Anda di halaman 1dari 73

Laporan Lengkap

Perlindungan dan Pengamanan Hutan

NAMA : NURUL ISMI ISLAMIAH


NIM : M011181328
KELAS :B
KELOMPOK : 20
ASISTEN : SAKINA MAWADDAH

LABORATORIUM PERLINDUNGAN DAN SERANGGA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Monitoring Kerusakan Pohon pada Hutan Pendidikan Universitas


Hasanuddin, Kabupaten Maros
Nama : Nurul Ismi Islamiah
NIM : M011181328
Kelas :B
Kelompok : 20

Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Nilai
Praktikum Perlindungan Dan Pengamanan Hutan
Pada
Laboratorium Perlindungan Dan Serangga Hutan
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin
Makassar
2019

Menyetujui :
Koordinator Asisten Asisten

Ramli Sakina Mawaddah


M11115044 M11116018

Mengetahui
Koordinator Mata Kuliah

Dr. Ir. Andi Sadapotto., MP


NIP. 19700915 199403 1 001

Tanggal Pengesahan : November 2019

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat, Rahmat, dan
Hidayat-Nya sehingga saya telah menyelesaikan laproran yang berjudul
“Monitoring Kerusakan Pohon pada Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, Kabupaten Maros” pada matakuliah Perlindungan dan
Pengamanan Hutan ini. Salawat dan salam kita hanturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, beserta pengikutnya di akhir
zaman.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Tidak
semua hal dapat saya deskripsikan dengan sempurna dalam laporan ini. Olehnya
itu, saya bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Saya
akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat
memperbaiki dalam pembuatan laporan selanjutnya sehingga mendapatkan hasil
yang lebih baik.
Tak lupa juga saya sampaikan terima kasih bagi asisten dan seluruh pihak
yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini dan berbagai sumber yang
telah saya gunakan sebagai data dan referensi pada laporan ini.
Akhirnya harapan saya, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita
semua.Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 14 November 2019

Nurul Ismi Islamiah

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................v
DAFTAR TABEL............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
1.2. Tujuan dan Kegunaan.......................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1. Landasan Teori.................................................................................3
2.2. Peran Hutan Terhadap Lingkungan..................................................5
2.3. Penyebab Kerusakan Hutan.............................................................14
2.3.1. Faktor Fisik............................................................................14
2.3.2. Faktor Mikrorganisme............................................................15
2.3.3. Faktor Makroorganisme.........................................................35
2.4. Akibat Kerusakan Hutan..................................................................38
2.5. Penanggulangan Kerusakan Hutan..................................................49
BAB III METODE PRAKTIKUM...............................................................56
3.1. Waktu dan Tempat............................................................................56
3.2. Alat dan Bahan.................................................................................56
3.3. Prosedur Kerja Lapangan.................................................................56
3.4. Analisis Data....................................................................................56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................59
4.1. Hasil.................................................................................................59
4.2. Pembahasan......................................................................................61
BAB V PENUTUP...........................................................................................64
5.1. Kesimpulan......................................................................................64
5.2. Saran.................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Partikel virus yang terdiri dari RNA atau DNA yang terbungkus oleh
glycoprotein dan perbandingan ukuran virus berbentuk batang dengan
bulat..............................................................................................30
Gambar 2. Gejala enasi pada daun murbei (Morus spp) akibat serangan
Virus.............................................................................................31
Gambar 3. Perbandingan ukuran sel hewan, Partikel virus dengan
bakteri............................................................................................32
Gambar 4. Persentase Kerusakan Hutan.........................................................61

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Lima genera utama bakteri patogen tanaman yang menimbulkan


gejala khas............................................................................................33
Tabel 2. Jenis Kerusakan Pohon..........................................................................59
Tabel 3. Persentase Berbagai Jenis Kerusakan Hutan.........................................-60

6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perlindungan dan pengamanan hutan merupakan salah satu cara dalam
melakukan perlindungan terhadap hutan demi keberlanjutan hutan yang sejahtera.
Di Indonesia, sangat banyak hutan yang telah rusak akibat eksploitasi manusia
yang terjadi. Upaya perlindungan dan pengamanan kawasan hutan menjadi
kegiatan untuk menjaga dan mempertahankan keberadaan kawasan hutan serta
hak-hak Negara atas kawasan hutan, mencegah dan membatasi kerusakan
kawasan hutan. Upaya ini diawali dengan dilakukannya penataan batas terhadap
areal hutan yang telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sesuai dengan fungsinya,
untuk dikukuhkan menjadi kawasan hutan. Upaya ini merupakan kegiatan
perlindungan/pengamanan teknis dan yuridis (Rustam, 2003).
Pembangunan kehutanan yang saat ini dikembangkan lebih mengarah
kepada hutan tanaman dengan sistem monokultur. Salah satu dampak negatif dari
sistem monokultur adalah kerentanan terhadap hama dan penyakit, hal ini terjadi
karena sumber pakan tersedia dengan melimpah dan dalam wilayah yang luas
seragam. Jika serangan hama dan penyakit tidak dikelola dengan tepat akan
mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Selain itu, serangan hama dan
penyakit berdampak pada prokduktifitas dan kualitas standing stock yang ada,
misalnya menurunkan rata-rata pertumbuhan, kualitas kayu, menurunkan daya
kecambah biji dan pada dampak yang besar akan mempengaruhi kenampakan
estetika hutan (Soemarwoto dan Otto, 2004).
Kerusakan hutan yang meliputi, kebakaran hutan, penebangan liar, serangan
hama dan lainnya merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin
seringterjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup
besarmencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman
hayati,merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan
iklimmikro maupun global, dan asap dari kebakaran hutan mengganggukesehatan
masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan
udara. Dan juga gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini
telah melintasi batas negara (Wirakusumah, 2003).

1
Namun gangguan terhadap hutan masih berlangsung bahkan intensitasnya
makin meningkat. Banyak Akibat negatif dari kerusakan hutan, misalnya polusi udara akibat
dari kebakaran hutan, asap yang ditimbulkan mengganggu kesehatan masyarakat serta
mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara, perubahan iklim mikro
maupun global, merosotnya nilaiekonomi hutan dan produktivitas tanah, menurunnya
keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, kerusakan hutan harus segera ditangani dan perlu
pengendalian kerusakan hutan secara serius (Wirakusumah, 2003).
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan rusaknya hutan, diantaranya
kerusakan akibat faktor hama, ternak, angin, dan kebakaran.Hal tersebut yang
melatarbelakangi penyusunan laporan ini, untuk mengantisapasi kerusakan hutan
yang diakibatkan oleh hama, ternak, angin, dan kebakaran.

1.2 Tujuan Dan Kegunaan


1.2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum lapang ini adalah :
1. Mempelajari faktor-faktor kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran,
perladangan, perambahan, dan pengembalahan.
2. Mempelajari karakteristik kerusakan hutan
3. Mempelajari rancangan teknik penanggulangan kerusakan hutan
Adapun kegunaan dari praktikum lapang ini :
1. Mengetahui faktor-faktor kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran,
perladangan, perambahan, dan pengembalahan.
2. Mengetahui karakteristik kerusakan hutan.
3. Mengetahui rancangan teknik penanggulangan kerusakan hutan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori

2
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-
undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari
definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi
(Wirakusumah, 2003) :
a. Suatu kesatuan ekosistem
b. Berupa hamparan lahan
c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
d. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan,
merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan
terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global
menenpatikan posisi penting sebagai paru-paru dunia. Deforestasi (kerusakan
hutan) memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan
alam di Indonesia, yaitu dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan
yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor
dan banjir. Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya
kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemic
(Soemarwoto dan Otto, 2004).
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan
iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda dari pada daerah
di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam
ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda dari pada daerah perladangan
sekitarnya. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-
kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun
yang tidak terpisahkan dari hutan (Mardji, 2012).
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam
berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil
manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan
hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti
penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan

3
peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global.
Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan
yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya
berjuta tanaman (Mardji, 2012).
Kerusakan hutan yang meliputi : kebakaran hutan, penebangan liar dan
lainnya merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar mencakup
kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai
ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global,
dan asap dari kebakaran hutan mengganggu kesehatan masyarakat serta
mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Dan juga
gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi
batas negara. Akibat kerusakan hutan menimbulkan dampak negatif, beberapa
akibat kerusakan hutan disebabkan oleh efek rumah kaca, rusaknya lapisan ozon,
kepunahan spesies, banjir,dll (Wirakusumah, 2003).
Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan
penebangan liar telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum
(undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan
hasil yang optimal. Intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan
sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya
yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu
pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan
(Soemarwoto dan Otto, 2004).

Upaya untuk mencegah potensi-potensi kerusakan hutan (Wirakusumah,


2003) :
a) Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan.
b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;

4
c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam
kebakaran hutan.
d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian
kebakaran hutan.
f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan
dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
h) Penebangan kayu di hutan dilaksanakan dengan terencana dengan sistem
tebang pilih. Artinya, pohon yang ditebang adalah pohon yang sudah tua
dengan ukuran tertentu yang telah ditentukan, dengan cara penebangan
sedemikian rupa sehingga tidak merusak pohon-pohon muda di sekitarnya.
i) Diberikan sanksi barang siapa yang mengambil hasil hutan dengan sengaja.
j) Hutan kita yang belum ada penjaga hutan harus diadakannya penjagaan agar
tidak terjadi pencurian.

2.2 Peran Hutan Terhadap Lingkungan


1. Mencegah terjadinya banjir
Fungsi hutan yang pertama adalah sebagai pencegah. Seperti yang kita
ketahui bersama bahwasannya suatu lahan bisa disebut hutan karena mempunyai
pohon-pohon yang jumlahnya begitu banyak dan juga letaknya saling
berdempetan satu sama lain. Seperti yang kita ketahui pula bahwasannya setiap
pohon mempunyai fungsi masing-masing dan salah satunya adalah mencegah
terjadinya banjir. Akar pepohonan akan menyerap air, karena pohon sendiri juga
membutuhkan air. Maka jika jumlah pohon yang ada di dalam hutan ini banyak,
akar-akar ini tentu juga akan menyerap sejumlah banyak air. Maka dari itulah
pohon- pohon yang ada di hutan ini akan mencegah adanya banjir atau mencegah
terjadinya banjir. Seberapa lebat hujan yang turun maka air- air hujan tersebut
akan diserap oleh akar pepohonan, sehingga tidak menimbulkan banjir. Oleh

5
karena itulah kita jarang sekali melihat kasus terjadinya banjir di lingkungan hutan
(Rasyid, 2014).
2. Sebagai sumber oksigen
Fungsi hutan yang selanjutnya adalah sebagai sumber oksigen. Kita telah
mengetahui dan bahkan mempelajari bahwa semua jenis makhluk hidup yang ada
di dunia ini membutuhkan makan dan juga minum. Hal ini tidak terkecuali oleh
tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan atau pepohonan juga memerlukan makan
dan minum. Makan dan minum yang dilakukan oleh tumbuhan ini berupa atau
dikenal dengan nama fotosintesis. Fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan ini
mencakup beberapa elemen, seperti air, sinar matahari, karbondioksida, dan lain
sebagainya. Hasil dari fotosintesis ini salah satunya adalah berupa gas oksigen
yang kita gunakan untuk bernafas (Arief, 2001).
Fotosintesis ini dilakukan tumbuhan pada siang hari, karena membutuhkan
cahaya matahari. Oleh karena itulah pada siang hari ketika kita berada di bahwa
pohon, maka kita akan merasa sejuk. Hal ini karena pepohonan pada siang hari
akan memproduksi oksigen. Hutan merupakan sumber dari pepohonan berada.
Jumlah dari pepohonan ada banyak sekali di hutan ini. Sehingga dapat kita
banyangkan berapa banyak oksigen yang akan diproduksi di hutan ini. Selain
untuk bernafas, oksigen juga banyak sekali manfaatnya. Manfaat lain dari adanya
oksigen adalah memerangi gas- gas yang bersifat panas, seperti karbon yang
sering berterbangan di lingkungan manusia. Itulah pula sebab mengapa di
lingkungan pedesaan jelas terasa udaranya lebih sejuk, lebih segar, dan lebih
bersih apabila dibandingkan di wilayah perkotaan (Rasyid, 2014).

3. Sebagai penyeimbang alam


Fungsi hutan yang ketiga adalah sebagai penyeimbang alam. Hal ini juga
tidak lepas dari fungsi hutan sebagai sumber dari oksigen. Telah disebutkan
sebelumnya bahwasannya oksigen akan bisa memerangi bernagai macam gas-gas
yang sifatnya merugikan atau panas, seperti gas karbon. Oleh karena itulah
keberadaan oksigen ini sangat diperlukan. Gas-gas karbon ini dapat diproduksi
dari berbagai aktivitas manusia. Beberapa sumber dari gas karbon yang dapat kita

6
temui dalam kehidupan sehari-hari misalnya asap kendaraan, asap mesin-mesin
pabrik, dan sisa-sisa berbagai jenis pembakaran (Semangun, 2001).
Oleh karena itulah oksigen yang dapat dihasilkan dari pepohonan ini pada
akhirnya akan dapat memerangi gas- gas tersebut. Gas- gas karbon yang bisa
menimbulkan panas di lingkungan Bumi maka akan dapat dinetralisir oleh adanya
oksigen dari hutan- hutan ini. Itulah pula sebabnya mengapa jika kita berada di
wilayah perkotaan maka akan terasa lebih panas daripada ketika kita berada di
wilayah pedesaan. Hal ini karena diperkotaan pencetak karbonnya lebih banyak
dan oksigennya lebih sedikit. Sebaliknya, di pedesaan pencetak karbonnya lebih
sedikit namun pencetak oksigennya lebih banyak (Wirakusumah, 2003).
4. Menyimpan cadangan air
Fungsi dari pohon salah satunya adalah menyimpan cadangan air. Hal ini
juga sudah disebutkan sebelumnya. Letak pohon menyimpan cadangan air adalah
di bagian akarnya. Hal ini karena pohon juga memerlukan air untuk tetap bertahan
hidup. Air- air yang disimpan oleh akar pohon ini biasanya bersumber dari air
hujan yang turun. Oleh karena itulah banyak cadangan air yang akan diserap dan
disimpan oleh akar pohon. Jika satu pohon saja sudah dapat menyimpan cadangan
air, maka dapat kita bayangkan sendiri di hutan yang jumlah pepohonannya
banyak sekali dapat meyimpan berapa banyak air (Semangun, 2001).
5. Mencegah tanah longsor
Fungsi yang selanjutnya adalah mencegah tanah longsor. Hal ini juga
merupakan fungsi lain yang dimiliki oleh akar tanaman/ akar pepohonan selain
dapat menyimpan cadangan air dan juga mencegah terjadinya banjir. Tanah yang
gundul dan tidak ditanami akan sangat rawan terjadinya bencana tanah longor. Hal
ini karena di tanah tersebut tidak ada penahannya sekali. Berbeda dengan tanah
yang ditanami pepohonan. Maka akar-akar dari pohon tersebut akan bisa menjadi
penghalang atau benteng tanah sehingga tidak akan terjadi tanah longsor (Arief,
2001).
Hal ini tentu saja sangat diperlukan bagi manusia. Tanah yang gundul akan
sangat mudah terjadi longsor dan juga sangat membahayakan. Terlebih lagi di
daerah ketinggian. Maka dari itulah bagi yang tinggal di daerah dataran tinggi atau
di lereng khususnya, maka sangat disarankan untuk menanam pohon disekitar

7
rumah mereka agar tanah yang ada di sekitarnya memiliki penghalang dan lebih
kuat daripada tanah yang gundul (Semangun, 2001).
6. Mencegah terjadinya erosi tanah
Erosi tanah merupakan proses pengikisan pada tanah. Proses pengikisan
pada tanah ini bisa disebabkan oleh aliran air, angin , maupun yang lainnya.
Proses pengikisan tanah atau erosi pada tanah ini akan lebih mudah ketika tanah
tidak mempunyai penahan atau benteng sama sekali. Oleh karena itulah pohon ini
mempunyai manfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Akar- akar pohon
yang menancap di tanah ini akan menjadi benteng dan juga penghalang bagi
terjadinya erosi tanah dan menghalangi tanah untuk tidak terkikis, sehingga pada
akhirnya tanah tetap bisa bertahan (Hadi,2011).
7. Tempat atau rumah bagi berbagai jenis tanaman dan juga binatang
Fungsi hutan yang selanjutnya adalah sebagai tempat tinggal berbagai
macam jenis makhluk hidup. Makhluk hidup yang hidup di dalam hutan ini trediri
dari tumbuhan dan juga binatang. Ada berbagai macam jenis tumbuhan dan juga
binatang yang hidup di dalam hutan. Semua binatang dan tumbuhan ini hidup
dalam sebuah kesatuan dan kebersamaan membentuk suatu ekosistem hutan.
Hutan menyediakan banyak kebutuhan yang dibutuhkan untuk hidup makhluk
hidup, baik hewan dan juga tumbuh- tumbuhan. Sehingga kita dapat mengetahui
bahwa jika hutan rusak maka ada banyak sekali kerugian yang akan dirasakan
oleh binatang dan juga tumbuhan. Jika hutan rusak, maka tidak hanya kehilangan
rumah saja yang akan dirasakan oleh binatang dan tumbuhan, bahkan juga bisa
menyebabkan kematian (Hadi, 2011).

