Anda di halaman 1dari 7

Mengembalikan Paru – Paru Dunia Menjaga Biodiversitas untuk

Keseimbangan Alam

Disusun oleh :

Yesyurun Ester (061116011), Filopor (061117008), Yasmin Nurhendariani


(061117014), Angger Yuda Y. (061117017), Naviga Nurul Febriani (061117018)
Elsa Evangelica (061117023)

Dosen Pengampu :
Dr. Iwan Setiawan, M.Si

Ada dua negara yang dikenal sebagai paru-paru dunia, yaitu Brazil dan
Indonesia. Kedua negara ini disebut sebagai paru-paru dunia karena kekayaan hutan
yang dimilikinya. Hutan Indonesia merupakan hutan yang menduduki urutan ketiga
terluas di dunia dengan hutan tropis dan sumbangan dari hutan hujan (rain forest)
Kalimantan dan Papua. Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI), sebuah lembaga
independen pemantau hutan Indonesia, sejumlah 82 hektare luas daratan Indonesia
masih tertutup hutan.

Jenis hutan yang dimiliki oleh Indonesia merupakan jenis hutan hujan tropis
yang menyebar dari sebelah barat sampai ke wilayah tengah Indonesia. Hutan hujan
tropis memiliki ciri-ciri pohon besar, tinggi, daun lebat, dan canopy (tudung daun).
Hutan hujan tropis selalu basah dan lembab. Hutan ini dapat ditemui di daerah sekitar
khatulistiwa, yaitu pada 0-10º ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa. Hutan ini
dapat ditemui di Asia, Afrika, Australia, Amerika selatan, Amerika tengah, dan
Kepulauan Pasifik. Hutan hujan tropis memiliki banyak fungsi vital, di antaranya
menyerap emisi karbondioksida berlebih dan menyuplai oksigen.

Indonesia dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang paling luas dan
tinggi tingkat keanekaragaman hayatinya di dunia. Hutan Indonesia memiliki
berbagai macam potensi yang bisa dimanfaatkan dalam berbagai aspek yaitu dalam
aspek ekonomi, sosial maupun ekologi.

Puluhan juta masyarakat Indonesia mengandalkan hidup dan mata


pencahariannya dari hutan, hal ini merupakan suatu bukti bahwa hutan di Indonesia
sangat berperan dalam perekonomian masyarakat di Indonesia,baik dari
mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
atau bekerja pada sektor industri pengolahan kayu.

Dalam aspek sosial hutan memberikan manfaat Kepada masyarakat desa yang
bertempat tinggal di sekitar kawasan hutan untuk berinteraksi dan mempergunakan
hasil hutan. Hutan juga meberikan manfaat kepada makhluk hidup lainya sebagai
rumah bagi banyak sekali spesies di dunia. Banyak spesies di dalam hutan hujan
tropis yang belum diteliti. Para peneliti banyak melakukan bioprospecting di hutan
hujan tropis, yaitu upaya pencarian tanaman yang dapat digunakan dalam makanan,
kosmetik, maupun obat-obatan.

Secara ekologi hutan Indonesia memberikan keindahan visual, menjaga udara


Indonesia tetap sejuk, dan membuat Indonesia dikenal sebagai surga dunia. Hutan
hujan tropis yang selalu lembab juga berperan dalam pengaturan tata air. Pohon-
pohon di dalam hutan melepaskan air ke atmosfer melalui proses yang disebut
transpirasi. Di daerah tropis, setiap pohon kanopi kira-kira dapat melepaskan 760 liter
air setiap tahunnya. Kelembaban membantu pembentukan awan di atas hutan hujan
tropis.

