Anda di halaman 1dari 67

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan silvikultur yang
bertujuan untuk menyelamatkan hutan dari musuh-musuhnya. Perlindungan hutan
merupakan bagian dari kegiatan silvikultur yang sangat penting dan harus
diberikan perhatian khusus sesuai dengan subyeknya. Ilmu Perlindungan Hutan
dapat dipelajari secara terpisah dari bagian silvikultur lainnya, dengan demikian
ilmu ini akan tetap terasa pentingnya dan tidak pernah akan dilupakan. Sasaran
umum daripada perlindungan hutan adalah menanamkan kesadaran kepada setiap
petugas kehutanan akan pentingnya hubungan ilmu perlindungan hutan dengan
cabang lain dari ilmu silvicultur pada khususnya serta cabang-cabang ilmu
kehutanan pada umumnya yang dalam hubungan ini kita kenal baik sebagai
“forest management” (Anggraini, 2016).
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh
pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di
wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon
dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta
pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau
tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri
adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu
berbeda dengan sayursayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja.Pohon
juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu
yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Perlindungan
hutan meliputi pengamanan hutan, pengamanan tumbuhan dan satwa liar,
pengelolaan tenaga dan sarana perlindungan hutan dan penyidikan Perlindungan
Hutan diselenggarakan dengan tujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan
lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi dapat
tercapai secara optimal dan lestari (Kurniawan, 2008).
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan rusaknya hutan, diantaranya
kebakaran, perladangan, pengembalaan, dan perambahan.Hal tersebut yang

1
melatarbelakangi penyusunan laporan ini, untuk mengantisapasi kerusakan hutan
yang diakibatkan oleh kebakaran, perladangan, pengembalaan, dan perambahan
hutan.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


1.2.1 Tujuan
Adapun Tujuan diadakannya Praktikum lapang ini adalah:
a. Mengetahui faktor-faktor kerusakan hutan yang disebabkan oleh
kebakaran, perladangan, perambahan, dan pengembalan.
b. Mengetahui karakteristik kerusakan hutan.
c. Mengetahui rancangan teknik penanggulangan kerusakan hutan..

1.2.1 Kegunaan
Adapun kegunaan dari penulisan laporan ini adalah agar seluruh
masyarakat menyadari arti penting dari eksistensi hutan di dunia, dan
menerapkannya berbagai cara penanggulangan kerusakan hutan serta seluruh
masyarakat dapat mengetahui cara penanggulangan kerusakan hutan dan
menjaganya untuk tetap lestari.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Hutan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sebagian besar rakyat Indonesia, karena hutan memberikan sumber kehidupan
bagi kita semua. Hutan menghasilkan air dan oksigen sebagai komponen yang
yang sangat diperlukan bagi kehidupan umat manusia. Demikian juga dengan
hasil hutan lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Kebutuhan manusia yang semakin banyak dan berkembang, Kerusakan hutan
dipicu oleh sehingga terjadi hal-hal yang dapat merusak hutan Indonesia
(Kartodihardjo dkk, 2011).
Kerusakan hutan adalah kegiatan pembalakan hutan, merupakan kegiatan
yang merusak terhadap kondisi hutan setelah penebangan, karena di luar dari
perencanaan yang telah ada. Kerusakan hutan Indonesia dipicu oleh tingginya
permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi
perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam
pengelolaan hutan. Kerusakan hutan berdampak negatif dan dan positif
(Kartodihardjo dkk, 2011).
Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan hutan, yaitu (Putra, 2012) :
a. Kerusakan hutan karena perbuatan manusia secara sengaja.
b. Kerusakan hutan karena hewan dan lingkungan.
c. Kerusakan hutan karena serangan hama dan penyakit.
Penebangan hutan tanpa perhitungan dapat mengurangi fungsi hutan sebagai
penahan air. Penebangan hutan akan berakibat pada kelangsungan daur hidrologi
dan menyebabkan humus cepat hilang. Dengan demikian kemampuan tanah untuk
menyimpan air berkurang. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan
langsung mengalir, hanya sebagian kecil yang meresap ke dalam tanah. Tanah
hutan yang miring akan tererosi, khususnya pada bagian yang subur, sehingga
menjadi tanah yang tandus. Bila musim penghujan tiba akan menimbulkan banjir,
dan pada musim kemarau mata air menjadi kering karena tidak ada air tanah.
Penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat lainnya

3
adalah harimau, babi hutan, ular dan binatang buas lainnya menuju ke
permukiman manusia (Suryanto, 2012).
Salah satu sebab utama perusakan hutan adalah penebangan hutan. Banyak
tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari
hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan membeli produk kayu
tertentu, orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara langsung
membantu perusakan hutan hujan. Kerusakan hutan yang paling besar dan sangat
merugikan adalah kebakaran hutan. Diperlukan waktu yang lama untuk
mengembalikannya menjadi hutan kembali (Suryanto, 2012).
Berdasarkan data tahun 1985, Indonesia bersama - sama dengan Brasil dan
Zaire mempunyai luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia.
Indonesia sendiri mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika
terbesar di asia dan nomor tiga di dunia.Hutan Indonesia terancam semakin
berkurang seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 2 dan 3
tahun 2008. Peraturan ini mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan diluar kegiatan kehutanan (Liem dalam Wajah Hutan Indonesia).
PP tersebut akan menjadi landasan hukum bagi investor untuk membuka hutan-
hutan produksi baru atau kegiatan budidaya hutan di berbagai wilayah di
Nusantara (Suryanto, 2012).
Keberadaan aspek legal yang mendukung aktivitas budidaya untuk kawasan
perhutanan menjadi bagian dari kondisi hutan kita saat ini. Bentuk peruntukan
kawasan hutan dengan alih fungsi lahan menjadi wilayah pertambangan
(budidaya) atau hutan produksi menyebabkan kerusakan hutan menjadi hal biasa
dan terjadi begitu saja.Aktivitas seperti penambangan di Hutan dapat
menyebabkan kerusakan permanen. Aktivitas penambangan dapat menimbulkan
dampak yang besar, tidak hanya pada kawasan penambangan tapi juga wilayah
disekitarnya, termasuk wilayah hilir dan pesisir dimana limbah penambangan
dialirkan. Tidak hanya itu, sisa-sisa hasil penambangan dapat merusak ekosistem
di dalam hutan dan merusak keseimbangan alam. Selain penambangan, hutan kita
saat ini juga dihiasi dengan aktivitas illegal logging yang masih terus berlangsung
disejumlah tempat di Indonesia. Penangkapan ribuan log kayu di Kalimantan

4
Barat dan di Riau baru-baru ini makin memperjelas status kehutanan Indonesia
yang lebih besar pasak dari pada tiang (Suryanto, 2012).
Menurut data yang diperoleh dari WALHI, dalam periode 2000-2005, hutan
Indonesia telah hilang seluas 5,4 juta hektar. Deforestasi ini terjadi akibat
pembangunan ekonomi yang dilangsungkan tak lagi menempatkan pertimbangan
ekologis sebagai rujukan utama. Alih fungsi hutan lindung yang sedang
berlangsung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau dan Banyuasin, Sumatera
Selatan, adalah ukuran paling mencolok. Selain itu, proses deforestasi terjadi
besar-besaran di tujuh pulau besar di Indonesia, terbesar di Pulau Sumatera dan
Kalimantan (Kurniawan, 2008).
Saat ini Indonesia adalah pemilik 126,8 juta hektar hutan. Hutan seluas ini
merupakan tempat tinggal dan pendukung kehidupan 46 juta penduduk lingkar
hutan. Namun, seiring dengan tingginya tingkat permintaan pasar pada industri
pengolahan kayu, laju pertumbuhan pengurangan hutan dapat menyebabkan
hilangnya asset bangsa dan dunia ini dalam waktu yang cepat (Berry
dalam Tenggelamnya Indonesiaku!).Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap
menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan)
periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan,
laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun (Kurniawan,
2008).
Bahkan jika menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s
Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO),
angkadeforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju
deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The
Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan
daya rusak hutan tercepat di dunia.Dari total luas hutan di Indonesia yang
mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri
Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen
atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki
tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah
(Kurniawan, 2008).

5
Selain itu, 25% lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami
deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan
hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara
dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan)
sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer (Kurniawan, 2008).
Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan
Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia,
pemilik 16% spesies binatang reptil dan amphibi, 1.519 spesies burung dan 25%
dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat
ditemui di daerah tersebut. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan
kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah
kehilangan hutan aslinya sebesar 72%. Penebangan hutan Indonesia yang tidak
terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan
tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6
juta hektare per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta
hektare per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan
tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil
penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektare hutan dan lahan
rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektare berada dalam kawasan hutan
(Kurniawan, 2008).
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa
diperkirakan masih sekitar 9 juta hektare. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan
alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektare atau 7 persen dari luas total Pulau
Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa
sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik
setiap tahunnya. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu
akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak
pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta
tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius
terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Industri perkayuan di Indonesia
memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu.
Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha

6
perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha
pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan. Sementara itu rakyat digusur
dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi
punya akses terhadap hutan mereka. Dan hal ini juga diperparah dengan kondisi
pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat
dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Penebangan hutan di
Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhirtahun 1960-an, yang
dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan kayu secara manual
(Kurniawan, 2008).
Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan
dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun
1990, yang melakukan tebang habis (land clearing). Selain itu, areal hutan juga
dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga
melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi
dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan. Di tahun 1999, setelah
otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada
pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama
juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa izin yang tak terkendali
oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh
aparat pemerintah dan keamanan (Kurniawan, 2008).
2.2 Peran Hutan Terhadap Lingkungan

Peran atau manfaat hutan terhadpa lingkungan dan manusia terbagi dua
yaitu (Arief,2001) :

1. Peran atau manfaat hutan terhadap lingkungan


a. Pelestarian Plasma Nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk


pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan,
obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan
komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu,
plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati.

7
b. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara.
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang
dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya
hutan, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat
dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Partikel
yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap pada
permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai
permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang
stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang
dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih
dan sehat.
c. Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen.
Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang
mencemari udara di daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70 % dari
partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Hutan
dengan kanekaragaman tumbuhan yang terkandung di dalamnya
mempunyai kemampuan menurunkan kandungan timbal dari udara.
d. Peredam Kebisingan.
Pohon dapat meredam suara dan menyerap kebisingan sampai 95%
dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting.
Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang
mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang. Berbagai jenis
tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat
mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal
dari bawah.
e. Mengurangi Bahaya Hujan Asam.
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam
melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Hujan yang
mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan
mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam
seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun
membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian adanya

8
proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu
dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya
lagi bagi lingkungan. pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih
tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk
pohon.
f. Penyerap Karbon-monoksida.
Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan
yang baik dalam menyerap gas. Tanah dengan mikroorganismenya dapat
menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm
menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.
g. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen.
Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari
fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Cahaya matahari akan
dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik di hutan kota, hutan alami,
tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi
untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen.
Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat
menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi
manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain
pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh
manusia dan hewan.
h. Penahan Angin.
Angin kencang dapat dikurangi 75-80% oleh suatu penahan angin yang
berupa hutan kota.
i. Penyerap dan Penapis Bau.
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau
permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau
secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak
dari sumber bau.
j. Pelestarian Air Tanah.
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah
menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus

9
bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar
maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Jika hujan lebat terjadi, maka
air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam
menjadi air infiltrasi dan air tanah dan hanya sedikit yang menjadi air
limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada daerah resapan air dari
kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air
dengan kualitas yang baik.
k. Penapis Cahaya Silau.
Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat
memantulkan cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila
permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya
akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya
pandang pengendara. Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan
cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya.
a. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan
asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses
gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K
dan bahan organik seperti glumatin dan gula. Bahan an-organik yang
diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses through fall dengan
urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun
dari daun jarum. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba
di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun
mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang
terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan
demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan
sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak
begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. pH air hujan yang telah melewati
tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang
tidak melewati tajuk pohon.
b. Mengatasi Penggenangan

10
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis
tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis
tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai
jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata yang banyak pula.
c. Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi
Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada
beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis
tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai
masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan. Upaya untuk
mengatasi masalah ini yakni membangun hutan lindung kota pada daerah
resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang
rendah. Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam
gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di
pantai. Dengan demikian hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi
pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.
d. Produksi Terbatas
Hutan memiliki fungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh,
pohon mahoni di hutan kota Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang
dengan harga Rp. 74 juta. Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan
biji atau buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan
warga masyarakat dapat meningkatkan taraf gizi dan penghasilan
masyarakat.
e. Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk
perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat
meningkatnya suhu udara di perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk
mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu
panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan
layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-
lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk
pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi.
f. Mengurangi Stress, Meningkatkan Pariwisata dan Pencinta Alam

11
Kehidupan masyarakat di lingkungan hidup kota mempunyai
kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan
bermotor maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta
pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen
yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida. Oleh
sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan
sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan
berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi
keperluannya saja di kota. Hutan kota juga dapat mengurangi kekakuan
dan monotonitas.
2. Peran atau manfaat hutan terhadap masyarakat
a. Manfaat Keilmuan
Keanekaragaman hayati merupakan lahan penelitian dan
pengembangan ilmu yang sangat berguna untuk kehidupan manusia.
b. Manfaat Keindahan
Keindahan alam tidak terletak pada keseragaman tetapi pada
keanekaragaman. Bayangkan bila halaman rumah kita hanya ditanami satu
jenis tanaman saja, apakah indah Tentu saja akan lebih indah apabila
ditanami berbagai tanaman seperti mawar, melati, anggrek, rumput, palem.
Kini kita sadari bahwa begitu banyak manfaat keanekaragaman hayati
dalam hidup kita. Pemanfaatannya yang begitu banyak dan beragam tentu
saja dapat mengancam kelestariannya. Untuk itu kita harus bijaksana
dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati, dengan mempertimbangkan
aspek manfaat dan aspek kelestariannya.
c. Manfaat Ekologi
Selain berfungsi untuk menunjang kehidupan manusia,
keanekaragaman hayati memiliki peranan dalam mempertahankan
keberlanjutan ekosistem. Masing-masing jenis organisme memiliki
peranan dalam ekosistemnya. Peranan ini tidak dapat digantikan oleh jenis
yang lain. Sebagai contoh, burung hantu dan ular di ekosistem sawah
merupakan pemakan tikus. Jika kedua pemangsa ini dilenyapkan oleh
manusia, maka tidak ada yang mengontrol populasi tikus. Akibatnya

12
perkembangbiakan tikus meningkat cepat dan di mana-mana terjadi hama
tikus. Tumbuhan merupakan penghasil zat organik dan oksigen, yang
dibutuhkan oleh organisme lain. Selain itu, tumbuh-tumbuhan dapat
membentuk humus, menyimpan air tanah, dan mencegah erosi.
Keanekaragaman yang tinggi memperkokoh ekosistem. Ekosistem dengan
keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak stabil. Bagi
manusia, keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang sifat-sifat
unggul (plasma nutfah) untuk dimanfaatkan di kemudian hari.
d. Sebagai Sumber Plasma Nutfah
Hewan, tumbuhan, dan mikroba yang saat ini belum diketahui tidak
perlu dimusnahkan, karena mungkin saja di masa yang akan datang akan
memiliki peranan yang sangat penting. Sebagai contoh, tanaman mimba
(Azadirachta indica), dahulu tanaman ini hanya merupakan tanaman pagar,
tetapi saat ini diketahui mengandung zat azadiktrakhtin yang memiliki
peranan sebagai anti hama dan anti bakteri. Adapula jenis ganggang yang
memiliki kandungan protein tinggi, yang dapat digunakan sebagai sumber
makanan masa depan, misalnya Chlorella. Buah pace (mengkudu) yang
semula tidak dimanfaatkan, sekarang diketahui memiliki khasiat untuk
meningkatkan kebugaran tubuh, mencegah dan mengobati penyakit
tekanan darah.
e. Sebagai Sumber Pendapatan
Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sumber pendapatan.
Misalnya untuk bahan baku industri, rempah-rempah, dan perkebunan.
Bahan baku industri misalnya kayu gaharu dan cendana untuk industri
kosmetik, teh dan kopi untuk industri minuman, gandum dan kedelai untuk
industri makanan, dan ubi kayu untuk menghasilkan alkohol. Rempah-
rempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu dapur. Perkebunan misalnya
kelapa sawit dan karet.
f. Sebagai Sumber Pangan, Perumahan dan Kesehatan
Kehidupan manusia yang bergantung pada keanekaragaman hayati.
Hewan dan tumbuhan yang kita manfaatkan saat ini (misalnya ayam,
kambing, padi, jagung) pada zaman dahulu juga merupakan hewan dan