8. Sebagai tempat wisata


Selain manfaat untuk lingkungan dan juga kehidupan makhluk hidup, ada
manfaat lain dari hutan bagi kepentingan manusia. Manfaat tersebut adalah hutan
sebagai tempat wisata atau tempat rekreasi. Ada banyak sekali kegiatan yang
berbau rekreasi yang dapat kita lakukan di dalam hutan ini. ada banyak seklai
kegiatan yang dapat kita lakukan sebagai sarana hiburan. Beberapa kegiatan
rekreasi yang dapat dilakukan di hutan antara lain camping, outbond, hingga

8
berbagai macam wahana permainan khas hutan seperti flyng fox dan lain
sebagainya. Hutan ini merupakan tempat rekreasi yang sangat pas untuk dilakukan
bersama dengan keluarga. Biasanya wisata hutan akan dihadirkan satu paket
dengan kegiatan yang diselenggarakan, seperti outbond, camping, dan lain
sebagainya (Hadi, 2011).
9. Sebagai sarana edukasi
Selain tempat wisata atau tempat rekreasi, ada satu lagi fungsi yang akan
dihadirkan oleh hutan. fungsi ini adalah sebagai sarana edukasi atau sarana
belajar. Pelajaran yang sangat penting dan perlu diajarkan untuk manusia adalah
tentang alam. Hutan merupakan tempat yang sangat pas dan sangat tepat untuk
mengenal alam. Disamping belajar, pelajaran mengenai alam ini juga bisa
diajarkan bersamaan dengan rekreasi atau berwisata alam. Dengan demikian,
anak- anak yang menerima pelajaran ini tidak akan merasa bosan. Selain itu,
pelajaran mengenai alam yang dilakukan di hutan bisa langsung dipraktikkan
secara langsung. Hal ini juga akan menambah ketertarikan anak-anak dan mereka
menjadi lebih bersemangat mengenal alam (Soemarwoto, 2004).
10. Tempat riset dan penelitian
Fungsi lain yang mirip dengan fungsi hutan sebagai tempat belajar adalah
sebagai tempat riset dan penelitian. Ada banyak sekali kasus yang dapat kita
temukan meliputi hutan. Hal ini tentu saja akan menarik dan juga penting untuk
diteliti dan juga dikembangkan. Penelitaian yang biasa dilakukan di dalam hutan
ini tentang tumbuhan, binatang, cuaca, dan lain sebagainya. Hal ini memang
sangatlah bermanfaat dalam kehidupan manusia sehari- hari. Dengan adanya riset
dan juga penelitian yang dilakukan tentang hutan dan makhluk hidup yang ada di
dalamnya maka akan menambah pengetahuan manusia mengenai pentingnya
melestarukan hutan (Soemarwoto, 2004).
11. Memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia
Kemudian manfaat yang sangat dirasakan namun banyak orang tidak
menyadari adalah hutan sebagai tempat yang mencukupi banyak sekali kebutuhan
manusia. Kebutuhan manusia yang langsung bisa dipecahkan oleh adanya hutan
adalah sebagai tempat yang menyediakan aneka makanan dan semuanya disajikan
secara gratis oleh hutan. Sehingga manusia bisa mengambil sumber makanan yang

9
ada di dalam hutan (asalkan tidak dieksploitasi) dan menggunakannya dalam
kehidupan sehari- hari (Wirakusumah, 2003).
Menurut Wirakusumah (2003), ada beberapa peran hutan terhadap
lingkungan, yaitu:
A. Menghasilkan Oksigen bagi Kehidupan dan Menyerap CO2
Hutan menghisap karbon dari udara dan mengembalikan oksigen (O2)
kepada manusia. Hutan adalah kumpulan pepohonan yang berperan sebagai
produsen oksigen. Tumbuhan hijau akan menghasilkan oksigen dari hasil proses
fotosintesis yang berlangsung di daun tumbuhan tersebut. Dengan jumlah
pepohonan yang cukup luas, tentunya hutan akan memberikan suplay kebutuhan
oksigen yang cukup besar bagi kehidupan di muka bumi ini (Wirakusuma, 2003).
Hutan melakukan penyaringan udara yang kotor akibat pencemaran
kendaraan bermotor, pabrik-pabrik, usaha-usaha pertambangan, aktivitas rumah
tangga masyarakat, maka hilangnya hutan berarti bumi tidak memiliki
keseimbangan untuk mempertahankan keseimbangan atas tersedianya oksigen
yang sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup dalam melaksanakan proses respirasi
(pernapasan). Hal ini juga dapat mengakibatkan udara di bumi menjadi semakin
panas karena begitu banyaknya bahan pencemar yang menyelimuti bumi dan
mengurung hawa panas bumi untuk dipantulkan lagi ke bumi (efek rumah kaca).
hutan sebagai tempat hidup berbagai macam tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad
renik lainnya. semua bahan yang dimakan berasal dari flora dan fauna yang
plasma nutfahnya berkembang di hutan. Semua obat yang menyembuhkan
penyakit berasal dari bahan hasil plasma nutfah hutan (Wirakusuma, 2003).
Bisa dibayangkan bagaimana bumi ini tanpa hutan. Sebagai contoh saat kita
berada di kawasan padang tandus yang tidak ditumbuhi pepohonan hijau.
Bandingkan ketika kita bisa berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Tentu
akan terasa jelas perbedaan suasana yang kita rasakan. Begitulah fungsi hutan
sebagai penyedia oksigen kehidupan (Wirakusuma, 2003).
Selain itu, karbon dioksida (CO2) dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses
fotosintesis. Sebuah keseimbangan alam yang luar biasa telah Allah ciptakan
untuk kehidupan manusia. Karbon dioksida adalah gas berbahaya apabila dihirup
secara berlebih oleh manusia (Wirakusuma, 2003).

10
Namun ternyata di sisi lain tumbuhan memerlukan gas tersebut untuk
menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk bumi. Keberadaan hutan
yang luas di muka bumi, akan memberikan peluang penyerapan karbon dioksida
yang lebih besar. Akibatnya udara di muka bumi akan bersih dan jumlah oksigen
yang dihasilkan hutan pun akan semakin besar (Wirakusuma, 2003).
B. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan
oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel
padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh
tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di
permukaan bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun
yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi
terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel
pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara
menjadi lebih bersih dan sehat (Wirakusuma, 2003).
C. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dan menyerap kebisingan sampai 95% dengan
cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis
tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk
yang tebal dengan daun yang rindang. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai
strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya
dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah (Wirakusuma, 2003).

D. Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen


Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari
udara di daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel timbal di
udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Hutan dengan kanekaragaman
tumbuhan yang terkandung di dalamnya mempunyai kemampuan menurunkan
kandungan timbal dari udara (Wirakusuma, 2003).
Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena
dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang
terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya (Wirakusuma, 2003).

11
E. Mencegah Erosi
Keberadaan kawasan hutan yang luas juga akan membantu mencegah erosi
atau pengikisan tanah. Pengikisan tanah dapat disebabkan oleh air. Hutan yang
luas akan menyerap dan menampung sejumlah air yang besar. Akibatnya banjir
dan tanah longsor dapat dikembalikan (Wirakusuma, 2003).
Kawasan yang tandus dan gersang biasanya akan rawan dengan bencana
longsor. Inilah fungsi hutan yang lain dan kerap kita lupakan. Para penebang
hutan secara liar melakukan penggundulan hutan tanpa rasa tanggung jawab
terhadap keselamatan bumi. Mereka sebenarnya tak hanya berkhianat kepada
banyak orang, tapi juga kepada bumi sebagai tempat tinggal mereka
(Wirakusuma, 2003).
F. Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi
Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran
ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan
demikian hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan
dalam proses pembentukan daratan (Wirakusuma, 2003).
G. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam
melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan
memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik
seperti glumatin dan gula. Bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari
tajuk melalui proses through fall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk
dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum (Wirakusuma, 2003).
Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan
daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka
asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun
membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian adanya proses
intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam
menaikkan , sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi
lingkungan. pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon
(Wirakusuma, 2003).

12
H. Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan
adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di
perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan
agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal,
gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar
radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena
tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Keefektifan
pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran
dan kerapatannya (Wirakusuma, 2003).
I. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau
permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau secara
langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber
bau (Wirakusuma, 2003).
J. Kawasan Lindung dan Pariwisata
Hutan juga berfungsi sebagai tempat untuk melindungi aneka hewan dan
tumbuhan langka. Habitat mereka dilestarikan di kawasan hutan khusus. Di
samping itu hutan juga dapat berfungsi sebagai objek penelitian, tempat wisata
dan berpetualang.

2.3 Penyebab Kerusakan Hutan


2.3.1 Faktor fisik
Adapun faktor fisik yang menyebabkan kerusakan hutan yaitu (Soemarwoto,
2004):
1. Illegal logging
Penebangan liar bukan saja dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan sebagai tindakan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan dan
memenuhi kebutuhan keluarga. Kegiatan ini juga dilakukan oleh para pengusaha,
bahkan pengusaha yang mendapat ijin HPH/IUPHHK juga melakukan

13
penebangan liar di luar areal yang telah ditentukan. Penebangan liar yang terjadi
dilakukan pada lahan hutan produksi, hutan lindung, sampai ke dalam kawasan
konservasi termasuk di dalamnya kawasan Taman Nasional, Suaka Margasatwa,
dan Suaka alam pun ikut ditebang. Untuk masalah penebangan liar ini harus
dipikirkan dan dicari jalan keluarnya secara serius cara penanggulangan, agar
hutan tidak dibabat sampai habis (Soemarwoto dan Otto, 2004).
2. Pembakaran hutan yang disengaja
Masyarakat membuka lahan dengan cara membakar, bila kebakaran ini tidak
terkendali dapat meluas dan menyebabkan kebakaran hutan yang lebih besar.
Dengan cara membakar dianggap pembukaan dan pembersihan lahan lebih mudah
dan murah. Untuk menciptakan kondisi areal pertumbuhan yang baik pohon kayu
putih pada hutan alam sering dilakukan pembakaran untuk mempermudah
tumbuhan tersebut memperbaharui diri memunculkan tunas-tunas baru
(Wirakusumah, 2003).
3. Perambahan hutan
Perambahan hutan oleh masyarakat untuk membuka lahan pertanian dan
perkebunan dengan membabat dan menebang pohon merusak kondisi hutan alam.
Masyarakat mengambil hasil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hutan
dengan cara merusak. Ada juga perambahan hutan dilakukan karena diperalat oleh
para “cukong” untuk mengincar kayu dan membuka lahan kelapa sawit
(Soemarwoto dan otto, 2004).

4. Perladangan berpindah
Perladangan berpindah dilakukan oleh masyarakat tradisional dalam
pengolahan lahan untuk menghasilkan bahan pangan. Bercocok tanam secara
tradisional dilakukan dengan membuka lahan baru ketika hasil panen dari suatu
lahan mulai menurun. Perladangan berpindah adalah warisan turun-temurun
karena sudah menjadi tradisi dalam bercocok tanam (Wirakusumah, 2003).
Perladangan berpindah memberikan kontribusi yang nyata terhadap
kerusakan ekosistem hutan terutama pada pulau-pulau yang berukuran kecil.
Selain itu perladangan berpindah dan kebakaran memiliki korelasi yang positif,
karena musim berladang umumnya pada musim kemarau. Hasil penelitian
menunjukan pada setiap musim kemarau terjadi kebakaran hutan karena faktor
pembukaan lahan dengan cara membakar (Wirakusumah, 2003).

14
5. Serangan hama dan penyakit
Penyebaran hama secara luas dalam suatu hutan dapat terjadi diakibatkan
oleh penggunaan peptisida yang berlebihan. Hama dan penyakit menjadi resisten
dan tidak dapat dibasmi malah berkembang dengan pesat kemudian menyerang
tumbuh-tumbuhan dan pohon di dalam suatu areal hutan (Soemarwoto dan Otto,
2004).
6. Kebakaran hutan
Kebakaran hutan merupakan penyebab kerusakan hutan yang setiap tahun
terjadi di Indonesia, bila musim kemarau berkepanjangan pada suatu daerah.
Indonesia ditunding sebagai negara pengekspor asap kebakaran hutan ke negara-
negara tetangga. Selain dapat memusnahkan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan
fauna di sekitarnya, kebakaran hutan menghasilkan asap yang berdampak negatif
terhadap kesehatan manusia dan keselamatan penerbangan (Soemarwoto dan Otto,
2004).
2.3.2. Faktor Mikroorganisme
Adapun faktor Mikroorganisme kerusakan dapat dibagi menjadi beberapa
yaitu (Sila dan Nuraeni, 2009) :

A. Kerusakan Hutan Karena Faktor Manusia

Manusia adalah merupakan salah satu sumber utama kerusakan hutan baik
yang dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung yakni sebagai
akibat-akibat daripada kegiatan manusia.
a) Kebakaran hutan di Amerika Serikat sebagian besar disebabkan karena
kelalaian manusia. Antara tahun 1942-1946 paling sedikit 85 % kebakaran
hutan di AS disebabkan oleh kelalaian manusia. Karenanya itu manusia perlu
diberi pengertian tentang bahayanya menyalakan api dikawasan hutan pada
musim-musim tertentu dan yang lebih utama lagi adalah memberikan
pengertian kepada mereka mengenai pentingnya perlindungan terhadap hutan.
b) Manusia juga dapat merupakan penyebab utama terjadinya serangan hama dan
penyakit yang sangat berbahaya terhadap tanaman yakni dengan jalan
mengimpor jenis tanaman dari daerah luar yang mengandung bibit hama dan
penyakit.
c) Binatang-binatang ternak kadang-kadang dilepas orang dan dibiarkan
merumput di dalam hutan. Penggembalaan seperti ini kadang-kadang

15
memberikan pengaruh yang sangat jelek terhadap hutan. Bahkan kerusakan
hutan oleh binatang-binatang liar, juga kemungkinannya disebabkan oleh
manusia karena adanya usaha manusia untuk melindungi binatang-binatang liar
atau karena pertimbangan faktor perusak yang tidak dapat dipengaruhi oleh
manusia adalah faktor iklim. Kerusakan hutan karena pengaruh atmosfer
adalah diluar jangkauan manusia.
d) Manusia juga merupakan penyebab utama kerusakan hutan karena adanya gas-
gas beracun yang keluar dari cerobong-cerobong asap dan pabrik-pabrik.
e) Jalanan-jalanan umum yang tersebar di dalam hutan memungkinkan orang-
orang yang lewat akan mencari hasil-hasil hutan, hal ini sering menyebabkan
kerusakan hutan.
f) Kerusakan kecil lainnya seperti pemadatan tanah, perusakan humus dibawah
hutan dan pengurangan kerapatan pohon dapat juga terjadi karena seringnya
manusia masuk kedalam hutan. Kerusakan hutan seperti ini kebanyakan terjadi
pada areal- areal hutan yang berdekatan dengan pemukiman manusia, dimana
hutan seolah-olah dianggap sebagai taman. Pada hutan-hutan rekreasi yang
banyak dikunjungi manusia, sudah dianggap wajar apabila terjadi kerusakan
berupa, pemadatan tanah, rusaknya akar-akar pohon dan kerusakan-kerusakan
mekanis pada batang-batang pohon. Pada keadaan tertentu eksploitasi juga
dapat menyebabkan kerusakan hutan. Penebangan pohon-pohon yang sudah
tua tidak dianggap merusak tetapi biasanya tekhnik penebangannya kadangkala
menyebabkan kerusakan hutan. Sebagai akibat eksploitasi dari sekian banyak
kerusakan yang mungkin terjadi, diantaranya yang sangat penting adalah
kegagalan manusia untuk membangun hutan tanaman kembali dengan jenis-
jenis yang menguntungkan, sesudah semua pohon-pohon tua ditebang.
Eksploitasi yang serampangan dapat membinasakan pohon-pohon muda yang
berarti akan merusak perlindungan tanah sehingga mudah terjadi erosi dan
longsor.
g) Karena kurangnya pengetahuan manajemen dari staf pengelola hutan. Sering
terjadi seorang pimpinan pengelola hutan sama sekali tidak mempunyai
pengetahuan tentang berbagai macam perusak yang senantiasa mengancam
hutan sepanjang waktu, tidak memiliki kemampuan manajemen bahkan kurang

