Anda di halaman 1dari 12

KEBIJAKAN KEHUTANAN

Analisa Kasus Pembakaran Hutan Guna Lahan Perkebunan Sawit di Kalimantan

Disusun Oleh :
Dhinar Rahmawati
NIM 223010404024

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN KEHUTANAN
2023
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Hutan adalah sebutan bagi sebuah kawasan luas yang dipadati dengan tumbuh
tumbuhan. Keberadaan hutan sangat penting mengingat kawasan hutan yang memilik
banyak manfaat, mulai dari manfaat ekologis, sosial budaya, dan juga manfaat
ekonomis. Manfaat ekologis hutan dapat dilihat dari fungsi hutan yang menjadi
habitat bagi kehidupan liar, pengatur tata air bagi kawasan sekitarnya, pengendali
iklim mikro, dan juga penghasil oksigen. (Kadarisman, 2018) Sedangkan masalah
sosial budaya dapat dilihat bahwa banyak suku asli Indonesia yang menggantungkan
kehidupannya pada hutan. Mulai tinggal berdampingan dengan kawasan hutan hingga
menjadikan hutan sebagai pusat dan sumber kehidupan mereka, seperti suku Dayak
bahau Talivaq yang menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan mereka, mulai dari
pemenuhan pangan, papan, obat-obatan, dan areal kuburan. Dari segi ekonomis hutan
juga memiliki manfaat dalam menghasilkan buah-buahan, obat-obatan, binatang
buruan, kayu-kayuan, dan lainnya
Pembakaran hutan merupakan salah satu kasus dari ekologi yang sedang
hangat diperbincangkan di negara Indonesia. Salah satu daerah yang mengalami kasus
pembakaran hutan yang sering terjadi dan dalam jumlah yang besar ialah Provinsi
Kalimantan. Pembakaran hutan di Kalimantan dilakukan sebagai cara untuk
pembukaan lahan baru untuk dijadikan lahan perkebunan sawit.

Dari hasil observasi, wawancara, serta dokumentasi, peneliti mengolah hasil


tersebut secara deskriptif. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 9 Februari 2021
dengan lokasi Perkebunan sawit di Kalimantan. Hasil dari data tersebut sebagai
berikut Pada 1950–2013, konversi hutan menjadi nonhutan cukup tinggi, yakni 98,8
juta hektare. Namun, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia hanya meningkat dari
0,1 juta ha (1950) menjadi 10,4 juta ha (2013). konversi lahan pertanian, dan hanya
3,4% yang dikonversi dari hutan primer. Hal ini membuktikan anggapan bahwa
perkebunan kelapa sawit sebagai pemicu utama deforestasi di Indonesia tidak benar.
Kesimpulannya isu deforestasi buka menjadi pemicu hilangnya kawasan perhutanan
di Indonesia. Akan tetapi, disebabkan oleh masalah lain yakni kebakaran hutan, illegal
loging secara liar dan pengalian fungsi hutan menjadi kawasan perumahan atau
industry pabrik (Wahyuni, 2021)
Pengalihan lahan hutan menjadi lahan perkebunan sawit di Kalimantan
dikarenakan sifat lahan di hutan Kalimantan merupakan lahan gambut. Secara global
lahan gambut menyimpan sekitar 329 sampai dengan 525 giga ton karbon atau 15
sampai 355 dari total karbon terestris, sekitar 86% (455 Gt) dari karbon dilahan
gambut tersevut tersimpan di daerah temperate (kanada dan rusia ) sedangkan sisanya
14% sekitar (70 Gt) terdapat di daerah tropis (Sabiham, 2000). Lahan gambut tropis
dunia seluas 40 juta ha dan 50% diantaranya terdapat di indonesia ( terutama di
sumatera, kalimantan, dan papua) dan merupakan cadangan karbon yang sangat besar
dan harus dijaga kelestariannya. Provinsi Kalimantan merupakan salah satu daerah
dengan lahan gambut yang besar yaitu seluas 4,03 juta ha ditahun 2002

