0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
24 tayangan48 halaman
Bab ini membahas tentang kerusakan hutan di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti penebangan liar, konversi lahan, kebakaran, dan aktivitas pertambangan. Laju deforestasi Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 1,17 juta hektar per tahun sehingga Indonesia menjadi negara dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Bab ini membahas tentang kerusakan hutan di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti penebangan liar, konversi lahan, kebakaran, dan aktivitas pertambangan. Laju deforestasi Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 1,17 juta hektar per tahun sehingga Indonesia menjadi negara dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Bab ini membahas tentang kerusakan hutan di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti penebangan liar, konversi lahan, kebakaran, dan aktivitas pertambangan. Laju deforestasi Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 1,17 juta hektar per tahun sehingga Indonesia menjadi negara dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Hutan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, karena hutan memberikan sumber kehidupan bagi kita semua. Hutan menghasilkan air dan oksigen sebagai komponen yang yang sangat diperlukan bagi kehidupan umat manusia.Demikian juga dengan hasil hutan lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.Kebutuhan manusia yang semakin banyak dan berkembang, Kerusakan hutan dipicu oleh sehingga terjadi hal-hal yang dapat merusak hutan Indonesia (Kartodihardjo, 2011). Kerusakan hutan adalah kegiatan pembalakan hutan, merupakan kegiatan yang merusak terhadap kondisi hutan setelah penebangan, karena di luar dari perencanaan yang telah ada.Kerusakan hutan Indonesia dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Kerusakan hutan berdampak negatif dan dan positif Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan hutan antara lain (Kartodihardjo, 2011) : a. Kerusakan hutan karena perbuatan manusia secara sengaja. b. Kerusakan hutan karena hewan dan lingkungan. c. Kerusakan hutan karena serangan hama dan penyakit. Penebangan hutan tanpa perhitungan dapat mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Penebangan hutan akan berakibat pada kelangsungan daur hidrologi dan menyebabkan humus cepat hilang. Dengan demikian kemampuan tanah untuk menyimpan air berkurang. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan langsung mengalir, hanya sebagian kecil yang meresap ke dalam tanah. Tanah hutan yang miring akan tererosi, khususnya pada bagian yang subur, sehingga menjadi tanah yang tandus. Bila musim penghujan tiba akan menimbulkan banjir, dan pada musim kemarau mata air menjadi kering karena tidak ada air tanah. Penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat lainnya adalah harimau, babi hutan, ular dan binatang buas lainnya menuju ke permukiman manusia (Suryanto, 2012). Salah satu sebab utama perusakan hutan adalah penebangan hutan. Banyak tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan membeli produk kayu tertentu, orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara langsung membantu perusakan hutan hujan. Kerusakan hutan yang paling besar dan sangat merugikan adalah kebakaran hutan. Diperlukan waktu yang lama untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali (Suryanto, 2012). Berdasarkan data tahun 1985, Indonesia bersama - sama dengan Brasil dan Zaire mempunyai luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia. Indonesia sendiri mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar di asia dan nomor tiga di dunia. Hutan Indonesia terancam semakin berkurang seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 2 dan 3 tahun 2008. Peraturan ini mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan (Liem dalam Wajah Hutan Indonesia). PP tersebut akan menjadi landasan hukum bagi investor untuk membuka hutan-hutan produksi baru atau kegiatan budidaya hutan di berbagai wilayah di Nusantara (Suryanto, 2012). Keberadaan aspek legal yang mendukung aktivitas budidaya untuk kawasan perhutanan menjadi bagian dari kondisi hutan kita saat ini.Bentuk peruntukan kawasan hutan dengan alih fungsi lahan menjadi wilayah pertambangan (budidaya) atau hutan produksi menyebabkan kerusakan hutan menjadi hal biasa dan terjadi begitu saja.Aktivitas seperti penambangan di Hutan dapat menyebabkan kerusakan permanen.Aktivitas penambangan dapat menimbulkan dampak yang besar, tidak hanya pada kawasan penambangan tapi juga wilayah disekitarnya, termasuk wilayah hilir dan pesisir dimana limbah penambangan dialirkan.Tidak hanya itu, sisa-sisa hasil penambangan dapat merusak ekosistem di dalam hutan dan merusak keseimbangan alam. Selain penambangan, hutan kita saat ini juga dihiasi dengan aktivitas illegal logging yang masih terus berlangsung disejumlah tempat di Indonesia. Penangkapan ribuan log kayu di Kalimantan Barat dan di Riau baru-baru ini makin memperjelas status kehutanan Indonesia yang lebih besar pasak dari pada tiang (Suryanto, 2012). Menurut data yang diperoleh dari WALHI, dalam periode 2000-2005, hutan Indonesia telah hilang seluas 5,4 juta hektar. Deforestasi ini terjadi akibat pembangunan ekonomi yang dilangsungkan tak lagi menempatkan pertimbangan ekologis sebagai rujukan utama.Alih fungsi hutan lindung yang sedang berlangsung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau dan Banyuasin, Sumatera Selatan, adalah ukuran paling mencolok. Selain itu, proses deforestasi terjadi besar-besaran di tujuh pulau besar di Indonesia, terbesar di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Putra, 2012). Saat ini Indonesia adalah pemilik 126,8 juta hektar hutan. Hutan seluas ini merupakan tempat tinggal dan pendukung kehidupan 46 juta penduduk lingkar hutan.Namun, seiring dengan tingginya tingkat permintaan pasar pada industri pengolahan kayu, laju pertumbuhan pengurangan hutan dapat menyebabkan hilangnya asset bangsa dan dunia ini dalam waktu yang cepat (Berry dalam Tenggelamnya Indonesiaku!).Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun (Putra, 2012). Bahkan jika menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angkadeforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah (Putra, 2012). Selain itu, 25% lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer (Putra, 2012). Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan amphibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan.Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72%.Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektare per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektare per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektare hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektare berada dalam kawasan hutan (Putra, 2012). Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektare. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektare atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu.Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan- kawasan hutan.Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka.Dan hal ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok.Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhirtahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan kayu secara manual (Putra, 2012). Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing).Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan. Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa izin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan (Putra, 2012). 2.2. Peran Hutan Terhadap Lingkungan Telah terbentuk suatu pengharapan yang besar bahwa perbaikan kondisi dan pengelolaan hutan adalah bentuk pemecahan yang paling realistis untuk masalah perubahan iklim. Pengharapan ini makin mengkristal di saat emisi dari sektor energi yang menyumbangkan emisi terbesar dirasa sulit untuk dikurangi sebagai akibat peningkatan penggunaan energi yang terus terjadi, simetrik dengan peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup manusia yang menghasilkan banyak emisi. Keberadaan hutan dalam jumlah yang memadai di bumi adalah harga mati dan teramat penting. Jika terjadi pengabaian danjumlah hutan terus berkurang, dapat dipastikan bumi semakin panas dandampak-dampak perubahan iklim akan terus bertambah. Dilema terasa menjadi-jadi disebabkan karena suatu teori bahwa kehilangan hutan tidak sekedar melepaskan karbon, tetapi juga akan mengurangi fungsinya dalam menyerap karbon yang ada di atsmosfir. Dalam kondisi dilematis ini, ekosistem hutan yang terbangun dari pohon dan vegetasi lainnya disepakati menjadi satu-satunya teknologi yang saat ini dimiliki manusia yang berfungsi sebagai pabrikan alami penyerap karbon dari atsmosfir.Jika demikian, maka upaya yang paling realistis yang dapat dilakukan komunitas dunia adalah membangkitkan kesadaran yang lebih memadai untuk mencegah terjadinya pengurangan luas hutan di bumi (Kurniawan, 2008). Berdasarkan perhitungan tahun 2010, luas hutan di bumi adalah sebesar 3,9 milyar ha dengan laju kehilangan hutan alam sebesar 13 juta ha. Dua hipotesis yang dapat dibangun dalam hal ini adalah (Kurniawan, 2008) : a) Suatu tindakan proteksi dan konservasi yang ketat diperlukan untuk mempertahankan keberadaan sisa hutan yang ada, dan b) Suatu tindakan pengelolaan yang lestari untuk memacu pertambahan jumlah hutan di bumi. Hipotesis tentang proteksi dan pengelolaan ini setidaknya dapat diwujudkan secara bijak dan seiimbang apabila kita dapat memahami secara komprehensif tentang fungsi-fungsi esensial dari hutan Hutan adalah sumberdaya alam yang menyediakan bahan baku kayu yang sampai saat ini menjadi bahan penting dan sangat dibutuhkan manusia di bumi untuk kebutuhan perabotan, perumahan dan kertas. Di lain pihak terdapat hasil-hasil hutan non kayu yang biasa digunakan untuk kebutuhan bahan obat-obatan dan kosmetik. Hutan juga menyediakan bahan baku kayu bakar untuk menghasilkan energi panas. Bagi masyarakat tradisional khususnya di negara berkembang, kayu bakar ini diantaranya digunakan untuk kebutuhan memasak. Di negara maju, kayu bakar ini dimanfaatkan untuk menghasilkan energi panas pada musim dingin atau sekedar kebutuhan gaya hidup (Kurniawan, 2008). Fungsi hutan berikutnya adalah memberikan jasa untuk pengaturan tata air, iklim, hama dan udara bersih atau menyerap karbon. Saat sekarang, hutan juga digunakan untuk rekreasi, baik untuk tujuan pendidikan atau sekedar melepaskan kejenuhan masyarakat kota untuk bersantai atau berpetualang ke alam (back to nature). Selain sebagai habitat bagi tumbuhan dan satwa, fungsi hutan berikutnya adalah sebagai tempat hunian atau komunitas bagi banyak masyarakat di sekitarnya yang hidup secara subsisten. Hutan juga biasanya berfungsi sebagai cadangan lahan untuk pengembangan pertanian, terutama di negara-negara sedang berkembang (Kurniawan, 2008). Ada banyak sekali manfaat yang bisa kita dapatkan dari hutan. Manfaat dari hutan dapat kita peroleh karena adanya makhluk hidup yang ada di dalamnya, terutama adalah adanya pohon- pohon dalam jumlah yang cukup banyak. Meskipun selain itu juga karena adanya makhluk hidup yang berupa binatang. Manfaat dari hutan yang akan kita peroleh pada umumnya akan sangat berguna untuk kondisi keseimbangan alam yang kita tempati. Beberapa manfaat hutan yang dapat kita rasakan antara lain adalah sebagai berikut (Kurniawan, 2008): 1. Mencegah terjadinya banjir Fungsi hutan yang pertama adalah sebagai pencegah banjir. Seperti yang kita ketahui bersama bahwasannya suatu lahan bisa disebut hutan karena mempunyai pohon- pohon yang jumlahnya begitu banyak dan juga letaknya saling berdempetan satu sama lain. Seperti yang kita ketahui pula bahwasannya setiap pohon mempunyai fungsi masing- masing dan salah satunya adalah mencegah terjadinya banjir. Akar pepohonan akan menyerap air, karena pohon sendiri juga membutuhkan air. Maka jika jumlah pohon yang ada di dalam hutan ini banyak, akar- akar ini tentu juga akan menyerap sejumlah banyak air. Maka dari itulah pohon- pohon yang ada di hutan ini akan mencegah adanya banjir atau mencegah terjadinya banjir. Seberapa lebat hujan yang turun maka air- air hujan tersebut akan diserap oleh akar pepohonan, sehingga tidak menimbulkan banjir. Oleh karena itulah kita jarang sekali melihat kasus terjadinya banjir di lingkungan hutan. 