FATMASARI
P3600210023
i
HALAMAN JUDUL
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
FATMASARI
P3600210023
ii
LEMBAR PENGESAHAN
FATMASARI
P3600210023
MENGETAHUI
KOMISI PENASIHAT
Ketua Anggota
MENGETAHUI:
KETUA PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Nama : FATMASARI
Yang menyatakan,
FATMASARI
iv
KATA PENGANTAR
kehadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Kuasa, Pencipta Ilmu dan
ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Makassar.
bantuan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk
kepada:
v
semangat, mendoakan, memberikan bantuan moril dan materil hingga
3. Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S., selaku Ketua Komisi Penasihat
dan Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H., selaku Anggota Komisi
4. Prof. Dr. Aminuddin Salle, S.H., M.H., Prof. Dr. M. Yunus Wahid, S.H.,
M.H., Dr. Zulkifli Aspan, S.H., M.H., selaku Anggota Komisi Penguji,
atas saran, kritik dan waktu yang telah diberikan kepada penulis;
Saleng, S.H., M.H., Pembantu Dekan II. Dr. Anshori, S.H., M.H.,
7. Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., selaku Ketua Program Studi
vi
Program Studi Magister Kenotariatan, beserta staf, Ibu Eppy dan
kepada penulis;
9. Prof. Dr. Hasbir, S.H., M.H. dan Ibu Lisa Valda, S.H., MKn, yang
kepada penulis;
10. Bapak Drs. Masri Tiro, MSc, Kepala Bidang Fisik dan Sarana
Ir. Muh. Ichsan Said, beserta seluruh Staf BAPPEDA yang telah banyak
11. Bapak Apriady, SH, MH, Kepala Bagian Hukum dan HAM Sekretariat
Kota Makassar, Bapak Umar, SH, Kepala sub Bagian Hukum dan HAM
Pemerintah Kota Makassar, Asma Suharti, SH, beserta staf yang telah
ini.
12. Bapak Ir. Ahmad Husain, MSi, Kepala Bidang Tata Ruang, Dinas Tata
vii
membantu memberikan data sehubungan dengan penyelesaian tesis
ini.
13. Bapak Ir. Supardi, Kepala Seksi Rencana Mikro dan Detail pada Dinas
Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, Ir. Donni, beserta staf
14. Bapak Yusuf Lukman, BE, SH, Kepala Seksi penertiban pada Dinas
Tata Ruang dan Bangunan, Emir, SH, beserta staf yang telah
ini.
ini.
tesis ini.
17. Bunda A. Kadariah, S.H., MKn, Israiny, SH, Dewi Wulandari, S.H.,
MKn, Ibu Rasyida, S.H., MKn, Ibu Yati, S.H., Ibu Julianti Paputungan,
S.H., MKn, Audrey, S.H., MKn, Erin Daryansyah, S.H., MKn,, serta
viii
yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian
tesis ini. Terima kasih telah menjadi bagian dalam hidup penulis
Penulis,
FATMASARI
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................... vi
x
H. Sanksi Administratif dalam Perda Nomor 6 Tahun 2006 .... 52
I. Landasan Teori. ................................................................... 68
1. Teori Kewenangan….. .................................................. 68
2. Teori Kepastian Hukum ................................................ 73
3. Teori Perencanaan ...................................................... 75
4. Teori Koordinasi ............................................................. 79
J. Kerangka Pikir ...................................................................... 83
K. Definisi Operasional. ........................................................... 84
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Bangunan……………………………………………………… 124
xii
ABSTRAK
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
alam baik darat, laut maupun udara yang tersedia, dengan selalu
1
Welfare State (Negara Kesejahteraan) selain mengharuskan setiap tindakan
negara berdasarkan hukum, negara juga diberikan tugas dan tanggung jawab untuk
mensejahterakan masyarakat. Ciri dari negara kesejahteraan adalah:
Mengutamakan terjaminnya hak-hak sosial ekonomi rakyat.
Hak milik tidak bersifat mutlak.
Negara tidak hanya menjaga ketertiban dan keamanan akan tetapi turut serta dalam
usaha-usaha sosial dan ekonomi.
Kaidah-kaidah hukum administrasi semakin banyak mengatur sosial ekonomi dan
membebankan kewajiban tertentu kepada warga negara.
Peranan hukum publik condong mendesak hukum privat, sebagai konsekuensi
semakin luasnya peranan negara. (Dikutip dari Ridwan HR, Hukum Administrasi
Negara, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2011, hal 14).
1
berbeda-beda, sehingga akan tercapai suatu tujuan negara yaitu
mensejahterakan masyarakatnya.2
kesejahteraan rakyat meliputi aspek yang sangat luas terdiri dari aspek
kehidupan masyarakat.4
banyak.5
2
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang dalam Konsep
Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, 2008, hal 19.
3
UUD NRI 1945 telah mengalami empat kali amandemen, namun Pasal 33 ayat 3
tidak mengalami perubahan. Berdasarkan amandemen keempat UUD NRI 1945, Pasal 33
ditambah menjadi lima ayat.
4 Padmo Wahjono dalam Winahyu Erwiningsih, Hak Pengelolaan Atas Tanah,
2
besarnya untuk kemaslahatan rakyat, yang antara lain adalah hak
mempunyai hak menguasai atas bumi, air dan kekayaan alam yang
ayat (3) amandemen keempat UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
rakyat”. Kata-kata dikuasai oleh negara inilah yang melahirkan konsep hak
6 Darwin Ginting, Hukum Kepemilikan Hak atas Tanah Bidang Agribisnis, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2010, hal 13.
7
Supriyadi, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010,
hal 100.
8
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043.
3
Fungsi mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
persaingan mendapatkan lokasi atau tanah yang telah didukung atau yang
negara.
ruang angkasa mengandung arti bahwa negara dalam hal ini pemerintah
4
Penataan Ruang,9 namun seiring dengan adanya perubahan terhadap
9
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493.
10
Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai penyerahan kewenangan dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan
pemerintahan dan perencanaan pembangunan. Dengan adanya konsep otonomi daerah
maka Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang cukup luas dalam menentukan
arahan kebijakan, khususnya mengenai rencana pembangunan. (Dikutip dari Juniarso
Ridwan dan Achmad Sodik, Op. Cit, hal 86).
11
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437.
12
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725.
5
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Berdasarkan Pasal 14 UUPA, Pemerintah Daerah diberi
provinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan dan dengan
ruang.
6
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam
7
6. Kawasan Industri Terpadu, yang berada pada bagian tengah
Timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea dan
Biringkanaya;
7. Kawasan Pergudangan Terpadu, yang berada pada bagian
Utara Kota mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea,
Biringkanaya dan Tallo;
8. Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu, yang berada pada bagian
tengah Timur Kota mencakup wilayah Kecamatan Panakkukang,
Tamalanrea dan Tallo;
9. Kawasan Penelitian Terpadu yang berada pada bagian tengah
Timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tallo;
10. Kawasan Budaya Terpadu, yang berada pada bagian Selatan
Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalate;
11. Kawasan Olahraga Terpadu, yang berada pada bagian Selatan
Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalate;
12. Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu, yang berada pada
bagian tengah Barat Kota, mencakup wilayah Kecamatan
Tamalate;
13. Kawasan Bisnis Global Terpadu, yang berada pada bagian
tengah Barat Kota, mencakup wilayah Kecamatan Mariso.
misalnya pada saat ini di setiap kawasan yang merupakan jalan protokol
telah dipenuhi dengan pembangunan Ruko (rumah toko). Oleh karena itu
8
Salah satu pengaturan yang sangat penting adalah pengaturan
pergeseran fungsi atau alih fungsi lahan. Pergeseran fungsi atau alih fungsi
lahan dari ruang terbuka hijau, lahan konservasi, kawasan budi daya atau
dampak dari alih fungsi lahan. Efek atau dampak dari alih fungsi lahan atau
9
Pada harian Fajar terbitan Jumat, tanggal 4 Januari 2013
mengungsi oleh karena ketinggian air telah mencapai 1,5 meter. Salah
terbuka hijau yang seharusnya menjadi daerah resapan air telah beralih
Kota Makassar sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan dinamika
angkat adalah bahwa RTRW Kota Makassar belum sesuai dengan UUPR
B. Rumusan Masalah
13
Koran “ Fajar”, Jumat Tanggal 4 Januari 2013.
