipisahkan berdasarkan afinitas masing-

masing komponen dalam fasa diam dan fasa gerak. Puncak-puncak dalam

kromatogram memberikan informasi jumlah komponen yang ada dalam sampel

yang dianalisis. Spektroskopi massa akan menghasilkan data berupa spektra

massa yang memberikan informasi penting pola fragmentasi senyawa yang

berhasil dipisahkan. Spektroskopi massa juga memberikan informasi mengenai

berat molekul dari senyawa yang berhasil dipisahkan (Sastrohamidjojo, 1988).

2.6 Kromatografi Cair-Spektroskopi Massa (KC-SM)

KC-SM merupakan salah satu intrumen kimia yang terdiri dari kombinasi

kromatografi cair dan spektroskopi massa. Gabungan kedua intrumen ini lebih

memudahkan analisis suatu sampel analit, karena saling melengkapi kelemahan-

kelemahan dari kedua instrumen ini. Kromatografi cair hanya memiliki

kemampuan memisahkan setiap komponen senyawa dalam analit yang dilewatkan

melalui kolom kromatografi, sehingga jumlah komponen senyawa yang terdapat

dalam analit dapat diketahui, tetapi tidak memberikan informasi mengenai

senyawa-senyawa apa yang terdapat dalam suatu analit. Sedangkan, spektroskopi

massa berfungsi untuk mendeteksi berat molekul setiap senyawa yang terdapat

dalam suatu analit, tetapi tidak memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oleh

kromatografi cair.

21
2.7 Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Spektroskopi FTIR merupakan salah satu intrumen penting dalam bidang

kimia, dimana instrumen ini digunakan untuk mengukur intensitas cahaya infra

merah yang diserap atau diemisikan oleh suatu senyawa atau molekul tertentu,

dimana setiap senyawa atau molekul memiliki karakteristik spesifik dalam

menyerap atau mengemisikan cahaya infra merah yang dikenakan padanya. Hal

ini berhubungan dengan karakteristik setiap gugus atau ikatan kimia yang

berbeda-beda dari setiap senyawa atau molekul. Sehingga, spektroskopi FTIR

sangat berguna dalam identifikasi gugus fungsi dalam senyawa organik maupun

anorganik. Spektroskopi FTIR dapat digunakan, baik untuk analisis kualitatif

maupun kuantitatif. Analisis kualitatif langsung diketahui dari serapan khas setiap

gugus atau ikatan kimia pada bilangan gelombang tertentu, sehingga jenis gugus

atau ikatan kimia dalam senyawa dapat diindentifikasi.sedangkan analisis

kuantitatif hanya dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa.

Dalam spektroskopi FTIR, biasanya sumbu vertikal menyatakan persen

transmitansi (%) dan sumbu mendatar menyatakan bilangan gelombong (∇).

Persen transmitansi menyatakan jumlah cahaya infra merah yang diemisikan atau

diserap. Semakin besar persen transmitan suatu gugus atau ikatan kimia, berarti

gugus atau ikatan kimia tersebut memiliki penyerapan radiasi infra merah yang

rendah, demikian juga sebaliknya. Sedangkan bilangan gelombang menyatakan

banyaknya gelombang yang terjadi persatuan panjang, biasanya dalam satuan

cm-1. Setiap gugus atau ikatan kimia memiliki bilangan gelombang yang khas

tergantung massa dan panjang ikatan dari setiap atom yang berikatan. Hal ini

didasarkan pada persamaan Hooke berikut:

22
1 𝑘 𝑚1+𝑚2
∇= √ , dengan 𝜇 =
2𝜋𝑐 𝜇 𝑚1×𝑚2

Dimana ∇ = bilangan gelombang (cm-1)

k = tetapan gaya (dyne cm-1)

𝜇 = massa tereduksi

c = kecepatan cahaya (3×1010 cm/s)

m1 = massa atom 1 (gram)

m2 = massa atom 2 (gram)

Ketika suatu atom atau gugus menyerap radiasi infra merah, maka akan

mengalami vibrasi. Energi yang diperlukan oleh suatu gugus atau ikatan kimia

untuk bervibrasi, sama dengan energi radiasi yang yang diserap oleh gugus atau

ikatan kimia tersebut. Oleh karena itu, besarnya energi radiasi infra merah yang

diserap oleh suatu gugus atau ikatan kimia menyebabkan vibrasi yang khas dari

gugus atau ikatan kimia tersebut.

Dalam FTIR, dikenal dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur (stretching

vibration) dan vibrasi tekuk (bending vibration).

Vibrasi ulur, yaitu vibrasi suatu gugus atau ikatan kimia berupa pergerakan depan-

belakang atau atas-samping, sehingga jenis vibrasi ini hanya mengalami

perubahan pada sudut ikatan,sedangkan jarak ikatan tetap atau tidak berubah.

Sedangkan, vibrasi tekuk, yaitu vibrasi gugus atau ikatan kimia berupa pergerakan

naik-turun, sehingga jenis vibrasi ini mengalami perubahan jarak ikatan,

sedangkan sudut ikatannya tetap. Beberapa serapan gugus fungsi senyawa organik

penting disajikan pada tabel 4 berikut :

23
Tabel 4. Data Serapan FTIR dari Beberapa Gugus Senyawa Organik

Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1)

C=O 1900-1650

-CH3, -CH2-, C-H aldehid 3000-3750

C=C (aromatik dan alifatik), 1675-1500

C=N

C=C-H, Ar-H bending 1000-650

C-H (alkena) 1300-1390

C-O 1200-1110

O-H, N-H 3750-3000

(Sumber: Dachriyanus, 2004)

2.7 Amberlyst-15

Amberlyst-15 merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki banyak

aplikasi dalam berbagai sintesis kimia, seperti dalam reaksi esterifikasi,

transesterifikasi, reaksi adisi Micheal, alkilasi Friedal Craft, asilasi dan masih

banyak lagi. Aplikasi yang luas dari amberlyst-15 ini, dikarenakan selektivitasnya

yang tinggi dalam mengubah dan mensintesis suatu senyawa tertentu, aman

digunakan, mudah diukur, mudah dipisahkan diakhir reaksi, dapat digunakan

kembali dan ramah lingkungan (Pal et al., 2012). Amberlyst-15 memiliki

beberapa sifat fisika sebagai berikut:

Konsentrasi sisi aktif : ≥ 1,7 eq/L; ≥4.7 eq/kg

Kapisitas ketahanan terhadap kelembapan :52 to 57% (bentuk H+)

Ukuran partikel :0.600 - 0.850 mm

Rata-rata diameter pori :300Å

24
Volume total pori :0.40 mL/gram

Suhu operasi maksimum :120ºC

Berdasarkan analisis SEM (Scanning Electron Microscope), menunjukkan

bahwa amberlyst-15 adalah polistiren makro berdasarkan pertukaran ion dengan

gugus sulfonat yang bersifat asam kuat. Sifat ini menjadikan amberlyst-15 sebagai

sumber asam kuat yang sangat baik (Pal et al., 2012).

— (CH CH 2)—

O S O
OH

Gambar 9. Struktur Amberlyst-15


( Sumber: Pal et al., 2012)

Dalam beberapa jenis sintesis kimia, amberlyst-15 berperan sebagai

katalis asam heterogen. Amberlyst-15 terbukti sebagai katalis yang baik dan

efektif dalam beberapa sintesis senyawa-senyawa kimia. Das et al. (2006) berhasil

mensintesis senyawa 1,8-dioxo octahydroxanthenes and 1,8-dioxo-

decahydroacridines dengan hasil yang sangat bagus. Data mereka menunjukkan

bahwa amberlyst-15 adalah katalis yang efisien dan dapat dipakai kembali.

Aberlyst-15 digunakan juga dalam reaksi esterifikasi, seperti penelitian yang

dilakukan oleh Klepacova et al. (2003), dimana terbukti sebagai katalis yang

sangat aktif dalam transformasi gliserol menjadi monoeter, dengan transformasi

gliserol mencapai 96%. Amberlyst-15 juga stabil terhadap udara dan merupakan

cairan yang stabil terhadap kelembapan dan sebagai katalis yang efektif dan

25
sangat selektif sehingga menghasilkan rendemen produk yang tinggi (Yadav et

al., 2002). Kunin et al. (1962) melaporkan bahwa sifat fisika dan kimia yang

stabil dari amberlyst-15 berpotensi digunakan dalam sistem pelarut non polar,

dalam lingkungan pengoksidasi dan sebagai katalis.