2. Sebagai sumber oksigen Fungsi hutan yang selanjutnya adalah sebagai sumber oksigen.Kita telah mengetahui dan bahkan mempelajari bahwa semua jenis makhluk hidup yang ada di dunia ini membutuhkan makan dan juga minum.Hal ini tidak terkecuali oleh tumbuh- tumbuhan.Tumbuh- tumbuhan atau pepohonan juga memerlukan makan dan minum. Makan dan minum yang dilakukan oleh tumbuhan ini berupa atau dikenal dengan nama fotosintesis. Fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan ini mencakup beberapa elemen, seperti air, sinar matahari, karbondioksida, dan lain sebagainya.Hasil dari fotosintesis ini salah satunya adalah berupa gas oksigen yang kita gunakan untuk bernafas. Fotosintesis ini dilakukan tumbuhan pada siang hari, karena membutuhkan cahaya matahari. Oleh karena itulah pada siang hari ketika kita berada di bahwa pohon, maka kita akan merasa sejuk. Hal ini karena pepohonan pada siang hari akan memproduksi oksigen. Hutan merupakan sumber dari pepohonan berada.Jumlah dari pepohonan ada banyak sekali di hutan ini. Sehingga dapat kita banyangkan berapa banyak oksigen yang akan diproduksi di hutan ini. Selain untuk bernafas, oksigen juga banyak sekali manfaatnya. Manfaat lain dari adanya oksigen adalah memerangi gas- gas yang bersifat panas, seperti karbon yang sering berterbangan di lingkungan manusia. Itulah pula sebab mengapa di lingkungan pedesaan jelas terasa udaranya lebih sejuk, lebih segar, dan lebih bersih apabila dibandingkan di wilayah perkotaan. 3. Sebagai penyeimbang alam Fungsi hutan yang ketiga adalah sebagai penyeimbang alam.Hal ini juga tidak lepas dari fungsi hutan sebagai sumber dari oksigen. Telah disebutkan sebelumnya bahwasannya oksigen akan bisa memerangi bernagai macam gas- gas yang sifatnya merugikan atau panas, seperti gas karbon. Oleh karena itulah keberadaan oksigen ini sangat diperlukan.Gas- gas karbon ini dapat diproduksi dari berbagai aktivitas manusia. Beberapa sumber dari gas karbon yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari- hari misalnya asap kendaraan, asap mesin- mesin pabrik, dan sisa- sisa berbagai jenis pembakaran. Oleh karena itulah kita dapat membayangkan berpa banyak gas karbon yang akan kita produksi setiap detiknya. Oleh karena itulah oksigen yang dapat dihasilkan dari pepohonan ini pada akhirnya akan dapat memerangi gas- gas tersebut. Gas- gas karbon yang bisa menimbulkan panas di lingkungan Bumi maka akan dapat dinetralisir oleh adanya oksigen dari hutan- hutan ini. Itulah pula sebabnya mengapa jika kita berada di wilayah perkotaan maka akan terasa lebih panas daripada ketika kita berada di wilayah pedesaan. Hal ini karena diperkotaan pencetak karbonnya lebih banyak dan oksigennya lebih sedikit.Sebaliknya, di pedesaan pencetak karbonnya lebih sedikit namun pencetak oksigennya lebih banyak. 4. Menyimpan cadangan air Fungsi dari pohon salah satunya adalah menyimpan cadangan air. Hal ini juga sudah disebutkan sebelumnya. Letak pohon menyimpan cadangan air adalah di bagian akarnya.Hal ini karena pohon juga memerlukan air untuk tetap bertahan hidup. Air- air yang disimpan oleh akar pohon ini biasanya bersumber dari air hujan yang turun. Oleh karena itulah banyak cadangan air yang akan diserap dan disimpan oleh akar pohon. Jika satu pohon saja sudah dapat menyimpan cadangan air, maka dapat kita bayangkan sendiri di hutan yang jumlah pepohonannya banyak sekali dapat meyimpan berapa banyak air. Hal ini tentu saja akan berdampak positif bagi manusia. Kenapa? Karena manusia tidak perlu lagi mengalami kekeringan ketika di musim kemarau.Pohon- pohon yang ada di hutan telah menyimpan cadangan air yang bisa kita gunakan ketika musim kemarau tiba. Sehingga ketika musim kemarau sumber- sumber air tidak akan mengalami kekeringan, begitu pula dengan air tanah. Maka dari itulah kita selalu disarankan untuk menanam pohon di sekitar lingkungan tempat tinggal kita/ lingkungan rumah. Hal ini selain mencegah banjir juga karena cadangan air dapat digunakan ketika kita sedang membutuhkan. 5. Mencegah tanah longsor Fungsi yang selanjutnya adalah mencegah tanah longsor. Hal ini juga merupakan fungsi lain yang dimiliki oleh akar tanaman/ akar pepohonan selain dapat menyimpan cadangan air dan juga mencegah terjadinya banjir. Tanah yang gundul dan tidak ditanami akan sangat rawan terjadinya bencana tanah longor. Hal ini karena di tanah tersebut tidak ada penahannya sekali. Berbeda dengan tanah yang ditanami pepohonan. Maka akar- akar dari pohon tersebut akan bisa menjadi penghalang atau benteng tanah sehingga tidak akan terjadi tanah longsor. Hal ini tentu saja sangat diperlukan bagi manusia. Tanah yang gundul akan sangat mudah terjadi longsor dan juga sangat membahayakan. Terlebih lagi di daerah ketinggian. Maka dari itulah bagi yang tinggal di daerah dataran tinggi atau di lereng khususnya, maka sangat disarankan untuk menanam pohon disekitar rumah mereka agar tanah yang ada di sekitarnya memiliki penghalang dan lebih kuat daripada tanah yang gundul. 6. Mencegah terjadinya erosi tanah Manfaat hutan yang selanjutnya adalah mencegah terjadinya erosi tanah. Erosi tanah merupakan proses pengikisan pada tanah. Proses pengikisan pada tanah ini bisa disebabkan oleh aliran air, angin, maupun yang lainnya. Proses pengikisan tanah atau erosi pada tanah ini akan lebih mudah ketika tanah tidak mempunyai penahan atau benteng sama sekali. Oleh karena itulah pohon ini mempunyai manfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Akar- akar pohon yang menancap di tanah ini akan menjadi benteng dan juga penghalang bagi terjadinya erosi tanah dan menghalangi tanah untuk tidak terkikis, sehingga pada akhirnya tanah tetap bisa bertahan. 7. Tempat Atau Rumah Bagi Berbagai Jenis Tanaman Dan Juga Binatang Fungsi hutan yang selanjutnya adalah sebagai tempat tinggal berbagai macam jenis makhluk hidup. Makhluk hidup yang hidup di dalam hutan ini trediri dari tumbuhan dan juga binatang.Ada berbagai macam jenis tumbuhan dan juga binatang yang hidup di dalam hutan.Semua binatang dan tumbuhan ini hidup dalam sebuah kesatuan dan kebersamaan membentuk suatu ekosistem hutan. Hutan menyediakan banyak kebutuhan yang dibutuhkan untuk hidup makhluk hidup, baik hewan dan juga tumbuh- tumbuhan. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa jika hutan rusak maka ada banyak sekali kerugian yang akan dirasakan oleh binatang dan juga tumbuhan. Jika hutan rusak, maka tidak hanya kehilangan rumah saja yang akan dirasakan oleh binatang dan tumbuhan, bahkan juga bisa menyebabkan kematian. 8. Sebagai tempat wisata Selain manfaat untuk lingkungan dan juga kehidupan makhluk hidup, ada manfaat lain dari hutan bagi kepentingan manusia. Manfaat tersebut adalah hutan sebagai tempat wisata atau tempat rekreasi.Ada banyak sekali kegiatan yang berbau rekreasi yang dapat kita lakukan di dalam hutan ini.ada banyak seklai kegiatan yang dapat kita lakukan sebagai sarana hiburan kita. Beberapa kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan di hutan antara lain camping, outbond, hingga berbagai macam wahana permainan khas hutan seperti flyng fox dan lain sebagainya. Hutan ini merupakan tempat rekreasi yang sangat pas untuk dilakukan bersama dengan keluarga. Biasanya wisata hutan akandihadirkan satu paket dengan kegiatan yang diselenggarakan, seperti outbond, camping, dan lain sebagainya. 9. Sebagai sarana edukasi Selain tempat wisata atau tempat rekreasi, ada satu lagi fungsi yang akan dihadirkan oleh hutan. fungsi ini adalah sebagai sarana edukasi atau sarana belajar. Pelajaran yang sangat penting dan perlu diajarkan untuk manusia adalah tentang alam.Hutan merupakan tempat yang sangat pas dan sangat tepat untuk mengenal alam. Disamping belajar, pelajaran mengenai alam ini juga bisa diajarkan bersamaan dengan rekreasi atau berwisata alam. Dengan demikian, anak- anak yang menerima pelajaran ini tidak akan merasa bosan. Selain itu, pelajaran mengenai alam yang dilakukan di hutan bisa langsung dipraktikkan secara langsung. Hal ini juga akan menambah ketertarikan anak- anak dan mereka menjadi lebih bersemangat mengenal alam. 11. Tempat riset dan penelitian Fungsi lain yang mirip dengan fungsi hutan sebagai tempat belajar adalah sebagai tempat riset dan penelitian. Ada banyak sekali kasus yang dapat kita temukan meliputi hutan. Hal ini tentu saja akan menarik dan juga penting untuk diteliti dan juga dikembangkan. Penelitaian yang biasa dilakukan di dalam hutan ini tentang tumbuhan, binatang, cuaca, dan lain sebagainya.Hal ini memang sangatlah bermanfaat dalam kehidupan manusia sehari- hari. Dengan adanya riset dan juga penelitian yang dilakukan tentang hutan dan makhluk hidup yang ada di dalamnya maka akan menambah pengetahuan manusia mengenai pentingnya melestarukan hutan. 12. Pengatur iklim suatu wilayah Fungsi hutan yang lain adalah sebagai pengatur iklim di suatu wilayah. Iklim bisa dipengaruhi oleh hutan karena kehadiraanya yang sangat penting bagi keadaan cuaca manusia.Hal ini karena pepohonan yang ada bisa mempengaruhi kondisi alam yang ada di suatu wilayah. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap iklim yang ada di wilayah tesebut. Kelembapan yang diserap pohon melalui akarnya kemudian menguap melalui pori-pori di daun yang disebut stomata.Vegetasi dapat berkontribusi hingga 90 persen kelembapan di atmosfer yang berasal dari permukaan tanah – jauh melebihi perkiraan sebelumnya, menurut penelitian terbaru.Pohon menghasilkan aliran uap air yang biasanya lebih dari 10 kali lipat dari vegetasi herba per unit luas lahan, melebihi yang dihasilkan oleh tanah basah atau perairan terbuka. Transpirasi “adalah proses biologis aktif” yang tidak sepenuhnya tercermin dalam fisik model iklim. Misalnya, peningkatan karbon dioksida atmosfer dapat menjadikan hutan lebih luas dan padat sehingga menyimpan lebih banyak karbon, katanya, tetapi juga dapat memengaruhi jumlah kelembapan atmosfer yang mereka hasilkan – dan, oleh karena itu, jumlah curah hujan di atas hutan dan melawan arah angin. Peningkatan karbon dioksida mengurangi keharusan tanaman membuka stomata mereka. Salah satu respons adalah dengan lebih banyak menutup stomata, mereka lebih sedikit bertranspirasi, dan mereka dapat menghasilkan pertumbuhan yang sama dengan transpirasi yang lebih sedikit. Kurangnya transpirasi memiliki dampak besar pada iklim.Itu merupakan respons biologis aktif terhadap peningkatan karbon dioksida – ini bukan hanya persoalan fisika, dan hal ini tidak masuk ke dalam model iklim yang didasari pada prinsip-prinsip fisik semata. 13. Sebagai Sarana Olahraga Hiutan juga bisa digunakan sebagai sarana olahraga untuk manusia.Ada banyak sekali olahraga yang dapat dilakukan di hutan, seperti climbing, mendaki hutan, sisir hutan, arung jeram, flyng fox, dan juga kegiatan yang dilakukan di hutan lainnya. 14. Memenuhi Berbagai Macam Kebutuhan Manusia Kemudian manfaat yang sangat dirasakan namun banyak orang tidak menyadari adalah hutan sebagai tempat yang mencukupi banyak sekali kebutuhan manusia.Kebutuhan manusia yang langsung bisa dipecahkan oleh adanya hutan adalah sebagai tempat yang menyediakan aneka makanan dan semuanya disajikan secara gratis oleh hutan.Sehingga manusia bisa mengambil sumber makanan yang ada di dalam hutan (asalkan tidak dieksploitasi) dan menggunakannya dalam kehidupan sehari- hari.
