Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BAHASA INDONESIA

KEBAKARAN HUTAN DAN PENANGGULANGANNYA

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

Suci Mahkotiara

Sertayati S.

Labibah Ami Ratu

Reisya Putri

Zevanya

Rahmat Ardinsyah

SMP NEGERI 1 SOLEAR


TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Hutan sebagai suatu ekosistemadalahmerupakan hasil dari interaksi faktor-faktor biotik
dan abiotik. Didalamnya terdapat suatu persaingan antara individu-individu dari suatu spesies
atau dari berbagai spesies jika mempunyai kebutuhan yang sama. Persaingan ini membentuk
masyarakat tumbuhan tertentu, macam dan banyaknya jenisserta jumlah individu-individu sesuai
dengan keadaan tempattumbuhannya. Didalamnya juga tetjadi hubungan sating ketergantungan
antaraanggota masyarakat hutan satu dengan lain dan dengan lingkungannya, hingga pada suatu
ekosistemhutan terdapatkesetimbangan yang dinamis (Soerianegara dan Indrawan, 1976).
Keseimbangan ekosistemhutan sering terganggu baik oleh bencana alamdan yang
terutamaadalah faktor manusia. Adanya tindakan manusia yangtidak bijaksana memperlakukan
hutan akan menimbulkan permasalahan. Aktifitas manusia seperti pembalakan, membakar hutan,
pengembalaan atau merombak hutanuntuk digantikan dengan tanaman usaha pertanian atau
tempat pertanian telah merubah samasekali hutan-hutan asli (Hamzah, 1980).
Secara alamiah hutan-hutan yangmendapat gangguan atau dirombak akan kembali
menjadi hutan seperti sedia kala melalui tipe hutan sekunder setelah melalui tahap-tahap suksesi
(Hamzah, 1980).

B. Dasar Pemikiran.
Penduduk Indonesia sebagian diantaranya masih tinggal didesa-desa yang berada
didalamdan disekitarhutan. Warga didesa-desa tersebut padaumumnya memiliki pengalaman
hidup didalam hutan sebagai tradisi turun temurun. Tradisi yang tercipta dari interaksi
masyarakatyang telah lamadan terus-menerus dengan hutan, akhir -akhir ini, mulai mendapat
perhatian dari berbagai pihak untuk menyingkap sistem-sisteminteraksi yang ada antara mereka
dengan hutan. Dengan kata lain ada paradigma yang baru yang berkembang dalamperiode
terakhir, yakni memandang masyarakat asli (adat) yang bermukimdidalamdan disekitar hutan
secara turuntemurun memiliki kemampuan mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan.
Dilain pihak dipahamisecara prinsipil bahwa pengelolaan hutan yang telah dilakukan
negara belum sepenuhnya mampu melindungi manusia dari eksploitasi manusia, baik itu dari
pengusaha maupun dari masyarakat sendiri.Seperti disinggung diatas, bersamaitu partisipasi
masyarakat belumsecara penuh terlibat dalam pengelolaan hutan, yang mana kemudian sebagai
faktormunculnya gagasan pelibatan masyarakat.
Dengan kata lain, pengelolaan hutan dan perspektif produksi, efisiensi, sosial, dan
lingkungan harus menjadi komitmen dan tujuan pengelolaan hutan. Pembangunan kehutanan
sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutandengan
mengutamakan pelestarian sumber daya alamdan fungsi lingkungan hidup, memulihkan tata air,
memperluas kesempatan berusaha dan lapangan ketja serta meningkatkan sumber pendapatan
negara dan devisa untuk memacu pembangunan daerah (GBHN, tahun 1983). Pada GBHN tahun
1983, dikemukakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk
mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Dengan kata lain,
keberhasilan pembangunan sangat tergantung tingkat partisipasi masyarakat, dan dipihak lain
salah satu ukuran keberhasilan pembangunan adalah seberapa jauh mampu menumbuhkan,
menggerakkan, dan memelihara dan mengembangkan masyarakat dalampembangunan.
Pemerintah dalam hal ini DepartemenKehutanan menyadari bahwa manusia (masyarakat)
merupakan kekuatan utamapelaksanaan pembangunan dan sekaligus sebagai sasaran
pembangunan.
Oleh karena itu, peran serta aktif dan dinamika dari seluruh masyarakat dalam
melaksanakan pembangunan terus ditingkatkan dan ditumbuh kembangkan.Bertolak dari hal ini,
maka penanggulangan gangguan asap yang akhir -akhir ini semakin terasa, tidak dapat hanya
ditanggulangi oleh pemerintah , tetapi harus ada kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk ikut
serta dalam menjaga kelestarian hutan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sebab-sebab Kebakaran Hutan.