13
tumbuhan liar, yang kemudian dibudidayakan. Hewan dan tumbuhan liar
itu dibudidayakan karena memiliki sifat-sifat unggul yang diharapkan
manusia. Sebagai contoh, ayam dibudidayakan karena menghasilkan telur
dan daging. Padi dibudidayakan karena menghasilkan beras. Beberapa
contoh tumbuhan dan hewan yang memiliki peranan penting untuk
memenuhi kebutuhan pangan, perumahan, dan kesehatan, misalnya:
 Pangan: berbagai biji-bijian (padi, jagung, kedelai, kacang), berbagai
umbi-umbian (ketela, singkong, suwek, garut, kentang), berbagai
buah-buahan (pisang, nangka, mangga, jeruk, rambutan), berbagai
hewan ternak (ayam, kambing, sapi).
 Perumahan: kayu jati, sonokeling, meranti, kamfer.
 Kesehatan: kunyit, kencur, temulawak, jahe, lengkuas.
2.3 Penyebab Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena
kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan ditambah juga
penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Studi
CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab
perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah,
perambahan hutan, transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman,
pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang
dilakukan oleh
kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh
oknum-oknum. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa
sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang
didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman
monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan
ekologisdi areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan
tersebut sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih
sesuai. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan
tropis merupakan salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan
berdampak negatif terhadap emisi gas rumah kaca. Bila hutan masih terjaga
dengan baik memiliki pohon-pohon yang rimbun, hutan dapat menyerap air

14
ketika hujan datang dan menyimpannya dalam tanah di celah-celah
perakaran, kemudian melepaskannya secara perlahan melalui daerah aliran
sungai. Hutan mengontrol fluktuasi debit air pada sungai sehingga pada saat
musim hujan tidak meluap dan pada saat musim kemarau tidak kering. Di sini
hutan berfungsi sebagai pengatur hidro-orologis bagi kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Selain banjir dan kekeringan, masih banyak lagi
dampak negatif dari kerusakan hutan. Kerusakan lingkungan hutan seperti ini
merupakan kerusakan akibat ulah manusia yang menebang pohon pada
daerah hulu sungai bahkan pembukaan hutan yang dikonversi dalam bentuk
penggunaan lain. Terganggunya sistem hidro-orologis akibat kerusakan
hutan. Banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau
merupakan salah satu contoh dari tidak berfungsinya hutan untuk menjaga
tata air. Air hujan yang jatuh tidak dapat diserap dengan baik oleh tanah, laju
aliran permukaan atau runoff begitu besar. Air Hujan yang jatuh langsung
mengalir ke laut membawa berbagai sedimen dan partikel hasil dari erosi
permukaan. Terjadinya banjir bandang dimana-mana yang menimbulkan
kerugian harta maupun nyawa. Masyarakat yang terkena dampaknya
kehilangan harta benda dan rumah tempat mereka berteduh akibat terbawa
banjir bandang, bahkan ditambah kerugian jiwa yang tak ternilai harganya
(Adinugroho, 2009).
Hasil Penelitian terakhir dari CIFOR mengungkapkan beberapa
dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar
nabati atau biofuel. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan
gambut, menyebabkan emisi karbonyang dihasilkan dari konversi lahan
memerlukan waktu ratusan tahun untuk proses pemulihan seperti sedia kala
(Nazir,2009)
Data kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur, ini akibat
perbedaan persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang
kerusakan hutan. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World
Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh
peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank
mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah.

15
Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan
berkurang sebesar satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan
mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per
tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa
kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian
besar adalah penebangan liar atau illegal logging. Sedangkan ada ahli
kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah
1.080.000 ha per tahun (Nazir,2009).
A. Penyebab Kerusakan Hutan Beberapa bentuk terjadinya kerusakan hutan
dipicu oleh berbagai kegiatan seperti (Adinugroho,2009) :
1. Ilegal logging, yaitu penebangan yang terjadi di suatu kawasan hutan
yang dilakukan secara liar sehingga menurunkan atau mengubah fungsi
awal hutan. Meskipun telah ada larangan keras dari Pemerintah untuk
melakukannya, akan tetapi sebagian besar kalangan masyarakat masih
melakukan kegiatan tersebut.
2. Kebakaran hutan, kebanyakan dari peristiwa kebakaran hutan terjadi
karena faktor kesengajaan. Beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab
sengaja membakar hutan untuk dijadikan lahan perkebunan, pemukiman,
peternakan, dan yang lainnya.
3. Perambaan hutan. Para petani yang bercocok tanam tahunan dapat
menjadi sebuah ancaman bagi kelestarian hutan. Mereka bisa dapat
memanfaatkan hutan sebagai lahan baru untuk bercocok tanam. Selain
itu, pertumbuhan penduduk yang semakin pesat juga dapat berkontribusi
terhadap terjadinya perambaan hutan. Hal ini disebabkan kebutuhan
lahan untuk kelangsungan hidup meraka juga semakin meningkat. Dan
hutan menjadi salah satu object yang bisa mereka gunakan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
4. Serangan hama dan penyakit Jumlah populasi hama yang meledak juga
bisa menjadi salah satu bentuk kerusakan hutan. Hama-hama tersebut
dapat menyerang dan menimbulkan kerusakan pada populasi pohon yang
hidup di suatu kawasan hutan.

16
5. Pemukiman dan Pertambahan Penduduk Seiring dengan pertambahan
penduduk, pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi serta batas kawasan
cagar alam yang begitu dekat dengan batas pemukiman masyarakat
dibeberapa tempat, menyebabkan terjadinya pembangunan perumahan
dan pemilikan tanah dalam berbagai bentuk dan sifat, sehingga ada
sebagian kapling masyarakat yang letaknya telah masuk kawasan cagar
alam dan sebagian yang berbatasan. Kapling-kapling yang telah menjadi
milik masyarakat adalah pemukiman yang terletak disepanjang batas
kawasan cagar alam antara lain Kampung Harapan, Ifar Gunung, Doyo
baru dan Kampung Sereh. Jumlah pemukiman didalam kawasan cagar
alam adalah 56 Unit rumah yang menyebar hampir di tiga kecamatan
yang menjadi sampel penelitian Pemukiman masyarakat yang tidak
sesuai dengan prosedur dan rencana tata ruang wilayah kabupaten
Jayapura menyebabkan terjadinya pemukiman liar serta munculnya
pemukiman baru disekitar maupun di dalam kawasan cagar alam
cycloop. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah penduduk atau
lajunya angka pertambahan penduduk di Kabupaten Jayapura yang
meningkat setiap tahunnya sementara lahan yang tersedia terbatas.
Tingginya angka pertambahan penduduk setiap tahun jika tidak
diimbangi dengan tersedianya lahan maka akan menambah jumlah
pemukiman liar didalam kawasan cagar alam cycloop. Jika masalah
pemukiman masyarakat yang tidak teratur serta tidak sesuai dengan
prosedur ini dibiarkan terus menerus dan tidak mendapat penanganan
yang baik dari pihak terkait maka dikhawatirkan beberapa tahun kedepan
wilayah perbatasan kawasan cagar alam yang berfungsi sebagai zona
penyangga kawasan cagar alam pegunungan cycloop akan berubah
menjadi pemukiman bahkan bisa jadi pemukiman tersebut masuk
didalam zona inti kawasan cagar alam pegunungan cycloop.
6. Perladangan, hasil pengolahan data primer menunjukan bahwa rata-rata
responden bermata pencaharian pokok sebagai petani/peladang yaitu 49
KK atau 98 persen. Hal ini karena kegiatan perladangan sudah
merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang serta hasil dari

17
ladang tersebut bisa langsung dikonsumsi serta sebagian dapat dijual
untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Pola perladangan masyarakat
dibeberapa lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat
dikatakan sangat aktif dan sebagian besar responden menggunakan
system perladangan berpindah-pindah (50 KK) atau 100 persen
responden menganut sistem perladangan berpindah-pindah (shifting
cultivation).
7. Penebangan kayu, berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan
responden diketahui bahwa kegiatan penebangan kayu didalam kawasan
cagar alam pegunungan cycloop dibeberapa lokasi yang dijadikan sample
dilakukan oleh hampir semua kelompok masyarakat baik suku asli
sentani sendiri selaku pemilik hak ulayat atas areal tersebut maupun
imigran lokal dari daerah lain. Hasil pengolahan data primer menunjukan
bahwa 100 persen (50 KK) responden mengambil kayu di hutan atau
didalam kawasan cagar alam. Hal ini disebabkan karena letak kawasan
yang dekat dengan pemukiman masyarakat serta kebiasaan dari
masyarakat pemilik tanah (hak ulayat) yang bebas melakukan aktifitas
didalam kawasan karena menganggap bahwa areal tersebut adalah hak
ulayat mereka. Pada umumnya pengambilan/penebangan kayu yang
dilakukan masyarakat didalam kawasan digunakan untuk keperluan
memasak yaitu 32 KK(64%), bahan bangunan rumah 13 KK(26%) serta
untuk di jual 5 KK(10%). Hal ini disebabkan karena memasak dengan
kayu bakar merupakan cara praktis dan tidak membutuhkan biaya serta
kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas sehingga tidak mampu untuk
membeli peralatan masak seperti kompor minyak 8 sehingga
menggunakan kayu bakar sebagai perlengkapan memasak sehari-hari.
Hal lain yang turut mempengaruhi adalah langkanya BBM khususnya
minyak tanah beberapa tahun terakhir ini membuat distribusi minyak
tanah kepada masyarakat sangat sulit sehingga walaupun ada keluarga
yang mempunyai kompor tetapi tidak bisa menggunakannya karena tidak
ada minyak tanah.

18
8. Pembangunan Jalan, dari hasil survey dilapangan diperoleh informasi
bahwa sementara ini dibangun jalan raya yang akan menghubungkan
beberapa lokasi baik di Kabupaten maupun Kota Jayapura yang rutenya
akan melewati bahkan masuk dalam kawasan cagar alam pegunungan
cycloop. Jalan tersebut diantaranya meliputi : \
a. Ruas Jalan Skyline ke Perumnas IV Waena. Ruas jalan yang dibuat
dari Skyline ke Perumnas IV Waena dibangun pada zona
penyangga hingga masuk dalam kawasan cagar alam.
b. Pembangunan ruas jalan dari Pasir VI menuju Ormu. Pembangunan
jalan ini masuk dalam kawasan cagar alam. Dampak yang
ditimbulkan dari pembangunan jalan ini adalah rusaknya habitat dan
satwa yang ada di kawasan tersebut serta banyak masyarakat yang
akan bermukim disepanjang jalan tersebut dan sudah pasti
melakukan aktifitas di dalam kawasan cagar alam cycloop.
9. Penggalian Bahan Galian C, kebutuhan akan bahan baku pembuatan
jalan dan bangunan dari tahun ke tahun semakain meningkat. Bahan
galian tersebut telah banyak digali secara illegal dan dijual kepada
setiap kendaraan yang masuk untuk membelinya. Selain secara illegal
juga digali oleh perusahaan yang memiliki ijin dari Dinas
Pertambangan Provinsi Papua. Dari hasil survey dan wawancara dengan
para pengumpul di beberapa lokasi penggalian, diperoleh informasi
bahwa penggalian bahan material bangunan dilaksanakan dengan dasar
kontrak bersama pemilik tanah atau ondoafi sebagai pemilik hak ulayat
setempat. Penggalian illegal yang dilaksanakan oleh masyarakat secara
perorangan pada umumnya terpusat pada aliran kali/sungai dengan
lokasi kegiatan antara lain : di kiri kanan kali Kayabu, kali Jabawi, dan
Kali Ular.
10. Status Penguasaan Tanah/Lahan di dalam Kawasan Peranan
kebudayaan tradisional masih sangat kuat bagi masyarakat asli suku
sentani yang pada umunya mendiami Kabupaten Jayapura. Sistem adat
yang kuat ini turut mempengaruhi sistem pemanfaatan lahan/tanah dan
sumber daya alam yang lebih dikenal dengan Hak Ulayat. Kawasan

19
hutan pegunungan cycloop telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai
kawasan cagar alam, namun bagi warga masyarakat suku sentani
mengagnggap bahwa kawasan hutan cagar alam pegunungan cycloop
merupakan tanah adat yang merupakan hak ulayat mereka. Secara tidak
langsung status kepemilikan atas tanah / hak ulayat masyarakat atas
kawasan cagar alam cycloop turut mempengaruhi upaya pengelolaan
kawasan ini kedepan. Hal ini terlihat dimana instansi terkait sudah
melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan,
namun upaya ini tidak pernah berhasil karena banyak marga/klen yang
mempunyai hak ulayat didalam kawasan sehingga kadang upaya
pemberdayaan tersebut menimbulkan konflik sesama pemilik hak
ulayat yang pada akhirnya berpengaruh kepada berhentinya program
pemberdayaan dari instansi terkait yang sudah berupaya untuk
mencegah tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan cagar
alam cycloop.
B. Deforestasi atau dampak akibat kerusakan hutan dapat menimbulkan berbagai
bencana seperti di bawah ini (Adinugroho,2009) :
1. Perubahan iklim Oksigen (O2) merupakan gas yang melimpah di atmosfer,
dimana hutan merupakan produsen terbesar yang menghasilkan gas
tersebut. Selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang
menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Itulah sebabnya mengapa
ada istilah yang mengatakan bahwa hutan adalah paru-paru bumi. Pada
saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka hal tersebut bisa berakibat
terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan iklim yang ekstrem.
Dengan adanya deforestasi, jumlah karbondioksida (CO2) yang dilepaskan
ke udara akan semakin besar. Kita tahu bahwa karbondioksida merupakan
gas rumah kaca yang paling umum. Menurut Badan Perlindungan
Lingkungan Amerika serikat menyatakan bahwa CO2 menyumbang
sekitar 82% gas rumah kaca di negara tersebut. Menurut seorang Profesor
ilmu lingkungan di Lasell Collage Newton, Massachusets menyatakan
bahwa deforestasi tidak hanya mempengaruhi jumlah karbondioksida yang
merupakan gas rumah kaca, akan tetapi deforestasi juga berdampak pada