16
sekali mengetahui tentang hutan. Kurangnya pengetahuan seorang manajer
kehutanan secara lambat atau cepat pasti akan mendatangkan bencana,
karenanya itu hal-hal seperti ini di dalam perencanaan hutan harus dihindari.
B.Kerusakan Hutan Karena Faktor Biologis (Infectious Diseases)
1. Kerusakan Yang Dis-ebabkan Oleh Binatang Vertebrata Selain Binatang
Ternak
Margasatwa merupakan salah satu sumber alam yang dapat memberikan
hasil keuntungan disamping nilai ilmiah dan nilai lain yang sangat penting, tetapi
dalam buku ini ditinjau dari sudut “Perlindungan Hutan“ dan bukan dari sudut
manajemen Margasatwa. Uraian disinipun ditujukan pada hutan untuk produksi
kayu, tidak termasuk hutan-hutan yang memang khusus dipergunakan untuk
perlindungan margasatwa, rekreasi, berburu dan lain-lainnya.
Dalam keadaan jumlah yang normal, margasatwa relatif sangat kecil bila
dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh: serangga, jamur, kebakaran hutan
dan penggembalaan ternak di hutan.
Kerusakan dapat terjadi pada:
a) Daun-daun dari pohon
b) Pucuk dan tunas pohon
c) Kulit pohon
d) Batang pohon
e) Biji dan buah
f) Kerusakan tak langsung akibat luka pohon yang ditimbulkan (infeksi hama
dan penyakit)
Di beberapa negara ada yang memiliki jenis binatang yang dapat
menumbangkan pohon dengan menggerek batang-batang pohon sampai putus.
Margasatwa dan pohon-pohon di hutan hidup bersama merupakan suatu
masyarakat dimana masing-masing mempunyai hubungan yang erat. Tindakan
manusia pada salah satu diantaranya akan mempengaruhi yang lainnya. Misalnya
aktivitas manusia dalam penebangan atau suatu pemeliharaan akan
mempengaruhi kehidupan dan jumlah atau populasi margasatwa, yang berarti
pula dapat berubah menjadi kerusakan hutan yang disebabkan oleh margasatwa.
Tiap-tiap daerah atau negara mempunyai bermacam-macam jenis
margasatwa yang berbeda. Di Indonesia pada umumnya kerusakan hutan

17
ditimbulkan oleh rusa, bajing, tikus, babi, kelinci, dan burung.
1) Rusa: kerusakan yang ditimbulkan mirip dengan kerusakan yang disebabkan
penggembalaan dari kambing dan biri-biri, walaupun makanan tidak sama.
Kira- kira 60 % dari makanan rusa juga disukai oleh kambing dan biri-biri.
Rusa juga sangat merugikan pada tanaman-tanaman muda dan anakan-anakan
2) Bajing: kerusakan yang ditimbulkan bajing ialah pada biji, buah, pucuk, tunas,
dan kulit pohon. Binatang ini hidup dipohon bagian atas, bajing dapat berguna
didalam penyebaran biji, karena sering membawa buah ketempat yang agak
jauh dari pohonnya dan menyembunyikan di tanah berarti biji buahpun akan
dapat tumbuh.
3) Tikus: binatang ini juga merusak biji-biji dan mengerat kulit dari anakan dan
tanaman muda sampai mati. Bagian yang dirusak biasanya yang dekat dengan
tanah terutama yang berada didalam tutupan serasah. Beberapa daerah
mempunyai jenis tikus yang hidup dipohon bagian atas. Tikus-tikus menyukai
hutan yang mempunyai tanaman penutup tanah dan serasah yang lebat. Biji
dalam persemaian atau tempat-tempat perkecambahan sering mendapat
gangguan dari tikus.
4) Babi: sering merusak biji, buah, akar-akar pohon, anakan dan tanaman-
tanaman muda. Sistim penanaman tumpangsari terutama yang menggunakan
ketela rambat (ubi jalar) dan ketela pohon (ubi kayu) sering memanggil
datangnya babi hutan.
5) Kelinci: kerusakan akan terjadi pada pucuk dan tunas, tanaman muda, cabang-
cabang kecil, batang dan kulit pohon. Sering mengerat pohon sampai
menimbulkan kematian.
6) Burung: burung-burung sebenarnya lebih banyak menimbulkan akibat yang
menguntungkan daripada yang merugikan. Akibat yang menguntungkan
misalnya di dalam hal menyebarkan biji pohon, memakan serangga-serangga
yang merugikan hutan dan memakan binatang lainnya seperti bajing, tikus,
dan kelinci yang juga banyak menimbulkan kerusakan pada hutan. Kerusakan
yang ditimbulkan burung adalah karena makan biji, buah, pucuk pohon.
Beberapa jenis burung sering melubangi pohon untuk tempat tinggal, atau
mematuk-matuk pohon untuk mencari makanannya. Pencegahan dan
pemberantasan yang dapat dilakukan ialah dengan mengatur habitat burung,
terutama makanannya sehingga populasi burung tersebut dapat dijaga agar

18
tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Usaha ini mencakup:
a) Membuat perangkap atau jerat
b) Memberi umpan yang diberi racun
c) Mengatur predator atau binatang yang memakan burung hama
d) Mengadakan pemburuan
Semua tindakan tersebut harus diatur baik-baik dan segera dihentikan bila
populasi burung menjadi normal kembali. Khusus untuk burung-burung biasanya
jarang diusahakan mengurangi jumlahnya, tetapi hanya melindungi bagian yang
dirusak misalnya biji dan tanaman muda. Pembuatan pagar-pagar penghalang
merupakan cara perlindungan yang baik tetapi biayanya sangat mahal.
2. Serangga
Serangga adalah merupakan faktor biologis yang paling banyak
menyebabkan kerusakan pada hutan, sehingga di dalam pengertian hama hutan
yang paling banyak dibicarakan adalah serangga. Dengan demikian ilmu hama
hutan sering pula disebut sebagai ilmu serangga hutan (Forest Entomology).
Forest Entomology adalah merupakan cabang dari ilmu biologi yang secara
khusus mempelajari pengaruh serangga terhadap hutan dan hasil hutan.
Pandangan utama dari seorang ahli serangga hutan terutama ditekankan pada
pertimbangan ekonomis, yakni mencegah kerusakan hutan dan hasil hutan dari
serangan serangga. Dalam ilmu ini akan dipelajari antara lain sifat-sifat keadaan
lingkungan dan reaksi fisik dari serangga hutan, sebab dengan demikian aktifitas
serangga dapat dikendalikan. Tetapi disamping itu juga harus mengerti tentang
hutan misalnya sejarah dan kebutuhan setiap individu spesies pohon, reaksinya
terhadap lingkungan dan sifat-sifat yang membuat hutan tersebut peka atau
resisten terhadap serangga perusak. Dengan demikian maka seorang ahli serangga
hutan sebaiknya memiliki pengetahuan tentang serangga dan hutan.
Diantara serangga, ada yang secara langsung merusak hutan dan hasil
hutan, tetapi ada juga yang hanya bersifat predator dan parasit terhadap serangga
perusak. Disamping itu ada pula jenis serangga yang tidak termasuk parasit dan
predator tetapi mempunyai peranan yang sangat penting di dalam hutan. Sebagai
contoh yakni adanya jenis-jenis serangga yang hidup pada pohon atau di bawah
hutan yang sangat membantu proses pelapukan sisa-sisa kayu yang ada dalam
hutan. Jenis serangga ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam hutan,

19
tetapi kurang memperoleh perhatian sehingga kurang sekali diketahui
aktifitasnya.
a. Peranan Serangga Dalam Hutan
Setiap fase pertumbuhan kayu, mulai dari biji sampai pada produksi
terakhir selalu terancam problema serangga secara terus-menerus. Bahkan
sebelum biji dipungut sudah ada kemungkinan diserang oleh serangga perusak
tertentu, terutama sekali dari golongan ngengat, kumbang dan tawon. Serangan ini
kadang-kadang berlangsung terus sampai pada tempat-tempat penyimpanan biji.
Persemaian sering dirusak oleh serangga perusak daun atau oleh serangga perusak
akar. Pohon-pohon pada tingkat sapling kadang-kadang diserang oleh serangga
perusak daun, penggerek batang, pengisap cairan, tetapi biasanya pohon-pohon ini
lebih tahan terhadap serangan. Periode pertumbuhan pohon yang dianggap paling
resisten terhadap serangan serangga yakni antara tingkat seedling sampai pada
masak tebang. Penggerek kulit dan serangga perusak daun biasanya berkembang
cepat pada pohon-pohon yang sudah melewati umur masak tebang. Pada akhirnya
pohon- pohon yang sudah mati atau ditebang segera akan menjadi sasaran oleh
serangga- serangga perusak. Demikian banyaknya jenis-jenis serangga yang
merusak pohon-pohon dan hasil-hasil hutan lainnya, sehingga sangat sulit bagi
seorang pengelola hutan untuk dapat menghindari problema serangga ini. Bahkan
sampai pada penjual kayu selalu direpotkan oleh adanya serangga perusak. Juga
pada pabrik-pabrik kayu, pulp dan industri kertas problema serangga selalu
ditemukan secara terus menerus.
b. Timbulnya Serangan Hama pada Hutan
Persoalan hama dan penyakit bukanlah melulu persoalan Entomologi atau
Mikologi, tetapi merupakan persoalan yang cukup kompleks yang menyangkut
semua faktor-faktor yang ikut membentuk masyarakat hutan. Semua faktor baik
faktor organik maupun faktor non organik, mempunyai kedudukan yang sama dan
harus mendapat perlakuan yang sama pula. Dalam hutan alam dimana kedudukan
biologis masih terdapat seluruh faktor yang membentuk masyarakat hutan baik
faktor organik maupun yang bukan organik berada dalam kekuatan yang
seimbang. Diantara semua faktor tersebut setiap saat terjadi persaingan dalam
usaha untuk menjadi faktor yang dominan dan dengan adanya persaingan maka

20
timbul seleksi alami. Misalnya pohon sebagai faktor organik mengalami seleksi
alami yang terus menerus sehingga akan menghasilkan jenis pohon-pohon yang
kuat dan cocok untuk daerah lingkungan tertentu, seleksi alami dimulai dari biji
dimana biji yang berasal dari pohon yang cukup tua dan sehat akan tumbuh
menjadi pohon yang baik. Keseimbangan semua faktor dalam masyarakat hutan
alam dan terjadinya seleksi alami secara terus menerus, menyebabkan hutan
resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Apabila hutan alam dikonversi
menjadi hutan industri maka timbullah problema hama hutan. Hutan industri
apapun juga alasannya, merupakan suatu kegiatan hasil manusia sebagai faktor
ekologi yang dominan konversi hutan alam menjadi hutan industri menyebabkan
timbulnya kegoncangan-kegoncangan dalam keseimbangan biologis. Setiap
perubahan yang dilaksanakan dalam suatu lingkungan dan setiap usaha untuk
mempengaruhi lingkungan memerlukan perubahan- perubahan atau usaha-usaha
lebih lanjut untuk menciptakan timbulnya keseimbangan baru dalam hutan.
Sebelum keseimbangan baru dapat dicapai biasanya terjadi kerusakan- kerusakan
atau kerugian-kerugian yang sebagai akibat daripada peluapan populasi suatu jenis
serangga tertentu. Misalnya pada keadaan lingkungan yang memungkinkan
dimana parasit dan predator tidak ada atau minim sekali, suatu jenis serangga
dapat beranak dalam jumlah yang besar sebagai akibatnya akan merusak kayu
dalam jumlah yang besar pula, sehingga menimbulkan kerugian yang secara
ekonomis berarti. Pada tingkat kerugian yang ekonomis inilah yang disebut
terjadinya serangan hama.
c. Sistematik dan Morfologi Serangga
Sebelum mempelajari problematika hama, perlu diketahui sistematik dan
tanda- tanda serangga agar jenis-jenisnya dapat dikenal. Serangga (Insekta atau
Hexapoda) tergolong dalam Phylum Arthropoda (Arthror = buku-buku, podos =
kaki), kelas Hexapoda (Hexa = enam), tanda-tanda utama daripada kelas serangga
ialah: kaki 6 buah, (3 pasang), tubuh beruas-ruas, mata majemuk (faset), tubuh
terdiri atas kepala, dada (thoraks) dan badan (abdomen): toraks 3 ruas masing-
masing ruas berkaki sepasang, serangga dewasa (imago) umumnya bersayap, dua
pasang pada ruas-ruas kedua dan ketiga dari dada. Ordo-ordo yang penting ialah:
Orthoptera, Isoptera, Hemiptera, Coleoptera, Lepidoptera.

21
Orthoptera, bangsa belalang, walang kayu, jengkerik. Sayap-sayapnya lurus,
tipe mulut menggigit dan mengunyah. Berkembang biak dari telur menjadi nimfa
(serangga muda) kemudian menjadi imago (serangga dewasa).
Isoptera, bangsa rayap. Kedua pasang sayapnya sama besar dengan textur
yang sama- pula, (Iso = sama). Metamorfose hemimetabola. Termasuk serangga
sosial yang hidup dalam koloni dengan pembagian tugas-tugas yang sempurna.
Tipe mulut menggigit dan mengunyah.
Hemiptera, bangsa kepik-kepik, kutu-kutu daun dan lain-lain. Sebagian
sayap depannya menebal (hemi = separuh), sayap belakang seperti selaput. Tipe
mulut menusuk dan mengisap. Metamorfose hemimetabola.
Hymenoptera, bangsa lebah, kerawai dan semut. Bersayap seperti selaput
(Hymeno = dewa perkawinan), tipe mulut menggigit dan mengunyah.
Metamorfose sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya berturut-turut
dari telur, ulat (larva), pupa (kepompong) dan imago (dewasa).
Coleoptera, bangsa kumbang-kumbang. Sayap depan mengeras (Coleos =
seludang), menutupi sayap belakang yang tipis. Tipe mulut menggigit dan
mengunyah. Metamorfose sempurna (holometabola).
Lepidoptera, bangsa kupu-kupu dan ngengat. Sayap berlapis sisik-sisik
halus seperti tepung, (Lepidos = sisik). Metamorfose sempurna.
Diptera, bangsa lalat, sayap terdiri dari satu pasang. Metamorfose
sempurna.
Disamping sifat-sifat morfologi seperti di atas perlu diketahui beberapa
pengetahuan biologi. Berbeda dengan binatang bertulang belakang (Vertebrata),
serangga tidak mempunyai tulang belakang. Sebagai penunjang badan terdapat
rangka luar yang berupa kulit dari bahan chitin. Oleh karena chitin ini bersifat
tidak fleksibel ia seringkali harus diganti apabila badan serangga bertambah besar.
Hal inilah yang disebut ekdisis (pergantian kulit), yang biasanya terdapat pada
stadium larva dan nimfa.
Tubuh serangga dapat dibagi atas tiga bagian besar yaitu: Kepala (caput),
dada (thorax) dan badan belakang (abdomen). Pada kepala terdapat sepasang
antena, sepasang mata majemuk (faset), sebuah mata tunggal dan alat-alat mulut.
Dada terdiri dari tiga ruas, pada tiap-tiap ruas terdapat sepasang kaki. Serangga

22
dewasa (imago) biasanya bersayap sepasang, masing-masing terdapat pada ruas
thorax kedua dan ketiga. Pada tiap- tiap sisi ruas daripada thorax dan abdomen
terdapat sebuah lubang napas yang disebut spirakel (stigma).
d. Bentuk Kerusakan Yang Disebabkan Oleh Serangga
Bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu hama pada pohon atau
tegakan hutan dapat dibagi sebagai berikut:
1. Kerusakan langsung
a) Mematikan pohon
b) Merusak sebagian dari pohon
c) Menurunkan kualitas hasil-hasil hutan
d) Menurunkan pertumbuhan pohon/tegakan
e) Merusak biji dan buah
2. Kerusakan tak langsung
a) Merubah suksesi atau komposisi tegakan
b) Menurunkan umur tegakan
c) Menimbulkan kebakaran
d) Mengurangi nilai keindahan (estetis)
e) Membawa penyakit
Semua bagian dari pohon yaitu dari akar, batang, daun sampai buah dan
bijinya dapat diserang hama. Semua tingkat umur pohon / tegakan dari mulai biji
disemai, kecambah, tanaman persemaian sampai pohon sudah tua atau masak
tebang selalu ada kemungkinan untuk dapat dirusak oleh hama. Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka hama hutan dapat dibagi sebagai berikut:
1. Hama buah dan biji.
Caryborus spp Jenis-jenis Caryborus (Fam. Bruchidae ordo Coleoptera)
merupakan hama biji dari jenis-jenis leguminosa. Caryborus ganagra menyerang
biji Bauhinia malabrica dan klampis (Acacia tomentosa) dan jenis-jenis Cassia.
Larvanya kecil, melengkung berwarna putih kekuning-kuningan mencapai
panjang 8 mm. Kumbang (imago) panjang 6-5 mm, kelabu kecoklat-coklatan.
Telur-telur diletakkan pada buah yang masih muda. Segera setelah telur menetas,
larva menggerek masuk kedalam polong. Pupa terbentuk didalam polong
kemudian imagonya menggerek keluar.