Lahan gambut sangat berperan penting dalam perubahan iklmi serta


keanekaragaman hayati yang saat ini keberadaannya sangat terancam. Lahan ini
mempunyai fungsi lingkungan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya
sehingga harus dilindungi dan dilestarikan. Namun, pada kenyataannya banyak sekali
kasus pengrusakan hutan dan lahan gambut yang dilakukan dengan sengaja maupaun
tidak sengaja oleh tangan-tangan manusia. Kerusakan hutan ini dilakukan dengan cara
penebangan hutan secara liar, pembakaran hutan, maupun aktivitas lainnya yang dapat
merusak kelestarian hutan tersebut. Sumber daya seperti hutan dapat berguna bagi
kehidupan manusia akan tetapi jika pengelolaan yang dilakukan gagal maka sumber
daya menjadi rentan (Wibowo, 2009).

Maka dalam mengelola sumber daya para pemangku kepentingan atau


pengusaha perkebunan harus diperhatikan dan diawasi oleh negara melalui institusi
pemerintah. Salah satu aktivitas perusakan sumber daya hutan gambut ialah dengan
melakukan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan baru sebagai lahan perkebunan
sawit. Penggunaan metode pembakaran hutan bagi para pengusaha sawit disebabkan
faktor biaya yang murah dibandingkan dengan menggunakan metode lainnya. Hal ini
tentunya memberikan kontribusi yang besar bagii rusaknya ekosistem gambut.
Dengan adanya peristiwa pembakaran hutan tersebut memberikan dampak lingkungan
yang sangat berbahaya bagi lingkungan termasuk lingkungan negara-negara lainnya
yang merasakan dampak berbahaya tersebut.

Dengan adanya fenomena pembakaran hutan tersebut, maka perlu sekali untuk
dilakukan penyelesaian terhadap masalah-masalah pembakaran hutan secara
progresif. Mengingat dampaknya sangat merugikan baik secara materil,sosial,
maupun lingkunan. Maka perlu utuk mendapatkan perhatian dan penanganan serius
dari pemerintah Pusat maupun pemerinntah Daerah. Maka berdasarkan pemaparan
tersebut menjadi alasan bagi penulis untuk menganalisis bagaimana dampa
permasalahan pembakaran hutan untuk perkebunan sawit khususnya di Provinsi
Kalimantan
I.2 Tujuan Penulisan
Paper ini akan menganalisa bagaimana dampak dari kasus pembakaran hutan
oleh para pemilik lahan perkebunan sawit baik dari masyarakat maupun pemilik
modal di Provinsi Kalimantan. Selain itu juga ingin mengetahui upaya yang dilakukan
pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan tersebut.
II. PEMBAHASAN

