Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deIorestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deIorestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun. Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the Worlds Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organi:ation (FAO), angka deIorestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deIorestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan gelar kehormatan` bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan ZulkiIli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deIorestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deIorestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer. !enyebab Deforestasi. Laju deIorestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun. Penyebab deIorestasi terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan Iungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997. Dampak Deforestasi. DeIorestasi (kerusakan hutan) memberikan dampak yang signiIikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan Ilora di Indonesia utamanya Ilora dan Iauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deIorestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spi:aetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus). Siapakah yang bertanggung jawab atas deIorestasi hutan di Indonesia yang semakin menggila ini?. Siapa pula yang wajib mencegah kerusakan hutan di Indonesia?. Jawabnya singkat, kita semua! Gambar: kIk.kompas.com aca 1uga:
Oleh : Atep Afia Hidayat - Kalimantan meliputi empat propinsi yakni Kalimantan Barat Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim), secara keseluruhan meliputi areal 587.013 km2. Pada tahun 1971 jumlah penduduknya hanya 5,2 juta jiwa, tahun 1980 menjadi 6,7 juta jiwa, tahun 1990 menjadi 9,1 juta jiwa, kemudian tahun 2010 menjadi 13,8 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) antara tahun 1971-1980 mencapai 3,04 persen per tahun, dan antara 1980-1990 menjadi 3,23 persen per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk antara 1990-2010 masih melampaui 2,5 persen. Angka tersebut melampaui rata-rata nasional. LPP yang tinggi terutama disebabkan banyaknya pendatang terutama transmigrasi. Dengan demikian angka kepadatan penduduk (densitas) pun terus meningkat, jika pad atahun 1971 hanya 10 jiwa per km2, tahun 1980 menjadi 12 jiwa per km2, tahun 1990 mencapai 17 jiwa per km2, dan tahun 2010 melampaui 23 jiwa per km2. Sebagaimana di pulau-pulau lainnya, penyebaran penduduk di Kalimantan pun tidak merata, daerah yang terpadat ialah Kota Banjarmasin mencapai 8.606 jiwa per km2. Sekitar 17,25 persen penduduk Kalsel bermukim di Banjarmasin. Beberapa daerah padat lainnya ialah Kota Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Kabupaten Kotabaru dan Tanah Laut. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka tekanan terhadap lingkungan pun makin meningkat, terutama terhadap hutan. Bisa dikatakan, makin tinggi LPP makin tinggi pula laju kerusakan hutan (deIorestasi). Menurut Goeltenboth (1992), kerusakan hutan tropis awalnya bisa disebabkan banyak hal, misalnya karena pertumbuhan penduduk, kemiskinan, masalah utang luar negeri dan kondisi perekonomian yang buruk. Namun untuk sebagian besar penyebab utamanya karena perluasan lahan pertanian dan perkebunan, pembangunan berbagai proyek swasta besar, serta eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya kayu. Sedangkan menyangkut penduduk asli disebutkan, bahwa selama berabad-abad, penduduk asli dalam memanIaatkan hutan tanpa merusak