Hutan diwilayah tropika mendapat limpahan curah hujan yang sangat tinggi.
Dalamkondisi normal wilayah ini menerimalimpahan curah hujan antara 1.800 hingga 4.000
mmper tahun, karenanya sering disebutsebagai ekologis terbesar didunia. Tingginya tingkat
kebasahan ekosistemini semula telah membuat para pakarekologi menyepelekan peranan faktor
kebakaran hutan terhadap perubahan ekologi dikawasan ini. Namun sejak peristiwa kebakaran
hutan di Kalimantan tahun 1983, anggapan tersebut jelas tidak berlaku lagi. Pertanyaannya,
mengapa ekosistemyang juga dikenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi didunia ini
seringdidera kekeringanbahkan memuncak hingga terjadi kebakaran secara besar-besaran..
Adakah hal tersebut disebabkan proses dehutanisasi (deforestation,perubahan beban baik
semantara maupun permanen dari hutan menjadi non-hutan) besar-besaran yang terjadi
selamalebih dari dua dasawarsa terakhir diwilayah ini ? Ataukah merupakan peristiwa semata-
mata merupakan dampak perubahan iklim secara global atau bahkan koinbinasi antar
keduanya?Mengapa hujan yang dulu melimpah seakan kini rewel turun dari langit diatas Hutan
Hujan Tropis (HHT), hingga berakibat kekeringan dan kebakaran HHT secara berulang, adakah
hal tersebut disebabkan merosotnya luas hutan secara drastis diwilayah tersebut?
Banyak sebab-sebab yang mengakibatkan kebakaran hutan. Tahun ini diperkirakan
terutamakarena adanya kenaikan suhu global yang disebut-sebut akibat adanya ENSO (El Nino
Shouthern Oscilation) yang merupakan penyebab utama kemarau panjang dan kebakaran hutan
Indonesia.
Selain itu, kebakaranhutan jugaakibatdari pembakaran secara sengaja maupun tidak
sengaja. Antara lain kebakaran hutan karena kondisi alam(batubara, gesekan, dll). Adapun
pembakaran hutan secara sengaja antara lain:
1. Pembukaan dan pembersihan lahan (Land Clearing) untuk pembangunan hutan tanaman
industri.
2. Pembukaan dan pembersihan lahan untuk pembangunan perkebunan.
3. Pembukaan lahan transmigrasi:
a. Pembukaan areal pemukiman transmigrasi baru.
b. Pembukaan lahan usaha lanjutan oleh para transmigran sendiri.
4. Pembukaan lahan oleh para peladang.

B. Akibat Kebakaran Rutan.


Secara umum penyebab timbulnya asap dapat dikelompokkan kedalam dua bagian besar, yaitu :
a. Pembakaran limbah kayu, semak belukar dalam rangka persiapan lahan menjelang
musimtanam, baik oleh masyarakat petani, peladang maupun oleh perusahaan yang
bergerak dibidang kehutanan dan perkebunan.
b. Terjadinya kebakaran hutan dan perkebunan oleh sebab-sebab lain (alam,kelalaian, dan
kesengajaan.
Musim kemarau tahun ini selain telah berakibat kelangkaan sumber daya air, tak urung
juga telah mengakibatkan kebakaran hutan tropika besar besaran di Kalimantan dan Sumatera.
Berbagai Harian sejak akhir Agustus lalu (1997) melaporkan bahwakebakaran bahwa kebakaran
hutan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur sertasebagian Sumatera selain telah
mengakibatkansebagian wilayah ini telah diselimuti asap tebal yang mengganggu lalu lintas
darat maupun udara, juga (dibeberapa wilayah, seperti Pekan Baru) telah mengakibatkan
mewabahnya penyakit saluran pemafasan. Berita terakhir bahkan menyebutkan bahwa kabut
yang disertai asap tebal tersebut telah menimbulkan berbagai keluhan dari beberapa negara
tetangga kita (Malaysia dan Singapura).
Kebakaran tersebut apabila tidak terkendali dengan baik, bukan tidak mustahil akan
menyamai peristiwa kebakaran hutan tahun 1983 yang sering diberitakan sebagai bencana
ekologi terbesar abad ini dan telah memanggang HHT seluas 4 juta hektar di Kalimantan, pada
saat yang sama(pada waktu itu) jugaterjadi hutanrawa gambut di Sumatera yang menyebabkan
menggantungnyakabut tebal hingga Singapura yang menimbulkan gangguan serius terhadap
penerbangan pesawat udara di lapangan udara Changi, sekitar 150 kmdari tempat kebakaran.
Keseluruhan masalah ini tidak akandapat diatasi tanpa kerja keras dan usaha bersama dari
pemerintah dan masyarakat. Untuk itu diperlukan langkah-langkah tepat untuk memecahkan
solusi ini. Dan ini merupakan tanggung jawab bersama.
C. Pencegahan Dan Strategipemadaman Kebakaran Hutan

