Anda di halaman 1dari 150

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN

KAWASAN PERKOTAAN WAWO


KABUPATEN KOLAKA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

FACHMI ANUGROH YAHYA

NIM. 45 16 042 005

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2021
ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN
KAWASAN PERKOTAAN WAWO
KABUPATEN KOLAKA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Teknik (ST)

Oleh

FACHMI ANUGROH YAHYA

NIM 45 16 042 005

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fachmi Anugroh Yahya

NIM : 45 16 042 005

Jurusan : Perencanaan Wilayah Dan Kota

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilan alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan

skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Makassar, Maret 2021


Yang Menyatakan

Fachmi Anugroh Yahya


ABSTRAK
Fachmi Anugroh Yahya, 2020 “Analisis Kemampuan Lahan Kawasan
Perkotaan Wawo Kabupaten Kolaka Utara”. Dibimbing Oleh Batara Surya
dan Rusneni Ruslan.
Tujuan Penelitian ini ialah Untuk mengetahui apa saja klasifikasi
kemampuan lahan kawasan perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten
Kolaka Utara dan mengidentifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan
di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara.
Penelitian ini menggunakan penelitian metode kuantitatif sebagai metode
Utama dan didukung dengan pendekatan spatial analysis. Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan analisis spasial overlay
dan analysis deskritif. Hasil analisis spasial overlay bergantung pada data
aspek fisik dasar untuk mengetahui klasifikasi kemampuan lahan
sedangkan analisis deskritif sangat bergantung dengan hasil analisis
pertama.
Kesimpulan utama dari penelitian ini ialah klasifikasi kemampuan lahan
Perkotaan Wawo terdapat empat (4) Kelas E dengan Klasifikasi
Pengembangan Tinggi, Kelas D dengan Klasifikasi Pengembangan
Cukup, Kelas C dengan Klasifikasi Pengembangan Sedang, dan Kelas D
dengan Klasifikasi Pengembangan Kurang. Sedangkan Kemampuan
Lahan Pengembangan Cukup dan Tinggi, sangat sesuai untuk
dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan kawasan perkotaan serta
tidak memiliki hambatan fisik lingkungan, sedangkan Kemampuan Lahan
Pengembangan Sedang tetap bisa dikembangkan menjadi kawasan
perkotaan, serta pada kawasan dengan Kemampuan Lahan
Pengembangan Kurang tidak direkomendasikan untuk dijadikan kawasan
pengembangan.
Kata kunci : Kemampuan Lahan, Daya Dukung Lahan, Perkotaan
Wawo.
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Teriring Rasa Puji dan Syukur Kehadirat Allah subhanahu wa ta‟ala

senantiasa kita curahkan atas segala limpahan Rahmat dan Karunia serta

Hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis

Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo Kabupaten Kolaka

Utara”. Tugas Akhir ini merupakan syarat yang wajib dipenuhi untuk

memperoleh gelar sarjana STRATA SATU (S-1) pada Jurusan

Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Bosowa

Makassar dan Merupakan salah satu proses akhir dari kegiatan

pembelajaran di Universitas pada umumnya dan Jurusan Perencanaan

Wilayah Dan Kota pada khususnya.

Penulis menyadari telah sepenuhnya mengarahkan segala

kemampuan dan usaha, namun sebagai manusia biasa yang tidak luput

dari kesalahan dan lupa serta keterbatasan pengetahuan yang penulis

miliki, masih banyak terdapat kekurangan dari tugas akhir ini.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit

bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karen itu, dengan rasa

tulus dan ikhlas, selayaknya penulis menghantarkan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

i
1. Dekan Fakultas Teknik, Bapak. Ridwan, ST., M.Si dan Ketua Jurusan

Perencanaan Wilayah dan Kota, Dr. Ir. Rudi Latief, M.Si.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Batara Surya, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu

Rusneni Ruslan, ST., M.Si selaku pembimbing II yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ilham Yahya, ST, MSP dan Bapak Dr. Ir. Syahriar Tato, MS

selaku dosen penguji.

4. Bapak dan Ibu Staf pengajar serta Karyawan(i) Jurusan Perencanaan

Wilayah dan Kota, atas segala bimbingan, didikan, dan bantuan

selama penulisan mentut ilmu dibangku perkuliahan.

5. Pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara yaitu Kepala Kantor Camat

Kecamatan Wawo yang telah membantu dan mengarahkan saya pada

lokasi penelitian.

6. Orangtua dan keluarga saya terutama Ayah saya Drs. Yahya Fasa

dan Ibu saya Dra. Susanti Mokodompit serta Kakak saya Fiqih Fidya

Albanjar, S.TP, M.SI, Nurlaila Albanjar, S.H dan Adik saya Putri

Bulawan Anamiroh Yahya yang telah memberikan bantuan material,

moral dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada Dosen Ilham Yahya, S.T M.SP yang selalu memberikan

bimbingan, didikan, dan ilmunya kepada saya, sehingga saya bisa

menyelesaikan skripsi ini.

ii
8. Kepada teman saya Siska dan Ayensi Mokoginta yang telah berperan

besar dalam membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

9. Kepada teman seperjuangan saya Muhammad Fikri Haikal, Candra

Deswanto, dan Kristianto Erdiansyah Widodo yang telah

menyempatkan waktunya menemani saya untuk survey lapangan di

Kabupaten Kolaka Utara selama 3 hari.

10. Teman bimbingan saya Ayu Afrianti, Siska, dan Hakim Asurah yang

telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman seperjuangan saya Yudhistira Taufiq Hidayat, Panjhi Arieq,

Muhammad Rizkiawan, Ariadi Abil, Noel Diaken Patandean,

Muhammad Arif Gunawan, Siska, Nur Ainsyah Pakaya, Ayu Afrianti,

Farah Alivia Yunita Laoh, Mutya Alizia Putri B, yang senantiasa

memberikan semangat penulis dalam penyusunan skripsi.

12. Angkatan saya yaitu Planologi 2016 (SPACE) yang saling

memberikan support dalam penyususnan skripsi ini.

iii
Akhir kata, semoga Allah SWT. Senantiasa mencurahkan segala

keberkahan dan Rahmatnya kepada mereka yang telah luar biasa

membantu penulis dalam menyelesaikan studi ini, amin. Semoga skripsi

ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Makassar, Maret 2021

Fachmi Anugroh Yahya

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4

D. Batasan Masalah .................................................................... 5

E. Sistematika Pembahasan ....................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lahan ................................................................... 6

1. Tanah ............................................................................... 6

2. Iklim .................................................................................. 7

3. Topografi .......................................................................... 9

4. Vegetasi ........................................................................... 10

B. Pengertian Analisis ................................................................. 12

C. Pengertian Kemampuan Lahan .............................................. 12

1. Analisis Kemampuan Lahan ............................................. 13

v
2. Klasifikasi Kemampuan Lahan .......................................... 30

D. Pengertian Perkotaan ............................................................. 31

E. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) ......................... 32

F. Penelitian Terdahulu ............................................................... 33

G. Kerangka Pikir ........................................................................ 35

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ....................................................................... 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 37

1. Lokasi Penelitian ........................................................... 37

2. Waktu Penelitian ............................................................ 38

C. Pendekatan Penelitian ............................................................ 39

D. Pendekatan Analisis .............................................................. 40

E. Metode Pengumpulan Data .................................................... 40

F. Variabel Penelitian ................................................................. 44

G. Metode Analisis ...................................................................... 45

1. Analisis Spasial (Overlay) Satuan Kemampuan Lahan ... 45

2. Analisis Deskriptif ........................................................... 46

H. Definisi Operasional Penelitian ............................................... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil........................................................................................ 50

1. Gambaran Umum Kabupaten Kolaka Utara ................... 50

a. Aspek Fisik Dasar .................................................... 50

vi
b. Wilayah Administrasi ................................................ 50

c. Iklim ......................................................................... 53

d. Curah Hujan ............................................................. 53

2. Kependudukan ............................................................... 54

a. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan ................ 54

b. Distribusi dan Kepadatan Penduduk ........................ 55

c. Penduduk Menurut Kelompok dan Jenis Kelamin .... 56

3. Gambaran Umum Kecamatan Wawo ............................. 57

a. Aspek Fisik Dasar .................................................. 57

1) Keadaan Geografis .......................................... 57

2) Iklim dan Curah Hujan ..................................... 61

3) Jenis Tanah ..................................................... 64

4) Topografi dan Kemiringan Lereng .................... 66

5) Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota

Kecamatan dan Kabupaten .............................. 69

6) Pembagian Daerah Administratif ...................... 69

b. Kependudukan ....................................................... 70

1) Perkembangan Jumlah Penduduk 3 Tahun

Terakhir ........................................................... 70

2) Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 71

3) Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok

Umur dan Jenis Kelamin .................................. 72

vii
4) Kepadatan Penduduk ...................................... 73

5) Perkembangan Rumah Tangga ....................... 73

4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................... 74

5. Kedudukan Kawasan Perkotaan Wawo .......................... 76

6. Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian............................. 77

7. Lahan Terbangun dan Non Terbangun ........................... 79

8. Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo ............................. 81

9. Topografi/Ketinggian Kawasan Perkotaan Wawo ........... 83

10. Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo .............. 85

11. Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo ........................ 87

12. Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo ........................ 89

13. Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo .................. 91

B. Pembahasan........................................................................... 93

1. Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan di

Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara ................... 93

a. SKL Morfologi ...................................................... 93

b. SKL Kemudahan Dikerjakan ................................ 95

c. SKL Kestabilan Lereng ........................................ 97

d. SKL Kestabilan Pondasi....................................... 99

e. SKL Ketersediaan Air ........................................... 101

f. SKL Untuk Drainase ............................................ 103

g. SKL Terhadap Erosi ............................................. 105

viii
h. SKL Pembuangan Limbah ................................... 107

i. SKL Terhadap Bencana Alam .............................. 109

j. Klasifikasi Kemampuan Lahan ............................. 111

2. Kemampuan Lahan yang ada di Kawasan Perkotaan

Wawo Kabupaten Kolaka Utara ...................................... 117

a. Kemampuan Pengembangan Kurang .................. 117

b. Kemampuan Pengembangan Sedang.................. 118

c. Kemampuan Pengembangan Cukup dan Tinggi .. 118

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ......................................................................... 120

B. SARAN ................................................................................... 121

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix
DAFTAR TABEL
2.1 Klasifikasi Data Satuan Lahan ............................................................ 14

2.2 Analisis SKL Morfologi ........................................................................ 16

2.3 Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan ................................................. 18

2.4 Analisis SKL Kestabilan Lereng .......................................................... 20

2.5 Analisis SKL Kestabilan Pondasi ........................................................ 22

2.6 Analisis SKL Ketersediaan Air ............................................................. 23

2.7 Analisis SKL Untuk Drainase .............................................................. 24

2.8. Analisis SKL Terhadap Erosi ............................................................... 25

2.9 Analisis SKL Terhadap Pembuangan Limbah ..................................... 27

2.10. Analisis SKL Terhadap Bencana Alam ............................................... 28

2.11 Kelas Kemampuan Lahan .................................................................. 30

2.12 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 34

3.1 Luas Wilayah Menurut Desa di Lokasi Penelitian Tahun 2020 ........... 38

3.2 Schedule Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 39

3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian ..................................................... 41

3.4 Variabel Penelitan .............................................................................. 45

4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara

Tahun 2019 ......................................................................................... 51

4.2 Rata-Rata dan Kelembaban Udara Menurut Bulan di Kabupaten

Kolaka Utara, Tahun 2019 ................................................................... 53

x
4.3 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di Kabupaten

Kolaka Utara, Tahun 2019 ................................................................... 54

4.4 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut

Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara Tahun

2015,2016,2017,2018,2019. ................................................................ 55

4.5 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan

di Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019 ............................................. 56

4.6 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2018.................................................. 57

4.7 Luas Wilayah Kecamatan Wawo Tahun 2018 ..................................... 58

4.8 Hari Hujan dan Curah Hujan Perbulan Di Kecamatan Wawo, Tahun

2018 .................................................................................................................. 61

4.9 Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten

Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 68

4.10 Pembagian Daerah Administratif Menurut Desa/Kelurahan di

Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 69

4.11 Jumlah Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Wawo Tahun

2016,2017 dan 2018 ........................................................................... 70

4.12 Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Berdasarkan Jenis

Kelamin di Kecamatan Wawo Tahun 2018 .......................................... 70

4.13 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 71

xi
4.14 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di

Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 72

4.15 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Desa/Kelurahan di

Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 73

4.16 Luas Wilayah Menurut Desa Di Kawasan Perkotaan Wawo

Tahun 2020 ......................................................................................... 73

4.17 Luas Penggunaan Lahan dirinci menurut jenisnya Di Kawasan Perkotaan

Wawo Tahun 2020 .......................................................................................... 76

4.18 Luas Kawasan Terbangun dan Non Terbangun Di Kawasan Perkotaan

Wawo .................................................................................................. 78

4.19 Data Morfologi Di Kawasan Perkotaan Wawo ..................................... 80

4.20 Data Topografi/Ketinggian Di Kawasan Perkotaan Wawo ................... 82

4.21 Data Kemiringan Lereng Di Kawasan Perkotaan Wawo ...................... 84

4.22 Data Jenis Tanah Di Kawasan Perkotaan Wawo................................. 88

4.23 Data Rawan Bencana Di Kawasan Perkotaan Wawo ......................... 90

4.24 Analisis SKL Morfologi......................................................................... 92

4.25 Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan .................................................. 94

4.26 Analisis SKL Kestabilan Lereng ........................................................... 96

4.27 Analisis SKL Kestabilan Pondasi ......................................................... 98

4.28 Analisis SKL Ketersediaan Air ............................................................. 100

4.29 Analisis SKL Untuk Drainase ............................................................... 102

4.30 SKL Terhadap Erosi ............................................................................ 104

xii
4.31 Analisis SKL Pembuangan Limbah ..................................................... 106

4.32 Analisis SKL Terhadap Bencana Alam ................................................ 108

4.33 Analisis Nilai Akhir X Bobot Kawasan Perkotaan Wawo ...................... 111

4.34 Analisis Overlay 9 Variabel SKL dan Total Nilai Akhir X Bobot

Kawasan Perkotaan Wawo ................................................................. 112

4.35 Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo ................. 113

xiii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................... 36

3.1 Alur Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 42

4.1 Peta Administrasi Kabupaten Kolaka Utara .................................................. 52

4.2 Peta Administrasi Kecamatan Wawo ............................................................. 60

4.3 Curah Hujan Kecamatan Wawo .......................................................... 62

4.4 Peta Jenis Tanah Kecamatan Wawo ................................................... 64

4.5 Peta Topografi Kecamatan Wawo ....................................................... 66

4.6 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Wawo ........................................ 67

4.7 Peta Kawasan Perkotaan Wawo ......................................................... 74

4.8 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo ......................... 77

4.9 Peta Lahan Terbangun Dan Non Terbangun Kawasan Perkotaan

Wawo .................................................................................................. 79

4.10 Peta Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo .......................................... 81

4.11 Peta Topografi Kawasan Perkotaan Wawo ......................................... 83

4.12 Peta Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo .......................... 85

4.13 Peta Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo .................................... 87

4.14 Peta Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo ..................................... 89

4.15 Peta Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo .............................. 91

4.16 Peta Analisis SKL Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo ..................... 93

4.17 Peta Analisis SKL Kemudahan DiKerjakan Kawasan Perkotaan

Wawo .................................................................................................. 95

xiv
4.18 Peta Analisis SKL Kestabilan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo ....... 97

4.19 Peta Analisis SKL Kestabilan Pondasi Kawasan Perkotaan Wawo ..... 99

4.20 Peta Analisis SKL Ketersediaan Air Kawasan Perkotaan Wawo ......... 101

4.21 Peta Analisis SKL Untuk Drainase Kawasan Perkotaan Wawo ........... 103

4.22 Peta Analisis SKL Terhadap Erosi Kawasan Perkotaan Wawo ........... 105

4.23 Peta Analisis SKL Pembuangan Limbah Kawasan Perkotaan

Wawo .................................................................................................. 107

4.24 Peta Analisis SKL Terhadap Bencana Alam Kawasan Perkotaan

Wawo .................................................................................................. 109

4.25 Peta Kelas Kemampuan Lahan ........................................................... 116

4.26 Peta Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo ......................... 114

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk

memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya

harus dilakukan dengan hati-hati dan harus sesuai dengan

kemampuannya agar tidak mengurangi tata guna dan daya guna lahan

serta menurunkan produktivitas lahan. Untuk memenuhi kebutuhan

pokok, manusia akan cenderung memanfaatkan sumberdaya alam

secara berlebihan, padahal ketersediaanya amat terbatas. Apabila

kecenderungan tersebut dibiarkan terus berlangsung dikhawatirkan

dalam waktu dekat akan terjadi kerusakan lahan atau tanah sebagai

akibat tekanan penduduk atas lahan yang melebihi tingkat

kemampuannya. Untuk menghindari kesalahan dalam tata guna lahan

dan daya guna lahan serta mengatasi masalah turunnya produktivitas

lahan salah satu jalan adalah perencanaan penggunaan lahan yang

sesuai dengan kemampuannya. Perencanaan penggunaan lahan yang

baik tidak terlepas dari tindakan evaluasi sumberdaya lahannya.