23
Ctonomerus lagerstroemiae sejenis kumbang belalai (Fam. Curculionidae,
ordo Coleoptera) menyerang wungu (Lagestroemia speciosa). Alcides hopeae, A.
crassus dan A. shorea merupakan hama buah-buah meranti (Dipterocarpaceae),
termasuk juga kumbang Curculionidae. Dichocrocis punctiferalis (Fam.
Pyralidae ordo Lepideptera), ulat-ulatnya menyerang bunga dan buah jarak
(Ricinus communis), Ploso (Butea monosperma), jati dan lain-lain. Ulat mencapai
panjang 15 mm, kuning coklat kemerah- merahan pada bagian punggung. Kupu-
kupunya kecil, lebar, bentangan sayap 1¾ - 2½ cm. Tirathaba ruptilinea (Fam.
Pyralidae) menyerang buah jarak, durian dan sawo. Catoremna albicostalis (Fam.
Pyralidae) menyerang buah-buah Dipterocarpaceae.
2. Hama-hama persemaian

Semut-semut (Fam. Formicidae, ordo Hymenoptera), sering kali melarikan


biji yang disemai. Gangguan oleh semut dapat dicegah dengan membuat selokan
sekeliling persemaian (bila tersedia air) atau dengan mengadakan penyemprotan
dengan dieldrin dan lain-lain.
Jenis-jenis belalang (Fam. Achrididae dan Locustidae) biasa memakan
daun-daun dari tanaman muda. Hama belalang sukar diberantas karena mereka
berpindah-pindah tempat. Pemberantasan yang efektif dilakukan pada persemaian
ialah dengan jalan mekanis (menangkap). Gangsir (Gryllus sp dan Brachyrypes)
dan anjing tanah (Grylloptalpa africana dan Hirsuta) hidup dalam lubang-lubang
dalam tanah, pada malam hari keluar dan menyerang tanaman muda
dipersemaian. Bagian yang diserang adalah leher akar Agrotis spp (Fam.
Noctuidae, ordo Lepidoptera) adalah jenis-jenis ulat tanah yang sangat
merugikan. Mereka menyerang pada malam hari dengan jalan menggerek leher
akar yang menyebabkan kematian tanaman muda. Pemberantasan ialah dengan
jalan mekanis (menangkap kupu-kupunya dengan lampu pada malam hari) dan
membuat selokan-selokan isolasi.
3. Hama-hama batang dari tanaman muda

Xyloborus fernicatus (Fam. Scolytidae, ordo Coleoptera) adalah jenis-jenis


kumbang-kumbang kecil yang menggerek dalam batang kesambi, sonokeling.
Panjang kumbang + 2 mm. Jenis-jenis Xyloborus mula-mula menggerek dari
kulit. Xyloborus morsattius, menyerang mahoni, kayu ulin (Eusidoroxylon

24
zwagerii), jati, kemelandingan, dan kesambi. Panjang kumbang +1½ mm.
Monohammus rusticator (Fam. Corambycidae, ordo Coleoptera) merupakan hama
penggerek jati (boktor). Panjang lubang gorok mencapai 20 cm dan masuk ke
dalam sampai empulur. Kumbang (imago) terbang keluar melalui lubang yang
lebarnya 1 cm. Panjang kumbang 2½ cm, berwarna kelabu.
4. Hama-hama pengisap

Sebagian besar hama-hama pengisap (mengisap daun dan kulit batang-


batang muda) adalah serangga-serangga dari ordo Hemiptera, famili Corlidae,
Tingidae, Capsidae, Pontatomidae. Serangga-serangga ini mengisap cairan daun
dan batang dan menyebabkan pohon menjadi kerdil dan kadang-kadang pula
terjadi kelainan-kelainan dalam pertumbuhan. Kepik-kepik yang penting ialah
Anoplocnemis phasiana pada jenis- jenis Leguminosa (Cassia spp, Albizzia spp
dan Tessarotoma yavanica pada kosambi. Jenis-jenis kutu daun Cocoidae dan
Alcurodidae sangat mengganggu tanaman-tanaman muda, karena menyebabkan
pertumbuhan yang lambat, tumbuh lengkung, pembengkakan-pembengkakan
pada pucuk dan lain-lain. Jenis-jenis kutu banyak yang hidupnya polifago
(berinang banyak).

5. Hama Daun
Hyploea puera (Fam. noctuidae, ordo Lepidoptera) hama daun jati
menyerang mulai pada permulaan musim hujan. Larva-larva muda mula-mula
hanya memakan daun- daun muda. Lambat laun ke larva makan daun tua juga
sehingga menyebabkan kegundulan. Penyerangan yang berarti terjadi pada bulan-
bulan pertama dan kedua dari musim hujan. Pupa (kepompong) terbentuk pada
bulan Desember. Pupa-pupa ini berada di tanah diantara daun-daun dan serasah.
Pada bulan Oktober berikutnya kupu-kupu keluar dan menyebarkan infeksi. Ulat
pada instar terakhir + 35 mm, bagian punggung berwarna ungu tua, di bawah
berwarna hijau. Hama ini juga menyerang laban (Vitex pubescens) Pyrausta
machoeralis (Fam. Pyralidae) merupakan hama daun dari jenis Verbenacoae,
termasuk jati. Valanga nigricarnis dan Patangga siccinata adalah jenis- jenis
belalang dari famili Acrididae, ordo Orthoptera yang sangat mengganggu daun
bermacam-macam tanaman kehutanan dan pertanian.
Attacus atlas (Fam. Saturniidae, ordo Lepidoptera) ialah jenis kupu-kupu

25
atlas yang ulatnya seringkali menggundulkan pohon-pohon dadap, rasamala, dan
tanaman- tanaman lain.
Eurema blanda dan Eurema hecabe (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera)
mengganggu tanaman Albizia falcata terutama tanaman muda di persemaian
karena dapat menyebabkan gangguan tumbuh sebagai akibat habisnya daun.
Kupu-kupunya berwarna kuning, terbang aktif pada siang hari.
Catopsila crocale (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera) yaitu kupu-kupu
putih yang ulatnya dapat menggunduli tanaman-tanaman Cassia spp (Fistula dan
Siamea).

Psychidae, ordo Lepidoptera adalah keluarga ulat-ulat kantong. Pohon-


pohon hutan yang sering diganggu oleh Psychidae ialah Pinus merkusii, segawe
dan lain-lain. Milionia basalis (Fam. Geomtridae), sejenis ulat jengkal yang
merupakan hama Pinus merkusii. Panjang ulatnya 4 cm, warna hitam dengan
garis-garis kuning, kepompong terbentuk dalam tanah dan terbungkus dalam
kokon. Sangat mengganggu persemaian Pinus. Hypsipyla robusta (Fam.
Pyralidae, ordo Lepidoptera) merupakan hama pucuk dan daun dari jenis-jenis
mahoni Swietenia mahagoni dan Swiete--nia macrophylla sangat berbahaya
(mahoni daun kecil), karena intensitas penyerangannya pada jenis ini lebih besar.
Ulatnya berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam pada instar terakhir
menjadi biru kehijauan, panjang 2-3 cm. Lebar kupu-kupu (bentangan sayap) 2½
cm.
6. Hama Cabang

Zeuzera cafeae (Fam. Cossidae, ordo Lepidoptera) adalah penggerek cabang


yang sangat folifaga (berinang banyak), pada jati, laban, kesambi, cemara
(Casuarina spp), damar (Agathis spp) kayu sandal (Santalun album) dan lain-lain.
Disebut juga penggerek cabang berwarna merah, karena larvanya berwarna
7. Hama-hama Batang

Duemnitus ceramicus (Fam. Cissidae, ordo Lepidoptera) oleng-oleng


menyebabkan lubang-lubang gerek selebar 1-1½ cm. Panjangnya .20-30 cm,
melengkung, dinding lubang berwarna hitam, kadang-kadang dengan lapisan
kapur. Kerusakan-kerusakan ini terdapat pada hutan-hutan jati di seluruh Jawa

26
dan tanda kerusakan tersebut dapat dilihat pada kayu-kayu di TPK. Kupu-kupu:
panjang 4-8 cm, bentangan sayap 8-16 cm, berwarna kecoklatan. Larva: panjang 8
cm, lebar 1,5 cm. Telur-telur diletakkan pada celah-celah kulit. Pohon-pohon
muda yang terserang kadang- kadang menimbulkan gejala-gejala pembengkakan
pada batang. Pada pohon tua, tanda- tanda serangan sukar diamati karena
seranggaini tidak mengeluarkan ekskeremen di luar batang. Adanya lubang-
lubang gerek ini sangat menentukan kualitas batang.

Neotermes tectonae, (Fam. Kalotermitidae, ordo Isoptera), inger-inger


rangas jati. Tanda seranggannya ialah adanya bengkak-bengkak (gembol) pada
batang. Gembol- gembol ini dapat terbentuk pada ketinggian 2-20 m dari tanah,
merupakan sarang rangas (rayap) jati. Di dalam sarang tersebut terdapat lubang-
lubang yang bentuknya tidak teratur pada umumnya memanjang batang
(longitudinal). Sebuah sarang berisi koloni Neotermes yang terdiri dari individu-
individu pekerja, prajurit dan reproduktif pengembang biakan raja/ratu, yang
jumlahnya berpuluh sampai beratus ribu ekor.

Pembengkakan batang terjadi sebagai reaksi kambium, karena rangsangan


yang disebabkan oleh serangan. Dapat pula disebabkan sebagai akibat gangguan
aliran air dan garam-garam dari akar ke atas. Akibat gangguan dari pada serangan
inger-inger pertumbuhan pohon menjadi kerdil dan dalam keadaan serangan hebat
mengakibatkan kematian pucuk.
Sulung (laron) : panjang 8-10 mm, coklat hitam
Pekerja : putih, tak bersayap
Prajurit : 10-12 mm
Kepala coklat tua dengan rahang-rahang yang kuat.
Infeksi pertama terjadi pada bekas-bekas patahan cabang, dan luka-luka pada
batang. Pencegahan serangan: menghindari kerusuhan-kerusuhan pada waktu
penjarangan menebang pohon-pohon yang telah diserang (bergembol).

Xylaborus destruens (Fam. Scolitidae, ordo Coleoptera), penggerek batang


jati. Kumbang-kumbang kecil (bubuk) menyebabkan lubang-lubang kecil
(pinpholes) selebar 1-2 mm. Hama ini juga disebut kumbang-kumbang
“ambrosia“ karena mereka membawa spora-spora jamur ambrosia untuk
dipelihara sebagai makanannya. Jamur-jamur ambrosia yang hidup dalam liang

27
gerek Xylaborus merupakan makanan larva-larvanya. Serangan Xylaborus
biasanya berhubungan dengan pemeliharaan tegakan. Apabila terdapat banyak
tumbuhan liar, penjarangan yang terlambat dan lain-lain, hal yang menyebabkan
gangguan tumbuh maka serangan Xylaborus sangat mudah terjadi. Zeuzera
indica, merupakan penggerek (Fam. Cossidae) yang menyerang kayu-kayu
pasang (Quercus spp), Magnoliaceae, Lauraceae. Rupa ulatnya hampir sama
dengan Zeuzera Coffeae, hanya sedikit lebih besar.

Platypus solidus (Fam. Platypodidae, Ordo Coleoptera) sejenis kumbang


ambrosia, menggerek batang Acasia decurrens. Xystrocera festiva (Fam.
Cerambycidae, ordo Coleoptera), menyerang tanaman Albizzia falcata di Jawa.
Larva menggerek ke atas ke dalam batang, panjang larva mencapai 5 cm. Tanda-
tanda serangan terlihat pada batang oleh jatuhnya bagian-bagian dari kulit,
lubang-lubang gerek yang berbentuk oval. Pada permulaan serangan terdapat
bagian-bagian yang berwarna hitam pada kulit dan serbuk-serbuk gerek yang
dikeluarkan melalui lubang-lubang kecil.
8. Hama Akar

Phassus damar (Fam. Hepialidae, ordo Lepidoptera), uter-uter. Ulatnya


sangat polifage antara lain pada jati, rasamala. Panjang ulat: 6-7½ cm, lebar
bentangan sayap 7- 9 cm berwarna coklat kelabu.
3. Penyakit Hutan

Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh jasad-jasad mikroba atau patogen


(virus, bakteri, mycoplasma, spiroplasma, rickettsia, jamur, nematode dan
benalu/tumbuhan tingkat tinggi), terhadap tegakan/hutan digolongkan kepada
penyakit (patologi) hutan. Gejala-gejala suatu penyakit dibedakan dalam tiga tipe,
nekrotik, atropik, dan hipertropik.
Nekrotik adalah simtom kematian dari bagian tanaman yang terserang.
Atropik ialah simtom-simtom gangguan pertumbuhan berupa kerdil, penyusutan
dan lain-lain degenerasi yang diakibatkan oleh pembelahan abnormal dari sel.
Hipertropik ialah simtom-simtom pertumbuhan lebih (overgrowth) karena
pembelahan sel yang berlebihan, misalnya terjadinya gembol, tumor, witches
brooms (sapu setan) dan lain-lain.

28
a. Virus

virus ada yang menyebutkan sebagai peralihan dari benda mati ke hidup.
Virus bukanlah merupakan sel. Virus adalah partikel yang kecil berbentuk benang,
tongkat atau bulat, memiliki asam inti ribonucleic acid (RNA) atau
deoxyribonucleic acid (DNA), tidak mengadakan respirasi dan metabolisme.
Asam inti tersebut terbungkus oleh glycoprotein dan dapat mengkristal yang
disebut capsid (Gambar 4). Partikel-partikel virus memasuki sel tumbuhan
melalui luka-luka kecil atau secara tidak sengaja dimasukkan oleh serangga
vektor dan kemudian menempati ruang sel. Virus termasuk parasit obligat yang
memerlukan sel-sel hidup untuk melangsungkan kehidupan dan
perkembangbiakannya. Di dalam sel-sel hidup, kehadiran partikel-partikel virus
RNA/DNA mengakibatkan sel tumbuhan memproduksi lebih banyak RNA/DNA,
bersatu dengan virus dan terbentuk virus RNA/DNA baru. Kemudian virus baru
ini mengadakan perpaduan dengan protein yang secara otomatis menyelimutinya
dan dengan demikian tubuh virus menjadi lengkap.

Dengan adanya kegiatan duplikasi diri dari virus di dalam sel inang, maka
metabolism tumbuhan terganggu, akibatnya tumbuhan kekurangan makanan dan
energi. Tetapi virus tidak menyebabkan kematian pada inangnya. Virus
memerlukan perantara untuk pindah dari satu inang ke inang lainnya, yaitu
melalui perkembangbiakan vegetative (stek, okulasi atau cangkok), vector
(serangga, penggigit dan penghisap seperti kutu tanaman (Aphids), lalat putih
(white fly), kumbang dan tungau (mite), nematode , jamur, benih atau serbuk sari
tumbuhan.

Gambar 1. Partikel virus yang terdiri dari RNA atau DNA yang terbungkus oleh

29
glycoprotein dan perbandingan ukuran virus berbentuk batang dengan bulat

Gejala akibat serangan virus dapat dibagi atas tiga gejala umum yaitu:

1. Gejala dari luar.

a. Kemunduran pertumbuhan; pertumbuhan sel-sel terhambat yang menyebabkan


kehilangan hasil dan sering disebut infeksi laten.
b. Deviasi warna; terutama pada daun-daun seperti penyakit mosaik yang
menyebabkan daun menguning biasanya bersudut tdak teratur dengan batas-
batas yang tajam; bercak dengan batas-batas bulat sering disebut juga bernoda
sedang perubahan warna dengan batas difus disebut belang; daun yang
terinfeksi secara sistemik pada tanaman berkayu memperlihatkan pola yang
sangat indah, pola bergaris/bercincin; perubahan warna pada tulang daun atau
klorosis, putih/kuning sedang helai/lamina daun tetap hijau disebut vein
clearing. Sebaliknya helai/lamina daun menguning/putih dan tulang daun tetap
hijau disebut vein banding. Perubahan warna bunga tulip akan meningkatkan
harga jualnya.
c. Kekurangan air; karena menyerang jaringan pengangkutan air dan transpirasi
yang tinggi sehingga menyebabkan kelayuan pohon.
d. Nekrosis; merupakan gejala matinya sel-sel setempat dengan cepat yang
biasanya disertai perubahan warna menghitam atau coklat.