2.3. Penyebab Kerusakan Hutan
Faktor-faktor penyebab kebakaran hutan meliputi banyak kejadian, baik secara alami atau terjadi berdasarkan aktivitas alam dan kerusaka hutan yang terjadi atas aktivitas manusia. Pada dasarnya kerusakah hutan yang terjadi tidak dapat kita cegah atau hindari apabila diakbitkan oleh fenomena alam seperti kebakaran hutan pada musim kemarau dan letusan gunung berapi dengan berbagai dampaknya terhdapat hutan (Anggraini, 2016). 2.3.1 Faktor Fisik Kerusakan yang disebabkan karena faktor fisik dalam literatur disebut Physiological Diseases atau Atmospheric Agencies. Nama lainnya adalah Nonparasitic Diseases dan Noninfectious Diseases. Noninfectious Diseases ini merupakan penyakit tanaman yang tidak disebabkan oleh patogen atau makhluk hidup. Sebagian besar penyebabnya adalah faktor cuaca. Tanaman akan tumbuh secara sempurna apabila semua faktor lingkungan berada dalam keseimbangan. Tidak satupun faktor yang tidak ditemukan dan tersedianya tidak melebihi atau kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman (Sila dan Nuraeni, 2009). Menurut Sila dan Nuraeni (2009), ada beberapa faktor fisik penyebab kerusakan hutan, yaitu: 1. Temperatur Pengaruh temperatur yang tinggi dapat dikurangi dengan menanam pohon lebih rapat atau mendapatkan air yang cukup, menggunakan tanaman penutup tanah, menutupi serasah pada permukaan tanah dan memberikan naungan. Dalam keadaan temperature tinggi tanaman sebaiknya diberikan fungisida karena jaringan-jaringan tanaman sangat peka terhadap parasit. Temperatur 65°C atau 150°F cukup untuk merusak jaringan jaringan sel yang lembut atau lemah sehingga dapat menyebabkan matinya tanaman terutama sekali tanaman muda (seedling). Secara singkat, gejala dan akibat yang dapat ditimbulkan oleh temperatur tinggi adalah: a. Kematian pada seedling b. Mencegah terjadinya regenerasi. c. Luka-luka pada bagian pohon yang mempunyai jaringan lemah. d. Terjadi luka pada bagian tanaman muda di dekat permukaan tanah. Gejala ini sering disangka damping off, bedanya kalau damping off luka akan menjalar ke atas dan ke bawah sedang luka karena temperatur tinggi tidak menjalar. e. Gugurnya daun sebelum waktunya, sering disebut sebagai “Heat defoliator“ atau “Premature defoliator“. f. Daun-daun tertutup oleh lapisan gula. Hal ini terjadi karena temperatur yang tinggi menyebabkan pohon banyak mengeluarkan cairan dari ujung-ujung daun (exudation) dan sewaktu air dari cairan menguap maka yang tinggal pada daun adalah lapisan gula, sehingga sering gejalanya disebut sebagai “Sugar exudation“. g. Luka tersebut pada kulit pohon yang halus, disebabkan keadaan yang sangat h. panas dan kekeringan atau dapat pula terjadi pada pohon sisa dari suatu penebangan atau penjarangan. Gejalanya sering disebut sebagai “Sunscald”. 2. Air Proses pertumbuhan tanaman dan hubungan hasil panen dengan nilai jual produksinya sering berhubungan erat dengan tersedianya air tanah yang cukup. Tumbuh tumbuhan memerlukan air untuk proses biosintetik, hydration protoplasma dan mengangkut larutan-larutan yang terdapat dalam jaringan pembuluh. Tekanan air dalam jaringan dapat mempengaruhi pembelahan dan perpanjangan sel. Oleh sebab itu berkurangnya air tanah akan cenderung memperlihatkan gejala penyakit tanaman berupa terhambatnya pertumbuhan, perubahan warna daun, daun-daun menjadi kerdil, perkembangan buah sangat lambat, akhirnya tanaman layu dan mati. Tanaman tahunan biasanya lebih tahan kekurangan air dibanding dengan tanaman musiman. Untuk tanaman musiman gejala yang terjadi biasanya berupa daun hangus, daun berguguran mulai dari pucuk menuju kebawah, pengguguran keseluruhan daun dan layu. Air tanah yang terlalu banyak menyebabkan drainase jelek sehingga konsentrasi oxygen didalam tanah menurun sampai dibawah level kebutuhan minimal bagi pertumbuhan akar. Sel-sel membran akan berubah. Sebagai akibatnya, akar mati dan tumbuhan segera layu karena air tidak dapat diabsorbsi sungguhpun tersedianya cukup banyak. Air yang berlebihan yang mengakibatkan persediaan oxygen terbatas akan menghasilkan perubahan komposisi mikroflora. Beberapa mikroorganisme ini dapat menghasilkan zat fitotoxik disamping fakultatif saprofit lainnya akan aktif menyerang dan mematikan akar. 3. Cahaya Gejala penyakit yang disebabkan oleh pengaruh cahaya kadang-kadang sangat sukar dipisahkan dari penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan lainnya.Intensitas cahaya yang berlebih-lebihan menyebabkan reaksi photochemical menjadi tidak normal karena tidak aktifnya beberapa enzym dan oksidasi klorofil.Pengaruh tersebut hanya dapat dikatakan apabila oxygen terdapat dalam jumlah yang cukup. Dengan demikian proses foto-oksidasi dapat menyebabkan daun berwarna pucat dan kadang-kadang daun mati. Peranan cahaya ultra violet dalam proses foto-oksidasi belum banyak diketahui. Tetapi ultra violet telah dipergunakan dalam penyinaran kacangkacangan yang ditanam dalam pot di daerah altituted tinggi. Penyinaran yang tidak cukup akan menghambat formasi kloropfil dan merangsang “photomorphogenetic“, proses mana menyebabkan tumbuhan menjadi pucat. Tumbuhan seperti ini mempunyai batang yang panjang, pertumbuhan daun sangat kerdil, daun berwarna hijau kekuning-kuningan dan sangat peka terhadap serangan perusak. 4. Angin Angin sebagai faktor cuaca lainnya dapat memberikan pengaruh baik dan buruk terhadap hutan. Pengaruh yang baik misalnya dalam hal penyerbukan dan penyebaran biji. Disini hanya akan dibahas mengenai pengaruh yang merugikan pohon-pohon hutan baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Pengaruh angin yang merugikan dapat dibagi menjadi: 1) Pengaruh terhadap tanah hutan Pengaruh angin terhadap tanah hutan dapat menyebabkan terjadinya erosi angin dan menyebabkan tanah menjadi kering.Erosi angin terjadi karena perpindahan tanah dari tempatnya karena tiupan angin. Biasanya butir-butir tanah yang halus sewaktu tanah sedang kering akan mudah untuk ditiup angin. Tertiupnya butiran- butiran tanah yang terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi kurus atau tidak subur lagi. Sering pula serasah hutan juga tertiup sehingga tanah menjadi terbuka dan ditempat lain terdapat timbunan dari serasah yang tebal. 2) Pengaruh terhadap cuaca hutan Angin kuat yang meniup di hutan dapat mengganggu atau menyebabkan terjadinya gangguan terhadap penguapan, transpirasi, temperatur, kelembaban, carbondioxida, dan lain-lainnya. Akibatnya cuaca dari hutan akan dapat berubah menjadi cuaca yang tak menguntungkan bagi hutan. Sering terjadi karena adanya angin cuaca di hutan menjadi dingin atau menjadi panas. 3) Pengaruh terhadap fisiologi pohon Akibat fisiologi pohon karena tiupan angin dapat berbentu seperti, Bentuk dari tajuk yang tak normal, Merubah sistem dari perakarannya, Berkurangnya tinggi dari pohon 4) Kerusakan mekanis pada pohon Kerusakan mekanis yang disebabkan oleh angin dapat berbentuk: Ranting- ranting patah, Daun-daun berguguran, Akar-akar mudah patah, Batang-batang pohon patah dan Pohon-pohon terbongkar dengan akarnya 2.3.2. Faktor Mikroorganisme Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh jasad-jasad mikroba atau patogen (virus, bakteri, mycoplasma, spiroplasma, rickettsia, jamur, nematode dan benalu/tumbuhan tingkat tinggi), terhadap tegakan/hutan digolongkan kepada penyakit (patologi) hutan. Gejala-gejala suatu penyakit dibedakan dalam tiga tipe, nekrotik, atropik, dan hipertropik. Nekrotik adalah simtom kematian dari bagian tanaman yang terserang. Atropik ialah simtom-simtom gangguan pertumbuhan berupa kerdil, penyusutan dan lain-lain degenerasi yang diakibatkan oleh pembelahan abnormal dari sel. Hipertropik ialah simtom-simtom pertumbuhan lebih (overgrowth) karena pembelahan sel yang berlebihan, misalnya terjadinya gembol, tumor, witches brooms (sapu setan) dan lain-lain. Adapun jenis mikroorganisme yang dapat merusak hutan adalah sebagai berikut (Suratmo, 2002): a. Virus Virus ada yang menyebutkan sebagai peralihan dari benda mati ke hidup. Virus bukanlah merupakan sel. Virus adalah partikel yang kecil berbentuk benang, tongkat atau bulat, memiliki asam inti ribonucleic acid (RNA) atau deoxyribonucleic acid (DNA), tidak mengadakan respirasi dan metabolisme. Asam inti tersebut terbungkus oleh glycoprotein dan dapat mengkristal yang disebut capsid. Partikel-partikel virus memasuki sel tumbuhan melalui luka-luka kecil atau secara tidak sengaja dimasukkan oleh serangga vektor dan kemudian menempati ruang sel. Virus termasuk parasit obligat yang memerlukan sel-sel hidup untuk melangsungkan kehidupan dan perkembang biakannya. Di dalam sel-sel hidup, kehadiran partikel-partikel virus RNA/DNA mengakibatkan sel tumbuhan memproduksi lebih banyak RNA/DNA, bersatu dengan virus dan terbentuk virus RNA/DNA baru. Kemudian virus baru ini mengadakan perpaduan dengan protein yang secara otomatis menyelimutinya dan dengan demikian tubuh virus menjadi lengkap. Dengan adanya kegiatan duplikasi diri dari virus di dalam sel inang, maka metabolism tumbuhan terganggu, akibatnya tumbuhan kekurangan makanan dan energi. Tetapi virus tidak menyebabkan kematian pada inangnya. Virus memerlukan perantara untuk pindah dari satu inang ke inang lainnya, yaitu melalui perkembangbiakan vegetative (stek, okulasi atau cangkok), vector (serangga, penggigit dan penghisap seperti kutu tanaman (Aphids), lalat putih (white fly), kumbang dan tungau (mite), nematode, jamur, benih atau serbuk sari tumbuhan. Gejala akibat serangan virus dapat dibagi atas tiga gejala umum yaitu: 1. Gejala dari luar a) Kemunduran pertumbuhan; pertumbuhan sel-sel terhambat yang menyebabkan kehilangan hasil dan sering disebut infeksi laten. b) Deviasi warna; terutama pada daun-daun seperti penyakit mosaik yang menyebabkan daun menguning biasanya bersudut tdak teratur dengan batasbatas yang tajam; bercak dengan batas-batas bulat sering disebut juga bernoda sedang perubahan warna dengan batas difus disebut belang; daun yang terinfeksi secara sistemik pada tanaman berkayu memperlihatkan pola yang sangat indah, pola bergaris/bercincin; perubahan warna pada tulang daun atau klorosis, putih/kuning sedang helai/lamina daun tetap hijau disebut vein clearing. Sebaliknya helai/lamina daun menguning/putih dan tulang daun tetap hijau disebut vein banding. Perubahan warna bunga tulip akan meningkatkan harga jualnya. c) Kekurangan air; karena menyerang jaringan pengangkutan air dan transpirasi yang tinggi sehingga menyebabkan kelayuan pohon. d) Nekrosis; merupakan gejala matinya sel-sel setempat dengan cepat yang biasanya disertai perubahan warna menghitam atau coklat. e) Malformasi; terjadinya perubahan bentuk atau cacat pada tumbuhan atau organ tertentu tumbuhan seperti stunt (kerdil), daun menggulung, daun keriting, rosset (jarak antara duduk daun atau buku yang memendek karena gangguan hormonal), daun yang biasa pinggirnya bergerigi menjadi licin. Pertumbuhan daun yang kecil-kecil atau pertulangan daun yang pertumbuhannya terhambat sehingga daun mengerut yang disebut enasi. Pembengkakan pada akar atau batang disebut tumor. Pada buah sering terjadi perubahan ukuran, warna, rasa, tekstur atau biji terbentuk lebih banyak. Gambar 1. Gejala enasi pada daun murbei (Morus spp) akibat serangan virus 2. Gejala dari dalam. Ada kalanya dari luar bukan suatu gejala yang spesifik. a) Kerusakan atau modifikasi sel-sel atau jaringan pada tanaman inang, contohnya modifikasi sel-sel kloroplas menjadi kecil dan pucat. b) Pembentukan benda-benda asing dalam sel tumbuhan. Benda-benda asing tersebut disebut inclusion bodie (IB) yang terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. IB ada yang berbentuk heksagonal (kristal) atau tidak berbentuk (amorf), 3. Gejala perubahan-perubahan metabolisme dari inang tetepi tidak selalu nampak dari luar. Contohnya menyerang sistem respirasi tumbuhan dengan mengganggu siklus kerbs atau menyerang siklus pentosa sehingga tumbuhan mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu (racun). b. Bakteri Bakteri termasuk dalam Kingdom Prokaryotik (dinding inti selnya belum jelas atau hanya berupa membran) dan Kelas Schizomycetes.