10
2. Bagaimana penerapan sanksi terhadap pemanfaatan kawasan
Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Makassar.
11
2. Manfaat Secara Praktis
kawasan permukiman dalam tata ruang Kota Makassar yang lebih baik
Makassar.
E. Orisinalitas Penelitian
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar”, belum pernah ada
12
menitikberatkan pada pemanfaatan tanah untuk kawasan permukiman
permukiman yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang wilayah Kota
Makassar.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kekuasaan yang ada dalam negara harus berlandaskan dan tunduk pada
hukum yang berlaku. Oleh karena itu segala kewenangan dan tindakan
negara dibatasi oleh hukum dalam arti bahwa segala sikap tindak, tingkah
laku dan perbuatan baik yang dilakukan oleh para penguasa atau aparatur
hukum, termasuk dalam hal ini pemenuhan hak-hak setiap warga negara
14
Abdul Azis Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2011, hal 8.
15
Ridwan HR, Op. Cit, hal 198.
14
1. Asas legalitas, pembatasan kebebasan warga negara (oleh
pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang
yang merupakan peraturan umum. Undang-undang secara
umum harus memberikan jaminan terhadap warga negaranya
dari tindakan pemerintah yang sewenang-wenang, kolusi dan
berbagai jenis tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan
wewenang oleh organ pemerintahan harus ditemukan dasarnya
pada undang-undang tertulis.
2. Perlindungan hak-hak asasi manusia.
3. Pemerintah terikat pada hukum.
4. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan
hukum. Hukum harus dapat ditegakkan, ketika hukum itu
dilanggar. Pemerintah harus menjamin bahwa di tengah
masyarakat terdapat instrument yuridis penegakan hukum.
Pemerintah dapat memaksa seseorang yang melanggar hukum
melalui sistem peradilan negara. Memaksakan hukum publik
secara prinsip merupakan tugas pemerintah.
5. Pengawasan oleh hakim yang merdeka. Superioritas hukum
tidak dapat ditampilkan, jika aturan-aturan hukum hanya
dilaksanakan organ pemerintahan. Oleh karena itu, dalam setiap
negara hukum diperlukan pengawasan oleh hakim yang
merdeka.
16
http//hukum.kompasiana.com/2012/12/17/penjabaran di akses tanggal 09 april
2013 jam 11.25.
15
6. Pembatasan kekuasaan melalui mekanisme pemisahan dan
pembatasan kekuasaan disertai mekanisme penyelesaian
sengketa ketatanegaraan antar lembaga negara, baik secara
vertikal maupun horizontal;
7. Adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak memihak
(independent and impartial) dengan kewibawaan putusan yang
tertinggi atas dasar keadilan dan kebenaran;
8. Dibentuknya lembaga peradilan yang khusus untuk menjamin
keadilan bagi warga negara yang dirugikan akibat putusan atau
kebijakan pemerintah (pejabat administrasi negara);
9. Adanya mekanisme “Judicial review” oleh lembaga peradilan
terhadap norma-norma ketentuan legislatif, baik yang ditetapkan
oleh lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif;
10. Dibuatnya konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur jaminan-jaminan peiaksanaan prinsip-prinsip tersebut;
11. Pengakuan terhadap asas legalitas atau due process of law
dalam keseluruhan sistem penyelenggaraan negara. Dibuatnya
konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
jaminan-jaminan peiaksanaan prinsip-prinsip tersebut;
1945, UUPA, dan UUPR sebagai dasar hukum bagi organ pemerintah
16
dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
artinya semua tanah yang ada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
sebagai bangsa Indonesia. Selain itu juga mempunyai sifat religius, artinya
sebagai bangsa Indonesia dan selama tanah bersama tersebut masih ada
17
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012,
hal 242.
17
pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan
penguasaan atas tanah yang lain bersumber pada hak bangsa Indonesia
atas tanah dan bahwa keberadaan hak penguasaan apapun, hak yang
hak kepemilikan dalam arti yuridis, tanah bersama dari seluruh rakyat
tersebut.
18
Ibid, hal 78.
18
tingkatan tertinggi diserahkan kepada Negara Republik Indonesia sebagai
dapat diberikan kepada orang atau badan hukum untuk dikuasai dalam
bentuk hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai.
19
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di
Bidang Pertanahan, Rajawali Pres, Jakarta, 2009, hal 21.
20
Urip santoso, Loc. Cit, hal 78.
19
Negara Indonesia tidak dibedakan menurut asal keturunannya (asli atau
Bidang tanah tersebut dapat dimiliki dalam bentuk hak milik sebagai hak
atas tanah yang tertinggi maupun dengan hak-hak atas tanah lainnya,
21
Ibid, hal 79.
22
Ibid, hal 80.
20
Hak menguasai negara atas tanah memberikan wewenang
jo. UUPR)
dengan orang lain atau kepada badan hukum. Demikian juga hak
(Pasal 16 UUPA).
23
Sri Susyanti Nur, Bank Tanah “Alternatif Penyelesaian Masalah
PenyediaanTanah untuk Pembangunan Kota Berkelanjutan”, AS Publishing, Makassar,
2010, hal 35.
21
b. Menetapkan dan mengatur mengenai pembatasan jumlah bidang
dan luas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh seseorang
24
Ibid, hal 36.
22
perorangan atau badan hukum menurut keperluannya seperti hak milik,
dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu bumi, air dan ruang angkasa termasuk
terhadap bumi adalah selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di
bawahnya serta yang berada di bawah air. Sebagaimana Pasal 1 ayat (4)
tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Tentang hal ini,
di atas bumi, yaitu hak-hak atas tanah seperti yang tercantum dalam Pasal
16 UUPA, juga yang ditanam di bumi, yaitu hak-hak atas hutan (Hak
25
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Op. Cit, hal 25.
26
Urip santoso, Loc. Cit, hal 80.
23
tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional. Tegasnya, hak
semata.
Tujuan hak menguasai negara atas tanah dalam Pasal 2 ayat (3)
UUPA).27
27
Winahyu Erwiningsih, Op. Cit, hal 9.
24
tersebut untuk menguasai dan menggunakan sebagian dari tanah bersama
ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa “Atas
sama serta hak atas tanah yang dapat diberikan kepada badan hukum.
tertentu. Hak-hak perseorangan atas tanah berupa hak atas tanah, Wakaf
tanah Hak Milik, Hak Tanggungan dan Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun.
bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, yang
28
Aminuddin Salle dkk, Bahan Ajar Hukum Agraria, AS Publishing, Makassar,
2010, hal 102.
25
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
atau badan hukum diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
badan hukum.”29
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.
Hak atas tanah terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah,
29
Urip Santoso, Op. Cit., hal 84.
30
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643.
26
Hak Memungut Hasil Hutan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi
Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah
Pertanian.
E. Pemanfaatan/Penatagunaan Tanah
1. Pengertian Tanah
permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. Pengertian tanah
bumi yang diberi batas, permukaan bumi yang terbatas yang ditempati
suatu bangsa atau menjadi wilayah suatu negara. Istilah tanah dikaitkan
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-
orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-
badan hukum”.
Makna permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh
setiap orang atau badan hukum. Oleh karena itu hak-hak yang timbul di
27
atas hak atas permukaan bumi (hak atas tanah) termasuk di dalamnya
Tubuh bumi dan air serta ruang yang dimaksudkan itu bukan
batas seperti yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA dengan kata-
tata guna tanah, yaitu apabila istilah tata guna dikaitkan dengan objek
mengatur dan meregulasi pemakaian tanah agar dapat berjalan efisien dan
etis.
31
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-
undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2008, hal 18.
32
Urip Santoso, Op. Cit,hal 245.