Hutan hujan tropis yang selalu lembab berperan dalam pengaturan tata air.
Pohon-pohon di dalam hutan melepaskan air ke atmosfer melalui proses yang disebut
transpirasi. Di daerah tropis, setiap pohon kanopi kira-kira dapat melepaskan 760 liter
air setiap tahunnya. Kelembaban membantu pembentukan awan di atas hutan hujan
tropis. Singkatnya, hutan hujan tropis ini memiliki banyak fungsi dan peran vital bagi
kehidupan di dunia.Selain itu, hutan hujan tropis merupakan rumah bagi banyak
sekali spesies di dunia.
Namun keadaan hutan di Indonesia saat ini sangatlah memperhatikan dan
dalam keadaan yang kritis, karena terus mengalami penyusutan setiap tahunnya.
Setiap tahun terjadi penyusutan hutan karena untuk perkebunan kelapa sawit,
pertambangan, dan pemukiman penduduk. Apalagi di tambah dengan adanya
penebangan liar atau illegal logging. Di perkirakan hutan di Indonesia menyusut 1,5
juta hektar pertahunnya. Menurut data departemen kehutanan RI tahun 2006, luas
hutan yang rusak tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari
120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia. Bila keadaan seperti ini terus terjadi,
maka Indonesia akan kehilangan kawasan hutan. Penyebab lain kerusakan hutan
bukan hanya karna perkebunan sawit,pertambangan,pemukiman,atau illegal logging,
kerusakan hutan juga di sebabkan oleh lemahnya pemantapan hutan yang di tandai
dengan buruknya pengelolaan sumber daya hutan.

Apabila hutan di Indonesia masih terus terdegradasi akan berdampak terhadap


lingkungan serta habitat flora dan fauna di dalamnya. Seperti halnya contoh dibawah
ini:

1. Perubahan iklim
Dengan adanya dampak kerusakan hutan, jumlah karbondioksida (CO2)
yang dilepaskan ke udara akan semakin besar.. Oksigen (O2) merupakan gas
yang melimpah di atmosfer, dimana hutan merupakan produsen terbesar yang
menghasilkan gas tersebut. Selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah
kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Itulah sebabnya
mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa hutan adalah paru-paru dunia. Pada
saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka hal tersebut bisa berakibat
terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan iklim yang ekstrem.
2. Kehilangan berbagai jenis spesies
Dengan adanya kerusakan hutan maka dapat berdampak pada jenis
spesies yang ada di hutan tersebut dikarenakan suhu ataupun bahan makanan atau
persediaan makanan mereka. Dengan hilangnya habitat-habitat tersebut, maka
hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kepunahan spesies. Hal ini bisa
berdampak di berbagai bidang, seperti di bidang pendidikan dimana akan
musnahnya berbagai spesies yang dapat menjadi object suatu penelitian.
3. Terganggunya siklus air
Semakin sedikitnya jumlah pohon yang ada di bumi, maka itu berarti
kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam bentuk
hujan juga sedikit dan akan mengakibatkan terjadinya kekeringan.
4. Mengakibatkan Banjir dan erosi tanah
Dengan tiadanya pohon, maka pada saat musim hujan tanah tidak bisa
menyerap dengan baik tumpahan air hujan dan mengakibatkan besarnya laju
aliran air di permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain
itu, air hujan dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan
erosi tanah atau tanah longsor.
5. Mengakibatkan kekeringan
Dengan hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan berimbas pada
musim kemarau, dimana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air yang
seharusnya bisa digunakan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena
pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak ada
lagi sehingga Ini akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang
berkepanjangan.
6. Kerugian ekonomi

Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam, sebagian


masyarakat menggantungkan hidup mereka dari hasil hutan. Jika hutan rusak,
maka sumber penghasilan mereka pun juga akan menghilang. Kerusakan hutan
bisa menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga akan sulit dipergunakan untuk
bercocok tanam.

Dampak lebih jauhnya akibat terjadinya degradasi fungsi hutan dapat


memicu terjadinya berbagai macam bencana yang pada akhirnya akan
menimbulkan kerugian, baik itu kerugian material maupun non material. Banyak
orang yang kehilangan lahan, tempat tinggal, maupun anggota keluarga akibat
bencana seperti banjir dan tanah longsor.

Kerusakan hutan selain diakibatkan oleh kurangnya pemahaman dan


pengetahuan masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan juga didukung oleh
sikap Pemerintah yang belum tegas menentukan areal hutan mana yang harus di
alih fungsikan dan dijaga. Dilihat dari kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia
hutan yang di lindungi malah di jadikan perkebunan kelapa sawit, pertambangan
dan pemukiman penduduk. Hal ini menjelaskan bahwasanya manusia hanya
mementingkan petumbuhan ekonomi saja, bukan untuk kelestarian alam. Padahal
inilah kita sebagai generasi muda harus sadar dan peduli terhadap hutan yang
sudah hampir “botak” ini agar tidak mementingkan diri sediri tapi juga
mementingkan kelestarian hutan yang kita punya.

Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura , Dr. Ir. H Gusti


Hardiansyah mengungkapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai
Pertanahan yang disahkan, peran hutan tropis Indonesia di dunia global
kemungkinan akan terancam. Pasalnya dalam RUU Pertanahan ini lebih sarat
dengan aspek ekonomi dan meninggalkan aspek keadilan dan aspek ekologi,
sudah pasti akan mengancam keberlanjutan ekosistem hutan.

Kemungkinan keputusan ini membuat status Indonesia sebagai paru-paru


dunia akan berubah dan mengancam komitmen mitigasi perubahan iklim global
yang telah dibuat Indonesia dengan negara maju dunia untuk menurunkan emisi
sebesar 41% tidak mungkin tercapai maksimal. Pemaksaan pengesahan RUU
juga berdampak pada prinsip good governance tidak efektif berjalan. Terutama
prinsip akuntabilitas pada DPR dan pemerintah sehingga publik tidak akan
percaya (distrust) kepada penyelenggara negara dan Legislatif.

RUU pertanahan mengandung banyak inkonsistensi dan kontradiksi


antara konsideran dengan isi RUU antara niatan menjalankan reforma agraria
untuk menata ulang struktur agraria menjadi berkeadilan dengan rumusan-
rumusan baru terkait hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak
pengelolaan dan bank tanah. Semuanya yang terkandung dalam RUU Pertanahan
menabrak UU Pemda, UU Perseroan, UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan,
UU yang mengatur kompetensi peradilan di Indonesia, UU Pesisir dan juga
aturan yang mengatur keberadaan masyarakat hukum adat serta UU terkait
Pidana.
Permasalahan RUU ini tidak akan lepas dari pantauan oragnisasi
lingkungan hidup di Indonesia atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam mempengaruhi kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah. Khususnya Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK). LSM merupakan penyeimbang dan sebagai gabungan
masyarakat yang berada di luar pemerintahan. LSM juga berperan penting dalam
mengedukasi masyarakat khususnya yang tinggal disekitar wilayah hutan untuk
menjaga dan memberdayakan hutan secara lestari selain itu juga LSM bertugas
untuk menyuarakan kepentingan masyarakat sekitar hutan yang seringkali
dirugikan dengan berbagai kebijakan oleh pemerintah.

Seperti halnya kebijakan yang dilakukan oleh WWF- Indonesia yang


memulai penanaman hutan melalui program NewTress dan MyBabytree dari
tahun 2008 dan telah menanam pohon di sejumlah kawasan hutan seluas 1.016,3
hektar. Untuk penanaman ini WWF bekerjasama dengan kelompok tani local.
Program MyBabytree merupakan wadah bagi masyarakat luas yang memiliki
kepedulian terhadap kelestarian alam dan ingin berkontribusi secara langsung
dalam upaya penyelamatan alam di Indonesia.

Solusi yang dapat digunakan untuk melindungi dan menyeimbangkan


ekosostem hutan antara lain:

1. memindahkan pengembangan agrobisnis ke lahan-lahan yang telah


terdegradasi, dan memiliki keanekaragaman hayati dan cadangan karbon
yang rendah. Hal ini ditujukan agar lahan yang sudah terdegradasi ini dapat
dimanfaatkan dengan baik dan tidak merusak wilayah lainnnya.
2. memanfaatkan perkembangan teknologi terbaru dalam pengawasan hutan dan
teknologi satelit, Teknologi tersebut dapat meningkatkan transparansi di
dalam rantai pasokan perusahaan.
3. Usaha penting lainnya dalam mencapai tingkat deforestasi nol persen adalah
memanfaatkan secara efektif berbagai mekanisme sertifikasi dan persyaratan
hukum yang mewajibkan praktik-praktik yang berkelanjutan.
4. Mengajak masyarakat dalam berbagai lapisan elemen untuk saling mencintai
dan menjaga keberlangsungan ekosistem hutan agar tidak hilang.

Anda mungkin juga menyukai