Kerangka dasar dari evaluasi lahan adalah membandingkan

persyaratan tertentu dengan sifat-sifat lahan yang ada pada lahan

tersebut.

1
Dalam perubahan penggunaan lahan sering tidak

memperhatikan kelestarian lahan terutama pada lahan-lahan yang

mempunyai keterbatasan - keterbatasan baik keterbatasan fisik

maupun kimia. Pengaruh langsung dari perubahan penggunaan lahan

yang terjadi pada lahan diantaranya adalah perlindungan tanah

terhadap pukulan air hujan secara langsung berkurang, berkurangnya

pembentukan bahan organik dalam tanah, aliran permukaan lebih besar

daripada yang meresap dalam tanah dan sebagainya serta

berkurangnya kemampuan lahan. Kemampuan lahan adalah penilaian

atas kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari

masing-masing faktor penghambat. Penggunaan lahan yang tidak

sesuai dengan kemampuannya dan tidak diikuti dengan usaha

konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila

tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad

2010)

Analisis kemampuan lahan ini bermaksud untuk mengkaji

tingkatan kemampuan lahan berdasarkan aspek fisik dasar. Aspek

dasar ini merupakan salah satu materi yang diperlukan dalam rencana

pengembangan suatu kota, hal ini seperti tertuang dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M.2007 tentang pedoman teknik

analisis fisik dan lingkungan, ekonomi serta sosial budaya dalam

penyusunan rencana tata ruang. Aspek – aspek fisik kemampuan lahan

2
tersebut dalam analisis ini dikenal dengan satuan kemampuan lahan

(SKL).

Pengembangan wisata di Kabupaten Kolaka Utara menunjukan

perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Pertumbuhan aktivitas wisatawan harus sejalan dengan kelestarian

lingkungan karena yang terjadi adalah aktivitas pengunjung

menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di darat atau pesisir,

salah satu kecamatan yang memiliki potensi parawisata yaitu

Kecamatan Wawo yang dikembangkan sebagai kawasan perkotaan

untuk di jadikan pusat kegiatan lokal sebagai pintu masuk bagian

selatan Kabupaten Kolaka Utara.

Seiring dengan pesatnya laju pembangunan dan pertambahan

jumblah penduduk di Kawasan Perkotaan Wawo yang disebabkan oleh

aktivitas parawisata, ancaman terhadap sumber daya alam dan

ekosistem semakin meningkat pula. Salah satu ancaman serius

terhadap keutuhan sumber daya alam dan ekosistem adalah daya

dukung wisatawan yang menyebabkan kebutuhan akan ruang semakin

meningkat pula, maka perlu dikaji tingkat kemampuan lahan di

Kawasan Perkotaan Wawo sebagai satu langkah untuk menjaga

kelestarian alamnya baik lingkungan pesisir maupun daratan. Sehingga

penulis melakukan penelitian terkait analisis kemampuan lahan

kawasan perkotaan di kecamatan tersebut. Analisis ini dilakukan untuk

3
mengetahui seberapa besar kemampuan lahan untuk dapat

mendukung upaya pemanfaatan lahan Kawasan Perkotaan Wawo.

Analisis kemampuan lahan ini sekaligus untuk mengetahui faktor –

faktor fisik lahan yang bersifat menghambat dan tidak menghambat

dalam merencanakan Kawasan Perkotaan Wawo. Output (keluaran)

dari analisis ini adalah berupa peta kelas kemampuan lahan yang terdiri

dari kawasan kemungkinan (pengembangan), kawasan kendala dan

kawasan limitasi, yang merupakan gambaran dari tingkatan

kemampuan lahan pada daerah penelitian, kemudian diinterpretasikan

secara deskriptif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat

dirumuskan suatu masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apa saja klasifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di

Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara ?

2. Bagaimana kemampuan lahan yang ada di kawasan perkotaan di

Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi kemampuan lahan kawasan

perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara.

4
2. Untuk mengidentifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di

Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara.

D. Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Lokasi penelitian berada di kawasan perkotaan Kecamatan Wawo

Kabupaten Kolaka Utara .

2. Analisis kemampuan lahan dilakukan dengan merujuk pada

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M.2007.

E. Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN yang menjelaskan tentang latar belakang,

rumusan masalah yang diangkat, tujuan penelitian, batasan masalah,

serta sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA berisi tentang tinjauan pustaka,

pengertian kemampuan lahan, dan menguraikan teori – teori yang

terkait dalam mendukung penelitian ini .

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ini menguraikan tentang lokasi

dan waktu penelitian, obyek penelitian, teknik pengumpulan data,

metode analisis data, dan definisi operasional variabel.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN memuat gambaran umum wilayah

studi dan hasil Pembahasan

BAB 5 PENUTUP memuat tentang kesimpulan dan saran

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup

pengertian lingkungan fisik termasuk tanah, iklim, topografi, dan

bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial

akan berpengaruh yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi

oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lalu

maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang

telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan

tertentu (Djaenudin et al, 2003).

Menurut Ritohardoyo, Su (2013) lahan merupakan salah satu

sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia, mengingat

kebutuhan masyarakat baik untuk melangsungkan hidupnya maupun

kegiatan kehidupan sosio-ekonomi dan sosio-budayanya. Lahan

memiliki banyak fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam

usaha meningkatkan kualitas hidupnya.

1. Tanah

Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat di permukaan

kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil

pelapukan batuan, dan bahan-bahan organik sebagai hasil

6
pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan

medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat

tertentu, yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor

iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu

pembentukan (Yuliprianto, 2010: 11).

Kualitas tanah memadukan unsur fisik, kimia serta biologi

tanah dan interaksinya. Agar tanah dapat berfungsi efektif, ketiga

komponen tersebut harus disertakan. Hasil akhir dari proses-proses

degradasi dan konservasi yang berlangsung pada suatu tanah akan

berpengaruh terhadap kualitas tanah. Oleh karena itu, kualitas

tanah tidak hanya mencakup produktivitas dan perlindungan

lingkungan, tetapi juga keamanan pangan serta kesehatan manusia

dan hewan (Purwanto, 2009).

2. Iklim

Iklim (climate) adalah sintesis atau kesimpulan dari

perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi

bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu

wilayah. Sintesis tersebut dapat diartikan pula sebagai nilai statistik

yang meliputi: rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi kejadian.

Iklim sering dikatakan sebagai nilai statistik cuaca jangka panjang

di suatu tempat atau suatu wilayah. Iklim dapat pula diartikan

sebagai sifat cuaca di suatu tempat atau wilayah. Data iklim terdiri

7
dari data diskontinu (radiasi, lama penyinaran matahari, presipitasi

dan penguapan) dan data kontinu (suhu, kelembaban, tekanan

udara, kecepatan angin) (Atmaja, 2009).

Iklim berperan dalam setiap kejadian penyakit dan kematian,

oleh karena penyakit berkaitan dengan ekosistem. Manusia

merupakan bagian dari sebuah ekosistem. Sementara itu kejadian

penyakit merupakan inti dari permasalahan kesehatan. Perubahan

iklim akan diikuti perubahan ekosistem. Atau tata kehidupan yang

pada akhirnya merubah pola hubungan interaksi antara lingkungan

dan manusia yang berdampak terhadap derajat kesehatan

masyarakat. Beberapa variabel yang merupakan komponen iklim

seperti suhu lingkungan, kelembaban lingkungan, kelembaban

ruang, kemarau panjang dan curah hujan mempengaruhi

pertumbuhan dan persebaran berbagai spesies mikroba dan parasit

serta berbagai variabel kependudukan. Iklim juga berperan

terhadap budaya dan behavioral aspect manusia. Hubungan antara

lingkungan, kependudukan dan determinan iklim serta dampaknya

terhadap kesehatan dapat digambarkan ke dalam teori simpul atau

paradigma kesehatan lingkungan (Achmadi, 2008).

Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklim di Indonesia

berdasarkan perhitungan jumlah bulan kering dan bulan basah.

Mereka memperoleh delapan jenis iklim dari iklim basah sampai

8
iklim kering. Kemudian Oldeman juga memakai unsur iklim curah

hujan sebagai dasar klasifikasi iklim di Indonesia. Metode Oldeman

lebih menekankan pada bidang pertanian, karenanya sering disebut

klasifikasi iklim pertanian (agro-climatic classification) (Tjasyono,

2004).

3. Topografi

Menurut M. Suparno dan Marlina Endy (2005:139), keadaan

topografi adalah keadaan yang menggambarkan kemiringan lahan,

atau kontur lahan, semakin besar kontur lahan berarti lahan

tersebut memiliki kemiringan lereng yang semakin besar.

Pengertian Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi

dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya),

dan asteroid. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak

hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan

pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan

lokal (Ilmu Pengetahuan Sosial). Topografi umumnya

menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi

jenis lahan. Penggunaan kata topografi dimulai sejak zaman Yunani

kuno dan berlanjut hingga Romawi kuno, sebagai detail dari suatu

tempat. Kata itu datang dari kata Yunani, topos yang berarti tempat,

dan graphia yang berarti tulisan. Objek dari topografi adalah

mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada

9
koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan

secara vertikal yaitu ketinggian.

Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng. Kemiringan

lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung

(convex), cekung (voncave), dan kaki lereng (lower slope). Daerah

puncak merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi

dibanding daerah bawahnya, demikian pula lereng tengah yang

kadang cekung atau cembung mendapat gerusan aliran permukaan

relief lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan kaki lereng

merupakan daerah endapan. Salim 1998 (Sahara, 2014).

Faktor topografi umumnya dinyatakan ke dalam kemiringan

dan panjang lereng. Kecuraman, panjang, dan bentuk lereng

(cembung atau cekung) semuanya mempengaruhi laju aliran

permukaan dan erosi. Kecuraman lereng dapat diketahui dari peta

tanah, namun keduanya sering dapat menjadi petunjuk jenis tanah

tertentu, dan pengaruhnya pada penggunaan dan pengolahan

tanah dapat dievaluasi sebagai bagian satuan peta (Suripin, 2001).

4. Vegetasi

(Marsono, 1997 dalam Rahim, S. dkk, 2017 ) vegetasi

adalah sekumpulan kelompok tumbuhan dari berbagai jenis yang

saling berinteraksi dengan sesamanya, atau dengan hewan yang

10
hidup disekitarnya dan memiliki hubungan yang erat terhadap faktor

lingkungan yang mempengaruhi. Dengan demikian berarti vegetasi

bukan hanya kumpulan individu suatu tumbuhan tetapi merupakan

suatu kesatuan dimana individu-individu yang ada di dalamnya

saling berkaitan dan berhubungan erat antara satu dengan yang

lainnya yang dalam hal ini disebut ekosistem. Maka dalam hal ini

semua faktor penyusun vegetasi sangat berpengaruh terhadap

kualitas vegetasi yang ada, baik itu dari segi tumbuhan, hewan,

maupun kondisi lingkungan yang ada disekitarnya.

(Agustina, 2008; Maryantika, 2010; Susanto, 2012). Vegetasi

didefinisikan sebagai keseluruhan tumbuhan dari suatu area yang

berfungsi sebagai area penutup lahan, yang terdiri dari beberapa

jenis seperti herba, perdu, pohon, yang hidup bersama-sama pada

suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain,

serta lingkungannya dan memberikan kenampakan luar vegetasi.

Fachrul (2007) mendefinisikan struktur vegetasi sebagai hasil

penataan ruang oleh komponen penyusun tegakan dan bentuk

hidup, stratifikasi, dan penutupan vegetasi yang digambarkan

melalui keadaan diameter, tinggi, penyebaran dalam ruang,

keanekaragaman tajuk, serta kesinambungan jenis.

11
B. Pengertian Analisis

Analisis adalah aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan

seperti; mengurai, membedakan, dan memilah sesuatu untuk

dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari

kaitannya lalu ditafsirkan maknanya.

Menurut Komaruddin, pengertian analisis adalah aktivitas

berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen-

komponen kecil sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,

hubungan masing-masing komponen, dan fungsi setiap komponen

dalam satu keseluruhan yang terpadu.

Analisis spasial adalah suatu teknik atau proses yang

melibatkan sejumlah fungsi hitungan dan evaluasi logika matematis

yang dilakukan terhadap data spasial dalam rangka untuk

mendapatkan ekstraksi, nilai tambah, atau informasi baru yang juga

beraspek spasial.

C. Pengertian Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk

berproduksi (Anonim 2012). Kemampuan ini sering diartikan sebagai

potensi lahan untuk penggunaan pertanian secara umum dengan

kemampuan produksi dari tanah tersebut yang didasarkan pada fakta-

fakta iklim, drainase dan kemiringan.

12
Klasifikasi kemampuan lahan merupakan penilaian lahan

secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa

kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan

penghambat dalam penggunaannya secara lestari (Arsyad,2006).

Kemampuan lahan adalah penilaian atas kemampuan lahan

untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor

penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan

kemampuannya dan tidak diikuti dengan usaha konservasi tanah yang

baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah tererosi

maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad 2010),

Menurut peraturan pemerintah untuk daya dukung lahan

dengan mengetahui kemampuan lahan wilayah studi dengan

melakukan pembobotan satuan kemampuan lahan (SKL) yang

bersumber pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No.20/prt/m/2007 tentang teknik analisis aspek fisik & lingkungan,

ekonomi serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang.

1. Analisis Kemampuan Lahan

Analisis overlay digunakan untuk menganalisis satuan

kemampuan lahan atau SKL berdasarkan sembilan analisis yang

mengacu pada(Permen Pu No 20 Tahun, 2007), yaitu, SKL

Morfologi, SKL Kemudahan dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng,

13
SKL Kestabilan Pondasi, SKL Ketersediaan Air, SKL Untuk

Drainase, SKL Terhadap Erosi, SKL Pembuangan Limbah, SKL

Terhadap Bencana Alam. Kemudian kesembilan SKL ini akan di

overlay kembali sehingga menghasilkan kemampuan lahan/

sesuai dengan klasifikasi kemampuan lahan.

Tabel 2.1.
Klasifikasi Data Satuan Lahan

No. Satuan Kemampuan Lahan

1. SKL Morfologi

2. SKL Kemudahan Dikerjakan

3. SKL Kestabilan Lereng

4. SKL Kestabilan Pondasi

5. SKL Ketersediaan Air

6. SKL Terhadap Erosi

7. SKL Untuk Drainase

8. SKL Pembuangan Limbah

9. SKL Terhadap Bencana Alam


Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

a. SKL Morfologi

Tujuan Memilah bentuk bentang alam/ morfologi pada

wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk

dikembangkan sesuai dengan fungsinya. Dengan data yang

14
dibutuhkan seperti Peta Morfologi, Peta Kemiringan Lahan, dan

Hasil Pengamatan (Permen Pu No 20 Tahun, 2007).