Gambar 2. Perbandingan ukuran sel hewan, Partikel virus dengan bakteri.
Ciri-ciri bakteri patogen tumbuhan adalah sebagai berikut (Tarumingken, 2005): 1. Hampir semuanya berbentuk batang (rod) kecuali streptomyces (filamen) 2. Ukurannya; panjang 0,6-3,5 µm, diameternya 0,3-1,0 µm pada kultur segar 3. Umumnya gram negatif kecuali clavibacter dan streptomyces. 4. Umumnya berspora. 5. Mempunyai flagella kecuali clavibacter dan streptomyces. 6. Memperbanyak diri dengan membelah senya, kecuali streptomyces dengan tunas 7. Selnya hyalin atau putih kekuningan. 8. Pada media padat, sel bakteri memperbanyak diri membentuk koloni. Pada setiap koloni tersebut dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk dan warna. c. Cendawan atau Jamur Jamur bagi masyarakat hutan memiliki bnyak peranan penting, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.Yang merugikan termasuk jamur parasit dan tidak merugikan termasuk saprofit (Widyastuti, 2005). 1. Jamur Saprofit Jamur ini berperan penting dalam menghancurkan atau pembusukan bahan-bahan organic, terutama yang mengandung sellulosa dan lignin. Hifa jamur secara aktif sel-sel bahan-bahan organik di seluruh permukaan tanah, sedangkan bakteri secara pasif hanya menghancurkan bahan organic di satu tempat yang terbatas. 2. Jamur parasit Berbeda dengan jamur saprofit, sasaran jamur parasit adalah sel- sel tumbuhan yang masih hidup, sedangkan saprofit adalah sel-sel tumbhan yang sudah mati. Meskipun jamur parasit lebih sedikit jumlah jenisnya tetapi di dalam masyarakt hutan jamur parasit dapat merugikan atau merusak hutan. 3. Jamur sebagai makanan bagi mahkluk lain Jamur berguna untuk makanan bagi manusia dan binatang, terutama invertebrate. Manusia mengenalnya sebagai makanan yang lezat. Orang-orang Viking zaman memakan jamur Amanita sebelum berangkat perang karena jamur ini menimbulkan pengaruh halusinasi (Khayalan) yang mempertinggi keberanian terhadap musuh. Tetapi beberapa jenis Amanita lainnya ada yang mengandung racun. 4. Jamur sebagai simbion dari organisme lain Di dalam masyarakat hutan, beberapa jenis jamur hidup bersimbiosis dengan ganggang dan disebut lichen. Lichen dapat dilihat pada permukaan kulit pohon seperti panu, berwarna putih sampai abu-abu. Beberapa pakar berpendapat, bahwa lichen dapat mengurangi polusi udara. Bentuk simbion yang lain adalah mikoriza. Jamur yang menginfeksi akar tumbuhan menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar yang bermikoriza dapat menyerap bahan makanan dan air untuk inangnya yang lebih banyak, sehingga pertumbuhan inangnya lebih baik dibandingkan dengan yang tidak bersimbiosis. Karakteristik dari jamur adalah sebagai domain eukaryotik adalah organisme yang dinding inti selnya sudah jelas ada, organisme non vaskular, menghasilkan spora.Spora dihasilkan melalui seksual (kawin) ataupun aseksual tergantung pada kondisi atau spesiesnya.Sporanya umumnya tidak bermotil kecuali pada Chytridiomycota.Tubuh vegetatif ada yang uniselluler atau multiselluler berupa hyfa.Dinding selnya mirip struktur tumbuhan tetapi yang berbeda adalah komposisinya, yaitu pada jamur umumnya dari khitin sedangkan tumbuhan terdiri atas sellulosa dan lignin.Jamur tidak menghasilkan klorofil sehingga bersifat heterotropik (tidak dapat menghasilkan makanan sendiri) tetapi hanya menghasilkan exoenzym.Jamur menyimpan makanan berupa glikogen (mirip binatang sedang tumbuhan dalam bentuk pati. Beberapa contoh penyakit penting tumbuhan yang disebabkan oleh jamur a) Di persemaian 1. Lodoh (damping off) Jenis jamur saprofit yang menyerang benih baik pada penyimpanan maupun segera setelah ditabur, terutama benih-benih yang berkulit tipis. Serangan jamur dapat mengakibatkan benih tidak bisa berkecambah karena sel-sel embrio rusak dan persediaan makanan diserap oleh jamur. Damping off ialah penyakit yang sering terjadi di persemaian yang disebabkan oleh jamur yang bersifat parasit fakultatif (jamur yang biasanya hidup sebagai saprofit, tetapi dapat menjadi parasit kalau mendapatkan inangnya yang sesuai). Karena cepat sekali meluas, maka kerusakan yang ditimbulkan sangat besar, terutama jika bibit masih muda yang berada dalam kotak perkecambahan, yang mana batangnya belum membentuk zat kayu. Gejala damping off adalah busuk pada batang atau akar pada tanaman muda, berkulit halus dan berair (succulent). Ada tiga macam gejala yang ditimbulkan: a. Lodoh dini (pre-emergen damping off): serangan jamur pada benih atau kecambah yang masih berada di dalam tanah, benih atau kecambah tersebut mati dan busuk. b. Lodoh batang (post-emergen damping off): serangan jamur pada bibit yang telah muncul ke atas permukaan tanah. Pangkal batang pada bibit membusuk dan bibit rebah karena batang bibit belum membentuk parenkim. c. Lodoh akar (root rot): serangan jamur pada akar bibit yang batangnya telah membentuk parenkim yang kuat sehingga bibit tidak rebah, tetapi karena akarnya membusuk. Jamur penyebab lodoh umumnya dari kelas Deuteromycetes: Botrytis cinerea, Diplodia pinea, Cylindrocladium scoparium, Fusarium spp, Pestalozzia funerea, Rizoctonia solani, Scelerotium spp atau Colletotrichum acutatum. Sedang yang berasal dari kelas Pycomycetes adalah Phythophthora spp atau Pythium spp. 2. Penyakit Tepung (Powdery mildew) Sejumlah jenis jamur dari famili Erysiphaceae dapat menyebabkan penyakit tepung pada sebagian besar pohon kehutanan terutama yang berdaun lebar. Gejala penyakit ini adalah daun-daun muda atau pucuk dapat terserang berat pada permukaan bawah atau atas akan tertutup oleh lapisan berwarna putih atau hitam (tergantung jenis jamurnya) yang terdiri dari miselium dan konidia. Daun yang terserang mengeriting, berwarna pucat dan kemudian rontok. Bibit yang terserang pertumbuhannya terhambat (kerdil). Tetapi pada bibit sapihan yang telah dewasa sampai tingkat pohon tahan terhadap serangan jamur tepung. Penularannya terjadi oleh konidia yang terbawa oleh angin. Pada musim hujan serangan jamur tepung dapat lebih berat. Patogen penyebab penyakit tepung ini adalah Oidium sp. b) Di Pertanaman 1. Embun Jelaga (black mildew) Embun jelaga dapat ditemukan pada akasia dan sungkai (Peronema canescens) disebabkan oleh Meliola spp. Gejala umum serangan patogen ini adalah penutupan permukaan daun oleh jamur yang berwarna hitam seperti beludru. Serangan lebih lanjut dapat menyebabkan seluruh permukaan daun dan ranting tanaman tertutup. Jika serangan cukup berat proses fotosintesis akan terganggu sehingga pertumbuhan akan terhambat. Serangan yang terjadi jika pada saat pohon berbunga dapat mengakibatkan buah yang terbentuk hanya sedikit atau buah akan rontok. 2. Bercak Daun (leaf spot) Penyakit ini banyak ditemukan pada akasia yang disebabkan oleh Cercospora sp, Pestalotipsis sp atau Colletotricum sp. Serangan yang cukup berat akan mengakibatkan daun mengering. Pada tanaman sengon disebabkan oleh Pleiochaeta sp atau Gloeosporium sp. 3. Karat (Rust) Penyakit karat pada akasia (Acacia spp) disebabkan oleh Atelocauda digitata; sedangkan pada damar (Agathis spp) oleh Aecidium fragiforme. Karat pada kayu damar sangat mirip dengan gejala penyakit karat pada akasia. Mula-mula pada daun yang masih muda timbul bercak bulat yang berwarna kuning yang pusatnya menjadi berwarna coklat dan menebal. Akhirnya pada daun terjadi dsatu bintil (gall) atau kadang-kadang lebih. Bintil berwarna coklat garis tengahnya dapat mencapai 1 cm, bahkan mungkin lebih. Lebih lanjut pada gejala tersebut, jamur akan menghasilkan piknium dengan piknispora. Sedang pada permukaan bawah akan menghasilkan aecium dengan aesiospora. 4. Hawar Daun (Leaf Bligt) Penyakit ini dapat menyerang Eucalyptus yang disebabkan oleh Cylidrocladium multiseptatum, sedang pada tusam oleh Cladiospora sp. 5. Jamur Upas Penyakit ini disebut juga penyakit pink (pink disease) karena gejalanya sekilas berwarna merah muda yang disebabkan oleh Corticium salmonicolor. Selain menyerang akasia, dapat juga menyerang jati, karet, nangka, jambu atau damar. Gejala penyakit ini adalah nekrosis pada kulit pohon, tumbuh kallus pada tepi nekrosis sehingga membentuk kanker, kulit pohon pecah-pecah dan mengelupas kadang-kadang terjadi resinosis (keluarnya getah berlebihan). Bila serangan mengelilingi lingkar batang maka akan tumbuh tunas-tunas baru yang disebut epicormic branches diikuti dengan kematian tajuk di bagian atas yang kena infeksi. Bila kanker yang terbentuk agak besar dan terbuka, maka kayu di bagian tersebut agak repuh, sehingga mudah patah oleh angin. Di dalam siklus hidupnya, C. salmonocolor mengalami empat stadia, yaitu stadium sarang laba-laba (cobweb), bintil steril (sterile pustule), sempura (perfect/sexual corticium) dan tak sempurna (imperfect/asexual/necator). 6. Penyakit Mati Kulit Hitam (black cancer) Mati kulit menghitam disebabkan pada tanaman akasia oleh Phytophthora palmivora. Gejala penyakit ini adalah keluarnya cairan berwarna hitam dari kulit pohon. Bila kulit batang yang terserang tersebut dikupas maka akan nampak kayunya yang berwarna lebih gelap. Kulit kayu yang terserang mengeluarkan bau yang khas. 7. Lapuk Batang Pohon Lapuk Kayu Teras (LKT) seringkali diartikan sebagai pembusukan yang terjadi pada pohon yang masih hidup terutama pada bagian batang dan tidak termasukyang terjadi pada pangkal batang atau akar. Adapun busuk pada kayu gubal pada umumnya terjadi pada pohon yang sudah mati atau sudah ditebang. Pada tanaman akasia LKT disebabkan oleh Phellinus noxius, Rigidoporus hypobrumeus dan Tinctoporellus epimiltinus. 