28
Perencanaan atau penatagunaan tanah merupakan pendekatan
fasilitas dan pelayanan untuk menjamin efisiensi fisik, ekonomi dan sosial
tanah.33
Istilah tata guna tanah ( land use planning ) atau pengelolaan tata
guna tanah atau penatagunaan tanah bila dikaitkan dengan ruang lingkup
agraria dalam UUPA sebenarnya kurang tepat. Hal ini disebabkan bahwa
menurut Pasal 1 ayat (2) UUPA, ruang lingkup agraria meliputi bumi, air,
lingkup bumi meliputi permukaan bumi juga disebut tanah (Pasal 4 ayat (1)
UUPA), tubuh bumi dan ruang yang berada di bawah permukaan air.34
Kegiatan tata guna tanah atau pengelolaan tata guna tanah atau
penatagunaan tanah dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan Pasal 14 ayat (1)
33
Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks
UUPA, UUPR dan UUPLH, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal 45.
34
Urip Santoso, Loc. Cit, hal 245.
29
dalamnya. Kegiatan ini bersifat publik yang merupakan kebijakan yang
Agraria dan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UUPA, maka istilah yang tepat
untuk digunakan adalah Tata Guna Agraria atau Agrarian Use Planning.
Agrarian Use Planning terdiri atas Land Use Planning (Tata Guna Tanah)
dan Water Use Planning (Tata Guna Air), Air Use Planning (Tata Guna
bagian kecil dari tata guna agraria. Namun di dalam praktek istilah tata
guna tanah lebih umum digunakan dan lebih dikenal dari pada tata guna
agraria. Selain itu, bagian terbesar dari kajian Hukum Agraria Nasional
penataan tanah secara maksimal, oleh karena tata guna tanah selain
30
orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum
atau badan hukum atau instansi pemerintah dan swasta yang memiliki
36
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal 261.
37
Ibid, hal 262.
38
Ibid, hal 246.
39
Ibid, hal 246.
31
tujuan tata guna tanah adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Tata guna tanah diatur dalam Penjelasan Pasal 33 ayat (1) UUPR
instansi lain;
40
Supriadi, Loc. Cit, hal 261.
41
Urip Santoso, Op. Cit, hal 247.
32
4. Harus terkait langsung dengan peletakan proyek pembangunan dengan
a. Kewenangan Negara
telah dan atau belum dikuasai dan/atau dimiliki oleh orang-orang dan
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya,
42
Ibid, hal 248.
33
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan
Bersumber dari hak atas tanah tersebut, pemegang hak atas tanah
badan-badan hukum dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu,
kekuasaan negara.
harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari hak atas tanah,
34
e. Penatagunaan tanah tidak dapat dilepaskan dengan pengaturan dan
ada pemiliknya maupun yang belum ada, tidak dapat dilepaskan dari
35
merupakan upaya mengakomodasikan kebutuhan tanah bagi kegiatan
tata guna udara, tata guna sumber daya alam lainnya dalam suatu
menyangkut tanah.
36
Karena sifat tanah berdimensi banyak dan menyangkut berbagai pihak
maupun di daerah.
aspek baik dari segi keterbatasan maupun dimensinya. Untuk itu, dalam
berupa data tata guna tanah yang selalu dalam keadaan mutakhir, yang
37
Dalam penjelasan Pasal 2 UUPA dikemukakan bahwa: “…… soal
4. Pengertian Ruang
adalah:
“Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya”.
bahwa: “Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain
38
dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan
penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat
penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap
salah satu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
43
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Op. Cit, hal 23.
44
Ibid, hal 23 .
39
Ruang sebagaimana telah diuraikan dalam Pasal 1 UUPR, terbagi
yang bersangkutan.46
45
Ibid, hal 23.
46
Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, Graha
Ilmu,Yogyakarta, 2012, hal 64.
40
tempat kerja, industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah perkotaan
dan pedesaan, dimana tata ruang tersebut adalah tata ruang yang
ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung dan
lain-lain.
Tata ruang sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang disusun
(RTRWK).
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
pemanfaatan ruang”.
41
6. Rencana Tata Ruang
dari setiap kegiatan yang lebih sekedar reflex yang berdasarkan perasaan
Daerah. Tata ruang di wilayah perkotaan yang tidak sesuai dari rencana
47
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Op. Cit, hal 24.
42
ruang, rencana merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan
peruntukannya).
48
Loc.Cit, hal 25.
49 Ibid, hal 25.
43
c. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai
alternatif tentang cara atau kesempatan untuk memilih kombinasi
terbaik.
d. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran
maupun kegiatan usahanya.
e. Dengan adanya rencana, maka akan ada alat pengukur atau
standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi.
adalah:51
50
Ibid, hal 26.
51
Rahardjo Adisasmita, Op. Cit, hal 256.
44
6. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
7. Mewujudkan keseimbangan, kesejahteraan dan keamanan.
Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang,
suatu kesatuan sistem yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya.
tingkat tinggi sampai pada peraturan pada tingkat bawah sehingga terjadi
7. Pengertian Kawasan
lindung atau budi daya, sedangkan dalam Perda No. 6 Tahun 2006
45
daerah dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan
kesadaran yang ada pada diri setiap manusia tentang apa hukum itu atau
kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan bukan
tentang apa yang seharusnya kita lakukan atau perbuat atau yang
seharusnya tidak kita lakukan atau diperbuat terutama terhadap orang lain
atau dapat pula berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-
masing.
undang saja, akan tetapi juga terhadap hukum yang tidak tertulis. Bahkan
52
Ibid, hal 61.
53
Ibid, hal 61.
54
Achmad Sanusi, Kesadaran Hukum Masyarakat, Majalah Hukum no. 5 tahun
ke 4 1977.
46
kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian
jabatannya.
55
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka
Pembangunan di Indonesia, Penerbit UGM Yogyakarta, 1978, hal 102.
47
Pelaksanaan hukum (law enforcement) yang tidak tegas adalah
hukumnya.56
masyarakat.
G. Pengertian Perizinan
56
Sudikno Mertokusumo “Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum
UGM dengan Kejaksaan Agung RI” 1978.
48
Adapun pemberian izin ini terkait erat dengan pemanfaatan kawasan
permukiman agar sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
tersebut dilihat.
berlaku.57
57
Ridwan HR, Loc. Cit, hal 198.
58
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Op. Cit, hal 106.
59
Ridwan HR, Op. Cit, hal 199.
49
Ateng Syafrudin dalam Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik
60
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Loc. Cit hal 106.
61
Ibid, hal 107.
50
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa izin
pemanfaatan dan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka
dan investasi. Izin yang diberikan oleh pemerintah memiliki maksud untuk
menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar setiap kegiatan sesuai
sebagai alat bagi sektor pendapatan asli daerah, izin dijadikan sebagai
62
Ibid, hal 108.
63
Loc.Cit, hal 107.
51
pendapatan yang memadai, otonomi daerah tidak dapat terwujud. Tujuan
menyatakan bahwa:
Ad 1. Sanksi Administratif
luasnya ruang lingkup yang diatur, mengakibatkan macam dan jenis sanksi
64
Loc. Cit, hal 108.
52
dalam peraturan perundang-undangan bidang administrasi tertentu.
penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah
undang.65
Hukum Administrasi Negara, karena kewajiban yang muncul dari norma itu
65
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gajahmada University Press, Yogyakarta, 2008, hal 246.
66
Ridwan HR, Op. Cit, hal 306.
53
norma hukum yang dilakukan warga negara. Paksaan pemerintahan dilihat
sesuai dengan tata ruang atau rencana peruntukan yang telah ditetapkan
bestuursdwang.67
67
Ibid, hal 307.
54
lain hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul setelah terbitnya
terbitnya keputusan itu, dan sanksi ini dilakukan sebagai reaksi terhadap
68
Ibid, hal 311.
69
Philipus M. Hadjon dkk, Op.Cit, hal 258.
55
waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian,
hilang untuk tiap kali suatu pelanggaran diulangi atau untuk tiap hari ia
atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang
pemerintahan.72
70
Ridwan HR, Op. Cit, hal 315.
71
Philipus M. Hadjon dkk, Loc. Cit, hal 258.
72
Ridwan HR, Op. Cit, hal 316.
73
Sifat sanksi reparatoir adalah sanksi yang bertujuan untuk memulihkan pada
keadaan semula (Dikutip dari Ridwan HR, Loc. Cit, hal 315).
56
jaminan ini lebih banyak digunakan ketika pelaksanaan bestuursdwang
sulit dilakukan.74
tata ruang secara rinci diatur dalam Pasal 63 UUPR yang terdiri dari:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
74
Ridwan HR, Loc. Cit, hal 316.
75
Ibid, hal 17.
57
lingkup hukum publik yaitu Hukum Administrasi Negara akan tetapi pejabat
dijatuhkan.
Ad 2. Sanksi Perdata
1366 dan 1367 Burgelijk Wetbook (selanjutnya disebut BW). Pasal 1365
BW menyatakan;
58
adalah orang yang mampu bertanggung jawab secara hukum (tidak ada
jawab atas kesalahan orang lain yang ada di bawah tanggung jawabnya.
Pasal ini dapat dikatakan menganut tanggung jawab risiko, atau tanggung
76
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal
1233 sampai 1456, Rajawali Pers, Jakarta: hal 96.
77
Ibid. hal 98.
59
Dalam Perda No. 6 Tahun 2006 hanya menyebutkan Sanksi
hanya mengatur sanksi administratif dan sanksi pidana bagi mereka yang
diadakan penuntutan secara perdata, hal ini diatur dalam Pasal 75 UUPR
yang menyatakan:
91 menyatakan:
dalam Pasal ini tidak diperinci secara jelas bilamana seseorang dapat
dengan UUPR yang mengatur secara tegas tentang sanksi perdata ini.
60
Sanksi perdata dijatuhkan kepada pelanggaran terhadap rencana tata
maupun kepada korporasi atau badan hukum dan juga dapat ditujukan
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Akan tetapi
tuntutan ganti kerugian secara materil baru dapat dilakukan oleh pihak
yang dirugikan manakala telah ada putusan hakim yang inkra (berkekuatan
61
Demikian pula dalam Pasal 70 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat
ruang yang menyebabkan kerugian terhadap harta benda dan barang atau
jiwa.
hanya dilakukan oleh orang perorang akan tetapi dilakukan pula oleh
62
pejabat pemerintah dalam hal ini seorang pejabat dalam melaksanakan
menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Akan tetapi
pelanggar dalam hal ini telah ada putusan hakim terhadap tindak pidana
yang dilakukan. Maka hal tersebut merupakan dasar bagi korban untuk
materil.
63
Ad 3. Sanksi Pidana
tidak terlepas dari upaya pemberian pelayanan pada masyarakat dan para
78
Philipus M. Hadjon dkk, Op. Cit, hal 262.
64
perundang-undangan yang lebih rendah termasuk Peraturan
Daerah (Perda).79
pada mereka serta masih ada hakim-hakim Pengadilan Negeri yang tidak
79
Ibid, hal 262.
65
memuat sanksi pidana) di wilayah hukum pengadilan tempatnya
bertugas.80
80
Ibid, hal 263.
81
Ibid, hal 264.
82
Pasal 10 KUHPidana terdiri atas: a. Pidana pokok (pidana mati, pidana penjara,
pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan) b. Pidana tambahan (pencabutan
hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim).
66
dijatuhkan oleh hakim pada Pengadilan Negeri setempat setelah melalui
proses peradilan.
bertanda tangan pada Izin Mendirikan Bangunan dan Kepala Dinas Tata
83
Philipus M. Hadjon, Loc. Cit hal 262.
67
Ruang dan Bangunan yang menandatangani Izin Lokasi (Izin Prinsip).
dalam UUPR dan Perda Nomor 6 Tahun 2006 sebagai pejabat yang
tersebut.
sanksi perdata dan sanksi pidana ini tidak hanya dikenakan bagi orang
terhadap Perda No 6 Tahun 2006 ini akan tetapi harus pula dikenakan
permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
I. Landasan Teori
1. Teori Kewenangan
68
Bahkan kewenangan sering disamakan juga dengan wewenang.
pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah” (the rule and the
ruled).84
kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang
84
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka
Utama, 1998, hal 35-36.
85
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan
Masyarakat Indonesia, Yogyakarta, Kanisius, 1990, hal 27.
86
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga,
Surabaya, tanpa tahun, hal 1.
87
Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, (Yogyakarta:Universitas
Islam Indonesia, 1998), hal 37-38.
69
Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan negara agar
kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan
dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan
88
Miriam Budiardjo, Loc. Cit, hal 35.
89
Rusadi Kantaprawira, Op. Cit, hal 39.
90
Phillipus M. Hadjon, Op. Cit, hal 20.
70
kewenangan dengan istilah “bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak
peraturan perundang-undangan.
91
Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih
dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV,( Bandung, Universitas
Parahyangan, 2000), hal 22.
71
akibat hukum.92 Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana
92
Indroharto, dalam Paulus Efendie Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal 65.
93
F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi
dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2006, hal 219.
72
2. Teori Kepastian Hukum
perintah yang memaksa terhadap tingkah laku manusia, dan hukum adalah
sesuatu yang otonom dan mandiri, tidak lain hanyalah kumpulan aturan
yang tertulis saja, dan tujuan pelaksanaan hukum dalam hal ini sekedar
aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak
memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal ini
bagi setiap peristiwa konkrit dan tidak boleh ada penyimpangan (fiat justitia
94
Achmad Ali “Menguak Tabir Hukum”, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung,
2002, hal 29.
95
Ibid, hal 83.
73
Kepastian hukum akan memberikan perlindungan hukum kepada
itu tidak identik dengan keadilan, karena hukum bersifat umum, mengikat
sesuai dengan apa yang tertera dalam bunyi pasal dalam undang-undang,
masyarakat.97
pula aturan-aturan hukum yang tidak tertulis yang berlaku dalam suatu
yang dikemukakan oleh Hans Kelsen pada saat ini tidak lagi cocok untuk
96
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,
SinarGrafika, hal 131.
97
Ibid, hal 1.
74
diterapkan oleh karena Hans Kelsen menyatakan bahwa hukum harus
harus dipisahkan dari anasir-anasir non hukum dalam arti hukum harus
berdiri sendiri dan tidak boleh dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum.
nilai-nilai yang ada pada saat ini dan tidak hanya sekedar bertujuan untuk
memperoleh kepastian hukum saja akan tetapi lebih dari itu bahwa
ketiga tujuan hukum ini maka untuk melihat manakah yang diutamakan di
3. Teori Perencanaan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien
98
Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, Perencanaan dan Pembangunan
Daerah, Pustaka Karya, Jakarta, 2005, hal 5.
75
sebagai suatu proses argumen logis ke dalam penerapan kebijaksanaan
meliputi:
akan dilaksanakan;
99
Ginanjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran
dan Prakteknya di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1997, hal 57.
76
3. Adanya tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini perencanaan
pelaksanaan kegiatan;
perencanaan;
dilaksanakan.
untuk mencapai tujuan yang lebih baik secara lebih efisien dan lebih baik.
77
langkah persiapan pelaksanaan program tahap berikutnya dan perlunya
lapangan.
78
Pada sisi yang lain kaufman dan Jacob menerangkan bahwa
tujuan.
4. Teori Koordinasi
79
dipisahkan satu sama lain oleh karena itu satu sama lain saling
Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk
bersama.
100
Hasibuan, Op Cit, hal 59.
101
Hadyadiningrat, Op Cit, hal 77.
102
Handoko, Op Cit, hal 90.
80
komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan
yang telah ditetapkan baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan harus ada pengendalian sebagai alat
fakta-fakta baru yang terjadi dalam pelaksanaan, hal ini bermanfaat bagi
103
Ibid, hal 50.
81
pengaman. Pengendalian berguna bagi keperluan koreksi pelaksanaan
yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit dalam suatu organisasi dan
yang setingkat.
tingkat bawah oleh pejabat atasannya atau unit tingkat atasnya secara
induknya.
82
J. Kerangka Pikir
Terwujudnya Pemanfaatan
Kawasan PermukimanTerpadu
Menurut Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Makassar
83
K. Definisi Operasional
Makassar.