20
pertukaran uap air dan karbondioksida yang terjadi antara atmosfer dan
permukaan tanah yang berkaitan dengan terjadinya perubahan iklim,
dimana perubahan konsentrasi yang ada di lapisan atmosfer akan memiliki
efek langsung terhadap iklim di Indonesia ataupun di dunia.
2. Kehilangan berbagai jenis spesies Deforestasi juga berdampak pada
hilangnya habitat berbagai jenis spesies yang tinggal di dalam hutan.
Menurut National Geographic, sekitar 70% tanaman dan hewan hidup di
hutan. Deforestasi mengakibatkan mereka tidak bisa bertahan hidup
disana. Dengan hilangnya habitat-habitat tersebut, maka hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya kepunahan spesies.Hal ini bisa berdampak di
berbagai bidang, seperti di bidang pendidikan dimana akan musnahnya
berbagai spesies yang dapat menjadi object suatu penelitian. Selain itu,
dibidang kesehatan deforestasi bisa berakibat hilangnya berbagai jenis obat
yang bisanya bersumber dari berbagai jenis spesies hutan.
3. Terganggunya siklus air Kita tahu bahwa pohon memiliki peranan yang
penting dalam siklus air, yaitu menyerap curah hujan serta menghasilkan
uap air yang nantinya akan dilepaskan ke atmosfer. Dengan kata lain,
semakin sedikit jumlah pohon yang ada di bumi, maka itu berarti
kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam
bentuk hujan juga sedikit. Nantinya, hal tersebut dapat menyebabkan tanah
menjadi kering sehingga sulit bagi tanaman untuk hidup. Selain itu, pohon
juga berperan dalam mengurangi tingkat polusi air, yaitu dengan
menhentikan pencemaran. Dengan semakin berkurangnya jumlah pohon-
pohon yang ada di hutan akibat kegiatan deforestasi, maka hutan tidak bisa
lagi menjalankan fungsinya dalam menjaga tata letak air.
4. Mengakibatkan Banjir dan erosi tanah Word Wildlife Fund (WWF)
mengungkapkan bahwa sejak tahun 1960, lebih dari sepertiga bagian lahan
subur di bumi telah musnah akibat kegiatan deforestasi. Kita tahu bahwa
pohon memegang peranan penting untuk menghalau berbagai bencana
seperti terjadinya banjir dan tanah longsor. Dengan tiadanya pohon, maka
pada saat musim hujan tanah tidak bisa menyerap dengan baik tumpahan
air hujan dan mengakibatkan besarnya laju aliran air di permukaan, yang

21
pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain itu, air hujan dapat
mengangkut partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi tanah
atau tanah longsor.
5. Mengakibatkan kekeringan Dengan hilangnya daya serap tanah, hal
tersebut akan berimbas pada musim kemarau, dimana dalam tanah tidak
ada lagi cadangan air yang seharusnya bisa digunakan pada saat musim
kemarau. Hal ini disebabkan karena pohon yang bertindak sebagai tempat
penyimpan cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga Ini akan berdampak
pada terjadinya kekeringan yang berkepanjangan.
6. Rusaknya ekosistem darat dan laut Hutan menjadi habitat bagi berbagai
jenis spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan. Itu berarti bahwa hutan
merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang ada di bumi ini.
Kegiatan deforestasi hutan dapat mengakibatkan kerusakan bahkan
kepunahana bagi kekayaan alam tersebut itu sendiri maupun kekayaan
alam lainnya yang ada di tempat lain seperti di laut. Kerusakan hutan yang
terjadi akan membawa akibat terjadinya banjir maupun erosi yang dapat
mengangkut partikel-partikel tanah menuju ke laut yang nantinya akan
mengalami proses sedimentasi atau pengendapan di sana. Hal tersebut
tentu saja bisa merusak ekosistem yang ada di laut, seperti ikan serta
terumbu karang.
7. Menyebabkan Abrasi pantai Eksploitasi hutan secara liar tidak hanya
dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab di kawasan hutan yang
ada di darat saja. Kegiatan tersebut juga bisa dilakukan terhadap hutan-
hutan mangrove yang berfungsi untuk melindungi pantai dari terjangan
gelombang dan badai yang berada di pesisir pantai. Jika hal tersebut terus
dibiarkan, akan berakibat terjadinya abrasi pantai .
8. Kerugian ekonomi Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam,
sebagian masyarakat menggantungkan hidup mereka dari hasil hutan. Jika
hutan rusak, maka sumber penghasilan mereka pun juga akan menghilang.
Kerusakan hutan bisa menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga akan
sulit dipergunakan untuk bercocok tanam. Selain itu, kerusakan hutan bisa
memicu terjadinya berbagai macam bencana yang pada akhirnya akan

22
menimbulkan kerugian, baik itu kerugian material maupun non material.
Banyak orang yang kehilangan lahan, tempat tinggal, maupun anggota
keluarga akibat bencana seperti banjir dan tanah longsor.
9. Mempengaruhi kualitas hidup Terjadinya erosi tanah sebagai akibat
kerusakan hutan dapat mengangkut partikel-partikel tanah yang
mengandung zat-zat berbahaya seperti pupuk organik memasuki danau,
sungai, maupun sumber air lainnya. Ini akan berakibat penurunan kualitas
air yang berada di daerah tersebut. Dengan kualitas air yang buruk akan
berdampak pada tingkat kesehatan yang buruk pula.
2.3.1. Faktor Fisik
Kerusakan yang disebabkan karena faktor fisik dalam literatur disebut
Physiological Diseases atau Atmospheric Agencies. Nama lainnya adalah
Nonparasitic Diseases dan Noninfectious Diseases. Noninfectious
Diseases ini merupakan penyakit tanaman yang tidak disebabkan oleh
patogen atau makhluk hidup. Sebagian besar penyebabnya adalah faktor
cuaca. Tanaman akan tumbuh secara sempurna apabila semua faktor
lingkungan berada dalam keseimbangan. Tidak satupun faktor yang tidak
ditemukan dan tersedianya tidak melebihi atau kurang dari jumlah yang
dibutuhkan oleh tanaman. Gambar 1 akan menunjukkan suatu batas faktor
lingkungan memungkinkan proses pertumbuhan tanaman berjalan secara
sempurna misalnya kecepatan pertumbuhan, fotosintesa dan sebagainya
(Arief ,2001).
Zona yang terdapat di antara dua lethal zona disebut “zone of tolerance”
untuk suatu faktor yang sama dapat berbeda pada tanaman yang berbeda
pula. Dengan demikian reaksi tanaman terhadap temperatur ekstrim akan
sangat bervariasi. Temperatur rendah akan merusak tanaman dalam musim
salju dimana kerusakan seperti ini tidak akan dijumpai di daerah tropik.
Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh temperatur tinggi adalah berupa
pengaruh perbedaan dalam sistem enzim, penumpukan protein, pecahnya
sel-sel membran dan terlepasnya gas-gas beracun di dalam proses
metabolisme. Sebagai akibat dari semua kejadian di atas menyebabkan
matinya sel-sel tanaman dan selanjutnya jaringan-jaringan tanaman

23
menjadi kering. Seedling sering-sering memperlihatkan gejala batang
rotset (stem girdle), karena radiasi panas dari tanah dapat menghanguskan
jaringan-jaringan pada batang muda. Jika batang muda tersebut sampai
pada zone pembengkakan maka disebut sebagai “heatcancer”. Kombinasi
antara temperatur tinggi, kelembaban rendah dan angin sering-sering
menyebabkan daun dan daging buah menjadi hangus seperti kalau disiram
air panas. Gejala lainnya yang paling utama adalah perubahan warna daun
menjadi hijau pucat, bercak-bercak berwarna coklat dan bahkan kering
sama sekali (Arief, 2001)
1. Temperature
Pengaruh temperatur yang tinggi dapat dikurangi dengan menanam
pohon lebih rapat atau mendapatkan air yang cukup, menggunakan
tanaman penutup tanah, menutupi serasah pada permukaan tanah dan
memberikan naungan. Dalam keadaan temperatur tinggi tanaman
sebaiknya diberikan fungisida karena jaringan-jaringan tanaman sangat
peka terhadap parasit. Temperatur 65°C atau 150°F cukup untuk merusak
jaringanjaringan sel yang lembut atau lemah sehingga dapat menyebabkan
matinya tanaman terutama sekali tanaman muda (seedling). Secara singkat,
gejala dan akibat yang dapat ditimbulkan oleh temperatur tinggi adalah
(Arief,2001).
o Kematian pada seedling
o Mencegah terjadinya regenerasi.
o Luka-luka pada bagian pohon yang mempunyai jaringan lemah.
o Terjadi luka pada bagian tanaman muda di dekat permukaan tanah.
Gejala ini sering disangka damping off, bedanya kalau damping off
luka akan menjalar ke atas dan ke bawah sedang luka karena
temperatur tinggi tidak menjalar.
o Gugurnya daun sebelum waktunya, sering disebut sebagai “Heat
defoliator“ atau “Premature defoliator“.
o Daun-daun tertutup oleh lapisan gula. Hal ini terjadi karena
temperatur yang tinggi menyebabkan pohon banyak mengeluarkan
cairan dari ujung-ujung daun (exudation) dan sewaktu air dari cairan

24
menguap maka yang tinggal pada daun adalah lapisan gula, sehingga
sering gejalanya disebut sebagai “Sugar exudation“.
o Luka tersebut pada kulit pohon yang halus, disebabkan keadaan yang
sangat panas dan kekeringan atau dapat pula terjadi pada pohon sisa
dari suatu penebangan atau penjarangan. Gejalanya sering disebut
sebagai “Sunscald“.
2. Air
Proses pertumbuhan tanaman dan hubungan hasil panen dengan
nilai jual produksinya sering berhubungan erat dengan tersedianya air
tanah yang cukup. Tumbuhtumbuhan memerlukan air untuk proses
biosintetik, hydration protoplasma dan mengangkut larutan-larutan yang
terdapat dalam jaringan pembuluh. Tekanan air dalam jaringan dapat
mempengaruhi pembelahan dan perpanjangan sel. Oleh sebab itu
berkurangnya air tanah akan cenderung memperlihatkan gejala penyakit
tanaman berupa terhambatnya pertumbuhan, perubahan warna daun,
daun-daun menjadi kerdil, perkembangan buah sangat lambat, akhirnya
tanaman layu dan mati. Tanaman tahunan biasanya lebih tahan
kekurangan air dibanding dengan tanaman musiman. Untuk tanaman
musiman gejala yang terjadi biasanya berupa daun hangus, daun
berguguran mulai dari pucuk menuju kebawah, pengguguran keseluruhan
daun dan layu. Air tanah yang terlalu banyak menyebabkan drainase
jelek sehingga konsentrasi oxygen didalam tanah menurun sampai
dibawah level kebutuhan minimal bagi pertumbuhan akar. Sel-sel
membran akan berubah. Sebagai akibatnya, akar mati dan tumbuhan
segera layu karena air tidak dapat diabsorbsi sungguhpun tersedianya
cukup banyak. Air yang berlebihan yang mengakibatkan persediaan
oxygen terbatas akan menghasilkan perubahan komposisi mikroflora.
Beberapa microorganisme ini dapat menghasilkan zat fitotoxik
disamping fakultatif saprofit lainnya akan aktif menyerang dan
mematikan akar (Arief,2001).
3. Gas-gas di udara

25
Gas-gas yang diperlukan untuk pertumbuhan pohon-pohon dan
yang dapat menimbulkan hal kritis hanyalah oxygen. Pengaruh
kekurangan oxygen yang disebabkan oleh air tanah telah dibicarakan di
atas. Pusat-pusat jaringan pada daging buah dan sayursayuran dapat
menderita defisiensi oxygen jika disimpan dengan temperatur tinggi.
Proses diffusi yang memerlukan oxygen tidak mampu lagi membantu
terjadinya respirasi normal dan akan terjadi reaksi enzym yang tidak
normal. Sebagai suatu contoh adalah penyakit “Black heart“ pada
kentang (Arief, 2001).
4. Cahaya
Gejala penyakit yang disebabkan oleh pengaruh cahaya kadang-kadang
sangat sukar dipisahkan dari penyakit yang disebabkan oleh faktor
lingkungan lainnya. Intensitas cahaya yang berlebih-lebihan
menyebabkan reaksi photochemical menjadi tidak normal karena tidak
aktifnya beberapa enzym dan oksidasi klorofil. Pengaruh tersebut hanya
dapat dikatakan apabila oxygen terdapat dalam jumlah yang cukup.
Dengan demikian proses foto-oksidasi dapat menyebabkan daun
berwarna pucat dan kadang-kadang daun mati. Peranan cahaya ultra
violet dalam proses foto-oksidasi belum banyak diketahui. Tetapi ultra
violet telah dipergunakan dalam penyinaran kacangkacangan yang
ditanam dalam pot di daerah altituted tinggi. Penyinaran yang tidak
cukup akan menghambat formasi kloropfil dan merangsang
“photomorphogenetic“, proses mana menyebabkan tumbuhan menjadi
pucat. Tumbuhan seperti ini mempunyai batang yang panjang,
pertumbuhan daun sangat kerdil, daun berwarna hijau kekuning-
kuningan dan sangat peka terhadap serangan perusak (Arief, 2001).
5. Angin
Angin sebagai faktor cuaca lainnya dapat memberikan pengaruh
baik dan buruk terhadap hutan. Pengaruh yang baik misalnya dalam hal
penyerbukan dan penyebaran biji. Disini hanya akan dibahas mengenai
pengaruh yang merugikan pohon-pohon hutan baik yang langsung

26
maupun yang tidak langsung. Pengaruh angin yangmerugikan dapat
dibagi menjadi (Arief, 2001).
a. Pengaruh terhadap tanah hutan Pengaruh angin terhadap tanah hutan
dapat menyebabkan terjadinya erosi angin dan menyebabkan tanah
menjadi kering. Erosi angin terjadi karena perpindahan tanah dari
tempatnya karena tiupan angin. Biasanya butir-butir tanah yang halus
sewaktu tanah sedang kering akan mudah untuk ditiup angin.
Tertiupnya butiran-butiran tanah yang terus menerus akan
menyebabkan tanah menjadi kurus atau tidak subur lagi. Sering pula
serasah hutan juga tertiup sehingga tanah menjadi terbuka dan
ditempat lain terdapat timbunan dari serasah yang tebal.
b. Pengaruh terhadap cuaca hutan Angin kuat yang meniup di hutan
dapat mengganggu atau menyebabkan terjadinya gangguan terhadap
penguapan, transpirasi, temperatur, kelembaban, carbondioxida, dan
lain-lainnya. Akibatnya cuaca dari hutan akan dapat berubah menjadi
cuaca yang tak menguntungkan bagi hutan. Sering terjadi karena
adanya angin cuaca di hutan menjadi dingin atau menjadi panas.
c. Pengaruh terhadap fisiologi pohon Akibat fisiologi pohon karena
tiupan angin dapat berbentuk: - Bentuk dari tajuk yang tak normal -
Merubah sistem dari perakarannya - Berkurangnya tinggi dari pohon
Perubahan-perubahan fisiologi pohon tersebut adalah merupakan
usaha dari pohon untuk mempertahankan diri agar tetap hidup dalam
menghadapi angin. Gejalagejala ini tampak jelas pada pohon-pohon
yang tumbuh di pinggir hutan karena merupakan pohon yang langsung
menahan tiupan angin. Makin ke dalam hutan akibat dari angin akan
makin berkurang.
d. Kerusakan mekanis pada pohon Kerusakan mekanis yang disebabkan
oleh angin dapat berbentuk:
- Ranting-ranting patah
- Daun-daun berguguran
- Akar-akar mudah patah
- Batang-batang pohon patah

