Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


Hutan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian
besar rakyat Indonesia, karena hutan memberikan sumber kehidupan bagi kita semua.
Hutan menghasilkan air dan oksigen sebagai komponen yang yang sangat diperlukan
bagi kehidupan umat manusia.Demikian juga dengan hasil hutan lainnya memberikan
berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.Kebutuhan manusia yang semakin
banyak dan berkembang, Kerusakan hutan dipicu oleh sehingga terjadi hal-hal yang
dapat merusak hutan Indonesia (Kartodihardjo, 2011).
Kerusakan hutan adalah kegiatan pembalakan hutan, merupakan kegiatan yang
merusak terhadap kondisi hutan setelah penebangan, karena di luar dari perencanaan
yang telah ada.Kerusakan hutan Indonesia dipicu oleh tingginya permintaan pasar
dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi
dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan. Kerusakan
hutan berdampak negatif dan dan positif Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan
hutan antara lain (Kartodihardjo, 2011) :
a. Kerusakan hutan karena perbuatan manusia secara sengaja.
b. Kerusakan hutan karena hewan dan lingkungan.
c. Kerusakan hutan karena serangan hama dan penyakit.
Penebangan hutan tanpa perhitungan dapat mengurangi fungsi hutan sebagai
penahan air. Penebangan hutan akan berakibat pada kelangsungan daur hidrologi dan
menyebabkan humus cepat hilang. Dengan demikian kemampuan tanah untuk
menyimpan air berkurang. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan langsung
mengalir, hanya sebagian kecil yang meresap ke dalam tanah. Tanah hutan yang
miring akan tererosi, khususnya pada bagian yang subur, sehingga menjadi tanah
yang tandus. Bila musim penghujan tiba akan menimbulkan banjir, dan pada musim
kemarau mata air menjadi kering karena tidak ada air tanah. Penggundulan hutan
dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat lainnya adalah harimau, babi
hutan, ular dan binatang buas lainnya menuju ke permukiman manusia (Suryanto,
2012).
Salah satu sebab utama perusakan hutan adalah penebangan hutan. Banyak
tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari hutan
tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan membeli produk kayu tertentu,
orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara langsung membantu perusakan
hutan hujan. Kerusakan hutan yang paling besar dan sangat merugikan adalah
kebakaran hutan. Diperlukan waktu yang lama untuk mengembalikannya menjadi
hutan kembali (Suryanto, 2012).
Berdasarkan data tahun 1985, Indonesia bersama - sama dengan Brasil dan
Zaire mempunyai luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia.
Indonesia sendiri mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar
di asia dan nomor tiga di dunia. Hutan Indonesia terancam semakin berkurang seiring
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 2 dan 3 tahun 2008. Peraturan
ini mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari
penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan
kehutanan (Liem dalam Wajah Hutan Indonesia). PP tersebut akan menjadi landasan
hukum bagi investor untuk membuka hutan-hutan produksi baru atau kegiatan
budidaya hutan di berbagai wilayah di Nusantara (Suryanto, 2012).
Keberadaan aspek legal yang mendukung aktivitas budidaya untuk kawasan
perhutanan menjadi bagian dari kondisi hutan kita saat ini.Bentuk peruntukan
kawasan hutan dengan alih fungsi lahan menjadi wilayah pertambangan (budidaya)
atau hutan produksi menyebabkan kerusakan hutan menjadi hal biasa dan terjadi
begitu saja.Aktivitas seperti penambangan di Hutan dapat menyebabkan kerusakan
permanen.Aktivitas penambangan dapat menimbulkan dampak yang besar, tidak
hanya pada kawasan penambangan tapi juga wilayah disekitarnya, termasuk wilayah
hilir dan pesisir dimana limbah penambangan dialirkan.Tidak hanya itu, sisa-sisa
hasil penambangan dapat merusak ekosistem di dalam hutan dan merusak
keseimbangan alam. Selain penambangan, hutan kita saat ini juga dihiasi dengan
aktivitas illegal logging yang masih terus berlangsung disejumlah tempat di
Indonesia. Penangkapan ribuan log kayu di Kalimantan Barat dan di Riau baru-baru
ini makin memperjelas status kehutanan Indonesia yang lebih besar pasak dari pada
tiang (Suryanto, 2012).
Menurut data yang diperoleh dari WALHI, dalam periode 2000-2005, hutan
Indonesia telah hilang seluas 5,4 juta hektar. Deforestasi ini terjadi akibat
pembangunan ekonomi yang dilangsungkan tak lagi menempatkan pertimbangan
ekologis sebagai rujukan utama.Alih fungsi hutan lindung yang sedang berlangsung
di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau dan Banyuasin, Sumatera Selatan, adalah
ukuran paling mencolok. Selain itu, proses deforestasi terjadi besar-besaran di tujuh
pulau besar di Indonesia, terbesar di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Putra, 2012).
Saat ini Indonesia adalah pemilik 126,8 juta hektar hutan. Hutan seluas ini
merupakan tempat tinggal dan pendukung kehidupan 46 juta penduduk lingkar
hutan.Namun, seiring dengan tingginya tingkat permintaan pasar pada industri
pengolahan kayu, laju pertumbuhan pengurangan hutan dapat menyebabkan
hilangnya asset bangsa dan dunia ini dalam waktu yang cepat (Berry
dalam Tenggelamnya Indonesiaku!).Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap
menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan)
periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di
Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun (Putra, 2012).
Bahkan jika menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s
Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO),
angkadeforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju
deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan
‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat
di dunia.Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan
angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah
dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar
hutan di Indonesia telah musnah (Putra, 2012).
Selain itu, 25% lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami
deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan).
Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta
hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih
terjaga dan berupa hutan primer (Putra, 2012).
Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan
Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia,
pemilik 16% spesies binatang reptil dan amphibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari
spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di
daerah tersebut.Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang
sangat mengkhawatirkan.Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya
sebesar 72%.Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun
dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju
kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektare per tahun, sedangkan
pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektare per tahun. Ini menjadikan Indonesia
merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di
Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta
hektare hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektare berada dalam
kawasan hutan (Putra, 2012).
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa
diperkirakan masih sekitar 9 juta hektare. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan
alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektare atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa.
Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak
tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap
tahunnya. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat
terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada
semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah
longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap
kondisi perekonomian masyarakat. Industri perkayuan di Indonesia memiliki
kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu.Pengusaha kayu
melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka
perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-
kawasan hutan.Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan
hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka.Dan
hal ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan
dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan
kelompok.Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak
akhirtahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan kayu
secara manual (Putra, 2012).
Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan
dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990,
yang melakukan tebang habis (land clearing).Selain itu, areal hutan juga dialihkan
fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan
pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga
menjadi kawasan pengembangan perkotaan. Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai,
pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah
dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi
peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa izin yang tak terkendali oleh kelompok
masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat pemerintah
dan keamanan (Putra, 2012).
2.2. Peran Hutan Terhadap Lingkungan
Telah terbentuk suatu pengharapan yang besar bahwa perbaikan kondisi dan
pengelolaan hutan adalah bentuk pemecahan yang paling realistis untuk masalah
perubahan iklim. Pengharapan ini makin mengkristal di saat emisi dari sektor energi
yang menyumbangkan emisi terbesar dirasa sulit untuk dikurangi sebagai akibat
peningkatan penggunaan energi yang terus terjadi, simetrik dengan peningkatan
jumlah penduduk dan gaya hidup manusia yang menghasilkan banyak emisi.
Keberadaan hutan dalam jumlah yang memadai di bumi adalah harga mati dan
teramat penting. Jika terjadi pengabaian danjumlah hutan terus berkurang, dapat
dipastikan bumi semakin panas dandampak-dampak perubahan iklim akan terus
bertambah. Dilema terasa menjadi-jadi disebabkan karena suatu teori bahwa
kehilangan hutan tidak sekedar melepaskan karbon, tetapi juga akan mengurangi
fungsinya dalam menyerap karbon yang ada di atsmosfir. Dalam kondisi dilematis
ini, ekosistem hutan yang terbangun dari pohon dan vegetasi lainnya disepakati
menjadi satu-satunya teknologi yang saat ini dimiliki manusia yang berfungsi sebagai
pabrikan alami penyerap karbon dari atsmosfir.Jika demikian, maka upaya yang
paling realistis yang dapat dilakukan komunitas dunia adalah membangkitkan
kesadaran yang lebih memadai untuk mencegah terjadinya pengurangan luas hutan di
bumi (Kurniawan, 2008).
Berdasarkan perhitungan tahun 2010, luas hutan di bumi adalah sebesar 3,9
milyar ha dengan laju kehilangan hutan alam sebesar 13 juta ha. Dua hipotesis yang
dapat dibangun dalam hal ini adalah (Kurniawan, 2008) :
a) Suatu tindakan proteksi dan konservasi yang ketat diperlukan untuk
mempertahankan keberadaan sisa hutan yang ada, dan
b) Suatu tindakan pengelolaan yang lestari untuk memacu pertambahan
jumlah hutan di bumi. Hipotesis tentang proteksi dan pengelolaan ini
setidaknya dapat diwujudkan secara bijak dan seiimbang apabila kita dapat
memahami secara komprehensif tentang fungsi-fungsi esensial dari hutan
Hutan adalah sumberdaya alam yang menyediakan bahan baku kayu yang
sampai saat ini menjadi bahan penting dan sangat dibutuhkan manusia di bumi untuk
kebutuhan perabotan, perumahan dan kertas. Di lain pihak terdapat hasil-hasil hutan
non kayu yang biasa digunakan untuk kebutuhan bahan obat-obatan dan kosmetik.
Hutan juga menyediakan bahan baku kayu bakar untuk menghasilkan energi panas.
Bagi masyarakat tradisional khususnya di negara berkembang, kayu bakar ini
diantaranya digunakan untuk kebutuhan memasak. Di negara maju, kayu bakar ini
dimanfaatkan untuk menghasilkan energi panas pada musim dingin atau sekedar
kebutuhan gaya hidup (Kurniawan, 2008).
Fungsi hutan berikutnya adalah memberikan jasa untuk pengaturan tata air,
iklim, hama dan udara bersih atau menyerap karbon. Saat sekarang, hutan juga
digunakan untuk rekreasi, baik untuk tujuan pendidikan atau sekedar melepaskan
kejenuhan masyarakat kota untuk bersantai atau berpetualang ke alam (back to
nature). Selain sebagai habitat bagi tumbuhan dan satwa, fungsi hutan berikutnya
adalah sebagai tempat hunian atau komunitas bagi banyak masyarakat di sekitarnya
yang hidup secara subsisten. Hutan juga biasanya berfungsi sebagai cadangan lahan
untuk pengembangan pertanian, terutama di negara-negara sedang berkembang
(Kurniawan, 2008).
Ada banyak sekali manfaat yang bisa kita dapatkan dari hutan. Manfaat dari
hutan dapat kita peroleh karena adanya makhluk hidup yang ada di dalamnya,
terutama adalah adanya pohon- pohon dalam jumlah yang cukup banyak. Meskipun
selain itu juga karena adanya makhluk hidup yang berupa binatang. Manfaat dari
hutan yang akan kita peroleh pada umumnya akan sangat berguna untuk kondisi
keseimbangan alam yang kita tempati. Beberapa manfaat hutan yang dapat kita
rasakan antara lain adalah sebagai berikut (Kurniawan, 2008):
1. Mencegah terjadinya banjir
Fungsi hutan yang pertama adalah sebagai pencegah banjir. Seperti yang kita
ketahui bersama bahwasannya suatu lahan bisa disebut hutan karena mempunyai
pohon- pohon yang jumlahnya begitu banyak dan juga letaknya saling berdempetan
satu sama lain. Seperti yang kita ketahui pula bahwasannya setiap pohon mempunyai
fungsi masing- masing dan salah satunya adalah mencegah terjadinya banjir. Akar
pepohonan akan menyerap air, karena pohon sendiri juga membutuhkan air.
Maka jika jumlah pohon yang ada di dalam hutan ini banyak, akar- akar ini
tentu juga akan menyerap sejumlah banyak air. Maka dari itulah pohon- pohon yang
ada di hutan ini akan mencegah adanya banjir atau mencegah terjadinya banjir.
Seberapa lebat hujan yang turun maka air- air hujan tersebut akan diserap oleh akar
pepohonan, sehingga tidak menimbulkan banjir. Oleh karena itulah kita jarang sekali
melihat kasus terjadinya banjir di lingkungan hutan.
2. Sebagai sumber oksigen
Fungsi hutan yang selanjutnya adalah sebagai sumber oksigen.Kita telah
mengetahui dan bahkan mempelajari bahwa semua jenis makhluk hidup yang ada di
dunia ini membutuhkan makan dan juga minum.Hal ini tidak terkecuali oleh tumbuh-
tumbuhan.Tumbuh- tumbuhan atau pepohonan juga memerlukan makan dan minum.
Makan dan minum yang dilakukan oleh tumbuhan ini berupa atau dikenal dengan
nama fotosintesis. Fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan ini mencakup beberapa
elemen, seperti air, sinar matahari, karbondioksida, dan lain sebagainya.Hasil dari
fotosintesis ini salah satunya adalah berupa gas oksigen yang kita gunakan untuk
bernafas.
Fotosintesis ini dilakukan tumbuhan pada siang hari, karena membutuhkan
cahaya matahari. Oleh karena itulah pada siang hari ketika kita berada di bahwa
pohon, maka kita akan merasa sejuk. Hal ini karena pepohonan pada siang hari akan
memproduksi oksigen. Hutan merupakan sumber dari pepohonan berada.Jumlah dari
pepohonan ada banyak sekali di hutan ini. Sehingga dapat kita banyangkan berapa
banyak oksigen yang akan diproduksi di hutan ini. Selain untuk bernafas, oksigen
juga banyak sekali manfaatnya. Manfaat lain dari adanya oksigen adalah memerangi
gas- gas yang bersifat panas, seperti karbon yang sering berterbangan di lingkungan
manusia. Itulah pula sebab mengapa di lingkungan pedesaan jelas terasa udaranya
lebih sejuk, lebih segar, dan lebih bersih apabila dibandingkan di wilayah perkotaan.
3. Sebagai penyeimbang alam
Fungsi hutan yang ketiga adalah sebagai penyeimbang alam.Hal ini juga tidak
lepas dari fungsi hutan sebagai sumber dari oksigen. Telah disebutkan sebelumnya
bahwasannya oksigen akan bisa memerangi bernagai macam gas- gas yang sifatnya
merugikan atau panas, seperti gas karbon. Oleh karena itulah keberadaan oksigen ini
sangat diperlukan.Gas- gas karbon ini dapat diproduksi dari berbagai aktivitas
manusia. Beberapa sumber dari gas karbon yang dapat kita temui dalam kehidupan
sehari- hari misalnya asap kendaraan, asap mesin- mesin pabrik, dan sisa- sisa
berbagai jenis pembakaran.
Oleh karena itulah kita dapat membayangkan berpa banyak gas karbon yang
akan kita produksi setiap detiknya. Oleh karena itulah oksigen yang dapat dihasilkan
dari pepohonan ini pada akhirnya akan dapat memerangi gas- gas tersebut. Gas- gas
karbon yang bisa menimbulkan panas di lingkungan Bumi maka akan dapat
dinetralisir oleh adanya oksigen dari hutan- hutan ini. Itulah pula sebabnya mengapa
jika kita berada di wilayah perkotaan maka akan terasa lebih panas daripada ketika
kita berada di wilayah pedesaan. Hal ini karena diperkotaan pencetak karbonnya lebih
banyak dan oksigennya lebih sedikit.Sebaliknya, di pedesaan pencetak karbonnya
lebih sedikit namun pencetak oksigennya lebih banyak.
4. Menyimpan cadangan air
Fungsi dari pohon salah satunya adalah menyimpan cadangan air. Hal ini juga
sudah disebutkan sebelumnya. Letak pohon menyimpan cadangan air adalah di
bagian akarnya.Hal ini karena pohon juga memerlukan air untuk tetap bertahan hidup.
Air- air yang disimpan oleh akar pohon ini biasanya bersumber dari air hujan yang
turun. Oleh karena itulah banyak cadangan air yang akan diserap dan disimpan oleh
akar pohon. Jika satu pohon saja sudah dapat menyimpan cadangan air, maka dapat
kita bayangkan sendiri di hutan yang jumlah pepohonannya banyak sekali dapat
meyimpan berapa banyak air.
Hal ini tentu saja akan berdampak positif bagi manusia. Kenapa? Karena
manusia tidak perlu lagi mengalami kekeringan ketika di musim kemarau.Pohon-
pohon yang ada di hutan telah menyimpan cadangan air yang bisa kita gunakan ketika
musim kemarau tiba. Sehingga ketika musim kemarau sumber- sumber air tidak akan
mengalami kekeringan, begitu pula dengan air tanah. Maka dari itulah kita selalu
disarankan untuk menanam pohon di sekitar lingkungan tempat tinggal kita/
lingkungan rumah. Hal ini selain mencegah banjir juga karena cadangan air dapat
digunakan ketika kita sedang membutuhkan.
5. Mencegah tanah longsor
Fungsi yang selanjutnya adalah mencegah tanah longsor. Hal ini juga
merupakan fungsi lain yang dimiliki oleh akar tanaman/ akar pepohonan selain dapat
menyimpan cadangan air dan juga mencegah terjadinya banjir. Tanah yang gundul
dan tidak ditanami akan sangat rawan terjadinya bencana tanah longor. Hal ini karena
di tanah tersebut tidak ada penahannya sekali. Berbeda dengan tanah yang ditanami
pepohonan. Maka akar- akar dari pohon tersebut akan bisa menjadi penghalang atau
benteng tanah sehingga tidak akan terjadi tanah longsor.
Hal ini tentu saja sangat diperlukan bagi manusia. Tanah yang gundul akan
sangat mudah terjadi longsor dan juga sangat membahayakan. Terlebih lagi di daerah
ketinggian. Maka dari itulah bagi yang tinggal di daerah dataran tinggi atau di lereng
khususnya, maka sangat disarankan untuk menanam pohon disekitar rumah mereka
agar tanah yang ada di sekitarnya memiliki penghalang dan lebih kuat daripada tanah
yang gundul.
6. Mencegah terjadinya erosi tanah
Manfaat hutan yang selanjutnya adalah mencegah terjadinya erosi tanah. Erosi
tanah merupakan proses pengikisan pada tanah. Proses pengikisan pada tanah ini bisa
disebabkan oleh aliran air, angin, maupun yang lainnya. Proses pengikisan tanah atau
erosi pada tanah ini akan lebih mudah ketika tanah tidak mempunyai penahan atau
benteng sama sekali. Oleh karena itulah pohon ini mempunyai manfaat untuk
mencegah terjadinya erosi tanah. Akar- akar pohon yang menancap di tanah ini akan
menjadi benteng dan juga penghalang bagi terjadinya erosi tanah dan menghalangi
tanah untuk tidak terkikis, sehingga pada akhirnya tanah tetap bisa bertahan.
7. Tempat Atau Rumah Bagi Berbagai Jenis Tanaman Dan Juga Binatang
Fungsi hutan yang selanjutnya adalah sebagai tempat tinggal berbagai macam
jenis makhluk hidup. Makhluk hidup yang hidup di dalam hutan ini trediri dari
tumbuhan dan juga binatang.Ada berbagai macam jenis tumbuhan dan juga binatang
yang hidup di dalam hutan.Semua binatang dan tumbuhan ini hidup dalam sebuah
kesatuan dan kebersamaan membentuk suatu ekosistem hutan.
Hutan menyediakan banyak kebutuhan yang dibutuhkan untuk hidup makhluk
hidup, baik hewan dan juga tumbuh- tumbuhan. Sehingga kita dapat mengetahui
bahwa jika hutan rusak maka ada banyak sekali kerugian yang akan dirasakan oleh
binatang dan juga tumbuhan. Jika hutan rusak, maka tidak hanya kehilangan rumah
saja yang akan dirasakan oleh binatang dan tumbuhan, bahkan juga bisa
menyebabkan kematian.
8. Sebagai tempat wisata
Selain manfaat untuk lingkungan dan juga kehidupan makhluk hidup, ada
manfaat lain dari hutan bagi kepentingan manusia. Manfaat tersebut adalah hutan
sebagai tempat wisata atau tempat rekreasi.Ada banyak sekali kegiatan yang berbau
rekreasi yang dapat kita lakukan di dalam hutan ini.ada banyak seklai kegiatan yang
dapat kita lakukan sebagai sarana hiburan kita.
Beberapa kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan di hutan antara lain camping,
outbond, hingga berbagai macam wahana permainan khas hutan seperti flyng fox dan
lain sebagainya. Hutan ini merupakan tempat rekreasi yang sangat pas untuk
dilakukan bersama dengan keluarga. Biasanya wisata hutan akandihadirkan satu
paket dengan kegiatan yang diselenggarakan, seperti outbond, camping, dan lain
sebagainya.
9. Sebagai sarana edukasi
Selain tempat wisata atau tempat rekreasi, ada satu lagi fungsi yang akan
dihadirkan oleh hutan. fungsi ini adalah sebagai sarana edukasi atau sarana belajar.
Pelajaran yang sangat penting dan perlu diajarkan untuk manusia adalah tentang
alam.Hutan merupakan tempat yang sangat pas dan sangat tepat untuk mengenal
alam.
Disamping belajar, pelajaran mengenai alam ini juga bisa diajarkan bersamaan
dengan rekreasi atau berwisata alam. Dengan demikian, anak- anak yang menerima
pelajaran ini tidak akan merasa bosan. Selain itu, pelajaran mengenai alam yang
dilakukan di hutan bisa langsung dipraktikkan secara langsung. Hal ini juga akan
menambah ketertarikan anak- anak dan mereka menjadi lebih bersemangat mengenal
alam.
11. Tempat riset dan penelitian
Fungsi lain yang mirip dengan fungsi hutan sebagai tempat belajar adalah
sebagai tempat riset dan penelitian. Ada banyak sekali kasus yang dapat kita temukan
meliputi hutan. Hal ini tentu saja akan menarik dan juga penting untuk diteliti dan
juga dikembangkan. Penelitaian yang biasa dilakukan di dalam hutan ini tentang
tumbuhan, binatang, cuaca, dan lain sebagainya.Hal ini memang sangatlah
bermanfaat dalam kehidupan manusia sehari- hari. Dengan adanya riset dan juga
penelitian yang dilakukan tentang hutan dan makhluk hidup yang ada di dalamnya
maka akan menambah pengetahuan manusia mengenai pentingnya melestarukan
hutan.
12. Pengatur iklim suatu wilayah
Fungsi hutan yang lain adalah sebagai pengatur iklim di suatu wilayah. Iklim
bisa dipengaruhi oleh hutan karena kehadiraanya yang sangat penting bagi keadaan
cuaca manusia.Hal ini karena pepohonan yang ada bisa mempengaruhi kondisi alam
yang ada di suatu wilayah. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap iklim yang
ada di wilayah tesebut.
Kelembapan yang diserap pohon melalui akarnya kemudian menguap melalui
pori-pori di daun yang disebut stomata.Vegetasi dapat berkontribusi hingga 90 persen
kelembapan di atmosfer yang berasal dari permukaan tanah – jauh melebihi perkiraan
sebelumnya, menurut penelitian terbaru.Pohon menghasilkan aliran uap air yang
biasanya lebih dari 10 kali lipat dari vegetasi herba per unit luas lahan, melebihi yang
dihasilkan oleh tanah basah atau perairan terbuka. Transpirasi “adalah proses biologis
aktif” yang tidak sepenuhnya tercermin dalam fisik model iklim. Misalnya,
peningkatan karbon dioksida atmosfer dapat menjadikan hutan lebih luas dan padat
sehingga menyimpan lebih banyak karbon, katanya, tetapi juga dapat memengaruhi
jumlah kelembapan atmosfer yang mereka hasilkan – dan, oleh karena itu, jumlah
curah hujan di atas hutan dan melawan arah angin.
Peningkatan karbon dioksida mengurangi keharusan tanaman membuka
stomata mereka. Salah satu respons adalah dengan lebih banyak menutup stomata,
mereka lebih sedikit bertranspirasi, dan mereka dapat menghasilkan pertumbuhan
yang sama dengan transpirasi yang lebih sedikit. Kurangnya transpirasi memiliki
dampak besar pada iklim.Itu merupakan respons biologis aktif terhadap peningkatan
karbon dioksida – ini bukan hanya persoalan fisika, dan hal ini tidak masuk ke dalam
model iklim yang didasari pada prinsip-prinsip fisik semata.
13. Sebagai Sarana Olahraga
Hiutan juga bisa digunakan sebagai sarana olahraga untuk manusia.Ada banyak
sekali olahraga yang dapat dilakukan di hutan, seperti climbing, mendaki hutan, sisir
hutan, arung jeram, flyng fox, dan juga kegiatan yang dilakukan di hutan lainnya.
14. Memenuhi Berbagai Macam Kebutuhan Manusia
Kemudian manfaat yang sangat dirasakan namun banyak orang tidak menyadari
adalah hutan sebagai tempat yang mencukupi banyak sekali kebutuhan
manusia.Kebutuhan manusia yang langsung bisa dipecahkan oleh adanya hutan
adalah sebagai tempat yang menyediakan aneka makanan dan semuanya disajikan
secara gratis oleh hutan.Sehingga manusia bisa mengambil sumber makanan yang ada
di dalam hutan (asalkan tidak dieksploitasi) dan menggunakannya dalam kehidupan
sehari- hari.

2.3. Penyebab Kerusakan Hutan


Faktor-faktor penyebab kebakaran hutan meliputi banyak kejadian, baik secara
alami atau terjadi berdasarkan aktivitas alam dan kerusaka hutan yang terjadi atas
aktivitas manusia. Pada dasarnya kerusakah hutan yang terjadi tidak dapat kita cegah
atau hindari apabila diakbitkan oleh fenomena alam seperti kebakaran hutan pada
musim kemarau dan letusan gunung berapi dengan berbagai dampaknya terhdapat
hutan (Anggraini, 2016).
2.3.1 Faktor Fisik
Kerusakan yang disebabkan karena faktor fisik dalam literatur disebut
Physiological Diseases atau Atmospheric Agencies. Nama lainnya adalah
Nonparasitic Diseases dan Noninfectious Diseases. Noninfectious Diseases ini
merupakan penyakit tanaman yang tidak disebabkan oleh patogen atau makhluk
hidup. Sebagian besar penyebabnya adalah faktor cuaca. Tanaman akan tumbuh
secara sempurna apabila semua faktor lingkungan berada dalam keseimbangan. Tidak
satupun faktor yang tidak ditemukan dan tersedianya tidak melebihi atau kurang dari
jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman (Sila dan Nuraeni, 2009).
Menurut Sila dan Nuraeni (2009), ada beberapa faktor fisik penyebab
kerusakan hutan, yaitu:
1. Temperatur
Pengaruh temperatur yang tinggi dapat dikurangi dengan menanam pohon lebih
rapat atau mendapatkan air yang cukup, menggunakan tanaman penutup tanah,
menutupi serasah pada permukaan tanah dan memberikan naungan. Dalam keadaan
temperature tinggi tanaman sebaiknya diberikan fungisida karena jaringan-jaringan
tanaman sangat peka terhadap parasit. Temperatur 65°C atau 150°F cukup untuk
merusak jaringan jaringan sel yang lembut atau lemah sehingga dapat menyebabkan
matinya tanaman terutama sekali tanaman muda (seedling). Secara singkat, gejala dan
akibat yang dapat ditimbulkan oleh temperatur tinggi adalah:
a. Kematian pada seedling
b. Mencegah terjadinya regenerasi.
c. Luka-luka pada bagian pohon yang mempunyai jaringan lemah.
d. Terjadi luka pada bagian tanaman muda di dekat permukaan tanah. Gejala ini
sering disangka damping off, bedanya kalau damping off luka akan menjalar
ke atas dan ke bawah sedang luka karena temperatur tinggi tidak menjalar.
e. Gugurnya daun sebelum waktunya, sering disebut sebagai “Heat defoliator“
atau “Premature defoliator“.
f. Daun-daun tertutup oleh lapisan gula. Hal ini terjadi karena temperatur yang
tinggi menyebabkan pohon banyak mengeluarkan cairan dari ujung-ujung
daun (exudation) dan sewaktu air dari cairan menguap maka yang tinggal
pada daun adalah lapisan gula, sehingga sering gejalanya disebut sebagai
“Sugar exudation“.
g. Luka tersebut pada kulit pohon yang halus, disebabkan keadaan yang sangat
h. panas dan kekeringan atau dapat pula terjadi pada pohon sisa dari suatu
penebangan atau penjarangan. Gejalanya sering disebut sebagai “Sunscald”.
2. Air
Proses pertumbuhan tanaman dan hubungan hasil panen dengan nilai jual
produksinya sering berhubungan erat dengan tersedianya air tanah yang cukup.
Tumbuh tumbuhan memerlukan air untuk proses biosintetik, hydration protoplasma
dan mengangkut larutan-larutan yang terdapat dalam jaringan pembuluh. Tekanan air
dalam jaringan dapat mempengaruhi pembelahan dan perpanjangan sel. Oleh sebab
itu berkurangnya air tanah akan cenderung memperlihatkan gejala penyakit tanaman
berupa terhambatnya pertumbuhan, perubahan warna daun, daun-daun menjadi
kerdil, perkembangan buah sangat lambat, akhirnya tanaman layu dan mati.
Tanaman tahunan biasanya lebih tahan kekurangan air dibanding dengan
tanaman musiman. Untuk tanaman musiman gejala yang terjadi biasanya berupa daun
hangus, daun berguguran mulai dari pucuk menuju kebawah, pengguguran
keseluruhan daun dan layu. Air tanah yang terlalu banyak menyebabkan drainase
jelek sehingga konsentrasi oxygen didalam tanah menurun sampai dibawah level
kebutuhan minimal bagi pertumbuhan akar. Sel-sel membran akan berubah. Sebagai
akibatnya, akar mati dan tumbuhan segera layu karena air tidak dapat diabsorbsi
sungguhpun tersedianya cukup banyak. Air yang berlebihan yang mengakibatkan
persediaan oxygen terbatas akan menghasilkan perubahan komposisi mikroflora.
Beberapa mikroorganisme ini dapat menghasilkan zat fitotoxik disamping fakultatif
saprofit lainnya akan aktif menyerang dan mematikan akar.
3. Cahaya
Gejala penyakit yang disebabkan oleh pengaruh cahaya kadang-kadang sangat
sukar dipisahkan dari penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan
lainnya.Intensitas cahaya yang berlebih-lebihan menyebabkan reaksi photochemical
menjadi tidak normal karena tidak aktifnya beberapa enzym dan oksidasi
klorofil.Pengaruh tersebut hanya dapat dikatakan apabila oxygen terdapat dalam
jumlah yang cukup. Dengan demikian proses foto-oksidasi dapat menyebabkan daun
berwarna pucat dan kadang-kadang daun mati. Peranan cahaya ultra violet dalam
proses foto-oksidasi belum banyak diketahui. Tetapi ultra violet telah dipergunakan
dalam penyinaran kacangkacangan yang ditanam dalam pot di daerah altituted tinggi.
Penyinaran yang tidak cukup akan menghambat formasi kloropfil dan
merangsang “photomorphogenetic“, proses mana menyebabkan tumbuhan menjadi
pucat. Tumbuhan seperti ini mempunyai batang yang panjang, pertumbuhan daun
sangat kerdil, daun berwarna hijau kekuning-kuningan dan sangat peka terhadap
serangan perusak.
4. Angin
Angin sebagai faktor cuaca lainnya dapat memberikan pengaruh baik dan buruk
terhadap hutan. Pengaruh yang baik misalnya dalam hal penyerbukan dan penyebaran
biji. Disini hanya akan dibahas mengenai pengaruh yang merugikan pohon-pohon
hutan baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Pengaruh angin yang
merugikan dapat dibagi menjadi:
1) Pengaruh terhadap tanah hutan
Pengaruh angin terhadap tanah hutan dapat menyebabkan terjadinya erosi angin
dan menyebabkan tanah menjadi kering.Erosi angin terjadi karena perpindahan
tanah dari tempatnya karena tiupan angin. Biasanya butir-butir tanah yang halus
sewaktu tanah sedang kering akan mudah untuk ditiup angin. Tertiupnya butiran-
butiran tanah yang terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi kurus atau
tidak subur lagi. Sering pula serasah hutan juga tertiup sehingga tanah menjadi
terbuka dan ditempat lain terdapat timbunan dari serasah yang tebal.
2) Pengaruh terhadap cuaca hutan
Angin kuat yang meniup di hutan dapat mengganggu atau menyebabkan
terjadinya gangguan terhadap penguapan, transpirasi, temperatur, kelembaban,
carbondioxida, dan lain-lainnya. Akibatnya cuaca dari hutan akan dapat berubah
menjadi cuaca yang tak menguntungkan bagi hutan. Sering terjadi karena adanya
angin cuaca di hutan menjadi dingin atau menjadi panas.
3) Pengaruh terhadap fisiologi pohon
Akibat fisiologi pohon karena tiupan angin dapat berbentu seperti, Bentuk dari
tajuk yang tak normal, Merubah sistem dari perakarannya, Berkurangnya tinggi
dari pohon
4) Kerusakan mekanis pada pohon
Kerusakan mekanis yang disebabkan oleh angin dapat berbentuk: Ranting-
ranting patah, Daun-daun berguguran, Akar-akar mudah patah, Batang-batang
pohon patah dan Pohon-pohon terbongkar dengan akarnya
2.3.2. Faktor Mikroorganisme
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh jasad-jasad mikroba atau patogen
(virus, bakteri, mycoplasma, spiroplasma, rickettsia, jamur, nematode dan
benalu/tumbuhan tingkat tinggi), terhadap tegakan/hutan digolongkan kepada
penyakit (patologi) hutan. Gejala-gejala suatu penyakit dibedakan dalam tiga tipe,
nekrotik, atropik, dan hipertropik. Nekrotik adalah simtom kematian dari bagian
tanaman yang terserang. Atropik ialah simtom-simtom gangguan pertumbuhan
berupa kerdil, penyusutan dan lain-lain degenerasi yang diakibatkan oleh pembelahan
abnormal dari sel. Hipertropik ialah simtom-simtom pertumbuhan lebih (overgrowth)
karena pembelahan sel yang berlebihan, misalnya terjadinya gembol, tumor, witches
brooms (sapu setan) dan lain-lain. Adapun jenis mikroorganisme yang dapat merusak
hutan adalah sebagai berikut (Suratmo, 2002):
a. Virus
Virus ada yang menyebutkan sebagai peralihan dari benda mati ke hidup. Virus
bukanlah merupakan sel. Virus adalah partikel yang kecil berbentuk benang, tongkat
atau bulat, memiliki asam inti ribonucleic acid (RNA) atau deoxyribonucleic acid
(DNA), tidak mengadakan respirasi dan metabolisme. Asam inti tersebut terbungkus
oleh glycoprotein dan dapat mengkristal yang disebut capsid. Partikel-partikel virus
memasuki sel tumbuhan melalui luka-luka kecil atau secara tidak sengaja dimasukkan
oleh serangga vektor dan kemudian menempati ruang sel. Virus termasuk parasit
obligat yang memerlukan sel-sel hidup untuk melangsungkan kehidupan dan
perkembang biakannya. Di dalam sel-sel hidup, kehadiran partikel-partikel virus
RNA/DNA mengakibatkan sel tumbuhan memproduksi lebih banyak RNA/DNA,
bersatu dengan virus dan terbentuk virus RNA/DNA baru. Kemudian virus baru ini
mengadakan perpaduan dengan protein yang secara otomatis menyelimutinya dan
dengan demikian tubuh virus menjadi lengkap.
Dengan adanya kegiatan duplikasi diri dari virus di dalam sel inang, maka
metabolism tumbuhan terganggu, akibatnya tumbuhan kekurangan makanan dan
energi. Tetapi virus tidak menyebabkan kematian pada inangnya. Virus memerlukan
perantara untuk pindah dari satu inang ke inang lainnya, yaitu melalui
perkembangbiakan vegetative (stek, okulasi atau cangkok), vector (serangga,
penggigit dan penghisap seperti kutu tanaman (Aphids), lalat putih (white fly),
kumbang dan tungau (mite), nematode, jamur, benih atau serbuk sari tumbuhan.