2.8 Lipozime TL IM

Lipozime TL IM merupakan enzim lipase dari T. lanuginosus yang

terimmobilisasi pada silika gel melalui adsorpsi ionik. Lipase T. lanuginosus

merupakan protein berantai tunggal yang terdiri 269 asam amino dan memiliki

berat molekul 31.700 g/mol serta memiliki titik isoelektrik sebesar 4,4 (Jha et al.,

1999 dalam Fernandez-lafuente, 2009 ). Tujuan utama enzim terimmobilisasi,

yaitu untuk menghasilkan enzim yang stabil sehingga dapat digunakan kembali

dalam beberapa reaksi kimia selanjutnya (Katchalski-Katzir, 1993 dalam

Fernandez-lafuente, 2009). Kestabilan enzim terimmobilisasi tercapai apabila

dihasilkan ikatan kovalen yang besar antara enzim dan perekat atau penopang

sehingga membuat kekakuan struktur enzim meningkat dan akibatnya, enzim

semakin stabil dan aktif (Mateo et al.,2007 dalam Fernandez-lafuente, 2009).

Lipozime TL IM sebagai katalis telah digunakan dalam beberapa reaksi

kimia, seperti reaksi hidrolisis dan transesterifikasi. Gutieırrez-Ayesta et al.

(2007), berhasil menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak ketika minyak

bunga matahari direaksikan dengan lesitin dengan menggunakan lipozime TL IM

sebagai katalis, dengan persentase asam lemak yang dihasilkan sebesar 69,63 %.

Penggunaan lipozime TL IM dalam reaksi transesterifikasi dilakukan oleh Khor

et al.(2010) dengan persentese produk yang tinggi (83 %) dan reaksi berlangsung

pada suhu rendah (40℃).

26
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium kimia, Fakultas Sains dan

Teknik, Universitas Nusa Cendana dan Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gajah Mada, dari bulan Februari-Juni

2019.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penilitian ini, yaitu minyak jarak castor

(Ricinus communis L.) yang diperoleh dari PT. BrataChem, Yogyakarta. Bahan-

bahan kimia yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu etanol, n-heksana, etil

asetat,metanol, etanol, dietil eter, akuades, asetonida 1,2 gliserol, amberlyst-15,

NaHCO3 dan lipozime TILM.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, corong pisah, alat timbang elektrik (Libror EB–330 Shimadzu),

kromatografi gas –spektroskopi massa (KG–SM), FTIR, kromatografi lapis tipis

(KLT) dan kromatografi cair-spektroskopi massa (KC-SM) .

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pemurnian Minyak Jarak Castor (Ricinus communis L.) dari Asam

Lemak Bebas

Minyak jarak castor sebanyak 50 g dilarutkan ke dalam 50 mL n-heksana,

kemudian dimasukan ke dalam corong pisah. Selanjutnya, ditambahkan 25 mL

larutan NaHCO3 30% (b/v) sambil dikocok perlahan-lahan. Lapisan bagian bawah

yang berwarna kuning keruh berbentuk gelatin dipisahkan, sedangkan lapisan atas

27
ditambah lagi dengan 25 mL larutan NaHCO3 30% (b/v), dikocok dan didiamkan

beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah dikeluarkan,

sedangkan lapisan atas kemudian dicuci dengan air destilasi hingga pH netral.

Cairan kuning jernih yang diperoleh dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat dan

disimpan pada suhu ruang selama tiga hari untuk menghilangkan pelarut n-

heksana (Nitbani et al, 2015).

3.3.2 Sintesis Metil Risinoleat

Sebanyak 0,1 gram NaOH dimasukan ke dalam 2 gram metanol dan

diaduk sampai NaOH larut sempurna. Kemudian, di dalam campuran reaksi

tersebut ditambahkan 10 gram minyak castor hasil netralisasi dan dilakukan lagi

pengadukan selama 2 jam pada suhu 30 °C. Setelah itu, diperoleh cairan kuning

keruh. Cairan kuning keruh ini, dimasukan ke dalam corong pisah dan

ditambahkan 20 ml campuran pelarut n-heksana-dietil eter, kemudian dikocok.

Setelah itu, ditambahkan lagi 10 mL akuades dan dikocok, maka terbentuk tiga

lapisan. Didiamkan beberapa saat, sampai larutan terpisah menjadi dua lapisan,

dimana lapisan atas berwarna kuning lebih keruh, sedangkan lapisan bagian

bawah berwarna kuning keruh. Lapisan atas diambil, dan setelah dipisahkan dari

lapisan bawah, diperoleh larutan berwarna kuning susu. Kemudian, larutan ini

dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat, kemudian, disimpan pada suhu ruang untuk

menguapkan pelarut dan diperoleh cairan kuning agak keamasan. Cairan yang

diperoleh ini, kemudian dianalisis menggunakan KG-SM dan FTIR (Nitbani et

al., 2015).

28
3.3.3 Sintesisis 1-Monorisinolein

Sejumlah 0,0096 mol metil risinoleat, 0,0576 mol 1,2-asetonida gliserol

(Mr=130,43 g/mol) dan 5% (b/b) katalis lipozime TL IM dicampurkan dalam

gelas reaksi, dan dilakukan pengadukan selama selama 24 jam pada suhu ruang

(30 ℃). Setelah pengadukan selama 24 jam, hasil reaksi kemudian dilarutkan ke

dalam campuran pelarut n-heksana-etil asetat (8:2) sebanyak 20 ml. Kemudian,

dikocok sampai homogen dan didiamkan beberapa saat. Setelah didiamkan

beberapa saat, diperoleh larutan dengan dua lapisan, lapisan atas bening,

sedangkan lapisan bawah berwarna putih kekuningan. Lapisan atas diambil,

kemudian dicuci dengan akuades sampai pH netral dan dibantu dengan

penambahan larutan NaHCO3. Selanjutnya, dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat.

Produk yang diperoleh disimpan pada suhu ruang untuk menguapkan pelarut.

Kemudian, produk yang diperoleh dilakukan tahap deproteksi, dimana

sebanyak 0,93 gram produk dicampurkan dengan 0,75 gram amberlyst-15 dan

dilarutkan dalam 10 mL pelarut etanol. Reaksi dibiarkan berlangsung sempurna

selama 24 jam pada suhu ruang. Kemudian, produk reaksi ditambahkan larutan

hidroalkoholik (air: metanol= 8:2) sebanyak 15 mL, dikuti penambahan10 mL n-

heksana. Campuran dikocok dan didiamkan beberapa saat dan terbentuk larutan

dengan dua lapisan, dimana lapisan atas merupakan n-heksana dimana pengotor-

pengotor dan hasil reaksi samping larut, sedangkan lapisan bawah merupakan

larutan hidroalkoholik yang mengandung senyawa target. Lapisan bawah

dikeluarkan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat. Produk yang diperoleh, diuapkan

pelarutnya dengan cara pemanasan di atas oven dan diperoleh produk 1-

29
monorisinolein berupa cairan berwarna kuning. Selanjutnya produk ini, dilakukan

analisis menggunakan KLT dan kromatografi cair-spektroskopi massa (KC-SM).

3.4 Skema Reaksi Penelitian

HO

O OH
O NaOH
MeOH
O HO

O
Trigliserida Risinoleat

HO

O O
OH
O
Lipozime TILM
O T= suhu ruang, t= 24 jam

Metil Risinoleat

O
O

OH
Amberlyst-15
O
Etanol
o
O 24 Jam, 30 C
1,2-asetonida-3-risinolein gliserol

HO

HO
OH
O

O
1-monorisinolein

Gambar 10. Sintesis 1-Monorisinolein Melalui Transesterifikasi Metil

Risinoleat dengan 1,2-Asetonida Gliserol

30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Monoasilgliserol merupakan salah satu jenis senyawa kimia yang

memiliki banyak manfaat dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai bahan

antibakteri, antivirus, antijamur, pengemulsi (emulsifier), surfaktan dan lain-lain.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan suatu upaya untuk sintesis

senyawa 1-monorisinolein dari minyak jarak castor (Ricinus communis L).