keseimbangan ekosistem. Bisa dikatakan bahwa penyebab utama terjadinya kerusakan hutan ialah akibat sikap rakus sebagian pendatang dalam mengeksploitasi lingkungan. Diperkirakan penebangan hutan berlangsung dengan kecepatan sekitar 1 persen per tahun, atau sekitar 20-40 hektar hutan hilang tiap menit. Keberadaan hutan tropis, termasuk hutan di Kalimantan, terancam oleh dua kegiatan, pertama adanya penebangan secara selektiI, terutama untuk menyediakan bahan baku industru kayu (ogs, sawn wood, palywood); kedua adanya penebangan seluruh areal, baik untuk kegiatan pertanian tebar bakar (slash-and-burn agriculture) atau perladangan, membuka perkebunan, peternakan, pertambangan atau industry kayu. Menurut Wana Khatulistiwa (1992), dua penyebab utama kerusakan hutan tersebut, jika tidak segera dikendalikan dan diperbaiki skenario antisipasinya, oleh banyak kalangan dikhawatirkan akan memperparah laju deIorestasi yang selama ini terjadi. Dalam jangka panjang kerusakan hutan akan berdampak negatiI terhadap kehidupan liar (wildlife), perekonomian global dan lokal, mutu kehidupan masyarakat sekitar hutan dan iklim. Bagaimanapun laju deIorestasi harus dikendalikan, terlebih jika mengingat hutan Kalimantan secara ekologi dan ekonomi merupakan salah satu yang terpenting di dunia. Hutan Kalimantan mengandung ribuan spesies burung, reptil dan amIibi. Selain itu merupakan 'bank genetik untuk keperluan pemuliaan tanaman (plant breeding), serta banyak terdapat tumbuhan obat-obatan dan Ilorikultur seperti anggrek. Selain kayu, hutan di Kalimantan juga menghasilkan tengkawang, damar, bambu, minyak kayu putih, terpentin, gondorukem, rotan, sirap, arang, madu, dan sebagainya. Fungsi ekologi hutan berkaitan dengan isu mengenai pemanasan global dan bocornya lapisan ozon. Bagaimanapun hutan di Kalimantan memberikan kontribusi yang tak sedikit terhadap keseimbangan ekosistem Kalimantan. Seperti melindungi daerah aliran sungai (DAS), menyeimbangkan berbagai siklus unsur hara dan siklus hidrologi, sumber karbon, mengurangi pencemaran udara dan mempengaruhi iklim mikro. Sudah selayaknya di kota-kota yang memiliki unit-unit industri seperti Bontang, Balikpapan, Banjarmasin, dan sebagainya disediakan areal khusus untuk hutan kota. Menurut laporan FAO tahun 1989, ternyata laju kerusakan hutan di Kalimantan mencapai lebih dari 600 ribu hektar per tahun, dan merupakan yang paling tinggi dibanding pulau-pulau lainnya di Indonesia. Hal tersebut tentu saja patut digaris-bawahi, jangan sampai laju kerusakan tersebut makin tidak terkendali. Sementara menurut Save Our Borneo (SOB), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan, sekitar Juni 2008 mengungkapkan sekitar 80 persen kerusakan hutan yang terjadi di Kalimantan disebabkan ekspansi sawit oleh perusahaan besar. Sekitar 20 persen karena pertambangan dan area transmigrasi. SOB juga mengungkapkan, berdasarkan prediksi tren 10 tahunan, dari luas Kalimantan yang mencapai 59 juta hektare, laju kerusakan hutan (deIorestasi) telah mencapai 864 ribu hektare per tahun atau 2,16. Kerusakan paling luas terjadi di Kalimantan Tengah, yaitu mencapai 256 ribu hektar per tahun, atau sekitar 2,2 persen per tahun.
Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut, tak mustahil suatu saat di Kalimantan terjadi proses penggurunan (desertiIikasi). Di Planet Bumi sudah ada Gurun Sahara, Gurun Gobi, dan sebagainya. Nah, jangan sampai ada yang dinamakan Gurun Kalimantan. Sudah semestinya prinsip pengelolaan hutan yang berkelanjutan benar-benar diterapkan. (Atep AIia, pengelola http://www.pantonanews.com).
