Kehutanan Internasional
Dibuat Oleh :
Jl. Ir. Sutami No.36, Kentingan, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Arief (2001), hutan adalah kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta
tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat
penting bagi kehidupan di bumi ini. Hutan adalah tempat dimana berbagai flora dan fauna
hidup (Fitriana, 2008). Didalamnya terjadi rantai ekosistem yang secara alami dan terus
menerus berputar. Ada produsen berupa tumbuh-tumbuhan dari yang berukuran kecil sampai
pepohonan yang tinggi. Ada pula konsumen yang bersifat karnovora, herbivora, maupun
omnivora. Terjadi sangat banyak interaksi didalamnya, baik yang menguntungkan
(mutualisme) maupun merugikan (parasitisme). Interaksi dan ekosistem ini terjadi secara
dinamis dan membentuk kestabilan sistem pada hutan.
Menurut UU no.41 tahun 1999, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan
dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan.
Tuhan telah menciptakan alam (hutan) pada kadar yang tepat, tak kurang dan tak lebih. Hutan
pun memiliki beberapa fungsi (Fitriana, 2008), yakni :
Menurut Tarwato & Wartonah (2015), Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital
dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlikan untuk proses
metabolisme tubuh secara terus-menerus. Hutan adalah produsen terbesar oksigen. Hutan
Indonesia sendiri menyumbang 72 persen di seluruh dunia. Hampir seluruh mahluk hidup di
dunia ini membutuhkan oksigen untuk hidup. Jika tidak ada produsen oksigen maka akan
musnah kehidupan di Bumi ini.
Gardner dan Engelman (1999) mengatakan bahwa hutan sebagai otot peradaban
(sinew of civilization). Ini karena ketergantungan manusia pada hutan masihlah tinggi. Hutan
menyediakan air segar yang berkualitas. Tentu manusia butuh air bersih. Menurut Prof.
Hiromi Shinya, kadar air dalam tubuh manusia adalah 50-70 persen. Tanpa adanya air bersih
yang cukup maka manusia bisa mati.
3. Sebagai Habitat
Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada di
sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Dalam
ilmu ekologi, bila pada suatu tempat yang sama hidup berbagai kelompok spesies (mereka
berbagi habitat yang sama) maka habitat tersebut disebut sebagai biotop. Hutan adalah salah
satu biotop. Didalamnya hidup ribuan mahluk dari yang mikroskopis hingga sebesar gajah.
Berbagai mahluk hidup menggantungkan hidupnya disana. Burung membangun sarangnya
diatas pohon, harimau menandai wilayah kekuasaanya, dan semut dengan kerajaan bawah
tanah mereka. Pohon pun mendapatkan zat hara dari bangkai fauna yang sudah mati. Jika
hutan terancam maka keberlangsungan berbagai mahluk hidup didalamnya akan terancam
pula. Tidak semua hewan dan tumbuhan dapat bertahan hidup di ekosistem buatan manusia.
Sebenarnya hal tersebut sangat menyalahi hukum alam. Teori Evolusi Charles Darwin
menggunakan 2 faktor, yakni Seleksi Alam (Natural Selection) dan Hanyutan Genetik
(Genetic Drift). Ketika tidak ada habiat yang memungkinkan maka tidak akan terjadi proses
evolusi itu. Tidak adanya evolusi akan mengakibatkan kepunahan.
Selama sepuluh tahun terakhir, luas hutan di dunia terus mengalami penyusutan
sekitar sepertiganya dari keadaan awal, yaitu dari 6,3 miliyar hektar menjadi 2,3 miliyar
hektar saja (Maini dan Ullsten 1993). Padahal menurut Gardner dan Engelman (1999), pada
tahun 1995 diperkirakan luas hutan hanya sekitar 3,45 miliyar hektar. Menurut Allan dan
Lanny (1991) dalam Maini dan Ullsten (1993), luas penutupan hutan boreal relatif stabil,
sedangkan luas hutan temperate cenderung meningkat. Berbeda dengan hutan tropis, hutan
tropis dunia cenderung berkurang secara signifikan. Pada tahun 1980-an saja diperkirakan 17
juta hektar per tahun hutan hujan tropis hilang. Padahal hutan adalah aspek vital kehidupan di
seluruh planet ini. Nyatanya masih banyak orang-orang yang tak peduli dengan kelestarian
hutan. Mereka dengan mudahnya merusak hutan tanpa berfikir bagaimana akibat yang akan
timbul di kemudian hari. Atau bagaimana pemanasan global (global warming) dapat
mencairkan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi. Asosiasi Energi Matahari New Mexico,
Amerika Serikat menjelaskankan bahwa global warming merupakan peningkatan suhu atau
temperatur rata-rata di permukaan bumi sebagai dampak dari efek rumah kaca yang dimana
efek rumah kaca ini merupakan kejadian terperangkapnya panas di bumi karena terhalangnya
gas emisi seperti karbondioksida di atmosfir karena asap kendaraan bermotor, polusi udara
dari pabrik-pabrik atau industri dan kebakaran hutan.
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia mempunyai hutan tropis dengan luas terbesar ketiga setelah Brazil dan
Zaire, sehingga memiliki tanggung jawab dalam melestarikan agar tetap dapat berfungsi
sebagai paru-paru dunia. Luas kawasan hutan Indonesia tahun 2012 mencapai 130,61 juta ha.