Gejala akibat serangan virus dapat dibagi atas tiga gejala umum yaitu:
1. Gejala dari luar
a) Kemunduran pertumbuhan; pertumbuhan sel-sel terhambat yang
menyebabkan kehilangan hasil dan sering disebut infeksi laten.
b) Deviasi warna; terutama pada daun-daun seperti penyakit mosaik yang
menyebabkan daun menguning biasanya bersudut tdak teratur dengan
batasbatas yang tajam; bercak dengan batas-batas bulat sering disebut juga
bernoda sedang perubahan warna dengan batas difus disebut belang; daun
yang terinfeksi secara sistemik pada tanaman berkayu memperlihatkan pola
yang sangat indah, pola bergaris/bercincin; perubahan warna pada tulang
daun atau klorosis, putih/kuning sedang helai/lamina daun tetap hijau disebut
vein clearing. Sebaliknya helai/lamina daun menguning/putih dan tulang
daun tetap hijau disebut vein banding. Perubahan warna bunga tulip akan
meningkatkan harga jualnya.
c) Kekurangan air; karena menyerang jaringan pengangkutan air dan transpirasi
yang tinggi sehingga menyebabkan kelayuan pohon.
d) Nekrosis; merupakan gejala matinya sel-sel setempat dengan cepat yang
biasanya disertai perubahan warna menghitam atau coklat.
e) Malformasi; terjadinya perubahan bentuk atau cacat pada tumbuhan atau
organ tertentu tumbuhan seperti stunt (kerdil), daun menggulung, daun
keriting, rosset (jarak antara duduk daun atau buku yang memendek karena
gangguan hormonal), daun yang biasa pinggirnya bergerigi menjadi licin.
Pertumbuhan daun yang kecil-kecil atau pertulangan daun yang
pertumbuhannya terhambat sehingga daun mengerut yang disebut enasi.
Pembengkakan pada akar atau batang disebut tumor. Pada buah sering
terjadi perubahan ukuran, warna, rasa, tekstur atau biji terbentuk lebih
banyak.
Gambar 1. Gejala enasi pada daun murbei (Morus spp) akibat serangan virus
2. Gejala dari dalam. Ada kalanya dari luar bukan suatu gejala yang spesifik.
a) Kerusakan atau modifikasi sel-sel atau jaringan pada tanaman inang,
contohnya modifikasi sel-sel kloroplas menjadi kecil dan pucat.
b) Pembentukan benda-benda asing dalam sel tumbuhan. Benda-benda asing
tersebut disebut inclusion bodie (IB) yang terdapat dalam sitoplasma sel
tumbuhan. IB ada yang berbentuk heksagonal (kristal) atau tidak berbentuk
(amorf),
3. Gejala perubahan-perubahan metabolisme dari inang tetepi tidak selalu nampak
dari luar. Contohnya menyerang sistem respirasi tumbuhan dengan
mengganggu siklus kerbs atau menyerang siklus pentosa sehingga tumbuhan
mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu (racun).
b. Bakteri
Bakteri termasuk dalam Kingdom Prokaryotik (dinding inti selnya belum jelas
atau hanya berupa membran) dan Kelas Schizomycetes.

Gambar 2. Perbandingan ukuran sel hewan, Partikel virus dengan bakteri.


Ciri-ciri bakteri patogen tumbuhan adalah sebagai berikut (Tarumingken, 2005):
1. Hampir semuanya berbentuk batang (rod) kecuali streptomyces (filamen)
2. Ukurannya; panjang 0,6-3,5 µm, diameternya 0,3-1,0 µm pada kultur segar
3. Umumnya gram negatif kecuali clavibacter dan streptomyces.
4. Umumnya berspora.
5. Mempunyai flagella kecuali clavibacter dan streptomyces.
6. Memperbanyak diri dengan membelah senya, kecuali streptomyces dengan
tunas
7. Selnya hyalin atau putih kekuningan.
8. Pada media padat, sel bakteri memperbanyak diri membentuk koloni. Pada
setiap koloni tersebut dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk dan warna.
c. Cendawan atau Jamur
Jamur bagi masyarakat hutan memiliki bnyak peranan penting, baik yang
merugikan maupun yang menguntungkan.Yang merugikan termasuk jamur parasit
dan tidak merugikan termasuk saprofit (Widyastuti, 2005).
1. Jamur Saprofit Jamur ini berperan penting dalam menghancurkan atau
pembusukan bahan-bahan organic, terutama yang mengandung sellulosa dan
lignin. Hifa jamur secara aktif sel-sel bahan-bahan organik di seluruh
permukaan tanah, sedangkan bakteri secara pasif hanya menghancurkan bahan
organic di satu tempat yang terbatas.
2. Jamur parasit Berbeda dengan jamur saprofit, sasaran jamur parasit adalah sel-
sel tumbuhan yang masih hidup, sedangkan saprofit adalah sel-sel tumbhan
yang sudah mati. Meskipun jamur parasit lebih sedikit jumlah jenisnya tetapi
di dalam masyarakt hutan jamur parasit dapat merugikan atau merusak hutan.
3. Jamur sebagai makanan bagi mahkluk lain Jamur berguna untuk makanan bagi
manusia dan binatang, terutama invertebrate. Manusia mengenalnya sebagai
makanan yang lezat. Orang-orang Viking zaman memakan jamur Amanita
sebelum berangkat perang karena jamur ini menimbulkan pengaruh halusinasi
(Khayalan) yang mempertinggi keberanian terhadap musuh. Tetapi beberapa
jenis Amanita lainnya ada yang mengandung racun.
4. Jamur sebagai simbion dari organisme lain Di dalam masyarakat hutan,
beberapa jenis jamur hidup bersimbiosis dengan ganggang dan disebut lichen.
Lichen dapat dilihat pada permukaan kulit pohon seperti panu, berwarna putih
sampai abu-abu. Beberapa pakar berpendapat, bahwa lichen dapat mengurangi
polusi udara. Bentuk simbion yang lain adalah mikoriza. Jamur yang
menginfeksi akar tumbuhan menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar
yang bermikoriza dapat menyerap bahan makanan dan air untuk inangnya yang
lebih banyak, sehingga pertumbuhan inangnya lebih baik dibandingkan dengan
yang tidak bersimbiosis.
Karakteristik dari jamur adalah sebagai domain eukaryotik adalah organisme
yang dinding inti selnya sudah jelas ada, organisme non vaskular, menghasilkan
spora.Spora dihasilkan melalui seksual (kawin) ataupun aseksual tergantung pada
kondisi atau spesiesnya.Sporanya umumnya tidak bermotil kecuali pada
Chytridiomycota.Tubuh vegetatif ada yang uniselluler atau multiselluler berupa
hyfa.Dinding selnya mirip struktur tumbuhan tetapi yang berbeda adalah
komposisinya, yaitu pada jamur umumnya dari khitin sedangkan tumbuhan terdiri
atas sellulosa dan lignin.Jamur tidak menghasilkan klorofil sehingga bersifat
heterotropik (tidak dapat menghasilkan makanan sendiri) tetapi hanya menghasilkan
exoenzym.Jamur menyimpan makanan berupa glikogen (mirip binatang sedang
tumbuhan dalam bentuk pati.
Beberapa contoh penyakit penting tumbuhan yang disebabkan oleh jamur
a) Di persemaian
1. Lodoh (damping off)
Jenis jamur saprofit yang menyerang benih baik pada penyimpanan maupun
segera setelah ditabur, terutama benih-benih yang berkulit tipis. Serangan jamur
dapat mengakibatkan benih tidak bisa berkecambah karena sel-sel embrio rusak
dan persediaan makanan diserap oleh jamur. Damping off ialah penyakit yang
sering terjadi di persemaian yang disebabkan oleh jamur yang bersifat parasit
fakultatif (jamur yang biasanya hidup sebagai saprofit, tetapi dapat menjadi
parasit kalau mendapatkan inangnya yang sesuai). Karena cepat sekali meluas,
maka kerusakan yang ditimbulkan sangat besar, terutama jika bibit masih muda
yang berada dalam kotak perkecambahan, yang mana batangnya belum
membentuk zat kayu. Gejala damping off adalah busuk pada batang atau akar
pada tanaman muda, berkulit halus dan berair (succulent). Ada tiga macam
gejala yang ditimbulkan:
a. Lodoh dini (pre-emergen damping off): serangan jamur pada benih atau
kecambah yang masih berada di dalam tanah, benih atau kecambah
tersebut mati dan busuk.
b. Lodoh batang (post-emergen damping off): serangan jamur pada bibit
yang telah muncul ke atas permukaan tanah. Pangkal batang pada bibit
membusuk dan bibit rebah karena batang bibit belum membentuk
parenkim.
c. Lodoh akar (root rot): serangan jamur pada akar bibit yang batangnya
telah membentuk parenkim yang kuat sehingga bibit tidak rebah, tetapi
karena akarnya membusuk.
Jamur penyebab lodoh umumnya dari kelas Deuteromycetes: Botrytis
cinerea, Diplodia pinea, Cylindrocladium scoparium, Fusarium spp,
Pestalozzia funerea, Rizoctonia solani, Scelerotium spp atau Colletotrichum
acutatum. Sedang yang berasal dari kelas Pycomycetes adalah Phythophthora
spp atau Pythium spp.
2. Penyakit Tepung (Powdery mildew)
Sejumlah jenis jamur dari famili Erysiphaceae dapat menyebabkan penyakit
tepung pada sebagian besar pohon kehutanan terutama yang berdaun lebar.
Gejala penyakit ini adalah daun-daun muda atau pucuk dapat terserang berat
pada permukaan bawah atau atas akan tertutup oleh lapisan berwarna putih atau
hitam (tergantung jenis jamurnya) yang terdiri dari miselium dan konidia. Daun
yang terserang mengeriting, berwarna pucat dan kemudian rontok. Bibit yang
terserang pertumbuhannya terhambat (kerdil). Tetapi pada bibit sapihan yang
telah dewasa sampai tingkat pohon tahan terhadap serangan jamur tepung.
Penularannya terjadi oleh konidia yang terbawa oleh angin. Pada musim hujan
serangan jamur tepung dapat lebih berat. Patogen penyebab penyakit tepung ini
adalah Oidium sp.
b) Di Pertanaman
1. Embun Jelaga (black mildew) Embun jelaga dapat ditemukan pada akasia
dan sungkai (Peronema canescens) disebabkan oleh Meliola spp. Gejala
umum serangan patogen ini adalah penutupan permukaan daun oleh jamur
yang berwarna hitam seperti beludru. Serangan lebih lanjut dapat
menyebabkan seluruh permukaan daun dan ranting tanaman tertutup. Jika
serangan cukup berat proses fotosintesis akan terganggu sehingga
pertumbuhan akan terhambat. Serangan yang terjadi jika pada saat pohon
berbunga dapat mengakibatkan buah yang terbentuk hanya sedikit atau buah
akan rontok.
2. Bercak Daun (leaf spot) Penyakit ini banyak ditemukan pada akasia yang
disebabkan oleh Cercospora sp, Pestalotipsis sp atau Colletotricum sp.
Serangan yang cukup berat akan mengakibatkan daun mengering. Pada
tanaman sengon disebabkan oleh Pleiochaeta sp atau Gloeosporium sp.
3. Karat (Rust) Penyakit karat pada akasia (Acacia spp) disebabkan oleh
Atelocauda digitata; sedangkan pada damar (Agathis spp) oleh Aecidium
fragiforme. Karat pada kayu damar sangat mirip dengan gejala penyakit
karat pada akasia. Mula-mula pada daun yang masih muda timbul bercak
bulat yang berwarna kuning yang pusatnya menjadi berwarna coklat dan
menebal. Akhirnya pada daun terjadi dsatu bintil (gall) atau kadang-kadang
lebih. Bintil berwarna coklat garis tengahnya dapat mencapai 1 cm, bahkan
mungkin lebih. Lebih lanjut pada gejala tersebut, jamur akan menghasilkan
piknium dengan piknispora. Sedang pada permukaan bawah akan
menghasilkan aecium dengan aesiospora.
4. Hawar Daun (Leaf Bligt) Penyakit ini dapat menyerang Eucalyptus yang
disebabkan oleh Cylidrocladium multiseptatum, sedang pada tusam oleh
Cladiospora sp.
5. Jamur Upas Penyakit ini disebut juga penyakit pink (pink disease) karena
gejalanya sekilas berwarna merah muda yang disebabkan oleh Corticium
salmonicolor. Selain menyerang akasia, dapat juga menyerang jati, karet,
nangka, jambu atau damar. Gejala penyakit ini adalah nekrosis pada kulit
pohon, tumbuh kallus pada tepi nekrosis sehingga membentuk kanker, kulit
pohon pecah-pecah dan mengelupas kadang-kadang terjadi resinosis
(keluarnya getah berlebihan). Bila serangan mengelilingi lingkar batang
maka akan tumbuh tunas-tunas baru yang disebut epicormic branches
diikuti dengan kematian tajuk di bagian atas yang kena infeksi. Bila kanker
yang terbentuk agak besar dan terbuka, maka kayu di bagian tersebut agak
repuh, sehingga mudah patah oleh angin. Di dalam siklus hidupnya, C.
salmonocolor mengalami empat stadia, yaitu stadium sarang laba-laba
(cobweb), bintil steril (sterile pustule), sempura (perfect/sexual corticium)
dan tak sempurna (imperfect/asexual/necator).