Morfologi berarti bentang alam. Kemampuan lahan dari

morfologi rendah berarti kondisi morfologi suatu kawasan

kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa

gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya,

kemampuan pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit

dikembangkan dan atau tidak layak dikembangkan. Lahan

seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah

lindung atau budi daya yang tak berkaitan dengan manusia,

contohnya untuk wisata alam. Morfologi rendah tidak bisa

digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan

kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi morfologi

tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah

dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budidaya.

Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis SKL Morfologi lebih jelasnya pada tabel dibawah

ini:

15
Tabel 2.2

Analisis SKL Morfologi

SKL
No Morfologi Lereng Nilai
Morfologi
1 Bergunung >40% Kemampuan
Lahan
1
Morfologi
Rendah
2 Berbukit 25 – 40 Kemampuan
% Lahan
2
Morfologi
Kurang
3 Bergelombang 15 – 25 Kemampuan
% Lahan
3
Morfologi
Sedang
4 Berombak 2 – 15 Kemampuan
% Lahan
4
Morfologi
Cukup
5 Datar 0–2% Kemampuan
Lahan
5
Morfologi
Tinggi
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

b. SKL Kemudahan di kerjakan

Tujuan analisi SKL Kemudahan Dikerjakan Untuk

mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau

kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan

maupun pengembangan kawasan. (Permen Pu No 20 Tahun,

2007).

Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta

topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis

16
tanah, peta penggunaan lahan eksisting, dengan keluaran peta

SKL Kemudahan Dikerjakan dan penjelasannya. akan ditinjau

faktor pembentukan tanah dari aspek waktu pembentukannya

dimana tanah merupakan benda alam yang terus menerus

berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus.

Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin tua dan kurus.

Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis

mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar

lapuk seperti kuarsa. Karena proses pembentukan tanah yang

terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi

tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua.

Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis skl kemudahan dikerjakan lebih jelasnya pada

tabel dibawah ini:

17
Tabel 2.3

Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan

Topografi Jenis Penggunaan SKL Kemudahan


No Morfologi Lereng Nilai
(mdpl) Tanah Lahan Dikerjakan

Andosol,Po Kemudahan
1 > 3000 Bergunung >40%
dsolik,dst Dikerjakan Cukup 4
Lahan Non
Brown Terbangun
Kemudahan
2 1500 - 3000 Berbukit 25 – 40 % Forest Soil,
Dikerjakan Sedang 3
dst

Bergelomba Kemudahan
3 500 - 1500 15 – 25 % Latosol 2
ng Dikerjakan Rendah
Lahan
Terbangun
4 250 – 500 Berombak 2 – 15 % Kemudahan
Aluvial, dst Dikerjakan Sangat 1
5 0 – 250 Datar 0–2% Rendah
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

18
c. SKL Kestabilan Lereng

Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng Untuk

mengetahui tingkat kemantapan lereng di wilayah/ kawasan

pengembangan dalam menerima beban baik pembangunan/

maupun pengembangan kawasan (Permen Pu No 20 Tahun,

2007).

Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat

dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya dengan melihat

kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut

kestabilan lerengnya rendah, maka 44 kondisi wilayahnya tidak

stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor, mudah bergerak yang

artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau

permukiman dan budi daya. Kawasan ini bisa digunakan untuk

hutan, perkebunan dan resapan air.

Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis SKL Kestabilan Lereng lebih jelasnya pada tabel

dibawah ini:

19
Tabel 2.4
Analisis SKL Kestabilan Lereng

SKL
Jenis Curah Penggunaan
No Morfologi Lereng Ketinggian Kestabilan Nilai
Tanah Hujan Lahan
Lereng
1 Bergunung Regosol, Kestabilan
>40% > 3000 >500 2
Litosol,dst Lereng Rendah
Lahan Non
2 Berbukit Andosol, Terbangun
25 – 40 Kestabilan
1500 - 3000 Podsolik, 300 - 500 3
% Lereng Sedang
dst
3 Bergelombang Brown
15 – 25 Kestabilan
500 - 1500 Forest 100 - 300 4
% Lereng Cukup
Soil, dst
Lahan
4 Berombak 2 – 15 % 250 – 500 Latosol Terbangun
0 - 100 Kestabilan 5
5 Datar Aluvial,
0–2% 0 – 250 Lereng Tinggi
dst
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

20
d. SKL Kestabilan Pondasi

Tujuan dari analisis SKL Kestabilan Pondasi

Mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung

bangunan berat dalam pengembangan Perkotaan, serta jenis-

jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan

(Permen Pu No 20 Tahun, 2007).

Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang

mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan

terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis

pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya

wilayah tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apa saja

atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi rendah

berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan.

Kestabilan pondasi kurang berarti wilayah tersebut kurang

stabil, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih

stabil, misalnya, pondasi cakar ayam.

Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis SKL Kestabilan Pondasi lebih jelasnya pada tabel

dibawah ini:

21
Tabel 2.5
Analisis SKL Kestabilan Pondasi

SKL
Jenis Penggunaan
No Kestabilan SKL Kestabilan Pondasi Nilai
Tanah Lhan
Lereng
Andosol,
Kestabilan Daya Dukung dan Kestabilan
1 Podsolik, 1
Lereng Rendah Pondasi Rendah
dst Lahan Non
Brown Terbangun Kestabilan
2 Forest
Lereng Sedang Daya Dukung dan Kestabilan
Soil, dst 2
Kestabilan
Pondasi Kurang
3 Latosol
Lereng Cukup
Lahan
Aluvial, Terbangun Daya Dukung dan Kestabilan
4 dst
Kestabilan 5
Pondasi Tinggi
Lereng Tinggi
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

e. SKL Ketersediaan Air

Tujuan dari analisis SKL Ketersediaan Air Mengetahui

tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada

masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan

(Permen Pu No 20 Tahun, 2007).

Geohidrologi sudah memperlihatkan ketersediaan air.

Geohidrologi sudah ada kelasnya yaitu tinggi, sedang, hingga

rendah. Untuk melihat ketersediaan air seharusnya

menggunakan data primer, tetapi karena keterbatasan waktu

dan dana biasanya pengambilan data primer tidak dapat

dilakukan. Ketersediaan air sangat tinggi artinya ketersediaan

air tanah dalam dan dangkal cukup banyak. Sementara

22
ketersediaan air sedang artinya air tanah dangkal tak cukup

banyak tapi air tanah dalamnya banyak.

Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis SKL Ketersediaan Air lebih jelasnya pada tabel

dibawah ini:

Tabel 2.6
Analisis SKL Ketersediaan Air
Jenis Curah Penggunaan SKL Ketersediaan
No Morfologi Lereng Nilai
Tanah Hujan Lahan Air
Andosol,Po Ketersediaan Air
1 Bergunung >40% >500 1
dsolik,dst Rendah
Lahan Non
Brown
25 – 40 Terbangun Ketersediaan Air
2 Berbukit Forest Soil, 300 - 500 2
% Kurang
dst
Bergelomba 15 – 25 Ketersediaan Air
3 Latosol 100 - 300 3
ng % Sedang
Lahan
2 – 15
4 Berombak Terbangun Ketersediaan Air
% Aluvial, dst 0 - 100 5
Tinggi
5 Datar 0–2%
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

f. SKL Untuk Drainase

Tujuan dari analisis SKL Untuk Drainase Mengetahui tingkat

kemampuan lahan dalam mematuskan air hujan secara alami,

sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal ataupun

meluas dapat dihindari (Permen Pu No 20 Tahun, 2007).

Drainase tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir

lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit dan mudah

tergenang.

23
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis SKL Untuk Drainase lebih jelasnya pada tabel

dibawah ini:

Tabel 2.7
Analisis SKL Untuk Drainase
Jenis Curah Penggunaan SKL Untuk
No Morfologi Lereng Ketinggian Nilai
Tanah Hujan Lahan Drainase
Regosol,
1 Bergunung >40% > 3000 >500
Litosol,dst Kemampuan
Lahan Non
Drainase 5
25 – 40 Andosol,P Terbangun
2 Berbukit 1500 - 3000 300 - 500 Tinggi
% odsolik,dst
Brown Kemampuan
15 – 25
3 Bergelombang 500 - 1500 Forest 100 - 300 Drainase
%
Soil, dst Cukup 4
2 – 15 Lahan
4 Berombak 250 – 500 Latosol
% Terbangun
0 - 100 Kemampuan
Aluvial,
5 Datar 0–2% 0 – 250 Drainase 2
dst
Kurang
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

g. SKL Terhadap Erosi

Tujuan dari analisis Terhadap Erosi Mengetahui

daerah-daerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga

dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta

antisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir (Permen Pu

No 20 Tahun, 2007).

Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah

terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah

terkelupas dan terbawa 50 oleh angin dan air. Erosi rendah

24
berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak

ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan tanah.

Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis SKL Terhadap Erosi lebih jelasnya pada tabel

dibawah ini:

Tabel 2.8
Analisis SKL Terhadap Erosi

Penggunaan SKL
Jenis Curah
No Morfologi Lereng Lahan Terhadap Nilai
Tanah Hujan
Erosi
Regosol,
1 Bergunung >40%
Litosol,dst
>500 Erosi Tinggi 1
Lahan Non
25 – 40 Andosol,Pod 300 - Terbangun Erosi Cukup
2 Berbukit 2
% solik,dst 500 Tinggi
Brown
Bergelomb 15 – 25 100 -
3 %
Forest Soil,
300
Erosi Sedang 3
ang dst
2 – 15 Lahan Erosi Sangat
4 Berombak Latosol Terbangun 4
% Rendah
0 - 100
Tidak Ada
5 Datar 0–2% Aluvial, dst 5
Erosi
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

25
h. SKL Terhadap Pembuangan Limbah

Tujuan dari analisis Terhadap Pembuangan Limbah

Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati

sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah,

limbah padat maupun baik limbah cair (Permen Pu No 20

Tahun, 2007).

SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk

memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau tidak sebagai

lokasi pembuangan. Analisis ini menggunakan peta hidrologi

dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tetapi biasanya tidak

ada data rinci yang tersedia. SKL pembuangan limbah kurang

berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai

tempat pembuangan limbah.

Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam

menganalisis SKL Terhadap Pembuangan Limbah lebih

jelasnya pada tabel dibawah ini:

26
Tabel 2.9
Analisis SKL Terhadap Pembuangan Limbah

SKL
Jenis Curah Penggunaan
No Morfologi Lereng Ketinggian Pembuangan Nilai
Tanah Hujan Lahan
Limbah
1 Bergunung Regosol,
>40% > 3000 Litosol,d >500 Kemampuan
st Lahan Non Lahan Untuk
2 Berbukit Andosol, Terbangun Pembuangan 2
25 – 40
1500 - 3000 Podsolik, 300 - 500 Limbah Kurang
%
dst
3 Bergelombang Kemampuan
Brown
15 – 25 Lahan
500 - 1500 Forest 100 - 300 3
% Pembuangan
Soil, dst
Lahan Limbah Sedang
4 Berombak 2 – 15 terbangun Kemampuan
250 – 500 Latosol
% Lahan 4
5 Datar 0 - 100
0–2% 0 – 250
Aluvial, Pembuangan
dst Limbah Cukup
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

27
i. SKL Terhadap Bencana Alam

Tujuan dari analisis Bencana Alam Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima

bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/ mengurangi kerugian dan korban akibat

bencana tersebut (Permen Pu No 20 Tahun, 2007).

Tabel 2.10
Analisis SKL Terhadap Bencana Alam

Jenis Curah Pengguna


No Morfologi Ketinggian Lereng SKL Bencana Alam Nilai
Tanah Hujan an Lahan
Regosol,
1 Bergunung > 3000 >40% >500
Litosol,dst Lahan Non Potensi Bencana
5
Andosol,Pod Terbangun Alam Tinggi
2 Berbukit 1500 - 3000 25 – 40 % 300 - 500
solik,dst
Bergelomb Brown Forest
3 500 - 1500 15 – 25 % 100 - 300 Potensi Bencana
ang Soil, dst 4
Lahan Alam Cukup
4 Berombak 250 – 500 2 – 15 % Latosol
terbangun
0 - 100 Potensi Bencana
5 Datar 0 – 250 0–2% Aluvial, dst 1
Alam Kurang
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007

28
Setelah mendapatkan sembilan satuan kemampuan lahan

(SKL) maka langkah selanjutnya adalah melakukan overlay

berdasarkan kesembilan SKL dan mengalikan bobot dengan nilai

tersebut untuk mendapatkan klasifikasi kemampuan lahan.

Dari total nilai, dibuat beberapa kelas yang memperhatikan

nilai minimum dan maksimum total nilai. Dari angka di atas, nilai

minimum yang mungkin didapat adalah 32, sedangkan nilai

maksimum yang mungkin didapat adalah 160. Dengan begitu,

pengkelasan dari total nilai ini adalah:

 Kelas a dengan nilai 32-58

 Kelas b dengan nilai 59-83

 Kelas c dengan nilai 84-109

 Kelas d dengan nilai 110-134

 Kelas e dengan nilai 135-160

Perlu diperhatikan dimana setiap kelas lahan memiliki

kemampuan yang berbeda-beda seperti terlihat pada tabel berikut

ini.

29
Tabel 2.11
Kelas Kemampuan Lahan
Total Kelas Kemampuan
No. Klasifikasi Pengembangan
Nilai Lahan
1. 32-58 Kelas A Kemampuan Pengembangan Rendah

2. 59-83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Kurang

3. 84-109 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang

4. 110-134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Cukup

5. 135-160 Kelas E Kemampuan Pengembangan Tinggi


Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

2. Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan merupakan proses penilaian

lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan

pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas

sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam

penggunaannya secara lestari. (Sartohadi, dkk 2012).

Arsyad (2010) menyatakan bahwa dalam menentukan

klasifikasi kemampuan lahan harus memperhatikan beberapa faktor

pembatas/penghambat kemampuan lahan yaitu kemiringan lereng,

hidrologi, jenis tanah menurut tingkat erosi, topografi, curah hujan,

drainase, batuan dan kerentanan bencana.

30
D. Pengertian Perkotaan

Pengertian kota dan daerah perkotaan dapat dibedakan dalam dua

pengertian yaitu kota untuk city dan daerah perkotaan untuk „‟urban”.

Pengertian city diidentikkan dengan kota, Sedangkan urban berupa suatu

daerah yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern,

dapat disebut daerah perkotaan.

Perkotaan adalah suatu pemukiman bukan pedesaan yang

berperan dalam satuan wilayah pengembangan dan atau wilayah

nasional sebagai simpul jasa, menurut pengamatan tertentu.

Perkotaan adalah suatu perkembangan kota yang melibatkan

seluruh elemen-elemen di dalamnya yang menyangkut kota itu sendiri.

Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU RI No 26 Tahun 2007,

2007).

Daerah permukiman yang meliputi kota induk dan daerah

pengaruh di luar batas administratif nya yang berupa daerah pinggiran

sekitarnya / daerah subur urban.

Kawasan perkotaan adalah aglomerasi kota-kota dengan daerah

sekitarnya yang memiliki sifat kekotaan; dapat melebihi batas politik /

administrasi dari kota yang bersangkutan.

31
Kawasan perkotaan yang besar dengan jumlah penduduk di atas

satu juta orang dan berdekatan dengan kota satelit disebut sebagai

metropolitan. Teori kota satelit dengan sendiri sudah cukup menjelaskan.

Kota satelit merujuk pada kota-kota kecil di sekitar sebuah kota besar.

Kota-kota satelit ini berfungsi sebagai penyangga, terutama dalam hal

menampung limpahan populasi dan aktivitas di kota utama.

E. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)

Secara umum SIG adalah sistem untuk pengelolaan,

penyimpanan, pemrosesan (manipulasi), analisis dan penayangan data

secara spasial terkait dengan muka bumi . SIG adalah sistem informasi

khusus yang 15 mengelola data yang memiliki informasi spasial

(bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah

sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,

menyimpan, mengolah dan menampilkan informasi bereferensi geografis,

misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah

database Dengan adanya berbagai macam kemampuan yang dimiliki

membuat sistem informasi ini menjadi berguna untuk berbagai keperluan

seperti menjelaskan kejadian (Purnomo, 2013).

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem

informasi berbasis komputer yang digunakan untuk menyajikan secara

digital dan menganalisis penampakan geografis yang ada di permukaan

32
bumi. Penyajian secara digital berarti mengubah keadaan menjadi bentuk

digital. Setiap objek yang ada di permukaan bumi merupakan “geo-

referenced”, yang merupakan kerangka hubungan database ke SIG.

“Geo-referenced” menunjukkan lokasi suatu objek di ruang yang

ditentukan oleh sistem koordinat, sedangkan database yaitu sekumpulan

informasi tentang sesuatu dan hubungannya antara satu dengan lainnya.

(Supriadi. 2007).

Informasi Geografis merupakan data yang ditempatkan dalam

konteks ruang dan waktu. Sistem Informasi Geografis (SIG) atau

Geographic Information Sistem (GIS) sendiri merupakan sistem berbasis

komputer yang biasanya digunakan untuk menyimpan, memanipulasi,

dan menganalisa informasi geografis. Sebelum adanya Sistem Informasi

Geografis (SIG) ini, sejumlah informasi permukaan bumi disajikan dalam

peta yang dibuat secara manual. Hadirnya SIG dapat mengolah

komponen peta tersebut dalam komputer, kemudian hasilnya berupa peta

digital (Prahasta, 2010).

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam

melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan

33
penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian

yang dilakukan penulis. Berikut merupakan tabel penelitian terdahulu.

Tabel 2.12
Penelitian Terdahulu
Metode Teknik
No. Nama Judul Variabel
Penelitian Analisis
Analisis Daya
Dukung Lahan  Satuan
sebagai kemampuan
deskripsi
Pengembangan lahan
Rasyid kualitatif Overlay atau
1. Fasilitas  Kondisi
Ridha dan superimpose
Perkotaan eksisting
kuantitatif
Kecamatan  Kemampuan
Mpunda Kota lahan
Bima
Daya Dukung
Lingkungan
Deskriptif
Berbasis
 Kemampuan Kualitatif Overlay atau
2. Widiatmaka Kemampuan
lahan dan superimpose
Lahan Di
Kualitatif
Tuban, Jawa
Timur
Evaluasi Daya
Dukung
Lingkungan  Kemampuan
Nurlia Ayu analisa Overlay atau
3. Berbasis lahan
Pratama spasial superimpose
Kemampuan  RTRW
Lahan di
Perkotaan Batu
Daya Dukung  Satuan
Lingkungan Kemampua
Rivaldo
Berbasis n Lahan Deskriptif Overlay atau
4. Restu
Wirawan
Kemampuan  Kondisi Kualitatif superimpose
Lahan Di Lahan
Perkotaan Palu Eksisting

34
G. Kerangka Pikir

Dalam mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan awal, diperlukan

langkah-langkah yang terstruktur dan sistematis dalam pengumpulan

data, pengolahan dan analisis menentukan Output (keluaran) dari

analisis ini adalah berupa peta kelas kemampuan lahan (zonasi) yang

terdiri dari kawasan kemungkinan (pengembangan), kawasan kendala

dan kawasan limitasi, yang merupakan gambaran dari tingkatan

kemampuan lahan pada daerah penelitian, kemudian diinterpretasikan

secara deskriptif.

35
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Kecamatan Wawo merupakan


daerah pintu masuk bagian
selatan Kabupaten Kolaka
Perkembangan penduduk Meningkatnya
meningkat 14,14% dalam kebutuhan lahan
5 tahun terakhir
Kecamatan Wawo telah ditetapkan
Sebagai kawasan perkotaan pusat
kegiatan lokal (PKL)

Perlunya kajian tingkat kemampuan lahan berdasarkan aspek


fisik dasar sesuai dengan arahan PERMEN PU No. 20 Tahun
2007 dalam merencanakan pengembangan suatu kota

Apa saja klasifikasi kemampuan Bagaimana kemampuan lahan


lahan kawasan perkotaan yang ada di kawasan perkotaan
di Kecamatan Wawo Kabupaten di Kecamatan Wawo Kabupaten
Kolaka Utara Kolaka Utara

Kemampuan Lahan
 SKL Morfologi  SKL Untuk Drainase
 SKL Kemudahan Dikerjakan  SKL Terhadap Erosi
 SKL Kestabilan Lereng  SKL Pembuangan Limbah
 SKL Kestabilan Pondasi  SKL Terhadap Bencana Alam
 SKL Ketersediaan Air

Analisis yang digunakan


 Analisis Spasial (superimpose)
 Analisis Deskriptif

Untuk mengetahui apa saja Untuk mengidentifikasi kemampuan


klasifikasi kemampuan lahan lahan kawasan perkotaan
kawasan perkotaan di Kecamatan di Kecamatan Wawo Kabupaten
Wawo Kabupaten Kolaka Utara Kolaka Utara.

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN KAWASAN


PERKOTAAN WAWO KABUPATEN KOLAKA UTARA
36
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2016), metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu. Metode penelitian sendiri, digunakan untuk menjawab

rumusan masalah dalam penelitian. Sedangkan untuk menjawab rumusan

masalah dalam penelitian ini dengan permasalahan yang dikemukakan

yaitu Bagaimana Kemampuan lahan yang berada di Kawasan Perkotaan

Wawo dan apa saja klasifikasi kemampuan lahan di Kawasan Perkotaan

Wawo, yakni dengan menggunakan metode kuantitatif sebagai metode

Utama dan didukung dengan pendekatan spatial analysis. Selain itu dalam

merumuskan masalah dalam penelitian kali ini yang digunakan adalah

deskriptif. penggunaan rumusan masalah deskriptif sendiri bertujuan untuk

mengetahui atau mengeksplorasi permasalahan secara menyeluruh, luas

dan mendalam.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di kawasan perkotaan Kecamatan

Wawo Kabupaten Kolaka Utara, Kawasan Perkotaan Wawo ini terdiri

dari sebagian 5 (lima) desa yang ada di Kecamatan Wawo ,5 (lima)

37
desa yang masuk dalam kawasan perkotaan wawo yaitu Desa Wawo,

Desa Uluwawo, Desa Puumbolo, Desa Walasiho, dan Desa Latawe

dengan luas keseluruhan sekitar 611,22 Ha. Desa dengan luas

terbesar yaitu desa Uluwawo dengan luas sekitar 251,43 Ha dan yang

paling terkecil yaitu desa Puumbolo dengan luas sekitar 6,15 Ha.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1
Luas Wilayah Menurut Desa
Di Lokasi Penelitian Tahun 2020
No. Desa Luas (Ha) %
1. Wawo 211.48 34.60
2. Uluwawo 251.43 41,14
3. Puumbolo 6.15 0,01
4. Walasiho 59.20 9,69
5. Latawe 82.97 13,57
Total 611.22 100
Sumber : Dinas PUPR Kabupaten Kolaka Utara

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 15 September 2020 hingga

bulan 15 Desember 2020. Penelitian ini dilakukan di Kawasan

Perkotaan Wawo yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten

Kolaka Utara tepatnya di Kecamatan Wawo. Pemilihan lokasi ini

didasarkan atas pertimbangan bahwa kawasan ini merupakan salah

satu kawasan perkotaan yang sedang berkembang sehingga peneliti

melakukan penelitian terkait Analisis Kemampuan Lahan.

38
Tabel 3.2 Schedule Pelaksanaan Penelitian

Waktu
No Agenda September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
1
Sinopsis
Persiapan
2
Berkas (SK)
Penyusunan
3
bab I,II,III
Survei
4 Pengambilan
Data
Penyusunan
5
bab IV,V
Seminar
6
Hasil
Seminar
7
Tutup

C. Pendekatan Penelitian

Lingkup penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

Kemampuan Lahan serta memberikan arahan pengembangan fungsi

kawasan perkotaan sesuai dengan kelas kemampuan lahan. Dalam

mengetahui kemampuan lahan digunakan analisis satuan kemampuan

lahan (SKL) yang memperhatikan SKL morfologi, SKL kemudahan

dikerjakan, SKL kestabilan lereng, SKL kestabilan pondasi, SKL untuk

drainase, SKL ketersediaan air, SKL erosi, SKL terhadap pembuangan

limbah, SKL terhadap bencana alam. Berdasarkan dari kelas kemampuan

lahan dapat dihitung ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk

pembangunan dan pengembangan perkotaan serta untuk mengetahui

arahan penggunaan lahan berdasarkan tingkat kemampuan lahan di

39
perkotaan wawo dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif

dengan metode spasial dalam memperoleh satuan kemampuan lahan.

D. Pendekatan Analisis

Pendekatan Analisis yang digunakan adalah Analisis deskriptif

kuantitatif dan metode spasial di wilayah perkotaan wawo yang

menjelaskan gambaran umum geografis hingga kondisi wilayah fisik.

Pendekatan analisis yang digunakan ini mengacu pada peraturan Menteri

pekerjaan umum No.20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis

Fisik dan Lingkungan. Analsis deskriptif adalah statistik yang digunakan

untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul yang bermaksud untuk

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi dengan

sebuah metode yang digunakan peneliti dalam menemukan pengetahuan

atau waktu tertentu yang dimana hasil olahan yang didukung dengan

metode kuantitatif didalamnya.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis dan sumber data

Sumber data yang dimaksud untuk memudahkan peneliti dalam

melakukan penelitian dan menyusun laporan serta meminimalisir waktu

dan tenaga dalam melakukan survei. Sesuai dengan data yang

40
dibutuhkan dalam penelitian ini maka diketahui sumber data sebagai

berikut:

Tabel 3.3

Jenis dan Sumber Data Penelitian

No Nama Data Jenis Data Sumber Data


1 Klimatologi Skunder BMKG, Dinas pertanian dan
BPS
2 Topografi Skunder Bappeda , PU, dan dinas
pertanian dan lokasi penelitian
3 Geologi Skunder Bappeda , PU, dan dinas
pertanian dan lokasi penelitian
4 Hidrologi Skunder Bappeda , PU, dan dinas
pertanian dan lokasi penelitian,
Dinas Pegairan
5 Sumber Daya Mineral/Bahan Skunder Bappeda , PU, dan dinas
Galian pertanian dan lokasi penelitian,
Dinas Pegairan dan
Pertanahan, Dinas SDA
6 Bencana Alam Skunder Bappeda , PU, dan dinas
pertanian dan lokasi penelitian,
Dinas Pegairan dan
Pertanahan, Dinas SDA BMKG,
Dinas pertanian dan BPS.

7 Penggunaan lahan Primer Survey Lapangan lokasi


penelitian

41
2. Teknik Pengumpulan Data

SUMBER DATA

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

OBSERVASI DOKUMENTAS STUDI PUSTAKA

Penggunaan Lahan 1. Klimatologi


Eksisting 2. Topografi
3. Geologi
4. Hidrologi
5. Sember Daya
Mineral/Bahan Galian
6. Bencana Alam
7. Jumlah Penduduk

Gambar 3.1 Alur Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini menggunakan 2 jenis data, berupa data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung

diperoleh dari lapangan atau lokasi studi penelitian. Sedangkan data

sekunder merupakan data yang bisa didapatkan melalui buku-buku,

hasil penelitian, jurnal, peta ataupun sarana lainya yang diambil dari

instansi terkait, seperti PU, BAPPEDA, BPS, Departemen ESDM dan

lain-lain. Adapun Untuk teknik pengumpulan data dalam yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

42
a. Survei Primer

Survei primer adalah cara dalam perolehan data dengan

melalui beberapa kegiatan peneliti baik langsung dalam

memperoleh data yang dibutuhkan dengan lengkap yang

berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Kegiatan ini

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Observasi Lapangan

Salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan informasi adalah dengan

melakukan observasi. Observasi lapangan, dengan

melakukan kunjungan dan pengamatan langsung ke

lapangan untuk mendapatkan data pengunaan lahan

eksisting.

- Kondisi Eksisting

- Data penggunaan lahan eksisting

2) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu proses pengumpulan data

dengan melakukan dokumentasi yang relevan dengan

penelitian ini.

- Visualisasi penelitian lapangan

43
b. Survei Skunder

Studi pustaka merupakan usaha dalam penelitian untuk

memperoleh data atau informasi yang relevan dan riil dalam

membahas topik ataupun isu permasalahan yang sedang

diteliti. Studi pustaka dapat diperoleh dari buku-buku penelitian,

buku literatur, jurnal, pedoman-pedoman terkait, dan hasil riset

dari hasil peneliti yang juga dapat berupa data sekunder yang

didapatkan dari instansi terkait seperti PU, BAPPEDA, BPS,

Departemen ESDM dan lain-lain dan data tersebut meliputi

beberapa jenisnya diantaranya:

1) Klimatologi

2) Topografi

3) Geologi

4) Hidrologi

5) Sumber Daya Mineral/Bahan Galian

6) Bencana Alam

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut sugiyono (2006:60) adalah segala sesuatu

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

44
kesimpulannya. Berikut merupakan variabel yang digunakan dalam

penelitian ini:

Tabel 3.4 Variabel Penelitian


Tujuan Variabel Indikator
Analisis Kemampuan Kemampuan Lahan  Morfologi
Lahan Di Perkotaan  Kemudahan dikerjakan
Wawo Kabupaten Kolaka  Kestabilan lereng
Utara  Kestabilan pondasi
 Drainase
 Ketersediaan air
 Erosi
 Limbah
 Bencana alam

G. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini diklasifikasikan atas 3 (tiga), yaitu

: metode analisis deskriptif kualitatif, metode analisis spasial (overlay

peta), metode analisis kuantitatif. Adapun alat analisis yang digunakan

adalah :

 Untuk menjawab rumusan masalah pertama maka peneliti akan

menggunakan pendekatan analsisis spasial

 Untuk menjawab rumusan masalah kedua maka peneliti akan

menggunakan pendekatan analisis Deskriptif

1. Analisis Spasial (Overlay) Satuan Kemampuan Lahan

Analisis overlay digunakan untuk menganalisis satuan kemampuan

lahan atau SKL berdasarkan sembilan analisis yaitu, SKL morfologi,


45
SKL Kemudahan dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng, SKL Kestabilan

Pondasi, SKL Untuk Drainase, SKL Ketersediaan Air, SKL Erosi, SKL

Terhadap Pembuangan Limbah, SKL Terhadap Bencana Alam.

Kemudian kesembilan SKL ini akan dioverlay kembali sehingga

menghasilkan Kemampuan Lahan/ sesuai dengan klasifikasi

kemampuan lahan.

2. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memperjelas hasil dari analisis

overlay, dengan cara mendeskripsikan dan memaparkan sehingga

mampu memperjelas dari hasil analisis klasifikasi kemampuan lahan,

dan mampu dalam memberikan arahan penggunaan lahan

berdasarkan tingkat kemampuan lahan di Perkotaan Wawo Kabupaten

Kolaka Utara.

H. Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional perlu untuk memberikan pemahaman

mengenai topik operasional yang akan dilakukan. Beberapa definisi

penelitian yang penting diuraikan adalah sebagai berikut :

1. Lahan adalah tanah atau lahan terbuka yang dihubungkan dengan arti

atau fungsi sosial atau ekonominya bagi masyarakat dapat berupa

46
tanah/lahan terbuka, tanah/lahan garapan yang belum diolah atau

diusahakan.