Dampak Kerusakan Hutan PuLan adalah paruparu dunla ul sebuL paruparu dunla karena huLanlah yang menyedlakan okslgen bagl manusla 1apl sekarang lnl banyak sekall huLan yang sudah gundul SeperLlnya manusla sudah Lldak pedull lagl akan dampak yang dl hasllkan apablla huLan gundul aLau rusak Semakln harl huLan dl lndonesla bahkan dl dunla semakln berkurang [umlahnya
Ckslgen yang ada dl dunla leblh kurang 30 berasal darl huLan yang ada dl lndonesla namun saaL lnl huLan dl lndonesla sudah banyak yang rusak dan gundul Pal lnl dl sebabkan karena banyak sekall orang orang yang menebang pohon dengan seenaknya Lanpa memperhaLlkan kaldah yang ada ara pembalak llar blasa mereka dlsebuL hanya memlklrkan hasll darl maLerl yang dldapaL darl penebangan huLan LersebuL adahal huLan yang gundul aLau rusak akan memlllkl dampak yang berbahaya bagl manusla
uampak penebangan huLan dengan seenaknya mulal Lerasa saaL lnl LeLapl LeLap sa[a para pembalak llar menebang huLan dengan seenaknya 1anah longsor dan ban[lr bahakan Clobal Warmlng aLau pemanasan global merupakan conLoh dampak darl penebangan huLan yang llar
1anah longsor blasanya Ler[adl dl daerah pegunungan lnl dlsebabkan karena adanya erosl aklbaL semakln sedlklLnya pohon yang menyerap alr dl daerah mlrlng sehlngga erosl yang dl hasllkan leblh besar 8an[lr [uga dl sebabkan karena alr hu[an yang Lurun Lldak dapaL sepenuhnya Lerserap ke Lanah dan akhlrnya mengallr ke selokanselokan uan lsu yang pallng berbahaya adalah global warmlng yang dl sebabkan menlplsnya laplsan ozon Semua hal lLu dl sebabkan karena adanya penebangan huLan yang mera[alela
1apl bukan berarLl Lldak ada usaha unLuk menanggulangl hal LersebuL 8anyak organlsasl LSM bahkan pemerlnLah mulal menggalakan penanaman huLan kemball aLau blasa dlsebuL dengan rebolsasl aLau gerakan penanaman 1000 Lanaman Pukum pun sudah ada unLuk menghukum para pembalak llar hanya sa[a harus leblh dl Legakkan
1erlepas darl hal LersebuL semua kemball kepada maslngmaslng orang 8anyak kampanye aLaupun gerakangerakan unLuk melesLarlkan huLan akan percuma [lka Lldak dldukung dengan prlbadl maslng maslng seLlap orang Mulallah melesLarlkan huLan dengan halhal kecll Lerleblh dahulu karena hal kecll apablla dllakukan oleh seLlap orang dl lndonesla bahkan dunla akan leblh bermanfaaL
KERUSAKAN HUTAN DAN CARA MENCATASINYA enyebab dan uampak kerusakan Llngkungan enyebab dan uampak kerusakan Llngkungan
kamls 04 !anuarl 2007 lndonesla memlllkl 10 persen huLan Lropls dunla yang maslh Lerslsa PuLan lndonesla memlllkl 12 persen darl [umlah spesles blnaLang menyusul/ mamalla pemlllk 16 persen spesles blnaLang repLll dan amplbl 1319 spesles burung dan 23 persen darl spesles lkan dunla Sebaglan dlanLaranya adalah endemlk (hanya dapaL dlLemul dl daerah LersebuL) Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penaIsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. Badan Planologi Dephut, 2003]. Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85 persen dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003]. Bagaimana dengan Riau ? Sepanjang tahun 2004, seluas tidak kurang 1.008 hektare lahan di Riau hangus terbakar. Kebakaran yang terjadi itu telah menimbulkan kabut asap beberapa waktu lalu di kawasan Riau dan sekitarnya. Lahan yang terbakar tersebut seluas 1.008,51 hektar yang tersebar di enam daerah kabupaten dan kota, seperti Siak seluas 727,5 hektar, Bengkalis (152 ha), Rokan Hilir (80,75 ha), Indragiri Hilir (40,26 ha), Kota Pekanbaru (24 ha) dan Kota Dumai seluas 4 hektar. Peristiwa kebakaran hutan itu kembali terjadi pada awal tahun 2005 dengan kerugian yang tidak sedikit. (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Provinsi Riau). Dengan kerusakan hutan Indonesia, kita akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan. Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat miskin di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan. Pada tahun 1998, CIFOR, the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan the United States Forest Service, dengan tambahan dana dari Uni Eropa, memulai studi multi disiplin yang diIokuskan pada delapan lokasi rentan kebakaran di Sumatra dan Kalimantan. Untuk menentukan mengapa kebakaran bisa terjadi, siapa yang bertanggung jawab, bagaimana cara api menyebar dan jenis habitat mana yang paling berisiko. Sebagian besar data ?hot-spot? kebakaran dan gambar satelit menunjukkan lautan api dimulai di daerah perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pulp, yang biasa menggunakan api untuk membersihkan lahan. Namun demikian, tampak jelas bahwa asal mula kebakaran juga dipicu oleh berbagai alasan. Konsesi-konsesi kayu, transmigrasi dan pembangunan perkebunan- perkebunan agro-industri membuka jalan masuk ke wilayah-wilayah yang sebelumnya terpencil. Ini mendorong peningkatan skala dan jumlah kebakaran. Kekurangan peraturan Iormal yang mengatur hak-hak pemilikan umum dan swasta menyebabkan penggunaan api sebagai senjata dalam konIlik-konIlik kepemilikan lahan. Api juga digunakan oleh para pemilik lahan kecil untuk membersihkan lahan untuk menanam tanaman pangan dan industri, oleh para transmigran, oleh para peladang berpindah dan oleh para pemburu dan nelayan. DeIorestasi dan degradasi hutan alam menyediakan sisa-sisa kayu yang mudah terbakar dan menciptakan bentang-darat yang lebih rentan api. Ironisnya, realita ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan individu. Sumber daya alam dijadikan asset ekonomi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini terlihat ketika dengan leluasanya Pemprov Riau menjual Pasir laut ke Singapura pada kurun waktu 1978 ? 2002 dengan menyisakan kerugian besar. Ribuan hektar ?tanah air? kita berpindah tempat, sementara penderitaan terdalam dirasakan oleh rakyat kecil. Pengerukan pasir laut ini, membuat ancaman serius terhadap sektor perikanan, wisata dan wilayah territorial. Parahnya, kerusakan lingkungan itu tidak diiringi upaya pemberdayaan lingkungan hidup baik oleh pemerintah atau pihak swasta yang mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dan Riau pada khususnya. Justru sebaliknya malah menambah kerusakan lingkungan dengan membuang limbah industri dilahan masyarakat seperti sungai, laut atau daratan dan tindakan lain yang siIatnya merusak lingkungan. Solusi dan Kesimpulan Pencanangan program pemerintah yang dikoordinasikan oleh kantor Menneg LH, antara lain 7 kegiatan utama yakni bumi lestari, sumber daya alam lestari, program kali bersih, program langit biru, adipura, laut dan pantai lestari serta manajemen lingkungan memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat luas dan instansi terkait serta masyarakat internasional dalam pelaksanaannya. Dalam kaitannya dengan 'compliance and enIorcement, pembentukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS Bidang Lingkungan, BAPEDAL juga menunjukkan kesungguhan dan komitmen pemerintah yang kuat. Peringatan hari lingkungan hidup se-dunia dengan tema ? Green Cities ? pada 5 mei 2005 perlu diapresiasi dengan sikap aktiI pro-aktiI. Seyogyanya pemerintah pusat hingga pemerintah daerah melakukan aksi nyata dan tidak hanya ?panas dan meluap ? luap? pada konsep dan acara seremonial belaka. Apa yang dilakukan oleh pemerintah Kota Pekanbaru dalam memperingati hari lingkungan hidup se-dunia dengan tema ??Gerakan Kota Bersih dan Hijau?? perlu dicontoh oleh kabupaten/ kota lain. Penghijauan kota dan lahan gundul serta penjagaan terhadap lingkungan laut menjadi prioritas mekanisme pembangunan bersih. Hal ini diyakini bahwa hutan merupakan paru-paru dunia yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Sedangkan laut diyakini menyimpan banyak potensi Ilora dan Iauna yang menarik