Pencegahan Kebakaran Hutan


Timbulnya asap salah satunya ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Terjadinya kebakaran
hutan disebabkan faktor : alam, kelalaian, dan kesengajaan. Untuk mengatasi kebakaran hutan
yang disebabkan oleh hal-hal diatas akan di bahas dibawah ini. Kebakaran hutan yang
disebabkan pembakaran limbah kayu dan semak belukar untuk tujuan pembangunan HTI,
perkebunan dan areal pemukiman transmigrasi adalah dalamrangka pembukaan dan pembersihan
lahannya (land clearing). Untuk lebih mempercepat pelaksanaannya maka pembersihan
dilakukan dengan pembakaran antara bulan April s/d September saat musimkemarau, karena
pada bulan Oktober – September adalah musim hujan. Untuk saat ini, pembakaran limbah kayu
semak belukar adalah merupakan cara yang paling efisien dan paling murah. Mengingat
dampaknya yang cukup luas, maka cara ini harus diubah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan
antara lain dengan memanfaatkan limbah kayu menjadi chips/serpih kayu yang dapat dijual di
dalam negeri maupun ekspor, dan perlu persyaratan bagi calon pemegang Izin Pemanfaatan
Kayu (IPK) untuk menyertakan AMDAL perusahaan yang akan memanfaatkan lahan.
Pembakaran hutan dan semak belukar untuk tujuan pertanian/perladangan yang dilakukan
petani/peladang, saat ini masih merupakan budaya masyarakat tradisional yang sudah turun-
temurun. Mengatasinya adalahdengan mengubah perilaku, meningkatkan kesadaran dan
kesejahteraan masyarakat peladang di dalamdan di sekitar hutan, dengan :
a. Mengalihkan pekerjaan berladang ke pekerjaan lain yang tidak membakar/merusak
hutan.
b. Meningkatkan usaha baru berladangnya secara kultur teknis sehingga tidak merusak/
membakar hutan.
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat ataspentingnya pemeliharaan pelestarian hutan dan
lingkungan hidup.
Selain kebakaran yang disengaja dilakukan untuk tujuan pembangunan HTI, perkebunan,
pemukiman transmigrasi dan pertanian/ perladangan, kebakaran hutan disebabkan oleh alam
(api abadi/batubara, gesekan dll), kelalaian manusia. Untuk mengatasi penyebab ini dapat
dilakukan dengan mengadakan perbaikan manajemen perlindungan hutan (antara lain
:meningkatkanpatroli, pemantauan secara dinidll), peningkatan teknik silvikultur ( pembuatan
sekat bakar, pembuatan kolamair, pengendalian gulmadengan herbisida) dan penyuluhan
Peningkatan koordinasi antar intansi terkait dalampenanggulangan kebakaran kawasan
hutan. Meningkatkan dan kampanyenasional kesadaran, kecintaan dan peran serta masyarakat
dalamupaya pelestarian hutan secara terpadu. Menyempurnakan konsepsi usaha pencegahan dan
penanggulangan kebakaran yang mampu mendorong dan meyakinkan masyarakat, utamanya
yang berada di sekitar di dalamhutan untuk berperan serta dalammengamankan dan
melestarikanhutan. Pendekatan perlu dilakukan melalui aspek-aspek legal, sosial budaya
(behavior/anthropology) dan kesejahteraan dengan penciptaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan yang bersifat menetap.
Untuk mengatur masalah kehutanan perlu dilengkapi Peraturan Perundang- undangan dan
petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis, prosedur tetap dan Peraturan Daerah serta law
enforcementyang dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan adanya keragaman karakteristik
di masing-masing wilayah/lapangan. Terakhir perlu ditingkatkan manajemen Perlindungan
Hutan antara lain dengan meningkatkan patroli, pemantauan secara dini dan upaya-upaya
penanggulangan kebakaran hutan secara terpadu.