Malformasi; terjadinya perubahan bentuk atau cacat pada tumbuhan atau


organ tertentu tumbuhan seperti stunt (kerdil), daun menggulung, daun keriting,
rosset (jarak antara duduk daun atau buku yang memendek karena gangguan
hormonal), daun yang biasa pinggirnya bergerigi menjadi licin. Pertumbuhan
daun yang kecil-kecil atau pertulangan daun yang pertumbuhannya terhambat
sehingga daun mengerut yang disebut enasi. Pembengkakan pada akar atau batang
disebut tumor. Pada buah sering terjadi perubahan ukuran, warna, rasa, tekstur
atau biji terbentuk lebih banyak.

Gambar 2. Gejala enasi pada daun

30
murbei (Morus spp) akibat serangan
virus

2. Gejala dari dalam. Ada kalanya dari luar bukan suatu gejala yang spesifik.

a. Kerusakan atau modifikasi sel-sel atau jaringan pada tanaman inang,


contohnya modifikasi sel-sel kloroplas menjadi kecil dan pucat.
b. Pembentukan benda-benda asing dalam sel tumbuhan. Benda-benda asing
tersebut disebut inclusion bodie (IB) yang terdapat dalam sitoplasma sel
tumbuhan. IB ada yang berbentuk heksagonal (kristal) atau tidak
berbentuk (amorf),
3. Gejala perubahan-perubahan metabolisme dari inang tetepi tidak selalu
nampak dari luar. Contohnya menyerang sistem respirasi tumbuhan dengan
mengganggu siklus kerbs atau menyerang siklus pentosa sehingga tumbuhan
mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu (racun).

b. Bakteri

Bakteri termasuk dalam Kingdom Prokaryotik (dinding inti selnya belum


jelas atau hanya berupa membran) dan Kelas Schizomycetes.

31
Gambar 3. Perbandingan ukuran sel hewan, Partikel virus dengan bakteri.

Ciri-ciri bakteri patogen tumbuhan adalah sebagai berikut:

1. Hampir semuanya berbentuk batang (rod) kecuali streptomyces (filamen).

2. Ukurannya; panjang 0,6-3,5 µm, diameternya 0,3-1,0 µm pada kultur segar.

3. Umumnya gram negatif kecuali clavibacter dan streptomyces.

4. Umumnya berspora.

5. Mempunyai flagella kecuali clavibacter dan streptomyces.

6. Memperbanyak diri dengan membelah senya, kecuali streptomyces dengan


tunas.

7. Selnya hyalin atau putih kekuningan.

8. Pada media padat, sel bakteri memperbanyak diri membentuk koloni. Pada
setiap koloni tersebut dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk dan warna.

Tabel 1. Lima genera utama bakteri patogen tanaman yang menimbulkan gejala
khas.
No. Genera Gejala Contoh
1. Clavibacter Gumosis, layu atau spot C. michiganensis subsp
insidiosus penyebab layu
2. Erwinia Layu pembuluh, nekrosa, E. amylovora penyebab
spot busuk lunan
pada daun atau busuk lunak
3. Pseudomonas Leaf spot, blight, wilt atau P. solanacearum layu pada
spot murbei, jati, cemara,
cemara laut dan pinus.
P.syringae pv. mori
blight pada daun murbei
4. Xanthomonas Leaf spot, wilt atau kanker X. campestris pv oryzae,
batang X. c. malvacearum

32
penyebab bercak daun

5. Agrobacterium Gall atau hair root A. tumefasciens


formation penyebab crown gall
puru bermahkota

Contoh-contoh penyakit yang disebabkan oleh bakteri hanya sedikit sekali


dari kira-kira 200 jenis bakteri yang dapat menyebabkan sakit pada tumbuhan.
Berikut ini adalah beberapa penyakit disebabkan oleh patogen bakteri. Mati pucuk
(shoot blight, die back) : jaringan-jaringan yang banyak mengandung air dan
masih baru tumbuh pada pucuk pohon atau cabang sangat cocok bagi tempat
masuknya bakteri. Enzim pectolytic menghancurkan dinding sel yang belum
berkayu, sehingga pucuk pohon dapat mati. Tanaman yang terserang
menunjukkan gejala mati pucuk seperti terbakar (fire blight) dan mati pucuk yang
kemudian menjalar ke bagian bawah secara perlahan (die back). Penyebabnya
adalah Erwinia amylovora.
c. Cendawan atau Jamur

Jamur bagi masyarakat hutan memiliki bnyak peranan penting, baik yang
merugikan maupun yang menguntungkan. Yang merugikan termasuk jamur
parasit dan tidak merugikan termasuk saprofit.
1. Jamur Saprofit
Jamur ini berperan penting dalam menghancurkan atau pembusukan bahan-
bahan organic, terutama yang mengandung sellulosa dan lignin. Hifa jamur
secara aktif sel-sel bahan-bahan organik di seluruh permukaan tanah, sedangkan
bakteri secara pasif hanya menghancurkan bahan organic di satu tempat yang
terbatas.
2. Jamur parasit
Berbeda dengan jamur saprofit, sasaran jamur parasit adalah sel-sel
tumbuhan yang masih hidup, sedangkan saprofit adalah sel-sel tumbhan yang
sudah mati. Meskipun jamur parasit lebih sedikit jumlah jenisnya tetapi di dalam
masyarakt hutan jamur parasit dapat merugikan atau merusak hutan.

33
3. Jamur sebagai makanan bagi mahkluk lain
Jamur berguna untuk makanan bagi manusia dan binatang, terutama
invertebrate. Manusia mengenalnya sebagai makanan yang lezat. Orang-orang
Viking zaman memakan jamur Amanita sebelum berangkat perang karena jamur
ini menimbulkan pengaruh halusinasi (Khayalan) yang mempertinggi keberanian
terhadap musuh. Tetapi beberapa jenis Amanita lainnya ada yang mengandung
racun.
4. Jamur sebagai simbion dari organisme lain
Di dalam masyarakat hutan, beberapa jenis jamur hidup bersimbiosis dengan
ganggang dan disebut lichen. Lichen dapat dilihat pada permukaan kulit pohon
seperti panu, berwarna putih sampai abu-abu. Beberapa pakar berpendapat,
bahwa lichen dapat mengurangi polusi udara.
Bentuk simbion yang lain adalah mikoriza. Jamur yang menginfeksi akar
tumbuhan menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar yang bermikoriza dapat
menyerap bahan makanan dan air untuk inangnya yang lebih banyak, sehingga
pertumbuhan inangnya lebih baik dibandingkan dengan yang tidak bersimbiosis.

2.3.3. Faktor Makroorganisme


Adapun faktor makroorganisme penyebab kerusakan hutan yaitu:

a. Temperatur
Pengaruh temperatur yang tinggi dapat dikurangi dengan menanam pohon
lebih rapat atau mendapatkan air yang cukup, menggunakan tanaman penutup
tanah, menutupi serasah pada permukaan tanah dan memberikan naungan. Dalam
keadaan temperature tinggi tanaman sebaiknya diberikan fungisida karena
jaringan-jaringan tanaman sangat peka terhadap parasit. Temperatur 65°C atau
150°F cukup untuk merusak jaringanjaringan sel yang lembut atau lemah
sehingga dapat menyebabkan matinya tanaman terutama sekali tanaman muda
(seedling). Secara singkat, gejala dan akibat yang dapat ditimbulkan oleh
temperatur tinggi adalah (Sila dan Nuraeni, 2009) :
1. Kematian pada seedling
2. Mencegah terjadinya regenerasi.
3. Luka-luka pada bagian pohon yang mempunyai jaringan lemah.

34
4. Terjadi luka pada bagian tanaman muda di dekat permukaan tanah. Gejala ini
sering disangka damping off, bedanya kalau damping off luka akan menjalar
ke atas dan ke bawah sedang luka karena temperatur tinggi tidak menjalar.
5. Gugurnya daun sebelum waktunya, sering disebut sebagai “Heat defoliator“
atau “Premature defoliator“.
6. Daun-daun tertutup oleh lapisan gula. Hal ini terjadi karena temperatur yang
tinggi menyebabkan pohon banyak mengeluarkan cairan dari ujung-ujung
daun (exudation) dan sewaktu air dari cairan menguap maka yang tinggal
pada daun adalah lapisan gula, sehingga sering gejalanya disebut sebagai
“Sugar exudation“.
7. Luka tersebut pada kulit pohon yang halus, disebabkan keadaan yang sangat
panas dan kekeringan atau dapat pula terjadi pada pohon sisa dari suatu
penebangan atau penjarangan. Gejalanya sering disebut sebagai “Sunscald“.
b. Air
Proses pertumbuhan tanaman dan hubungan hasil panen dengan nilai jual
produksinya sering berhubungan erat dengan tersedianya air tanah yang cukup.
Tumbuhtumbuhan memerlukan air untuk proses biosintetik, hydration
protoplasma dan mengangkut larutan-larutan yang terdapat dalam jaringan
pembuluh. Tekanan air dalam jaringan dapat mempengaruhi pembelahan dan
perpanjangan sel. Oleh sebab itu berkurangnya air tanah akan cenderung
memperlihatkan gejala penyakit tanaman berupa terhambatnya pertumbuhan,
perubahan warna daun, daun-daun menjadi kerdil, perkembangan buah sangat
lambat, akhirnya tanaman layu dan mati (Sila dan Nuraeni, 2009).
Tanaman tahunan biasanya lebih tahan kekurangan air dibanding dengan
tanaman musiman. Untuk tanaman musiman gejala yang terjadi biasanya berupa
daun hangus, daun berguguran mulai dari pucuk menuju kebawah, pengguguran
keseluruhan daun dan layu. Air tanah yang terlalu banyak menyebabkan drainase
jelek sehingga konsentrasi oxygen didalam tanah menurun sampai dibawah level
kebutuhan minimal bagi pertumbuhan akar. Sel-sel membran akan berubah.
Sebagai akibatnya, akar mati dan tumbuhan segera layu karena air tidak dapat
diabsorbsi sungguhpun tersedianya cukup banyak. Air yang berlebihan yang
mengakibatkan persediaan oxygen terbatas akan menghasilkan perubahan
komposisi mikroflora. Beberapa microorganisme ini dapat menghasilkan zat

35
fitotoxik disamping fakultatif saprofit lainnya akan aktif menyerang dan
mematikan akar (Sila dan Nuraeni, 2009).

c. Cahaya
Gejala penyakit yang disebabkan oleh pengaruh cahaya kadang-kadang
sangat sukar dipisahkan dari penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan
lainnya. Intensitas cahaya yang berlebih-lebihan menyebabkan reaksi
photochemical menjadi tidak normal karena tidak aktifnya beberapa enzym dan
oksidasi klorofil. Pengaruh tersebut hanya dapat dikatakan apabila oxygen
terdapat dalam jumlah yang cukup. Dengan demikian proses foto-oksidasi dapat
menyebabkan daun berwarna pucat dan kadang-kadang daun mati. Peranan
cahaya ultra violet dalam proses foto-oksidasi belum banyak diketahui. Tetapi
ultra violet telah dipergunakan dalam penyinaran kacangkacangan yang ditanam
dalam pot di daerah altituted tinggi (Sila dan Nuraeni, 2009).
Penyinaran yang tidak cukup akan menghambat formasi kloropfil dan
merangsang “photomorphogenetic“, proses mana menyebabkan tumbuhan
menjadi pucat. Tumbuhan seperti ini mempunyai batang yang panjang,
pertumbuhan daun sangat kerdil, daun berwarna hijau kekuning-kuningan dan
sangat peka terhadap serangan perusak (Sila dan Nuraeni, 2009).
d. Angin
Angin sebagai faktor cuaca lainnya dapat memberikan pengaruh baik dan
buruk terhadap hutan. Pengaruh yang baik misalnya dalam hal penyerbukan dan
penyebaran biji. Disini hanya akan dibahas mengenai pengaruh yang merugikan
pohon-pohon hutan baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Pengaruh
angin yangmerugikan dapat dibagi menjadi (Sila dan Nuraeni, 2009) :
1) Pengaruh terhadap tanah hutan
Pengaruh angin terhadap tanah hutan dapat menyebabkan terjadinya erosi
angin dan menyebabkan tanah menjadi kering. Erosi angin terjadi karena
perpindahan tanah dari tempatnya karena tiupan angin. Biasanya butir-butir tanah
yang halus sewaktu tanah sedang kering akan mudah untuk ditiup angin.
Tertiupnya butiran-butiran tanah yang terus menerus akan menyebabkan tanah

36
menjadi kurus atau tidak subur lagi. Sering pula serasah hutan juga tertiup
sehingga tanah menjadi terbuka dan ditempat lain terdapat timbunan dari serasah
yang tebal.

2) Pengaruh terhadap cuaca hutan


Angin kuat yang meniup di hutan dapat mengganggu atau menyebabkan
terjadinya gangguan terhadap penguapan, transpirasi, temperatur, kelembaban,
carbondioxida, dan lain-lainnya. Akibatnya cuaca dari hutan akan dapat berubah
menjadi cuaca yang tak menguntungkan bagi hutan. Sering terjadi karena adanya
angin cuaca di hutan menjadi dingin atau menjadi panas.
3) Pengaruh terhadap fisiologi pohon
Akibat fisiologi pohon karena tiupan angin dapat berbentu seperti, Bentuk
dari tajuk yang tak normal, Merubah sistem dari perakarannya, Berkurangnya
tinggi dari pohon
4) Kerusakan mekanis pada pohon
Kerusakan mekanis yang disebabkan oleh angin dapat berbentuk: Ranting-
ranting patah, Daun-daun berguguran, Akar-akar mudah patah, Batang-batang
pohon patah dan Pohon-pohon terbongkar dengan akarnya

2.4 Akibat Kerusakan Hutan


2.4.1 Kerusakan Akibat Faktor Hama
Serangan merupakan kelompok hama paling berat yang menyebabkan
kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan
kerugian bila berada pada tingkat populasi yang tinggi.Kerusakan hutan dapat
terjadi oleh adanya aktifitas berbagai serangga yang hidup di dalamnya dengan
memanfaatkan tanaman hutan sebagai tempat berkembang dan sumber
makanan.Tetapi banak pula jenis serangga yang hidup terus-menerus di dalam
hutan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti.Banyak dari jenis-jenis serangga
tersebut pada waktu-waktu tertentu berkembang dalam jumlah yang sangat
banyak sehingga menimbulkan kerusakan yang serius (Indriyanto, 2008).
Kerusakan oleh serangga hama dapat terjadi pada semua tumbuhan
penyusun hutan, pada semua tingkat pertumbuhan dan organ tumbuhan (akar,

37
batang, daun, dan biji). Besarnya kerusakan yang terjadi ditentukan oleh banyak
faktor, termasuk jumlah seranggan hama, cara serangga merusak, bagian tanaman
dan tingkat pertumbuhan tanaman serta bagian luas bagian hutan yang dirusak.
Bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh serangga hama pada pohon atau
tegakan hutan dapat dibagi sebagai berikut (Indriyanto, 2008) :
Kerusakan langsung :
1. mematikan pohon
2. merusak sebagian dari pohon
3. menurunkan pertumbuhan pohon/tegajan
4. merusak biji dan buah
Kerusakan tidak langsung :
1. mengubah suksesi atau komposisi tegakan
2. menurunkan umur tegakan
3. mengurangi nilai keindahan
4. membawa penyakit
Populasi serangga hama yang merusak tidak timbul dengan sendirinya,
melainkan merupakan akibat dari hasil interaksi antara populasi itu dengan
berbagai unsur dan faktor yang ada di lingkungan, maupun adanya tindakan yang
dilakukan oleh manusia yang tidak berasal dari dalam lingkungan hama. Sebagai
organisme, serangga hama dapat dipandang sesuai penjenjangan aras ekologi,
yaitu (Saharjo, 2003) :
1) sebagai individu yang secara genetic unik, yang berusaha mempertahankan
hidup,
2) sebagai populasi spesies tertentu yang berkembang biak bersama (interbreed)
dan menempati lokasi yang sama,
3) sebagai bagian dari komunitas yang terdiri dari berbagai jenis orgganisme
yang hidup bersama pada suatu tempat, saling memakan dan berkompetisi
unruk makan dan habitat,
4) sebagai bagian dari ekosistem setempatdalam interaksinya dengan
lingkungan fisik,
5) sebagai bagian biosfer yang merupakan keseluruhan biomassa organisme di
muka bumi dan lingkungan abiotik yang menopangnya dalam buku.
Berikut ini adalah beberapa jenis hama yang ada pada hutan tanaman
(Saharjo, 2003) :
1. Hama Ulat Jati (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis)