untuk dijadikan aset daerah dengan pendekatan ekowisata. Tentu pengelolaan yang rapi, sistemik dan berwawasan lingkungan menjadi ruh utama pembangunan. Program pengentasan kemiskinan dan masalah kesehatan serta lingkungan hidup harus dilakukan segera dengan asumsi pemikiran bahwa salah satu penyebab kerusakan lingkungan hidup adalah kemiskinan yang akut di negara-negara berkembang. Tanpa penanganan yang komprehensiI terhadap isu kemiskinan, maka upaya masyarakat internasional melaksanakan agenda pembangunan berkelanjutan akan sia-sia. Dalam kaitan ini, negara-negara berkembang prinsipnya sepakat bahwa kemiskinan adalah salah satu penyebab dari berbagai penyebab penting lainnya seperti pola konsumsi dan produksi yang tidak sustainable serta tidak tersedianya sumber keuangan dan teknologi yang memadai. Pola pembangunan sebagai visi utama Gubernur Riau dengan Iormulasi K2i (Pembangunan pada sektor pemberantasan kebodohan, kemiskinan dan pembangunan infrastruktur) patut untuk diapresiasi. Namun konsep K2i itu perlu diterjemahkan dengan strategi pembangunan yang applicable. Sikap tegas dari Gubernur untuk melawan kebodohan dan kemiskinan jangan sampai hanya tinggal dipodium dan lembar pidato. Yang dibutuhkan saat ini adalah aksi rill dari pemerintah dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem bumi, dimana lingkungan hidup adalah mitra dari pembangunan daerah. Kebijakan pemerintah untuk melakukan pembangunan daerah tidak hanya memperhatikan unsur ekonomi dan politik saja dengan mengesampingkan kepentingan lingkungan. Kita memang tidak bisa melakukan pemisahan antara elemen ? elemen tersebut. Gagasan Emil Salim (2002) dengan paradigma ekonomi dalam lingkungan cukup menarik untuk kita diskusikan. Menurutnya Pembangunan dengan orientasi ekonomi nasional tetap perlu digalakkan namun pemberdayaan lingkungan menjadi include didalamnya sebagai partner utama pembangunan berkelanjutan. Kelembagaan lingkungan hidup yang sudah berdiri seperti Bapedalda dan lembaga non- pemerintah seperti WALHI, serta masyarakat luas perlu melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pada sektor korporasi yang mengelola langsung sumber daya alam lokal, seperti CALTEX, RAPP, serta perusahaan ? perusahaan besar lainnya harus memperhatikan kesepakatan ISO-14000 yang mengamanahkan untuk meningkatkan pola produksi berwawasan lingkungan, membangun pabrik atau perusahaan hijau (green company) dengan sasaran keselamatan kerja, kesehatan dan lingkungan yang maksimal dan pola produksi dengan limbah nol (:ero waste). Meminjam AA? Gym, bahwa untuk melakukan apa yang dicita ? citakan tidak akan berhasil tanpa didukung oleh kesadaran manusianya. Maka dari itu - dalam kerangka memelihara lingkungan-mulailah dari yang kecil, seperti membuang puntung rokok pada tempatnya, Mulailah dari diri sendiri dan mulailah dari sekarang. Mari kita cintai diri kita dan makhluk lain dibumi dengan senantiasa menjaga dan memelihara lingkungan hidup. This entry was posted on Wednesday, August 26th, 2009 at 5:54 am and is Iiled under Uncategorized. You can Iollow any responses to this entry through the RSS 2.0 Ieed. You can leave a response, or trackback Irom your own site. Kerusakan hutan tropis yang terjadi di berbagai negara di dunia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan dalam dua atau tiga decade yang akan datang diperkirakan akan mengalami ancaman kepunahan yang disebabkan karena penebangan liar (illegal logging), pengalihan Iungsi lahan, eksploitasi hutan yang berlebihan, dan lain-lain. Sehingga pada awal tahun 1990-an para ahli lingkungan dari seluruh dunia mengadakan pertemuan di Rio de Jenero, Brasil yang pada intinya membahas mengenai langkah dan strategi yang harus dilakukan untuk melestarikan alam termasuk juga upaya mengurangi laju kerusakan atau penyelamatan hutan tropis tersebut.