B. Strategi Pemadaman Kebakaran Hutan


Musim kemarau yang panjang di luar pulau Jawa seperti Kalimantan dan Sumatera,
sangat mendukung proses terjadinya api yang besar. Lebih-lebih saat api datang, kandungan
bahan bakar potensial sangat tebal dan kering pada lantai tegakan hutan. Di dalamhutan, bahan
bakar terjadi dari daun-daun mati, ranting, batang pohon, cabang-cabang pohon di atas
permukaan tanah, vegetasi bawah, dan terkadang pohon yang lebih besar. Pemanasan datang dari
penyinaran, peristiwa ignasi atau dari asap mesin. Angin meniupkan oksigen kedalamapi.
Ada tiga tahap terjadinya proses kebakaran :
1. Pemanasan awal, pada tahap awal nyala api, bahan bakar terpanasi, kering dan
sebagian berubah menjadi gas. Dalamsuatu sumber api, pemanasan awal sewaktu
daun dan rerumputan terlebih dahulu kering menyala, mengeriting, selanjutnya
menjadi hangus dan gosong.
2. Pembakarangas, gas terbentuk selama pemanasan awal, yang menjadi panas dan
terbakar serta menghasilkan uap air dan karbondioksida. Nyala api sebenarnya
merupakan hasil dari peristiwa gas-gas yang terbakar.
3. Pembakaran arang kayu, Bahan bakar tersisa, setelah gas-gas terbakar. Sejumlah
besar dari panas dilepaskan selamapembakaran. Dalamsuatu hutan yang kering, tiap
kg bahan bakar yang terbakar melepaskan panas sekitar 18000 kilo joule energi.
Bohlamlistrik membutuhkan 50 jamuntuk menggunakan energi sebanyak ini.
Sifat-sifat :
 Api
Dalam api hutan, berbagai kondisi tergantung mempengaruhi ukuran dan intensitas api. Jika
beberapa kondisi ini berubah. Petugas kehutanan perlu mengetahui tentang akibat ini, sehingga
dapat mengerti bagaimana api yang akan terjadi, dan bagaimana mereka
dapat memperoleh teknik pengendalinya.
 Angin
Angin, berpengaruh terhadap api melalui perubahan jumlah suplai oksigen. Peningkatan
kecepatan angin membawa banyak oksigen, dengan demikian bahan bakar dapat terbakar lebih
cepat.
 Lereng
Api biasanyaberjalan lebih eepat pada tempatmenanjak dari pada permukaan yang datar. Sudut
nyala api mengikuti perubahan permukaan tanah. Searah dengan angin, banyak bahan bakar yang
terbakar didahului dengan pemanasan awal, selanjutnya terbakar dengan mudah.
 Bahan Bakar
Jumlah bahan bakar, kandungan air, dan ukuran bahan bakar, semua berpengaruh terhadap
tingkah laku api.lntensitas api meningkat sebanding dengan peningkata bahan bakar dan bahan
bakar kering. Apabila potongan bahan bakar menjadi kecil maka intensitas api meningkat.
Rumput-rumputan dan ranting, terbakar lebih mudah dari pada kayu gelondongan.
 Api Loncat
Dalamsuatu api hutan,kepingan kulit batang yang terbakar, ranting-ranting kecil dan daun-
daunan terangkat ke angkasa, membentuk gumpalan api kebakaran. Apabila bara api kebakaran
berada diatas suatu lahan yang belumterbakar, ia dapat menimbulkan api baru, ini disebut api
loneat atau api tularan (Spot fires ). Sebagai contoh hasil pengamatdi Australia, beberapa jenis
Eucalyptus mempunyai kulit batang yang mengelupaskan kepingan-kepingan atau potongan-
potongan kulit batangan, yang dapat mengapung padaangin kencang atau angin yang bergerak
keatas. Kepingan-kepingan kulit batang yang menyala dapat membawasejauh 5 kmdari api
terdahulu dan menimbulkan api baru. Jenis Api Hutan Api hutan biasanya terjadi dalam dua
bentuk :
1. Api pennukaan yang terjadi pada vegetasipermukaan tanah, membakar serasah dan
tumbuhan langka, tetapi tidak mencapai puncak pohon yang lebih tinggi. Kebanyakan,
api hutan yang berukuran sedang dan kecil, termasuk dalam api permukaan.
2. Api tajuk, membakar bagian tajuk dari pohon. Oleh karena api ini besar, maka nyala
apinya tinggi sekali di atas pennukaan tanah. dalambeberapa kasus, tajuktajuk tumbuhan
terbakar penuh, sehinggaapi seperti ini dinamakan api tajuk (Crown Fire).
Ada tiga tahapan yang harus dilakukan dalamupaya pengedalian api hutan, yaitu :
1. Pencegahan Aktifitas pencegahan meliputi : pengeluaranatau memberlakukan peraturan
perundang-undangan, reduksi bahan bakar, serta penyuluhan dan pendidikan.
2. Persiapan pemadaman Kegiatan ini meliputi : pembangunan jalan, membuat sekat bakar,
memasang sistemkomunikasi, membangun sistem deteksi asap berupa tower, dan lain-
lain.