Senyawa ini adalah turunan dari asam risinoleat. Penelitian ini meliputi beberapa

tahap, yatu pemurnian minyak jarak castor (Risinus Communis L.), sintesis metil

risinoleat dan sintesis senyawa 1-monorisinolein. Pemurnian minyak jarak castor

dilakukan melalui reaksi netralisasi menggunakan basa lemah. Sintesis metil

risinoleat dilakukan melalui reaksi transesteriikasi berkatalis basa. Reaksi sintesis

1-monorisinolein dilakukan melalui reaksi transesterifikasi metil risinoleat dengan

1,2-asetonida gliserol diikuti deproteksi menggunakan Amberlyst-15.

4.1 Pemurnian Minyak Jarak Castor (Ricinus Communis L.) dari Asam

Lemak Bebas

Pemurnian dalam kimia merupakan proses penghilangan atau pemisahan

pengotor-pengotor yang bercampur dengan bahan awal yang digunakan untuk

sintesis senyawa target. Salah satu metode pemurnian, yaitu netralisasi yang

prinsip utamanya berdasarkan pada reaksi asam basa. Dalam penelitian ini,

sebelum minyak jarak castor (Ricinus communis L.) digunakan dalam sintesis

senyawa 1-monorisinolein, maka terlebih dahulu dilakukan proses netralisasi. Hal

ini dilakukan untuk menghilangkan asam-asam lemak bebas maupun senyawa

31
lainnya yang yang bercampur dengan trigliserida dalam minyak jarak castor

(Ricinus communis L.), sehingga hanya diperoleh trigliserida murni.

Langkah awal dalam proses netralisasi ini, yaitu minyak castor

dilarutkan dalam pelarut n-heksana dan dimasukan ke dalam corong pisah untuk

dilakukan ekstraksi (Gambar 11a). Pemilihan jenis pelarut ini berdasarkan prinsip

“like dissolved like” dimana pelarutan hanya terjadi apabila memiliki sifat

kepolaran yang sama. Dalam hal ini, minyak castor memiliki kepolaran yang sama

dengan n-heksana, yaitu sama-sama non polar sehingga saling melarutkan. Selain

itu, pelarut n-heksana mudah diperoleh dan harganya relatif murah, serta mudah

diuapkan tanpa memerlukan proses evaporasi menggunakan alat evaporator.

Kemudian, larutan minyak jarak castor ditambahkan larutan NaHCO3 30

% (b/v) (Gambar 11b). Larutan NaHCO3 tergolong jenis basa lemah, karena

afinitas terhadap proton rendah. Hal ini dipengaruhi oleh delokalisasi atau

resonansi dari elektron phi dari gugus karbonil, sehingga proton yang telah

ditangkap memiliki peluang untuk dilepaskan kembali. Digunakan basa lemah

agar menghindari terjadinya kerusakan trigliserida dalam minyak. Karena apabila

digunakan jenis basa kuat, misalnya natrium hidroksida(NaOH), maka ada

kemungkinan terjadinya reaksi penyabunan, dimana terjadi adisi nukleofil dari

gugus hidroksi dari NaOH pada atom karbon dari gugus karbonil trigliserida

sehingga mengakibatkan kerusakan trigliserida dalam minyak.

32
Gambar (a) Gambar (b) Gambar (c)

Gambar 11. Tahapan Netralisasi Minyak Castor

Selanjutnya, dilakukan pengocokan untuk memperbesar peluang

terjadinya tumbukan antara molekul NaHCO3 dan molekul asam-asam lemak

sehingga reaksi dapat terjadi dengan cepat dan efektif. Setelah pengocokan,

didiamkan beberapa saat untuk memperoleh pemisahan yang stabil dan sempurna.

Setelah didiamkan beberapa saat diperoleh larutan yang terdiri dari dua lapisan,

yaitu lapisan atas berupa lapisan non polar yang mengandung minyak, sedangkan

lapisan bawah merupakan lapisan polar (larutan NaHCO3), dimana asam-asam

lemak bebas dan pengotor lainnya terlarut di dalam fasa ini. Gambar 12 adalah

skema reaksi netralisasi asam lemak bebas dari minyak jarak castor dengan suatu

basa.

NaHCO 3(aq) + HL (aq) H 2 CO 3(aq) +NaL (aq)

(HL= asam lemak bebas; NaL= garam dari asam lemak)

Gambar 12. Skema Reaksi Netralisasi Asam Lemak Bebas dalam

Minyak Jarak Castor dengan Basa NaHCO3

Ketika asam-asam lemak bebas dalam minyak castor bereaksi dengan

NaHCO3, maka asam-asam lemak tersebut menjadi larut dalam air dalam bentuk

garam asam lemak (NaL). Hal ini terjadi, karena terjadi perubahan pH larutan

ketika penambahan basa NaHCO3, dimana kenaikan pH ini meningkatkan jumlah

33
basa konjugasi dari setiap asam lemak yang terdapat pada minyak, sehingga asam-

asam lemak tersebut menjadi mudah larut di dalam air. Biasanya, gugus

bermuatan negatif dari suatu senyawa, dalam hal ini asam-asam lemak bebas

meningkatkan kelarutan senyawa-senyawa tersebut di dalam air.

Kelarutan asam-asama lemak bebas di dalam air dapat diketahui secara visual,

dimana minyak jarak castor yang sebelum ditambahkan larutan NaHCO3,

memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan setelah penambahan larutan

NaHCO3, yang menandakan bahwa asam-asam lemak bebas maupun pengotor

lainnya telah larut ke dalam air.

Lapisan bawah dikeluarkan, sedangkan lapisan atas ditambahkan lagi

larutan NaHCO3 yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua asam-asam

lemak dan pengotor lainnya dalam minyak castor telah tereliminasi secara

sempurna.

Setelah lapisan bawah dikeluarkan, lapisan atas diambil dan dimasukan ke dalam

gelas beaker dan ditambahkan padatan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan

sisa-sisa air yang masih terdapat dalam larutan minyak jarak castor. Kemudian,

dilakukan evaporasi untuk menghilangkan pelarut n-heksana dan diperoleh

minyak hasil netralisasi (Gambar 11c). Hasil netralisasi dari minyak jarak castor

memiliki warna kuning dengan viskositas rendah dibandingkan sebelum

netralisasi. Hal ini menandakan bahwa secara kualitatatif, pengotor-pengotor

berupa asam-asam lemak bebas dalam minyak telah tereliminasi. Hal ini didukung

oleh hasil penelitian Ola et al. (2009), dimana proses ekstraksi yang dilakukan

sebanyak dua kali dapat menurunkan bilangan asam dengan nilai < 1. Bilangan

asam adalah besarnya mg basa yang diperlukan untuk menetralkan asam-asam

34
lemak bebas dalam 1 gram minyak. Semakin kecil nilai bilangan asam suatu

sampel minyak, maka jumlah asam lemak bebasnya makin kecil.

4.2 Sintesis Metil Risinoleat

Senyawa metil risinoleat merupakan produk hasil reaksi transesterifikasi

antara trigliserida risinoleat dan metanol, dengan menggunakan katalis NaOH.

Persamaan reaksinya adalah sebagai berkut.

O OH

O OH
O
MeOH/NaOH
O
o O
+ OH

25 C
O OH OH OH
O

OH

Gambar 13. Persamaan Reaksi Sintesis Metil Risinoleat

Dari reaksi ini, metanol akan berperan sebagai nukleofil, dimana akan

menyerang gugus karbonil yang bersifat elektrofil dari trigliserida risinoleat.

Nukleofilitas dari metanol meningkat ketika katalis NaOH mendeprotonasi

metanol menjadi natrium metoksi (MeONa). Interaksi antara nukleofil dan

elektrofil dari reaksi ini melibatkan interaksi HOMO dari nukleofil dan LUMO

dari elektrofil. Elektron dari orbital HOMO nukleofil akan masuk ke LUMO

elektrofil, sehingga membuat ikatan rangkap dua atau ikatan phi dari gugus

karbonil putus, dan elektron phi ini bergerak menuju atom oksigen karbonil,

sehingga atom oksigen tersebut menjadi bermuatan negatif. Akibat putusnya

ikatan phi, menghasilkan produk intermediet tetrahedral yang tidak stabil. Produk

intermediat yang tidak stabil ini dikarenakan ada tiga gugus yang terikat pada

atom karbon karbonil, dimana ketiga gugus tersebut memiliki keasaman yang

berbeda-beda, yang dilihat dari konstanta pKa dari masing-masing gugus. .