II.1 Penyebab Pembakaran Hutan di Kalimantan


Pembakaran hutan mengakibatkan kerusakan pada hutan. Kebakaran hutan di
beberapa wilayah di Kalimantan disebabkan oleh pengusaha perkebunan sawit yang
tidak bertanggung jawab dan hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa
mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat dan lingkungan sekitar. Kebakaran
hutan di provinsi Kalimantan hampir terjadi setiap tahun dan masih terus berlangsung.
Ini mengakibatkan berkurangnya jumlah hutan di Provinsi Kalimantan yang merupakan
salah satu produsen oksigen terbesar di dunia. Jika pembakaran hutan terus terjadi,
produksi oksigen akan semakin berkurang bahkan habis. Pembakaran hutan di
Kalimantan selain mengurangi produksi oksigen untuk masyarakat dunia juga
menyebabkan terjadinya kabut asap. Kabut asap yang disebabkan pembakaran hutan di
Kalimantan tidak hanya berdampak pada masyarakat Indonesia, tetapi juga negara-
negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Penyebab utama kerusakan hutan di
Indonesia adalah kegiatan manusia seperti perluasan areal perencanaan pertanian yang
tidak terencana, perluasan areal perkebunan, pembakaran hutan, serta maraknya
perambahan hutan dan pembalakan liar (Septianingrum, 2018) .
Pembakaran hutan di Kalimantan umumnya terjadi karena aktivitas
perkebunan. Metode pembakaran hutan digunakan untuk mengubah lahan menjadi
perkebunan karena biaya yang lebih murah dan menguntungkan bagi pemilik modal.
Dengan cara ini, pemilik modal atau pengusaha sawit tidak perlu mengeluarkan biaya
dan modal yang besar untuk membentuk lahan perkebunan baru. Selain itu, kurangnya
pengetahuan dan teknologi modern untuk membuka lahan perkebunan tanpa melakukan
pembakaran hutan juga menjadi alasan lain untuk penerapan metode ini. Namun,
pembakaran hutan dapat memberikan dampak yang sangat buruk bagi masyarakat dan
lingkungan. Selain itu, lemahnya peran pemerintah dalam mengatasi masalah hutan juga
menjadi penyebab pembakaran hutan di Kalimantan yang terus-menerus terjadi..
Dalam jurnal The Conlict Of Forest Tenure And The Emergence Of
Community Based Forest Management In Indonesia menyatakan bahwa ”The constituion
isnthe main legal standing or the source of the law as it was stated a general statement
that state has rigth of controlling the land, water, and it resources. This should be
described and implement by its law under such as Degree and Law” ( Purnomo, E. P., &
Anand, P. B, 2014) Hal ini bermaksud bahwa konstitusi adalah suatu kekuatan atau legal
standing utama bahwa negara memiliki hak dalam mengendalikan tanah, air, dan sumber
daya lainnya. Dalam hal ini hutan juga merupakan hak negara dalam mengendalikan
pengelolaan dan pemanfaatannya. Untuk perlu sekali kekuatan yang mengatur sebagai
landasan pemerintah dalam menentukan sikap apabila terjadi kecurangan dalam
pemanfaatan sumber daya negara . Dalam menentukan pencegahan dan penanggulangan
terhadap kasus pembakaran hutan dan lahan secara liar perlu adanya hukum dan
ketentuan yang mengatur dan menindak lanjuti masalah kebakaran hutan yang terus
menerus terjadi ini. Ketegasan hukum dalam menindaklanjuti para pelaku pembakaran
yang tidak bertanggung jawab memberikan dampak yang sangat baik apabila mampu
diterapkan secara baik juga. Dengan adanya fenomena pemmbakaran hutan yang terus
menerus terjadi maka masyarakat sekitar harus menyadari akan pentingya hutan terhadap
kelangsungan hidup mereka untuk jangka waktu mendatang. Oleh karena itu perlu
adanya perbaikan dalam pengelolaan hutan dengan metode yang ramah lingkungan dan
menyeimbangkan ekosistem hutan agar terciptanya lingkungan yang bersih dan
perekonomian yang stabil.