8. Penyakit pada Akar. Busuk akar pertama kali dilaporkan dalam tahun 1908 menyerang tanaman jati, tetapi jamur penyebabnya pada waktu itu belum dideterminasi. Dalam tahun 1959 sekitar 50 persen tanaman P. merkusii yang berumur 3 tahun di daerah Jember, Propinsi Jawa Timur telah mati disebabkan penyakit busuk akar. Penyakit ini disebabkan oleh Fomes noxius. Dalam tahun 1975 tanaman P. merkusii lainnya yang juga berumur 3 tahun di daerah Surakarta, Propvinsi Jawa Tengah telah dilaporkan diserang penyakit busuk akar (root rot). Bentuk badan buah yang ditemukan leher akar dari tanaman yang sakit menyerupai Poria sp. Penyakit akar yang disebabkan oleh Leptoporus lignosus (klot). Terdapat pada bermacam-macam jenis dan daun lebar (hardwood) seperti Tectona grandis, Altingia exelsa Norona, dan Michelia velutina B1. Bermacam-macam jenis pohon hutan juga dapat diserang oleh Armilaria mellea Vahl. A. mellea, adalah cendawan penyebab busuk akar pada berjenis-jenis tanaman kehutanan. Cendawan ini disebut juga cendawan madu (Honey mushroom) tersebar di seluruh dunia. Biasanya menyerang pohon-pohon yang lemah. Daun menjadi kuning, kemudian rontok, mula-mula cabang dan pucuk yang mati. Pada pohon-pohon yang terserang biasanya terddapat basidiocarp (kepingan cendawan) berbentuk kipas pada kulit kayu atau pada kayu yang lapuk dan terdapat rhizomorph (jaringan miselium) berwarna hitam diantara kayu dan kulit dipermukaan akar atau di atas tanah. d. Nematoda Nematoda adalah sejenis binatang yang sangat kecil, berbentuk silindris seperti cacing, hidup secara saprofit di dalam air atau tanah atau secara parasit pada tumbuhan atau binatang. Nematoda dipelajari dalam ilmu penyakit hutan karena gejala yang ditimbulkan adalah sama dengan penyakit yang disesbabkan oleh serangan pathogen. Tipe Nematoda: 1. Nematoda saprofit, ukurannya kecil, mempunyai lubang mulut untuk memakan bahan-bahan organik dan menelannya ke dalam perutnya. 2. Nematoda parasit, pada binatang besar, ukurannya bervariasi, mempunyai alat penghisap (stylet) untuk mengisap caira sel di dalam tubuh inangnya. 3. Nematoda predator pada binatang-binatang kecil yang tidak bertulang belakang di dalam tanah, mempunyai mulut yang bergerigi. 4. Nematoda parasit pada tumbuhan, panjangnya antara 0,5-2,5 mm, mulutnya tajam berbentuk ujung tombak dan mempunyai alat mulut pengisap. Ada dua macam alat pengisap pada nematoda parasit tumbuhan, yaitu stomatostylet dan odontostylet yang dimiliki oleh nematoda lebih besar. Berdasarkan cara makannya, nematoda parasit dibagi atas dua kelompok, yaitu: a) Nematoda ektoparasit adalah nematoda yang melukai dinding sel, mengisap makanan atau cairan sel dengan styletnya dan hidup berpindah- pindah dari inang satu ke inang lainnya. b) Nematoda endoparasit adalah nematoda yang tetap tinggal di dalam inangnya di bagian tumbuhan tempat pertama kali masuk, mengisap makanan dan akan pindah ke bagian (sel) lainnya kalau bagian (sel) pertama mati
Gambar 3.Contoh Nematoda Pratylenchus sp (Cummings, 2002).
Cara nematoda menyerang tumbuhan, Stylet digunakan untuk menusuk dinding sel tumbuhan, cairan ludahnya disemprotkan ke dalam ruang sel dan cairan sel diisap masuk ke dalam perut melalui stylet. Nematoda biasanya menyerang akar dan umbi- umbian, sehingga tumbuhan dapat terganggu pertumbuhannya. Serangan itu menyebabkan luka-luka pada tempat serangan dan menjadi tempat masuknya jamur atau bakteri. Nematoda dapat juga menjadi vektor virus. Penyakit noda cincing (ring spot) pada daun aspen disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui namatoda Xiphinema americanum. Ada nematoda parasit yang memparasiter jamur mikoriza pada akar, yaitu Hyplolaimus galeutus sehingga mengakibatkan menurunnya pertahanan tumbuhan terhadap patogen dan penyerapan air serta makanan dari dalam tanah. Gejala Serangan Namatoda Serangan nematoda mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun-daun menguning, ukuran daun tidak normal, gugur daun sebelum waktunya, mudah layu dalam musim kering, percabangan akar berlebihan seperti akar serabut, kerusakan (luka-luka) pada akar dan pembengkakan tempat serangan. Contoh penyakit yang disebabkan oleh nematoda: 1. Nematoda bengkak akar (root knot nematode), ada 100 jenis pepohonan konifer dan berdaun lebar merupakan inang nematoda Meloidogyne spp yang menyebabkan bengkak akar. Akar-akar yang diserang dinding selnya rusak dan inti sel yang masih tinggal membelah diri menjadi sel-sel yang lebih besar ukurannya dari sebelumnya sehingga akar membengkak. Meloidogyne spp merupakan nematoda endoparasit yang menetap dimana ia pertama kali masuk dalam akar. Telurnya bersifat partenogenesis dan diletakkan dimana ia berada. 2. Nematoda belati (dagger nematode) Nematoda belati dari spesies Xiphinema spp adalah nematoda yang sangat besar, minimal 10 kali lebih besar daripada nematoda jenis lainnya, tipe mulutnya adalah odontostylet dengan lubang cukup besanyang memungkinkan virus dapat masuk sewaktu dia sedang mengisap cairan tumbuhan. Stomatostylet yang dimiliki oleh nematoda jenis lain tidak cukup untuk masuknya virus. Nematoda belati adalah nematoda ektoparasit yang kalau dalam jumlah kecil saja dapat menyebabkan kerusakan berat pada akar. 3. Nematoda penyebab akar pendek (stubby root nematode) Nematoda ektoparasit ini menyerang banyak jenis tanaman pertanian dan jenis-jenis pinus. Serangan pada akar mengakibatkan akar menjadi gemuk dan memendek, semai tidak dapat berkembang dengan baik, daun-daun mengecil sehingga pertumbuhan bagian atas terhambat (kerdil), penyebabnya adalah Tricodorus christei. 4. Nematoda luka (lession nematode), Pratylencus sp merupakan nematoda pennyebab luka dan termasuk endoparasit. Pratylencus sp dapat berpindah- pindah sehingga yang diakibatkan lebih banyak. 5. Nematoda pemakan kayu Pinus (pine wood nematode) Bursaphelenchus lignicolus merupakan nematoda pemakan kayu pinus yang ditemukan di Amerika dan Jepang terutama pada pinus merah (Pinus densiflora) dan pinus hitam (P. thunbergii). Nematoda ini menyerang pucuk pinus. Vektornya adalah adalah sejenis kumbang Monochamus alternatus dari famili Cerambycidae yang melukai kulit pohon sehingga nematoda dapat masuk. Ribuan nematoda dapat ditemukan pada tubuh kumbang ini baik di dalam maupun di luar tubuhnya. Nematoda dapat cepat menyebar melalui pembuluh resin pohon Pinus dan sambil menyerang sel-sel epitel disekitarnya. Gejala yang dapat terlihat adalah berkurangnya produksi getah dan diikuti menguningnya daun-daun, layu dan akhirnya pohon mati. Pinus putih (P. albicaulis) dan P. banksiana sangat resisten terhadap nematoda ini. 2.3.3 Faktor Makroorganisme a. Kerusakan yang disebabkan oleh binatang vertebrata selain binatang ternak Margasatwa merupakan salah satu sumber alam yang dapat memberikan hasil keuntungan disamping nilai ilmiah dan nilai lain yang sangat penting, tetapi dalam buku ini ditinjau dari sudut “Perlindungan Hutan“ dan bukan dari sudut manajemen Margasatwa. Uraian disinipun ditujukan pada hutan untuk produksi kayu, tidak termasuk hutan-hutan yang memang khusus dipergunakan untuk perlindungan margasatwa, rekreasi, berburu dan lain-lainnya. Dalam keadaan jumlah yang normal, margasatwa relatif sangat kecil bila dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh: serangga, jamur, kebakaran hutan dan penggembalaan ternak di hutan. Kerusakan dapat terjadi pada (Mardji, 2007): 1. Daun-daun dari pohon 2. Pucuk dan tunas pohon 3. Kulit pohon 4. Batang pohon 5. Pesemaian dan anakan pohon 6. Biji dan buah 7. Kerusakan tak langsung akibat luka pohon yang ditimbulkan (infeksi hama dan penyakit). Beberapa negara ada yang memiliki jenis binatang yang dapat menumbangkan pohon dengan menggerek batang-batang pohon sampai putus. Margasatwa dan pohonpohon di hutan hidup bersama merupakan suatu masyarakat dimana masing- masing mempunyai hubungan yang erat. Tindakan manusia pada salah satu diantaranya akan mempengaruhi yang lainnya. Misalnya aktivitas manusia dalam penebangan atau suatu pemeliharaan akan mempengaruhi kehidupan dan jumlah atau populasi margasatwa, yang berarti pula dapat berubah menjadi kerusakan hutan yang disebabkan oleh margasatwa. Tiap-tiap daerah atau negara mempunyai bermacam- macam jenis margasatwa yang berbeda. Di Indonesia pada umumnya kerusakan hutan ditimbulkan oleh rusa, bajing, tikus, babi, kelinci, dan burung (Mardji, 2007). a) Rusa: kerusakan yang ditimbulkan mirip dengan kerusakan yang disebabkan penggembalaan dari kambing dan biri-biri, walaupun makanan tidak sama. Kirakira 60 % dari makanan rusa juga disukai oleh kambing dan biri-biri. Rusa juga sangat merugikan pada tanaman-tanaman muda dan anakan-anakan b) Bajing: kerusakan yang ditimbulkan bajing ialah pada biji, buah, pucuk, tunas, dan kulit pohon. Binatang ini hidup dipohon bagian atas, bajing dapat berguna didalam penyebaran biji, karena sering membawa buah ketempat yang agak jauh dari pohonnya dan menyembunyikan di tanah berarti biji buahpun akan dapat tumbuh. c) Tikus: binatang ini juga merusak biji-biji dan mengerat kulit dari anakan dan tanaman muda sampai mati. Bagian yang dirusak biasanya yang dekat dengan tanah terutama yang berada didalam tutupan serasah. Beberapa daerah mempunyai jenis tikus yang hidup dipohon bagian atas. Tikus-tikus menyukai hutan yang mempunyai tanaman penutup tanah dan serasah yang lebat. Biji dalam persemaian atau tempat-tempat perkecambahan sering mendapat gangguan dari tikus. d) Babi: sering merusak biji, buah, akar-akar pohon, anakan dan tanaman-tanaman muda. Sistim penanaman tumpangsari terutama yang menggunakan ketela rambat (ubi jalar) dan ketela pohon (ubi kayu) sering memanggil datangnya babi hutan. e) Kelinci: kerusakan akan terjadi pada pucuk dan tunas, tanaman muda, cabangcabang kecil, batang dan kulit pohon. Sering mengerat pohon sampai menimbulkan kematian. f) Burung: burung-burung sebenarnya lebih banyak menimbulkan akibat yang menguntungkan daripada yang merugikan. Akibat yang menguntungkan misalnya di dalam hal menyebarkan biji pohon, memakan serangga-serangga yang merugikan hutan dan memakan binatang lainnya seperti bajing, tikus, dan kelinci yang juga banyak menimbulkan kerusakan pada hutan. Kerusakan yang ditimbulkan burung adalah karena makan biji, buah, pucuk pohon. Beberapa jenis burung sering melubangi pohon untuk tempat tinggal, atau mematuk- matuk pohon untuk mencari makanannya. Pencegahan dan pemberantasan yang dapat dilakukan ialah dengan mengatur habitat burung, terutama makanannya sehingga populasi burung tersebut dapat dijaga agar tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Usaha ini mencakup: 1) Membuat perangkap atau jerat 2) Memberi umpan yang diberi racun 3) Mengatur predator atau binatang yang memakan burung hama 4) Mengadakan pemburuan Semua tindakan tersebut harus diatur baik-baik dan segera dihentikan bila populasi burung menjadi normal kembali. Khusus untuk burung-burung biasanya jarang diusahakan mengurangi jumlahnya, tetapi hanya melindungi bagian yang dirusak misalnya biji dan tanaman muda. Pembuatan pagar-pagar penghalang merupakan cara perlindungan yang baik tetapi biayanya sangat mahal (Mardji, 2007). b. Serangga Serangga adalah merupakan faktor biologis yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada hutan, sehingga di dalam pengertian hama hutan yang paling banyak dibicarakan adalah serangga. Dengan demikian ilmu hama hutan sering pula disebut sebagai ilmu serangga hutan (Forest Entomology). Forest Entomology adalah merupakan cabang dari ilmu biologi yang secara khusus mempelajari pengaruh serangga terhadap hutan dan hasil hutan. Pandangan utama dari seorang ahli serangga hutan terutama ditekankan pada pertimbangan ekonomis, yakni mencegah kerusakan hutan dan hasil hutan dari serangan serangga. Dalam ilmu ini akan dipelajari antara lain sifat-sifat keadaan lingkungan dan reaksi fisik dari serangga hutan, sebab dengan demikian aktifitas serangga dapat dikendalikan (Suratmo, 2002). Tetapi disamping itu juga harus mengerti tentang hutan misalnya sejarah dan kebutuhan setiap individu spesies pohon, reaksinya terhadap lingkungan dan sifat- sifat yang membuat hutan tersebut peka atau resisten terhadap serangga perusak. Dengan demikian maka seorang ahli serangga hutan sebaiknya memiliki pengetahuan tentang serangga dan hutan. Diantara serangga, ada yang secara langsung merusak hutan dan hasil hutan, tetapi ada juga yang hanya bersifat predator dan parasit terhadap serangga perusak. Disamping itu ada pula jenis serangga yang tidak termasuk parasit dan predator tetapi mempunyai peranan yang sangat penting di dalam hutan. Sebagai contoh yakni adanya jenis-jenis serangga yang hidup pada pohon atau di bawah hutan yang sangat membantu proses pelapukan sisa-sisa kayu yang ada dalam hutan. Jenis serangga ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam hutan, tetapi kurang memperoleh perhatian sehingga kurang sekali diketahui aktifitasnya (Suratmo, 2002). 1. Peranan Serangga Dalam Hutan Setiap fase pertumbuhan kayu, mulai dari biji sampai pada produksi terakhir selalu terancam problema serangga secara terus-menerus. Bahkan sebelum biji dipungut sudah ada kemungkinan diserang oleh serangga perusak tertentu, terutama sekali dari golongan ngengat, kumbang dan tawon. Serangan ini kadang- kadang berlangsung terus sampai pada tempat-tempat penyimpanan biji. Persemaian sering dirusak oleh serangga perusak daun atau oleh serangga perusak akar. Pohon-pohon pada tingkat sapling kadang-kadang diserang oleh serangga perusak daun, penggerek batang, pengisap cairan, tetapi biasanya pohon-pohon ini lebih tahan terhadap serangan (Tarumingken, 2005). Periode pertumbuhan pohon yang dianggap paling resisten terhadap serangan serangga yakni antara tingkat seedling sampai pada masak tebang.Penggerek kulit dan serangga perusak daun biasanya berkembang cepat pada pohon-pohon yang sudah melewati umur masak tebang. Pada akhirnya pohonpohon yang sudah mati atau ditebang segera akan menjadi sasaran oleh seranggaserangga perusak. Demikian banyaknya jenis-jenis serangga yang merusak pohon-pohon dan hasil- hasil hutan lainnya, sehingga sangat sulit bagi seorang pengelola hutan untuk dapat menghindari problema serangga ini.Bahkan sampai pada penjual kayu selalu direpotkan oleh adanya serangga perusak.Juga pada pabrik-pabrik kayu, pulp dan industri kertas problema serangga selalu ditemukan secara terus menerus (Tarumingken, 2005). 2. Timbulnya Serangan Hama pada Hutan Persoalan hama dan penyakit bukanlah melulu persoalan Entomologi atau Mikologi, tetapi merupakan persoalan yang cukup kompleks yang menyangkut semua faktor-faktor yang ikut membentuk masyarakat hutan. Semua faktor baik faktor organik maupun faktor non organik, mempunyai kedudukan yang sama dan harus mendapat perlakuan yang sama pula. Dalam hutan alam dimana kedudukan biologis masih terdapat seluruh faktor yang membentuk masyarakat hutan baik faktor organik maupun yang bukan organik berada dalam kekuatan yang seimbang. Diantara semua faktor tersebut setiap saat terjadi persaingan dalam usaha untuk menjadi faktor yang dominan dan dengan adanya persaingan maka timbul seleksi alami. Misalnya pohon sebagai faktor organik mengalami seleksi alami yang terus menerus sehingga akan menghasilkan jenis pohon-pohon yang kuat dan cocok untuk daerah lingkungan tertentu, seleksi alami dimulai dari biji dimana biji yang berasal dari pohon yang cukup tua dan sehat akan tumbuh menjadi pohon yang baik (Tarumingken, 2005). Keseimbangan semua faktor dalam masyarakat hutan alam dan terjadinya seleksi alami secara terus menerus, menyebabkan hutan resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Apabila hutan alam dikonversi menjadi hutan industri maka timbullah problema hama hutan. Hutan industri apapun juga alasannya, merupakan suatu kegiatan hasil manusia sebagai faktor ekologi yang dominan konversi hutan alam menjadi hutan industri menyebabkan timbulnya kegoncangan-kegoncangan dalam keseimbangan biologis. Setiap perubahan yang dilaksanakan dalam suatu lingkungan dan setiap usaha untuk mempengaruhi lingkungan memerlukan perubahanperubahan atau usaha-usaha lebih lanjut untuk menciptakan timbulnya keseimbangan baru dalam hutan. Sebelum keseimbangan baru dapat dicapai biasanya terjadi kerusakankerusakan atau kerugian-kerugian yang sebagai akibat daripada peluapan populasi suatu jenis serangga tertentu. Misalnya pada keadaan lingkungan yang memungkinkan dimana parasit dan predator tidak ada atau minim sekali, suatu jenis serangga dapat beranak dalam jumlah yang besar sebagai akibatnya akan merusak kayu dalam jumlah yang besar pula, sehingga menimbulkan kerugian yang secara ekonomis berarti. Pada tingkat kerugian yang ekonomis inilah yang disebut terjadinya serangan hama (Mardji, 2007). 3. Sistematik dan Morfologi Serangga Sebelum mempelajari problematika hama, perlu diketahui sistematik dan tandatanda serangga agar jenis-jenisnya dapat dikenal. Serangga (Insekta atau Hexapoda) tergolong dalam Phylum Arthropoda (Arthror = buku-buku, podos = kaki), kelas Hexapoda (Hexa = enam), tanda-tanda utama daripada kelas serangga ialah: kaki 6 buah, (3 pasang), tubuh beruas-ruas, mata majemuk (faset), tubuh terdiri atas kepala, dada (thoraks) dan badan (abdomen): toraks 3 ruas masing-masing ruas berkaki sepasang, serangga dewasa (imago) umumnya bersayap, dua pasang pada ruas-ruas kedua dan ketiga dari dada. Ordo-ordo yang penting ialah: Orthoptera, Isoptera, Hemiptera, Coleoptera, Lepidoptera (Mardji, 2007): a) Orthoptera, bangsa belalang, walang kayu, jengkerik. Sayap-sayapnya lurus, tipe mulut menggigit dan mengunyah. Berkembang biak dari telur menjadi nimfa (serangga muda) kemudian menjadi imago (serangga dewasa). b) Isoptera, bangsa rayap. Kedua pasang sayapnya sama besar dengan textur yang sama pula, (Iso = sama). Metamorfose hemimetabola. Termasuk serangga sosial yang hidup dalam koloni dengan pembagian tugas-tugas yang sempurna. Tipe mulut menggigit dan mengunyah. c) Hemiptera, bangsa kepik-kepik, kutu-kutu daun dan lain-lain. Sebagian sayap depannya menebal (hemi = separuh), sayap belakang seperti selaput. Tipe mulut menusuk dan mengisap. Metamorfose hemimetabola. d) Hymenoptera, bangsa lebah, kerawai dan semut. Bersayap seperti selaput (Hymeno = dewa perkawinan), tipe mulut menggigit dan mengunyah. Metamorfose sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya berturut- turut dari telur, ulat (larva), pupa (kepompong) dan imago (dewasa). e) Coleoptera, bangsa kumbang-kumbang. Sayap depan mengeras (Coleos = seludang), menutupi sayap belakang yang tipis. Tipe mulut menggigit dan mengunyah. Metamorfose sempurna (holometabola). f) Lepidoptera, bangsa kupu-kupu dan ngengat. Sayap berlapis sisik-sisik halus seperti tepung, (Lepidos = sisik). Metamorfose sempurna. g) Diptera, bangsa lalat, sayap terdiri dari satu pasang. Metamorfose sempurna. Disamping sifat-sifat morfologi seperti di atas perlu diketahui beberapa pengetahuan biologi. Berbeda dengan binatang bertulang belakang (Vertebrata), serangga tidak mempunyai tulang belakang. Sebagai penunjang badan terdapat rangka luar yang berupa kulit dari bahan chitin. Oleh karena chitin ini bersifat tidak fleksibel ia seringkali harus diganti apabila badan serangga bertambah besar. Hal inilah yang disebut ekdisis (pergantian kulit), yang biasanya terdapat pada stadium larva dan nimfa. Tubuh serangga dapat dibagi atas tiga bagian besar yaitu: Kepala (caput), dada (thorax) dan badan belakang (abdomen). Pada kepala terdapat sepasang antena, sepasang mata majemuk (faset), sebuah mata tunggal dan alat-alat mulut.Dada terdiri dari tiga ruas, pada tiap-tiap ruas terdapat sepasang kaki.Serangga dewasa (imago) biasanya bersayap sepasang, masing-masing terdapat pada ruas thorax kedua dan ketiga.Pada tiaptiap sisi ruas daripada thorax dan abdomen terdapat sebuah lubang napas yang disebut spirakel (stigma) (Mardji, 2007). 4. Bentuk Kerusakan Yang Disebabkan Oleh Serangga Bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu hama pada pohon atau tegakan hutan dapat dibagi sebagai berikut (Suratmo, 2002): 1) Kerusakan langsung a) Mematikan pohon b) Merusak sebagian dari pohon c) Menurunkan kualitas hasil-hasil hutan d) Menurunkan pertumbuhan pohon/tegakan e) Merusak biji dan buah 2) Kerusakan tak langsung a) Merubah suksesi atau komposisi tegakan b) Menurunkan umur tegakan c) Menimbulkan kebakaran d) Mengurangi nilai keindahan (estetis) e) Membawa penyakit Semua bagian dari pohon yaitu dari akar, batang, daun sampai buah dan bijinya dapat diserang hama. Semua tingkat umur pohon / tegakan dari mulai biji disemai, kecambah, tanaman persemaian sampai pohon sudah tua atau masak tebang selalu ada kemungkinan untuk dapat dirusak oleh hama. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hama hutan dapat dibagi sebagai berikut (Suratmo, 2002): a. Hama buah dan biji. Caryborus spp Jenis-jenis Caryborus (Fam. Bruchidae ordo Coleoptera) merupakan hama biji dari jenis-jenis leguminosa. Caryborus ganagra menyerang biji Bauhinia malabrica dan klampis (Acacia tomentosa) dan jenis-jenis Cassia. Larvanya kecil, melengkung berwarna putih kekuning-kuningan mencapai panjang 8 mm. Kumbang (imago) panjang 6-5 mm, kelabu kecoklat-coklatan. Telur-telur diletakkan pada buah yang masih muda. Segera setelah telur menetas, larva menggerek masuk kedalam polong.Pupa terbentuk didalam polong kemudian imagonya menggerek keluar. Ctonomerus lagerstroemiae sejenis kumbang belalai (Fam. Curculionidae, ordo Coleoptera) menyerang wungu (Lagestroemia speciosa). Alcides hopeae, A. crassus dan A. shorea merupakan hama buah-buah meranti (Dipterocarpaceae), termasuk juga kumbang Curculionidae. Dichocrocis punctiferalis (Fam. Pyralidae ordo Lepideptera), ulat-ulatnya menyerang bunga dan buah jarak (Ricinus communis), Ploso (Butea monosperma), jati dan lain- lain. Ulat mencapai panjang 15 mm, kuning coklat kemerah merahan pada bagian punggung. Kupu-kupunya kecil, lebar, bentangan sayap 1¾ - 2½ cm. Tirathaba ruptilinea (Fam. Pyralidae) menyerang buah jarak, durian dan sawo. Catoremna albicostalis (Fam. Pyralidae) menyerang buah-buah Dipterocarpaceae. b. Hama-hama persemaian Semut-semut (Fam. Formicidae, ordo Hymenoptera), sering kali melarikan biji yang disemai.Gangguan oleh semut dapat dicegah dengan membuat selokan sekeliling persemaian (bila tersedia air) atau dengan mengadakan penyemprotan dengan dieldrin dan lain-lain.Jenis-jenis belalang (Fam. Achrididae dan Locustidae) biasa memakan daun-daun dari tanaman muda.Hama belalang sukar diberantas karena mereka berpindah-pindah tempat. Pemberantasan yang efektif dilakukan pada persemaian ialah dengan jalan mekanis (menangkap). Gangsir (Gryllus sp dan Brachyrypes) dan anjing tanah (Grylloptalpa africana dan Hirsuta) hidup dalam lubang-lubang dalam tanah, pada malam hari keluar dan menyerang tanaman muda dipersemaian. Bagian yang diserang adalah leher akar Agrotis spp (Fam. Noctuidae, ordo Lepidoptera) adalah jenis-jenis ulat tanah yang sangat merugikan. Mereka menyerang pada malam hari dengan jalan menggerek leher akar yang menyebabkan kematian tanaman muda. Pemberantasan ialah dengan jalan mekanis (menangkap kupu-kupunya dengan lampu pada malam hari) dan membuat selokan-selokan isolasi. c. Hama-hama batang dari tanaman muda Xyloborus fernicatus (Fam. Scolytidae, ordo Coleoptera) adalah jenis-jenis kumbang-kumbang kecil yang menggerek dalam batang kesambi, sonokeling. Panjang kumbang + 2 mm. Jenis-jenis Xyloborus mula-mula menggerek dari kulit. Xyloborus morsattius, menyerang mahoni, kayu ulin (Eusidoroxylon zwagerii), jati, kemelandingan, dan kesambi. Panjang kumbang +1½ mm. Monohammus rusticator (Fam. Corambycidae, ordo Coleoptera) merupakan hama penggerek jati (boktor). Panjang lubang gorok mencapai 20 cm dan masuk ke dalam sampai empulur. Kumbang (imago) terbang keluar melalui lubang yang lebarnya 1 cm. Panjang kumbang 2½ cm, berwarna kelabu. d. Hama-hama pengisap Sebagian besar hama-hama pengisap (mengisap daun dan kulit batang- batang muda) adalah serangga-serangga dari ordo Hemiptera, famili Corlidae, Tingidae, Capsidae, Pontatomidae. Serangga-serangga ini mengisap cairan daun dan batang dan menyebabkan pohon menjadi kerdil dan kadang-kadang pula terjadi kelainan-kelainan dalam pertumbuhan. Kepik-kepik yang penting ialah Anoplocnemis phasiana pada jenisjenis Leguminosa (Cassia spp, Albizzia spp dan Tessarotoma yavanica pada kosambi. Jenis-jenis kutu daun Cocoidae dan Alcurodidae sangat mengganggu tanaman-tanaman muda, karena menyebabkan pertumbuhan yang lambat, tumbuh lengkung, pembengkakan- pembengkakan pada pucuk dan lain-lain.Jenis-jenis kutu banyak yang hidupnya polifago (berinang banyak). e. Hama Daun Hyploea puera (Fam. noctuidae, ordo Lepidoptera) hama daun jati menyerang mulai pada permulaan musim hujan. Larva-larva muda mula-mula hanya memakan daundaun muda. Lambat laun ke larva makan daun tua juga sehingga menyebabkan kegundulan. Penyerangan yang berarti terjadi pada bulan-bulan pertama dan kedua dari musim hujan. Pupa (kepompong) terbentuk pada bulan Desember. Pupa-pupa ini berada di tanah diantara daun-daun dan serasah. Pada bulan Oktober berikutnya kupu-kupu keluar dan menyebarkan infeksi. Ulat pada instar terakhir + 35 mm, bagian punggung berwarna ungu tua, di bawah berwarna hijau. Hama ini juga menyerang laban (Vitex pubescens) Pyrausta machoeralis (Fam. Pyralidae) merupakan hama daun dari jenis Verbenaceae, termasuk jati. Valanga nigricarnis dan Patangga siccinata adalah jenisjenis belalang dari famili Acrididae, ordo Orthoptera yang sangat mengganggu daun bermacam-macam tanaman kehutanan dan pertanian. 1. Attacus atlas (Fam. Saturniidae, ordo Lepidoptera) ialah jenis kupu-kupu atlas yang ulatnya seringkali menggundulkan pohon-pohon dadap, rasamala, dan tanamantanaman lain. 2. Eurema blanda dan Eurema hecabe (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera) mengganggu tanaman Albizia falcata terutama tanaman muda di persemaian karena dapat menyebabkan gangguan tumbuh sebagai akibat habisnya daun. Kupu-kupunya berwarna kuning, terbang aktif pada siang hari. 3. Catopsila crocale (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera) yaitu kupu-kupu putih yang ulatnya dapat menggunduli tanaman-tanaman Cassia spp (Fistula dan Siamea). Psychidae, ordo Lepidoptera adalah keluarga ulat-ulat kantong.Pohon-pohon hutan yang sering diganggu oleh Psychidae ialah Pinus merkusii, segawe dan lain-lain. Milionia basalis (Fam. Geomtridae), sejenis ulat jengkal yang merupakan hama Pinus merkusii. Panjang ulatnya 4 cm, warna hitam dengan garis-garis kuning, kepompong terbentuk dalam tanah dan terbungkus dalam kokon.Sangat mengganggu persemaian Pinus. Hypsipyla robusta (Fam. Pyralidae, ordo Lepidoptera) merupakan hama pucuk dan daun dari jenis- jenis mahoni Swietenia mahagoni dan Swietenia macrophylla sangat berbahaya (mahoni daun kecil), karena intensitas penyerangannya pada jenis ini lebih besar. Ulatnya berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam pada instar terakhir menjadi biru kehijauan, panjang 2-3 cm. Lebar kupu-kupu (bentangan sayap) 2½ cm. f. Hama Cabang Zeuzera cafeae (Fam. Cossidae, ordo Lepidoptera) adalah penggerek cabang yang sangat folifaga (berinang banyak), pada jati, laban, kesambi, cemara (Casuarina spp), damar (Agathis spp) kayu sandal (Santalun album) dan lain- lain. Disebut juga penggerek cabang berwarna merah, karena larvanya berwarna merah.Serangganya menyebabkan lubang-lubang gerek pada batang, kematian/kerusakan cabang dan kematian tanaman muda.Ulatnya berwarna kemerah-merahan, panjang 3 - 5 cm. Kupu-kupu bersayap putih dengan bintik- bintik hitam yang berkilap logam. g. Hama-hama Batang Duemnitus ceramicus (Fam. Cissidae, ordo Lepidoptera) oleng-oleng menyebabkan lubang-lubang gerek selebar 1-1½ cm. Panjangnya .20-30 cm, melengkung, dinding lubang berwarna hitam, kadang-kadang dengan lapisan kapur. Kerusakan-kerusakan ini terdapat pada hutan-hutan jati di seluruh Jawa dan tanda kerusakan tersebut dapat dilihat pada kayu-kayu di TPK. Kupu-kupu: panjang 4-8 cm, bentangan sayap 8-16 cm, berwarna kecoklatan. Larva: panjang 8 cm, lebar 1,5 cm. Telur-telur diletakkan pada celah-celah kulit. Pohon-pohon muda yang terserang kadangkadang menimbulkan gejala-gejala pembengkakan pada batang.Pada pohon tua, tandatanda serangan sukar diamati karena seranggaini tidak mengeluarkan ekskeremen di luar batang. Adanya lubang-lubang gerek ini sangat menentukan kualitas batang. Neotermes tectonae, (Fam. Kalotermitidae, ordo Isoptera), inger-inger rangas jati. Tanda seranggannya ialah adanya bengkak-bengkak (gembol) pada batang. Gembol gembol ini dapat terbentuk pada ketinggian 2-20 m dari tanah, merupakan sarang rangas (rayap) jati. Di dalam sarang tersebut terdapat lubang- lubang yang bentuknya tidak teratur pada umumnya memanjang batang (longitudinal).Sebuah sarang berisi koloni Neotermes yang terdiri dari individu- individu pekerja, prajurit dan reproduktif pengembang biakan raja/ratu, yang jumlahnya berpuluh sampai beratus ribu ekor.Pembengkakan batang terjadi sebagai reaksi kambium, karena rangsangan yang disebabkan oleh serangan. Dapat pula disebabkan sebagai akibat gangguan aliran air dan garam-garam dari akar ke atas. Akibat gangguan dari pada serangan inger-inger pertumbuhan pohon menjadi kerdil dan dalam keadaan serangan hebat mengakibatkan kematian pucuk. Infeksi pertama terjadi pada bekas-bekas patahan cabang, dan luka-luka pada batang. Pencegahan serangan: menghindari kerusuhan-kerusuhan pada waktu penjarangan menebang pohon-pohon yang telah diserang (bergembol). Xylaborus destruens (Fam. Scolitidae, ordo Coleoptera), penggerek batang jati. Kumbang-kumbang kecil (bubuk) menyebabkan lubang-lubang kecil (pinpholes) selebar 1-2 mm. Hama ini juga disebut kumbang-kumbang “ambrosia“ karena mereka membawa spora-spora jamur ambrosia untuk dipelihara sebagai makanannya. Jamur-jamur ambrosia yang hidup dalam liang gerek Xylaborus merupakan makanan larva-larvanya. Serangan Xylaborus biasanya berhubungan dengan pemeliharaan tegakan. Apabila terdapat banyak tumbuhan liar, penjarangan yang terlambat dan lain-lain, hal yang menyebabkan gangguan tumbuh maka serangan Xylaborus sangat mudah terjadi. Zeuzera indica, merupakan penggerek (Fam. Cossidae) yang menyerang kayu-kayu pasang (Quercus spp), Magnoliaceae, Lauraceae. Rupa ulatnya hampir sama dengan Zeuzera Coffeae, hanya sedikit lebih besar. Platypus solidus (Fam. Platypodidae, Ordo Coleoptera) sejenis kumbang ambrosia, menggerek batang Acasia decurrens. Xystrocera festiva (Fam. Cerambycidae, ordo Coleoptera), menyerang tanaman Albizzia falcata di Jawa.Larva menggerek ke atas ke dalam batang, panjang larva mencapai 5 cm. Tanda-tanda serangan terlihat pada batang oleh jatuhnya bagian-bagian dari kulit, lubang- lubang gerek yang berbentuk oval. Pada permulaan serangan terdapat bagian- bagian yang berwarna hitam pada kulit dan serbuk-serbuk gerek yang dikeluarkan melalui lubang-lubang kecil. h. Hama Akar Phassus damar (Fam. Hepialidae, ordo Lepidoptera), uter-uter. Ulatnya sangat polifage antara lain pada jati, rasamala. Panjang ulat: 6-7½ cm, lebar bentangan sayap 79 cm berwarna coklat kelabu. 2.4. Akibat Kerusakan Hutan Kerusakan hutan yang terjadi memberikan akibat yang nyata bagi kehidupan manusia. Sekarang orang merasakan betapa pentingnya menjaga dan memelihara hutan karena begitu banyak bencana yang terjadi akibat kelalaian dan keserakahan manusia.Hutan diperlakukan semena-mena tanpa memikirkan dampak dan akibatnya ketika hutan menjadi rusak. Menjaga dan memelihara hutan dampaknya bukan saja untuk saat ini tetapi untuk masa depan anak dan cucu. Kerusakan hutan yang terjadi memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan sekitar (Darusman, 2013). Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Studi CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologisdi areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan berdampak negatif terhadap emisi gas rumah kaca. Terganggunya sistem hidro-orologis akibat kerusakan hutan. Banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau merupakan salah satu contoh dari tidak berfungsinya hutan untuk menjaga tata air. Air hujan yang jatuh tidak dapat diserap dengan baik oleh tanah, laju aliran permukaan atau runoff begitu besar. Air Hujan yang jatuh langsung mengalir ke laut membawa berbagai sedimen dan partikel hasil dari erosi permukaan. Terjadinya banjir bandang dimana-mana yang menimbulkan kerugian harta maupun nyawa. Masyarakat yang terkena dampaknya kehilangan harta benda dan rumah tempat mereka berteduh akibat terbawa banjir bandang, bahkan ditambah kerugian jiwa yang tak ternilai harganya. Hasil Penelitian terakhir dari CIFOR mengungkapkan beberapa dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar nabati atau biofuel. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut, menyebabkan emisi karbonyang dihasilkan dari konversi lahan memerlukan waktu ratusan tahun untuk proses pemulihan seperti sedia kala. Data kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur, ini akibat perbedaan persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang kerusakan hutan. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah. Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau illegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 1.080.000 ha per tahun. Banyak penyuluhan telah dilakukan untuk menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya manfaat hutan. Berbagai media dipergunakan untuk membuat iklan-iklan tentang penyelamatan hutan, kampanye lingkungan dilakukan dimana-mana, ditambah lagi artikel, makalah, paper maupun hasil penelitian oleh para ahli yang mengulas mengenai dampak dan akibat kerusakan hutan, namun semua itu belum juga sepenuhnya dapat menyadarkan masyarakat. Akibat dan dampak dari kerusakan hutan dapat dijelaskan sebagai berikut (Darusman, 2013) : 2.4.1. Penyebab Banjir Besar Semakin maraknya penebangan liar akan membuat hutan semakin gundul, hal ini tentu akan menjadi pemici terjadinya banjir besar dan juga banjir bandang. karena sedikitnya pohon yang terdapat dihutan tidak akan mampu menyerap air hujan. Sehingga saat hujan datang, air akan meluap karena tidak bisa diserap oleh akar pohon. Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini, disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area).Hutan yang berfungsi untuk mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin berkurang luasnya.Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya. Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir. Bencana banjir dapat akan semakin bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan menjadi taruhannya. 2.4.2. Menurunkan Kualitas Oksigen Hutan merupakan produsen terbesar yang menghasilkan Oksigen (O2), hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global.Itulah sebabnya mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa hutan adalah paru-paru bumi. Namun banyaknya hutan yang rusak akan membuat penurunan kualitas oksigen. Sebab Semakin sedikit tumbuhan yang ada di hutan, semakin sedikit pula oksigen yang dihasilkan. Akibatnya adalah kualitas oksigen akan menurun. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak, batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca.Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering. 2.4.3. Keruskan Lapisan Ozon Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi. 2.4.4. Kepunahan Species Tertentu Hutan Indonesia memiliki beranekaragam spesies flora dan fauna, penebangan dan pengrusakan hutan menyebabkan spesies-spesies langka akan punah. Bahkan spesies yang belum diketahui nama dan manfaatnya hilang dari permukaan bumi. Hutan Indonesia yang termasuk hutan hujan tropis memiliki 3000 jenis tumbuhan di dalam satu hektar ditambah lagi jenis satwa yang ada di dalamnya. Jika laju deforestasi yang mencapai 1-2 juta hektar per tahun tidak dapat dicegah maka hutan- hutan tropis ini akan hilang. Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu species (punah) dan kehilangan hampir 70% habitat alami pada sepuluh tahun terakhir ini. 2.4.5. Hilangnya Budaya Masyarakat Dirasakan sangat nyata bahwa hutan menjadi sumber penghidupan dan inspirasi dari kehidupan masyarakat. Berbagai ragam budaya yang terkait dengan hutan seperti simbolsimbol dan maskot yang diambil dari hutan, misalnya Harimau sebagai maskot dari Reog, pencak silat sebagai seni bela diri Indonesia, Bekantan sebagai maskot dari Kalimantan, dan sebagainya. Jika semua ini punah maka hilanglah sumber inspirasi dan kebanggaan dari masyarakat setempat. 2.4.6. Merugikan Keuangan Negara Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah sebesar 12 juta m3/tahun.Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging).Dari praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun.Hal inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia akan bertambah miskin jika kita tidak mempunyai hutan, itulah yang dikatakan Presiden Bambang Yudhoyono. Departemen Kehutanan mengemukakan bahwa kerugian negara per hari mencapai Rp. 83 milyar, itu hanya dari kerusakan hutan akibat penebangan liar.
2.5. Penanggulangan Kerusakan Hutan
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan pemulihan terhadap kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun organisasi perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka penghijauan hutan kembali sehingga pada 10 - 15 tahun ke depan kondisi hutan Indonesia dapat kembali seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut harus lebih mengaktifkan masyarakat lokal (masyarakat yang berada di sekitar hutan) untuk secara sadar dan spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut (Darusman, 2013). Langkah kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam penanganan kerusakan hutan.Pemerintah mengikutsertakan peran serta masyarakat terutama peningkatan pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan serta rekayasa kehutanan (Darusman, 2013). Langkah ketiga adalah pencegahan dan peringanan. Pencegahan di sini dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan penting menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum, POLRI yang dibantu oleh POL HUT dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum pemerintahan daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan penyidikan secara tuntas terhadap para cukong - cukong kayu yang merugikan negara trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam masyarakat.Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang tersebut sepanjang tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar (Darusman, 2013). Langkah terkahir adalah adanya kesiapsiagaan yang berlangsung selama 24 jam terhadap penjagaan terhadap kelestarian hutan ini. Pemerintah harus melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap segala hal yang berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan melalui media massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal dari masyarakat sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara kontinyu dan terus - menerus sehingga kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh oknum tertentu dapat segera diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi akibat bencana/ disaster yang akan ditimbulkan kemudian (Darusman, 2013). Selain itu, untuk mengatasi kerusakan hutan juga menggunakan pendekatan bentang alam.Saat ini, pendekatan bentang alam dianggap bisa menjadi solusi pengelolaan sumberdaya hutan dan lahan gambut yang lebih menyeluruh, dan lebih mampu mencari penyelesaian untuk akar permasalahan (underlying causes) dari kerusakan hutan.Pendekatan ini sebetulnya telah dikembangkan sejak dulu, yaitu sejak adanya kesadaran bahwa penanganan masalah lingkungan tidak bisa menggunakan batas wilayah artifisial, tetapi harus menggunakan batas-batas ekologis. Misalnya, batas daerah aliran sungai.Batas ekologis inilah yang mendefinisikan bentang alamnya (Sari, 2016). Intinya, pendekatan bentang alam adalah pendekatan pengelolaan lingkungan berdasarkan batas bentang alamnya.Sejalan dengan waktu, batas-batas ekologis dianggap belum cukup.Untuk mendefinisikan sebuah bentang, aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya menjadi penting, seperti juga aspek alami (Sari, 2016). Sementara itu, pada diskursus mengenai REDD+ (penurunan emisi gas-gas rumah kaca akibat deforestasi dan kerusakan hutan), mulai diperkenalkan pendekatan jurisdiksi (jurisdictional approach), di mana kegiatan-kegiatan konservasi dan rehabilitasi hutan (dan lahan gambut) tidak lagi dibatasi pada batasan hutan dan lahan gambut tersebut, tetapi justru pada batasan administratif (sebagai refleksi batas bentang politis, ekonomi, dan mungkin juga sosial dan budaya, selain batas alami). Kegiatan-kegiatan konservasi dan rehabilitasi mulai disangkutkan dengan kegiatan- kegiatan di dalam jurisdiksi tapi di luar wilayah konservasi (Sari, 2016). Contoh pendekatan bentang alam adalah sebagai berikut.Salah satu (bukan satu-satunya, tentu saja) akar permasalahan kerusakan hutan adalah kehidupan masyarakat petani yang masih prasejahtera dengan produktivitas pertanian gurem yang tidak produktif. Pembalakan hutan oleh mereka adalah cara untuk memperluas lahan kebun gurem mereka, walau tidak produktif, untuk menambah penghasilan mereka (Sari, 2016). Ini berarti bahwa kegiatan peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktivitas kebun, dengan prasyarat untuk tidak ekspansi kebun ke wilayah hutan atau lahan gambut yang dilindungi bisa dianggap sebagai kegiatan melindungi hutan dan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan lain, seperti penguatan penegakan hukum di tingkat lokal dan tapak, misalnya, bisa juga dianggap sebagai kegiatan yang sama, yaitu kegiatan melindungi hutan dan lahan gambut (Sari, 2016). Pendekatan ini membuka kesempatan-kesempatan baru. Pertama, karena berdasarkan wilayah yang lebih luas daripada wilayah perlindungan, maka wacana mengurangi kerusakan hutan adalah wacana pembangunan, bukan hanya wacana lingkungan hidup. Kedua, kegiatan-kegiatan dalam bentang alam tersebut dapat merupakan kegiatan produktif yang menarik investasi. Dengan pendekatan ini, perlindungan alam dan pembangunan dapat berjalan bersama-sama (Sari, 2016).