Makassar dalam hal ini pihak Dinas Tata Ruang dan Bangunan dalam
Kota Makassar
84
7. Peringatan Tertulis adalah tindakan yang diambil oleh pihak Dinas Tata
Makassar.
oleh pihak Dinas Tata Ruang dan Bangunan apabila peringatan tertulis
85
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
selain mengkaji hukum secara teoretis dan normatif, juga akan mengkaji
B. Lokasi Penelitian
Pemerintah Kota Makassar Bagian Hukum, aparat Dinas Tata Ruang Kota
86
Sampel dalam penelitian ini ditetapkan secara Purposive Sampling
6. LSM/Walhi 2 orang
7. Masyarakat 30 orang
Jumlah 48 orang
tulisan lepas yang dimuat dalam situs internet yang mengkaji dan
87
membahas materi yang terkait dengan obyek dan masalah dalam
penelitian ini.
berikut:
terstruktur.
penelitian ini.
F. Analisis Data
88
BAB IV
dasarnya merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang
diinginkan secara tepat, terarah dan efisien yang bermuara pada tujuan
89
akhir yang ditetapkan yaitu terwujudnya keharmonisan lingkungan alam
ruang.
atau cara untuk mencapai tujuan pembangunan kota yang lebih baik
secara lebih efisien yang dituangkan dalam suatu rencana tata ruang, oleh
104
Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, Op. Cit, hal 7.
90
2. Sebagai perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal yang akan terjadi
91
dimaksudkan sebagai satu cara untuk mensinergikan kembali semua
92
tetapi dibutuhkan ketentuan-ketentuan secara rinci atau detail yang
mengatur pola dan bentuk permukiman tersebut. Pola dan bentuk tersebut
fungsi dari beberapa fungsi tersebut saling terkait dan bersinergi serta
tata ruang untuk kepentingan dan peran strategis yang ingin diambil Kota
ruang kotanya.
93
dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan standar fasilitas
terbatas dan terukur dan atau membangun baru dari kawasan yang
94
2) Mendukung pembangunan kawasan sentra primer Timur Baru pada
genangan;
105
Data berdasarkan RTRW Kota Makassar (Perda Nomor 6 Tahun 2006).
95
1. Rencana pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Pusat Kota ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 631,19 Ha, atau 25 % dari luas kawasan.
2. Rencana pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Permukiman Terpadu ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 1.151,80 Ha, atau 40 % dari luas kawasan.
3. Rencana pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Pelabuhan Terpadu ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 87.55 Ha, atau 10 % dari luas kawasan.
4. Rencana pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Bandara Terpadu ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 154,59 Ha, atau 12 % dari luas kawasan.
5. Rencana pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Maritim Terpadu ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 53,01 Ha, atau 15 % dari luas kawasan.
6. Rencana pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Industri Terpadu ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 106,30 Ha, atau 11 % dari luas kawasan.
7. Rencana pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Pergudangan Terpadu ditargetkan menempati
wilayah perencanaan seluas 392,60 Ha, atau 8 % dari luas
kawasan.
8. Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman pada
Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu ditargetkan menempati
wilayah perencanaan seluas 1.085,16 Ha atau 34 % dari luas
kawasan.
9. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada
Kawasan Penelitian Terpadu ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 29,33 Ha, atau 5 % dari luas kawasan.
10. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada
Kawasan Budaya Terpadu ditargetkan menempati wilayah
perencanaan seluas 51,00 Ha, atau 9 % dari luas kawasan.
11. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada
Kawasan Olahraga Terpadu ditargetkan menempati wilayah
96
perencanaan seluas 187,92 Ha, atau seluas 20 % dari luas
kawasan.
12. Rencana pengembangan kawasan permukiman pada
Kawasan Bisnis dan Pariwisata Terpadu ditargetkan
menempati wilayah perencanaan seluas 134,81 Ha atau seluas
20 % dari luas kawasan.
fungsi jasa, fungsi pendidikan dan lain-lain. Demikian pula di kawasan non
master plan atau rencana induk yang tidak menetapkan secara rinci lokasi
permukiman yang ada pada tiap kawasan terpadu olehnya itu RTRW Kota
Makassar masih memerlukan pengaturan yang lebih rinci atau detail yang
97
fungsi utamanya adalah kawasan bandara terpadu. Pada radius tertentu
pula untuk bangunan yang berlantai 2 (dua) atau lebih oleh karena dapat
maka kebutuhan akan adanya RDTR dan RTRK ini sangat penting sebagai
penetapan lebih lanjut tentang lokasi yang pasti terhadap fungsi utama dan
bandara terpadu pada kawasan ini tetap jelas dan dapat dipertahankan
utamanya adalah fungsi industri. Pada kawasan ini banyak didirikan pabrik
98
kawasan ini khususnya mengenai lokasi yang aman dan tepat untuk
mengganggu pernafasan.
adalah fungsi pendidikan dari seluruh luas kawasan ini ditetapkan pula
demikian meskipun di kawasan ini didirikan mall, akan tetapi mall tersebut
40 % dari luas kawasan. Untuk mengetahui wilayah mana dari kawasan ini
99
penunjang, perlu dituangkan lebih lanjut dalam RDTR dan RTRK. Adapun
berikut:
ini;
100
Tabel 1: Pendapat Narasumber dan Responden tentang Pemanfaatan
Kawasan Permukiman dalam Pengaturan RTRW Kota
Makassar (n=48)
Responden
Kategori Pemerintah LSM / Jumlah
No Masyarakat Developer
Jawaban Kota Walhi
F P F P F P F P
12,50%
1 Sangat Sesuai - - 5 10,42 - - 1 2,08
14,59%
2 Sesuai 2 4,17 3 6,25 - - 2 4,17
35.42%
3 Cukup Sesuai 12 25,00 3 6,25 - - 1 2,08
37,05%
4 Tidak Sesuai 15 31,25 1 2,08 2 4,17 - -
2,08 %
5 Tidak Tahu 1 2,08 - - - - - -
100
62,50 25,00 4,17 8,33
48
Jumlah 30 12 2 4
Sumber: Data Primer yang diolah 2013
101
ada sedangkan yang menyatakan bahwa pemanfaatan kawasan
(lima belas) orang atau 31, 25 % sedangkan 1 (satu) orang atau 2.08 %
narasumber yang berasal dari DTRB, 3 (tiga) orang atau 6,25 % yang
berjumlah 3 (tiga) orang dan yang menyatakan tidak sesuai 1 (satu) orang
deviasi atau simpangan di atas 40 % dari kondisi Das Sein dan Das Sollen.
102
Ad 1. Regulasi
dan apa yang tidak diinginkan terhadap penggunaan hukum sebagai alat
atau dengan kata lain hukum yang dibuat haruslah sesuai dengan cita-cita
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang bermuara pada tujuan
hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat ini terkait erat dengan
sumber daya alam serta sumber daya buatan secara lestari dan
106
Mochtar Koesoemaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam
Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hal 104
103
dasar hukum bagi Pemerintah Kota Makassar dalam perencanaan,
kehidupan masyarakat yang lebih baik, lebih tertata, terarah dan lebih
teratur.
disahkan dan berlaku pada tahun 2006, diharapkan dapat menjadi sarana
khususnya dari segi penataan ruang Kota Makassar, akan tetapi RTRW
104
(Otonomi Daerah) melalui ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun
UUPR.
107
Hasil wawancara dengan Bapak Ir. Supardi Kepala Seksi Rencana Mikro dan
Detail Pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar Pada tanggal 27 Februari
2013.
105
(RTRK/Zoning Regulation) sehingga nantinya tidak ada lagi
kawasan yang tidak terencana dan terarah dengan baik.
Rinci Tata Ruang yang mengatur secara detail atau terperinci setiap zona
atau kawasan. RTRW Kota Makassar adalah merupakan master plan atau
rencana induk yang pada dasarnya hanya mengatur secara makro atau
Tidak detailnya RTRW ini menyebabkan pihak Dinas Tata Ruang dan
Bangunan (DTRB) yang menjadikan RTRW Kota Makassar dalam hal ini
meraba dan tidak berdasarkan suatu pedoman yang pasti dan terarah.