Di Indonesia, laju kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total luas hutan yaitu seluas 120 juta hektar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas hutan tersebut, sekitar 57 sampai 60 juta hektar sudah mengalami degradasi dan kerusakan sehingga sekarang ini Indonesia hanya memiliki hutan yang dalam keadaan baik kira-kira seluas 50 dari total luas yang ada. Kondisi semacam ini apabila tidak disikapi dengan ariI dan segera dilakukan upaya- upaya penyelamatan oleh pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia maka dalam jangka waktu dua dasawarsa Indonesia akan sudah tidak memiliki hutan lagi (Mangrove InIormation Center, 2006).
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 25 dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta hektar) yaitu seluas 4.5 juta hektar atau sebanyak 3,8 dari total luas hutan di Indonesia secara keseluruhan. Sedikitnya luas hutan mangrove ini mengakibatkan perhatian Pemerintah Indonesia terhadap hutan mangrove sangat sedikit juga, dibandingkan dengan hutan darat. Kondisi hutan mangrove juga mengalami kerusakan yang hampir sama dengan keadaan hutan-hutan lainnya di Indonesia (Mangrove InIormation Center, 2006). enebangan huLan balk huLan daraL maupun huLan mangrove secara berleblhan Lldak hanya mengaklbaLkan berkurangnnya daerah resapan alr abrasl dan bencana alam seperLl erosl dan ban[lr LeLapl [uga mengaklbaLkan hllangnya pusaL slrkulasl dan pembenLukan gas karbon dlokslda (CC2) dan okslgen C2 yang dlperlukan manusla unLuk kelangsungan hldupnya kebanyakan orang (khususnya para pengusaha yang memper[ualbellkan hasll kayu huLan lnvesLor yang mengembangkan usahanya dengan menebang huLan dan dlganLlkan dengan Lanaman lalnnya seperLl kelapa sawlL aLau mengganLlnya denganusaha laln seperLl Lambak dan oknum pe[abaL yang mengeluarkan l[ln unLuk penebangan kayu dl huLan) menuLup maLa dan sama sekall Lldak merasa bersalah dan berdosa Lerhadap bencanabencana alam yang sudah sedang dan akan Ler[adl sehubungan dengan keglaLan yang mereka lakukan Mlsklnnya keperdullan dan kesadaran Lerhadap llngkungan bagl orangorang LersebuL harus dlLlngkaLkan secara khusus dl era yang sedang gencar gencar memblcarakan LenLang global warmlng karena model pendldlkan llngkungan yang blasanya dllakukan sudah Lldak mampu lagl unLuk menyadarkan manuslamanusla serakah LersebuL yang cendrung mengkorbankan kepenLlngan orang banyak deml kepenLlngan prlbadl dan keluarganya uapaL dlyaklnl bahwa orang LersebuL memlllkl konLrlbusl yang banyak Lerhadap global warmlng yang Ler[adl sekarang lnl sehlngga mereka sepanLasnya mendapaLkan gan[aran yang seLlmpaL aLas perbuaLannya 8eranl dan mampukah aparaL penegak hukum dl lndonesla unLuk menlndak Legas para oknum lnl deml keselamaLan dan keberlangsungan alam serLa kepenLlngan dan kelangsungan hldup manusla dl lndonesla dan dunla?
lakLa kerusakan huLan khususnya mangrove dapaL dlllhaL dengan [elas dl 8all embabaLan huLan mangrove secara besarbesaran mulal darl uesa esanggaran sampal dengan uesa emogan (perbaLasan anLara koLa uenpasar dan kabupaLen 8adung) yang dllakukan sebelum Lahun 1990an yang dllakukan oleh lnvesLor yang bergerak dalam bldang usaha Lambak udang Lelah mengaklbaLkan berkurangnya luas area huLan mangrove secara drasLls dl wllayah LersebuL ada awal perkembangannya LambakLambak udang LersebuL memang mengunLungkan dan mampu menlngkaLkan perekonomlan masyarakL lokal 1eLapl seLelah beberapa Lahun beroperasl LambakLambak LersebuL mulal mengalaml keruglan sehlngga mengaklbaLkan kebangkruLan yang beru[ung pada penuLupan usaha perLambakkan Pengkangnya para lnvesLor Lambak udang LersebuL menlnggalkan bekas dan luka yang mendalam dan berkepan[angan bagl llngkungan dl LempaL LersebuL sampal sekarang ohon mangrovepun Lldak blsa Lumbuh lagl khususnya dlLempaLLempaL pemberlan makanan udang karena kerasnya bahan klmla yang dlpakal unLuk membersarkan udang secara lnsLanL Sedangkan lnvesLorlnvesLor LersebuL sudah menghllang enLah kemana?
Menylkapl fenomena LersebuL emerlnLah lndonesla melalul ueparLemen kehuLanan mengeluarkan beberapa kebl[akan (pollcy) yang dlharapkan mampu menyelamaLkan kekayaan alam berupa huLan Lropls yang Lersebar dl seluruh pen[uru nusanLara Salah saLu kebl[akannya adalah LenLang upaya penyelamaLan huLan mangrove yang selan[uLnya pada Lahun 1992 dlbenLuk usaL lnformasl Mangrove (Mangrove lnformaLlon CenLer)
royek ker[asama lnl Lerdlrl darl beberapa Lahapan 1ahap perLama dlmulal pada Lahun 1992 dan berakhlr Lahun 1997 ada Lahapan lnl emerlnLah !epang menglrlm Leam unLuk melakukan ldenLlflkasl halhal apa sa[a yang dlbuLuhkan dan dllakukan uarl hasll ldenLlflkasl lnl dlbenLukalan Leam bersama anLara emerlnLah lndonesla dan emerlnLah !epang dan selan[uLnya sepakaL unLuk membangun royek engelolaan PuLan Mangrove LesLarl royek lnl berLu[uan unLuk mengldenLlflkasl dan mengekplorasl LeknlkLeknlk rebolsasl yang blsa dllakukan unLuk pemullhan (recovery) kondlsl huLan mangrove yang sudah mengalaml kerusakan 1eknlk yang dlLemukan adalah LenLang bagalmana cara persemalan blblL dan penanaman mangrove Selaln lLu dlLerblLkan [uga buku panduan penanaman mangrove Pasll yang dlcapal pada Lahap lnl adalah penenLuan model pengelolaan huLan mangrove lesLarl penerblLan beberapa buku seperLl buku panduan (gulde book) persemalan blblL dan penanaman mangrove bukubuku yang berkalLan dengan mangrove dan rebolsasl aLau penanaman mangrove seluas 233 hekLar dl kawasan 1aman PuLan 8aya (1APu8A)
usaha rebolsasl huLan mangrove yang Lelah dllakukan oleh 1he Mangrove lnformaLlon CenLer memlllkl arLl yang sangaL penLlng bagl masyarakaL dl koLa uenpasar dan kabupaLen 8adung karena persedlaan unLuk konsumsl okslgen sudah Lersedla dl LempaL lnl dan menlngkaLkan rasa aman darl bencana Lsunaml bagl masyarakaL yang berdekaLan dengan huLan mangrove LersebuL Selaln lLu kesadaran dan kepedullan masyarakaL Lerhadap penLlngnya pelesLarlan huLan mangrove semakln menlngkaL lnl dlbukLlkan dengan semakln banyaknya sekolahsekolah (darl sekolah dasar sampal perguruan Llnggl) dan lndusLrl parlwlsaLa dengan secara sukarela unLuk lkuL serLa menanam pohon mangrove dl beberapa LempaL seperLl dl kawasan konservasl 1he Mangrove lnformaLlon CenLer dan ulau Serangan yang blblL blblL pohon mangrovenya dlsedlakan oleh plhak 1he Mangrove lnformaLlon CenLer usaha laln yang dllakukan oleh 1he Mangrove lnformaLlon CenLer unLuk menlngkaLkan kesadaran dan kepedullan masyarakaL LenLang penLlngnya pelesLarlan llngkungan adalah dengan membuka keglaLan wlsaLa alam (ecoLourlsm) sehlngga masyarakaL dapaL mellhaL menlkmaLl dan berlnLeraksl dengan llngkungan secara langsung dl kawasan huLan mangrove LersebuL