27
- Pohon-pohon terbongkar dengan akarnya Kerugian besar biasanya
terjadi bila ada angin taupan, sehingga banyak pohon akan tumbang
dan patah. Angin yang kecil saja tidak akan menimbulkan kerusakan
mekanis. Kerusakan mekanis terjadi bila angin mempunyai kecepatan
+ 45 km per jam ke atas.
e. Penyemprotan garam pada hutan Hutan yang menderita penyemprotan
garam adalah yang berada di pantai. Angin yang keras dengan
kecepatan +150 km per jam akan mampu meniup butir-butir air laut
sampai sejauh 45-70 km. Hutan yang tersiram air garam daunnya akan
menjadi kuning kemerah-merahan. Dalam keadaan yang merana ini
sering hama dan penyakit akan datang menyerang hingga dapat
mempercepat kematiannya. Hutan yang menderita hebat akan tampak
seperti terbakar. Mencegah sama sekali timbulnya kerusakan hutan
akibat angin sangatlah sulit, tetapi mengurangi besarnya kerusakan
dapatlah dilakukan dengan jalan mengusahakan agar pinggir hutan
terutama yang berbatasan dengan tanah terbuka, ditutupi vegetasi
secara rapat dan vertikal dengan daun-daunnya yang lebat, sehingga
angin tidak dapat masuk ke dalam hutan. Usaha untuk membuat
pohon-pohon hutan tahan terhadap angin dapat dilakukan dengan
pengaturan penjarangan. Mempercepat penjarangan yang keras dan
secara bertahap membiasakan pohon untuk menghadapi angin (karena
perubahan fisiologi pohon) akan dapat membuat hutan lebih tahan
dalam menghadapi angin. Tebang pilih terutama yang berbentuk jalur-
jalur banyak memberikan keuntungan dalam menghadapi angin.
Mengingat pohon-pohon tua akan lebih menderita daripada yang
muda di dalam menghadapi angin, maka sering daur tebang hutan
dipendekkan.
2.3.2. Faktor Mikroorganisme
1. Virus
Ada yang menyebutkan virus sebagai peralihan dari benda mati ke
hidup. Virus bukanlah merupakan sel. Virus adalah partikel yang kecil
berbentuk benang, tongkat atau bulat, memiliki asam inti ribonucleic acid

28
(RNA) atau deoxyribonucleic acid (DNA), tidak mengadakan respirasi dan
metabolisme. Asam inti tersebut terbungkus oleh glycoprotein dan dapat
mengkristal yang disebut capsid Partikel-partikel virus memasuki sel
tumbuhan melalui luka-luka kecil atau secara tidak sengaja dimasukkan
oleh serangga vektor dan kemudian menempati ruang sel. Virus termasuk
parasit obligat yang memerlukan sel-sel hidup untuk melangsungkan
kehidupan dan perkembangbiakannya. Di dalam sel-sel hidup, kehadiran
partikel-partikel virus RNA/DNA mengakibatkan sel tumbuhan
memproduksi lebih banyak RNA/DNA, bersatu dengan virus dan
terbentuk virus RNA/DNA baru. Kemudian virus baru ini mengadakan
perpaduan dengan protein yang secara otomatis menyelimutinya dan
dengan demikian tubuh virus menjadi lengkap. Penamaan spesies virus
tanaman berdasarkan nama inangnya pada awalannya dan gejala utamanya
yang ditimbulkan. Spesies virus dapat dikelompokkan menjadi genera dan
famili. Virus tanaman dapat dideteksi dan diidentifikasi oleh sifat biologis,
fisik, protein, dan asam nukleatnya. Dengan adanya kegiatan duplikasi
diri dari virus di dalam sel inang, maka metabolism tumbuhan terganggu,
akibatnya tumbuhan kekurangan makanan dan energi. Tetapi virus tidak
menyebabkan kematian pada inangnya. Virus memerlukan perantara untuk
pindah dari satu inang ke inang lainnya, yaitu melalui perkembangbiakan
vegetative (stek, okulasi atau cangkok), vector (serangga, penggigit dan
penghisap seperti kutu tanaman (Aphids), lalat putih (white fly), kumbang
dan tungau (mite), nematode, jamur, benih atau serbuk sari tumbuhan.
Gejala akibat serangan virus dapat dibagi atas tiga gejala umum yaitu
(Mappatoba, 2009).
a. Gejala dari luar.
1) Kemunduran pertumbuhan; pertumbuhan sel-sel terhambat yang
menyebabkan kehilangan hasil dan sering disebut infeksi laten.
2) Deviasi warna; terutama pada daun-daun seperti penyakit mosaik yang
menyebabkan daun menguning biasanya bersudut tdak teratur dengan
batas-batas yang tajam; bercak dengan batas-batas bulat sering disebut
juga bernoda sedang perubahan warna dengan batas difus disebut belang;

29
daun yang terinfeksi secara sistemik pada tanaman berkayu
memperlihatkan pola yang sangat indah, pola bergaris/bercincin;
perubahan warna pada tulang daun atau klorosis, putih/kuning sedang
helai/lamina daun tetap hijau disebut vein clearing. Sebaliknya
helai/lamina daun menguning/putih dan tulang daun tetap hijau disebut
vein banding. Perubahan warna bunga tulip akan meningkatkan harga
jualnya.
3) Kekurangan air; karena menyerang jaringan pengangkutan air dan
transpirasi yang tinggi sehingga menyebabkan kelayuan pohon.
4) Nekrosis; merupakan gejala matinya sel-sel setempat dengan cepat yang
biasanya disertai perubahan warna menghitam atau coklat.
5) Malformasi; terjadinya perubahan bentuk atau cacat pada tumbuhan
atau organ tertentu tumbuhan seperti stunt (kerdil), daun menggulung,
daun keriting, rosset (jarak antara duduk daun atau buku yang memendek
karena gangguan hormonal), daun yang biasa pinggirnya bergerigi menjadi
licin. Pertumbuhan daun yang kecilkecil atau pertulangan daun yang
pertumbuhannya terhambat sehingga daun mengerut yang disebut enasi.
Pembengkakan pada akar atau batang disebut tumor. Pada buah sering
terjadi perubahan ukuran, warna, rasa, tekstur atau biji terbentuk lebih
banyak.
b. Gejala dari dalam. Ada kalanya dari luar bukan suatu gejala yang
spesifik. 1) Kerusakan atau modifikasi sel-sel atau jaringan pada tanaman
inang, contohnya modifikasi sel-sel kloroplas menjadi kecil dan pucat.
2) Pembentukan benda-benda asing dalam sel tumbuhan. Benda-benda
asing tersebut disebut inclusion bodie (IB) yang terdapat dalam sitoplasma
sel tumbuhan. IB ada yang berbentuk heksagonal (kristal) atau tidak
berbentuk (amorf).
c. Gejala perubahan-perubahan metabolisme dari inang tetepi tidak selalu
nampak dari luar. Contohnya menyerang sistem respirasi tumbuhan
dengan mengganggu siklus kerbs atau menyerang siklus pentosa sehingga
tumbuhan mengeluarkan senyawasenyawa tertentu (racun).
2. Bakteri

30
Bakteri termasuk dalam Kingdom Prokaryotik (dinding inti selnya
belum jelas atau hanya berupa membran) dan Kelas Schizomycetes. Ciri-
ciri bakteri patogen tumbuhan adalah sebagai berikut (Mappatoba,2009):
a. Hampir semuanya berbentuk batang (rod) kecuali streptomyces
(filamen).
b. Ukurannya; panjang 0,6-3,5 µm, diameternya 0,3-1,0 µm pada kultur
segar.
c. Umumnya gram negatif kecuali clavibacter dan streptomyces.
d. Umumnya berspora.
e. Mempunyai flagella kecuali clavibacter dan streptomyces.
f. Memperbanyak diri dengan membelah senya, kecuali streptomyces
dengan tunas.
g. Selnya hyalin atau putih kekuningan. h. Pada media padat, sel bakteri
memperbanyak diri membentuk koloni. Pada setiap koloni tersebut
dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk dan warna.

3. Nematoda
Nematoda adalah sejenis binatang yang sangat kecil, berbentuk
silindris seperti cacing, hidup secara saprofit di dalam air atau tanah atau
secara parasit pada tumbuhan atau binatang. Nematoda dipelajari dalam
ilmu penyakit hutan karena gejala yang ditimbulkan adalah sama dengan
penyakit yang disesbabkan oleh serangan patogen (Mappatoba, 2009).
1. Tipe Nematoda:
a. Nematoda saprofit, ukurannya kecil, mempunyai lubang mulut untuk
memakan bahanbahan organik dan menelannya ke dalam perutnya.
b.Nematoda parasit, pada binatang besar, ukurannya bervariasi,
mempunyai alat penghisap (stylet) untuk mengisap caira sel di dalam
tubuh inangnya.
c. Nematoda predator pada binatang-binatang kecil yang tidak bertulang
belakang di dalam tanah, mempunyai mulut yang bergerigi.
d. Nematoda parasit pada tumbuhan, panjangnya antara 0,5-2,5 mm,
mulutnya tajam berbentuk ujung tombak dan mempunyai alat mulut
pengisap.

31
e. Ada dua macam alat pengisap pada nematoda parasit tumbuhan, yaitu
stomatostylet dan odontostylet yang dimiliki oleh nematoda lebih
besar.

2. Berdasarkan cara makannya, nematoda parasit dibagi atas dua


kelompok, yaitu:
a. Nematoda ektoparasit adalah nematoda yang melukai dinding sel,
mengisap makanan atau cairan sel dengan styletnya dan hidup
berpindah-pindah dari inang satu ke inang lainnya.
b. Nematoda endoparasit adalah nematoda yang tetap tinggal di
dalam inangnya di bagian tumbuhan tempat pertama kali masuk,
mengisap makanan dan akan pindah ke bagian (sel) lainnya kalau
bagian (sel) pertama mati

Cara nematoda menyerang tumbuhan Stylet digunakan untuk menusuk


dinding sel tumbuhan, cairan ludahnya disemprotkan ke dalam ruang sel dan
cairan sel diisap masuk ke dalam perut melalui stylet. Nematoda biasanya
menyerang akar dan umbi-umbian, sehingga tumbuhan dapat terganggu
pertumbuhannya. Serangan itu menyebabkan luka-luka pada tempat serangan dan
menjadi tempat masuknya jamur atau bakteri. Nematoda dapat juga menjadi
vektor virus. Penyakit noda cincing (ring spot) pada daun aspen disebabkan oleh
virus yang ditularkan melalui namatoda Xiphinema americanum. Ada nematoda
parasit yang memparasiter jamur mikoriza pada akar (Mappatoba,2009).
4. Jamur
Jamur adalah organisme eukariotik (dinding inti sel telah terbentuk sebagai
membran) dan heterotrofik menyerap nutrisi melalui dinding sel. Kebanyakan
jamur patogen tanaman dapat hidup sebagai saprofit atau parasit (saprofit
fakultatif). Namun beberapa jamur patogen tanaman membutuhkan sel tumbuhan
hidup untuk mendapatkan nutrisi (biotrof). Bentuk spora seksual jamur dikenal
sebagai teleomorf dan aseksual dikenal sebagai anamorf. Bentuk anamorfik dari
kebanyakan jamur adalah konidium (Ascomycota, Basidiomycota, dan
Deuteromycota) dan amotile sporangiospores (Zygomycota). Dalam
Plasmodiophoromycota (Kingdom Protozoa), Chytridiomycota (Kingdom
Fungi/Jamur), dan sebagian besar spesies Oomycota (Kingdom Stramenopila),

32
bentuk anamorfik adalah motile sporangiospora disebut zoospora. Contoh spora
teleomorfik termasuk oospora (Oomycota), zygospora (Zygomycota), ascospores
(Ascomycota), dan basidiospores (Basidiomycota). Sebagian besar jamur tersebar
sebagai spora melalui aliran udara, air, dan hewan (terutama serangga). Jamur bisa
menginfeksi bagian tanaman, pergerakan tanah, dan pada peralatan pertanian
(Mappatoba,2009)
1. Angiospermae parasit
Angiospermae parasit merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang menjadi
parasit bagi tumbuhan tingkat tinggi lainnya. Diperkirakan jumlahnya sekitar 300
jenis yang terbagi dalam 9 familia (Strange, 2003). Sedangkan menurut agrios
(2005), menyebutkan ada sekitar 2.500 jenis. Parasit tumbuhan tingkat tinggi
menyerang tumbuhan inang dengan cara mengembangkan organ khusus
menyerupai akar disebut haustorium (haustoria jamaknya) untuk penetrasi masuk
ke jaringan vaskuler dan selanjutnya mengabsorbsi nutrisi inang. Tumbuhan
parasit ini juga menghasilkan bunga dan biji sebagai alat pemencaran. Tumbuhan
parasit umumnya memiliki klorofil tetapi tidak berakar sehingga sangat
tergantung kepada tunbuhan inangnya untuk menperoleh suplai air dan mineral.
Selain merugikan tumbuhan inang karena cara hidupnya yang memarasit,
tumbuhan tingkat tinggi dapat pula mentransmisi atau penghantar patogen lain
dari satu pohon yang sakit ke pohon yang sehat, contohnya penyakit yang
disebabkan oleh virus. Pohon yang menjadi inang akan merana karena nutrisinya
dirampas oleh tumbuhan parasit. Pohon yang terparasit drawf mistletoe batang
dan cabang biasanya akan kerdil, pertumbuhannya terhambat, daunnya banyak
yang gugur. Parasit batang dan cabang sering pula disebut benalu contohnya
Macrosolen cochinchinensis (benalu batu), M. parasiticus (benalu bunga merah),
M. capitellatus, Dendrophthoe sp., dan Scurrula sp. (Mappatoba, 2009)

2.3.3. Faktor Makroorganisme


1. Kerusakan yang disebabkan oleh binatang vertebrata selain binatang ternak
Margasatwa merupakan salah satu sumber alam yang dapat memberikan
hasil keuntungan disamping nilai ilmiah dan nilai lain yang sangat penting,
tetapi dalam buku ini ditinjau dari sudut “Perlindungan Hutan“ dan bukan dari
sudut manajemen Margasatwa. Uraian disinipun ditujukan pada hutan untuk

33
produksi kayu, tidak termasuk hutan-hutan yang memang khusus dipergunakan
untuk perlindungan margasatwa, rekreasi, berburu dan lain-lainnya. Dalam
keadaan jumlah yang normal, margasatwa relatif sangat kecil bila
dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh: serangga, jamur, kebakaran
hutan dan penggembalaan ternak di hutan. Kerusakan dapat terjadi pada
(Mappatoba,2009) :
• Daun-daun dari pohon
• Pucuk dan tunas pohon
• Kulit pohon
• Batang pohon
• Pesemaian dan anakan pohon
• Biji dan buah
• Kerusakan tak langsung akibat luka pohon yang ditimbulkan (infeksi hama
dan penyakit) Di beberapa negara ada yang memiliki jenis binatang yang dapat
menumbangkan pohon dengan menggerek batang-batang pohon sampai putus.
Margasatwa dan pohonpohon di hutan hidup bersama merupakan suatu
masyarakat dimana masing-masing mempunyai hubungan yang erat. Tindakan
manusia pada salah satu diantaranya akan mempengaruhi yang lainnya.
Misalnya aktivitas manusia dalam penebangan atau suatu pemeliharaan akan
mempengaruhi kehidupan dan jumlah atau populasi margasatwa, yang berarti
pula dapat berubah menjadi kerusakan hutan yang disebabkan oleh
margasatwa. Tiap-tiap daerah atau negara mempunyai bermacam-macam jenis
margasatwa yang berbeda. Di Indonesia pada umumnya kerusakan hutan
ditimbulkan oleh rusa, bajing, tikus, babi, kelinci, dan burung.
1) Rusa: kerusakan yang ditimbulkan mirip dengan kerusakan yang disebabkan
penggembalaan dari kambing dan biri-biri, walaupun makanan tidak sama.
Kirakira 60 % dari makanan rusa juga disukai oleh kambing dan biri-biri.
Rusa juga sangat merugikan pada tanaman-tanaman muda dan anakan-
anakan
2) Bajing: kerusakan yang ditimbulkan bajing ialah pada biji, buah, pucuk,
tunas, dan kulit pohon. Binatang ini hidup dipohon bagian atas, bajing dapat
berguna didalam penyebaran biji, karena sering membawa buah ketempat