Tata Ruang Kota Makassar dan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK)
106
atau yang biasa disebut Zoning Regulation yang merinci dan mengatur
RDTR dan zoning regulation ini akan mengatur secara jelas atau
detail tata ruang per ruas jalan. Dengan demikian secara rinci dapat
jelas bahwa pada suatu wilayah yang mempunyai fungsi utama sebagai
fungsi permukiman maka yang dapat didirikan di ruas jalan tersebut hanya
sebuah ruas jalan hanya mempunyai fungsi penunjang, maka harus dilihat
dominan.
107
Pihak DTRB berdalih bahwa kendala yang dihadapi adalah
ketiadaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dimana RDTR baru dapat
dibuat apabila revisi RTRW Kota Makassar telah disahkan akan tetapi
UUPR dan belum disahkannya RTRW Kota Makassar yang baru. Setelah
RTRW Kota Makassar disahkan maka barulah dapat dibuat RDTR dan
mana pembuatan RDTR ini harus pula melalui proses yang panjang oleh
yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUPR yang menyatakan bahwa
“Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3)
yang panjang, yaitu rancangan RDTR yang telah dibuat oleh tim ahli
108
Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang harus memperoleh persetujuan
108
Hasil wawancara dengan Bapak Ir. Darwis Herman, sebagai Kepala sub
Bidang Perhubungan Tata Ruang dan Lingkungan BAPPEDA Kota Makassar pada
tanggal 26 Februari 2013.
109
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Revisi RTRW Kota Makassar pada saat ini
tengah menanti ketok palu di DPRD Kota Makassar, akan tetapi ranperda
ini terkendala oleh persentase jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota
Makassar yang pada saat ini baru berjumlah 12 % dari keseluruhan luas
Kota Makassar, sedangkan luas RTH yang ditetapkan dalam Pasal 29 ayat
(2) UUPR menyatakan bahwa ”Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah
kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota”,
sedangkan pada ayat (3) menyatakan bahwa ”Proporsi ruang terbuka hijau
publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas
kota”. Hal inilah yang menyebabkan DPRD Kota Makassar sampai saat ini
bahwa mekanisme revisi tata ruang wilayah dapat dilakukan sesuai dengan
110
Kebutuhan akan revisi RTRW Kota Makassar ditentukan oleh
cukup tinggi. Hal inilah yang saat ini terjadi dimana UU No. 24 Tahun 1992
yang tidak sesuai dengan rencana penggunaan lahan. Hal ini terjadi
kedua elemen ini pada gilirannya menuntut kebutuhan akan adanya alokasi
111
mengakibatkan masalah baru, yakni berkembangnya penggunaan lahan
bahwa:
109
Hasil wawancara dengan Bapak Umar, SH, Kepala sub Bidang Hukum dan
HAM Pemerintah Kota Makassar pada tanggal 28 Feb 2013
112
kawasan menurut pendapat penulis oleh karena aparat Pemerintah Kota
dan sosial pada tiap kawasan ini penting oleh karena di dalamnya terdapat
perdagangan sehingga dengan adanya kajian teknis dan sosial ini menjadi
IMB. Bahwa pada suatu ruas jalan tidak boleh lagi ada pembangunan ruko
ataupun rukan oleh karena telah melebihi dari kapasitas yang ada di setiap
ruas jalan, sebagai contoh dapat dilihat pada sebuah perumahan dimana
memerlukan kajian teknis dan sosial oleh karena dirasakan tidak seimbang
karena itu dibutuhkan analisis terhadap fungsi perdagangan dan jasa agar
seimbang dengan kebutuhan masyarakat, dan agar Dinas Tata Ruang dan
113
Munculnya fungsi perdagangan pada hampir seluruh bagian kota,
menjadikan tidak sedikit ruang kosong dalam kota telah diinvasi dengan
peruntukan lain di luar dari fungsi sebenarnya. Seperti jalur hijau yang
usaha, sehingga tidak hanya kesan kumuh yang dominan menjadi citra
kawasan tetapi juga dampak lingkungan seperti polusi dan banjir sudah
menjadi beban yang harus diterima oleh warga masyarakat Kota Makassar
peran Kota Makassar yang sejak dahulu telah menjadi kota perdagangan.
masyarakat. Dimana masyarakat pada saat ini lebih banyak bekerja pada
sektor jasa ataupun perdagangan, maka alokasi guna lahan untuk sektor
ditentukan.
114
Berdasarkan hasil penelitian, maka indikator-indikator yang
1. Perizinan
Makassar.
115
mendapat izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
individual dan konkret dalam bentuk keputusan salah satunya adalah izin.
tidak sah. Oleh karena itu dalam membuat dan menerbitkan izin haruslah
adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Lokasi (Izin Prinsip).
RTRW Kota Makassar dapat dijadikan acuan atau tolak ukur dalam
116
Kota Makassar. Sehingga jenis kegiatan yang berlokasi pada kawasan
atau suatu lahan dapat sesuai atau tidak menyimpang dari cakupan
117
bangunan berupaya melakukan pencermatan terhadap intensitas
tinggal dan perumahan akan tetapi semua bangunan yang akan didirikan di
seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah dan atau air yang
110
Lembaran Daerah Kota Makassar Nomor 29 Seri C Nomor 9
118
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan kegiatan pemanfaatan
lahan.
Mendirikan Bangunan adalah setiap orang atau badan hukum yang ingin
sejenisnya;
111
Juniarso Ridwan dan Achmad sodik Op. Cit 118.
119
h. Melakukan galian untuk pemasangan pipa/kabel/saluran air/listrik/ tiang
telepon.
oleh Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar pada tabel 2.
120
Tabel 2: Data Permohonan yang Memperoleh Rekomendasi Izin
Mendirikan Bangunan untuk Permukiman, Ruko dan Rukan
Tahun 2010- 2012.
1 Mariso 55 18 4 65 16 6 82 35 3
2 Mamajang 64 29 14 88 41 16 96 37 8
3 Tamalate 1350 110 7 1377 115 7 1080 174 9
4 Rappocini 458 105 6 604 135 24 595 80 31
5 Makassar 102 46 5 178 61 2 96 48 11
6 U.Pandang 29 52 9 37 46 2 51 37 11
7 Wajo 66 37 8 47 55 4 43 147 5
8 Bontoala 81 75 8 52 46 2 51 54 1
9 U. Tanah 29 14 1 19 8 0 19 2 0
10 Tallo 179 32 0 125 38 3 214 33 1
11 P.kukang 590 137 10 446 114 69 351 97 23
12 Manggala 841 23 9 943 156 3 1102 68 0
13 B.kanaya 705 386 20 1442 540 14 901 249 6
14 T.lanrea 1141 24 12 532 33 5 339 28 2
JUMLAH 5424 1088 113 5955 1404 157 5020 1089 111
Sumber : Diolah dari Data Sekunder Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2013
121
permukiman di kawasan permukiman terpadu banyak diberikan
permukiman yang cukup signifikan antara tahun 2011 dan tahun 2012.
permukiman tidak seimbang dengan pembangunan ruko dan rukan, hal ini
unit rumah, dibangun 1 unit ruko atau rukan. Berdasarkan data inilah maka
1. Pengusaha melihat bahwa bisnis ruko dan rukan adalah bisnis yang
122
2. Masyarakat sendiri yang memberikan peluang dalam arti bahwa apabila
di suatu ruas jalan telah dibangun ruko maka secara tidak langsung
Kabupaten/Kota yaitu:
112
Hasil wawancara dengan Bapak Ir. Ahmad Husain, MSi, Kepala Bidang Tata
Ruang, DinasTata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, tanggal 1 Maret 2013
123
dan Bangunan (DTRB) merupakan target dan skala prioritas bagi
Daerah yang berasal dari retribusi IMB yang ditetapkan oleh Pemerintah
meningkat. Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang diserahi tugas oleh
dari retribusi IMB. Dimana dari tahun ke tahun Pemerintah Kota Makassar
124
menetapkan target PAD yang terus meningkat dan merupakan skala
sebagai salah satu unsur dari Pemerintah Kota yang diserahi tugas pokok
tidak dibebani target untuk meralisasikan sumber PAD, oleh karena jika
Dinas Tata Ruang dan Bangunan dibebani target PAD maka tugas Dinas
dan tidak berdasarkan RTRW Kota Makassar yang telah ditetapkan atau
dengan kata lain DTRB akan mempergunakan IMB sebagai alat untuk
dengan baik oleh karena dengan adanya target yang dibebankan kepada
DTRB ini, maka semua permohonan IMB yang masuk akan diberikan
terhadap penataan ruang kota dan RTRW yang telah disusun, sehingga
125
Ad 2. Izin Lokasi (Izin Prinsip)
113
Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Yusuf Taba, sebagai
pengembang atau developer pada tanggal 19 Februari 2013.