6. Penyakit Mati Kulit Hitam (black cancer) Mati kulit menghitam
disebabkan pada tanaman akasia oleh Phytophthora palmivora. Gejala
penyakit ini adalah keluarnya cairan berwarna hitam dari kulit pohon. Bila
kulit batang yang terserang tersebut dikupas maka akan nampak kayunya
yang berwarna lebih gelap. Kulit kayu yang terserang mengeluarkan bau
yang khas.
7. Lapuk Batang Pohon Lapuk Kayu Teras (LKT) seringkali diartikan sebagai
pembusukan yang terjadi pada pohon yang masih hidup terutama pada
bagian batang dan tidak termasukyang terjadi pada pangkal batang atau
akar. Adapun busuk pada kayu gubal pada umumnya terjadi pada pohon
yang sudah mati atau sudah ditebang. Pada tanaman akasia LKT disebabkan
oleh Phellinus noxius, Rigidoporus hypobrumeus dan Tinctoporellus
epimiltinus.
8. Penyakit pada Akar. Busuk akar pertama kali dilaporkan dalam tahun 1908
menyerang tanaman jati, tetapi jamur penyebabnya pada waktu itu belum
dideterminasi. Dalam tahun 1959 sekitar 50 persen tanaman P. merkusii
yang berumur 3 tahun di daerah Jember, Propinsi Jawa Timur telah mati
disebabkan penyakit busuk akar. Penyakit ini disebabkan oleh Fomes
noxius. Dalam tahun 1975 tanaman P. merkusii lainnya yang juga berumur
3 tahun di daerah Surakarta, Propvinsi Jawa Tengah telah dilaporkan
diserang penyakit busuk akar (root rot). Bentuk badan buah yang ditemukan
leher akar dari tanaman yang sakit menyerupai Poria sp. Penyakit akar
yang disebabkan oleh Leptoporus lignosus (klot). Terdapat pada
bermacam-macam jenis dan daun lebar (hardwood) seperti Tectona grandis,
Altingia exelsa Norona, dan Michelia velutina B1. Bermacam-macam jenis
pohon hutan juga dapat diserang oleh Armilaria mellea Vahl. A. mellea,
adalah cendawan penyebab busuk akar pada berjenis-jenis tanaman
kehutanan. Cendawan ini disebut juga cendawan madu (Honey
mushroom) tersebar di seluruh dunia. Biasanya menyerang pohon-pohon
yang lemah. Daun menjadi kuning, kemudian rontok, mula-mula cabang
dan pucuk yang mati. Pada pohon-pohon yang terserang biasanya terddapat
basidiocarp (kepingan cendawan) berbentuk kipas pada kulit kayu atau pada
kayu yang lapuk dan terdapat rhizomorph (jaringan miselium) berwarna
hitam diantara kayu dan kulit dipermukaan akar atau di atas tanah.
d. Nematoda
Nematoda adalah sejenis binatang yang sangat kecil, berbentuk silindris seperti
cacing, hidup secara saprofit di dalam air atau tanah atau secara parasit pada
tumbuhan atau binatang. Nematoda dipelajari dalam ilmu penyakit hutan karena
gejala yang ditimbulkan adalah sama dengan penyakit yang disesbabkan oleh
serangan pathogen. Tipe Nematoda:
1. Nematoda saprofit, ukurannya kecil, mempunyai lubang mulut untuk memakan
bahan-bahan organik dan menelannya ke dalam perutnya.
2. Nematoda parasit, pada binatang besar, ukurannya bervariasi, mempunyai alat
penghisap (stylet) untuk mengisap caira sel di dalam tubuh inangnya.
3. Nematoda predator pada binatang-binatang kecil yang tidak bertulang belakang
di dalam tanah, mempunyai mulut yang bergerigi.
4. Nematoda parasit pada tumbuhan, panjangnya antara 0,5-2,5 mm, mulutnya
tajam berbentuk ujung tombak dan mempunyai alat mulut pengisap. Ada dua
macam alat pengisap pada nematoda parasit tumbuhan, yaitu stomatostylet dan
odontostylet yang dimiliki oleh nematoda lebih besar.
Berdasarkan cara makannya, nematoda parasit dibagi atas dua kelompok,
yaitu:
a) Nematoda ektoparasit adalah nematoda yang melukai dinding sel,
mengisap makanan atau cairan sel dengan styletnya dan hidup berpindah-
pindah dari inang satu ke inang lainnya.
b) Nematoda endoparasit adalah nematoda yang tetap tinggal di dalam
inangnya di bagian tumbuhan tempat pertama kali masuk, mengisap
makanan dan akan pindah ke bagian (sel) lainnya kalau bagian (sel)
pertama mati

Gambar 3.Contoh Nematoda Pratylenchus sp (Cummings, 2002).


Cara nematoda menyerang tumbuhan, Stylet digunakan untuk menusuk dinding
sel tumbuhan, cairan ludahnya disemprotkan ke dalam ruang sel dan cairan sel diisap
masuk ke dalam perut melalui stylet. Nematoda biasanya menyerang akar dan umbi-
umbian, sehingga tumbuhan dapat terganggu pertumbuhannya. Serangan itu
menyebabkan luka-luka pada tempat serangan dan menjadi tempat masuknya jamur
atau bakteri. Nematoda dapat juga menjadi vektor virus. Penyakit noda cincing (ring
spot) pada daun aspen disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui namatoda
Xiphinema americanum. Ada nematoda parasit yang memparasiter jamur mikoriza
pada akar, yaitu Hyplolaimus galeutus sehingga mengakibatkan menurunnya
pertahanan tumbuhan terhadap patogen dan penyerapan air serta makanan dari dalam
tanah.
Gejala Serangan Namatoda Serangan nematoda mengakibatkan pertumbuhan
tanaman terhambat, daun-daun menguning, ukuran daun tidak normal, gugur daun
sebelum waktunya, mudah layu dalam musim kering, percabangan akar berlebihan
seperti akar serabut, kerusakan (luka-luka) pada akar dan pembengkakan tempat
serangan. Contoh penyakit yang disebabkan oleh nematoda:
1. Nematoda bengkak akar (root knot nematode), ada 100 jenis pepohonan konifer
dan berdaun lebar merupakan inang nematoda Meloidogyne spp yang
menyebabkan bengkak akar. Akar-akar yang diserang dinding selnya rusak dan
inti sel yang masih tinggal membelah diri menjadi sel-sel yang lebih besar
ukurannya dari sebelumnya sehingga akar membengkak. Meloidogyne spp
merupakan nematoda endoparasit yang menetap dimana ia pertama kali masuk
dalam akar. Telurnya bersifat partenogenesis dan diletakkan dimana ia berada.
2. Nematoda belati (dagger nematode) Nematoda belati dari spesies Xiphinema
spp adalah nematoda yang sangat besar, minimal 10 kali lebih besar daripada
nematoda jenis lainnya, tipe mulutnya adalah odontostylet dengan lubang
cukup besanyang memungkinkan virus dapat masuk sewaktu dia sedang
mengisap cairan tumbuhan. Stomatostylet yang dimiliki oleh nematoda jenis
lain tidak cukup untuk masuknya virus. Nematoda belati adalah nematoda
ektoparasit yang kalau dalam jumlah kecil saja dapat menyebabkan kerusakan
berat pada akar.
3. Nematoda penyebab akar pendek (stubby root nematode) Nematoda ektoparasit
ini menyerang banyak jenis tanaman pertanian dan jenis-jenis pinus. Serangan
pada akar mengakibatkan akar menjadi gemuk dan memendek, semai tidak
dapat berkembang dengan baik, daun-daun mengecil sehingga pertumbuhan
bagian atas terhambat (kerdil), penyebabnya adalah Tricodorus christei.
4. Nematoda luka (lession nematode), Pratylencus sp merupakan nematoda
pennyebab luka dan termasuk endoparasit. Pratylencus sp dapat berpindah-
pindah sehingga yang diakibatkan lebih banyak.
5. Nematoda pemakan kayu Pinus (pine wood nematode) Bursaphelenchus
lignicolus merupakan nematoda pemakan kayu pinus yang ditemukan di
Amerika dan Jepang terutama pada pinus merah (Pinus densiflora) dan pinus
hitam (P. thunbergii). Nematoda ini menyerang pucuk pinus. Vektornya adalah
adalah sejenis kumbang Monochamus alternatus dari famili Cerambycidae yang
melukai kulit pohon sehingga nematoda dapat masuk. Ribuan nematoda dapat
ditemukan pada tubuh kumbang ini baik di dalam maupun di luar tubuhnya.
Nematoda dapat cepat menyebar melalui pembuluh resin pohon Pinus dan
sambil menyerang sel-sel epitel disekitarnya. Gejala yang dapat terlihat adalah
berkurangnya produksi getah dan diikuti menguningnya daun-daun, layu dan
akhirnya pohon mati. Pinus putih (P. albicaulis) dan P. banksiana sangat
resisten terhadap nematoda ini.
2.3.3 Faktor Makroorganisme
a. Kerusakan yang disebabkan oleh binatang vertebrata selain binatang ternak
Margasatwa merupakan salah satu sumber alam yang dapat memberikan hasil
keuntungan disamping nilai ilmiah dan nilai lain yang sangat penting, tetapi dalam
buku ini ditinjau dari sudut “Perlindungan Hutan“ dan bukan dari sudut manajemen
Margasatwa. Uraian disinipun ditujukan pada hutan untuk produksi kayu, tidak
termasuk hutan-hutan yang memang khusus dipergunakan untuk perlindungan
margasatwa, rekreasi, berburu dan lain-lainnya. Dalam keadaan jumlah yang normal,
margasatwa relatif sangat kecil bila dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh:
serangga, jamur, kebakaran hutan dan penggembalaan ternak di hutan. Kerusakan
dapat terjadi pada (Mardji, 2007):
1. Daun-daun dari pohon
2. Pucuk dan tunas pohon
3. Kulit pohon
4. Batang pohon
5. Pesemaian dan anakan pohon
6. Biji dan buah
7. Kerusakan tak langsung akibat luka pohon yang ditimbulkan (infeksi hama dan
penyakit).
Beberapa negara ada yang memiliki jenis binatang yang dapat menumbangkan
pohon dengan menggerek batang-batang pohon sampai putus. Margasatwa dan
pohonpohon di hutan hidup bersama merupakan suatu masyarakat dimana masing-
masing mempunyai hubungan yang erat. Tindakan manusia pada salah satu
diantaranya akan mempengaruhi yang lainnya. Misalnya aktivitas manusia dalam
penebangan atau suatu pemeliharaan akan mempengaruhi kehidupan dan jumlah atau
populasi margasatwa, yang berarti pula dapat berubah menjadi kerusakan hutan yang
disebabkan oleh margasatwa. Tiap-tiap daerah atau negara mempunyai bermacam-
macam jenis margasatwa yang berbeda. Di Indonesia pada umumnya kerusakan hutan
ditimbulkan oleh rusa, bajing, tikus, babi, kelinci, dan burung (Mardji, 2007).
a) Rusa: kerusakan yang ditimbulkan mirip dengan kerusakan yang disebabkan
penggembalaan dari kambing dan biri-biri, walaupun makanan tidak sama.