Kawasan tersebut diklasifikasi sesuai dengan fungsinya menjadi kawasan konservasi (21,17
juta ha), kawasan lindung (32,06 juta ha), kawasan produksi terbatas (22,82 juta ha), kawasan
produksi (33,68 juta ha) dan kawasan produksi yang dapat dikonversi (20,88 juta ha). Luas
kawasan hutan tersebut mencapai 68,6 % dari total luas daratan Indonesia sehingga menjadi
salah satu potensi sumber daya alam yang rawan terjadi kerusakan karena kepentingan
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jika ditelurusi lebih jauh, hutan Indonesia memiliki banyak sekali flora dan fauna
unik. Hutan Indonesia menempati urutan kedua untuk tingkat keanekaragaman hayati setelah
Brazil (Ministry of Environment, 2009) dalam Forest Watch Indonesia (2011:1). Menurut
garis Wallace-Weber, flora dan fauna di Indonesia terbagi kedalam 3 kelompok, yakni :
Asiatis, Peralihan, dan Australis. Flora dan fauna Asiatis banyak ditemukan di wilayah Asia
yang lain ataupun memiliki kemiripan. Contohnya adalah Harimau Jawa dengan Harimau
Benggala. Pada wilayah Australis, flora dan faunanya dapat dijumpai pula di benua Australia,
seperti Wallaby, Koala, dan Kangguru. Lalu di bagian peralihan merupakan spesies endemik.
Menurut Cahyono (2009), endemik itu merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “En” berarti didalam, kemudian “Demos” yang berarti rakyat, sehingga dengan
demikian endemik diartikan sebagai suatu populasi dengan jenis yang sama yang dapat
dijumpai pada suatu wilayah dengan angka kejadian yang relatif konstan. Endemisme dalam
ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk menjadi unik pada satu lokasi
geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche), negara, atau zona ekologi tertentu. Untuk
dapat dikatakan endemik suatu organisme harus ditemukan hanya di suatu tempat dan tidak
ditemukan di tempat lain. Di wilayah ini terdapat flora dan fauna yang hanya dimiliki oleh
Indonesia dan tidak dapar dijumpai di tempat lain. Contohnya adalah anoa, komodo, dan ikan
duyung.
Dari keanekaragaman tersebut, Indonesia telah menyumbangkan biodiversitas flora
dan faunanya kepada dunia. Flora dan fauna tersebut dapat menjadi suatu ilmu pengetahuan
nyata bagi generasi selanjutnya. Hutan Indonesia pun mendapat julukan “Paru-Paru Dunia”
karena merupakan salah satu hutan terluas di dunia. Tentu oksigen yang diproduksi sangatlah
banyak. Hutan Indonesia pun menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para turis asing.
Hutan Indonesia yang kaya serta indah tentunya menarik minat, baik para turis maupun
ilmuwan. Hutan Indonesia juga berpotensi memiliki tumbuh-tumbuhan langka yang sampai
saat ini belum ditemukan (belum diketahui). Hal itu karena hutan Indonesia yang sangatlah
luas serta keterbatasan manusia dalam melakukan eksplorasi secara bijak.
Pemaknaan ini diperkuat oleh definisi deforestasi yang dituangkan dalam Peraturan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.30/Menhut II/2009 tentang Tata Cara
Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) yang dengan tegas
menyebutkan bahwa deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan
menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
Penggundulan hutan dan lahan dapat berdampak pada kehidupan di sekitar wilayah
tersebut. Hutan menyimpan berjuta keanekaragaman hayati, lebih dari delapan puluh persen
keanekaragaman hayati di dunia dapat ditemukan pada hutan hujan tropis. Hilangnya tutupan
hutan hujan tropis juga dapat diartikan sebagai hilangnya habitat asli satwa dan tumbuhan
sehingga dapat mengancam hilangnya spesies atau kehidupan satwa dan tumbuhan itu
sendiri.
Siklus air yang sudah dijaga oleh hutan juga dapat terganggu akibat hilangnya tutupan
lahan tersebut. Hujan yang turun akan langsung mengenai tanah sehingga dengan mudah
mengikis permukaan tanah. Hal tersebut juga berpengaruh kepada air tanah. Hilangnya hutan
mengakibatkan tidak dapatnya air untuk meresap ke tanah. Air hujan yang turun akan
langsung mengalir di permukaan dan menyebabkan erosi. Efek samping dari terjadinya erosi
adalah hilangnya kesuburan tanah akibat pencucian tanah oleh air hujan yang terus menerus,
banjir akibat tanah yang tidak dapat meresap air, hingga tanah longsor.
Dampak deforestasi jika dilihat dari segi ekonomi adalah hilangnya mata pencaharian
masyarakat sekitar hutan. Kegiatan agroforestry, berburu, meramu, mengumpulkan hasil
hutan sangat diandalkan masyarakat sekitar hutan. Hilangnya hutan menyebabkan hilang juga
mata pencaharian masyarakat sekitar hutan.
Deforestasi yang terjadi pada hutan bakau atau mangrove dapat menyebabkan abrasi.
Abrasi adalah pengikisan yang disebabkan oleh ombak laut. Eksploitasi hutan mangrove
secara liar dapat merugikan ekosistem pantai. Gelombang yang diterima di daratan akibat
hilangnya tutupan hutan mangrove akan menjadi tinggi karena tidak ada mangrove yang
berfungsi sebagai penahan ombak.
C. Gagasan untuk Mencegah Kerusakan Hutan
PENUTUP