126
b. Melampirkan persyaratan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan
Ketua BAPPEDA, Asisten Tata Praja dan Kepala DTRB Kota Makassar.
e. Rapat pembahasan tim yang dihadiri oleh seluruh anggota Tim dan
i. Pemohon mengambil izin lokasi atau izin yang telah selesai di loket
127
Tabel 4: Rekomendasi Izin Prinsip untuk Perumahan di Kota
Makassar Tahun 2010-2012.
Tahun
No Kecamatan
2010 2011 2012
1 Mariso 1 1 0
2 Mamajang 0 0 1
3 Tamalate 25 9 12
4 Rappocini 12 3 4
5 Makassar 0 1 2
6 Ujung Pandang 0 0 1
7 Wajo 1 0 0
8 Bontoala 0 0 0
9 Ujung Tanah 0 0 0
10 Tallo 1 3 1
11 Panakkukang 2 1 1
12 Manggala 14 14 20
13 Biringkanaya 15 20 20
14 Tamalanrea 4 8 8
Jumlah 75 59 71
Sumber : Diolah dari Data Sekunder Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2013.
128
hanya sedikit hal ini dapat disebabkan oleh karena di Kecamatan
Kecamatan Bontoala, Ujung Tanah dan Wajo dari tahun 2010 dan 2012
tidak ada rekomendasi izin prinsip yang diterbitkan hal ini dapat
fungsi permukiman dan juga dapat disebabkan oleh karena sejak semula
pada Kecamatan ini telah ada rumah dan perumahan pada Kecamatan ini
sebelum RTRW (Perda Nomor 6 Tahun 2006) disahkan. Faktor lain yang
Wajo tidak ada lagi lahan yang agak luas untuk didirikan perumahan,
129
sehingga permohonan yang masuk ke DTRB tidak ada atau tidak
diberikan.
developer mengurus IMB perunit rumah yang akan dibangun atas nama
perseorangan oleh karena Izin Prinsip hanya bersifat Advice Planning dan
memiliki IMB.
yang menyediakan lokasi atau lahan untuk perumahan. Dalam hal lokasi
dalam hal ini developer untuk mencari lokasi atau lahan untuk membangun
permukiman.
114
Hasil waawancara dengan bapak Supardi , Op. cit.
130
“Pihak pengembang (developer) harus memperhatikan penggunaan
lahan dimana lahan terbangun pada perumahan ditetapkan 60 %
dan 40 % adalah ruang terbuka untuk fasilitas umum dan fasilitas
sosial. Fasum dan fasos ini berupa jalan, taman atau lapangan yang
difungsikan sebagai sarana olah raga oleh warga di perumahan
tersebut dan sarana peribadatan (mesjid). Akan tetapi terkadang
developer tidak melaksanakan himbauan ini demi mengejar
keuntungan yang lebih banyak. Pada mulanya untuk menarik minat
masyarakat, developer terkadang membuat taman di depan
perumahan. Akan tetapi setelah perumahannya habis terjual, maka
taman tersebut diubah menjadi ruko dan kemudian menjual ruko
tersebut dengan harga yang tinggi sehingga di perumahan tersebut
tidak lagi mempunyai fasum dan fasos bagi warga yang tinggal di
perumahan.
harus ada regulasi setingkat Perda tentang fasum dan fasos yang
115
Hasil wawancara dengan Bapak Syaiful Mangimbangi sebagai developer pada
tanggal 20 Februari 2013
131
di perumahan sehingga pengembang tidak lagi membangun perumahan
tanpa dilengkapi dengan fasum dan fasos. Oleh karena pihak pengembang
terkadang hanya menjanjikan fasum dan fasos pada brosur yang diberikan
kepada calon pembeli rumah untuk menarik minat pembeli, akan tetapi
adanya fasum dan fasos yang dijanjikan oleh pihak pengembang atau
2. Koordinasi Kelembagaan
dapat juga diartikan sebagai suatu pengaturan yang tertib dari kumpulan
116
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op. Cit, hal 96.
132
dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan pengaturan yang aktif,
segala gerak dan kegiatan serta hubungan kerja antara beberapa pejabat
pemerintah.
berjalan sesuai dengan konsep dan arahan rencana yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu fungsi dan peran lembaga Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (BKPRD) perlu ditingkatkan. Peran dan fungsi lembaga ini
secara yuridis telah diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
Daerah.
dengan komitmen perencanaan yang dibuat. Dilain pihak lembaga ini juga
133
Secara struktural BKPRD Kota Makassar terdiri dari gabungan
menyatakan bahwa:
117
Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Masri Tiro, MSc, Kepala Bidang Fisik dan
Sarana BAPPEDA Kota Makassar.
134
menyentuh kepada substansial kontrol permasalahan ditingkat
Makassar.
DTRB dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Hal ini dapat dilihat
pada sistem pemberian izin yang tidak berkesesuaian antara IMB yang
Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) untuk
Hal ini disebabkan oleh karena SIUP dan SITU adalah juga merupakan
135
berakibat bahwa semua permohonan SIUP dan SITU pasti akan diberikan
izin. Sehingga rukan dan rumah yang dibangun berubah fungsi dan tidak
gerak yang tepat dalam mencapai sasaran dan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan.
118
Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, Op. Cit hal 25.
136
izin dapat dilihat disini oleh karena IMB ditandatangani oleh Walikota
Makassar dengan demikian ada dua izin yang dikeluarkan oleh satu
Walikota Makassar yang bertentangan atau tidak sinkron satu sama lain.
perizinan, dimana izin-izin yang telah diberikan dapat didata pada sistem
dan SITU yang dibuat tidak bertentangan dengan IMB yang dikeluarkan
peraturan pelaksanaan.
137
3. Pengawasan
akan dilaksanakan oleh suatu tim ini baru akan dibentuk setelah RTRW
tersebut hingga saat ini belum terbentuk seiring dengan proses revisi
aparat Dinas Tata Ruang dan Bangunan dalam hal ini bagian penertiban
119
Hasil wawancara dengan Bapak Yusuf Lukman, BE, SH, Op.Cit.
138
Penertiban dan pengusutan yaitu seksi penertiban dan pengawasan.
Dimana sampai saat ini aparat DTRB dengan sumber daya manusia
yang terbatas sangat kewalahan dalam melaksanakan pengawasan
atau dengan kata lain aparat yang melakukan pengawasan masih
sangat kurang dan tidak sesuai dengan kapasitas luas ruang lingkup
tugas masing-masing. Tim pengawas yang mengawasi pendirian
bangunan terdiri dari 2 (dua ) orang pengawas yang bertugas untuk
mengawasi 1 (satu) kecamatan sehingga hal ini dirasakan sangat
kurang. Oleh karena itu yang menjadi kendala DTRB dalam
melaksanakan tugas pengawasan terhadap tata bangunan adalah
kekurangan SDM. Adapun tugas pengawasan yang dilaksanakan
adalah terkait dengan IMB yang menjadi syarat utama dalam
mendirikan bangunan. Dengan demikian setiap bangunan yang
akan didirikan harus memiliki IMB. Jika sebuah bangunan telah
memiliki IMB maka yang menjadi tugas bagi pengawas adalah untuk
mengetahui apakah pembangunan yang dilaksanakan telah sesuai
atau tidak dengan IMB dan untuk mengetahui terjadi atau tidaknya
pelanggaran terhadap Garis Sempadan Bangunan (GSB). Apabila
syarat-syarat tidak dipenuhi maka pihak DTRB akan memberikan
sanksi administratif.
kecamatan adalah:
dengan IMB, serta bangunan yang didirikan tidak sesuai dengan IMB.