Kirakira 60 % dari makanan rusa juga disukai oleh kambing dan biri-biri. Rusa
juga sangat merugikan pada tanaman-tanaman muda dan anakan-anakan
b) Bajing: kerusakan yang ditimbulkan bajing ialah pada biji, buah, pucuk, tunas,
dan kulit pohon. Binatang ini hidup dipohon bagian atas, bajing dapat berguna
didalam penyebaran biji, karena sering membawa buah ketempat yang agak
jauh dari pohonnya dan menyembunyikan di tanah berarti biji buahpun akan
dapat tumbuh.
c) Tikus: binatang ini juga merusak biji-biji dan mengerat kulit dari anakan dan
tanaman muda sampai mati. Bagian yang dirusak biasanya yang dekat dengan
tanah terutama yang berada didalam tutupan serasah. Beberapa daerah
mempunyai jenis tikus yang hidup dipohon bagian atas. Tikus-tikus menyukai
hutan yang mempunyai tanaman penutup tanah dan serasah yang lebat. Biji
dalam persemaian atau tempat-tempat perkecambahan sering mendapat
gangguan dari tikus.
d) Babi: sering merusak biji, buah, akar-akar pohon, anakan dan tanaman-tanaman
muda. Sistim penanaman tumpangsari terutama yang menggunakan ketela
rambat (ubi jalar) dan ketela pohon (ubi kayu) sering memanggil datangnya
babi hutan.
e) Kelinci: kerusakan akan terjadi pada pucuk dan tunas, tanaman muda,
cabangcabang kecil, batang dan kulit pohon. Sering mengerat pohon sampai
menimbulkan kematian.
f) Burung: burung-burung sebenarnya lebih banyak menimbulkan akibat yang
menguntungkan daripada yang merugikan. Akibat yang menguntungkan
misalnya di dalam hal menyebarkan biji pohon, memakan serangga-serangga
yang merugikan hutan dan memakan binatang lainnya seperti bajing, tikus, dan
kelinci yang juga banyak menimbulkan kerusakan pada hutan. Kerusakan yang
ditimbulkan burung adalah karena makan biji, buah, pucuk pohon. Beberapa
jenis burung sering melubangi pohon untuk tempat tinggal, atau mematuk-
matuk pohon untuk mencari makanannya. Pencegahan dan pemberantasan yang
dapat dilakukan ialah dengan mengatur habitat burung, terutama makanannya
sehingga populasi burung tersebut dapat dijaga agar tidak terlalu banyak atau
terlalu sedikit. Usaha ini mencakup:
1) Membuat perangkap atau jerat
2) Memberi umpan yang diberi racun
3) Mengatur predator atau binatang yang memakan burung hama
4) Mengadakan pemburuan
Semua tindakan tersebut harus diatur baik-baik dan segera dihentikan bila
populasi burung menjadi normal kembali. Khusus untuk burung-burung
biasanya jarang diusahakan mengurangi jumlahnya, tetapi hanya melindungi
bagian yang dirusak misalnya biji dan tanaman muda. Pembuatan pagar-pagar
penghalang merupakan cara perlindungan yang baik tetapi biayanya sangat
mahal (Mardji, 2007).
b. Serangga
Serangga adalah merupakan faktor biologis yang paling banyak menyebabkan
kerusakan pada hutan, sehingga di dalam pengertian hama hutan yang paling banyak
dibicarakan adalah serangga. Dengan demikian ilmu hama hutan sering pula disebut
sebagai ilmu serangga hutan (Forest Entomology). Forest Entomology adalah
merupakan cabang dari ilmu biologi yang secara khusus mempelajari pengaruh
serangga terhadap hutan dan hasil hutan. Pandangan utama dari seorang ahli serangga
hutan terutama ditekankan pada pertimbangan ekonomis, yakni mencegah kerusakan
hutan dan hasil hutan dari serangan serangga. Dalam ilmu ini akan dipelajari antara
lain sifat-sifat keadaan lingkungan dan reaksi fisik dari serangga hutan, sebab dengan
demikian aktifitas serangga dapat dikendalikan (Suratmo, 2002).
Tetapi disamping itu juga harus mengerti tentang hutan misalnya sejarah dan
kebutuhan setiap individu spesies pohon, reaksinya terhadap lingkungan dan sifat-
sifat yang membuat hutan tersebut peka atau resisten terhadap serangga perusak.
Dengan demikian maka seorang ahli serangga hutan sebaiknya memiliki pengetahuan
tentang serangga dan hutan. Diantara serangga, ada yang secara langsung merusak
hutan dan hasil hutan, tetapi ada juga yang hanya bersifat predator dan parasit
terhadap serangga perusak. Disamping itu ada pula jenis serangga yang tidak
termasuk parasit dan predator tetapi mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam hutan. Sebagai contoh yakni adanya jenis-jenis serangga yang hidup pada
pohon atau di bawah hutan yang sangat membantu proses pelapukan sisa-sisa kayu
yang ada dalam hutan. Jenis serangga ini mempunyai peranan yang sangat penting
dalam hutan, tetapi kurang memperoleh perhatian sehingga kurang sekali diketahui
aktifitasnya (Suratmo, 2002).
1. Peranan Serangga Dalam Hutan
Setiap fase pertumbuhan kayu, mulai dari biji sampai pada produksi terakhir
selalu terancam problema serangga secara terus-menerus. Bahkan sebelum biji
dipungut sudah ada kemungkinan diserang oleh serangga perusak tertentu,
terutama sekali dari golongan ngengat, kumbang dan tawon. Serangan ini kadang-
kadang berlangsung terus sampai pada tempat-tempat penyimpanan biji.
Persemaian sering dirusak oleh serangga perusak daun atau oleh serangga perusak
akar. Pohon-pohon pada tingkat sapling kadang-kadang diserang oleh serangga
perusak daun, penggerek batang, pengisap cairan, tetapi biasanya pohon-pohon ini
lebih tahan terhadap serangan (Tarumingken, 2005).
Periode pertumbuhan pohon yang dianggap paling resisten terhadap serangan
serangga yakni antara tingkat seedling sampai pada masak tebang.Penggerek kulit
dan serangga perusak daun biasanya berkembang cepat pada pohon-pohon yang
sudah melewati umur masak tebang. Pada akhirnya pohonpohon yang sudah mati
atau ditebang segera akan menjadi sasaran oleh seranggaserangga perusak.
Demikian banyaknya jenis-jenis serangga yang merusak pohon-pohon dan hasil-
hasil hutan lainnya, sehingga sangat sulit bagi seorang pengelola hutan untuk dapat
menghindari problema serangga ini.Bahkan sampai pada penjual kayu selalu
direpotkan oleh adanya serangga perusak.Juga pada pabrik-pabrik kayu, pulp dan
industri kertas problema serangga selalu ditemukan secara terus menerus
(Tarumingken, 2005).
2. Timbulnya Serangan Hama pada Hutan
Persoalan hama dan penyakit bukanlah melulu persoalan Entomologi atau
Mikologi, tetapi merupakan persoalan yang cukup kompleks yang menyangkut
semua faktor-faktor yang ikut membentuk masyarakat hutan. Semua faktor baik
faktor organik maupun faktor non organik, mempunyai kedudukan yang sama dan
harus mendapat perlakuan yang sama pula. Dalam hutan alam dimana kedudukan
biologis masih terdapat seluruh faktor yang membentuk masyarakat hutan baik
faktor organik maupun yang bukan organik berada dalam kekuatan yang
seimbang. Diantara semua faktor tersebut setiap saat terjadi persaingan dalam
usaha untuk menjadi faktor yang dominan dan dengan adanya persaingan maka
timbul seleksi alami. Misalnya pohon sebagai faktor organik mengalami seleksi
alami yang terus menerus sehingga akan menghasilkan jenis pohon-pohon yang
kuat dan cocok untuk daerah lingkungan tertentu, seleksi alami dimulai dari biji
dimana biji yang berasal dari pohon yang cukup tua dan sehat akan tumbuh
menjadi pohon yang baik (Tarumingken, 2005).
Keseimbangan semua faktor dalam masyarakat hutan alam dan terjadinya
seleksi alami secara terus menerus, menyebabkan hutan resisten terhadap serangan
hama dan penyakit. Apabila hutan alam dikonversi menjadi hutan industri maka
timbullah problema hama hutan. Hutan industri apapun juga alasannya, merupakan
suatu kegiatan hasil manusia sebagai faktor ekologi yang dominan konversi hutan
alam menjadi hutan industri menyebabkan timbulnya kegoncangan-kegoncangan
dalam keseimbangan biologis. Setiap perubahan yang dilaksanakan dalam suatu
lingkungan dan setiap usaha untuk mempengaruhi lingkungan memerlukan
perubahanperubahan atau usaha-usaha lebih lanjut untuk menciptakan timbulnya
keseimbangan baru dalam hutan. Sebelum keseimbangan baru dapat dicapai
biasanya terjadi kerusakankerusakan atau kerugian-kerugian yang sebagai akibat
daripada peluapan populasi suatu jenis serangga tertentu. Misalnya pada keadaan
lingkungan yang memungkinkan dimana parasit dan predator tidak ada atau minim
sekali, suatu jenis serangga dapat beranak dalam jumlah yang besar sebagai
akibatnya akan merusak kayu dalam jumlah yang besar pula, sehingga
menimbulkan kerugian yang secara ekonomis berarti. Pada tingkat kerugian yang
ekonomis inilah yang disebut terjadinya serangan hama (Mardji, 2007).
3. Sistematik dan Morfologi Serangga
Sebelum mempelajari problematika hama, perlu diketahui sistematik dan
tandatanda serangga agar jenis-jenisnya dapat dikenal. Serangga (Insekta atau
Hexapoda) tergolong dalam Phylum Arthropoda (Arthror = buku-buku, podos =
kaki), kelas Hexapoda (Hexa = enam), tanda-tanda utama daripada kelas
serangga ialah: kaki 6 buah, (3 pasang), tubuh beruas-ruas, mata majemuk
(faset), tubuh terdiri atas kepala, dada (thoraks) dan badan (abdomen): toraks 3
ruas masing-masing ruas berkaki sepasang, serangga dewasa (imago) umumnya
bersayap, dua pasang pada ruas-ruas kedua dan ketiga dari dada. Ordo-ordo yang
penting ialah: Orthoptera, Isoptera, Hemiptera, Coleoptera, Lepidoptera (Mardji,
2007):
a) Orthoptera, bangsa belalang, walang kayu, jengkerik. Sayap-sayapnya
lurus, tipe mulut menggigit dan mengunyah. Berkembang biak dari telur
menjadi nimfa (serangga muda) kemudian menjadi imago (serangga
dewasa).
b) Isoptera, bangsa rayap. Kedua pasang sayapnya sama besar dengan textur
yang sama pula, (Iso = sama). Metamorfose hemimetabola. Termasuk
serangga sosial yang hidup dalam koloni dengan pembagian tugas-tugas
yang sempurna. Tipe mulut menggigit dan mengunyah.
c) Hemiptera, bangsa kepik-kepik, kutu-kutu daun dan lain-lain. Sebagian
sayap depannya menebal (hemi = separuh), sayap belakang seperti selaput.
Tipe mulut menusuk dan mengisap. Metamorfose hemimetabola.
d) Hymenoptera, bangsa lebah, kerawai dan semut. Bersayap seperti selaput
(Hymeno = dewa perkawinan), tipe mulut menggigit dan mengunyah.
Metamorfose sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya berturut-
turut dari telur, ulat (larva), pupa (kepompong) dan imago (dewasa).
e) Coleoptera, bangsa kumbang-kumbang. Sayap depan mengeras (Coleos =
seludang), menutupi sayap belakang yang tipis. Tipe mulut menggigit dan
mengunyah. Metamorfose sempurna (holometabola).
f) Lepidoptera, bangsa kupu-kupu dan ngengat. Sayap berlapis sisik-sisik halus
seperti tepung, (Lepidos = sisik). Metamorfose sempurna.
g) Diptera, bangsa lalat, sayap terdiri dari satu pasang. Metamorfose sempurna.
Disamping sifat-sifat morfologi seperti di atas perlu diketahui beberapa
pengetahuan biologi. Berbeda dengan binatang bertulang belakang (Vertebrata),
serangga tidak mempunyai tulang belakang. Sebagai penunjang badan terdapat
rangka luar yang berupa kulit dari bahan chitin. Oleh karena chitin ini bersifat
tidak fleksibel ia seringkali harus diganti apabila badan serangga bertambah besar.
Hal inilah yang disebut ekdisis (pergantian kulit), yang biasanya terdapat pada
stadium larva dan nimfa. Tubuh serangga dapat dibagi atas tiga bagian besar yaitu:
Kepala (caput), dada (thorax) dan badan belakang (abdomen). Pada kepala
terdapat sepasang antena, sepasang mata majemuk (faset), sebuah mata tunggal
dan alat-alat mulut.Dada terdiri dari tiga ruas, pada tiap-tiap ruas terdapat sepasang
kaki.Serangga dewasa (imago) biasanya bersayap sepasang, masing-masing
terdapat pada ruas thorax kedua dan ketiga.Pada tiaptiap sisi ruas daripada thorax
dan abdomen terdapat sebuah lubang napas yang disebut spirakel (stigma) (Mardji,
2007).
4. Bentuk Kerusakan Yang Disebabkan Oleh Serangga
Bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu hama pada pohon atau
tegakan hutan dapat dibagi sebagai berikut (Suratmo, 2002):
1) Kerusakan langsung
a) Mematikan pohon
b) Merusak sebagian dari pohon
c) Menurunkan kualitas hasil-hasil hutan
d) Menurunkan pertumbuhan pohon/tegakan
e) Merusak biji dan buah
2) Kerusakan tak langsung
a) Merubah suksesi atau komposisi tegakan
b) Menurunkan umur tegakan
c) Menimbulkan kebakaran
d) Mengurangi nilai keindahan (estetis)
e) Membawa penyakit
Semua bagian dari pohon yaitu dari akar, batang, daun sampai buah dan bijinya
dapat diserang hama. Semua tingkat umur pohon / tegakan dari mulai biji disemai,
kecambah, tanaman persemaian sampai pohon sudah tua atau masak tebang selalu
ada kemungkinan untuk dapat dirusak oleh hama. Berdasarkan hal tersebut di atas,
maka hama hutan dapat dibagi sebagai berikut (Suratmo, 2002):
a. Hama buah dan biji.