II.2 Penanganan yang dilakukan terhadap asus kebakaran hutan


Kasus pembakaran hutan yang terus-menerus terjadi menuntut masyarakat
maupun pemerintah untuk mengatasi permasalahan agar tidak terus berlanjut.
Masyarakat perlu memahami dampak yang ditimbulkan dari proses pembakaran hutan
sangat berbahaya bagi kehidupan manusia di seluruh dunia untuk masa-masa yang akan
datang. Selain masyarakat, perlu adanya dukungan sosial dari pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam menangani kasus ini baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Peran pemerintah dalam menanggapi
permasalahan kebakaran hutan sangat besar terutama dalam memberikan kebijakan
tentang hutan. Dalam mengatasi kasus kebakaran hutan pemerintah wajib untuk
melakukan perlindungan hutan, baik dari perencanaan, perlindungan, pencegahan,
penanggulangan hingga tindak pidana tegas bagi pelaku kebakaran hutan. Upaya
pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan pemerintah ialah dengan mengeluarkan
kebijakan yang dilahirkan menekankan sanksi yang berat bagi pelaku pembakaran hutan
dan lahan, yaitu UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, UU No. 18 tahun 2004
tentang perkebunan, UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, serta PP No. 45 tahun 2004 tentang perlindugan hutan yang telah di
revisi dengan PP No. 60 tahun 2009 (Qodriyatun, 2014)
Pengendalian kebakaran hutan secara umum dilakukan melalui upaya
pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran yang dilakukan ditingkat
nasional hingga tingkat kesatuan pengelolaan butan. upaya pencegahan dilakukan
melalui kampanye penyadaran masyarakat, peningkatan teknologi masyarakat seperti
peringatan dan deteksi dini kebakaran hutan. Upaya pemadaman kebakaran hutan
dilakukan melalui peningkatan teknologi pemadaman, operasi pemadaman, serta
penyelamatan dan evakuasi. Dan upaya pasca kebakaran dilakukan denngan melakukan
monitoring, evaluasi, dan inventarisasi hutan bekas kebakaran, sosialisasi dan penegakan
hukum dan rehabilitasi (Qodriyatun, 2014). Berdasarkan penanganan kebakaran hutan
yang dilakukan pemerintah tersebut lebih dominan bersifat pada upaya apabila terjadi
pembukaan lahan dengan melakukan pemebakaran hutan. Namun pemerintah belum
cukup tegas untuk mengatasi masalah siapa disebalik terjadinya kebakaran hutan tersebut
yang merupakan punca dan pemicu terjadinya kebakaran hutan.
II.3 Analisis dan Evaluasi
Kebakaran hutan di Indonesia untuk perkebunan sawit khususnya di
Kalimantan memberikan dampak yang cukup besar dalam pembangunan berkelanjutan.
Sustainable development is a way tu understand the world as a complex interaction of
economic, social, environmental, and political systems dimana dampak tersebut dapat
dinilai berdasarkan 3 kriteria atau pilar yang terdapat pada sustainable development yaitu
dibidang pertumbuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan.(Septianingrum, 2018)
1. Bidang Ekonomi
Pembakaran hutan di Kalimantan merupakan suatu upaya pengalihan lahan
gambut menjadi lahan perkebunan sawit. Berdasarkan fenomena tersebut terdapat
beberapa dampak ekonomi baik dari segi positif maupun negatif. Manfaat pemanfaatan
lahan untuk dijadikan lahan perkebunan sawit tentunya merupakan suatu upaya
peningkatan ekonomi masyarakat maupun pemilik modal. Dengan adanya perkebunan
sawit tersebut memberikan penghasilan kepada masyarakat yang berprofesi sebagai
petani sawit. Selain itu para perusahaan sawit dengan jumlah yang besar dapat
memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat baik sebagai buruh di perkebunan
maupun sebagai buruh dipabrik pengolahan kelapa sawit menjadi minyak yang siap
untuk dipakai di perusahan-perusahaan minyak goreng (Acin et al., 2021) Pengembangan
perkebunan di pedesaan telah membuka peluang kerja bagi masyarakat yang mampu
untuk menerima peluang tersebut. Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit
mampu menarik tenaga kerja dan investasi yang cukup besar yang dapat menumbuhkan
dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha. Dengan adanya perusahaan
perkebunan, memberikan dampak pada mata pencaharian masyarakat setempat untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan adanya peluang untuk perkebunan sawit di
Kalimantan dapat berdampak kepada pelaksanaan investasi usaha perkebunan. Suatu
peluang usaha akan menjadi sumber pendapatan yang memberikan tambahan
penghasilan kepada masyarakat jika mampu menangkap peluang. Oleh sebab itu
kebijakan pemerintah dan kemampuan masyarakat dalam melihat peluang sangat
ditentukan dalam pemanfaatan lahan perkebunan untuk peningkatan perekonomian
melalui pembangunan perkebunan. Selain peningkatan perekonomian untuk masyarakat,
perkebunan kelapa sawit juga memberikan sumbangsih kepada pendapatan negara
melalui pajak. Minyak sawit merupakan penyumbang pendapatan (Praba Nugraha, 2019)
Negara terbesar di Indonesia. Selain memiliki dampak positif yang cukup
besar terhadap perkembangan perekonomian masyarakat maupun negara, penggunaan
lahan perkebunan sawit juga memberikan dampak yang negatif terhadap perekonomian
lainnya. Dengan dilakukan pembakarann hutan maka akan menyebabkan kabut asap
yang sangat berbahaya. Kabut asap dapat mengganggu transportasi seperti pembatalan
penerbangan sebesar 7% ditahun 1997, mengganggu pariwisata seperti penurunan
kunjungan wisatawan sebesar 13% di tahun 1997 (Juniyanti et al., 2020)
2. Bidang Sosial
Dampak sosial ialah pengaruh atau akibat dari suatu kejadian, keadaan,
kebijakan sehingga mengakibatkan perubahan baik yang bersifat positif maupun yang
bersifat negative bagi lingkungan sosial dan keadaan Pembakaran lahan gambut untuk
perkebunan sawit memberikan dampak sosial yang bermacam-macam. Berdasarkan kasus
pembakaran hutan tentunya banyak memberikan dampak yang negatif dibandingkan
dengan dampak positif. Beberapa dampak sosial yang terjadi di masyarakat akibat
pembakaran hutan tersebut ialah memberikan dampak kesehatan yang buruk bagi
masyarakat, menghambat kegiatan sosial masyarakat dikarenakan kabut asap, dan dampak
negatif lainnya. Kabut asap yang disebabkan oleh pembakaran lahan menyebabkan
masyarakat mengalami gangguan kesehatan seperti saluran pernapasan (ISPA), alergi,
asma, iritasi mata, dan paru-paru (Riswanda, 2022)
Dengan adanya kebakaran hutan tersebut menyebabkan hampir seluruh wilayah
indonesia merasakan dampak berupa kabut asap. Hal ini sangat tidak sesuai dengan aspek
pembangunan berkelanjutan dimana didalam pembangunan harus ada pemerataan dari segi
sosial. Semua masyarakat harus mendapatkan hak yang sama tanpa melihat perbedaan dari
segi sosial, agama, dan budaya. Sebagai mana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa
pembakaran hutan dilakukan oleh oknum-oknum pemilik modal untuk mengalih fungsikan
lahan hutan menjadi lahan perkebunan. Lahan-lahan perkebunan sawit tidak sepenuhnya
dimiliki oleh petani masyarakat Kalimantan asli. Sebagian besar kepemilikan lahan
perkebunan sawit dikuasai oleh pemilik modal dengan jumlah yang besar. Maka, ada
ketimpangan yang terjadi dimana dampak sosial dari kebakaran hutan tersebut dirasakan
oleh sebagian besar masyarakat tetapi keuntungan dirasakan oleh golongan-golongan
tertentu dibalik pembakaran hutan tersebut.
3. Bidang Lingkungan
Menurut undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain. Dampak lingkungan merupakan suatu perubahan lingkungan
yang ditimbulkan oleh suatu atau beberapa kegiatan. Dampak lingkungan ini merupakan
salah satu dari kriteria yang terdapat dapam pembangunan berkelanjutan. Dalam suatu
pembangunan keterkaita diantara ketiga kriteria pembangunan sangat menetukan apakah
pembangunan yang dilakukan sustain atau tidak. Selain melihat dari segi pertumbuhan
ekonomi dan sosial, dampak lingkungan juga harus diperhatikan apakah dapat merusak
lingkungan atau tidak. Jika pembangunan yang dilakukan memberikan dampak
lingkungan yang buruk maka pembangunan tersebut tidak dapat dikatakan sustain dan
perlu untuk di tindak lanjuti.
Berdasarkan kasus pembakaran hutan untuk perkebunan sawit memberikan
dampak lingkungan yang buruk. Pembakaran hutan yang terjadi di Kalimantan
memberikan beberapa dampak lingkungan seperti kabut asap, pencemaran lingkungan,
dan berbagai pencemaran udara lainnya yang dapat merusak sistem pernapasan manusia
(Pratama et al., 2022) Mengingat bahwa hutan merupakan penghasil oksigen terbesar,
maka dengan dilakukannya pembakaran hutan maka oksigen yang dihasilkan juga akan
semakin berkurang. Jika terjadi pembakaran secara terus menerus maka lingkungan akan
menjadi panas dan kadar air semakin berkurang yang menyebabkan musim kemarau
berkepanjangan. Dengan adanya masalah lingkungan maka akan berpengaruh pula
terhadap masalah sosial masyarakat, dan apabila kegiatan sosial masyarakat terhambat
maka akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat bahkan
negara.

