Anda di halaman 1dari 11

Hubungan Antara Grazing, Ilegal

Logging, Dan Penertiban Lalu


Lintas Hasil Hutan

Oleh
Nama : Nurul Ismi Islamiah
Nim : M011181328
Kelas : B
Rumusan masalah

Dapat Mengetahui
Hubungan Antara Grazing,
Illegal Logging, Dan Penertiban
Lalu Lintas Hasil Hutan
Grazing (pengembalaan Ternak)
Peternakan merupakan suatu usaha yang sangat penting bagi
masyarakat petani disamping masyarakat yang hidupnya memang
mengkhususkan diri didalam peternakan. Indonesisa adalah suatu negara yang
dikenal sebagai negara agraris, maka masalah ternak menduduki tempat yang
penting dalam kehidupan masyarakat. Provinsi Nusa Tenggara Timur
merupakan bagian dari Indonesia yang memiliki iklim dan padang rumput yang
cocok untuk ternak-teranak, hingga peternakan akan tepat untuk dijadikan
sumber hidup yang utama bagi masyarakatnya.
Masalah di luar Jawa terutama daerah Nusa Tenggara Timur yang
mempunyai ternak sangat banyak agak berbeda. Penggembalaan ternak
kedalam hutan merupakan cara beternak yang telah dilakukan sejak dahulu.
Bahkan ada suatu adat yang menyatakan bahwa ternak berdaulat, artinya bila
ternak rakyat masuk kehutan, sawah atau ke ladang dan merusak isisnya
maka yang salah bukan ternaknya tetapi hutan, sawah dan ladangnya yang
harus dipagari.
AKIBAT DARI PENGGEMBALAAN
TERNAK DI HUTAN
Kerusakan akibat penggembalaan ternak di hutan dapat sampai
menyebabkan hutan mati seluruh pohonnya, bahkan dapat sampai
menimbulkan suatu erosi tanah pula. Derajat kerusakan yang diderita hutan
tergantung dari jenis serta jumlah ternaknya dan jenis dari pohon hutannya.
Jenis daun lebar akan lebih disukai dari pada yang berdaun jarum, tetapi yang
berdaun lebar lebih cepat menyembuhkan diri dari pada yang berdaun ajrum.
Spesies yang berbeda dapat memberikan reaksi yang berbeda pula terhadap
penggembalaan.
Akibat dari penggembalaan ternak di hutan dapat
dibagi menjadi :
a. Akibat yang merugikan :
- Terhadap tanah hutan
- Terhadap tanaman muda
- Terhadap tanaman yang sudah melewati masa muda.
b. Akibat yang menguntungkan :
- Terhadap persiapan dari penanaman
- Terhadap kebakaran hutan
Illegal logging (penebangan liar)

Praktik penebangan liar atau pencurian kayu yang lebih populer


dikenal dengan istilah illegal logging saat ini telah menjadi perhatian
pemerintah RI. Meskipun pemerintah telah menargetkan praktik ini dapat
diatasi pada tahun 2006 lalu namun masih saja ditemukan adanya peredaran
kayu yang diperdagangkan atau akan diselundupkan ke luar yang tanpa disertai
dokumen legal yang mengindikasikan praktik ini masih dilakukan oleh oknum
yang tidak bertanggung jawab. Illegal logging merupakan suatu bentuk
kejahatan lingkungan yang juga menyebabkan kerugiaan negara. Data dari
Depatemen Kehutanan tahun 2004 menyebutkan bahwa kerusakan hutan di
Indonesia yang diakibatkan praktik illegal logging telah mencapai 38 juta ha
per tahun dan negara telah kehilangan Rp.8,3 milyar per hari.
Dampak Pembalakan Liar

Dampak illegal logging tidak dapat dianggap sebagai suatu hal ringan
karena kegiatan ini hanya akan menjadikan ekosistem semakin rusak.
Kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan ini tidak hanya akan dirasakan oleh
fauna di dalamnya, tapi juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Dampak
pembalakan liar dapat dilihat dari berbagai sisi, antara lain segi ekologis dan
ekonomi.
a. Dampak Ekologis
Dampak pembalakan liar dari segi ekologis akan menimbulkan
beberapa masalah, seperti bencana alam. Pepohonan yang berfungsi sebagai
penahan air tidak akan memenuhi fungsinya jika dilakukan penebangan. Air
hujan yang jatuh ke permukaan tanah tidak dapat diserap dan disimpan di
dalam tanah karena tidak adanya akar pohon yang membantu dalam proses
perkolasi. Dampak dari peristiwa ini adalah kekeringan karena tidak adanya air
yang disimpan di dalam tanah
Dampak Pembalakan Liar

b. Dampak Ekonomi
Dampak pembalakan liar (illegal logging) dari segi ekonomi telah
mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Kerugian
negara yang disebabkan oleh kegiatan ini mencapai 30 triliun setiap tahunnya.
Sementara itu, sebenarnya para pembalak akan mendapatkan kerugian yang
besar akibat dampak buruk yang terjadi seperti banjir dan tanah longsor ke
permukiman penduduk di sekitarnya.
Pembalakan liar (illegal logging) juga menimbulkan anomali di
sektor kehutanan. Situasi terburuk yang terjadi adalah ancaman proses
deindustrialisasi sektor kehutanan. Hal itu mengartikan, sektor kehutanan yang
memiliki konsep berkelanjutan, karena didasari oleh sumber daya yang bersifat
terbaharui, kini bersifat terbatas akibat kegiatan pembalakan liar ini.
Penertiban lalu lintas hasil hutan
Penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat belum tertata dengan baik dan
pelaksanaannya oleh petugas atau oleh instansi di daerah asal dan tujuan peredaran
kayu masih belum mampu menjamin kelestarian hutan dan penerimaan negara atas
hasil hutan secara optimal. Kajian penatausahaan hasil hutan pada hutan rakyat
dilakukan untuk mengetahui kelemahan kebijakan dan pelaksanaan penatausahaan hasil
hutan yang menyebabkan tidak efektif mengendalikan peredaran kayu. Kajian
dilakukan dengan melakukan review kebijakan penatausahaan hasil hutan yang ada,
khususnya kebijakan penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat.
Hasil kajian menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu
disempurnakan dalam aturan penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat agar ketertiban,
kelancaran, dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan rakyat dapat tercipta dengan
baik. Penyempurnaan mulai dari pembuatan Surat Izin Penebangan (SIP) serta perlu
adanya berita acara pemeriksaan penebangan sebelum pengesahan LHP, sampai kepada
pengangkutan hasil hutan perlu disederhanakan tanpa mengurangi fungsi
penatausahaan hasil hutan yang efektif dalam melestarikan hutan dan mejamin hak-hak
negara atas hasil hutan.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4412).
Kesimpulan
Kerusakan akibat penggembalaan ternak
(grazing) di hutan dapat sampai menyebabkan
hutan mati seluruh pohonnya, bahkan dapat
sampai menimbulkan suatu erosi tanah pula dan
dampak illegal logging adalah dapat merusak
ekosistem hutan, maka dari itu perlu adanya
penertiban lalu lintas hutan agar dapat
menanggulangi dan mencegah kerusakan hutan

Anda mungkin juga menyukai