Pemadaman api hutan


Jika dilihat dan kejadiannya, api dilahan hutanada dua macam: Pertama, api yang disengaja,
misalnya untukpembersihan lahan atau peremajaan rumput untuk ternak. Api semacamini cukup
diawasi agar tidak menjalar ketempat lain. Barulah sehabis pembakaran, dilakukan pengontrolan
bara sisa yang mungkin tertiup angin ke tempat lain. Jika bara berupa batang atau dahan masih
terdapat pada areal kebakaran, sedangkan air tidak ada, maka cukup dengan menempatkan bara
tersebut pada areal bebas bahan bakar. Apabila air masih ada, maka segera disemprot atau
ditumpahi air sampai bara padam.Kedua api yang kita hadapi adalah api liar yang biasanya
datang tanpa diundang, walaupun awalnya bisa disengaja atau tidak. Api semacaminilah yang
perlu dipadamkan.
Dalam pelaksanaan pemadaman api lahan, temyata tinggj api sangat mempengaruhi
kemampuan regu pemadamapi. Oleh karena itu, harus disesuaikan dengan alat yang disediakan.
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalammembuat peralatan pemadam adalah :
1. Kemampuan maksimal regu pemadampada jarak terdekat antara api dengan sumber api.
Sebagai contoh untuk api 2 meter, kemampuan mendekat regu pemadam adalah 5 meter.
Pada jarak itulah seorang anggota regu pemadam dapat mematikan api dengan
menggunakan suatu alat.
2. Kemampuan seseorang mengoperasikan suatu alat sampai dia lemas kecapaian.
3. Jangkauan dan kapasitas alat yang dipakai.
Ketiga faktor diatas sangat menentukan suksesnya memadamkan api, sehingga perlu dicari
strategi pemadaman yang tepat. Memadamkan api yang sudah sempat terjadi, strategi
pemadaman yang akan digunakan tergantung pada tinggi api, persediaan alat, keberadaan
sumber air, dan tersedianya jalan hutan. Pengamatan berulang dari setiap kejadian api, diperoleh
kesimpulan bahwa tinggi api selalu 2x tinggi bahan bakarnya. Bila bahan bakarnya 1 m,
tinggiapi sekitar 2 m. Bila bahan bakar 3 m,tinggi api sekitar 6 m,dan seterusnya.
Berbagai cara pemadaman api dengan menggunakan alat yang sesuai dengan tingkat
intensitas api, adalah sebagai berikut :
1. Cara pemadaman dengan Kepiok.
Cara ini digunakan pada bahan bakar serasah lantai hutan dengan api setinggi +/50 cm; di
medan berat seperti di lereng gunung ; tempat jauh dari jalan dan tidak ada sumber air ; ataupada
lereng yang curam.
2. Pasangan Kepiok dengan pacitan.
Cara ini cocok untuk tinggi api setinggi +/- 1 - 1,5 m; pada medan yang tidak masuk kendaraan
berat, tetapi sumber air masih ada. Satu pacitan dilengkapi dengan satu jerigen air. Api yang
dihadapidengan pasangan ini, biasanya adalah api bawah tegakan tanaman kehutanan yang
beralang - alang sedikit.
3. Pasangan Kepiok dengan alat semprot di punggung (pompa kodok ).
Strategi ini cocok untuk api setinggi +/- 1 m,pada areal yang tidak terdapat jalan, tetapi harus
disertai stok air berupa kubangan atau bak air dalammobil, untuk menjaga kehabisan air
dalamsemprot punggung.
4. Cara pemadaman dengan kendaraan Pick-up.
Cara pemadaman dengan unit Pick-up sangat cocok untuk intesitas api sedang dengan ketinggian
api dari 1,5 - 4 m.Penggunaan alat ini sangat cocok untuk pengedalian HTI atau tanaman
kehutanan. Perangkat unit Pick-up terdiri dari : 1 buah mobil Hiline Pick-up, tangki berupa dua
buah drumberisi400 lt air, mesin pompa Honda 5,5 PH satu buah, selang 200 m, satu buah jet,
kepiok 3 buah, kapak 1 buah, dan pompa kodok 2 buah.Strategi Pick-up hanya dapat
dioperasikan pada areal yang mempunyai jalan mobil, sumber air, dan kondisi fisiografi lahan
datar sampai bergelombang.
5. Menggunakan Mobil Pemadam Kebakaran.
Strategi ini umumnya juga digunakan diberbagai tempat untuk api yang sangat besar. Tetapi
areal kebakaran harus mempunyai jalan yang petmanen serta persediaan air yang sangat banyak.
6. Menggunakan pompa diam.
Cara ini suka digunakan pada api gambut. Air dipompa dan sumur dangkal yang mudah dibuat
dilahan gambut. Air dari sumur langsung disemprotkan ke areal terbakar dengan menggunakan
selang. Arealyang mudah diatasi dengan cara ini, adalah areal yang berkelerengan hampir rata.
7. Menggunakan pesawat terbang.
Penggunaan alat ini memerlukan investasi sangat besar, tetapi tidak efektif untuk api besar.
Biasanya, strategi ini hanya digunakan sebagai pembantu pasokan pemadamdi darat
dalammemperkecil intensitas api.
8. Bakar Balas.
Strategi ini dilakukan jika samasekali tidak tersedia peralatan pemadam,serta personil yang
sedikit, yaitu dengan cara membakar bahan bakar berlawanan arah jalaran api. Dengan cara
demikian api dari dua arah akan bertemu ditengah dan karena bahan bakar habis maka api
padam.Untuk melakukan bakar balas biasanya areal pinggir sungai atau jalan yang merupakan
sekat bakar dengan areal penting untuk dilindungi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan saran