III. KESIMPULAN
Kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi bencana nasional sehari-hari, khususnya di
provinsi Kalimantan. Kebakaran hutan di provinsi Kalimantan biasanya disebabkan oleh
pengembangan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit dan pemodal ventura.
Eksploitasi kebakaran hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab disebabkan biaya
rendah dan kurangnya teknologi dalam pengelolaan hutan hijau.
Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk memerangi kebakaran hutan
dengan mengeluarkan beberapa keputusan dan undang-undang tentang pengelolaan
hutan. Namun upaya pengendalian tersebut masih lebih bersifat represif daripada
preventif, sehingga upaya tersebut kurang efektif dalam menangani kejadian kebakaran
hutan yang terjadi selama ini. Rezim pemberantasan pembakaran yang lemah juga
menyebabkan kebakaran hutan yang berkelanjutan hingga hari ini.
Kebijakan pencegahan kebakaran hutan harus dievaluasi dan diperbaiki. Hal-hal yang
harus dilakukan pemerintah dalam menangani kasus Kebakaran Hutan dengan Menilai
Kebijakan Pengelolaan Hutan.Kebijakan atau peraturan pemerintah memberdayakan
negara untuk melindungi hutan dan sumber daya alam negara, dan juga menjadi pengikut
ketika terjadi kerusakan hutan. Investigasi kemudian dilakukan untuk mengklarifikasi izin
budidaya sehingga lebih terorganisir dan mengurangi dampak budidaya ilegal. Langkah
selanjutnya adalah menciptakan inovasi baru berdasarkan perkembangan teknologi untuk
mengalihkan lahan dan hutan menjadi perkebunan dengan cara yang lebih efisien dan
ramah lingkungan. Dengan perbaikan tersebut diharapkan kebakaran hutan di Indonesia
khususnya di Kalimantan dapat teratasi dan masyarakat terhindar dari berbagai dampak
buruk kebakaran hutan.
DAFTAR PUSTAKA