35
Ketiga gugus tersebut, yaitu gugus metoksi, gugus gliserol dan gugus alkil. Dari

ketiga gugus ini, gliserol memiliki pKa terendah, yaitu sekitar 14,7, dibandingkan

gugus metoksi dan alkil yang pKa-nya masing-masing 50 dan 16. pKa yang

rendah menunjukkan kestabilan dari gugus tersebut untuk menerima elektron.

Sehingga ketika terjadi proses pembentukan ikatan phi balik karbonil, maka ikatan

antara gliserol dan atom karbon karbonil putus, sehingga gliserol disini dapat

berperan sebagai gugus pergi yang baik relatif terhadap gugus alkil dan metoksi.

Selain itu, peluang protonasi pada atom oksigen gliserol dapat meningkatkan

kualitas dari gliserol sebagai gugus pergi yang lebih baik. Terjadinya

pembentukan ikatan phi balik karbonil disebabkan oleh adanya efek induksi atom

oksigen dari gliserol, sehingga terjadi delokalisasi elektron dari atom oksigen

karbon karbonil yang sebelumnya bermuatan negatif.

Langkah awal dari sintesis ini, yaitu Katalis NaOH dicampurkan terlebih

dahulu dengan metanol dan diaduk sampai NaOH larut sempurna dalam metanol

(Gambar 14a). Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan kerja NaOH agar efektif

dan efesien sebagai katalis, dimana NaOH akan mendeprotonasi metanol dengan

cara mengambil ion H+ yang terikat pada atom oksigen metanol, sehingga

membuat metanol menjadi nukleofil yang lebih kuat. Dalam proses pengadukan

campuran ini, untuk terjadinya pelarutan sempurna antara NaOH dan metanol

memerlukan waktu sekitar 30 menit. Hal ini terjadi karena proses pelarutan harus

terjadi interaksi, baik interaksi kimia maupun interaksi fisika (interaksi van der

waals dan interaksi hidrogen), dimana memerlukan waktu yang cukup untuk

mencapai pelarutan yang sempurna. Waktu pelarutan campuran ini cukup cepat

36
karena proses pengadukan meningkatkan peluang terjadinya tumbukan antar

molekul yang bereaksi.

Selanjutnya, ditambahkan sejumlah minyak jarak castor ke dalam

campuran reaksi NaOH-metanol dan diaduk selama 2 jam pada suhu ruang

(Gambar 14b). Reaksi dilakukan pada kondisi ini, sesuai dengan hasil-hasil

penelitian sebelumnya, dimana kondisi reaksi untuk sintesis metil ester dari

berbagai minyak nabati optimal pada temperatur biasa (suhu ruang). Di samping

itu, dilakukan pada suhu ruang untuk menghindari kerusakan gugus fungsional

dari metil ester yang akan dihasilkan.

Gambar (a) Gambar (b) Gambar (c) Gambar (d)

Gambar (e)

Gambar 14. Tahapan Sintesis Metil Risinoleat

Setelah diaduk selama 2 jam diperoleh cairan kuning kekeruhan,

dengan hipotesis menandakan reaksi telah selesai. Hasil campuran reaksi ini,

kemudian dimasukan ke dalam corong pisah untuk proses ekstraksi (Gambar 14c).

37
Ditambahkan campuran pelarut n-heksana-dietil eter dan dilakukan pengocokan

sehingga terjadi pelarutan sempurna. Kedua pelarut ini memiliki sifat kepolaran

yang sama, yaitu sama-sama non polar. Dietil eter memiliki tetapan dielektrik 4,3,

sedangkan n-heksana tetapan dielektriknya 1,89. Tetapan dieletrik adalah ukuran

kepolaran suatu zat atau senyawa yang biasanya digunakan dalam ilmu kimia

untuk menentukan pelarut yang tepat atau dalam menentukan sifat keolaran suatu

zat atau senyawa. Jika dilihat tetapan dielektrik dari kedua pelarut tersebut, n-

heksana memiliki sifat yang lebih non polar daripada dietil eter, karena semakin

kecil tetapan dielektrik semakin non polar zat atau bahan tersebut, demikian juga

sebaliknya. Dari sudut pandang kimia dapat diduga karena dietir eter memiliki

atom oksigen, dimana masih memiliki dua pasang elektron bebas yang

memungkinkan senyawa dietil eter memilki muatan negatif parsial disekitar

atom oksigen dan muatan positif parsial disekitar atom karbonnya. Tujuan

digunakan campuran kedua pelarut ini, yaitu untuk meningkatkan kelarutan yang

lebih optimal dari metil risinoleat yang akan diekstraksi.

Ke dalam larutan tersebut, ditambahkan akuades dan dikocok agar

produk samping dan pengotor-pongotor lain dalam campuran hasil reaksi dapat

larut dengan baik dalam akuades. Ketika didiamkan, diperoleh larutan yang terdiri

dari dua lapisan, yaitu lapisan atas berwarna kuning susu dan lapisan bawah

berwarna kuning keruh (Gambar 14d). Lapisan atas diambil karena merupakan

produk reaksi yang diinginkan dan dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat untuk

menghilangkan sisa-sisa air yang masih terdapat dalam campuran reaksi. Hasil

yang diperoleh dilakukan evaporasi untuk menghilangkan pelarut dan diperoleh

produk metil risinoleat (Gambar 14e) berwarna kuning keemasan dengan

38
rendemen sebesar 79%. Produk risinoleat ini diananalisis dengan FTIR dan KG-

SM untuk memastikan bahwa produk tersebut terbentuk.

4.2.1 Analisis FTIR

Untuk mengetahui sintesis metil risinoleat dari reaksi transesterifikasi

antara metanol dan triglesrida risinoleat berhasil disintesis, maka dilakukan

analisis dengan menggunakan spektrometer FTIR. Hasil analisis menggunakan

spektrometer FTIR memberikan spektra dan data bilangan gelombang, seperti

yang disajikan dalam Gambar 15 dan Tabel 4. Adanya serapan melebar dengan

intensitas sedang di daerah 3446,2-3100 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi

rentangan O-H gugus hidroksi. Pita karakteritik yang bisa diamati untuk suatu

alkohol dihasilkan juga dari vibrasi rentangan C-O yang dibuktikan oleh adanya

pita di daerah 1056,9 cm-1. Serapan lemah dan tajam di daerah 3008,7 cm-1

disebabkan oleh vibrasi rentangan Csp2-H. Tidak adanya serapan di daerah 1600-

1500 cm-1 (akibat rentangan simetris dan asimetris dari gugus C=C-C=C),

membuktikan bahwa senyawa yang dianalisis bukan suatu cincin aromatik atau

alkena terkonjugasi tetapi suatu alkena terisolasi.

Gambar 15. Spektrum IR Hasil Transesterifikasi Minyak Jarak Castor

39
Tabel 5. Data Bilangan Gelombang Hasil Transesterifikasi Minyak

Jarak Castor

Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus

3446,2-3100 -OH

3008,7 -Csp2 -H

2923,9-2854,5 -Csp3 -H

1461,9 -CH2-

1377,1 -CH3

1735,8 -C=O karbonil

1245,9 dan 1176,5 cm-1 -C-O-C- ester

Serapan pada bilangan gelombang 2923,9-2854,5 cm-1 karakteristik dari

gugus alkil yang disebabkan oleh vibrasi rentangan Csp3-H. Serapan di daerah

1461,9 dan 1377,1 cm-1 menunjukkan adanya gugus -CH2- dan -CH3. Adanya

serapan tajam dengan intensitas kuat di daerah 1735,8 cm-1 karakteristik untuk

gugus karbonil (C=O). Pita serapan pada daerah 1245,9 dan 1176,5 cm-1

merupakan vibrasi rentangan C-O-C ester.

4.2.2 Analisis KG-SM

Untuk mendukung data hasil analisis spektorkopi FTIR, maka

dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas-spektroskopi massa (KG-

SM). Hasil analisis kromatografi gas dari sampel metil risinoleat adalah

40
sebagai berikut.