Caryborus spp Jenis-jenis Caryborus (Fam. Bruchidae ordo Coleoptera)
merupakan hama biji dari jenis-jenis leguminosa. Caryborus ganagra menyerang
biji Bauhinia malabrica dan klampis (Acacia tomentosa) dan jenis-jenis Cassia.
Larvanya kecil, melengkung berwarna putih kekuning-kuningan mencapai panjang
8 mm. Kumbang (imago) panjang 6-5 mm, kelabu kecoklat-coklatan. Telur-telur
diletakkan pada buah yang masih muda. Segera setelah telur menetas, larva
menggerek masuk kedalam polong.Pupa terbentuk didalam polong kemudian
imagonya menggerek keluar.
Ctonomerus lagerstroemiae sejenis kumbang belalai (Fam. Curculionidae,
ordo Coleoptera) menyerang wungu (Lagestroemia speciosa). Alcides hopeae,
A. crassus dan A. shorea merupakan hama buah-buah meranti
(Dipterocarpaceae), termasuk juga kumbang Curculionidae. Dichocrocis
punctiferalis (Fam. Pyralidae ordo Lepideptera), ulat-ulatnya menyerang bunga
dan buah jarak (Ricinus communis), Ploso (Butea monosperma), jati dan lain-
lain. Ulat mencapai panjang 15 mm, kuning coklat kemerah merahan pada
bagian punggung. Kupu-kupunya kecil, lebar, bentangan sayap 1¾ - 2½ cm.
Tirathaba ruptilinea (Fam. Pyralidae) menyerang buah jarak, durian dan sawo.
Catoremna albicostalis (Fam. Pyralidae) menyerang buah-buah
Dipterocarpaceae.
b. Hama-hama persemaian
Semut-semut (Fam. Formicidae, ordo Hymenoptera), sering kali melarikan
biji yang disemai.Gangguan oleh semut dapat dicegah dengan membuat selokan
sekeliling persemaian (bila tersedia air) atau dengan mengadakan penyemprotan
dengan dieldrin dan lain-lain.Jenis-jenis belalang (Fam. Achrididae dan
Locustidae) biasa memakan daun-daun dari tanaman muda.Hama belalang
sukar diberantas karena mereka berpindah-pindah tempat. Pemberantasan yang
efektif dilakukan pada persemaian ialah dengan jalan mekanis (menangkap).
Gangsir (Gryllus sp dan Brachyrypes) dan anjing tanah (Grylloptalpa africana
dan Hirsuta) hidup dalam lubang-lubang dalam tanah, pada malam hari keluar
dan menyerang tanaman muda dipersemaian. Bagian yang diserang adalah
leher akar Agrotis spp (Fam. Noctuidae, ordo Lepidoptera) adalah jenis-jenis
ulat tanah yang sangat merugikan. Mereka menyerang pada malam hari dengan
jalan menggerek leher akar yang menyebabkan kematian tanaman muda.
Pemberantasan ialah dengan jalan mekanis (menangkap kupu-kupunya dengan
lampu pada malam hari) dan membuat selokan-selokan isolasi.
c. Hama-hama batang dari tanaman muda
Xyloborus fernicatus (Fam. Scolytidae, ordo Coleoptera) adalah jenis-jenis
kumbang-kumbang kecil yang menggerek dalam batang kesambi, sonokeling.
Panjang kumbang + 2 mm. Jenis-jenis Xyloborus mula-mula menggerek dari
kulit. Xyloborus morsattius, menyerang mahoni, kayu ulin (Eusidoroxylon
zwagerii), jati, kemelandingan, dan kesambi. Panjang kumbang +1½ mm.
Monohammus rusticator (Fam. Corambycidae, ordo Coleoptera) merupakan
hama penggerek jati (boktor). Panjang lubang gorok mencapai 20 cm dan
masuk ke dalam sampai empulur. Kumbang (imago) terbang keluar melalui
lubang yang lebarnya 1 cm. Panjang kumbang 2½ cm, berwarna kelabu.
d. Hama-hama pengisap
Sebagian besar hama-hama pengisap (mengisap daun dan kulit batang-
batang muda) adalah serangga-serangga dari ordo Hemiptera, famili Corlidae,
Tingidae, Capsidae, Pontatomidae. Serangga-serangga ini mengisap cairan
daun dan batang dan menyebabkan pohon menjadi kerdil dan kadang-kadang
pula terjadi kelainan-kelainan dalam pertumbuhan. Kepik-kepik yang penting
ialah Anoplocnemis phasiana pada jenisjenis Leguminosa (Cassia spp, Albizzia
spp dan Tessarotoma yavanica pada kosambi. Jenis-jenis kutu daun Cocoidae
dan Alcurodidae sangat mengganggu tanaman-tanaman muda, karena
menyebabkan pertumbuhan yang lambat, tumbuh lengkung, pembengkakan-
pembengkakan pada pucuk dan lain-lain.Jenis-jenis kutu banyak yang hidupnya
polifago (berinang banyak).
e. Hama Daun
Hyploea puera (Fam. noctuidae, ordo Lepidoptera) hama daun jati
menyerang mulai pada permulaan musim hujan. Larva-larva muda mula-mula
hanya memakan daundaun muda. Lambat laun ke larva makan daun tua juga
sehingga menyebabkan kegundulan. Penyerangan yang berarti terjadi pada
bulan-bulan pertama dan kedua dari musim hujan. Pupa (kepompong) terbentuk
pada bulan Desember. Pupa-pupa ini berada di tanah diantara daun-daun dan
serasah. Pada bulan Oktober berikutnya kupu-kupu keluar dan menyebarkan
infeksi. Ulat pada instar terakhir + 35 mm, bagian punggung berwarna ungu
tua, di bawah berwarna hijau. Hama ini juga menyerang laban (Vitex
pubescens) Pyrausta machoeralis (Fam. Pyralidae) merupakan hama daun dari
jenis Verbenaceae, termasuk jati. Valanga nigricarnis dan Patangga siccinata
adalah jenisjenis belalang dari famili Acrididae, ordo Orthoptera yang sangat
mengganggu daun bermacam-macam tanaman kehutanan dan pertanian.
1. Attacus atlas (Fam. Saturniidae, ordo Lepidoptera) ialah jenis kupu-kupu
atlas yang ulatnya seringkali menggundulkan pohon-pohon dadap,
rasamala, dan tanamantanaman lain.
2. Eurema blanda dan Eurema hecabe (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera)
mengganggu tanaman Albizia falcata terutama tanaman muda di
persemaian karena dapat menyebabkan gangguan tumbuh sebagai akibat
habisnya daun. Kupu-kupunya berwarna kuning, terbang aktif pada siang
hari.
3. Catopsila crocale (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera) yaitu kupu-kupu
putih yang ulatnya dapat menggunduli tanaman-tanaman Cassia spp
(Fistula dan Siamea).
Psychidae, ordo Lepidoptera adalah keluarga ulat-ulat kantong.Pohon-pohon
hutan yang sering diganggu oleh Psychidae ialah Pinus merkusii, segawe dan
lain-lain. Milionia basalis (Fam. Geomtridae), sejenis ulat jengkal yang
merupakan hama Pinus merkusii. Panjang ulatnya 4 cm, warna hitam dengan
garis-garis kuning, kepompong terbentuk dalam tanah dan terbungkus dalam
kokon.Sangat mengganggu persemaian Pinus. Hypsipyla robusta (Fam.
Pyralidae, ordo Lepidoptera) merupakan hama pucuk dan daun dari jenis-
jenis mahoni Swietenia mahagoni dan Swietenia macrophylla sangat berbahaya
(mahoni daun kecil), karena intensitas penyerangannya pada jenis ini lebih
besar. Ulatnya berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam pada instar
terakhir menjadi biru kehijauan, panjang 2-3 cm. Lebar kupu-kupu (bentangan
sayap) 2½ cm.
f. Hama Cabang
Zeuzera cafeae (Fam. Cossidae, ordo Lepidoptera) adalah penggerek cabang
yang sangat folifaga (berinang banyak), pada jati, laban, kesambi, cemara
(Casuarina spp), damar (Agathis spp) kayu sandal (Santalun album) dan lain-
lain. Disebut juga penggerek cabang berwarna merah, karena larvanya
berwarna merah.Serangganya menyebabkan lubang-lubang gerek pada batang,
kematian/kerusakan cabang dan kematian tanaman muda.Ulatnya berwarna
kemerah-merahan, panjang 3 - 5 cm. Kupu-kupu bersayap putih dengan bintik-
bintik hitam yang berkilap logam.
g. Hama-hama Batang
Duemnitus ceramicus (Fam. Cissidae, ordo Lepidoptera) oleng-oleng
menyebabkan lubang-lubang gerek selebar 1-1½ cm. Panjangnya .20-30 cm,
melengkung, dinding lubang berwarna hitam, kadang-kadang dengan lapisan
kapur. Kerusakan-kerusakan ini terdapat pada hutan-hutan jati di seluruh Jawa
dan tanda kerusakan tersebut dapat dilihat pada kayu-kayu di TPK. Kupu-kupu:
panjang 4-8 cm, bentangan sayap 8-16 cm, berwarna kecoklatan. Larva:
panjang 8 cm, lebar 1,5 cm. Telur-telur diletakkan pada celah-celah kulit.
Pohon-pohon muda yang terserang kadangkadang menimbulkan gejala-gejala
pembengkakan pada batang.Pada pohon tua, tandatanda serangan sukar diamati
karena seranggaini tidak mengeluarkan ekskeremen di luar batang. Adanya
lubang-lubang gerek ini sangat menentukan kualitas batang.
Neotermes tectonae, (Fam. Kalotermitidae, ordo Isoptera), inger-inger
rangas jati. Tanda seranggannya ialah adanya bengkak-bengkak (gembol) pada
batang. Gembol gembol ini dapat terbentuk pada ketinggian 2-20 m dari tanah,
merupakan sarang rangas (rayap) jati. Di dalam sarang tersebut terdapat lubang-
lubang yang bentuknya tidak teratur pada umumnya memanjang batang
(longitudinal).Sebuah sarang berisi koloni Neotermes yang terdiri dari individu-
individu pekerja, prajurit dan reproduktif pengembang biakan raja/ratu, yang
jumlahnya berpuluh sampai beratus ribu ekor.Pembengkakan batang terjadi
sebagai reaksi kambium, karena rangsangan yang disebabkan oleh serangan.
Dapat pula disebabkan sebagai akibat gangguan aliran air dan garam-garam dari
akar ke atas. Akibat gangguan dari pada serangan inger-inger pertumbuhan
pohon menjadi kerdil dan dalam keadaan serangan hebat mengakibatkan
kematian pucuk.
Infeksi pertama terjadi pada bekas-bekas patahan cabang, dan luka-luka pada
batang. Pencegahan serangan: menghindari kerusuhan-kerusuhan pada waktu
penjarangan menebang pohon-pohon yang telah diserang (bergembol).
Xylaborus destruens (Fam. Scolitidae, ordo Coleoptera), penggerek batang jati.
Kumbang-kumbang kecil (bubuk) menyebabkan lubang-lubang kecil
(pinpholes) selebar 1-2 mm. Hama ini juga disebut kumbang-kumbang
“ambrosia“ karena mereka membawa spora-spora jamur ambrosia untuk
dipelihara sebagai makanannya. Jamur-jamur ambrosia yang hidup dalam liang
gerek Xylaborus merupakan makanan larva-larvanya. Serangan Xylaborus
biasanya berhubungan dengan pemeliharaan tegakan. Apabila terdapat banyak
tumbuhan liar, penjarangan yang terlambat dan lain-lain, hal yang
menyebabkan gangguan tumbuh maka serangan Xylaborus sangat mudah
terjadi.