34
yang agak jauh dari pohonnya dan menyembunyikan di tanah berarti biji
buahpun akan dapat tumbuh.
3) Tikus: binatang ini juga merusak biji-biji dan mengerat kulit dari anakan dan
tanaman muda sampai mati. Bagian yang dirusak biasanya yang dekat
dengan tanah terutama yang berada didalam tutupan serasah. Beberapa
daerah mempunyai jenis tikus yang hidup dipohon bagian atas. Tikus-tikus
menyukai hutan yang mempunyai tanaman penutup tanah dan serasah yang
lebat. Biji dalam persemaian atau tempat-tempat perkecambahan sering
mendapat gangguan dari tikus.
4) Babi: sering merusak biji, buah, akar-akar pohon, anakan dan tanaman-
tanaman muda. Sistim penanaman tumpangsari terutama yang
menggunakan ketela rambat (ubi jalar) dan ketela pohon (ubi kayu) sering
memanggil datangnya babi hutan.
5) Kelinci: kerusakan akan terjadi pada pucuk dan tunas, tanaman muda,
cabangcabang kecil, batang dan kulit pohon. Sering mengerat pohon sampai
menimbulkan kematian.
6) Burung: burung-burung sebenarnya lebih banyak menimbulkan akibat yang
menguntungkan daripada yang merugikan. Akibat yang menguntungkan
misalnya di dalam hal menyebarkan biji pohon, memakan serangga-
serangga yang merugikan hutan dan memakan binatang lainnya seperti
bajing, tikus, dan kelinci yang juga banyak menimbulkan kerusakan pada
hutan. Kerusakan yang ditimbulkan burung adalah karena makan biji, buah,
pucuk pohon. Beberapa jenis burung sering melubangi pohon untuk tempat
tinggal, atau mematuk-matuk pohon untuk mencari makanannya.
Pencegahan dan pemberantasan yang dapat dilakukan ialah dengan
mengatur habitat burung, terutama makanannya sehingga populasi burung
tersebut dapat dijaga agar tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.
2. Serangga
Serangga adalah merupakan faktor biologis yang paling banyak
menyebabkan kerusakan pada hutan, sehingga di dalam pengertian hama
hutan yang paling banyak dibicarakan adalah serangga. Dengan demikian
ilmu hama hutan sering pula disebut sebagai ilmu serangga hutan (Forest

35
Entomology). Forest Entomology adalah merupakan cabang dari ilmu
biologi yang secara khusus mempelajari pengaruh serangga terhadap hutan
dan hasil hutan. Pandangan utama dari seorang ahli serangga hutan terutama
ditekankan pada pertimbangan ekonomis, yakni mencegah kerusakan hutan
dan hasil hutan dari serangan serangga. Dalam ilmu ini akan dipelajari
antara lain sifat-sifat keadaan lingkungan dan reaksi fisik dari serangga
hutan, sebab dengan demikian aktifitas serangga dapat dikendalikan. Tetapi
disamping itu juga harus mengerti tentang hutan misalnya sejarah dan
kebutuhan setiap individu spesies pohon, reaksinya terhadap lingkungan dan
sifat-sifat yang membuat hutan tersebut peka atau resisten terhadap serangga
perusak. Dengan demikian maka seorang ahli serangga hutan sebaiknya
memiliki pengetahuan tentang serangga dan hutan. Diantara serangga, ada
yang secara langsung merusak hutan dan hasil hutan, tetapi ada juga yang
hanya bersifat predator dan parasit terhadap serangga perusak. Disamping
itu ada pula jenis serangga yang tidak termasuk parasit dan predator tetapi
mempunyai peranan yang sangat penting di dalam hutan. Sebagai contoh
yakni adanya jenis-jenis serangga yang hidup pada pohon atau di bawah
hutan yang sangat membantu proses pelapukan sisa-sisa kayu yang ada
dalam hutan. Jenis serangga ini mempunyai peranan yang sangat penting
dalam hutan, tetapi kurang memperoleh perhatian sehingga kurang sekali
diketahui aktifitasnya (Mappatoba,2009) :
a. Peranan Serangga Dalam Hutan Setiap fase pertumbuhan kayu, mulai
dari biji sampai pada produksi terakhir selalu terancam problema
serangga secara terus-menerus. Bahkan sebelum biji dipungut sudah ada
kemungkinan diserang oleh serangga perusak tertentu, terutama sekali
dari golongan ngengat, kumbang dan tawon. Serangan ini kadang-
kadang berlangsung terus sampai pada tempat-tempat penyimpanan biji.
Persemaian sering dirusak oleh serangga perusak daun atau oleh
serangga perusak akar. Pohon-pohon pada tingkat sapling kadang-
kadang diserang oleh serangga perusak daun, penggerek batang,
pengisap cairan, tetapi biasanya pohon-pohon ini lebih tahan terhadap
serangan. Periode pertumbuhan pohon yang dianggap paling resisten

36
terhadap serangan serangga yakni antara tingkat seedling sampai pada
masak tebang. Penggerek kulit dan serangga perusak daun biasanya
berkembang cepat pada pohon-pohon yang sudah melewati umur masak
tebang. Pada akhirnya pohonpohon yang sudah mati atau ditebang
segera akan menjadi sasaran oleh seranggaserangga perusak. Demikian
banyaknya jenis-jenis serangga yang merusak pohon-pohon dan hasil-
hasil hutan lainnya, sehingga sangat sulit bagi seorang pengelola hutan
untuk dapat menghindari problema serangga ini. Bahkan sampai pada
penjual kayu selalu direpotkan oleh adanya serangga perusak. Juga pada
pabrik-pabrik kayu, pulp dan industri kertas problema serangga selalu
ditemukan secara terus menerus.
b. Timbulnya Serangan Hama pada Hutan
Persoalan hama dan penyakit bukanlah melulu persoalan Entomologi
atau Mikologi, tetapi merupakan persoalan yang cukup kompleks yang
menyangkut semua faktor-faktor yang ikut membentuk masyarakat
hutan. Semua faktor baik faktor organik maupun faktor non organik,
mempunyai kedudukan yang sama dan harus mendapat perlakuan yang
sama pula. Dalam hutan alam dimana kedudukan biologis masih terdapat
seluruh faktor yang membentuk masyarakat hutan baik faktor organik
maupun yang bukan organik berada dalam kekuatan yang seimbang.
Diantara semua faktor tersebut setiap saat terjadi persaingan dalam usaha
untuk menjadi faktor yang dominan dan dengan adanya persaingan maka
timbul seleksi alami. Misalnya pohon sebagai faktor organik mengalami
seleksi alami yang terus menerus sehingga akan menghasilkan jenis
pohon-pohon yang kuat dan cocok untuk daerah lingkungan tertentu,
seleksi alami dimulai dari biji dimana biji yang berasal dari pohon yang
cukup tua dan sehat akan tumbuh menjadi pohon yang baik.
Keseimbangan semua faktor dalam masyarakat hutan alam dan terjadinya
seleksi alami secara terus menerus, menyebabkan hutan resisten terhadap
serangan hama dan penyakit. Apabila hutan alam dikonversi menjadi
hutan industri maka timbullah problema hama hutan. Hutan industri
apapun juga alasannya, merupakan suatu kegiatan hasil manusia sebagai

37
faktor ekologi yang dominan konversi hutan alam menjadi hutan industri
menyebabkan timbulnya kegoncangan-kegoncangan dalam
keseimbangan biologis. Setiap perubahan yang dilaksanakan dalam suatu
lingkungan dan setiap usaha untuk mempengaruhi lingkungan
memerlukan perubahanperubahan atau usaha-usaha lebih lanjut untuk
menciptakan timbulnya keseimbangan baru dalam hutan. Sebelum
keseimbangan baru dapat dicapai biasanya terjadi kerusakankerusakan
atau kerugian-kerugian yang sebagai akibat daripada peluapan populasi
suatu jenis serangga tertentu. Misalnya pada keadaan lingkungan yang
memungkinkan dimana parasit dan predator tidak ada atau minim sekali,
suatu jenis serangga dapat beranak dalam jumlah yang besar sebagai
akibatnya akan merusak kayu dalam jumlah yang besar pula, sehingga
menimbulkan kerugian yang secara ekonomis berarti. Pada tingkat
kerugian yang ekonomis inilah yang disebut terjadinya serangan hama.
c. Sistematik dan Morfologi Serangga Sebelum mempelajari problematika
hama, perlu diketahui sistematik dan tandatanda serangga agar jenis-
jenisnya dapat dikenal. Serangga (Insekta atau Hexapoda) tergolong
dalam Phylum Arthropoda (Arthror = buku-buku, podos = kaki), kelas
Hexapoda (Hexa = enam), tanda-tanda utama daripada kelas serangga
ialah: kaki 6 buah, (3 pasang), tubuh beruas-ruas, mata majemuk
(faset), tubuh terdiri atas kepala, dada (thoraks) dan badan (abdomen):
toraks 3 ruas masing-masing ruas berkaki sepasang, serangga dewasa
(imago) umumnya bersayap, dua pasang pada ruas-ruas kedua dan ketiga
dari dada. Ordo-ordo yang penting ialah: Orthoptera, Isoptera,
Hemiptera, Coleoptera, Lepidoptera.
Orthoptera, bangsa belalang, walang kayu, jengkerik. Sayap-sayapnya
lurus, tipe mulut menggigit dan mengunyah. Berkembang biak dari
telur menjadi nimfa (serangga muda) kemudian menjadi imago
(serangga dewasa).
Isoptera, bangsa rayap. Kedua pasang sayapnya sama besar dengan textur
yang sama pula, (Iso = sama). Metamorfose hemimetabola. Termasuk

38
serangga sosial yang hidup dalam koloni dengan pembagian tugas-tugas
yang sempurna. Tipe mulut menggigit dan mengunyah.
Hemiptera, bangsa kepik-kepik, kutu-kutu daun dan lain-lain. Sebagian
sayap depannya menebal (hemi = separuh), sayap belakang seperti
selaput. Tipe mulut menusuk dan mengisap. Metamorfose
hemimetabola. Hymenoptera, bangsa lebah, kerawai dan semut.
Bersayap seperti selaput (Hymeno = dewa perkawinan), tipe mulut
menggigit dan mengunyah. Metamorfose sempurna (holometabola) yaitu
perkembangannya berturut-turut dari telur, ulat (larva), pupa
(kepompong) dan imago (dewasa).
Coleoptera, bangsa kumbang-kumbang. Sayap depan mengeras (Coleos =
seludang), menutupi sayap belakang yang tipis. Tipe mulut menggigit
dan mengunyah. Metamorfose sempurna (holometabola).
Lepidoptera, bangsa kupu-kupu dan ngengat. Sayap berlapis sisik-sisik
halus seperti tepung, (Lepidos = sisik). Metamorfose sempurna. Diptera,
bangsa lalat, sayap terdiri dari satu pasang. Metamorfose sempurna.
Disamping sifat-sifat morfologi seperti di atas perlu diketahui
beberapa pengetahuan biologi. Berbeda dengan binatang bertulang
belakang (Vertebrata), serangga tidak mempunyai tulang belakang.
Sebagai penunjang badan terdapat rangka luar yang berupa kulit dari
bahan chitin. Oleh karena chitin ini bersifat tidak fleksibel ia seringkali
harus diganti apabila badan serangga bertambah besar. Hal inilah yang
disebut ekdisis (pergantian kulit), yang biasanya terdapat pada stadium
larva dan nimfa. Tubuh serangga dapat dibagi atas tiga bagian besar
yaitu: Kepala (caput), dada (thorax) dan badan belakang (abdomen). Pada
kepala terdapat sepasang antena, sepasang mata majemuk (faset), sebuah
mata tunggal dan alat-alat mulut. Dada terdiri dari tiga ruas, pada tiap-
tiap ruas terdapat sepasang kaki. Serangga dewasa (imago) biasanya
bersayap sepasang, masing-masing terdapat pada ruas thorax kedua dan
ketiga. Pada tiaptiap sisi ruas daripada thorax dan abdomen terdapat
sebuah lubang napas yang disebut spirakel (stigma).

39
f. Bentuk Kerusakan Yang Disebabkan Oleh Serangga Bentuk kerusakan
yang dapat ditimbulkan oleh suatu hama pada pohon atau tegakan hutan
dapat dibagi sebagai berikut:
1. Kerusakan langsung
a) Mematikan pohon
b) Merusak sebagian dari pohon
c) Menurunkan kualitas hasil-hasil hutan
d) Menurunkan pertumbuhan pohon/tegakan
e) Merusak biji dan buah
2. Kerusakan tak langsung
a) Merubah suksesi atau komposisi tegakan
b) Menurunkan umur tegakan
c) Menimbulkan kebakaran
d) Mengurangi nilai keindahan (estetis)
e) Membawa penyakit Semua bagian dari pohon yaitu dari akar,
batang, daun sampai buah dan bijinya dapat diserang hama. Semua
tingkat umur pohon / tegakan dari mulai biji disemai, kecambah,
tanaman persemaian sampai pohon sudah tua atau masak tebang selalu
ada kemungkinan untuk dapat dirusak oleh hama. Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka hama hutan dapat dibagi sebagai berikut:
1. Hama buah dan biji. Caryborus spp Jenis-jenis Caryborus (Fam.
Bruchidae ordo Coleoptera) merupakan hama biji dari jenis-jenis
leguminosa. Caryborus ganagra menyerang biji Bauhinia malabrica
dan klampis (Acacia tomentosa) dan jenis-jenis Cassia. Larvanya
kecil, melengkung berwarna putih kekuning-kuningan mencapai
panjang 8 mm. Kumbang (imago) panjang 6-5 mm, kelabu kecoklat-
coklatan. Telur-telur diletakkan pada buah yang masih muda. Segera
setelah telur menetas, larva menggerek masuk kedalam polong. Pupa
terbentuk didalam polong kemudian imagonya menggerek keluar.
Ctonomerus lagerstroemiae sejenis kumbang belalai (Fam.
Curculionidae, ordo Coleoptera) menyerang wungu (Lagestroemia
speciosa). Alcides hopeae, A. crassus dan A. shorea merupakan hama

40
buah-buah meranti (Dipterocarpaceae), termasuk juga kumbang
Curculionidae. Dichocrocis punctiferalis (Fam. Pyralidae ordo
Lepideptera), ulat-ulatnya menyerang bunga dan buah jarak (Ricinus
communis), Ploso (Butea monosperma), jati dan lain-lain. Ulat
mencapai panjang 15 mm, kuning coklat kemerahmerahan pada
bagian punggung. Kupu-kupunya kecil, lebar, bentangan sayap 1¾ -
2½ cm. Tirathaba ruptilinea (Fam. Pyralidae) menyerang buah jarak,
durian dan sawo. Catoremna albicostalis (Fam. Pyralidae) menyerang
buah-buah Dipterocarpaceae.
2. Hama-hama persemaian Semut-semut (Fam. Formicidae, ordo
Hymenoptera), sering kali melarikan biji yang disemai. Gangguan
oleh semut dapat dicegah dengan membuat selokan sekeliling
persemaian (bila tersedia air) atau dengan mengadakan penyemprotan
dengan dieldrin dan lain-lain. Jenis-jenis belalang (Fam. Achrididae
dan Locustidae) biasa memakan daun-daun dari tanaman muda. Hama
belalang sukar diberantas karena mereka berpindah-pindah tempat.
Pemberantasan yang efektif dilakukan pada persemaian ialah dengan
jalan mekanis (menangkap). Gangsir (Gryllus sp dan Brachyrypes)
dan anjing tanah (Grylloptalpa africana dan Hirsuta) hidup dalam
lubang-lubang dalam tanah, pada malam hari keluar dan menyerang
tanaman muda dipersemaian. Bagian yang diserang adalah leher akar
Agrotis spp (Fam. Noctuidae, ordo Lepidoptera) adalah jenis-jenis ulat
tanah yang sangat merugikan. Mereka menyerang pada malam hari
dengan jalan menggerek leher akar yang menyebabkan kematian
tanaman muda. Pemberantasan ialah dengan jalan mekanis
(menangkap kupu-kupunya dengan lampu pada malam hari) dan
membuat selokan-selokan isolasi.
3. Hama-hama batang dari tanaman muda Xyloborus fernicatus (Fam.
Scolytidae, ordo Coleoptera) adalah jenis-jenis kumbang-kumbang
kecil yang menggerek dalam batang kesambi, sonokeling. Panjang
kumbang + 2 mm. Jenis-jenis Xyloborus mula-mula menggerek dari
kulit. Xyloborus morsattius, menyerang mahoni, kayu ulin