Gambar 16. Kromatogram Sampel Metil Risinoleat

Tabel 6. Data Kromatogram Sampel Metil Risinoleat

No.Peak Waktu Retensi (Menit) Kelimpahan(%)

1 33,863 0,94

2 37, 283 3,84

3 37,409 3,28

4 37,500 0,39

5 37,875 1,16

6 41,343 90,39

Dari hasil kromatogram tersebut terdapat enam puncak, yang

menunjukkan bahwa sampel metil ester dari minyak jarak castor memiliki enam

komponen senyawa. Dari ke enam puncak tersebut, terdapat puncak tertinggi,

yaitu pada waktu retensi 41,343 menit (puncak ke-6). Dari data MS setiap puncak

diketahui bahwa puncak ke-6 merupakan senyawa metil risinoleat, dengan rumus

molekulnya adalah C19H36O3 dan memiliki massa melekul sebesar 312 gr/mol,

41
serta memiliki indeks kemiripan dengan data base sebesar 97 %. Data MS-nya

adalah sebagai berikut.

Gambar 17. Hasil Analisis MS dari Metil Risinoleat

Dari hasil fragmentasi, tidak terindentifikasi puncak M+ dengan

m/z = 312, tetapi puncak M+ dengan m/z = 198. Hal ini terjadi, karena metil

risinoleat tidak stabil, sehingga ketika ketika diaupkan, langsung terfragmentasi

menjadi fragmen dengan m/z = 198, dan disertai pemecahan selanjutnya menjadi

beberapa fragmen, yaitu 166, 98, 74, 69, 55 dan 41, seperti terlihat pada gambar

17 di atas.

Dari pola fragmentasi metil risinoleat tersebut, maka secara kimia dapat diusulkan

mekanisme pola fragmentasinya, yaitu sebagai berikut.

42
Gambar 18. Mekanisme Pola Fragmentasi Metil Risinoleat

Dari pola fragmentasi metil risinoleat ini, terdapat dua tipe pemutusan

ikatan, yaitu pemutusan ikatan secara homolitik dan secara heterolitik. Pemutusan

ikatan homolitik adalah pemutusan ikatan antar atom, dimana setiap atom tersebut

masing-masing membawa satu elektron dari dua elektron yang digunakan dalam

membentuk ikatan, sehingga menghasilkan dua radikal bebas, sedangkan

pemutusan ikatan heterolitik, yaitu pemutusan ikatan antar atom, dimana atom

yang memiliki keelektronegatifan yang lebih besar membawa semua elektron

43
yang digunakan dalam ikatan, sehingga menghasilkan atom yang bermuatan

negatif dan positif.

Dari mekanisme pola fragmentasi metil risinoleat yang diusulkan, terlihat

bahwa tipe pemutusan ikatan yang dominan adalah homolitik, dimana dialami

oleh ikatan antar C-C dan C-H, sedangkan pemecahan heterolitik hanya terjadi

pada ikatan antar C-O dan H-O. Dalam ikatan C-C dan C-H murni ikatan kovalen,

hal ini dilihat nilai kelelektronegatifan atom yang sama (C-C) dan hampir sama

(C-H), sehingga apabila diberikan energi eksternal berupa panas pada suhu dan

tekanan tinggi, maka biasanya cenderung mengalami pemutusan secara homolitik.

Sedangkan pemecahan heterolitik antar ikatan C-O dan H-O, disebabkan karena

ikatan antar atom dari kedua jenis gugus tersebut tidak murni ikatan kovalen,

tetapi masih memiliki karakter ikatan ionik. Hal ini didasarkan adanya perbedaan

keelektronegatifan antara atom karbon dan oksigen serta atom hidrogen dan

oksigen, sehingga terjadi polarisasi ikatan kesalah satu atom, dalam hal ini atom

oksigen.

4.3 Sintesis 1-Monorisinolein

Senyawa 1-monorisinolein merupakan gliserol ester, dimana gugus

hidroksi pada C1 (karbon nomor 1) pada gliserol membentuk ester dengan gugus

karbonil dari metil risinoleat. Sintesis senyawa target ini dilakukan melalui reaksi

transesterifikasi antara senyawa metil risinoleat dan senyawa 1,2-asetonida

gliserol meggunakan katalis lypozime TL IM. Persamaan reaksinya adalah

sebagai berikut.

44
HO

O O
OH
O
Lipozime TILM
O T= suhu ruang, t= 24 jam

Metil Risinoleat

O
O

OH
Amberlyst-15
O
Etanol
o
O 24 Jam, 30 C
1,2-asetonida-3-risinolein gliserol

HO

HO
OH
O

O
1-monorisinolein

Gambar 19. Skema Reaksi Sintesis 1-Monorisinolein

Dalam reaksi ini, 1,2-asetonida gliserol merupakan gliserol terproteksi,

dimana gugus hidroksi pada atom karbon no.1 dan no. 2 dari gliserol diproteksi.

Hal ini bertujuan untuk memodifikasi gliserol agar bereaksi secara

kemoselektivitas dengan gugus karbonil dari metil risinoleat yang bersifat

elektrofilik. Kemoselektivitas adalah kemampuan suatu senyawa yang memiliki

lebih dari satu gugus fungsi yang reaktif, dimana hanya menggunakan sebagian

atau satu gugus fungsi saja untuk bereaksi. Dalam kasus ini, ketika dua gugus

hidroksi pada atom karbon no.1 dan no. 2 dari gliserol diproteksi, maka kedua

gugus tersebut menjadi kurang reaktif relatif terhadap gugus hidroksi yang tidak

terpoteksi. Hal ini terjadi, karena ketika dua gugus hidroksi diproteksi, maka

rintangan sterik pada kedua gugus ini meningkat, akibat hadirnya dua gugus metil

pada kedua gugus tersebut.

45
Persamaan reaksi pembuatan gliserol terproteksi (1,2-asetonida gliserol)

adalah sebagai berkut.

Gambar 20. Skema Reaksi Sintesis Gliserol Terpoteksi


(Sumber : Nibani et at., 2016)

Menurut Nibani et al.(2016), penggunaan gliserol terproteksi dalam

sintesis monoasil gliserol memiliki beberapa kelebihan, antara lain mencegah

terjadinya reaksi kesetimbangan dan perpindahan gugus asil pada hasil reaksi,

meningkatkan rendemen monoasil gliserol yang disintesis dan tidak menggunakan

pelarut.

Hadirnya katalis lypozime TL IM, juga diharapkan dapat meningkatkan

regioselektivitas dari senyawa yang bereaksi. Artinya, katalis lypozime TL IM

akan mengarahkan secara tepat serangan nukleofil dari gugus hidroksi 1,2-

asetonida gliserol pada gugus karbonil dari metil risinoleat.

Langkah awal dalam sintesis ini, yaitu sejumlah metil risinoleat

dicampurkan dengan senyawa 1,2-asetonida gliserol serta katalis lypozime

TL IM, kemudian diaduk selama 24 jam pada suhu ruang (Gambar 21a).

Lamanya waktu reaksi ini, dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya

pengaruh suhu dan efek ruang atau sterik dari molekul-molekul senyawa yang

bereaksi.

Suhu merupakan salah satu penentu laju reaksi. Semakin tinggi suhu,

reaksi semakin cepat, karena suhu merupakan salah satu penyumbang energi

46
eksternal yang dapat meningkatkan peluang terjadinya tumbukan antar molekul-

molekul senyawa yang bereaksi semakin besar. Akan tetapi, menurut beberapa

literatur, suhu yang terlalu tinggi untuk sintesis senyawa monoasil gliserol akan

menghasilkan produk reaksi yang kurang baik dari segi kualitas, misalnya

menghasilkan produk yang berbau terbakar (Zeng et al., 2010) dan kerusakan

pada gugus fungsional sehingga mengubah atau bahkan menghilangkan potensi

dari produk yang dihasilkan (Sonntag, 1982; Noureddini, 2004 dalam Zeng et al.,

2010). Selain itu, suhu yang tinggi akan mempengaruhi aktivitas dari lipozime TL

IM sebagai katalis, dimana suhu yang tinggi dapat menyebabkan perubahan

bentuk komformasi dari enzim tersebut, sehingga aktivitasnya sebagai katalis

berkurang atau berubah. Suhu yang tinggi akan mempengaruhi ikatan

antramolekul dari enzim, dimana ikatan antramolekul tersebut merupakan gaya

utama yang mempertahankan struktur tiga dimensi dari enzim tersebut. Struktur

tiga dimensi dari enzim ini sangat menentukan aktivitas dan selektifitasnya

sebagai enzim (Nitbani et al., 2016). Karena itu, reaksi ini rasional untuk

dilakukan pada suhu ruang untuk menghindari hal-hal di atas. Reaksi ini juga

dilakukan pada suhu ruang, agar reaksi berjalan cenderung ke arah produk,

mengingat jenis reaksi ini bersifat reversibel (kesetimbangan reaksi). Tetapi,

reaksi pada suhu rendah akan berimplikasi pada lamanya waktu reaksi.