38
Hama ini menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan
Nopember – Januari. Daun-daun yang terserang berlubang-lubang dimakan ulat.
Bila ulat tidak banyak cukup diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah
tinggi, maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara penyemprotan
menggunakan insektisida.
2. Hama Uret (Phyllophaga sp)
Hama ini biasanya menyerang pada bulan Pebruari – April. Uret
merupakan larva dari kumbang. Larva ini aktif memakan akar tanaman baik
tanaman kehutanan (tanaman pokok dan sela) maupun tanaman tumpangsari
(padi, palawija, dll) terutama yang masih muda, sehingga tanaman yang terserang
tiba-tiba layu, berhenti tumbuh kemudian mati. Jika media dibongkar akar
tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret.
Kerusakan dan kerugian paling besar akibat serangan hama uret terutama
terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di lapangan, tanaman menjadi mati.
Serangan hama uret di lapangan berfluktuasi dari tahun ke tahun, umumnya
bilamana kasus-kasus serangan hama uret tinggi pada suatu tahun, maka pada
tahun berikutnya kasus-kasus kerusakan/serangan menurun.
3. Hama rayap
Serangan dapat terjadi pada tanaman jati muda pada musim hujan yang
tidak teratur dan puncak kemarau panjang. Pada kasus serangan di puncak
kemarau disebabkan rendahnya kelembaban di dalam koloni rayap sehingga rayap
menyerang tanaman jati muda. Prinsip pengendaliannya dengan mencegah kontak
rayap dengan batang/perakaran tanaman.
4. Hama Kutu Putih (Pseudococcus/mealybug)
Kutu putih/kutu sisik (famili Coccidae, ordo Homoptera) yang pernah
dilaporkan menyerang tanaman jati antara lain : Pseudococcus hispidus dan
Pseudococcus (crotonis) tayabanus. Kutu ini mengisap cairan tanaman tumbuhan
inang. Waktu serangan terjadi pada musim kering (kemarau). Seluruh tubuhnya
dilindungi oleh lilin/tawas dan dikelilingi dengan karangan benang-benang tawas
berwarna putih; pada bagian belakang didapati benang-benang tawas yang lebih
panjang. Telur-telurnya diletakkan menumpuk yang tertutup oleh tawas.
Kerusakan pada tanaman jati muda dapat terjadi bilamana populasi kutu
tinggi. Kerusakan yang terjadi antara lain : daun mengeriting, pucuk apikal

39
tumbuh tidak normal (bengkok dan jarak antar ruas daun memendek). Gangguan
kutu ini akan menghilang pada musim penghujan. Namun demikian kerusakan
tanaman muda berupa bentuk-bentuk cacat tetap ada. Hal tersebut tentunya sangat
merugikan regenerasi tanaman yang berkualitas. Kutu-kutu ini memiliki
hubungan simbiosis dengan semut (Formicidae), yaitu semut gramang
(Plagiolepis [Anaplolepis] longipes) dan semut hitam (Dolichoderus
bituberculatus) yang memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain.
5. Hama Kupu Putih (Peloncat Flatid Putih)
Kasus serangan hama kupu putih dalam skala luas pernah terjadi pada
tanaman jati muda di KPH Banyuwangi Selatan pada musim kemarau tahun 2006.
Serangga ini hinggap menempel di batang muda dan permukaan daun bagian
bawah. Jumlah individu serangga tiap pohon dapat mencapai puluhan sampai
ratusan individu (Saharjo, 2003).
Hasil identifikasi serangga, diketahui bahwa serangga yang menyerang
tanaman jati muda ini adalah dari kelompok peloncat tumbuhan (planthopper)
flatid warna putih (famili Flatidae, ordo Homoptera/Hemiptera). Dari kenampakan
serangga maka kupu putih yang menyerang jati ini sangat mirip dengan spesies
flatid putih Anormenis chloris. Jenis-jenis serangga flatid jarang dilaporkan
menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman budidaya (Semangun, 2001).
Nilai kehadiran serangga kupu putih (flatid putih) ini menjadi penting
karena waktu serangan terjadi pada musim kemarau yang panjang. Tanaman jati
yang telah mengurangi tekanan lingkungan dengan menggugurkan daun semakin
meningkat tekanannya akibat cairan tubuhnya dihisap oleh serangga flatid putih.
Dengan demikian serangan serangga flatid putih ini dapat meningkatkan resiko
mati pucuk jati muda selama musim kemarau (Semangun, 2001).
2.4.2 Kerusakan Akibat Faktor Ternak
Hingga abad ke 19, metode penggembalaan secara umum tidak
tampak.Wilayah penggembalaan hewan ternak digembalakan berlebihan dalam
waktu lama (overgrazing) sehingga menimbulkan kerusakan lahan dan penurunan
hasil ternak (Saharjo, 2003).
1. Penggembalaan musiman

40
Penggembalaan musiman adalah menggembalakan hewan ternak pada area
tertentu dan di musim tertentu pada tahun tersebut.Hal ini memungkinkan suatu
lahan diistirahatkan selama penggembalaan tidak berlangsung untuk
menumbuhkan rerumputan kembali (Tacconi, 2003).
2. Penggembalaan rotasi
Penggembalaan rotasi membagi wilayah penggembalaan menjadi beberapa
titik untuk menjadi tempat-tempat yang digembalakan secara berurutan hingga
kembali ke titik awal. Penggembalaan rotasi harus memperhitungkan "waktu
istirahat" yang cukup bagi lahan di suatu titik untuk menumbuhkan kembali
rumputnya, metode ini dilakukan sepanjang musim jika memungkinkan (Saharjo,
2003).
3. Penggembalaan petak-bakar
Penggembala membakar sepetak lahan yang berisi rumput kering. Area yang
telah terbakar ini kemudian akan menumbuhkan rumput baru dan hewan ternak
digembalakan setelah rumput baru tumbuh. Setelah dua tahun atau lebih, petak
lainnya dibakar untuk menumbuhkan rumput baru. (Tacconi, 2003).
4. Penggembalaan tepian
Penggembalaan tepian (riparian grazing) digunakan untuk melestarikan
hewan liar yang berbagi kawasan penggembalaan dengan hewan ternak.
Manajemen dilakukan seperti penggunaan pagar atau dibatasi oleh situs alam
seperti sungai. Manajemen dilakukan terutama jika spesies, jumlah, dan periode
penggembalaan yang berbeda (Tacconi, 2003).
2.4.3 Kerusakan Akibat Faktor Angin
Angin yang dapat merusak hutan adalah yang mempunyai kecepatan 150
km/jam seperti angin cyclone, typhoon, tornado dan hurricane.Badai, angin topan,
angin puting beliung, angin ribut, dan sejenisnya adalah bencana alam yang
disebabkan oleh pergerakan udara yang sangat kencang yang dipicu perbedaan
tekanan udara.Bencana ini mengakibatkan kerusakan lingkungan diantaranya
robohnya (rusaknya) bangunan dan pepohonan, rusaknya area pertanian dan
perkebunan, dan tingginya ombak di laut (Saharjo, 2003).
Untuk mencegah kerusakan hutan akibat angin dapat dilakukan dengan
cara menanam jenis-jenis pohon dengan sistem campuran, menanam pohon

41
dengan jarak rapat pada pinggir-pinggir hutan yang berbatasan dengan tanah
terbuka, melakukan penjarangan atau pemangkasan di dalam hutan (bukan
pinggiran) sehingga dapat menghasilkan pohon-pohon yang kekar (Tacconi,
2003).
2.4.4 Kerusakan Akibat Faktor Kebakaran
Kebakaran adalah suatu peristiwa yang terjadi akibat tidak terkendalinya
sumber energi. Siklus ini berisi rangkaian demi rangkaian panjang peristiwa
(event dinamic) yang dimulai dari pra kejadian, kejadian dan siklusnya serta
konsekuensi yang mengiringinya. Kejadian tersebut akan tercipta apabila kondisi
dan beberapa syarat pencetusnya terpenuhi, utamanya pada saat pra kejadian
(Saharjo, 2003).
Ada poin-poin yang menjadi persyaratan dasar yang apabila gagal dilakukan
pengendalian akan memicu peristiwanya, kemudian akan memasuki tahapan tidak
terkendali dan sukar dipadamkan. Syarat kondisi tersebut di antaranya adalah
terdapat bahan yang dapat terbakar, misalnya minyak, gas bumi, kertas, kayu
bahkan rumput kering dan sebagainya. Bilamana bahan yang dapat terbakar
tersebut berada dalam kondisi tertentu dan bertemu pencetusnya maka seketika
akan segera menimbulkan api. Sedangkan pencetus itu sendiri penyebabnya
cukup banyak di antaranya energi petir, api terbuka, listrik bahkan hanya sekedar
percikan bunga api. Penelitian yang terbaru dan mengejutkankan pemantik
kebakaran tersebut juga bisa timbul akibat frekuensi telepon genggam. Kebakaran
hutan juga dapat terjadi baik yang disebabkan oleh manusia maupun oleh faktor
alam. Penyebab kebakaran dari faktor manusia yaitu penyebab yang paling besar
karena adanya kebutuhan akan lahan untuk pemukiman dan perladangan serta
adanya unsur kesengajaan dalam membuang puntung rokok. Selain dari ulah
manusia faktor dari alam juga merupakan salah satu penyebab kabakaran
(Saharjo, 2003).
Indonesia meiliki dua musim yang sangat mudah menyebabkan terjadinya
kebakaran hutan karena musim kemarau panjang yang menyebabkan banyaknya
berkurangnya kadar air pada hutan sehingga terjadi gesekan-gesekan (kayu atau
bambu) yang terjadi karena adanya pergerakan yang disebabkan oleh angin
menimbulkan percikan api ditambah dengan berkurangnya kadar air yang kurang
dari 30% maka terjadilah kebakaran hutan. Berdasarkan penelitian dan

42
pengamatan seorang penulis selama lebih kurang 10 tahun menggeluti kebakaran
hutan baik di HTI maupun di hutan alam, dapat dikatakan 99% penyebab
kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia yang belum
diketahui motif nya apakah unsure kesengajaan ataukah akibat kelalaian manusia
(Saharjo, 2003).
2.4.5 Kerusakan Akibat Faktor Deforestasi
Deforestasi atau dampak akibat kerusakan hutan dapat menimbulkan
berbagai bencana seperti di bawah ini (Yulia, 2015):
1. Perubahan iklim
Oksigen (O2) merupakan gas yang melimpah di atmosfer, dimana hutan
merupakan produsen terbesar yang menghasilkan gas tersebut. Selain itu, hutan
juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya
pemanasan global. Itulah sebabnya mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa
hutan adalah paru-paru bumi. Pada saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka
hal tersebut bisa berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan
iklim yang ekstrem (Yulia, 2015).
Dengan adanya deforestasi, jumlah karbondioksida (CO2) yang dilepaskan
ke udara akan semakin besar. Kita tahu bahwa karbondioksida merupakan gas
rumah kaca yang paling umum. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan
Amerika serikat menyatakan bahwa CO2 menyumbang sekitar 82% gas rumah
kaca di negara tersebut (Yulia, 2015).
Menurut seorang Profesor ilmu lingkungan di Lasell Collage Newton,
Massachusets menyatakan bahwa deforestasi tidak hanya mempengaruhi jumlah
karbondioksida yang merupakan gas rumah kaca, akan tetapi deforestasi juga
berdampak pada pertukaran uap air dan karbondioksida yang terjadi antara
atmosfer dan permukaan tanah yang berkaitan dengan terjadinya perubahan iklim,
dimana perubahan konsentrasi yang ada di lapisan atmosfer akan memiliki efek
langsung terhadap iklim di Indonesia ataupun di dunia (Yulia, 2015).

2. Kehilangan berbagai jenis spesies


Deforestasi juga berdampak pada hilangnya habitat berbagai jenis spesies
yang tinggal di dalam hutan. Menurut National Geographic, sekitar 70% tanaman
dan hewan hidup di hutan. Deforestasi mengakibatkan mereka tidak bisa bertahan

43
hidup disana. Dengan hilangnya habitat-habitat tersebut, maka hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya kepunahan spesies.Hal ini bisa berdampak di berbagai
bidang, seperti di bidang pendidikan dimana akan musnahnya berbagai spesies
yang dapat menjadi object suatu penelitian. Selain itu, dibidang kesehatan
deforestasi bisa berakibat hilangnya berbagai jenis obat yang bisanya bersumber
dari berbagai jenis spesies hutan (Yulia, 2015).
3. Terganggunya siklus air
Kita tahu bahwa pohon memiliki peranan yang penting dalam siklus air,
yaitu menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya akan
dilepaskan ke atmosfer. Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah pohon yang ada
di bumi, maka itu berarti kandungan air di udara yang nantinya akan
dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan juga sedikit (Yulia, 2015).
Nantinya, hal tersebut dapat menyebabkan tanah menjadi kering sehingga
sulit bagi tanaman untuk hidup. Selain itu, pohon juga berperan dalam
mengurangi tingkat polusi air, yaitu dengan menhentikan pencemaran. Dengan
semakin berkurangnya jumlah pohon-pohon yang ada di hutan akibat kegiatan
deforestasi, maka hutan tidak bisa lagi menjalankan fungsinya dalam menjaga tata
letak air (Yulia, 2015).
4. Mengakibatkan Banjir dan erosi tanah
Word Wildlife Fund (WWF) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1960, lebih
dari sepertiga bagian lahan subur di bumi telah musnah akibat kegiatan
deforestasi. Kita tahu bahwa pohon memegang peranan penting untuk menghalau
berbagai bencana seperti terjadinya banjir dan tanah longsor (Yulia, 2015).
Dengan tiadanya pohon, maka pada saat musim hujan tanah tidak bisa
menyerap dengan baik tumpahan air hujan dan mengakibatkan besarnya laju
aliran air di permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain
itu, air hujan dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga
menimbulkan erosi tanah atau tanah longsor (Yulia, 2015).
5. Mengakibatkan kekeringan
Dengan hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan berimbas pada musim
kemarau, dimana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air yang seharusnya bisa
digunakan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pohon yang

44
bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga
Ini akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang berkepanjangan (Yulia,
2015).
6. Rusaknya ekosistem darat dan laut
Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis spesies hewan dan tumbuh-
tumbuhan. Itu berarti bahwa hutan merupakan salah satu sumber daya alam
hayati yang ada di bumi ini. Kegiatan deforestasi hutan dapat mengakibatkan
kerusakan bahkan kepunahana bagi kekayaan alam tersebut itu sendiri maupun
kekayaan alam lainnya yang ada di tempat lain seperti di laut. Kerusakan hutan
yang terjadi akan membawa akibat terjadinya banjir maupun erosi yang dapat
mengangkut partikel-partikel tanah menuju ke laut yang nantinya akan mengalami
proses sedimentasi atau pengendapan di sana. Hal tersebut tentu saja bisa
merusak ekosistem yang ada di laut, seperti ikan serta terumbu karang (Yulia,
2015).
7. Menyebabkan Abrasi pantai
Eksploitasi hutan secara liar tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak tak
bertanggung jawab di kawasan hutan yang ada di darat saja. Kegiatan tersebut
juga bisa dilakukan terhadap hutan-hutan mangrove yang berfungsi untuk
melindungi pantai dari terjangan gelombang dan badai yang berada di pesisir
pantai. Jika hal tersebut terus dibiarkan, akan berakibat terjadinya abrasi
pantai (Yulia, 2015).
8. Kerugian ekonomi
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam, sebagian masyarakat
menggantungkan hidup mereka dari hasil hutan. Jika hutan rusak, maka sumber
penghasilan mereka pun juga akan menghilang. Kerusakan hutan bisa
menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga akan sulit dipergunakan untuk
bercocok tanam (Yulia, 2015).
Selain itu, kerusakan hutan bisa memicu terjadinya berbagai macam
bencana yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian, baik itu kerugian
material maupun non material. Banyak orang yang kehilangan lahan, tempat
tinggal, maupun anggota keluarga akibat bencana seperti banjir dan tanah longsor
(Yulia, 2015).