41
(Eusidoroxylon zwagerii), jati, kemelandingan, dan kesambi. Panjang
kumbang +1½ mm. Monohammus rusticator (Fam. Corambycidae,
ordo Coleoptera) merupakan hama penggerek jati (boktor). Panjang
lubang gorok mencapai 20 cm dan masuk ke dalam sampai empulur.
Kumbang (imago) terbang keluar melalui lubang yang lebarnya 1 cm.
Panjang kumbang 2½ cm, berwarna kelabu.
4. Hama-hama pengisap Sebagian besar hama-hama pengisap (mengisap
daun dan kulit batang-batang muda) adalah serangga-serangga dari
ordo Hemiptera, famili Corlidae, Tingidae, Capsidae, Pontatomidae.
Serangga-serangga ini mengisap cairan daun dan batang dan
menyebabkan pohon menjadi kerdil dan kadang-kadang pula terjadi
kelainan-kelainan dalam pertumbuhan. Kepik-kepik yang penting
ialah Anoplocnemis phasiana pada jenisjenis Leguminosa (Cassia spp,
Albizzia spp dan Tessarotoma yavanica pada kosambi. Jenis-jenis
kutu daun Cocoidae dan Alcurodidae sangat mengganggu tanaman-
tanaman muda, karena menyebabkan pertumbuhan yang lambat,
tumbuh lengkung, pembengkakan-pembengkakan pada pucuk dan
lain-lain. Jenis-jenis kutu banyak yang hidupnya polifago (berinang
banyak).
5. Hama Daun Hyploea puera (Fam. noctuidae, ordo Lepidoptera) hama
daun jati menyerang mulai pada permulaan musim hujan. Larva-larva
muda mula-mula hanya memakan daundaun muda. Lambat laun ke
larva makan daun tua juga sehingga menyebabkan kegundulan.
Penyerangan yang berarti terjadi pada bulan-bulan pertama dan kedua
dari musim hujan. Pupa (kepompong) terbentuk pada bulan Desember.
Pupa-pupa ini berada di tanah diantara daun-daun dan serasah. Pada
bulan Oktober berikutnya kupu-kupu keluar dan menyebarkan infeksi.
Ulat pada instar terakhir + 35 mm, bagian punggung berwarna ungu
tua, di bawah berwarna hijau. Hama ini juga menyerang laban (Vitex
pubescens) Pyrausta machoeralis (Fam. Pyralidae) merupakan hama
daun dari jenis Verbenacoae, termasuk jati. Valanga nigricarnis dan
Patangga siccinata adalah jenisjenis belalang dari famili Acrididae,

42
ordo Orthoptera yang sangat mengganggu daun bermacam-macam
tanaman kehutanan dan pertanian. Attacus atlas (Fam. Saturniidae,
ordo Lepidoptera) ialah jenis kupu-kupu atlas yang ulatnya seringkali
menggundulkan pohon-pohon dadap, rasamala, dan tanamantanaman
lain. Eurema blanda dan Eurema hecabe (Fam. Pieridae, ordo
Lepidoptera) mengganggu tanaman Albizia falcata terutama tanaman
muda di persemaian karena dapat menyebabkan gangguan tumbuh
sebagai akibat habisnya daun. Kupu-kupunya berwarna kuning,
terbang aktif pada siang hari. Catopsila crocale (Fam. Pieridae, ordo
Lepidoptera) yaitu kupu-kupu putih yang ulatnya dapat menggunduli
tanaman-tanaman Cassia spp (Fistula dan Siamea). Psychidae, ordo
Lepidoptera adalah keluarga ulat-ulat kantong. Pohon-pohon hutan
yang sering diganggu oleh Psychidae ialah Pinus merkusii, segawe
dan lain-lain. Milionia basalis (Fam. Geomtridae), sejenis ulat jengkal
yang merupakan hama Pinus merkusii. Panjang ulatnya 4 cm, warna
hitam dengan garis-garis kuning, kepompong terbentuk dalam tanah
dan terbungkus dalam kokon. Sangat mengganggu persemaian Pinus.
Hypsipyla robusta (Fam. Pyralidae, ordo Lepidoptera) merupakan
hama pucuk dan daun dari jenis-jenis mahoni Swietenia mahagoni
dan Swietenia macrophylla sangat berbahaya (mahoni daun kecil),
karena intensitas penyerangannya pada jenis ini lebih besar. Ulatnya
berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam pada instar terakhir
menjadi biru kehijauan, panjang 2-3 cm. Lebar kupu-kupu (bentangan
sayap) 2½ cm.
6. Hama Cabang Zeuzera cafeae (Fam. Cossidae, ordo Lepidoptera)
adalah penggerek cabang yang sangat folifaga (berinang banyak),
pada jati, laban, kesambi, cemara (Casuarina spp), damar (Agathis
spp) kayu sandal (Santalun album) dan lain-lain. Disebut juga
penggerek cabang berwarna merah, karena larvanya berwarna merah.
Serangganya menyebabkan lubang-lubang gerek pada batang,
kematian/kerusakan cabang dan kematian tanaman muda. Ulatnya
berwarna kemerah-merahan, panjang 3 - 5 cm. Kupu-kupu bersayap

43
putih dengan bintik-bintik hitam yang berkilap logam. 7. Hama-hama
Batang Duemnitus ceramicus (Fam. Cissidae, ordo Lepidoptera)
oleng-oleng menyebabkan lubang-lubang gerek selebar 1-1½ cm.
Panjangnya .20-30 cm, melengkung, dinding lubang berwarna hitam,
kadang-kadang dengan lapisan kapur. Kerusakan-kerusakan ini
terdapat pada hutan-hutan jati di seluruh Jawa dan tanda kerusakan
tersebut dapat dilihat pada kayu-kayu di TPK. Kupu-kupu: panjang 4-
8 cm, bentangan sayap 8-16 cm, berwarna kecoklatan. Larva: panjang
8 cm, lebar 1,5 cm. Telur-telur diletakkan pada celah-celah kulit.
Pohon-pohon muda yang terserang kadangkadang menimbulkan
gejala-gejala pembengkakan pada batang. Pada pohon tua, tandatanda
serangan sukar diamati karena seranggaini tidak mengeluarkan
ekskeremen di luar batang. Adanya lubang-lubang gerek ini sangat
menentukan kualitas batang.
2.4 Akibat Kerusakan Hutan
1. Kerusakan Pohon - pohon yang Bernilai Penting Kerusakan ini bisa
bervariasi dari bentuk luka bakar yang kecil pada bagian bawah pohon sampai
pada hangusnya seluruh pohon, tetapi yang terakhir ini jarang terjadi kecuali
bila kebakarannya keras sekali, yang umum terjadi adalah pohon-pohon yagn
terbakar hanya sampai mati saja. Kematian pohon disebabkan karena matinya
kambium atau lapisan-lapisan hidup lainnya yang terdapat antara kulit dan
kayu. Temperatur sekitar 54°C sudah cukup mematikan kambium (Baker,
1929), tetapi suatu studi lain yang lebih detail oleh Lorenz (1939)
menunjukkan bahwa lethal temperatur terletak antara 65°C dan 69°C.
Bilamana kambium sekeliling batang mati, maka pohon-pohon kelihatannya
seperti diteres dan kemudian mati. Kambium yang sudah mati ditandai
dengan warnanya yang agak hitam sedangkan warna kambium pada keadaan
marginal adalah bercahaya. Tidak mutlak bahwa kulit harus terbakar hangus,
bahkan dengan sedikit tanda terbakar pada kulit kayu yang tipis sudah cukup
mematikan pohonnya. Panas yang menghanguskan kulit bagian luar kadang-
kadang sudah cukup untuk mematikan kambium. Selama awal musim
pertumbuhan yakni sewaktu pembelahan sel kambium sangat aktif dimana

44
saat ini kambium menjadi sangat peka terhadap kenaikan temperatur
dibandingkan bilamana kambium dalam keadaan dorman (istirahat).
Kebakaran yang timbul pada awal musim pertumbuhan menyebabkan
kematian pohon yang lebih banyak serta areal tegakan yang lebih luas. Daya
tahan terhadap kebakaran dari masing-masing pohon sangat berbeda.
Perbedaan ini terutama disebabkan karena sifat-sifat dan tingkat ketebalan
kulit pohonnya. Pohon dengan kulit bergabus tebal lebih mudah dilindungi
dari bahaya kebakaran dibandingkan dengan pohon yang berkulit tipis dan
kurang bergabus. Kulit pohon kemungkinannya lunak, berlapis dan mudah
menyala. Disamping itu ada juga kulit pohon yang keras, sukar menyala
sehingga jarang terbakar. Pada jenis-jenis pohon tertentu pengupasan kulit
pelindung nampaknya kurang berpengaruh kecuali pada fase pertumbuhan
terakhir. Struktur anatomi daripada kulit tidak hanya berbeda antara jenis
tetapi juga berbeda antara jenis itu sendiri yang mana ikut berpengaruh pada
daya tahannya terhadap kenaikan temperatur. Sebagai contoh, formasi
sekondary dari fellogen dan perkembangan lapisan kulit luar yang sudah mati
menyebabkan beberapa jenis pohon akan menjadi lebih tahan panas
dibandingkan dengan lainnya. Kadar air, sifatnya sebagai pengatur panas dan
sifat kepekaannya dimana semua ini juga dipengaruhi oleh struktur anatomi
kayu akan sangat bervariasi pada setiap jenis pohon. Penelitian yang
dilakukan oleh Stickel dengan menggunakan kayu balsam fir, beeck, dan
hemlock telah menemukan bahwa kulit balsam fir lebih tahan terhadap panas
ibandingkan dengan kulit beeck dimana kedua pohon ini mempunyai tebal
kulit yang sama. Pohon hemlock yang bagian mati pada kulit luarnya lebih
tebal daripada pohon balsam, juga daya tahannya terhadap panas lebih baik
dibandingkan dengan pohon balsam. Pohon tua pada semua jenis akan lebih
tahan kebakaran daripada pohon muda, hal ini terutama disebabkan karena
semakin tua umur pohon semakin tebal kulitnya dan semakin banyak lapisan
gabusnya. Hasil penelitian Holfmann pada Douglas-fir menunjukkan bahwa
kambium pada pohon yang berumur 15 tahun dengan tebal kulit 1/4 inci akan
mati selama 11 menit dengan temperatur 900°F. Sebagai pembanding
didapatkan bahwa pada pohon tua dengan kulit setebal 4 inci menunjukkan

45
tidak adanya kerusakan selama 4 jam pemanasan, dengan temperatur 900°F.
Pohon-pohon yang mengeluarkan getah / damar pada bagian luar kulitnya,
umumnya sangat mudah terbakar. Demikian pula pohon-pohon yang banyak
mengeluarkan getah sebagai akibat serangan serangga akan sangat mudah
terbakar. Pada pohon yang tidak mati terbakar, sangat sulit menentukan
sejauh mana bagianbagian yang kambiumnya mati karena panas, kecuali
kalau kulitnya dapat dikupas. Problema praktis ini sangat penting untuk
menentukan pohon-pohon mana yang harus ditebang sesudah kebakaran
terjadi. Biasanya minimal diperlukan satu musim pertumbuhan untuk dapat
menentukan apakah suatu pohon sudah parah sebagai akibat kebakaran atau
belum. Banyak sekali penelitian yang telah dilakukan untuk melihat
hubungan antara tanda-tanda kerusakan luar akibat api dan kematian
kambium yang ada dibawah kulit. Salah satu bentuk penelitian ini adalah
dengan menggambar bagian-bagian pohon yang berubah warnanya karena
kebakaran, kemudian bagian ini disesed kulitnya lalu mencatat kerusakan-
kerusakan yang ada pada bagian dalam kulit. Rata-rata hasil ini menunjukkan
bahwa ada hubungan antara bagian kulit luar yang warnanya dirusak oleh api
dengan lukanya kambium yang terletak dibawah kulit. Studi seperti ini
diperlukan pada semua jenis pohon yang bernilai penting. Penelitian lain
yang pernah dilakukan adalah mempelajari tegakan hutan yang pernah
terbakar selama 10 tahun dimana yang diperhatikan adalah sifat-sifat dan juga
bertambahnya kerusakan yang terdapat pada bekas luka-luka bakar. Pada
umumnya kayu daun jarum lebih peka terhadap kebakaran dibandingkan
dengan kayu daun lebar, namun ditentukan bahwa ada juga jenis-jenis daun
jarum yang tahan terhadap api dan ada pula jenis-jenis daun lebar yang sangat
mudah terbakar. Apabila panas api mencapai bagian akar pohon maka
kerusakan besar lebih mudah terjadi karena akar mempunyai kulit lebih tipis
dibandingkan dengan bagian pohon yang ada diatas permukaan tanah.
Pohon-pohon yang berakar dangkal akan lebih menderita dibandingkan
dengan pohon-pohon yang berakar dalam. Pohon-pohon yang menderita
sebagai akibat kebakaran akan menjadi lebih peka terhadap serangan hama

46
dan penyakit. Sebab itu dianjurkan pada jenis-jenis kayu yang bernilai
ekonomis agar segera ditebang sesudah terbakar (Sitorus, 2006).
2. Kerusakan Pada Pertumbuhan Tanaman Muda Termasuk Bibit Permudaan
Pohon-pohon yang ada dibawah tegakan tua, utamanya permudaan yang
kulitnya tipis serta tajuknya lekat dari permukaan tanah akan lebih mudah
dimatikan api daripada pohon-pohon yang tinggi besar. Bahkan dengan api
yang kecil sudah cukup untuk mematikan anakan pohon yang ada. Api secara
bersamaan akan membinasakan baik pohon muda maupun pohon tua, namun
yang paling menderita adalah tentunya pohon muda. Sedikit saja kerusakan
pada pohon muda akan membuat pohon merana sehingga pertumbuhannya
lemah dan mudah dihinggapi hama atau penyakit. Kadang-kadang kerusakan
seperti ini akan berkembang cepat sekali dan menyebabkan kebakaran terjadi
( Sitorus,2006).
3. Kerusakan Pada Tanah Sebagai akibat kebakaran hutan maka sifat fisik tanah
akan lebih banyak dirusak daripada sifat kimianya. Kerusakan fisik tanah
terjadi karena pengurangan kadar humus. Bahan-bahan organik diatas tanah
selain humus biasanya sulit dimakan api. Heyward dengan hasil penelitiannya
mengatakan bahwa panas yang dihasilkan oleh kebakaran pada pinus jenis
tertentu tidak mampu menghabiskan bahan-bahan organik yang terletak dekat
diatas permukaan tanah (1/4 inci). Kebakaran yang keras akan mematikan
semua pohon, menyebabkan terbukanya tajuk, menghanguskan ranting dan
humus yang ada dipermukaan tanah sehingga tanah akan menjadi terbuka dari
panas terik matahari dan hembusan angin. Tanah seperti ini akan cepat sekali
mengalami kerusakan fisik. Dilain pihak kebakaran dapat memperbaiki sifat
kimia daripada tanah tetapi manfaat ini sangat kecil apabila dibandingkan
dengan kerusakan fisik yang ditimbulkannya. Kebakaran ringan yang mampu
menghanguskan serasah tetapi tidak sampai mematikan tegakan pohon
dianggap tidak merusak tanah, bahkan kadang-kadang kejadian seperti ini
dianggap menguntungkan. Tanah-tanah yang kekurangan humus dan terbuka
dari lapisan penutup adalah merupakan sasaran utama bahaya erosi. Erosi ini
akan mengangkut lapisan atas tanah yang merupakan lapisan tersubur. Pada
tingkat erosi yang besar semua lapisan permukaan lapisan tanah akan hanyut