Faktor kedua yang mempengaruhi lamanya waktu reaksi adalah efek

ruang atau sterik. Efek ruang atau sterik adalah efek hambatan yang dihasilkan

oleh kedudukan dan formasi atom-atom yang yang ramai atau meruah dalam

molekul senyawa. Dari struktur kimia metil risinoleat dapat dilihat bahwa atom-

atom karbon dan hidrogennya dapat memberikan efek sterik terhadap serangan

47
gugus hidroksi dari molekul senyawa 1,2-asetonida gliserol. Lagi pula, metil

risinoleat mengandung satu ikatan rangkap dua yang memungkinkan senyawa ini

mengalami transformasi struktur dalam ruang baik dalam bentuk cis maupun

trans, sehingga memberikan hambatan atau rintangan terhadap serangan nukleofil.

Gambar (a) Gambar (b) Gambar (c) Gambar (d)

Gambar (e) Gambar (f) Gambar (g)

Gambar (h) Gambar (i) Gambar (J)

Gambar 21. Tahapan Sintesis Senyawa 1-Monorisinolein

Setelah pengadukan selama 24 jam, reaksi dihentikan dan dimasukan

dalam gelas beker untuk mengeluarkan katalis lypozime TL IM (Gambar 21b).

Kemudian, dimasukan dalam corong pisah untuk proses ekstraksi (Gambar 21c),

lalu ditambahkan ke dalam corong pisah campuran pelarut n-heksana-etil asetat

48
untuk melarutkan senyawa target, kemudian dikocok dan didiamkan beberapa saat

yang bertujuan untuk memperoleh pemisahan yang stabil. Setelah didiamkan

beberapa saat, diperoleh larutan dengan dua lapisan, yaitu lapisan atas bening

sedangkan bagian bawah berwarna putih kekuningan (Gambar 21d). Lapisan atas

merupakan larutan dimana produk target larut, sedangkan lapisan bawah

merupakan produk samping atau pengotor lainnya yang terdapat dalam campuran

reaksi. Lapisan bawah dikeluarkan dari corong pisah, sedangkan lapisan atas

selanjutnya ditambahkan atau dicuci dengan akuades sampai pH netral. Tujuan

dari perlakuan ini, yaitu untuk meyakinkan kemurnian produk yang diperoleh,

dimana perlakuan ini akan melarutkan pengotor-pengotor yang masih bercampur

dengan produk target . Disamping itu, untuk mencapai pH netral ke dalam larutan

produk target ditambahkan larutan NaHCO3 yang bertujuan untuk menetralkan

dan melarutkan sisa-sisa pengotor yang bersifat asam ke dalam akuades.

Penambahan Na2SO4 anhidrat pada larutan produk target (Gambar 21e)

bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa air yang masih terdapat dalam larutan

produk target tersebut. Kemudian, larutan produk target disimpan pada suhu

ruang yang bertujuan untuk menghilangkan pelarut dan diperoleh produk (produk

antara) dengan rendemen sebesar 42%.

Produk yang diperoleh setelah pelarut dihilangkan (Gambar 21f),

dilarutkan dalam pelarut etanol dan ditambahkan katalis Amberlyst-15 dan diaduk

selama 24 jam pada suhu ruang (Gambar 21g). Tahap ini merupakan tahap

deproteksi, dimana dua gugus hidroksi dari gliserol yang diproteksi sebelumnya

dibuka kembali. Katalis Amberlyst-15 merupakan jenis katalis asam, dimana akan

49
memprotonasi kedua atom oksigen yang diproteksi dari dari gliserol, sehingga

mempermudah terjadinya proses reaksi deproteksi.

Setelah pengadukan selama 24 jam, campuran hasil reaksi didiamkan

beberapa saat, yang bertujuan untuk mengendapkan kembali katalis amberlyst-15

secara sempurna. Kemudian, dilakukan dekantasi untuk memisahkan produk

reaksi dari katalis amberlist-15. Selanjutnya, produk reaksi yang dihasilkan

dimasukan ke dalam corong pisah dan ditambahkan larutan hidroalkoholik

(Gambar 21h). Larutan hidroalkoholik merupakan campuran antara air dan

alkohol yang berfungsi sebagai pelarut produk senyawa1-monorisinolein.

Digunakan larutan hidroalkohilik karena larutan ini lebih memungkinkan interaksi

fisik yang lebih besar antara molekul sehingga dapat melarutkan secara sempurna

produk 1-monorisinolein. Produk 1-monorisinolein bersifat polar karena pengaruh

gugus-gugus hidroksi dari gliserol dan gugus hidroksi pada gugus alkilnya.

Tetapi, senyawa ini juga memiliki gugus alkil yang cukup panjang yang biasanya

menaikan sifat non polar dari suatu zat atau senyawa dalam hal ini senyawa 1-

monorisinolein. Sehingga, pemilihan pelarut harus harus dipertimbangkan dalam

proses ekstraksi senyawa ini. Apabila hanya digunakan air, maka pelarutan tidak

berlangsung efektif dan efisien, karena interaksi yang terjadi hanyalah interaksi

hidrogen, dimana interaksi ini tidak dapat melarutkan bagian alkil dari senyawa.

Karena itu, digunakan larutan hidroalkoholik, yang memungkin interaksi hidrogen

dan van der waals sekaligus, mengingat alkohol memiliki gugus alkil yang dapat

melakukan interaksi dengan gugus alkil dari produk target, sehingga pelarutan

berlangsung sempurna.

50
Kemudian, ke dalam larutan hidroalkoholik yang mengandung senyawa

target ditambahkan n-heksana, yang bertujuan untuk melarutkan pengotor-

pengotor atau produk-produk samping dalam campuran produk (Gambar 21i).

Produk yang diperoleh ditambahkan Na2SO4 untuk menghilangkan sisa-sisa air

yang terdapat dalam produk. Produk yang diperoleh, dilakukan proses evaporasi

dengan cara pemanasan di atas oven untuk menghilangkan pelarut dan diperoleh

produk 1-monorisinolein berupa cairan berwarna kuning (gambar 21j), dengan

persen rendemen sebesar 41,9 %. Senjutnya, produk yang diperoleh ini, dilakukan

analisis KLT dan KC-SM untuk meyakinkan keberadaan senyawa target dalam

produk tersebut.

4.3.1 Analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

KLT merupakan salah satu kromatografi paling sederhana yang

digunakan dalam anlisis suatu senyawa tertentu dalam produk. Selain itu, KLT

juga digunakan untuk mengontrol apakah suatu reaksi kimia telah selesai bereaksi

secara sempurna. Produk 1-monorisinolein yang diperoleh, kemudian dianalisis

dengan KLT untuk memastikan senyawa tersebut telah berhasil disintesis.

Campuran eluen atau fase gerak yang digunakan, yaitu campuran n-heksana:etil

aset dan untuk memvisualisasi noda yang terdapat pada plat KLT, digunakan uap

iodium. Dari hasil KLT diperoleh satu noda dibagian bawah di atas sedikit dari

garis batas bawah plat KLT. Noda ini dapat diduga sebagai representasi dari

senyawa 1-monorisinolein. Hal ini didasarkan pada sifat kepolaran yang sama dari

1-monorisinolein dengan silika gel dari plat KLT, dimana sama-sama polar.

Sehingga ketika komponen-komponen senyawa dimobilisasi oleh fase gerak,

maka senyawa 1-monorisinolein akan tertahan lebih lama pada plat KLT karena

51
terjadi interaksi fisik, sehingga akibatnya, senyawa 1-monorisinolein memiliki

waktu retensi yang lebih lama relatif terhadap senyawa –senyawa lain yang

terdapat dalam campuran produk.