45
9. Mempengaruhi kualitas hidup
Terjadinya erosi tanah sebagai akibat kerusakan hutan dapat mengangkut
partikel-partikel tanah yang mengandung zat-zat berbahaya seperti pupuk organik
memasuki danau, sungai, maupun sumber air lainnya. Ini akan berakibat
penurunan kualitas air yang berada di daerah tersebut. Dengan kualitas air yang
buruk akan berdampak pada tingkat kesehatan yang buruk pula (Yulia, 2015).
Dari uraian di atas, kita bisa tahu bahwa hutan memberikan kontribusi yang
tidak sedikit bagi kehidupan makhluk-makhluk di sekitarnya, khususnya bagi
manusia. Untuk itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu berupaya menjaga
hutan kita agar tetap lestari. Upaya-upaya yang bisa dilakukan antara lain adalah
dengan melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan-hutan yang gundul.
Dengan Meskipun reboisasi tidak akan benar-benar bisa memperbaiki kerusakan
dan kepunahan ekosistem di hutan, akan tetapi kegiatan tersebut dapat
memfasilitasi hal-hal berikut ini (Yulia, 2015):
1. Mengembalikan fungsi dari ekosistem hutan seperti menyimpan karbon,
sebagai sumber cadangan air tanah, serta sebagai tempat hidup bagi berbagai
jenis satwa.
2. Mengurangi jumlah karbondiaoksida yang ada di udara, sehingga udara
menjadi lebih bersih dan sehat.
3. Membangun kembali habitat satwa liar
Menurut Yuir dan Yulmadia (2013), Kerusakan hutan akan menimbulkan
beberapa dampak negatif yang besar di bumi, yaitu:
a. Efek Rumah Kaca (Green house effect)
Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi
gas Co2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak,
batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang
menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya
membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu
meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan
bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi.
Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan
Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut

46
efek rumah kaca. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau
perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu
bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan
akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut,
sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air,
sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin
kering.
b. Kerusakan Lapisan Ozon
Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi
sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah
kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan
rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada
lapisan ozon yang makin lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-
lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat
menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi.
c. Kepunahan Species
Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat
dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari
Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu Departemen Kehutanan
mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu species (punah).
dan kehilangan hampir 70% habitat alami pada sepuluh
tahun terakhir.
d. Merugikan Keuangan Negara
Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur
dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah
sebaliknya. Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada
ijinnya) adalah sebesar 12 juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu
keseluruhan sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat
kesenjangan antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3.
Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari
praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30
trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan

47
dianggap masih kecil yang akhirnya mempengaruhi pengembangan program
pemerintah untuk masyarakat Indonesia.
e. Banjir
Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini,
disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan
yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area). Hutan
yang berfungsi untuk mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin
ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari
makin berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi)
sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah
jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya. Limpahannya
akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir.
Bencana banjir dapat akan semakin bertambah dan akan berulang apabila
hutan semakin mengalami kerusakan yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan
kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan menjadi taruhannya. Banjir di
Jawatimur dan Jawa tengah adalah contoh nyata.

2.5 Penanggulangan Kerusakan Hutan


2.5.1 Pengendalian Hama Ulat
Pengendalian Hama Ulat, (Saharjo, 2003) :
a. Kasus-kasus serangan hama uret umumnya menonjol pada lokasi-lokasi
dengan jenis tanah berpasir (regosol).
b. Pencegahan dan pengendalian hama uret dilakukan dengan penambahan
insektisida-nematisida granuler (G) di lubang tanam pada saat penanaman
tanaman atau pada waktu pencampuran media di persemaian, khususnya pada
lokasi-lokasi endemik/rawan hama uret.
c. Untuk efektivitas dan efisiensi langkah pengendalian, informasi tentang
fluktuasi serangan hama uret dari tahun ke tahun perlu dimiliki pengelola
lapangan. Ini penting untuk menentukan perlu tidaknya memberikan tindakan
pencegahan/ pengendalian pada suatu penanaman pada suatu waktu.

2.5.2. Penanggulangan rayap


Adapun penanggulangan rayap menurut (Soemarwoto, 2004) yaitu :
1. Preventif
a) secara tradisional dilakukan dengan menaburkan abu kayu di pangkal batang
pada waktu penanaman

48
b) pemberian insektisida granuler (G), pada lubang tanam ketika penanaman,
khususnya pada lokasi yang diketahui endemik/rawan rayap
c) mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari
d) menghilangkan sarang-sarang pada lokasi
2. Pengendalian
a) mengoleskan kapur serangga di pangkal batang
b) pemberian insektisida granuler di pangkal batang
c) penaburan abu kayu di sekeliling pangkal batang
d) menghilangkan sarang-sarang pada lokasi

2.5.3 Pengendalian kutu putih


Adapun pengendalian kutu putih menurut (Saharjo, 2003) yaitu :
a. Serangga jenis-jenis peloncat flatid jarang dilaporkan menyebabkan kerugian
ekonomis pada tanaman budidaya. Namun demikian bilamana populasi
serangga tiap individu pohon sudah tinggi dan dalam skala luas serta dalam
musim kemarau yang panjang maka kehadiran serangga flatid putih ini dapat
memperbesar tekanan terhadap tanaman jati muda berupa peningkatan resiko
mati pucuk di lapangan.
b. Pengendalian hama seperti peloncat flatid putih di atas dapat dilakukan dengan
aplikasi insektisida sistemik melalui batang (bor atau bacok oles), dan
penyemprotan bagian bawah daun, ranting-ranting, dan batang muda jati
dengan insektisida racun lambung.
2.5.4 Penanggulangan akibat faktor abiotik
Penanggulangan atau pencegahan kerusakan hutan akibat faktor abiotik
atau karena faktor alam adalah tidak semua dapat dikendalikan. Gelala kerusakan
karena faktor abiotik dapat diindikasikan jika gejala yang nampak secara
menyeluruh pada luasan dengan jenis pohon yang sama contonya pada
persemaian yang kekurangan unsur hara tertentu atau kekurangan air. Sedangkan
bila gajala akibat serangan pathogen biasanya hanya ditemukan satu, dua atau
sebagian saja yang menampakkan gejala. Ada beberapa faktor abiotik penyebab
kerusakan hutan yang dapat dikendalikan, yaitu antara lain (Sila dan Nuraeni,
2009):
1. Akibat Suhu dan penyinaran Tinggi
a. membuat naungan pada persemaian berupa atap, sarlon atau pohon-pohon
pelindung. Pada pertanaman cukup ditanam pohon-pohon pelindung.

49
b. memperlakukan semai di persemaian dengan sedikit demi sedikit mendapatkan
sinar matahari penuh, agar kalau dipindahkan sudah tahan terhadap sinar
matahari penuh.
2. Curah Hujan
Kerusakan semai dari curah hujan di persemaian adalah sama dengan
perlindungan terhadap penyinaran yang tinggi, yaitu dengan menggunakan
pelindung sarlon karena dapat memecahkan butir-butir air hujan menjadi lebih
kecil sehingga tidak membahayakan semai. Hindari pemupukan semai dengan N
(nitrogen), karena dinding sel semai yang tidak dipupuk dengan N lebih tebal dan
kaya akan lignin (Sila dan Nuraeni, 2009).
3. Angin
Untuk mencegah kerusakan hutan akibat angin dapat dilakukan dengan
cara menanam jenis-jenis pohon dengan system campuran, menanam pohon
dengan jarak yang rapat pada pinggir hutan yang berbatasan dengan tanah
terbuka. Melakukan penjarangan atau pemangkasan di dalam hutan (bukan di
pinggir), sehingga dapat menghasilkan pohon-pohon yang kekar (Sila dan
Nuraeni, 2009).

4. Polusi Udara
Kerusakan hutan akibat polusi udara ialah dengan membersihkan uap
pabrik gasgas beracun atau paling sedikit menurunkan konsentrasinya sampai di
bawah konsentrasi yang membahayakan, misalnya dengan membuat saringan,
melarutkan, memanaskan atau menetralisir limbah berbahaya (Sila dan Nuraeni,
2009).
5. Api
Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan pada fase sebelum kejadian
berlangsung. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan dapat dilakukan meliputi
membuat peta kerawanan kebakaran, memantau gejala rawan kebakaran,
penyiapan regu pemadam, membangun menara pengawas, membuat jalur sekat
bakar, penyuluhan dan membentuk organisasi pemadam kebakaran hutan dan
lahan (Sila dan Nuraeni, 2009.

50
Prinsip yang sangat penting dalam kegiatan perlindungan hutan adalah
pencegahan awal perkembangan penyebab kerusakan jauh lebih efektif daripada
memusnahkan perusak setelah menyerang. Dalam tahun-tahun terakhir ini
anggapan bahwa pencegahan adalah merupakan sistem yang lebih penting dalam
perlindungan hutan telah diterima secara meluas. Tetapi hal ini masih tetap
diragukan apakah perluasan ide ini melalui sistem silvikultur dan forest
management dalam jangka waktu panjang dianggap sudah cukup menguntungkan.
Pencegahan melalui aplikasi manajemen dan silvikultur memang memerlukan
waktu yang panjang, tetapi akhirnya jaminan hasilnya akan lebih abadi dan lebih
murah dibanding dengan metode pemberantasan secara langsung (Sila dan
Nuraeni, 2009)
Perlindungan bertujuan untuk menjamin keamanan produksi secara terus
menerus. Hal ini dapat dilakukan dengan menanam hutan sedemikian rupa
sehingga perkembangan perusak secara serius dapat dicegah secara alami, yakni
melalui sistem forest management. Pada kenyataannya istilah “Pencegahan“ telah
digunakan dalam pengertian lebih luas, dimana ditekankan bahwa pencegahan
adalah sangat penting sekali karena merupakan sistem perlindungan yang lebih
murah dan efektif. Pencegahan kadang-kadang juga diinterpretasi sebagai suatu
usaha untuk menghalang-halangi satu diantara banyak penyebab kerusakan dari
peledakan populasinya sehingga mereka tidak dapat menimbulkan kerusakan yang
serius. Sebagai tambahan, pencegahan dapat diartikan sebagai suatu usaha,
melalui program jangka panjang secara terus menerus dan dengan manajemen
yang teliti dari suatu hutan, yang berkaitan satu dengan lainnya. Hal ini akan
membuat hutan resisten dari berbagai macam perusak. Pada akhirnya seorang
petugas kehutanan, dengan pengertiannya tentang pentingnya prinsip ini,
ditambah dengan pengalaman yang cukup serta keterampilannya dalam hal sifat-
sifat hutan yang diinginkan, akan menjadi lebih potensial dalam hal pencegahan
dan pemberantasan penyebab kerusakan hutan (Sila dan Nuraeni, 2009).
Menurtu Sila dan Nuraeni (2009), Ada beberapa faktor abiotik penyebab
kerusakan hutan yang dapat dikendalikan, yaitu antara lain:
A. Akibat Suhu dan penyinaran Tinggi

51
Upaya penanggulangan akibat suhu dan penyinaran tinggi, yaitu (Sila dan
Nuraeni, 2009),:
a. Membuat naungan pada persemaian berupa atap, sarlon atau pohon-pohon
pelindung. Pada pertanaman cukup ditanam pohon-pohon pelindung.
b. Memperlakukan semai di persemaian dengan sedikit demi sedikit
mendapatkan sinar matahari penuh, agar kalau dipindahkan sudah tahan
terhadap sinar matahari penuh.
B. Curah Hujan
Kerusakan semai dari curah hujan di persemaian adalah sama dengan
perlindungan terhadap penyinaran yang tinggi, yaitu dengan menggunakan
pelindung sarlon karena dapat memecahkan butir-butir air hujan menjadi lebih
kecil sehingga tidak membahayakan semai. Hindari pemupukan semai dengan N
(nitrogen), karena dinding sel semai yang tidak dipupuk dengan N lebih tebal dan
kaya akan lignin (Sila dan Nuraeni, 2009).
C. Angin
Untuk mencegah kerusakan hutan akibat angin dapat dilakukan dengan cara
menanam jenis-jenis pohon dengan system campuran, menanam pohon dengan
jarak yang rapat pada pinggir hutan yang berbatasan dengan tanah terbuka.
Melakukan penjarangan atau pemangkasan di dalam hutan (bukan di pinggir),
sehingga dapat menghasilkan pohon-pohon yang kekar (Sila dan Nuraeni, 2009).
D. Polusi Udara
Kerusakan hutan akibat polusi udara ialah dengan membersihkan uap pabrik
gasgas beracun atau paling sedikit menurunkan konsentrasinya sampai di bawah
konsentrasi yang membahayakan, misalnya dengan membuat saringan,
melarutkan, memanaskan atau menetralisir limbah berbahaya (Sila dan Nuraeni,
2009).
E. Api
Pencegahan merupakan upayayang dilakukan pada fase sebelum kejadian
berlangsung. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan dapat dilakukan meliputi
membuat peta kerawanan kebakaran, memantau gejala rawan kebakaran,
penyiapan regu pemadam, membangun menara pengawas, membuat jalur sekat
bakar, penyuluhan dan membentuk organisasi pemadam kebakaran hutan dan
lahan.

52
2.5.4 Pencegahan Kerusakan Hutan Akibat Faktor Biotik
A. Dengan Cara Fisik Mekanik
a. Penangkapan dan eradikasi.
Penangkapan ditujukan terhadap serangga atau binatang liar yang sedang
merusak hutan. Penangkapan dapat dilakukan dengan menggunakan alat seperti
jaring, jerat atau jebakan. Untuk menjebak kumbang penggerek Pissodes spp
dipergunakan pohon-pohon yang sakit atau patah atau yang telah rebah, karena
serangga ini meletakkan telurnya pada pohon tersebut dengan terlebih dahulu m
enggerek kulitnya. Untuk menjebak serangga yang keluar pada malam hari dapat
digunakan lampu, sedang untuk binatang liar digunakan jerat. Serangga yang
tertangkap dapat langsung dibunuh. Metode mematikan serangga dapat pula
dilakukan dengan cara membakar pohon yang terserang tanpa menangkap
terlebih dahulu serangganya (Sila dan Nuraeni, 2009).
b. Pencabutan dan penebangan
Cara ini ditujukan terhadap bibit tanaman yang sakit di persemaian atau
terhadap gulma dipersemaian maupun di pertanaman. Kalau bibit sakit disebabkan
oleh patogen lodoh (damping off) dan berada dalam pot, maka harus diambil
dengan potnya kemudian tanahnya disterilkan kembali dan bibit yang sakit
dibakar. Pohon-pohon yang tidak bernilai komersil dan pohon-pohon pokok yang
terserang OPH ditebang kemudian dibakar. Terhadap rayap dan jamur penyerang
akar, pembakaran dilakukan pada pangkal pohon dan sekitarnya. Jenis-jenis
pohon perdu atau semak-semak dapat juga menjadi inang sementara bagi jenis-
jenis jamur karat seperti Cronartium ribicola (penyebab karat pada batang Pinus
spp) mempunyai inang sementara pada perdu jenis Ribes (Sila dan Nuraeni,
2009).
B. Dengan Cara Fisik Mekanik
Bahan kimia pestisida yang dipakai untuk mengendalikan OPH dapat
terdiri atas bahan aktif, perekat dan perata. Bahan aktif adalah bahan yang
berpengaruh negatif langsung pada OPH. Bahan perekat adalah bahan yang
membuat bahan aktif melekat kalau menyentuh suatu benda sehingga tahan
terhadap air, angin, suhu, kelembaban dan cahaya. Biasanya bahan perekat yang
dipakai adalah gelatin, dextrin, getah-getahan dsb. Bahan perata adalah bahan
yang dapat melarutkan bahan aktif dan bahan perekat dengan merat bila dicampur

53
dengan air sehingga tidak terjadi penggumpalan dan pengendapan (Sila dan
Nuraeni, 2009).

C. Dengan Cara Biologis (Biopestisida / Biological Control)


Pengendalian biologis adalah pengendalian dengan menggunakan
organisme hidup yang bersifat antagonis (membinasakan lawan). Keuntungan dari
metode ini adalah tidak ada efek negatifnya terhadap lingkungan (ramah
lingkungan) (Sila dan Nuraeni, 2009). Ada beberapa cara untuk pengendalian
dengan cara biologis, yaitu:
1. Penggunaan mikroorganisme
2. Penggunaan serangga
3. Sterilisasi OPH.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum lapang mata kuliah Perlindungan dan Pengamanan Hutan


dilaksanakan pada hari Migggu, tanggal 28 Oktober 2019 pukul 08:00 WITA-
Selesai, bertempat di Tegakan Bioteknologi, Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum monitoring kerusakan
hutan adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis menulis, digunakan untuk mencatat materi mengenai kerusakan
hutan.
2. Roll meter, digunakan untuk mengukur plot monitoring atau observasi
sepanjang 40 m x 40 m.