2. Satuan Kemampuan Lahan

a. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi adalah Memilah

bentuk bentang alam/ morfologi pada wilayah dan/atau kawasan

perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan

fungsinya.

b. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan dikerjakan adalah

Untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau

kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/

maupun pengembangan kawasan di lokasi studi

c. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng adalah Untuk

mengetahui tingkat kemantapan lereng di wilayah/ kawasan

pengembangan dalam menerima beban baik pembangunan/

maupun pengembangan kawasan

d. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi adalah

Mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan

berat dalam pengembangan Perkotaan, serta jenis-jenis pondasi

yang sesuai untuk masing-masing tingkatan

e. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase adalah

Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mematuskan air

47
hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat

lokal maupun meluas dapat dihindari

f. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air adalah

Mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan

air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.

g. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi adalah

Mengetahui daerah-daerah yang mengalami keterkikisan tanah,

sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi

serta antisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir.

h. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Pembuangan Limbah

adalah Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati

sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah, baik

limbah padat maupun limbah cair

i. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam adalah

Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana

alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/ mengurangi

kerugian dan korban akibat bencana tersebut

3. Klasifikasi Kemampuan Lahan adalah gambaran tingkat kemampuan

lahan dari hasil nilai akhir di kali bobot yang menentukan nilai tertinggi

dan terendah serta pembagian atas beberapa kelas yaitu kelas A

dengan kemampuan lahan pengembangan rendah, kelas B dengan

kemampuan lahan pengembangan kurang, Kelas C dengan

48
kemampuan lahan pengembangan sedang, Kelas D dengan

kemampuan lahan pengembangan cukup, dan Kelas E dengan

kemampuan lahan pengembangan tinggi, yang menjadi tolak ukur

untuk penggunaan lahan tertentu.

4. Kemampuan Lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan

pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas

sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam

penggunaannya secara lestari.

5. Daya Dukung dan Daya Tampung Lahan

 Daya Dukung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan

keseimbangan antar keduanya.

 Daya Tampung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi, dan komponen lain yang masuk atau

dimasukkan ke dalamnya.

49
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum Kabupaten Kolaka Utara

a. Aspek Fisik Dasar

1) Wilayah Administrasi

Secara geografis Kabupaten Kolaka Utara terletak pada daratan

Sulawesi Tenggara dengan koordinat geografis 020 00‟ – 050 00‟

Lintang Selatan dan 120 45‟ – 1210 60‟ Bujur Timur, mencakup luas

daratan dan pulau-pulau kecil seluas ± 3.391,62 Km². Selain itu, juga

memiliki wilayah perairan laut membentang sepanjang Teluk Bone,

seluas + 12.376 Km2. Secara administratif, wilayah Kabupaten Kolaka

Utara ini terbagi atas 15 wilayah kecamatan 7 kelurahan dan 132 desa

dengan batas – batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kabupaten Luwu Timur

 Sebelah Timur : Kabupaten Konawe

 Sebelah Barat : Perairan Teluk Bone

 Sebelah Selatan : Kabupaten Kolaka

Berdasarkan BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Kolaka

Utara dalam angka 2020, kecamatan terluas yaitu Kecamatan

Porehu dengan luas 647,23 Km2 sedangkan kecamatan dengan

50
luas terkecil yaitu Kecamatan Tiwu dengan luas 81,92 Km2. Untuk

lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Kolaka Utara, Tahun 2019
Luas Wilayah
No. Kecamatan
(Km2) %
1. Ranteangin 189,92 5,60%
2. Lambai 162,74 4,80%
3. Wawo 234,99 6,93%
4. Lasusua 287,67 8,48%
5. Katoi 82,64 2,44%
6. Kodeoha 250,49 7,39%
7. Tiwu 81,92 2,42%
8. Ngapa 149,18 4,40%
9. Watunohu 109,99 3,24%
10. Pakue 313,25 9,24%
11. Pakue Utara 131,25 3,87%
12. Pakue Tengah 191,82 5,66%
13. Batu Putih 374,95 11,06%
14. Porehu 647,23 19,08%
15. Tolala 183,58 5,41%
Kolaka Utara 3.391,62 100%
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020
Diagram 4.1
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Kolaka Utara, Tahun 2019
Ranteangin
0% Lambai
5%
6% Wawo
20% Lasusua
7%
Katoi
9% Kodeoha
12%
Tiwu
Ngapa
6% 8%
3% Watunohu
5% Pakue
10% 3%
Pakue Utara
Pakue Tengah
4% 2% Batu Putih
Porehu
Tolala
51
Gambar 4.1
Peta Administrasi Kabupaten Kolaka Utara
52
2) Iklim

Berdasarkan pencatatan Badan Stasiun Meteorologi,

Klimatologi dan Geofisika (BMKG) rata-rata suhu udara bulanan di

Kabupaten Kolaka Utara adalah 30,000C tiap bulannya. Suhu

bulanan paling rendah adalah 20,00 0C yang terjadi pada bulan

Maret 2019 sedangkan yang paling tinggi adalah 38,000C yang

terjadi pada bulan Oktober 2019. Untuk lebih jelasnya, dapat

dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2
Rata-rata dan Kelembaban Udara Menurut Bulan di
Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019
Suhu Udara Kelembaban Udara
No. Bulan Rata- Rata-
Min Maks Min Maks
Rata Rata
1. Januari 23,20 30,05 34,80 52,00 73,30 97,00
2. Februari 23,40 29,44 34,90 55,00 75,50 95,00
3. Maret 20,00 29,68 36,20 54,00 75,70 97,00
4. April 23,40 29,26 35,00 52,00 78,30 97,00
5. Mei 23,60 29,17 35,00 50,00 76,80 97,00
6. Juni 22,20 28,54 34,70 50,00 75,60 98,00
7. Juli 20,60 28,42 34,80 38,00 67,60 97,00
8. Agustus 20,80 29,20 35,60 37,00 62,70 95,00
9. September 21,00 29,84 36,80 30,00 62,40 94,00
10. Oktober 22,20 30,36 38,00 31,00 66,40 98,00
11. November 21,00 31,28 37,70 39,00 65,80 85,00
12. Desember 23,80 30,57 35,30 50,00 72,20 95,00
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020

3) Curah Hujan
Keadaan musim di Kabupaten Kolaka Utara umumnya sama

seperti di daerah lainnya di indonesia, mempunyai dua musim yaitu

53
musim hujan dan musim kemarau. Curah Hujan yang terjadi cukup

merata setiap bulannya, sehingga Kabupaten Kolaka Utara memiliki

wilayah yang subur.

Pada bulan April curah hujan menyentuh angka 264 mm3,

dimana ini merupakan curah hujan tertinggi di tahun 2019, dan di

bulan November tidak terjadi curah hujan 0 mm3 , untuk lebih

jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3
Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di
Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019

No Bulan Jumlah Curah Hujan Jumlah Hari Hujan


1. Januari 152 16
2. Februari 231 12
3. Maret 146 20
4. April 264 21
5. Mei 209 15
6. Juni 253 16
7. Juli 45 11
8. Agustus 54 7
9. September 7 3
10. Oktober 75 9
11. November - 1
12. Desember 137 17
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020

b. Kependudukan

1) Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan

Berdasarkan data BPS Kabupaten Kolaka Utara dalam angka

tahun 2020, penduduk Kabupaten Maros pada Tahun 2019

sebanyak 138.686 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di

54
Kecamatan Lasusua dengan jumlah penduduk 26.231 jiwa dan

jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Tolala dengan

jumlah penduduk 3.471 jiwa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat

pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Menurut Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara
Tahun 2015,2016,2017,2018,2019.
Laju Pertumbuhan Penduduk
Jumlah Penduduk
PerTahun (%)
No. Kecamatan
2015- 2016- 2017- 2018-
2015 2016 2017 2018 2019
2016 2017 2018 2019
1. Ranteangin 5.747 5.786 5.876 5.933 6.160 0.68 1.56 1.99 1.85
2. Lambai 6.071 6.140 6.231 6.277 6.479 1.14 1.48 0.74 3.22
3. Wawo 5.960 5.987 6.082 6.283 6.836 0.45 1.59 3.30 8.80
4. Lasusua 28.270 28.968 29.338 29.748 26.231 2.47 1.28 1.40 -11.82
5. Katoi 6.806 6.908 7.006 7.049 6.947 1.50 1.42 0.61 -1.45
6. Kodeoha 11.199 11.238 11.419 11.911 11.441 0.35 1.61 4.31 -3.95
7. Tiwu 4.282 4.300 4.369 4.524 4.705 0.42 1.60 3.55 4.00
8. Ngapa 21.514 21.939 22.236 22.495 17.704 1.98 1.35 1.16 -21.30
9. Watunohu 6.406 6.416 6.522 6.940 6.937 0.16 1.65 6.41 -0.04
10. Pakue 9.383 9.873 10.032 10.458 10.513 5.22 1.61 4.25 0.53
11. Pakue Tengah 6.366 6.379 6.498 6.894 7.533 0.20 1.87 6.09 9.27
12. Pakue Utara 8.152 8.265 8.369 8.440 8.218 1.39 1.26 0.85 -2.63
13. Batu Putih 8.664 8.790 8.915 8.993 8.663 1.45 1.42 0.87 -3.67
14. Porehu 7.765 7.841 7.960 8.022 6.848 0.98 1.52 0.78 -14.63
15. Tolala 3.666 3.784 3.828 3.896 3.471 3.22 1.16 1.78 -10.91
Total 140.706 142.614 144.681 147.863 138.686 1.36 1.45 2.20 -6.21
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2016,2017,2018,2019,2020

2) Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Berdasarkan data BPS dalam angka tahun 2020 Kabupaten

Kolaka Utara, tingkat kepadatan penduduk tertinggi ditemukan di

Kecamatan Lasusua dengan kepadatan penduduk 238 jiwa/km2

sedangkan yang terendah di Kecamatan Katoi dengan kepadatan

55
penduduk 11 jiwa/km2 . Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.5
Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di
Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019

Kepadatan
Persentase
No. Kecamatan Penduduk Per
Penduduk
Km2
1. Ranteangin 4,44 38
2. Lambai 4,67 28
3. Wawo 4,93 36
4. Lasusua 18,91 238
5. Katoi 5,01 11
6. Kodeoha 8,25 62
7. Tiwu 3,39 57
8. Ngapa 12,77 93
9. Watunohu 5,00 28
10. Pakue 7,58 80
11. Pakue Tengah 5,43 26
12. Pakue Utara 5,93 26
13. Batu Putih 6,25 58
14. Porehu 4,94 18
15. Tolala 2,50 42
Total 100 41
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020

3) Penduduk Menurut Kelompok dan Jenis Kelamin

Keterbandingan antara penduduk laki-laki dengan

perempuan, penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan

penduduk perempuan dengan perbandingan 100 laki-laki

dibanding dengan 96 perempuan di Kabupaten Kolaka Utara.

Namun, penduduk berdasarkan kelompok umur di Kabupaten

Kolaka Utara didominasi oleh kelompok umur 5-9 tahun


56
dibandingkan kelompok umur 70-75 tahun. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2018
Jenis Kelamin
No. Kelompok Umur Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1. 0-4 8,151 7,849 16,000
2. 5-9 8,461 7,815 16,276
3. 10-14 7,563 7,179 14,742
4. 15-19 6,684 5,948 12,632
5. 20-24 6,705 5,995 12,700
6. 25-29 6,373 6,450 12,823
7. 30-34 6,374 6,357 12,731
8. 35-39 6,215 5,876 12,091
9. 40-44 5,447 4,912 10,359
10. 45-49 4,421 4,011 8,432
11. 50-54 3,331 2,769 6,100
12. 55-59 2,301 2,112 4,413
13. 60-64 1,852 1,745 3,597
14. 65-69 1,222 1,118 2,340
15. 70-74 659 727 1,386
16. 75+ 540 701 1,241
Total 76,299 71,564 147,863
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2019
*Data ini belum tersedia di BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020*

2. Gambaran Umum Kecamatan Wawo

a. Aspek Fisik Dasar

1) Keadaan Geografis

Daerah Kecamatan Wawo merupakan salah satu Kecamatan di

Kabupaten Kolaka Utara. Secara astronomis Kecamatan Wawo

terletak antara 3°20‟0” - 3°69‟0” Lintang Selatan dan antara

57
121°0‟0” - 121°05‟0” Bujur Timur. Berdasarkan Geografisnya,

Kecamatan Wawo memiliki batas-batas :

 Sebelah Utara : Kecamatan Ranteangin

 Sebelah Timur : Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka

 Sebelah Selatan : Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka

 Sebelah Barat : Teluk Bone

Wilayah Kecamatan Wawo Mencakup Wilayah Daratan dan

Lautan karena terletak di pesisir Pantai Teluk Bone. Luas Daratan

Kecamatan Wawo sebesar 232,99 Km². Relief Permukaan Daratan

Kecamatan Wawo sebagian besar berupa Daratan yang merata

hampir di seluruh Wilayahnya dengan ketinggian ± 5 m dari

permukaan Laut. Berikut data mengenai luas wilayah Administratif

Kecamatan Wawo Serta Jarak ke Ibu kota Kecamatan Berdasarkan

Desa/ kelurahan.

Tabel 4.7
Luas Wilayah Kecamatan Wawo Tahun 2018
Persentase
No. Desa/Kelurahan Luas Km2
(%)
1. Walasiho 24,24 10,40
2. Wawo 44,28 19,01
3. Puumbolo 31,18 13,38
4. Tinukari 40,70 17,47
5. Salurengko 21,61 9,28
6. Uluwawo 37,66 16,16
7. Latawe 33,32 14,30
Total 232,99 100,00
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

58
Diagram 4.2
Luas Wilayah Kecamatan Wawo Tahun 2018

14% 11% Walasiho


19%
Wawo
16%
Puumbolo
18%
Tinukari
9% 13% Salurengko
Uluwawo
Latawe

Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

59
Gambar 4.2
Peta Administrasi Kecamatan Wawo
60
Tabel 4.8
Tinggi Wilayah DPL Kecamatan Wawo Tahun 2018
Tinggi Wilayah Di
No. Desa/Kelurahan Atas Permukaan
Laut (Meter)
1. Walasiho 6
2. Wawo 8
3. Puumbolo 23
4. Tinukari 33
5. Salurengko 43
6. Uluwawo 9
7. Latawe 10
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

Tabel 4.9
Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten
Kecamatan Wawo Tahun 2018
Jarak Ke Ibu Jarak Ke Ibu
Kota Kota
No. Desa/Kelurahan
Kecamatan Kabupaten
(Km) (Km)
1. Walasiho 3,00 49,00
2. Wawo 0,00 46,00
3. Puumbolo 1,00 50,00
4. Tinukari 2,30 48,30
5. Salurengko 2,00 48,00
6. Uluwawo 0,80 46,80
7. Latawe 1,33 47,00
Kecamatan Wawo 46
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

2) Iklim dan Curah Hujan

Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di Daerah

lain di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan

musim kemarau. Selama tahun 2019 musim hujan hampir terjadi di

sepanjang tahun, dimana pada bulan Januari sampai Juli terjadi curah

61
hujan yang cukup tinggi, begitu pula pada bulan Oktober sampai

Desember.

Sedangkan Musim kemarau terjadi antara bulan Agustus sampai

dengan September dimana antara bulan tersebut angin Timur yang

bertiup dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.8
Hari Hujan dan Curah Hujan Perbulan
Di Kecamatan Wawo, Tahun 2018

No Bulan Curah Hujan (mm)


1 Januari 228,5
2 Februari 267
3 Maret 144,5
4 April 234,1
5 Mei 267,8
6 Juni 262,4
7 Juli 202,3
8 Agustus 75,9
9 September 147,3
10 Oktober 200,5
11 November 264,8
12 Desember 214,1
Total 2509,2

Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

62
Gambar 4.3
Curah Hujan Kecamatan Wawo
63
3) Jenis Tanah

Di Kecamatan Wawo terdapat 3 (tiga) jenis tanah yang tersebar

di beberapa wilayah seperti jenis tanah aluvial, litosol, dan mediteran.

a) Aluvial merupakan endapan aluvium (endapan aluvial sungai,

pantai dan rawa yang berumur kuarter (resen) dan

menempati daerah morfologi pedataran dengan ketinggian 0-

60 m dengan sudut kemiringan lereng.

b) Litosol merupakan tanah mineral hasil pelapukan batuan

induk, berupa batuan beku (intrusi) dan/atau batuan sedimen

yang menempati daerah perbukitan intrusi dengan ketinggian

3-1.150 m dan sudut lereng < 70%. Kenampakan sifat fisik

berwarna coklat kemerahan, berukuran lempung, lempung

lanauan, hingga pasir lempungan, plastisitas sedang-tinggi,

agak padu, solum dangkal, tebal 0,2-4,5 m.

c) Mediteran merupakan tanah yang berasal dari pelapukan

batu gamping yang menempati daerah perbukitan karst,

dengan ketinggian 8-750 m dan sudut lereng > 70%.