( a) ( b) ( c)

Gambar 22. Tahapan Analisis KLT

4.3.2 Analisis KC-SM (kromatografi Cair-Spektroskopi Massa)

Untuk mendukung data KLT dari senyawa 1-monorisinolein, maka

dilakukan analisis KG-SM (Kromatografi Cair-Spektroskopi Massa). Dari hasil

analisis kromatografi cair,diperoleh kromatogram sampel senyawa

1-monorisinolein sebagai berikut.

Gambar 23. Kromatogram Sampel 1-Monorisinolein

52
Dari kromatogram sampel 1-monorisinolein (Gambar 23), terdiri dari

beberapa puncak, yang menunjukkan bahwa sampel ini terdiri dari beberapa

kompenen senyawa. Dari hasil analisis spektroskopi massa, diketahui identitas

setiap komponen senyawa berdasarkan informasi massa molekulnya. Dari

informasi ini, diketahui bahwa dalam campuran senyawa terdapat senyawa 1-

monorisinolein yang direpresentasikan oeh puncak ke-4 atau pada waktu retensi

15,39 menit. MS dari puncak ini adalah sebagai berikut.

Gambar 24. Hasil Analisis SM dari puncak ke-4 (waktu retensi= 15,39

menit)

Dari hasil analisis SM di atas, terdapat puncak-puncak penting tentang

keberadaan 1-monorisinolein. Terdapat dua puncak dengan kelimpahan cukup

tinggi, yaitu m/z = 355,701 dan 395,677. Kedua puncak ini ini berturut- berturut

berasal dari M-H2O+H(372-18+1= 355) dan M+Na(372+23= 395). Terdapat juga

puncak m/z = 396,689 sebagai hasil M+Na+H(372+23+1=396), dengan M adalah

53
berat molekul dari senyawa 1-monorisinolein. Berdasarkan analisis KLT dan KC-

SM dapat dipastikan bahwa senyawa 1-monorisinolein telah berhasil disintesis

menggunakan gliserol terproteksi.

54
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat

disimpulkan:

1. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida risinoleat dan metanol berkatalis

NaOH berhasil menghasilkan metil risinoleat dengan rendemen sebesar

79% dan kemurnian mencapai 90,39 %.

2. Katalis Lipozime TL IM mampu mengkatalis reaksi transesterifikasi

antara metil risinoleat dan 1,2-asetonida gliserol menghasilkan zat antara

dalam sintesis senyawa 1-monorisinolein.

3. Reaksi antara metil risinoleat dan 1,2-asetonida gliserol menghasilkan

senyawa 1-monorisinolein dengan rendemen (41,9%) dan kemurnian

rendah (berdadasarkan analisis KC-SM).

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya yang serupa dengan penelitian ini,

disarankan:

1. Perlu untuk mengoptimasi ulang kondisi reaksi dan jumlah katalis.

2. Perlu dilakukan pengujian bioaktivitas dari senyawa 1-monorisinolein,

seperti uji antibakteri, antivirus, antijamur, pengujian surfaktan dan

pengemulsi yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan

bioaktivitas senyawa tersebut.

55
DAFTAR PUSTAKA

Amador., 2012, Energy of Combustion and Standard Molar Enthalphies of

Ricinoleate Acid and Metyl Ricinoleate, J. Chem. Thermodinamics, 50,15-

18.

Bangun, Juwita., 2017, Pemurnian Metil Ester Risinoleat dari Campuran Ester

Minyak Jarak Menggunakan Adsorben Mesopori CaSiO3, Skripsi, FMIPA

Universitas Sumatera utara, Medan.

Bolaji Z. S., Gana, Andrew K., Benson O. A., 2014, Castor Oil Plant (Ricinus

Communis L.), Botany, Ecology and Use, 3(5), 2319-7064.

Bornscheuer U. T., 1995, Lipase-Catalyzed Syntheses of Monoacylglycerols,

Enzyme Microb. Technol., 17, 578-586.

Buendía-Tamariz, M. N., rejo-Calzada, R., Sánchez-Cohen, I., Flores-Hernández,

A., López-Santiago, M.A., Pedroza-Sandoval, A., 2018, Growth Analysis

of Four Varieties of Ricinus Communis L. in An Arid Region of México,

Interciencia Journal, 43(2).

Cao, Chun-yan., and Zhao, Yong-hua., 2012, Transesterification of Castor Oil to

Biodiesel Using Koh/Nay as Solid Base Catalyst, International Journal of

Green Energy, 10 (2), 219-229.

Dachriyanus, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi,

LPTIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Universitas Andalas,

Padang.

Damstrup M.L., Jensen T., Sparsø F.V., Kiil S.Z., Jensen A.D., Xu, X., 2005,

Solvent Optimization for Efficient Enzymatic Monoacyglycerol

56
Production Based on A glycerolysis Reaction, J Am Oil Chem Soc., 82(8),

559–564.

Daniel., Magdaleni. A. R., Koesnarpadi, S., 2018, Sintesis Surfaktan Turunan

Amida yang Diperoleh dari Reaksi Metil Risinoleat dan Etilendiamina,

Jurnal Kimia Mulawarman,vol.15.

Das, B., Thirupathi, P., Mahender, I., Saidi, R. V., and Rao., K.Y., 2006,

Amberlyst-15: An Efficient Reusable Heterogeneous Catalyst for the

Synthesis of 1,8-Dioxo-Octahydroxanthenes and 1,8-Dioxo-

Decahydroacridines, Journal Of Molecular Catalysis A: Chemical, 247,

233-239.

Demirbas, A., 2002, Biodiesel from Vegetable Oils Via Transesterification in

Supercritical Methanol, www. elsevier. com/ locate/enconman, 43, 2349-

2356.

Departemen Teknologi Pertanian USU, 2005, Proses Pembuatan Minyak Jarak

Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Kerja Sama Antara Depertemen

Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU dengan Balai Penelitian

Pengembangan Propinsi Sumatra Utara, Medan.

Elizabeth and Boyle, 1997, Monoglycerides in food system : Current and future

uses, Food Technology, 51(8.).

Fernandez-Lafuente, R., 2009, Lipase from Thermomyces lanuginosus: Uses and

Prospects as An Industrial Biocatalyst, J. of Molecular Catalysis B:

Enzymatic, 62 (2010) 197–212.

Fessenden, R, J. dan Fessenden, J, S., 1995, Kimia Organik Jilid 2, Edisi Ketiga,

Erlangga, Jakarta.

57
Freedman, B., Butterfield, R.O., Pryde, E.H., 1986, J. Am. Oil Chem. Soc., 63,

1375.

Gutieırrez-Ayesta, C., Carelli, A.A., Ferreira, M.L., 2007, Enzyme Microb.

Technol., 41(2007) 35–43.

Harapan, P., 2016, Sintesis 12-(Asetoksi) Metil Okta Deka-9-Ene-1-oat dari

Minyak Jarak (Ricinus communis L.) Melalui Reaksi Interesterifikasi dan

Klorinasi yang Diikuti Asetilasi, Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU,

Medan.

Hites, A.R., Gas Chromatography Mass Spectrometry, (without year), School of

Public and Environmental Affairs and Department of Chemistry, Indiana

University.

Jha, B.K., Svensson, M., Kronberg, B., Holmberg, 1999, J. Colloid Interface Sci.,

213(1999) 262–264.

Kabara, J. Jon and John C. Hierholzer, C. John., 1982 ,In Vitro Effects of

Monolaurin Compounds on Enveloped RNA and DNA Viruses, Journal of

Food Safety, 4(1), 1-12.

Kabara, J. Jon., 1984, Antimicrobial Agents Derived from Fatty Acids, JAOCS,

61(2).

Katchalski-Katzir, E., 1993, Trends Biotechnol., 11 (1993) 471–478.

Kaewthong, W., Sirisansaneeyakul, S., Prasertsan, P., dan H-Kittikun, A., 2005,

Continuous Production of Monoacylglycerols by Glycerolysis of Palm

Olein with Immobilized Lipase, Process Biochemistry ,40, 1525–1530.

Kataren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit

Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.

58
Kerharo, J. and Adam, J. G., 1974, La Pharmacopee Senegalrise Traditionnelle,

Vigot Frdres, Paris, page 429.

Khor, G.K., Sim, J.H, Kamaruddin, A.H. and Uzir, M.H., 2010, Thermodynamics

and Inhibition Studies of Lipozyme TL IM in Biodiesel Production Via

Enzymatic Transesterification, Bioresource Technology, 101(2010), 6558–

6561.