54
3. Tali rapiah, digunakan untuk membatasi atau menandai plot monitoring atau
observasi kerusakan hutan.
4. Kamera, digunakan untuk mengambil gambar saat pelaksanaan mengamati
dan mengintarisasi.
5. Kompas, digunakan untuk mengambil sudut.
6. Parang, digunakan untuk memangkas pohon.
7. GPS, digunakan sebagai penunjuk arah.
8. Abney level, digunakan untuk mengukur derajat.
9. Pita meter, digunakan untuk mengukur keliling pohon.
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum monitoring kerusakan
hutan sebagai berikut :
1. Label, digunakan dalam menandai pohon.
2. Tally sheet , digunakan sebagai tabel tempat pengisian data.
3. Pohon sebagai objek pengamatan.
4. Trash Bag, digunakan untuk menyimpan sampah.
5. Plastik klip/plastik sample, digunakan untuk menyimpan data pada saat
hujan.
6. Tali rafiah, digunakan untuk penanda plot.
7. Kertas Lebel, digunakan sebagai penanda pohon.
8. Patok, digunakan untuk penanda plot.
3.3. Prosedur Kerja Lapangan
Prosedur kerja lapangan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan
b. Membuat plot ukuran 40 m x 40 m menggunakan roll meter dan tali rafiah
sebagai batas penanda plot.
c. Melakukan penomoran pada setiap pohon menggunakan kertas label untuk
mempermudah pengamatan.
d. Melakukan kegiatan inventarisasi dengan mengukur diameter, Ttot, Tbc
pohon dalam plot.
e. Mengamati kerusakan yang terjadi pada setiap pohon yang berada dalam plot,
baik yang disebabkan oleh angin, hama, ternak, kebakaran, maupun faktor
lain, kemudian mencatat hasilnya pada tally sheet yang telah disediakan.
f. Mendokumentasikan setiap pohon yang diamati dan jenis kerusakannya.
Hasil pengamatan ditulis pada tally sheet.
3.4 Analisis Data

55
Analisis data yang digunakan dalam praktikum ini adalah akumulasi
penjumlahan setiap faktor perusak dibagi dengan jumlah pohon dalam plot
pengamatan kemudian dikalikan dengan 100%. Kemudian dianalisis melalui
pembuatan grafik penyebaran setiap faktor perusak hutan pada tegakan.
Bioteknologi secara matematis dituliskan sebagai berikut:
1. Rumus Presentase Kerusakan

Presentase
Kerusakan
(%) =

2. Rumus Tbc (Tinggi Bebas Cabang)

Tbc = tan α
Tbc x JP x TP
Keterangan : Tbc = Tinggi Bebas Cabang
JP = Jarak Pengamat
TP = Tinggi Pengamat
3. Rumus Ttot ( Tinggi Total)

Ttot = tan α
Ttot x JP x TP
Keterangan : Ttot = Tinggi total
JP = Jarak Pengamat
TP = Tinggi Pengamat
4. Rumus Diameter

K
D
π

Keterangan :D = Diameter
K = Keliling
π = Tinggi Pengamat

56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Hasil
1.1.1. Tally sheet Faktor Fisik Biotik/Abiotik Kerusakan Hutan
Tabel 2. Jenis Kerusakan

Tinggi
Jenis Kerusakan Diamete
N Jenis Pohon (m)
r Pohon
o Pohon Faktor Mikroorganism Makroorganism
Tbc Ttot (cm)
Fisik e e
Santalum 2,0 11,5
1 suhu - - 20,1
album 9 7
Swietenia 2,7 13,4
2 - - rayap,jamur 28,02
mahagoni 9 8
cuaca,
Barringstoni 3,3
3 bencan - - 8,57 32,16
a speciosa 3
a alam
7,1 24,0
4 Intsia bijuga - lubang (akar) - 21,65
1 3
3,8 10,5
5 Agathis alba suhu - ulat daun 26,1
7 7
diinangi,
Pericopsis 3,5
6 - - berlubang, 9,66 21,65
mooniana 1
bengkak

57
11,5
7 Agathis alba - - jamur, rayap 2,9 20,02
7
Santalum 6,0 18,2
8 - - rayap 71,62
album 2 1
Swietenia 3,5
9 - - rayap 6,02 27,02
mahagoni 1
Barringstoni 3,8
10 suhu kanker batang - 7,34 34,17
a speciosa 7
Pericopsis 2,7
11 - - - 8,57 23,6
mooniana 9
7,5 12,6
12 Intsia bijuga - batang busuk inang 21,7
7 7
Barringstoni 3,8
13 - batang busuk - 9,38 30,1
a speciosa 7
Swietenia 2,4
14 - - jamur merah 6,23 24,12
mahagoni 4
Barringstoni 2,7
15 suhu daun busuk - 6,88 23
a speciosa 9
Swietenia 3,3
16 - kanker batang rayap 8,83 29
mahagoni 3
Barringstoni 4,2
17 - - daun (hama) 9,96 21,5
a speciosa 4
Barringstoni 4,6
18 - - bercak daun 7,57 35,01
a speciosa 2
suhu,
4,4
19 Intsia bijuga daun - - 9,96 34
3
layu
suhu,
Barringstoni 3,1
20 daun - rayap 7,57 20,08
a speciosa 5
layu

1.1.2. Persentase Kerusakan Hutan


Tabel 3. Persentasi berbagai jenis kerusakan hutan

No Jenis Keruskan Frekuensi Persentase Kerusakan (%)

58
1 Faktor Fisik 7 35%

2 Mikroorganisme 6 30%

3 Makroorganisme 12 60%

1.1.3. Diagram Kerusakan Hutan

Persentase Kerusakan Pohon (%)


Persentase Kerusakam Pohon (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
Faktor Fisik Mikroorganisme Makroorganisme
Jenis Kerusakan

Gambar 4. Persentase Kerusakan Hutan

59
1.2. Pembahasan

Praktikum dilakukan di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin


tepatnya di Tegakan Bioteknologi dengan ukuran plot 40 x 40 m. Dari ata yang
diperoleh terdapat 2 pohon Santalum album, 4 pohon Swietenia mahagoni, 7
pohon Barringstonia speciose, 3 pohon Intsia bijuga, 2 pohon Agathis alba, 2
pohon Pericopsis mooniana, total semua pohon yang diamati adalah 20 pohon.
Dari 20 pohon terdapat tiga jenis kerusakannya akibat faktor fisik,
mikroorganisme, dan makroorganisme. Pada Sp 1 yaitu Santalum album jenis
kerusakan ini diakibatkan oleh faktor fisik yakni suhu, Tbc (Tinggi bebas cabang)
2,09, Ttot (Tinggi total) 11,57, diameter pohon, 20,1. Pada Sp 2 yaitu Swietenia
mahagoni jenis kerusakannya diakibatkan oleh faktor mikroorganisme yakni
rayap dan jamur, Tbc (Tinggi bebas cabang) 2,79, Ttot (Tinggi total) 13,48,
diameter pohon, 28,02. Pada Sp 3 yaitu Barringstonia speciosa jenis
kerusakannya diakibatkan oleh faktor fisik yakni suhu dan bencana alam, bencana
alam berupa longsor. Tbc (Tinggi bebas cabang) 3,33, Ttot (Tinggi total) 8,57,
diameter pohon, 32,16. Pada Sp 4 yaitu Intsia bijuga jenis kerusakan ini
diakibatkan oleh faktor mikroorganisme yakni lubang (akar), Tbc (Tinggi bebas
cabang) 7,11, Ttot (Tinggi total) 24,03, diameter pohon, 21,65. Pada Sp 5 yaitu
Agathis alba jenis kerusakan ini diakibatkan oleh faktor fisik yakni suhu,dan
faktor makroorganisme yakni ulat daun. Tbc (Tinggi bebas cabang) 3,87, Ttot
(Tinggi total) 10,57, diameter pohon, 26,1. Pada Sp 6 yaitu Pericopsis mooniana
jenis kerusakan ini diakibatkan oleh faktor makroorganisme yakni diinangi,
berlubang, dan bengkak. Tbc (Tinggi bebas cabang) 3,51, Ttot (Tinggi total) 9,66,
diameter pohon 21,65. Pada Sp 7 yaitu Agathis alba jenis kerusakan ini
diakibatkan oleh faktor makroorganisme yakni jamur dan rayap. Tbc (Tinggi
bebas cabang) 2,09, Ttot (Tinggi total) 11,57, diameter pohon 20,02. Pada Sp 8
yakni Santalum album jenis kerusakan ini diakibatkan oleh faktor
makroorganisme yakni rayap. Tbc (Tinggi bebas cabang) 6,02, Ttot (Tinggi total)
18,21, diameter pohon 71,62. Pada Sp 9 yaitu Swietenia mahagoni jenis
kerusakan ini diakibatkan oleh faktor makroorganisme yakni rayap. Tbc (Tinggi
bebas cabang) 3,51, Ttot (Tinggi total) 6,02, diameter pohon 27,02. Pada Sp 10
yaitu Barringstonia speciosa jenis kerusakan ini diakibatkan oleh faktor fisik

60
yakni suhu, faktor makroorganisme yakni kanker batang. Tbc (Tinggi bebas
cabang) 3,87, Ttot (Tinggi total) 7,34, diameter pohon 34,17. Pada Sp 11 yaitu
Pericopsis mooniana jenis ini tidak mempunyai kerusakan. Tbc (Tinggi bebas
cabang) 2,79, Ttot (Tinggi total) 8,57, diameter pohon 23,6. Pada Sp 12 yaitu
Intsia bijuga jenis kerusakan ini diakibatkan oleh faktor makroorganisme yakni
batang busuk, dan faktor mikroorganisme yakni inang. Tbc (Tinggi bebas cabang)
7,57, Ttot (Tinggi total) 12,67, diameter pohon 21,7. Pada Sp 13 yakni
Barringstonia speciosa jenis kerusakan ini diakibatkan oleh faktor
makroorganisme yakni batang busuk. Tbc (Tinggi bebas cabang) 3,87, Ttot
(Tinggi total) 3,38, diameter pohon 30,1. Pada Sp 14 yaitu Swietenia mahagoni
jenis kerusakan ini diakibatkan oleh faktor mikroorganisme yakni jamur merah.
Tbc (Tinggi bebas cabang) 2,44, Ttot (Tinggi total) 6,23, diameter pohon 24,12.
Pada Sp 15 yaitu Barringstonia speciosa jenis kerusakan ini diakibatkan oleh
faktor fisik yakni suhu, dan faktor makroorganisme yakni daun busuk. Tbc
(Tinggi bebas cabang) 2,79, Ttot (Tinggi total) 6,88, diameter pohon 23. Pada Sp
16 yaitu Swietenia mahagoni jenis kerusakan ini diakibatkan faktor
makroorganisme yakni kanker batang, dan faktor mikroorganisme yakni rayap..
Tbc (Tinggi bebas cabang) 3,33, Ttot (Tinggi total) 8,83, diameter pohon 29. Pada
Sp 17 yaitu Barringstonia speciosa jenis kerusakan ini diakibatkan faktor
mikroorganisme yakni daun (hama). Tbc (Tinggi bebas cabang) 4,24, Ttot (Tinggi
total) 9,96, diameter pohon 21,5. Pada Sp 18 yaitu Barringstonia speciosa jenis
kerusakan ini diakibatkan faktor mikroorganisme yakni bercak daun. Tbc (Tinggi
bebas cabang) 4,62, Ttot (Tinggi total) 7,57, diameter pohon 35,01. Pada Sp 19
yaitu Intsia bijuga yaitu Barringstonia speciosa jenis kerusakan ini diakibatkan
faktor fisik yakni suhu dan daun layu. Tbc (Tinggi bebas cabang) 4,43, Ttot
(Tinggi total) 9,96, diameter pohon 34. Pada Sp 20 yaitu Barringstonia speciosa
jenis kerusakan ini diakibatkan faktor fisik yakni sudu dan daun layu, dan faktor
mikroorganisme yakni rayap. Tbc (Tinggi bebas cabang) 3,15- Ttot (Tinggi total)
7,57, diameter pohon 20,08.

Persentase kerusakan akibat faktor fisik yaitu 35 %, Persentase kerusakan


akibat faktor mikroorganisme yaitu 30%, Persentase kerusakan akibat faktor

61
makroorganisme yaitu 60 %. Dapat dilihat dari hasil persentase faktor
makroorganisme paling banyak kerusakannya pada pohon.

BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini, yaitu :
1. Pada plot tegakan Bioteknologi telah mengalami kerusakan akibat beberapa
faktor, yaitu kerusakan akibat faktor fisik, mikroorganisme, makroorganisme.
2. Karakteristik kerusakan hutan yang ditimbulkan dari beberapa faktor cukup
besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati,
merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim
mikro maupun global, dan asap dari kebakaran hutan mengganggu kesehatan
masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan
udara.

62
3. Tekhnik penanggulangan kerusakan hutan dapat dilakukan dengan cara
pendekatan kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan cara
memberika pemahaman tentang fungsi dan manfaat hutan dan bekerjasama
dalam menjaga kelestarian hutan serta melakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian secara terstruktur.
4.2 Saran
Saran untuk laboratorium, fasilitas-fasilitas lebih di lengkapi agar lebih
lancar dan sampel seharusnya disimpan didalam lab yang kemungkinan langkah
untuk ditemukan agar ketika dijelaskan, agar praktikan tidak meraba-raba dalam
pikiran membayangkankannya.
Saran untuk praktikum, penyampaian informasi lebih jelas dan terarah,
serta hal yang di lakukan dilapangan harus sesuai dengan apa yang di ingin di tuju
sebelumnya. Jangan sampai membuang-buang waktu mengerjakannya di lapangan
tapi tidak ada kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan.Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Hadi AQ, dkk. 2011.10 Tanaman Investasi Pedulang rupiah .Jakarta: Grafindo

Indriyanto.2008. Pengantar Budidaya Hutan . Jakarta: Bumi aksara.

Mardji, Dj. 2012. Perlindungan Hutan di Daerah Tropis. Fakultas Kehutanan


Universitas Mulawarman, Samarinda.

Rasyid, F. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Tangerang


Selatan:Widyaiswara Pusdiklat Lingkungan Hidup, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kawasan Puspiptek Serpong, Gd. 210.

Rustam, D. 2003. Suatu Kajian tentang Strategi Penanggulangan Kerusakan


Hutan.MKI Edisi II. Hal 6-9.

63
Saharjo, B.H. 2003.Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari
Perlukah Dilakukan.Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan.
Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Semangun,H.2001.Pengantar Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan.Gadjah Mada


University Press.Yogyakarta.

Sila, M dan Nuraeni, S. 2009. Buku Ajar Perlindungan dan Pengamanan Hutan.
Makassar: Laboratorium Perlindungan dan Serangga Hutan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Hasanuddin.

Soemarwoto, Otto, 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit


Djambatan. Yogyakarta.

Tacconi, T. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia, Penyebab, Biaya dan Implikasi


Kebijakan.Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.

Wirakusumah, S. 2003. Mendambakan Kelestarian Sumberdaya Hutan bagi


Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.

Yulir, Yulmadia, 2013. Geografi 1 SMA:Penelitian Geografi. Jakarta: Yudistira

Yulia, M.Si. 2015. Dampak Akibat Kerusakan Hutan. Pusat Ilmu Geografi.
Yogyakarta.

LAMPIRAN

1. Data Mentah

Derajat
No. Jenis Jarak
(˚)
1 Santalum album 3 10
2 Swietenia mahagoni 7 10
3 Barringstonia speciosa 10 10
4 Intsia bijuga 29 10
5 Agathis alba 13 10
6 Pericopsis mooniana 11 10
7 Agathis alba 3 10
8 Santalum album 24 10
9 Swietenia mahagoni 11 10
10 Barringstonia speciosa 13 10

64
11 Pericopsis mooniana 7 10
12 Intsia bijuga 31 10
13 Barringstonia speciosa 13 10
14 Swietenia mahagoni 5 10
15 Barringstonia speciosa 7 10
16 Swietenia mahagoni 10 10
17 Barringstonia speciosa 15 10
18 Barringstonia speciosa 17 10
19 Intsia bijuga 16 10
20 Barringstonia speciosa 9 10

2. Dokumentasi

Kerusakan akibat lumut

65
Kerusakan akibat rayap

Menarik roll dengan jarak 10 m

66
67

Anda mungkin juga menyukai