139
3. Menghentikan pelaksanaan bangunan kepada pemilik/pelaksana
oleh pimpinan.
DTRB pada saat ini masih lemah. Salah satu faktor yang menyebabkan
140
terhadap pemanfaatan tata ruang di Kota Makassar. Oleh karena itu tidak
dengan IMB atau tidak, atau apakah dalam pembangunan itu melanggar
Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau tidak. Sementara itu tim pengawas
belum terbentuk oleh karena RTRW Kota Makassar yang baru belum
disahkan.
kelompok atau badan hukum yang timbul atas kehendak dan keinginan
141
karena masyarakat mempunyai kepentingan terhadap penyelenggaran
spekulan tanah;
120
Hasni, Op. Cit, hal 106.
142
dalam pengurusan proses perizinan dan sejauh mana hak masyarakat
Kota Makassar dalam hal ini kepada BAPPEDA atau Dinas Tata Ruang
maupun proyek swasta pada saat ini sangat penting oleh karena
yang diadakan oleh pihak swasta pada saat ini sudah sangat
121
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Op. Cit, hal 98.
143
pula peran LSM/WALHI dalam mengkritisi kebijakan Pemerintah Kota
5. Menyisihkan ruang terbuka hijau yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai
144
ditentukan dalam IMB, dimana setiap rumah harus memiliki sumur
proses perancangan RTRW sejak awal telah dilibatkan yaitu pada tahap
masyarakat;
122
Berdasarkan hasil wawancara dengan Masri Tiro, Op.Cit.
123
Pengertian stakeholders mengarah kepada konsep kepemilikan (ownership),
tetapi dengan perluasan kepada mereka yang terpengaruh oleh suatu tindakan/usaha
sehingga dianggap mempunyai hak untuk dikonsultasi, menyatakan pendapatnya, dan
secara umum supaya kepeduliannya diperlakukan secara sungguh-sungguh.
145
b. Menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan penduduk kota untuk
dan masyarakat;
146
terjadinya kerjasama yang serasi, seimbang, serta selaras antara
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
menyatakan bahwa:
147
Pada dasarnya RTRW Kota Makassar hanya menyebutkan jenis-
jenis sanksi akan tetapi tidak mengatur secara terperinci jenis sanksi
menyatakan bahwa:
124
Hasil wawancara dengan Bapak Yusuf Lukman, BE, SH, Kepala Seksi
penertiban pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan Pada tanggal 22 Februari 2013.
148
pembongkaran maka aparat DTRB akan turun untuk mengadakan
pembongkaran terhadap bangunan tersebut.
Makassar adalah:
(IMB);
(IMB);
(GSB);
149
Tabel 5 : Jenis dan Jumlah Pelanggaran RTRW di Kota Makassar
Tahun
5 Pelanggaran berdasarkan 16 22 13
laporan tetangga
Jumlah 464 555 663
Sumber : Diolah dari Data Sekunder Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2013.
dengan IMB, contoh dari pelanggaran ini misalnya seseorang yang ingin
rumah, akan tetapi ternyata yang dibangun adalah pondokan atau bengkel,
150
juga terjadi peningkatan, sedangkan pelanggaran berdasarkan keberatan
Makassar;
orang responden di Kota Makassar. Berikut adalah hasil data primer yang
No Kategori Jawaban F %
Jumlah 30 62,50
151
Berdasarkan jawaban responden yaitu masyarakat maka dapat
mengurus IMB masih rendah oleh karena dari 30 (tiga puluh) jumlah
dalam hal mengurus IMB dan 13 orang atau 27,08 % menyatakan tidak
152
masyarakat tidak terbebani dengan biaya-biaya IMB yang sangat mahal.
No KATEGORI JAWABAN F %
1 Memahami 7 14,58
Jumlah 30 62,50
153
Dari tabel 7 dapat disimpulkan bahwa pada umumnya responden
tidak mengetahui tentang GSB, hal ini tercermin dari jawaban 30 (tiga
orang atau 14,58 % yang memahami tentang apa yang dimaksud dengan
sedangkan 9 orang atau 18,75 % menjawab tidak tahu. Hal ini diakui oleh
adalah:
125
Hasil wawancara dengan Bapak Yusuf Lukman, BE, SH, Op. Cit.
154
1. Keterkaitan dengan pengembangan kawasan perencanaan secara
3. Jaringan jalan yang terkait dengan besarnya serta fungsi jalan tersebut
memakai jalan.
Bukan saja kepada pemohon yang tidak mengetahui, tetapi kepada setiap
Lukman126 bahwa:
126
Hasil wawancara dengan Yusuf Lukman, BE, SH, Op. Cit.
155
Nomor 6 Tahun 2006 hanya menjatuhkan sanksi administratif
secara langsung kepada pelanggar yang terbukti melakukan
pelanggaran terhadap Perda Nomor 6 Tahun 2006 dan tidak perlu
lagi membawa pelanggaran tersebut ke Pengadilan Negeri untuk
diadakan penuntutan pidana oleh karena telah dilaksanakan
tindakan pembongkaran terhadap pelanggaran tersebut.
2x24 jam atau 2 hari dengan demikian apabila pelanggaran yang dilakukan
segera melakukan pengurusan IMB maka pihak DTRB tidak akan turun ke
melaksanakan teguran yang diberikan maka pihak DTRB yang akan turun
156
mengadakan pembongkaran atas bangunan tersebut, dalam hal ini DTRB
atau peraturan yang berlaku, dalam hal ini Perda Nomor 15 Tahun 2004
tentang Tata Bangunan, yang mana paksaan pemerintah ini adalah bentuk
BAB V
157
PENUTUP
A. Kesimpulan
sejalan dengan RTRW Kota Makassar, hal ini disebabkan oleh karena
B. Saran
1. Revisi RTRW Kota Makassar yang baru perlu segera disahkan oleh
DPRD Kota Makassar untuk dapat dibuat RDTR dan RTRK (Zoning
158
Regulation) sebagai dasar hukum pengaturan tata ruang Kota
159
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Teks:
160
Fauzie Yusuf Hasibuan, 2009, Peranan Lembaga Anjak Piutang Dalam
Ekonomi Indonesia, Jakarta.
Ginanjar Kartasasmita, 1997, Administrasi Pembangunan: Perkembangan
Pemikiran dan Prakteknya di Indonesia, LP3 ES, Jakarta.
Hasni, 2010, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah Dalam
Konteks UUPA, UUPR dan UUPLH, Rajawali Pers, Jakarta.
Indroharto, 1998, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan
yang Baik, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
J. Satrio, 1993, Hukum Perikatan. Perikatan yang Lahir dari Undang-
undang. Citra Aditya Bhakti : Bandung.
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik , 2008, Hukum Tata Ruang dalam
konsep kebijakan otonomi daerah, Nuansa, Bandung.
Ninik Wauf, Kajian Teori Perlindungan hukum, 18 November 2011.
Padmo Wahjono dalam Winahyu Erwiningsih, 2011, Hak Pengelolaan
Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta.
Philipus M. Hadjon, 1990, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas
Airlangga, Surabaya.
Philipus M. Hadjon dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gajahmada University Press, Yogyakarta.
Rahardjo Adisasmita, 2010, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2009. Perencanaan dan
Pembangunan Daerah, Pustaka Karya, Jakarta.
Rusadi Kantaprawira, 1998, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
161
Sri Susyanti Nur, 2010, Bank Tanah “Alternatif Penyelesaian Masalah
Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Kota
Berkelanjutan” AS Publishing, Makassar.
Suhanan Yoshus, 2010, Hak atas Tanah Timbul Dalam Sistem Hukum
Pertanahan di Indonesia, Restu Agung, Jakarta.
Supriadi, 2010, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta.
Supriyadi, 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Prestasi Pustaka,
Jakarta.
Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana,
Jakarta.
Winahyu Erwiningsih, 2011, Hak Pengelolaan Atas Tanah, Total Media,
Yogyakarta.
A. Sumber Hukum:
162
163