Kenampakan fisik yang terlihat berwarna coklat kehitaman,

berukuran lempung pasiran, plastisitas sedang-tinggi, agak

padu, permeabilitas sedang, rentan erosi, tebal 0,1-1,5 m.

64
Gambar 4.4
Peta Jenis Tanah Kecamatan Wawo
65
4) Topografi dan Kemiringan Lereng

Wilayah Kecamatan Wawo mencakup wilayah daratan dan

Lautan karena terletak di pesisir Pantai Teluk Bone. Luas daratan

Kecamatan Wawo sebesar 234,99 km². Relief permukaan daratan

Kecamatan Wawo sebagian besar berupa Dataran yang merata

hampir di seluruh wilayahnya dengan ketinggian ± 5 m dari

permukan Laut. Kondisi topografi atau ketinggian tempat di

Kecamatan Wawo cukup bervariasi antara 0 sampai diatas 3000

meter dari permukaan laut (mdpl).

Berdasarkan data kemiringan lereng yang diperoleh,

Kecamatan Wawo memiliki kemiringan lereng yang bervariatif

mulai dari daerah landai, agak curam, dan sangat curam.

Dari aspek oseanografi Kecamatan Wawo memiliki perairan

laut yang cukup potensial untuk pengembangan usaha bidang

perikanan, dan saat ini masyarakat sudah memanfaatkan potensi

laut tersebut meskipun tidak begitu optimal dan masih rendah jika

dibandingkan dengan kecamatan lain yang berada dalam wilayah

teritorial Kabupaten Kolaka Utara.

66
Gambar 4.5
Peta Topografi Kecamatan Wawo
67
Gambar 4.6
Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Wawo
68
5) Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten

Menurut jaraknya, maka letak masing-masing desa/kelurahan ke

ibukota kecamatan sangat bervariasi. Jarak desa/kelurahan ke ibukota

kecamatan maupun ke ibukota kabupaten berkisar 0-3 Km.

Ibukota Kecamatan Wawo terletak di Desa Wawo. Desa

Walasiho merupakan desa yang paling jauh dari ibu kota

kecamatan yaitu mencapai 3 Km, sedangkan desa yang paling

dekat adalah Desa Wawo yang berjarak 0 Km r ke ibu kota

kecamatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9
Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten
Kecamatan Wawo Tahun 2018
Jarak Ke Ibu Jarak Ke Ibu
Kota Kota
No. Desa/Kelurahan
Kecamatan Kabupaten
(Km) (Km)
1. Walasiho 3,00 49,00
2. Wawo 0,00 46,00
3. Puumbolo 1,00 50,00
4. Tinukari 2,30 48,30
5. Salurengko 2,00 48,00
6. Uluwawo 0,80 46,80
7. Latawe 1,33 47,00
Kecamatan Wawo 46
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

6) Pembagian Daerah Administratif

Kecamatan Wawo terbagi atas 7 Desa yaitu Walasiho, Wawo,

Puumbolo, Tinukari, Salurengko, Uluwawo, dan Latawe. Adapun

pembagian wilayah Desa terkait dusun/lingkungan, dimana

69
dusun/lingkungan terbanyak terdapat di Desa Wawo yaitu 6

dusun/lingkungan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.10

berikut.

Tabel 4.10
Pembagian Daerah Administratif Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan Dusun/Lingkungan
1. Walasiho 4
2. Wawo 6
3. Puumbolo 4
4. Tinukari 4
5. Salurengko 5
6. Uluwawo 3
7. Latawe 3
Total 29
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

b. Kependudukan

1) Perkembangan Jumlah Penduduk 3 Tahun Terakhir

Dalam kurun waktu tahun 2016-2018 jumlah penduduk

Kecamatan Wawo mengalami peningkatan setiap tahunnya,

jumlah penduduk akhir tahun 2016 yaitu sekitar 5.987 jiwa, tahun

2017 naik menjadi 6.082 jiwa, dan pada tahun 2018 menjadi 6.283

jiwa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut.

70
Tabel 4.11
Jumlah Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Wawo
Tahun 2016,2017 dan 2018
Jumlah Penduduk
No. Desa/Kelurahan
2016 2017 2018
1. Walasiho 800 812 839
2. Wawo 1,431 1,454 1,503
3. Puumbolo 870 885 914
4. Tinukari 663 637 695
5. Salurengko 841 854 882
6. Uluwawo 771 784 810
7. Latawe 611 620 640
Total 5,987 6,082 6,283
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

2) Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin nampak bahwa jumlah penduduk

laki-laki tahun 2018 sebanyak 3.132 jiwa dan jumlah penduduk

perempuan sebanyak 3.152 jiwa. Dengan demikian rasio jenis

kelamin adalah sekitar 99 yang berarti setiap 100 orang penduduk

perempuan terdapat sekitar 99 orang penduduk laki-laki. Untuk

lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut.

Tabel 4.12
Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kecamatan Wawo Tahun 2018
Penduduk Rasio
No. Desa/Kelurahan Laki- Jumlah Jenis
Perempuan
Laki Kelamin
1. Walasiho 417 422 839 99
2. Wawo 751 752 1,503 100
3. Puumbolo 453 461 914 98
4. Tinukari 355 340 695 104
5. Salurengko 474 408 882 116
6. Uluwawo 377 433 810 87
7. Latawe 305 335 640 91
Total 3,132 3,152 6,283 99
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

71
3) Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin

Berdasarkan kelompok umur, nampak bahwa kelompok umur

terbanyak di Kecamatan Wawo yaitu 5-9 Tahun dengan jumlah

penduduk 690 jiwa dan yang terendah yaitu 75+ dengan jumlah

penduduk 52 jiwa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel

4.13 berikut.

Tabel 4.13
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin di Kecamatan Wawo
Tahun 2018
Jenis Kelamin
No. Kelompok Umur Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1. 0-4 335 346 681
2. 5-9 346 344 690
3. 10-14 311 316 627
4. 15-19 275 264 539
5. 20-24 277 260 537
6. 25-29 263 285 548
7. 30-34 261 280 541
8. 35-39 256 258 514
9. 40-44 222 216 438
10. 45-49 183 177 360
11. 50-54 136 121 257
12. 55-59 94 93 187
13. 60-64 76 77 153
14. 65-69 50 50 100
15. 70-74 26 33 59
16. 75+ 21 31 52
Total 3,132 3,151 6,283
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

72
4) Kepadatan Penduduk

Ditinjau menurut desa/kelurahan, maka kepadatan penduduk

tertinggi adalah Desa Salurengko yaitu sekitar 40 jiwa/Km2 ,

menyusul Desa Wawo sekitar 33 jiwa/Km2, dan Desa Walasiho

sekitar 31 jiwa/Km2. Selanjutnya desa/kelurahan dengan

kepadatan penduduk paling rendah adalah Desa Tinukari dengan

kepadatan penduduk sekitar 17 jiwa/Km2. Untuk lebih jelasnya,

dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut.

Tabel 4.14
Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut
Desa/Kelurahan di Kecamatan Wawo
Tahun 2018
Jumlah Kepadatan
No. Desa/Kelurahan Luas Km2
Penduduk Penduduk
1. Walasiho 2624 839 31
2. Wawo 4428 1503 33
3. Puumbolo 3118 914 28
4. Tinukari 4070 695 17
5. Salurengko 2161 882 40
6. Uluwawo 3766 810 21
7. Latawe 3332 640 19
Total 234,99 6,283 26
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

5) Perkembangan Rumah Tangga

Keadaan rumah tangga di Kecamatan Wawo yaitu jumlah

rumah tangga pada tahun 2018 adalah 1.442 rumah tangga,

dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga 5 jiwa per rumah

tangga. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut.

73
Tabel 4.15
Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Desa/Kelurahan di
Kecamatan Wawo Tahun 2018
Penduduk Per
Jumlah Rumah
No. Desa/Kelurahan Rumah
Penduduk Tangga
Tangga
1. Walasiho 839 192 5
2. Wawo 1503 345 5
3. Puumbolo 914 210 5
4. Tinukari 695 159 5
5. Salurengko 882 203 5
6. Uluwawo 810 186 5
7. Latawe 640 147 5
Total 6,283 1,442 5
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019

3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di kawasan perkotaan Kecamatan

Wawo Kabupaten Kolaka Utara, Kawasan Perkotaan Wawo ini terdiri

dari sebagian 5 (lima) desa yang ada di Kecamatan Wawo ,5 (lima)

desa yang masuk dalam Kawasan Perkotaan Wawo yaitu Desa Wawo,

Desa Uluwawo, Desa Puumbolo, Desa Walasiho, dan Desa Latawe

dengan luas keseluruhan sekitar 611,22 Ha. Desa dengan luas terbesar

yaitu desa Uluwawo dengan luas sekitar 251,43 Ha dan yang paling

terkecil yaitu desa Puumbolo dengan luas sekitar 6,15 Ha. Untuk lebih

jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.16
Luas Wilayah Menurut Desa
Di Kawasan Perkotaan Wawo Tahun 2020
No. Desa Luas (Ha) %
1. Wawo 211.48 34.60
2. Uluwawo 251.43 41,14
3. Puumbolo 6.15 0,01
4. Walasiho 59.20 9,69
5. Latawe 82.97 13,57
Total 611.22 100
Sumber : Dinas PUPR Kabupaten Kolaka Utara
74
Gambar 4.7
Peta Kawasan Perkotaan Wawo
75
4. Kedudukan Kawasan Perkotaan Wawo

Untuk memantapkan sistem perkotaan di Kabupaten Kolaka Utara

sesuai dengan masing-masing hierarki pusat pelayanan dan skala

pelayanan yang direncanakan dalam kurun waktu 20 tahun yang akan

datang, maka perlu arahan fungsi untuk masing-masing kota yang berada di

Kabupaten Kolaka Utara sampai dengan akhir tahun perencanaan (tahun

2031). Sejalan dengan hierarki kawasan (perkotaan) sebagai pusat

kegiatan, maka rencana sistem (perkotaan) Kabupaten Kolaka Utara tahun

2031 adalah sebagai berikut : Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai

Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah : Wawo, Ranteangin, Lambai,

Katoi, Tiwu, Mala-Mala, Lapai, Watunohu, Olo-Oloho, Latali, Pakue, Batu

Putih, Porehu, dan Tolala.

Sejalan dengan potensi dan fungsi yang dimilikinya, maka kota-kota

Wawo, Ranteangin, Katoi, Lapai, Olo-Oloho, Batu Putih,Tolala untuk masa

mendatang diusulkan menjadi PKL, yaitu kawasan perkotaan yang

berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa

kecamatan. Sehingga cakupan wilayah Kawasan Perkotaan Wawo terdiri

atas sebagian Desa Wawo, Desa Uluwawo, Desa Tinukari, dan Desa

Walasiho. Letak kawasan perkotaan ini berada pada daerah pesisir

Kecamatan wawo yang memiliki letak sangat strategis.

76
5. Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian

Kondisi penggunaan lahan di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri

atas Permukiman, Perkebunan Kelapa, Perkebunan Cengkeh, Sawah,

Tambak, Ladang Campuran, Semak Belukar, Hutan Jati, Lapangan,

Lahan Kosong, Pemakaman Warga, Pelabuhan Wawo, Dan Sungai.

Penggunaan Lahan dengan luas terbesar yaitu Perkebunan Kelapa dengan

Luas 289,17 Ha dan Penggunaan Lahan dengan luas terkecil yaitu

Pelabuhan Wawo dengan luas 0.11 Ha. Potensi tersebut sangat

mendukung terhadap sumberdaya alam di Kawasan Perkotaan Wawo.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.17
Luas Penggunaan Lahan dirinci menurut jenisnya
Di Kawasan Perkotaan Wawo Tahun 2020
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) %
1. Permukiman 55.08 9,01
2. Perkebunan Kelapa 289.17 47,31
3. Perkebunan Cengkeh 45.11 7,38
4. Sawah 107.26 17,55
5. Tambak 31.24 5,11
6. Ladang Campuran 68.04 11,13
7. Semak Belukar 10.27 1,68
8. Hutan Jati 1.78 0,29
9. Lapangan 2.05 0,34
10. Lahan Kosong 0.59 0,10
11. Pemakaman Warga 0.25 0,04
12. Pelabuhan Wawo 0.11 0,02
13. Sungai 0.27 0,04
Total 611.22 100
Sumber : Survey Lapangan Tahun 2020

77
Gambar 4.8
Peta Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo
78
6. Lahan Terbangun dan Non Terbangun

Lahan terbangun (built up area) merupakan lahan yang sudah

mengalami proses pembangunan atau perkerasan yang terjadi di atas

lahan tersebut. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan

tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi,

transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak terbangun non aktivitas kota

(pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan penambangan

sumber daya alam). Lahan Terbangun di Kawasan Perkotaan Wawo

sekitar 55,08 Ha atau 9,01% dari seluruh luas Kawasan Perkotaan

Wawo dan lahan non terbangun sekitar 556,14 atau 90,99% dari

seluruh luas Kawasan Perkotaan Wawo. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.18
Luas Kawasan Terbangun dan Non Terbangun
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Kawasan Luas (Ha) %
1. Terbangun 55.08 9,01
2. Non Terbangun 556.14 90,99
Total 611.22 100
Sumber : Survey Lapangan Tahun 2020

79
Gambar 4.9
Peta Lahan Terbangun Dan Non Terbangun Kawasan Perkotaan Wawo
80
7. Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo

Morfologi adalah pengelompokan bentuk bentang alam

berdasarkan rona, kemiringan lereng secara umum, dan ketinggiannya,

pada beberapa satuan morfologi. Satuan morfologi dataran adalah

bentuk bentang alam yang didominasi oleh daerah yang relatif datar

atau sedikit bergelombang, dengan kisaran kemiringan lereng 0% - 5%.

Satuan morfologi perbukitan adalah bentuk bentang alam yang

memperlihatkan relief baik halus maupun kasar, membentuk bukit –

bukit dengan kemiringan lereng yang bervariasi.

Morfologi di Kawasan Perkotaan Wawo sebagian besar adalah

dataran dengan luas 585,04 Ha, adapun perbukitan sedang hanya

dengan luas sekitar 26,18 Ha. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.19
Data Morfologi
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Morfologi Luas (Ha) %
1. Dataran 585.04 95,72
2. Perbukitan Sedang 26.18 4,28
Total 611.22 100
Sumber : RTRW Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2019

81
Gambar 4.10
Peta Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo
82
8. Topografi/Ketinggian Kawasan Perkotaan Wawo

topografi adalah salah satu jenis peta khusus yang

menggambarkan bentuk relief permukaan bumi,

meliputi tinggi renadhnya kawasan dengan gambaran garis-garis. Garis

yang dimaksud adalah garis kontur, yaitu garis yang menghubungkan

daerah dengan ketinggian yang sama.