Acin, U., Roslinda, E., & Muin, S. (2021). Perspesi Masyarakat terhadap Perubahan
Pemanfaatan Lahan Hutan menjadi Perkebunan Sawit di Desa Paku Raya Kecamatan
Kuala Behe Kabupaten Landak. Jurnal Hutan Lestari, 9(3).
Juniyanti, L., Prasetyo, L. B., Aprianto, D. P., Purnomo, H., & Kartodihardjo, H. (2020).
Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan, Serta Faktor Penyebabnya di Pulau
Bengkalis, Provinsi Riau (periode 1990-2019). Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam
Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management),
10(3). https://doi.org/10.29244/jpsl.10.3.419-435
Kadarisman, M. I. (2018). Studi Tentang Definisi Hutan Dan Diskursusnya Serta Kegiatan
Pengurusan Dan Pengelolaan Hutan Di Indonesia. E-Conversion - Proposal for a
Cluster of Excellence, 1–10.
Praba Nugraha, R. (2019). Analisis Kerugian Ekonomi Pada Lahan Gambut di Kecamatan
Pusako, dan Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Journal of Agriculture,
Resource and Environmental Economics, 2(2).
https://doi.org/10.29244/jaree.v2i2.26072
Pratama, S. M., Mutiara Putri, M., & Hafiz, M. (2022). Pembakaran Hutan Sebagai Tindak
Pidana Lingkungan: Analisis Dalam Prespektif Hak Asasi. Jurnal Analisis Hukum, 5(1).
https://doi.org/10.38043/jah.v5i1.3157
Qodriyatun, S. N. (2014). Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia.
Political Ecology, VI(Maret).
Riswanda, N. (2022). Dampak Dari Kebakaran Hutan Dan Lahan Serta Penanganan-nya.
Publikasi, 1(1).
Sabiham, S. (2000). Kadar air kritis gambut Kalimantan Tengah dalam kaitannya dengan
kejadian kering tidak balik. J. Tanah Tropika, 11.
Septianingrum, R. (2018). Dampak Kebakaran Hutan di Indonesia Tahun 2015 dalam
Kehidupan Masyarakat. Agric Ecosyst Environ, 1(82).
Wahyuni, P. (2021). Eskalasi Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Masyarakat Suku
Pedalaman di Suku Sakai Riau. Jurnal Sosial Sains, 1(7).
https://doi.org/10.36418/sosains.v1i7.149
Wibowo, A. (2009). Peran Lahan Gambut dalam Perubahan Iklim Global. Tekno Hutan
Tanaman, 2(1).

Anda mungkin juga menyukai