Zeuzera indica, merupakan penggerek (Fam. Cossidae) yang menyerang
kayu-kayu pasang (Quercus spp), Magnoliaceae, Lauraceae. Rupa ulatnya
hampir sama dengan Zeuzera Coffeae, hanya sedikit lebih besar. Platypus
solidus (Fam. Platypodidae, Ordo Coleoptera) sejenis kumbang ambrosia,
menggerek batang Acasia decurrens. Xystrocera festiva (Fam. Cerambycidae,
ordo Coleoptera), menyerang tanaman Albizzia falcata di Jawa.Larva
menggerek ke atas ke dalam batang, panjang larva mencapai 5 cm. Tanda-tanda
serangan terlihat pada batang oleh jatuhnya bagian-bagian dari kulit, lubang-
lubang gerek yang berbentuk oval. Pada permulaan serangan terdapat bagian-
bagian yang berwarna hitam pada kulit dan serbuk-serbuk gerek yang
dikeluarkan melalui lubang-lubang kecil.
h. Hama Akar
Phassus damar (Fam. Hepialidae, ordo Lepidoptera), uter-uter. Ulatnya
sangat polifage antara lain pada jati, rasamala. Panjang ulat: 6-7½ cm, lebar
bentangan sayap 79 cm berwarna coklat kelabu.
2.4. Akibat Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan yang terjadi memberikan akibat yang nyata bagi kehidupan
manusia. Sekarang orang merasakan betapa pentingnya menjaga dan memelihara
hutan karena begitu banyak bencana yang terjadi akibat kelalaian dan keserakahan
manusia.Hutan diperlakukan semena-mena tanpa memikirkan dampak dan akibatnya
ketika hutan menjadi rusak. Menjaga dan memelihara hutan dampaknya bukan saja
untuk saat ini tetapi untuk masa depan anak dan cucu. Kerusakan hutan yang terjadi
memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan sekitar
(Darusman, 2013).
Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal
hutan karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan
ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi.
Studi CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab
perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan,
transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri
perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok
profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum.
Pembukaan areal hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai
salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat
beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan
hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologisdi areal tersebut. Beberapa jenis
satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai habitatnya akan berpindah mencari
tempat hidup yang lebih sesuai. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit
pada areal hutan tropis merupakan salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan
berdampak negatif terhadap emisi gas rumah kaca.
Terganggunya sistem hidro-orologis akibat kerusakan hutan. Banjir pada
musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau merupakan salah satu contoh dari
tidak berfungsinya hutan untuk menjaga tata air. Air hujan yang jatuh tidak dapat
diserap dengan baik oleh tanah, laju aliran permukaan atau runoff begitu besar. Air
Hujan yang jatuh langsung mengalir ke laut membawa berbagai sedimen dan partikel
hasil dari erosi permukaan. Terjadinya banjir bandang dimana-mana yang
menimbulkan kerugian harta maupun nyawa. Masyarakat yang terkena dampaknya
kehilangan harta benda dan rumah tempat mereka berteduh akibat terbawa banjir
bandang, bahkan ditambah kerugian jiwa yang tak ternilai harganya.
Hasil Penelitian terakhir dari CIFOR mengungkapkan beberapa dampak negatif
dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar nabati atau biofuel.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut, menyebabkan emisi
karbonyang dihasilkan dari konversi lahan memerlukan waktu ratusan tahun untuk
proses pemulihan seperti sedia kala.
Data kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur, ini akibat perbedaan
persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang kerusakan hutan. Laju
deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai
1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir
mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi
didasarkan pada data yang lemah.
Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang
sebesar satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan
kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi lagi
data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau
illegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan
hutan di Indonesia adalah 1.080.000 ha per tahun.
Banyak penyuluhan telah dilakukan untuk menyadarkan masyarakat akan arti
pentingnya manfaat hutan. Berbagai media dipergunakan untuk membuat iklan-iklan
tentang penyelamatan hutan, kampanye lingkungan dilakukan dimana-mana,
ditambah lagi artikel, makalah, paper maupun hasil penelitian oleh para ahli yang
mengulas mengenai dampak dan akibat kerusakan hutan, namun semua itu belum
juga sepenuhnya dapat menyadarkan masyarakat. Akibat dan dampak dari kerusakan
hutan dapat dijelaskan sebagai berikut (Darusman, 2013) :
2.4.1. Penyebab Banjir Besar
Semakin maraknya penebangan liar akan membuat hutan semakin gundul, hal
ini tentu akan menjadi pemici terjadinya banjir besar dan juga banjir bandang. karena
sedikitnya pohon yang terdapat dihutan tidak akan mampu menyerap air hujan.
Sehingga saat hujan datang, air akan meluap karena tidak bisa diserap oleh akar
pohon.
Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini,
disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan yang
berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area).Hutan yang
berfungsi untuk mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin
ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin
berkurang luasnya.Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat
berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah jumlahnya semakin
besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya. Limpahannya akan menuju ke tempat
yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir. Bencana banjir dapat akan semakin
bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan yang
parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan
menjadi taruhannya.
2.4.2. Menurunkan Kualitas Oksigen
Hutan merupakan produsen terbesar yang menghasilkan Oksigen (O2), hutan
juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya
pemanasan global.Itulah sebabnya mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa
hutan adalah paru-paru bumi. Namun banyaknya hutan yang rusak akan membuat
penurunan kualitas oksigen. Sebab Semakin sedikit tumbuhan yang ada di hutan,
semakin sedikit pula oksigen yang dihasilkan. Akibatnya adalah kualitas oksigen
akan menurun.
Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak,
batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi
bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu
lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar
matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati
oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya energi panas akan
dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi
pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca.Keadaan ini
menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini
berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es
di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya
permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan
terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi
semakin kering.
2.4.3. Keruskan Lapisan Ozon
Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar
ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan
hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan
ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin
lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan
menembus sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan
pada tanaman-tanaman di bumi.
2.4.4. Kepunahan Species Tertentu
Hutan Indonesia memiliki beranekaragam spesies flora dan fauna, penebangan
dan pengrusakan hutan menyebabkan spesies-spesies langka akan punah. Bahkan
spesies yang belum diketahui nama dan manfaatnya hilang dari permukaan bumi.
Hutan Indonesia yang termasuk hutan hujan tropis memiliki 3000 jenis tumbuhan di
dalam satu hektar ditambah lagi jenis satwa yang ada di dalamnya. Jika laju
deforestasi yang mencapai 1-2 juta hektar per tahun tidak dapat dicegah maka hutan-
hutan tropis ini akan hilang. Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini
tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan
Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu Departemen Kehutanan
mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu species (punah) dan
kehilangan hampir 70% habitat alami pada sepuluh tahun terakhir ini.
2.4.5. Hilangnya Budaya Masyarakat
Dirasakan sangat nyata bahwa hutan menjadi sumber penghidupan dan inspirasi
dari kehidupan masyarakat. Berbagai ragam budaya yang terkait dengan hutan seperti
simbolsimbol dan maskot yang diambil dari hutan, misalnya Harimau sebagai maskot
dari Reog, pencak silat sebagai seni bela diri Indonesia, Bekantan sebagai maskot dari
Kalimantan, dan sebagainya. Jika semua ini punah maka hilanglah sumber inspirasi
dan kebanggaan dari masyarakat setempat.
2.4.6. Merugikan Keuangan Negara
Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan
adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah
sebaliknya.Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya)
adalah sebesar 12 juta m3/tahun.Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan
sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara
pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini
dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging).Dari praktek tersebut diperkirakan
kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun.Hal inilah yang
menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya
mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia akan bertambah miskin jika kita tidak mempunyai hutan,
itulah yang dikatakan Presiden Bambang Yudhoyono. Departemen Kehutanan
mengemukakan bahwa kerugian negara per hari mencapai Rp. 83 milyar, itu hanya
dari kerusakan hutan akibat penebangan liar.

2.5. Penanggulangan Kerusakan Hutan


Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu
kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus untuk
menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan
pemulihan terhadap kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan mengajak
seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun organisasi
perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka penghijauan hutan
kembali sehingga pada 10 - 15 tahun ke depan kondisi hutan Indonesia dapat kembali
seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut harus lebih mengaktifkan
masyarakat lokal (masyarakat yang berada di sekitar hutan) untuk secara sadar dan
spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut (Darusman, 2013).
Langkah kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam
penanganan kerusakan hutan.Pemerintah mengikutsertakan peran serta masyarakat
terutama peningkatan pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan serta
rekayasa kehutanan (Darusman, 2013).
Langkah ketiga adalah pencegahan dan peringanan. Pencegahan di sini
dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan penting
menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga kelestarian
hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum, POLRI yang
dibantu oleh POL HUT dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum
pemerintahan daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk
memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan
penyidikan secara tuntas terhadap para cukong - cukong kayu yang merugikan negara
trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah
pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di
dalam masyarakat.Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi masyarakat
sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang tersebut
sepanjang tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar (Darusman,
2013).
Langkah terkahir adalah adanya kesiapsiagaan yang berlangsung selama 24
jam terhadap penjagaan terhadap kelestarian hutan ini. Pemerintah harus
melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap
segala hal yang berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan melalui
media massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal dari
masyarakat sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara kontinyu dan terus -
menerus sehingga kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh oknum tertentu
dapat segera diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi akibat bencana/
disaster yang akan ditimbulkan kemudian (Darusman, 2013).
Selain itu, untuk mengatasi kerusakan hutan juga menggunakan pendekatan
bentang alam.Saat ini, pendekatan bentang alam dianggap bisa menjadi solusi
pengelolaan sumberdaya hutan dan lahan gambut yang lebih menyeluruh, dan lebih
mampu mencari penyelesaian untuk akar permasalahan (underlying causes) dari
kerusakan hutan.Pendekatan ini sebetulnya telah dikembangkan sejak dulu, yaitu
sejak adanya kesadaran bahwa penanganan masalah lingkungan tidak bisa
menggunakan batas wilayah artifisial, tetapi harus menggunakan batas-batas
ekologis. Misalnya, batas daerah aliran sungai.Batas ekologis inilah yang
mendefinisikan bentang alamnya (Sari, 2016).
Intinya, pendekatan bentang alam adalah pendekatan pengelolaan lingkungan
berdasarkan batas bentang alamnya.Sejalan dengan waktu, batas-batas ekologis
dianggap belum cukup.Untuk mendefinisikan sebuah bentang, aspek sosial, ekonomi,
politik, dan budaya menjadi penting, seperti juga aspek alami (Sari, 2016).
Sementara itu, pada diskursus mengenai REDD+ (penurunan emisi gas-gas
rumah kaca akibat deforestasi dan kerusakan hutan), mulai diperkenalkan pendekatan
jurisdiksi (jurisdictional approach), di mana kegiatan-kegiatan konservasi dan
rehabilitasi hutan (dan lahan gambut) tidak lagi dibatasi pada batasan hutan dan lahan
gambut tersebut, tetapi justru pada batasan administratif (sebagai refleksi batas
bentang politis, ekonomi, dan mungkin juga sosial dan budaya, selain batas alami).
Kegiatan-kegiatan konservasi dan rehabilitasi mulai disangkutkan dengan kegiatan-
kegiatan di dalam jurisdiksi tapi di luar wilayah konservasi (Sari, 2016).
Contoh pendekatan bentang alam adalah sebagai berikut.Salah satu (bukan
satu-satunya, tentu saja) akar permasalahan kerusakan hutan adalah kehidupan
masyarakat petani yang masih prasejahtera dengan produktivitas pertanian gurem
yang tidak produktif. Pembalakan hutan oleh mereka adalah cara untuk memperluas
lahan kebun gurem mereka, walau tidak produktif, untuk menambah penghasilan
mereka (Sari, 2016).
Ini berarti bahwa kegiatan peningkatan pendapatan melalui peningkatan
produktivitas kebun, dengan prasyarat untuk tidak ekspansi kebun ke wilayah hutan
atau lahan gambut yang dilindungi bisa dianggap sebagai kegiatan melindungi hutan
dan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan lain, seperti penguatan penegakan hukum di
tingkat lokal dan tapak, misalnya, bisa juga dianggap sebagai kegiatan yang sama,
yaitu kegiatan melindungi hutan dan lahan gambut (Sari, 2016).
Pendekatan ini membuka kesempatan-kesempatan baru. Pertama, karena
berdasarkan wilayah yang lebih luas daripada wilayah perlindungan, maka wacana
mengurangi kerusakan hutan adalah wacana pembangunan, bukan hanya wacana
lingkungan hidup. Kedua, kegiatan-kegiatan dalam bentang alam tersebut dapat
merupakan kegiatan produktif yang menarik investasi. Dengan pendekatan ini,
perlindungan alam dan pembangunan dapat berjalan bersama-sama (Sari, 2016).

Anda mungkin juga menyukai