Kebakaran HHT yang terjadi hampir setiap musimkemarau jelas merupakan berita yang
amat menyedihkan bagi masa depan kehadiran HHT di negeri lni, lebih-lebih mengingat masih
rendahnya menegemen pengendalian kebakaran hutan saat ini.
Mengganasnya kebakaran hutan selamasatu dasa warsa terakhir ini yang nota bene saat
ini tidak saja melahap hutan alam, namun juga HTI (reboisasi) serta lahan-lahan non hutan sudah
saatnya harus ditanggapi dengan upaya pengendalian secara sigap.
Berbagai kegiatan pengendalian baikpreventif maupun kuratip harus lebih digalakkan
serta secara nyata diaplikasikan dalam kegiatan pengelolaan hutan, misalnya dengan mengurangi
sumber bahan bakar, membuat sekat bakar; menara api, pemantauan secara intensif hingga
kesiapsiagaanpersonel dan berbagai peralatancanggih peredam api dalamjumlah yang memadai
baik dihutan maupun dihutan tanaman.
Kegiatan tersebut jelas memerlukan investasi besar, namun tentunya cukup seimbang
dengan hasil yang diperolah dari eksploitasi HHT selama ini.Apabila diperhitungkan dampak
kerugian yang ditimbulkan oleh setiap kebakaran hutan yang tak ternilai besarnya, maupun
komitmen kita dalammemenuhi target International Tropical Timber Organization (ITTO) tahun
2000, bahwa kayu tropis yang diperdagangkan antar negara, harus bersumber dari hutan yang
dikelolasecaralestari (Ecolabellingkayu tropis).
Masalah kehutanan memang semakin kompleks, jalan keluarnya tak ada lain bahwa
sumber daya ini harus mulai benar-benar dikelola secara profesional. Sehubungan dengan
pengendalian kebakaran hutan, konsekwensinya antara lain, dibutuhkan reinvestasi kapital
kedalam sumber daya ini dalam jumlah proporsional.

Anda mungkin juga menyukai