Klepacova, K., Mravec, D., Hajekova, E., and Bajus, M., 2003, Etherification of

Glycerol, Petroleum and Coal, 45, 1-2; 54–57.

Kunin, R., Meitzner, F. E., Oline, A. J., Fisher, S. A., and Frischz, N., 1962,

Characterization of Amberlyst 15: Macroreticular Sulfonic Acid Cation

Exchange Resin, I& EC Product Research and Development, 1(2).

Ladda, P.L. and Kamthane, R. B., 2014, Risinus communis L.: An Overview,

International Journal of Research in Pharmocology and

Pharmacotherapeutics, 3(2).

Mateo, C., Palomo, J.M., Fernandez-Lorente, G., Guisan, J.M., and Fernandez-

Lafuente, R., 2007, Enzyme Microb. Technol. 40 (2007) 1451–1463.

Naughton, F.C., 1973, Production Chemistry and Commercila Application of

Various Chemicals from Castor Oil, Presented at the AOCS 64th Anual

Spring Meeting New Orleans: Lussiana.

NCRI, 2014, Report of Castor Germplasm Collections and Stakeholder

Identification, Castor Breeding, National Cereal Research Institute,

Nigeria.

59
Nitbani, F.O., Jumina, Siswanta, D., & Sholikhah, E.N., 2015, Reaction Path

Synthesis of Monoacylglycerol from Fat and Oils: A Review, Int. J.

Pharm. Sci. Rev. Res., 35 (1), 126-136.

Nitbani, F.O., Jumina, Siswanta, D., Sholmikhah, E.N., & Fitriastuti, D., 2016,

Synthesis and Antibacterial Activity of 2-Monolaurin, Orient. J. Chem,

32(6), 1-7.

Nitbani, F.O., Jumina, Siswanta, D., & Sholikhah, E.N., 2016, Isolation and

Antibacterial Activity Test of Lauric Acid from Crude Coconut Oil (Cocos

nucifera L.), Procedia Chemistry, 18, 132-140.

Nitbani, F.O., Jumina, Siswanta, D., & Sholikhah, E.N., 2016, Synthesis and

Antibacterial Activity Test of 1-Monocaprin, Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res.,

39(1), 74-80.

Nitbani, F.O., Jumina., Siswanta, D., Sholikhah, E.N., & Fitriastuti, D., 2018,

Synthesis And Antibacterial Activity 1-Monolaurin, Orient. J. Chem., 34

(2), 863-867.

Noureddini H., Harkey D.W., Gutsmanc M. R., 2004, A Continuous Process for

the Glycerolysis of Soybean Oil. J. Am Oil Chem. Soc., 81(2):203–207

Ogunniyi, D.S., 2006, Castor Oil: A Vital Industrial Raw Material, Bioresour.

Technol., 97(9), 1086-1091.

Ola, P.D., Ria, R.A.K., Maria F. S., David T., & Imanuel G., 2009, Sintesis

Biodisel Dari Minyak Jarak (Ricinus Communis L.) Melalui Reaksi

Transesteriksi Terkatalisasi Basa, FST Kimia Undana, Kupang.

Orsavova, J., Misurcova, L., Vavra Ambrozova, V. J., Vicha, R., and Mlcek, J.,

2015, Fatty Acids Composition of Vegetable Oils and Its Contribution to

60
Dietary Energy Intake and Dependence of Cardiovascular Mortality on

Dietary Intake of Fatty Acids, International Journal of Molecular

Sciences, 16, 12871-12890.

Pal, R., Sarkar, T., and Khasnobis, S., 2012, Amberlyst-15 in Organic Synthesis,

ARKIVOC, 570-609.

Pawongratn R., Xu X., H-Kittikun A, 2007, Synthesis of Monoacylglycerol Rich

in Polyunsaturated Fatty Acids from Tuna Oil with Immobilized Lipase

AK. Food Chem., 104(1), 251–258.

Pelan B. M. C., Watts K. M., Campbell I. J., Lips A., 1997, The Stability of

Aerated Milk Protein Emulsions in the Presence of Small Molecule

Surfactants, J. Dairy Sci., 80(10), 2631–2638.

Ranganathan, S.V., Narasimhan, S.L. and Muthukumar, K., 2008, An Overview

of Enzymatic Production of Biodiesel, Bioresour. Technol., 99, 3975–

3981.

Sastrohamidjojo, H., 2005, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta.

Savy Filho. A., Amorim, E. P., Ramos, N. P., Martins, A. L. M., and Cavichioli, J.

C., 2007, IAC-2028: New Castor Bean Cultivar. Pesquisa Agropecuária

Brasileira, 42(3), 449-452.

Scarpa, A. And Guerchi, A., 1980, Various Uses of the Castor Oil Plant (Ricinus

Communis L.) A Review, Journal of Ethnopharmacology, 5 (1982), 117 –

137.

Schuchardta, Ulf., Serchelia, Ricardo., Vargas, R. M., 1997, Transesterification of

Vegetable Oils, J. Braz. Chem. Soc., 9(1)

61
Severino, L. S., Auld, D. L., Baldanzi, M., Cândido, M. J., Chen, G., Crosby, W.,

and Machado, O. L., 2012, A Review on the Challenges for Increased

Production of Castor. Agronomy journal, 104(4), 853-880.

Shombe, G.B. 2015. Synthesis and Characterization of Castor Oil and Ricinoleic

Acid Capped CdS Nanoparticles Using Single Source Precursors, Elsevier:

Materials Science in Semiconductor Processing, 4, 230–237.

Sonntag, N.O.V., 1982, Glycerolysis of Fats and Methyl Esters Status, Review,

and Critique, J Am Oil Chem Soc., 59(10) 795A–802A.

Wang X., Jina Q., Wang T., Huang J., Wanga X., 2013 An improved method for

the synthesis of 1-monoolein, J. Mol. Catal. B: Enzym., 97, 130-136.

Wang X., Li M., Wang T., Jin Q., Wang X., 2014, An Improved Method for the

Synthesis of 2-Arachidonoylglycerol, Process Biochemistry, 49, 1415–

1421.

Widiyarti, G., Hanafi, M., Soewarso, W.P., 2009, Study on Synthesis of

Monolaurin As Antibacterial Agent Against Staphylococus aureus,

Indonesian Journal of Chemistry, 9(1), 99-106.

Wright, H.J., Segur, J.B., Clark, H.V., Coburn, S.K., Langdon, E.E., DuPuis,

E.N., 1994, Oil & Soa, 145.

Yadav, J. S., Reddy, B. V. S., Eshwaraiah, B., and Anuradha, K., 2002,

Amberlyst-15: A Novel and Recyclable Reagent for the Synthesis of 1,5-

Benzodiazepines in Ionic Liquids, The Royal Society of Chemistry

Journal, 4, 592-594.

Zeng, Fan-kui., Yang, Bo., Wang, Yong-hua., Wang, Wei-fei., Ning, Zheng-

xiang., Li, Lin., 2010, Enzymatic Production of Monoacylglycerols with

62
Camellia Oil by the Glycerolysis Reaction, J. Am Oil Chem. Soc., 87,531–

537.

Zhang Z., Goff H. D., 2005, On Fat Destabilization and Composition of the Air

Interface in Ice Cream Containing Saturated and Unsaturated

Monoglyceride. Int. Dairy J., 15(5), 495–500.

63
LAMPIRAN

Hasil Perhitungan

1. Sintesis Metil Risinoleat

Massa Minyak Castor = 10 gram

Massa Produk Metil Risnoleat = 7,9 gram

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Rendemen Produk = ×100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

7,9 𝑔𝑟𝑎𝑚
= ×100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 79 %

2. Sintesis 1-Monorisinolein

a. % Rendemen Produk Zat Antara

Massa Metil Risinoleat =3 gram

Massa Produk Zat Antara = 1,26 gram

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Rendemen Produk = ×100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑟𝑖𝑠𝑖𝑛𝑜𝑙𝑒𝑎𝑡

1,26 𝑔𝑟𝑎𝑚
= ×100%
3 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 42 %

b. % Rendemen Produk 1-Monorisinolein

Massa Zat Antara = 0,93 gram

Massa Produk 1-Monorisinolein =0,39 gram

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Rendemen Produk = ×100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎

0,39 𝑔𝑟𝑎𝑚
= ×100%
0,93 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 41,9 %.

64

Anda mungkin juga menyukai