Sebagian besar Kawasan Perkotaan Wawo dengan luas 611,22

Ha merupakan dataran Rendah. Kondisi topografi atau ketinggian di

Kawasan Perkotaan Wawo cukup bervariasi antara 8 Meter Di

Permukaan Laut (MDPL) sampai dengan 184 Meter Di Permukaan Laut

(MDPL). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.20
Data Topografi/Ketinggian
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Topografi/MDPL Luas (Ha) %
1. 8 – 35 276.27 45,11
2. 35 – 64 235.42 38,52
3. 64 – 184 99.35 16,25
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Digital Elevation Model (DEM) Tahun 2020

83
Gambar 4.11
Peta Topografi Kawasan Perkotaan Wawo
84
9. Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo

Kemiringan lereng diturunkan dari peta topografi, karena penataan

ruang dan peruntukannya banyak sekali ditentukan oleh kondisi

kemiringan suatu wilayah, demikian juga pengembangan jaringan

utilitas sangat dipengaruhi oleh besarnya kemiringan lereng.

Berdasarkan data kemiringan lereng yang diperoleh, Kawasan

Perkotaan Wawo memiliki 2 (dua) kategori kemiringan lereng yaitu datar

dan agak curam dengan kemiringan 0-28 persen. Berdasarkan data

yang ada, bahwa kemiringan lereng yang memiliki porsi terbesar adalah

kemiringan antara 2-5 persen dengan luas cakupan sebesar 321,08 Ha.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.21
Data Kemiringan Lereng
Di Kawasan Perkotaan Wawo
Kemiringan Lereng
No. Kategori Luas (Ha) %
(%)
1. 0–2% Datar 82.37 13,48
2. 2–5% Datar 321.08 52,53
3. 5 – 15 % Datar 186.82 30,57
4. 15 – 28 % Agak Curam 20.94 3,42
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Digital Elevation Model (DEM) Tahun 2020

85
Gambar 4.12
Peta Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo
86
10. Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo

Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di Daerah lain

di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim

kemarau. Selama tahun 2019 musim hujan hampir terjadi di sepanjang

tahun, dimana pada bulan Januari sampai Juli terjadi curah hujan yang

cukup tinggi, begitu pula pada bulan Oktober sampai Desember.

Sedangkan Musim kemarau terjadi antara bulan Agustus sampai

dengan September dimana antara bulan tersebut angin Timur yang bertiup

dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air.

Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim.

Oleh karena itu curah hujan beragam menurut bulan. Berdasarkan

data, curah hujan di Kawasan Perkotaan Wawo mencapai rata-rata

2000-2500 mm. Kawasan Perkotaan Wawo dapat dikategorikan

sebagai wilayah daerah basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm

per tahun.

87
Gambar 4.13
Peta Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo
88
11. Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo

Kawasan Perkotaan Wawo terdapat 2 (dua) jenis tanah yaitu

jenis tanah aluvial dan mediteran.

 Aluvial merupakan endapan aluvium (endapan aluvial sungai,

pantai dan rawa yang berumur kuarter (resen) dan menempati

daerah morfologi pedataran dengan ketinggian 0-60 m dengan

sudut lereng < 30%.

 Mediteran merupakan tanah yang berasal dari pelapukan batu

gamping yang menempati daerah perbukitan karst, dengan

ketinggian 8-750 m dan sudut lereng > 70%. Kenampakan fisik

yang terlihat berwarna coklat kehitaman, berukuran lempung

pasiran, plastisitas sedang-tinggi, agak padu, permeabilitas

sedang, rentan erosi, tebal 0,1-1,5 m.

Tabel 4.22
Data Jenis Tanah
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Jenis Tanah Luas (Ha) %
1. Aluvial 500.82 81,94
2. Mediteran 110.40 18,06
Total 611.22 100
Sumber : RTRW Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2019

89
Gambar 4.14
Peta Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo
90
12. Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo

Kawasan Perkotaan Wawo terdapat 3 (tiga) kelas tingkat rawan

bencana yaitu Kurang Rawan, Rawan Gerakan Tanah, Rawan

Gerakan Tanah Dan Banjir. Kawasan kurang rawan yang berarti

kawasan ini kurang rawan terhadap gerakan tanah dan banjir, pada

kawasan rawan gerakan tanah yang berarti kawasan ini sering terjadi

pergerakan tanah, sedangkan pada kawasan rawan gerakan tanah

dan banjir yaitu kawasan ini sering terjadi pergerakan tanah serta

banjir pada kawasan ini memang memiliki daerah cekungan dilihat dari

data kontur yang mungkin menyebabkan terjadinya banji. Kawasan

kurang rawan dengan luas sekitar 520,70 Ha dengan nilai persentasi

85,19% dan kawasan rawan dengan luas sekitar 90,64 atau 13,85%.

Maka bisa di simpulkan Kawasan Perkotaan Wawo tidak cukup rawan,

dilihat dari data kurang rawan yang cukup besar dengan persentase

85,19% dari total luas wilayah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.23
Data Rawan Bencana
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Rawan Bencana Luas (Ha) %
1. Rawan Gerakan Tanah dan Banjir 22.69 3,71
2. Rawan Gerakan Tanah 67.95 10,14
3. Kurang Rawan 520.70 85,19
Total 611.22 100
Sumber : BPBD Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2019

91
Gambar 4.15
Peta Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo
92
B. Pembahasan

1. Klasifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di Kecamatan

Wawo Kabupaten Kolaka Utara di gunakan analisis spasial (overlay

peta).

 Analisis Satuan Kemampuan Lahan

a. SKL Morfologi

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL

Morfologi di Kawasan Perkotaan Wawo terbagi atas tiga klasifikasi

yaitu Kemampuan Lahan Dari Morfologi Tinggi, Cukup, dan Sedang.

Kategori tinggi dan cukup yang dimana kawasan ini cocok

dikembangkan untuk kegiatan pembangunan dan aktivitas manusia,

untuk kawasan ini termasuk dalam kawasan budidaya sedangkan

kategori sedang bisa dikembangkan untuk kegiatan pembangunan

tetapi kawasan ini memiliki batasan-batasan untuk pembangunan

maka dari itu kawasan ini masuk dalam kawasan penyangga, Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.24
Analisis SKL Morfologi
Data Kemiringan Luas
Data Morfologi SKL Morfologi Nilai %
Lereng (%) (Ha)
0–2% Kemampuan Lahan Dari
Dataran 5 396.45 64.86
2–5% Morfologi Tinggi
Kemampuan Lahan Dari
5 – 15 % 4 184.06 30.11
Perbukitan Morfologi Cukup
Sedang Kemampuan Lahan Dari
15 – 28 % 3 30.71 5.02
Morfologi Sedang
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

93
Gambar 4.16
Peta Analisis SKL Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo
94
b. SKL Kemudahan Dikerjakan

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL

Kemudahan Dikerjakan di Kawasan Perkotaan Wawo terbagi atas

empat klasifikasi yaitu Kemudahan Dikerjakan Tinggi, Cukup,

Sedang, dan Rendah. Kategori rendah merupakan wilayah yang

memiliki lahan sangat sulit dikerjakan dan tidak sesuai untuk

dikembangkan, kategori sedang berarti bisa dikerjakan akan tetapi

harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, sedangkan kategori

cukup dan tinggi sangat mudah dikerjakan dan sangat sesuai untuk

dikembangkan sebagai kawasan pengembangan perkotaan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.25
Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Data Data Data SKL
Data Data Luas
Kemiringan Jenis Penggunaan Kemudahan Nilai %
Topografi Morfologi Ha
Lereng (%) Tanah Lahan Di Kerjakan
8 – 35 Dataran 0–2%
Aluvial Terbangun Tinggi 5 385.10 63.01
35 – 64 2–5%
Cukup 4 198.24 32.43
Perbukitan 5 – 15 % Non
64 – 184 Sedang Mediteran Sedang 3 18.36 3.00
Terbangun
15 – 28 % Rendah 2 9.52 1.56

Total 611.22 100


Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

95
Gambar 4.17
Peta Analisis SKL Kemudahan DiKerjakan Kawasan Perkotaan Wawo
96
c. SKL Kestabilan Lereng

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL Kestabilan Lereng di Kawasan Perkotaan

Wawo terdiri atas tiga klasifikasi yaitu Kestabilan Lereng Tinggi, Cukup, dan Sedang. Kategori sedang

berarti wilayah tersebut cukup stabil tetapi kurang sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan,

kategori cukup berarti kawasan ini stabil untuk kestabilan lereng, sedangkan kawasan kategori tinggi ini

memiliki kestabilan lereng yang sangat stabil untuk pembangunan kawasan perkotaan. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.26
Analisis SKL Kestabilan Lereng
Data Data Curah Data Data SKL
Data Data Jenis Luas
Topografi/ Kemiringan Hujan/m Penggunaan Bencana Kestabilan Nilai %
Morfologi Tanah Ha
Mdpl Lereng (%) m Lahan Alam Lereng
8 – 35 Dataran 0–2% Kurang Kestabilan
35 – 64 2–5%
Aluvial Terbangun
Rawan Lereng Tinggi 5 511.38 83.67
Rawan
Gerakan Kestabilan
Perbukitan 5 – 15 %
2000 -
Tanah dan Lereng Cukup
4 81.81 13.38
2500 Non
64 – 184 Sedang Mediteran Banjir
Terbangun
Rawan Kestabilan
15 – 28 %
Gerakan Lereng 3 18.03 2.95
Tanah Sedang
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 202

97
Gambar 4.18
Peta Analisis SKL Kestabilan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo
98
d. SKL Kestabilan Pondasi

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL

Kestabilan Pondasi di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas tiga

klasifikasi yaitu Kemampuan Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi

Tinggi, Cukup, dan Sedang. Kategori sedang berarti wilayah ini

kurang stabil namun mungkin untuk jenis pondasi lain bisa lebih

stabil seperti pondasi cakar ayam atau yang lainnya, kategori cukup

berarti wilayah ini stabil, kategori tinggi berarti wilayah ini sangat

stabil untuk jenis pondasi apa saja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.27
Analisis SKL Kestabilan Pondasi
SKL Data SKL
Data Jenis Luas
Kestabilan Penggunaan Kestablan Nilai %
Lereng Tanah (Ha)
Lahan Pondasi
Daya Dukung
5
Tinggi Aluvial Terbangun dan Kestabilan 500.57 81.90
Pondasi Tinggi
Daya Dukung
Cukup dan Kestabilan 4 92.63 15.15
Pondasi Cukup
Mediteran Non Terbangun
Daya Dukung
Sedang dan Kestabilan 3 18.03 2.95
Pondasi Sedang
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

99
Gambar 4.19
Peta Analisis SKL Kestabilan Pondasi Kawasan Perkotaan Wawo
100
e. SKL Ketersediaan Air

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL

Ketersediaan Air di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas empat

klasifikasi yaitu Ketersediaan Air Tinggi, Cukup, Sedang, dan

Kurang. Kategori kurang merupakan wilayah yang memiliki air tanah

sangat terbatas, kategori sedang berarti memiliki pasokan air tanah

akan tetapi ketersediaan air tanah terbatas, kategori cukup berarti

wilayah ini memiliki pasokan air tanah yang cukup, kategori tinggi

berarti pasokan air tanah banyak dan tidak terbatas. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.28
Analisis SKL Ketersediaan Air
Data Data Data SKL
Curah Data Luas
Kemiringan Jenis Penggunaan Ketersediaan Nilai %
Hujan/mm Morfologi Ha
Lereng (%) Tanah Lahan Air
Dataran 0–2% Tinggi 5 100.22 16.40
Aluvial Terbangun
2–5% Cukup 4 402.77 65.90
2000 - 2500 Perbukitan
5 – 15 % Non Sedang 3 80.48 13.17
Sedang Mediteran
Terbangun
15 – 28 % Kurang 2 27.75 4.54
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

101
Gambar 4.20
Peta Analisis SKL Ketersediaan Air Kawasan Perkotaan Wawo
102
f. SKL Untuk Drainase

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL Untuk Drainase di Kawasan Perkotaan Wawo

terdiri atas tiga klasifikasi yaitu Kemampuan Drainase Tinggi, Cukup, dan Sedang. Kategori sedang

merupakan wilayah yang memiliki aliran drainase yang kurang lancar untuk mematuskan air hujan dan

menyebabkan penggenangan air hujan bersifat lokal, kategori cukup berarti kemampuan drainase cukup

lancar untuk mematuskan air hujan, sedangkan kategori tinggi berarti drainasenya dalam mematuskan air

hujan sangat lancar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.29
Analisis SKL Untuk Drainase
Data Data
Data Data Data Jenis Curah SKL Untuk
Kemiringan Penggunaan Nilai Luas Ha %
Morfologi Topografi Tanah Hujan/mm Drainase
Lereng (%) Lahan
0–2% 8 – 35
Kemampuan
Dataran
2–5% 35 – 64
Aluvial Terbangun
Drainase Tinggi
5 375.64 61.46

Kemampuan
5 – 15 % 2000 - 2500 Drainase 4 207.83 34.00
Perbukitan Non Cukup
64 – 184 Mediteran
Sedang Terbangun Kemampuan
15 – 28 % Drainase 3 27.75 4.54
Sedang
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

103
Gambar 4.21
Peta Analisis SKL Untuk Drainase Kawasan Perkotaan Wawo
104
g. SKL Terhadap Erosi

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL

Terhadap Erosi di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas tiga

klasifikasi yaitu SKL Terhadap Erosi Rendah, Kurang, dan Sedang.

Kategori rendah berarti lapisan tanah tidak mudah terbawa angin

dan air maka potensi terjadinya erosi rendah, kategori kurang berarti

lapisan tanah kurang mudah terbawa angin dan air maka potensi

terjadinya erosi kurang, kategori sedang berarti lapisan tanah sedikit

terbawa oleh angin dan air, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.30
SKL Terhadap Erosi
Data Curah Data SKL
Data Data Jenis Luas
Kemiringan Hujan/m Penggunaan Terhadap Nilai %
Morfologi Tanah Ha
Lereng (%) m Lahan Erosi
0–2%
Dataran
2–5%
Aluvial Terbangun Rendah 5 375.64 61.46

5 – 15 % 2000 -
2500
Kurang 4 207.83 34.00
Perbukitan Non
Mediteran
Sedang Terbangun
15 – 28 % Sedang 3 27.75 4.54

Total 611.22 100


Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

105
Gambar 4.22
Peta Analisis SKL Terhadap Erosi Kawasan Perkotaan Wawo
106
h. SKL Pembuangan Limbah

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL

Pembuangan Limbah di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas

empat klasifikasi yaitu Kemampuan Lahan Untuk Pembuangan

Limbah Cukup, Sedang, Kurang, dan Rendah. Kategori rendah

berarti wilayah ini sangat tidak cocok dan tidak didukung untuk

daerah pembuangan limbah, kategori kurang berarti wilayah ini

kurang untuk dijadikan daerah pembuangan limbah, kategori sedang

berarti wilayah ini bisa dijadikan daerah pembuangan limbah tetapi

tidak untuk limbah padat, kategori cukup berarti wilayah ini bisa

dijadikan daerah pembuangan limbah padat maupun limbah cair.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.31
Analisis SKL Pembuangan Limbah
Data Curah Data
Data Data Data Jenis SKL Pembuangan Luas
Kemiringan Hujan/ Penggunaan Nilai %
Morfologi Topografi Tanah Limbah Ha
Lereng (%) mm Lahan
Kemampuan Lahan
0–2% 8 – 35 Untuk Pembuangan 4 18.79 3.07
Limbah Cukup
Dataran Aluvial Terbangun
Kemampuan Lahan
2–5% 35 – 64 Untuk Pembuangan 3 53.07 8.68
2000 - Limbah Sedang
2500 Kemampuan Lahan
5 – 15 % Untuk Pembuangan 2 163.78 26.80
Perbukitan Non Limbah Kurang
64 – 184 Mediteran
Sedang Terbangun Kemampuan Lahan
15 – 28 % Untuk Pembuangan 1 375.59 61.45
Limbah Rendah
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

107
Gambar 4.23
Peta Analisis SKL Pembuangan Limbah Kawasan Perkotaan Wawo
108
i. SKL Terhadap Bencana Alam

Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL Terhadap Bencana Alam di Kawasan

Perkotaan Wawo terdiri atas empat klasifikasi yaitu SKL Terhadap Bencana Alam Cukup, Sedang, Kurang,

dan Rendah. Kategori cukup dan sedang merupakan wilayah cukup rawan terhadap bencana alam,

kategori kurang merupakan wilayah yang kurang rawan terhadap bencana alam, dan kategori rendah

merupakan wilayah yang relatif aman dari bencana alam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4.32
Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
Data Curah Data
Data Bencana Data Data Data Jenis SKL Terhadap
Kemiringan Hujan/m Penggunaan Nilai Luas Ha %
Alam Morfologi Topografi Tanah Bencana Alam
Lereng (%) m Lahan

Kurang Rawan Dataran 8 – 35 0–2% Rendah 4 100.22 16.40

Rawan Aluvial Terbangun


Gerakan 35 – 64 2–5% Kurang 3 448.64 73.40
2000 -
Tanah
Perbukitan 2500
Rawan Sedang
Gerakan 5 – 15 % Non Sedang 2 39.93 6.53
64 – 184 Mediteran
Tanah dan Terbangun
Banjir 15 – 28 % Cukup 1 22.43 3.67
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

109
Gambar 4.24
Peta Analisis SKL Terhadap Bencana Alam Kawasan Perkotaan Wawo
110
J. Klasifikasi Kemampuan Lahan

Pengklasifikasian kemampuan lahan untuk Kawasan

Perkotaan Wawo dilakukan dengan cara mengoverlay (intersect)

setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh dari hasil

pengalian nilai akhir (tingkatan kemampuan lahan pada setiap SKL)

dengan bobotnya secara satu persatu sehingga diperoleh peta

jumlah nilai akhir dikalikan bobot seluruh SKL secara kumulatif. Hasil

pengalian nilai akhir dengan bobot setiap satuan, dalam analisis ini

disebut dengan istilah skor (Skor = nilai akhir x Bobot). Berdasarkan

peta jumlah skor kumulatif tersebut, maka kemampuan lahan untuk

Kawasan Perkotaan Wawo dibagi menjadi beberapa kelas yang

menunjukan tingkatan kemampuan lahan dan digambarkan dalam

satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk Kawasan Perkotaan

Wawo. Skor dari setiap satuan kemampuan lahan yang disebutkan di

atas merupakan nilai akhir dikalikan bobot dari masing-masing SKL.

