Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yusuf Gilang Pratama

NPM : 202201577
Kelas : D
TUGAS RANGKUMAN PSDA
Vidio [ 1 ]
POTRET KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA
Selama periode Pada tahun 2013 luas daratan Indonesia yang masih tertutup hutan alam adalah
82 juta hektar. 75 persen diantaranya ada di daratan Papua dan Kalimantan. Urutan luas tutupan
hutan alam adalah: Papua 29,4 juta hektar, Kalimantan 26,6 juta hektar, Sumatera 11,4 juta
hektar, Sulawesi 8,9 juta hektar, Maluku 4,3 juta hektar, Bali dan Nusa Tenggara 1,1 juta hektar,
dan Jawa 675 ribu hektar. Di tahun 2013 sekitar 78 juta hektar atau 63 persen dari luas seluruh
Kawasan Hutan Negara masih berupa hutan alaDi tahun 2013 berdasarkan tutupan hutan yang
tersisa adalah sebagai berikut: sekitar 3,2 juta hektar bukan hutan dan 10,6 juta hektar hutan
berada di dalam Kawasan Konservasi, 7,5 juta hektar bukan hutan dan 22,8 juta hektar hutan di
dalam Kawasan Hutan Lindung, 16,6 juta hektar bukan hutan dan 17,1 juta hektar hutan di dalam
Kawasan Hutan Produksi, 6,9 juta hektar bukan hutan dan 17,3 juta hektar hutan di dalam
Kawasan Hutan Produksi Terbatas, di dalam 11,4 juta hektar bukan hutan dan 9,5 juta hektar
hutan Kawasan Hutan Produksi Konversi, dan 51,3 juta hektar bukan hutan dan 4,6 juta hektar
hutan di dalam Areal Penggunaan Lain.
Sementara itu, untuk kondisi area yang tidak memiliki tutupan hutan, tersebar diseluruh fungsi
kawasan hutan. Ada sekitar 11 juta hektar area yang tidak berhutan dalam fungsi Hutan Lindung
dan Kawasan Konservasi. Dan saat ini, terdapat 32 juta hektar hutan alam Indonesia dalam
kondisi baik yang berada di kawasan tambang dan perkebunan sawit. Selain itu, terdapat 41 juta
hektar hutan alam yang belum memiliki kelembagaan yang kuat dalam mengelola hutan,
sehingga berpotensi mendorong kerusakan hutan.
Untuk tutupan hutan di pulau-pulau kecil, FWI secara khusus melakukan studi di pulau Aru,
Provinsi Maluku. Meskipun luas di pulau-pulau kecil, porsinya rendah terhadap luas tutupan
hutan Nasional, namun hutan di pulau-pulau kecil mempunyai peranan bagi kehidupan
masyarakat. Seperti menjaga ketersediaan air tawar dan benteng dari dampak perubahan iklim.
Hasil analisis FWI, periode 2009-2013, Indonesia kehilangan kehilangan tutupanan hutan
sebesar 4,5 juta hektar dan laju kerusakan 1,13 juta hektar. Tingginya kerusakn ini disebabkan
oleh lemahnya pemerintah dalam mengatur dan memanfaatkan sumber daya hutan. Selain itu,
juga terdapat masalah bagi masyarakat adat maupun lokal. Penyebab kerusakan hutan secara
langsung adalah HPH, HTI, ekspansi perkebunan sawit, ilegal logging, petambangan dan
pembakaran hutan. Sedangkan penyebab yang tidak langsung antara lain perubahan peruntukan
dan fungsi kawasan hutan, pemekaran wilayah administrasi, korupsi disektor kehutanan ekspansi
industri dan kebutuhan pasar. Data deforestasi tahun 2009-2013 adalah sebesar 2,3 juta hektar di
wilayah konsesi. Sedangkan deforestasi yang terjadi di wilayah luar konsesi adalah sebesar 2,2
juta hektar. Kerusakan hutan alam terbesar terjadi di Sumatra dan Kalimantan. Penyebabnya
adalah ekspansi hutan tanaman industri, perkebunan kelapa sawit, eksploitasi tambang, dan
pembakaran hutan. Seperempat kerusakan di Indonesia adalah lahan gambut.
Pada periode 2009-2013, FWI mencatat 1.1 juta hektar hutan di lahan gambut telah hilang. Saat
ini, hanya tersisa 9 juta hektar lahan gambut yang masih tertutup hutan alam. Pada tahun 2011,
pemerintah mengeluarkan kebijakan penundaan pemberian ijin baru sebagi upaya penurunan
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Namun realitanya pemerintah masih belum berhasil
untuk melindungi hutan Indonesia. Dari seluruh area berhutan di Indonesia, hanya 44,3 juta
hektar yang hanya terliput oleh kebijakan ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya oleh beberapa
pihak terkait, terutama pemerintah untuk membenahi tata kelola hutan khususnya Indonesia dan
untuk Dunia.
Vidio [ 2 ]
DEFORESTASI TANPA HENTI DI INDONESIA
Menurut dat yang di rilis world resources institu pada tahun 2012, Indonesia menjadi peyumbang terbesar
ke-enam penghasil emisi karbon di dunia dengan 1,98 miliar ton emisi karbon dioksida per tahun.
Laporan UNDP tahun 2007 juga menyatakan bahwa sektor kehutanan menjadi penyumbang emisi karbon
yang dilepaskan akibat deforestasi dan degradasi hutan. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan
Presiden No. 61 Tahun 2011 mengenai Rencan Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca tahun
2010-2020. Dan dilanjutkan dengan kesepakatan COP21 yang dilaksanakan di Paris akhir tahun 2015.