47
sehingga hanya tertinggal bagian-bagian subsoil yang terbuka atau bahkan
mungkin hanya tinggal bahan-bahan induk yang berupa batu cadas.
Kebakaran hutan adalah merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi
secara kontinyu. Hendricks dan Johnson mengatakan bahwa di daerah
Hemirlugan di Arizona didapatkan bahwa kebakaran hutan pada tanah dengan
kemiringan 43 % akan menghanyutkan tanah sebesar 32 ton per acre dan
165 ton per acre pada kemiringan 78 % (Sitorus, 2006).
4. Menurunkan Kemampuan Produksi Hutan Kebakaran hutan dapat
menyebabkan turunnya kemampuan hutan untuk berproduksi, dimana hal ini
dapat dibedakan atas:
a) Kerusakan karena penggantian jenis-jenis vegetasi yang berharga oleh
jenisjenis vegetasi yang kurang berharga. Kebakaran hutan dapat
menyebabkan berubahnya komposisi vegetasi dari suatu tegakan hutan.
Banyak diantara jenis-jenis pohon berharga yang lebih peka terhadap
kebakaran dibanding dengan jenis-jenis yang kurang berharga. Dalam hal
ini kemungkinan terjadi bahwa semua jenis-jenis pohon yang sensitif
terhadap api akan habis terbakar sedangkan yang kurang sensitif akan tetap
bertahan hidup sehingga seluruh areal tegakan hanya didominasi oleh
jenis-jenis pohon resisten yang kurang berharga. Sebagai contoh, dengan
terbakarnya suatu tipe hutan maka tegakan hutan ini akan berubah tipenya
dari tipe semula. Perubahan tipe hutan karena kebakaran ini tidak
selamanya berarti merugikan seperti halnya dengan seringnya terbakar
suatu areal semak maka kemungkinannya semak tersebut akan digantikan
oleh jenis pohon yang tahan api dan mempunyai nilai ekonomi penting.
Pengalaman lainnya menunjukkan bahwa penebangan tegakan murni
untuk jenis pinus tertentu (white pine) dilakukan dengan membakar
tegakan hutan campuran sehingga yang tertinggal dalam tegakan hanya
satu jenis yakni white pine.
b) Kerugian karena berkurangnya tegakan pohon.
Kadang-kadang sesudah kebakaran terjadi, sangat sulit didapatkan anakan
baru di dalam tegakan hutan. Pada kebanyakan peristiwa kebakaran,
sungguhpun tidak mematikan pohon-pohon yang ada dalam tegakan tetapi

48
sekurang-kurangnya dia merubah kerapatan tajuk pohon mengurangi
jumlah vegetasi yang ada dibawah pohon dimana kesemua ini akan
menyebabkan berkurangnya kerapatan tegakan yang sangat diperlukan
untuk produksi kuantitas dan kualitas pohon yang maksimum.
c) Kerugian karena penebangan terpaksa yang dilakukan sebelum pohon-
pohon masak tebang. Apabila pohon ditebang sebelum mencapai daur
rotasinya sungguhpun kayu tersebut dapat dijual namun tetap ada
resikonya yakni kuantitas dan kualitas masih sangat rendah dibanding bila
pohon sudah masak tebang. Kemampuan berproduksi daripada hutan
dengan adanya kebakaran akan menjadi sangat menurun (Sitorus, 2006).
5. Kerugian Karena Rusaknya Nilai Rekreasi Hutan, areal hutan yang
mengalami kebakaran, tentunya tidak lagi merupakan tempat yang menarik
untuk dikunjungi oleh para wisatawan, utamanya pada areal yang baru saja
terbakar. Masuknya pendapatan pada hutan rekreasi akan sangat menurun
sebagai akibat daripada kebakaran tersebut (Sitorus, 2006).
6. Merusak Kehidupan Satwa Liar. Kebakaran baik langsung ataupun secara
tidak langsung akan menyebabkan kebinasaan pada banyak jenis burung,
binatang-binatang lain dan ikan yang ada didalam hutan. Pengaruh tidak
langsung daripada kebakaran hutan terhadap satwa liar dapat berupa, merusak
makanan mereka serta lingkungan dimana mereka hidup (Sitorus, 2006).
7. Merusak Makanan Ternak Api akan segera menghanguskan rumput-rumput
kering dan juga tumbuh - tumbuhan lainnya yang dapat dijadikan makanan
ternak. Api dapat mematikan akar-akar vegetasi yang tumbuh rapat dengan
demikian akan menyebabkan berkurangnya kerapatan makanan ternak dan
juga akan menggantikannya dengan vegetasi yang tidak dikehendaki sebagai
makanan ternak. Kerusakan makanan ternak yang serius sebagai akibat
kebakaran dapat dibiarkan denagn membiarkan ternak masuk kedalam hutan
untuk mengurangi tumpukan bahan organik yang mudah terbakar. Kebakaran
ringan pada vegetasi kering biasanya dianggap menguntungkan karena pada
vegetasi kering tersebut sesudah terbakar ringan akan muncul tunas-tunas
muda yang dijadikan makanan ternak yang baik (Sitorus, 2006).

49
8. Kebakaran Dapat Mengurangi Fungsi Lindung Daripada Hutan. Hutan yang
tumuh baik akan merupakan tempat perlindungan dari banyak hal
kepentingan manusia. Bilamana hutan terbakar maka fungsi lindung ini akan
menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Salah satu contoh fungsi
lindung ini adalah bahwa pada lantai hutan ditemukan banyak sekali
tumpukan serasah yang berfungsi sebagai penutup permukaan tanah. Fungsi
lindung hutan lainnya adalah untuk mencegah terjadinya tanah longsor dan
erosi (Sitorus, 2006).
9. Merusak Fungsi Lain Daripada Hutan Currie dalam penelitiannya
menyatakan bahwa desa-desa yang berbatasan dengan hutan kebanyakan ikut
terbakar sewaktu kebakaran hutan terjadi. Selain itu, juga bangunan-
bangunan, ternak atau barang-barang berharga lainnya yang terdapat didalam
atau disekitar hutan semuanya berada dalam keadaan bahaya bilamana terjadi
kebakaran hutan (Sitorus, 2006).
2.5 Penanggulangan Kerusakan Hutan
A. Pencegahan Kerusakan Hutan
1. Metode Jeda Penebangan Hutan (Moratorium Logging) Sebagai Langkah
awal. Bersama Berangkat dari kompleksnya faktor penyebab kerusakan
hutan di Indonesia dibutuhkan solusi yang cepat dan tepat, untuk
menyatukan visi dan misi seluruh stakeholders dalam menjaga eksistensi
hutan di Negara ini. Jeda Penebangan Hutan atau Moratorium
Logging adalah suatu metode pembekuan atau penghentian sementara
seluruh aktifitas penebangan kayu skala besar (skala industri) untuk
sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai.
Lama atau masa diberlakukannya moratorium biasanya ditentukan oleh
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut
Sebagai langkah awal dalam pencegahan kerusakan hutan nasional,
metode ini dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak. Bentuknya dapat
berupa reformasi hutan yang dilaksanakan oleh semua pihak sebgai
bentuk partisipasi pemerintah, privat, dan masyarakat dalam melindungi
hutan dari kerusakan (Purbawaseso,2002).

50
a. Moratorium Logging dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
berikut adalah gambaran manfaat yang dapat diterima oleh
stakeholder bila jeda penebangan hutan dilaksanakan saat ini:
b. Pemerintah mendapatkan manfaat berupa jangka waktu dalam
melakukan restrukturisasi dan renasionalisasi industri olahan kayu
nasional, mengkoreksi over kapasitas yang dihasilkan oleh indsutri
kayu, serta mengatur hak-hak pemberdayaan sumber daya hutan, dan
melakukan pengawasan illegal logging bersama sector private dan
masyarakat.
c. Private/investor mendapatkan keuntungan dengan meningkatnya
harga kayu di pasaran, sumber daya (kayu) kembali terjamin
keberadaannya, serta meningkatkan efisiensi pemakaian bahan kayu
dan membangun hutan-hutan tanamannya sendiri.
d. Masyarakat mendapatkan keuntungan dengan kembali hijaunya hutan
disekeliling lingkungan tinggal mereka, serta dapat terhindar dari
potensi bencana akibat kerusakan hutan.
2. Langkah Penerapan Moratorium Logging

Perlu diketahui bahwa jeda pembalakan kayu (Moratorium Logging)


adalah langkah awal yang dapat diterapkan sejak saat ini untuk
menanggulangi kerusakan hutan nasional. Adapun beberapa langkah
yang dapat dilakukan dalam menerapkan metode ini dengan cepat adalah
sebagai berikut (diadaptasi dari Liem dalam Jeda Penebangan Hutan)
(Purbawaseso,2002) :
1. Penghentian pengeluaran ijin baru
Sebagai kebijakan awal yang dapat dilakukan adalah dengan
penghentian pengeluaran ijin-ijin HPH (Hak Pengusahaan Hutan).
Hal ini diharapkan dapat menjadi upaya pencegahan awal, dengan
ditutupnya ‘keran’ ijin-ijin baru dapat mengurangi risiko
bertambahnya areal hutan yang rusak, selain itu juga dapat dijadikan
metode evaluasi terhadap HPH yang ada sebelumnya dalam
mengelola kawasan hutan produksi.
2. Penyelamatan hutan-hutan yang peling terancam kelestariannya

51
Penebangan hutan untuk industri (industrial logging) yang tidak
terkontrol selama puluhan tahun telah menyebabkan terjadinya
deforestasi dan degradasi hutan tropis dalam skala masif. Kecepatan
penyusutan hutan alam antara tahun 1984 dan 1998 adalah sebesar
1,6 juta hektar per tahun, dan saat ini telah melampaui 2,4 juta hektar
per tahun, salah satu angka kerusakan hutan tertinggi di dunia
(Hardiman dalam Hutan Hancur, Moratorium Manjur). Di antara
hutan-hutan tersebut terdapat hutan yang benar-benar terancam
kelestariannya, diantaranya hutan di Kalimantan dan Sumatera yang
mencapai 1.345, 5 Ha per tahun tingkat deforestasinya. Oleh karena
itu, dalam metode ini diperlukan langkah yang tegas dalam
penyelamatan hutan-hutan yang sangat terancam, baik oleh
pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum.
3. Penyelesaian konflik soial dalam pengelolaan hutan
Proses penghentian sementara memberikan kesempatan bagi
pemerintah, swasta, dan masyarakat yang berada di wilayah-wilayah
konflik, untuk duduk bersama dan membicarakan solusi dalam
penyelenggaraan pengelolaan hutan yang bermasalah. Konflik sosial
yang berkepanjangan akan dapat mudah diselesaikan ketika pihak-
pihak yang terlibat berada dalam kondisi yang sama dan menghadapi
persoalan yang sama (one goal) dalam hal ini krisis kerusakan hutan
(Purbawaseso,2002)
4. Regulasi Larangan sementara penebangan hutan di seluruh Indonesia
Langkah terakhir yang dapat ditempuh oleh permintah adalah
penghentian seluruh penebangan kayu di hutan alam untuk jangka
waktu yang ditentukan di seluruh Indonesia. Pada masa ini,
penebangan kayu hanya diijinkan di hutan-hutan tanaman atau hutan
yang dikelola berbasiskan masyarakat local. Selama moratorium
dijalankan, industri-industri kayu tetap dapat jalan dengan cara
mengimpor bahan baku kayu. Dengan jangka waktu yang
ditentukan, ketika hutan-hutan nasional kembali pulih indsutri

52
tersebut dapat kembali melakukan pengelolaan hutan dengan
pengawasan dan metode yang berkelanjutan (Purbawaseso,2002).
5. Melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi
Sudah saatnya bottom up planning atau perencanaan pembangunan
yang dimulai dari penjajakan pendapat dari masyarakat dilakukan.
Dalam proses ini evaluasi tentang kondisi hutan nasional dapat
menghasilkan suatu upaya yang komprehensif dalam mencegah
kehancuran hutan. Masyarakat adalah sosok yang berada di dalam
siklus pengelolaan hutan dan sudah selayaknya pemerintah
memberikan ruang yang lebih banyak dalam mendengarkan apresiasi
masyarakat. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang
mampu menyediakan bahan-bahan kebutuhan dasar masyarakat
seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan keluarga.
Sebaliknya masyarakat mengupayakan pengelolaan hutan agar dapat
menjamin kesinambungan pemanfaatannya, bagi masyarakat hutan
dan segala isinya bukan sekedar komoditi melainkan sebagai bagian
dari sistim kehidupan mereka. Oleh karena itu pemanfaatannya tidak
didasari pada kegiatan eksploitatif tetapi lebih dilandasi pada usaha-
usaha untuk memelihara keseimbangan dan keberlanjutan
sumberdaya hutan dengan melibatkan peran serta masyarakat umum
dalam pemanfaatannya, maka proses partisipasi masyarakat dalam
menjaga kelestarian hutan juga akan tumbuh dengan sendirinya
(Purbawaseso,2002).
3. Pencegahan dan Peringanan
Pencegahan di sini dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan
kepada masyarakat lokal akan penting menjaga fungsi dan manfaat hutan
agar dapat membantu dalam menjaga kelestarian hutan dan penegakan
hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum, POLRI yang dibantu oleh
POL HUT dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum
pemerintahan daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk
memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan
melakukan penyidikan secara tuntas terhadap para cukong - cukong kayu

53
yang merugikan negara trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan
yang dimaksud di sini adalah pemerintah harus melaksanakan analisa
terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam masyarakat. Bila
ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya
pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang tersebut
sepanjang tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.
Kesempatan tidak pernah datang dua kali, proses penyelamatan dan
pencegahan kerusakan hutan nasional harus dimulai dari sekarang.
Sebuah usaha besar yang akan menghabiskan banyak tenaga dan materi,
untuk menerapkan sebuah metode pencegahan diperlukan kepedulian dan
kesadaran dari semua pihak pada kondisi hutan kita saat ini. Alih fungsi
lahan, illegal logging, pembakaran hutan untuk membuka lahan, dan
sederet sikap pengrusakan hutan yang sudah dilakukan merupakan
sebuah kesalahan besar. Butuh waktu dan proses untuk menyadarkan
semua pihak akan pentingnya penyelenggaraan pengelolaan hutan yang
berkelanjutan. Sudah saatnya kebijakan yang diambil pemerintah tidak
hanya berlandaskan profit atau laba, tapi juga ekologi, pemberdayaan
masyarakat dan perencanaan yang berkelanjutan. Metode dan
strategi Moratorium Logging tidak akan pernah bisa dijalankan apabila
paradigma di negara ini masih berorientasi pada permintaan pasar,
dimulai dari ketegasan pemerintah dalam melindungi aset negara,
partisipasi sektor privat dalam menjaga lahan produksinya agar tetap
dapat melakukan aktivitas produksi, serta kepedulian masyarakat dalam
memonitoring kelangsungan proses penghijauan kembali hutan nasional,
dan menjaga hutan dari kerusakan pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab. Oleh karena itu, semua pihak mari kita mulai dari sekarang
mengevaluasi diri kita sudahkah kita melestarikan dan menjaga hutan
kita agar tetap utuh demi masa depan bangsa dan negara. Upaya untuk
mencegah potensi-potensi kerusakan hutan (Rustam, 2003) :

a. Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan,

54
sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya fungsi hutan.
b. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
c. Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan
pemadam kebakaran hutan.
d. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat
pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta
masyarakat sekitar hutan.
e. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga
pengendalian kebakaran hutan.
f. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan
dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh
Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
g. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi
pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan
tanpa bakar.
h. Penebangan kayu di hutan dilaksanakan dengan terencana dengan
sistem tebang pilih. Artinya, pohon yang ditebang adalah pohon
yang sudah tua dengan ukuran tertentu yang telah ditentukan,
dengan cara penebangan sedemikian rupa sehingga tidak merusak
pohon-pohon muda di sekitarnya.
i. Diberikan sanksi barang siapa yang mengambil hasil hutan dengan
sengaja.
j. Hutan kita yang belum ada penjaga hutan harus diadakannya
penjagaan agar tidak terjadi pencurian.
4. Penanggulangan Kerusakan Hutan
 Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua
tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi
lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
 Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat
melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui

55
PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan
lahan.
 Melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan yang telah
rusak.
 Memberikan sanksi atau hukuman yang berat bagi mereka yang
melakukan penebangan liar.
Adapun Pengendalian terhadap kerusakan hutan yang disebabkan oleh faktor
fisik, mikroorganisme dan makroorganisme adalah (Mappatoba, 2009) :
1. Dengan cara fisik mekanik
a. Penangkapan dan eradikasi. Penangkapan ditujukan terhadap serangga
atau binatang liar yang sedang merusak hutan. Penangkapan dapat dilakukan
dengan menggunakan alat seperti jaring, jerat atau jebakan. Untuk menjebak
kumbang penggerek Pissodes spp dipergunakan pohon-pohon yang sakit
atau patah atau yang telah rebah, karena serangga ini meletakkan telurnya
pada pohon tersebut dengan terlebih dahulu m enggerek kulitnya. Untuk
menjebak serangga yang keluar pada malam hari dapat digunakan lampu,
sedang untuk binatang liar digunakan jerat. Serangga yang tertangkap dapat
langsung dibunuh. Metode mematikan serangga dapat pula dilakukan
dengan cara membakar pohon yang terserang tanpa menangkap terlebih
dahulu serangganya.
b. Pencabutan dan penebangan. Cara ini ditujukan terhadap bibit tanaman
yang sakit di persemaian atau terhadap gulma dipersemaian maupun di
pertanaman. Kalau bibit sakit disebabkan oleh patogen lodoh (damping off)
dan berada dalam pot, maka harus diambil dengan potnya kemudian
tanahnya disterilkan kembali dan bibit yang sakit dibakar. Pohon-pohon
yang tidak bernilai komersil dan pohon-pohon pokok yang terserang OPH
ditebang kemudian dibakar. Terhadap rayap dan jamur penyerang akar,
pembakaran dilakukan pada pangkal pohon dan sekitarnya. Jenis-jenis
pohon perdu atau semak-semak dapat juga menjadi inang sementara bagi
jenis-jenis jamur karat seperti Cronartium ribicola (penyebab karat pada
batang Pinus spp) mempunyai inang sementara pada perdu jenis Ribes.
2. Dengan cara kimia

56
Bahan kimia pestisida yang dipakai untuk mengendalikan OPH
dapat terdiri atas bahan aktif, perekat dan perata. Bahan aktif adalah bahan
yang berpengaruh negatif langsung pada OPH. Bahan perekat adalah bahan
yang membuat bahan aktif melekat kalau menyentuh suatu benda sehingga
tahan terhadap air, angin, suhu, kelembaban dan cahaya. Biasanya bahan
perekat yang dipakai adalah gelatin, dextrin, getah-getahan dsb. Bahan
perata adalah bahan yang dapat melarutkan bahan aktif dan bahan perekat
dengan merat bila dicampur dengan air sehingga tidak terjadi penggumpalan
dan pengendapan. Cara kerja bahan aktif adalah: a. Pembasmi, pembunuh,
yaitu bahan tersebut bekerja bila termakan atau terhisap ke dalam tubuh.
Bahan kimia dapat bekerja aktif kalau masuk ke dalam tubuh lewat mulut
(peroral), lewat kulit (perkutan) atau lewat hidung. Ada pestisida yang
bersifat kontak, yaitu akan berpengaruh kalau mengenai langsung OPH.
Pestisida sistemik, yaitu pestisida yang dapat terserap ke seluruh tubuh
tanaman lewat daun, batang atau akar, sehingga OPH yang memakan atau
mengifeksi tanaman tersebut akan mati. Contoh herbisida, insektisida,
fungisida, nematisida dsb. b. Penolak (repellent), pencegahan dan
pengejutan. Repellent adalah pestisida yang berpengaruh di syaraf perasa
seperti di hidung dan lidah. Dipakai pada binatang besar yang bila tercium
atau termakan akan membuat mereka mengurungkan niatnya untuk
memakan. Biasanya terbuat dari bahan teer, minyak, lemak atau lilin. Secara
tradisional dapat dibuat campuran kapur, kotoran sapi, atau binatang
sejenisnya, darah bintang dan pernis atau kapur 40 kg, minyak tanah 6 liter,
adhesit 600 g dan air 100 liter. Bahan penolak hanya bersifat menolak atau
mengejutkan binatang tetapi tidak membunuh. c. Pemikat, penarik dan
pemancing (attraktant) adalah bahan kimia yang karena aromanya dapat
menarik hama untuk datang dan memudahkan untuk membunuhnya. Contoh
penggerek batang Xyloterus leneatus dan X. domesticus dapat dipancing
dengan bau alkohol hasil fermentasi dari timbunan kayu atau dari getah
pada daun jarum yang mengandung α-pine. Selain itu ada bahan pemikat
yang mempunyai aroma lawan jenis yang disebut pheromone, misalnya
typolur, disparlur dan multilur.

57
d. Penghambat (barier) adalah bahan kimia yang dapat menghambat
perkembangbiakan OPH tanpa langsung membunuhnya, melainkan
berangsur-angsur populasinya menurun atau punah karena tidak terjadi
kelahiran baru atau karena kegiatannya untuk menyerang terhenti. Contoh:
antibiotika yang dipakai untuk manusia dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Pseudomonas dan Erwinia, jamur Phytium ultimum, Botrytis
cinerea, Ceratocystis ulmi, Cronartium ribicola dan Armillaria mellea.
Ekstrak biji Azadirachta indica mengandung azadirachtin yang dapat
dipergunakan untuk menurunkan aktivitas makan ulat Lymantria dispar
sehingga mengakibatkan kematiannya karena kelaparan. Bahan derivat urine
diflubenzuron dengan nama perdagangannya dimilin telah terbukti dapat
menghambat pembentukan khitin, sehingga pembentukan kulit tidak
sempurna pada larva lepidoptera pemakan daun, larva arthropoda dan
nematoda sehingga menyebabkan kematian. Pada serangga dewasa, dimilin
yang masuk ke dalam tubuhnya dapat mengganggu sistem
perkembangbiakan dan mengakibatkan kemandulan, kemunduran produksi
telur dan pengurangan penetasan telur, karena telur artrhopoda yang kena
dimilin akan mati. Dimilin tidak berbahaya terhadap tanaman, lebah
binatang besar dan manusia. Khusus untuk bahan yang disebut
chemosterilant adalah bahan kimia yang kalau tersentuh atau termakan oleh
serangga akan menghambat perkembangbiakannya. Telur kumbang
penggerek Ips typographus yang diletakkannya di pohon yang disemprot
chemosterilant 26 % tidak ada yang menetas, sedangkan yang tidak
diperlakukan (kontrol) 95 % telurnya menetas.
3. Dengan cara biologis (biopestisida / biological control)
Pengendalian biologis adalah pengendalian dengan menggunakan
organisme hidup yang bersifat antagonis (membinasakan lawan).
Keuntungan dari metode ini adalah tidak ada efek negatifnya terhadap
lingkungan (ramah lingkungan), namun kelemahannya antara lain adalah:
a. Resistensi organisme yang akan dikendalikan kadang-kadang lebih tinggi
daripada organisme antagonisnya.

58
b. Cuaca mempengaruhi kehidupan organisme antagonis sehingga
efektivitasnya tergantung pada keadaan cuaca.
c. Pengembangbiakannya memerlukan biaya yang lebih tingg daripada
membuat pestisida.
d. Kesulitan dalam pemeliharaan dan penyimpanan.
Ada beberapa cara untuk pengendalian dengan cara biologis, yaitu:
1) Penggunaan mikroorganisme
2) Penggunaan serangga
3) Sterilisasi OPH.

59
60
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum lapang mata kuliah Perlindungan dan Pengamanan Hutan
dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 Oktober 2019, bertempat diHutan
Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat digunakan dalam praktek lapang perlindungan dan pengamanan hutan,
yaitu:
a. Roll Meter, sebagai alat untuk membuat plot dan mengukur jarak antara satu
pohon dengan pohon lainnya
b. Kompas, untuk menentukan arah plot dan arah pohon dari satu pohon ke
pohon lainnya
c. Parang, untuk membuka jalur jika kesulitan dalam melakukan pengamatan
3.2.2 Bahan
Bahan digunakan dalam praktek lapang perlindungan dan pengamanan hutan,
yaitu :
a. Tali Rafiah, sebagai batas penanda plot
b. Patok, sebagai penanda plot
c. ATM, merupakan alat tulis menulis untuk data hasil pengamatan di lapangan
d. Kamera, sebagai alat untuk dokumetansi lapangan
e. Tally Sheet, sebagai bahan untuk penulisan hasil pengamatan yang dilakukan
f. Kertas label, sebagai penanda pohon dalam plot pengamatan.

3.3 Prosedur Kerja Lapangan


Prosedur kerja lapangan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan
b. Membuat plot ukuran 40 m x 40 m menggunakan roll meter dan tali rafiah
sebagai batas penanda plot.
c. Melakukan penomoran pada setiap pohon menggunakan kertas label untuk
mempermudah pengamatan.

61
d. Mengamati kerusakan yang terjadi pada setiap pohon yang berada dalam plot,
baik yang disebabkan oleh faktor fisik, mikroroganisme dan makroorganisme
kemudian mencatat hasilnya pada tally sheet yang telah disediakan.
e. Melakukan dokumentasi pada setiap kegiatan yang dilakukan di dalam plot.
f. Hasil pengukuran dan pengamatan ditulis pada Tally Sheet

3.4 Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam praktikum ini adalah akumulasi penjumlahan
setiap faktor perusak dibagi dengan jumlah pohon dalam plot pengamatan kemudian
dikalikan dengan 100%. Kemudian dianalisis melalui pembuatan grafik penyebaran
setiap faktor perusak hutan pada tegakan Pinus mercusii, dimana kategori yang ada yaitu
hama, ternak, angin, kebakaran, lumut, rayap dan jamur. Secara matematis dituliskan
sebagai berikut:
Jumlah Kerusakan Tiap Kategori
x 100%
Jumlah Pohon

62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1Kerusakan Hutan
Jenis Jenis Kerusakan
No
Pohon Faktor Fisik Mikroorganisme Makroorganisme
1 Sp 1 Batang Pecah Bekas Rayap
2 Sp 1 Bekas Tebasan
3 Sp 1 Bekas Rayap
4 Sp 1 Batang Rapuh
5 Sp 1 Batang Rapuh
6 Sp 1 Bekas Paku
7 Sp 1 Batang Pecah
8 Sp 1 Daun Robek
Batang
9 Sp 1
Terkelupas
10 Sp 1 Akar Busuk
11 Sp 1 Bisul Daun
12 Sp 1 Bisul Daun
13 Sp 1 Bekas Paku
14 Sp 1 Bekas Paku
15 Sp 1 Cabang Berlebih
16 Sp 1 Cabang Berlebih
17 Sp 1 Akar Busuk
18 Sp 1 Cabang Berlebih
19 Sp 1 Daun Kuning
20 Sp 1 Daun Kuning
21 Sp 1 Daun Berlubang
22 Sp 1 Batang Pecah
23 Sp 1 Ranting Pecah Akar Putih
24 Sp 1 Banir
25 Sp 1 Bintik Pada Daun
26 Sp 1 Bintik Pada Daun
27 Sp 1 Lumut
28 Sp 1 Batang Retak
29 Sp 1 Batang Retak
30 Sp 1 Kulit Terkelupas
31 Sp 1 Bekas Rayap
32 Sp 1 Cabang Berlebih

63
Jenis Jenis Kerusakan
No
Pohon Faktor Fisik Mikroorganisme Makroorganisme
33 Sp 1 Cabang Berlebih Bekas Rayap
34 Sp 1 Daun Robek
35 Sp 1 Daun Robek
36 Sp 1 Daun Robek Terdapat Liana
37 Sp 1 Daun Robek
38 Sp 1 Bisul Daun
39 Sp 1 Bisul Daun Terdapat Parasit
40 Sp 1 Growong Batang
41 Sp 1 Cabang Berlebih
42 Sp 1 Batang Retak Bekas Rayap Terdapat Liana
43 Sp 1 Banir Terdapat Liana
44 Sp 1 Banir Bekas Rayap Lumut
45 Sp 1 Banir Akar Putih Terdapat Liana
46 Sp 1 Lumut
47 Sp 1 Lumut
48 Sp 1 Lumut
49 Sp 1 Bekas Paku
50 Sp 1 Bekas Sayatan
51 Sp 1 Growong Batang
52 Sp 1 Daun Robek

4.2 Pembahasan
Pengambilan data pada praktikum yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan
Universitas hasanuddin dengan plot berukuran 40 m × 40 m ditemukan pohon sebanyak
52 dan didapati berbagai kerusakan. Kerusakan yang terjadi diantarnya disebabkan oleh
faktor fisik, mikroorganisme dan makroorganisme. Dari 52 pohon yang ada, terdapat 34
pohon yang mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh faktor fisik, 22 pohon yang
mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh faktor mikroorganisme, dan 10 pohon yang
mengalami kerusakan yang akibatkan oleh faktor makroorganisme. Kerusakan akibat
faktor ini menyebabkan tajuk dari pohon tidak seimbang atau tidak normal, banyaknya
daun yang gugur serta menyebabkan beberapa cabang dan ranting-rantingnya patah.
Kerusakan – kerusakan yang di temukan dari pohon, dapat di cegah atau
diminimalisir kerusakannya dengan metode-metode yang dikemukakan oleh
mappatoba (2019) yaitu dengan cara fisik mekanik, kimia, atau biologis
(biopestisida/biological control). Pemilihan cara penanggulangan yang sesuai

64
dengan tempat tumbuh pohon tersebut juga dapat memaksimalkan hasil dari usaha
penanggulangan yang dibuat.

65
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum, kesimpulan yang dapat diperoleh ialah pohon yang
mengalami kerusakan diakibatkan oleh faktor fisik, mikroorganisme, serta
makroorganisme. Kerusakan dapat dicegah atau dimilimalisir kerusakannya
dengan cara fisik mekanik, kimia, ataupun biologis (biopestisida/biological
control) sesuai dengan keadaan tempat tersebut.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam sebelum pelaksanaan praktikum, praktikan harus dibekali
sejumlah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan berbagai jenis praktikumyang akan
dilaksanakan di lapangan agar tidak terjadi kesalahan pada saat pengambilan data
dan pengolahan data.

66
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Saniahti Dewi., 2016. ”Kerusakan Hutan”. Palangka Raya :


Kotawaringin Timur, Indonesia.

Darusman, Ina Wahyuna., 2013. “Kerusakan Hutan, Masalah, Dampak dan


Penanggulangannya”. Prodi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kartodihardjo, H., Nugroho, B., Rohadi, D., Suharjito, D., Dermawan, A., 2011.
“Community plantation forests in Indonesia: challenges and policy
recommendations”. Bogor: CIFOR.
Kurniawan, Agus., Kusdi Mulyadi., 2008. “Pemantauan Kesehatan Hutan
(Forest Health Monitoring)Dalam Mendukung Keberhasilan Pembangunan
Hutan Tanaman”. Balai Penelitian Kehutanan Palembang, Palembang.
Kusmana Istomo. 2008. Kerusakan Hutan Mempengaruhi Lingkungan. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Putra, Rajawali., 2012. “Kerusakan Hutan”. Teknik Kimia Politeknik Negeri
Bandung, Bandung.

Sari, Agus. P., 2016. “Atasi Kerusakan Hutan Lewat Pendekatan Bentang Alam”.
CEO Yayasan Belantara, Indonesia
Suryanto. 2012. “Hutan Sebagai Sumber Daya Dunia”. Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa, Vol. 6 No. 1, September 2012 : 59 – 75.
Yulir Yulmadia. 2013. Geografi 1 SMA. Penelitian Geografi . Jakarta : Yudistira.

67

Anda mungkin juga menyukai