Nilai akhir dari masing- masing SKL merupakan hasil temuan analisis

satuan kemampuan pada Kawasan Perkotaan Wawo, sedangkan

bobot merupakan nilai kepentingan dari setiap SKL. Adapun nilai

akhir dan bobot dari setiap SKL dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

111
Tabel 4.33
Analisis Nilai Akhir X Bobot Kawasan Perkotaan Wawo
Skor (Nilai
No. Satuan Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai Akhir Bobot Akhir X
Bobot)
Tinggi 5 25
1. SKL Morfologi Cukup 4 5 20
Sedang 3 15

Tinggi 5 5
Cukup 4 4
2. SKL Kemudahan Dikerjakan 1
Sedang 3 3
Rendah 2 2

Tinggi 5 25
3. SKL Kestabilan Lereng Cukup 4 5 20
Sedang 3 15

Tinggi 5 15
4. SKL Kestabilan Pondasi Cukup 4 3 12
Sedang 3 9

Tinggi 5 25
Cukup 4 20
5. SKL Ketersediaan Air 5
Sedang 3 15
Kurang 2 10

Tinggi 5 25
6. SKL Untuk Drainase Cukup 4 5 20
Sedang 3 15

Rendah 5 15
7. SKL Terhadap Erosi Kurang 4 3 12
Sedang 3 9

Cukup 4 0
Sedang 3 0
8. SKL Pembuangan Limbah 0
Kurang 2 0
Rendah 1 0

Rendah 4 20
Kurang 3 15
9. SKL Terhadap Bencana Alam 5
Sedang 2 10
Cukup 1 5
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2020

112
Tabel 4.34
Analisis Overlay 9 Variabel SKL dan Total Nilai Akhir X Bobot Kawasan Perkotaan Wawo
Skor Skor Skor Skor Skor Skor Skor Skor Kelas
Skor Total
N0.
Morfologi
Kemudahan Kestabilan Kestabilan Ketersediaan Untuk Terhadap Pembuangan Bencana
Skor
Nilai Kemampuan Kemampuan Lahan Zona
di Kerjakan Lereng Pondasi Air Drainase Erosi Limbah Alam Lahan
1. 25 5 25 15 25 25 15 0 20 155
2. 25 5 25 15 20 25 15 0 20 150
3. 25 5 25 15 20 25 15 0 15 145 Kemampuan
4. 20 5 25 15 20 25 15 0 15 140
5. 20 4 25 15 20 25 15 0 15 139 135 - 155 Kelas E Pengembangan Tinggi Zona I
6. 20 5 25 15 20 25 12 0 15 137
7 20 4 25 15 20 25 12 0 15 136
8 20 5 25 15 20 20 15 0 15 135
9 20 4 25 15 20 20 15 0 15 134
10 25 4 25 12 20 20 12 0 15 133
11 20 5 25 15 20 20 12 0 15 132
12 20 4 25 15 20 20 12 0 15 131 Kemampuan
13 25 4 20 12 20 20 12 0 15 128
14 20 4 25 15 15 20 12 0 15 126
113 - 134 Kelas D Pengembangan Cukup Zona II
15 20 4 25 12 15 20 12 0 15 123
16 20 4 20 15 15 20 12 0 15 121
17 20 4 20 12 15 20 12 0 15 118
18 20 4 20 12 15 20 12 0 10 113
19 20 3 20 12 10 15 9 0 10 99
20 20 2 20 12 10 15 9 0 10 98
21 20 3 20 9 10 15 9 0 10 96
22 20 2 20 9 10 15 9 0 10 95
23 15 3 20 12 10 15 9 0 10 94
24 15 2 20 12 10 15 9 0 10 93 Kemampuan
25 15 3 20 9 10 15 9 0 10 91 84 - 99 Kelas C Pengembangan Sedang Zona III
26 15 2 20 9 10 15 9 0 10 90
27 15 3 15 12 10 15 9 0 10 89
28 15 2 15 12 10 15 9 0 10 88
29 15 3 15 9 10 15 9 0 10 86
30 15 2 15 9 10 15 9 0 10 85
31 15 3 15 12 10 15 9 0 5 84
32 15 2 15 12 10 15 9 0 5 83
Kemampuan
33 15 3 15 9 10 15 9 0 5 81 80 - 83 Kelas B Zona IV
34 15 2 15 9 10 15 9 0 5 80 Pengembangan Kurang
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

113
Berdasarkan hasil analisis overlay dengan menggabungkan 9

variabel Satuan Kemampuan Lahan (SKL) dan pengalian bobot

dengan nilai akhir pada tabel sebelumnya maka terdapat empat (4)

klasifikasi kemampuan lahan di Kawasan Perkotaan Wawo yaitu,

Kelas E dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Tinggi, Kelas

D dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Cukup, Kelas C

dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Sedang, dan Kelas B

dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Kurang. Kelas

kemampuan lahan yang paling dominan di Kawasan Perkotaan

Wawo adalah kelas kemampuan pengambangan tinggi dengan luas

375.63 Ha dan yang paling kecil yaitu di kelas kemampuan

pengembangan sedang dengan luas 9.99 Ha, Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.35
Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo

No. Total Nilai Kelas Klasifikasi Kemampuan Lahan Luas (Ha) %

1. 80 – 83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Kurang 18.03 2.95

2. 84 – 99 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang 9.99 1.63

3. 113 – 134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Cukup 207.57 33.96

4. 135 - 155 Kelas E Kemampuan Pengembangan Tinggi 375.63 61.46

Total 611.22 100


Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020

114
Gambar 4.25
Peta Kelas Kemampuan Lahan

115
Gambar 4.26
Peta Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo

116
2. Kemampuan lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Wawo

Kabupaten Kolaka Utara.

 Analisis Deskriptif

Berdasarkan hasil analisis Kemampuan Lahan, maka dapat

diketahui kemampuan lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Wawo

terbagi beberapa kemampuan lahan pengembangan yaitu Kemampuan

Lahan Pengembangan Kurang, Kemampuan Lahan Pengembangan

Sedang, Kemampuan Lahan Pengembangan Cukup, dan Kemampuan

Lahan Pengembangan Tinggi.

a. Kemampuan Lahan Pengembangan Kurang

Kawasan dengan kemampuan lahan yang Kurang artinya kawasan

ini tidak direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan

ataupun kawasan perkotaan, karena kemampuan lahan ini memiliki

faktor hambatan fisik yang cukup signifikan dan cukup beresiko

untuk dampak lingkungan. Maka dalam Kawasan Perkotaan Wawo

kemampuan lahan ini masuk dalam kawasan lindung agar

pengembangan kawasan perkotaan yang berkelanjutan ini tidak

terjadi kerusakan lingkungan akibat hambatan fisik yang ada.

117
b. Kemampuan Lahan Pengembangan Sedang

Kawasan dengan kemampuan lahan sedang merupakan wilayah

sesuai bersyarat, meskipun bisa di kembangkan menjadi kawasan

pengembangan atau kawasan perkotaan, kawasan ini memiliki

syarat dan ketentuan untuk penggunaannya, untuk itu dalam

Kawasan Perkotaan Wawo kemampuan lahan sedang masuk dalam

kawasan penyangga karena kemampuan lahan ini memiliki

ketetapan pemanfaatan lahan yang dapat dikembangkan yaitu

maksimal 20% dari total keseluruhan luas kawasan penyangga atau

1.99 Ha.

c. Kemampuan Lahan Pengembangan Cukup dan Tinggi

Kawasan dengan kemampuan lahan Cukup dan tinggi ini

mempunyai kemampuan yang sangat sesuai untuk dimanfaatkan

sebagai lahan pengembangan kawasan perkotaan serta tidak

memiliki hambatan fisik apapun untuk pengembangan kawasan

perkotaan, maka dari itu Kawasan Perkotaan Wawo sangat

didukung dengan kemampuan pengembangan cukup dan tinggi

karena tidak memiliki hambatan fisik lingkungan sehingga Kawasan

Perkotaan Wawo dalam kemampuan lahan ini bisa dikembangkan

menjadi kawasan budidaya serta pengembangan pusat-pusat

118
pelayanan kawasan perkotaan dengan pemanfaatan lahan yang

cukup besar yaitu 583.20 Ha dari luas total Kawasan Perkotaan

Wawo.

119
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil penelitian tentang Analisis Kemampuan Lahan

Kawasan Perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara,

peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan antara lain sebagai

berikut:

1. Terdapat empat (4) Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan

Perkotaan Wawo yaitu, Kelas E dengan Klasifikasi Pengembangan

Tinggi, Kelas D dengan Klasifikasi Pengembangan Cukup, Kelas C

dengan Klasifikasi Pengembangan Sedang, dan Kelas D dengan

Klasifikasi Pengembangan Kurang.

2. Kemampuan Lahan Pengembangan Cukup dan Tinggi sangat

sesuai untuk dijadikan kawasan budidaya di dalam Kawasan

Perkotaan Wawo, Kemampuan Lahan Pengembangan Sedang

sesuai bersyarat untuk pengembangan kawasan budidaya,

Kemampuan Lahan Pengembangan Kurang memiliki hambatan

fisik maka dari itu di fungsikan sebagai kawasan lindung pada

Kawasan Perkotaan Wawo.

120
B. Saran

Saran yang dapat diberikan terkait pengembangan penelitian lebih

lanjut adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah

Pemerintah daerah dapat mengarahkan prioritas utama

pengembangan wilayah pada kawasan dengan kemampuan lahan

yang tinggi (kawasan Budidaya) serta prioritas penataan fisik lahan

dengan menyediakan atau mempersiapkan sarana dan prasarana

untuk mengatasi hambatan fisik lahan.

2. Bagi Akademisi

Penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai variabel lainnya

perlu dilakukan. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut

diharapkan munculnya temuan-temuan baru yang dapat menjadi

masukan kepada pemerintah dalam merencanakan dan

menjalankan program pengembangan kawasan perkotaan.

121
DAFTAR PUSTAKA

Aceng Haetami dan Supriadi. 2007. “Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar

Siswa Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan” Dosen PMIPA

FKIP Unhalu dan Guru SMAN 1 Poleang Kendari. Skripsi.

Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Horison Baru Kesehatan Masyarakat di

Indonesia, Penerbit Rineka Cipta

Agustina, D.K. (2008). Studi Vegetasi di Hutan Lindung RPH Donomulyo BK

PH Sengguruh KPH Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan

Biologi Fakultas Saintek UIN Mau-lana Malik Ibrahim Malang.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air Edisi ke 2.Bogor:IPB Press.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.

Atmaja, F. D. 2009. Analisis Keseimbangan Panas pada Bak Penanaman

Dalam Sistem Hidroponik Deep Flow Technique (DFT) [skripsi]. Bogor:

Departemen Teknik Pertanian. IPB.

Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk

Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-
9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.

Fachrul, M.F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Kecamatan Wawo Dalam Angka 2018/Wawo Subdistrict In Figures 2018.

(2018).

Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor: 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik

Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam

Penyusunan Rencana Tata Ruang, Jakarta. Jakarta: Kementerian

Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Prahasta, Eddy, (2010). Sistem Informasi Geografis Belajar dan Memahami

MapInfo. Bandung: Informatika Bandung

Purnomo, Edi. (2013). Betapa mudahnya export/ import data spasial di QGIS.

Purwanto. 2009. Biologi Tanah. Indonesia Cerdas. Yogyakarta.

Rahim, S, dkk. 201SS7. Hutan Mangrove dan Pemanfaatanya. Sleman: Grup

Penerbitan CV BUDI UTOMO

Ritohardoyo Su. 2013. Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Ombak.

Yogyakarta.
Salim, E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Jurusan Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung

Sartohadi Junun. 2012. Pengantar geografi Tanah. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Sugiyono.2006.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &

D.Bandung:Alfabeta.

Suparno, Satra M dan E. Marlina. 2005. Perencanaan danPengembangan

Perumahan.Yogyakarta andi Offset.

Suripin, (2001), Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air, Andi Offset,

Yogyakarta

Tjasjono, B., 2004. Klimatologi. ITB, Bandung.

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007

TENTANG PENATAAN RUANG

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha

Ilmu. Yogyakarta.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
A. Dokumentasi Surey Lapangan Tahun 2020
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Fachmi Anugroh Yahya lahir di Kota

Kotamobagu 22 November 1998, merupakan

anak ke tiga dari pasangan Yahya Fasa dan

Susanti Mokodompit. Alamat rumah di Jln.

Ibantong Dalam RT 03 RW 02, Kelurahan

Sinindian, Kecamatan Kotamobagu Timur,

Kota Kotamobagu. Dengan riwayat pendidikan

yakni TK Bhayangkari Kotamobagu (2003-2004); SD Negeri 2 Sinindian

(2004-20010); SMP Negeri 4 Kotamobagu (2010-2013); SMK Cokroaminoto

Kotamobagu (2013-2016). Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan

tinggi di Universitas Bosowa Makassar melalui jalur reguler pada Program

Studi Sarjana (S1) pada Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota,

Fakultas Teknik, Universitas Bosowa (UNIBOS), sehingga pada tahun 2021

penulis berhasil menyelesaikan studi S1 nya dengan gelar Sarjana Teknik

(ST).

Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan baik yang

intra kampus. Penulis aktif menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa

Perencanaan Wilayah dan Kota (HMPWK) Universitas Bosowa Makassar


periode 2017-2018 sebagai Anggota Bidang Pengkaderan periode 2017-

2018 dan anggota kesekretariatan Periode 2019-2020.. Penulis juga pernah

aktif di kepanitiaan kegiatan-kegiatan Himpunan Mahasiswa Perencanaan

Wilayah dan Kota (HMPWK). Penulis juga pernah menjadi asisten pada dua

mata kuliah di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Bosowa Makassar.

Anda mungkin juga menyukai