Indonesia sendiri berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan
menjadi 41 persen jika ada kerjasama internasional pada tahun 2030. Pada rentang tahun 2009-2013
indonesia kehilangan hutan 1,12 juta hektar tiap tahunnya akibat deforestasi. Penyebab langsung
deforestasi biasanya berhubungan langsung dengan faktor yang melakukan deforestasi tersebut seperti
konversi hutan alam menjadi perkebunan sawit dan menjadi hutan tanaman industri, HPH, pertambangan,
dan sebagainnya. Dan untuk penyebab tidak langsung biasanaya berhubungan dengan hal-hal yang berbau
kebijakan, baik itu di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah seperti, daerah RT/RW, dan sebagainnya.
Sumatra Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara merupakan tiga provinsi yang memiliki
karakteristik berbeda terhadap hutan alamnya, mulai dari lintang geografisnya, aksesbilitas, kondisi
tekanannya terhadap deforertasi pada ketiga provinsi tersebut. Pada tahun 2016, masih terdapat 9 juta
hektar hutan alam yang berarti berkurang sekitar 700 ribu hektar dibandingkan tahun 2013. Sumatra
Utara, pada tahun 2013 terdapat 1,73 juta hektar hutan alam. Luas hutan alam tersebut berkurang 90 ribu
hektar pada tahun 2016 dan tersisa 23 persen dari luas daratan di provinsi tersebut. Dalam periode 2013-
2016 tutupan hutan di Kalimantan Timur berkurang dari 6,37 juta hektar menjadi 5,89 hektar. Luas hutan
alam tersebut setara dengan 47 persen dari luas provinsi. Maluku Utara pada tahun 2013, datran dan di
pesisir pulau-pulau kecil memiliki hutan seluas 1,66 juta hektar. Hutan alam yang berada dalam konsesi
perizinan terus berkurang tiap tahunnya sebesar 72 persen atau lebih dari 500 ribu hektar deforestasi
berada didalam konsesi perizinan. Kehilangan hutan terbesar terjadi dalam kensesi HPH seluas 83,3 ribu
hektar, pertambangan 83,3 ribu hektar, perkebunan kelapa sawit 76 ribu hektar, dan HTI 37 rbu hektar.
Dan sisanya sekitar 235 ribu hektar hutan alam yang hilang berada dalam tumpang tindih perizinan.
Dalam ketiga provinsi tersebut bisa dikatakan deforestasi yang terjadi dilakukan secara legal, karena
dilakuakan atas perencanaan dan tujuan pemerintah. Contoh deforestasi yang terjadi di hutan tanaman
industri dimana seharusnya pembangunan hutan tanaman industri dilakukan di bukan htan alam. Akan
tetapi, faktanya pembangunan hutan tanaman industri justru berada di hutan alam yang tersisa. Contohnya
tedapat di Kalimantan Timur, P.T Fajar Surya Swadaya pada rentang tahun 2009-2016 PT tersebut telah
menyebabkan deforestasi seluas 17.000 Ha. Kasus di Sumatra Utara mengakibatkan deforestasi seluas
2.000 Ha pada rentang 2009-2013. Adanya deforestasi ini terjadi akibat aktivitas dari HTI yang
mengorbankan hutan alam untuk menyiapkan lahan sebagai hutan tanaman. Ada juga sebuah HPH di
Maluku Utara, dimana perusahaan mengakibatkan deforestasi seluas 4.000 Ha dalam konsesinya.
Dampak yang terjadi akibat dari penebangan HPH tersebut, telah mengakibatkan banjir di Pulau Obi pada
akhir 2016. Banjir ini terjadi karena aktivitas penebangan menyasar hingga hutan yang berada di sepadan
sungai, sehingga fungsi hutan di area DAS yang ada telah hilang dan mengakibatkan banjir di wilayah
hilirnya.
Melihat fakta kondisi di ketiga wilayah tersebut menjadi pertanyaan bagaimana komitmen pemerintah
untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia. Faktanya, deforestasi masih saja terus terjadi bahkan
lajunya semakin tinggi. Dampaknya bukan hanya pada lingkungan saja, namun juga berdampak pada
ketimpangan kekuasaan di ketiga wilayah tersebut. Karena, sekitar 50 persen di ketiga provinsi tersebut
dikuasai oleh industri ekstraktif yang mengelola hutan ataupun lahan. Dan hanya ada 4 persen yang
diberikan kepada masyarakat melalui program kehutanan sosial. Deforestasi yang dilakukan di ketiga
wilayah tersebut baik yang terjadi secara legal maupun ilegal, faktanya berdampak pada kehidupan
masyarakat sekitar. Contohnya seperti banjir, longsor, kekeringan, dan sebagainya. Jika dilihat,
deforestasi di Indonesia cenderung bergeser ke wilayah timur. Hal ini juga berkaitan dengan kondisi
alam dan hutan yang ada di wilayah timur masih bagus dan dapat menjadi ancaman disana. Ancaman ini
dapat lebih berbahaya lagi jika kita melihat kondisi geografis bentang alam yang ada disana, dimana
banyak hutan yang keberadaannya di pulau kecil. Dan ini menjadi pengingat kita semua untuk merivew
dan mengevaluasi pengelolaan hutan yang ada di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai