Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH IPA TERAPAN

SISTEM DETEKSI DINI KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA


(Bidang Kehutanan)

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biofisika yang diampu oleh Bapak Drs. Ridwan
Joharmawan,M.Si dan IbuIsnanik Juni Fitriyah. S.Pd.,M.Si.

Oleh:
Kelompok 8
1. Arif Musthofa 170351616560
2. Dwi Tina Arianti 170351616516
3. Erika Windya Putri 170351616600
4. M. Andrie Nur Hakim 170351616606

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA
FEBRUARI 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hutan merupakan sebuah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa Yang dikaruniakan
kepada negara Indonesia dan mengakibatkan Indonesia dikenal sebagai salah satu negara
pemilik hutan tropis terbesar di dunia setelah negara Brazil. Orang tersebut harusnya
disyukuri serta menjaga karunia yang telah diberikan, karena jika kita menjaga dan
melestarikan hutan maka hutan dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada
seluruh warga Indonesia sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di
Indonesia secara merata serta memberikan jasa-jasa lingkungan yang berguna untuk
menopang kehidupan di muka bumi ini.
Salah peran peran penting hutan yaitu dalam menyediakan dan mengendalikan
berbagai kebutuhan manusia misalnya udara, air, makanan dan sebagainya. Hutan
memiliki nilai ekonomis yang tinggi jika dilihat dari hasil-hasilnya namun pemanfaatan
yang tidak berpihak akan menyebakan dampak negative bagi kehidupan dibumi yang
selanjutnya menyisakan banyak persoalan diantaranya adalah kebakaran hutan. Dampak
negative yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan sangat besar yang mampu mengganggu
keseimbangan sumber daya alam diantaranya menurunnya keanekaragaman hayati,
kerusakan ekologis, merosotnya nilai ekonomis hutan, kesuburan tanah berkurang,
hewan akan mengalami kepunahan serta dapat mengganggu segala aktivitas manusia.
Namun pada kenyataannya hutan yang seharusnya dijaga dan dilestarikan
serta dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian gerhana
mengalami perubahan dan degradasi yang cukup tinggi bagi dunia internasional.
Indonesia merupakan satu negara yang masuk dalam daftar rekor dunia dan
dinobatkan sebagai negara yang mempunyai tingkat laju degradasi tahunan tercepat di
dunia. Sebanyak 72% dari hutan apa Indonesia telah musnah dengan sekitar 1,8 juta
hektar hutan dihancurkan per tahun. Tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap
tahunnya atau 51 km² per hari.
Dan ketika upaya untuk memperbaiki memulihkan serta mempertahankan
kondisi hutan yang sudah hancur dapat melalui mekanisme jasa hutan sebagai
penyerap karbon dilakukan sebuah penanganan dengan memanfaatkan kemajuan
IPTEK di Indonesia. Kebakaran hutan di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai
negara yang termasuk dalam deretan negara penyumbang emisi CO2 terbesar di dunia.
Permasalahan kebakaran hutan dari tahun ke tahun telah menjadi permasalahan
nasional yang patut mendapat perhatian dan penanganan serius dari pemerintah karena
jika tidak segera ditangani dampaknya akan sangat merugikan bagi seluruh kehidupan
warga Indonesia..
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Kebakaran Hutan
2. Faktor penyebab Kebakaran Hutan
3. Dampak kebakaran Hutan
4. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebaran hutan
2. Dapat menjelaskan faktor utama dari kebarakan hutan
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan
4. Untuk mengetahui teknik yang efektif untuk mencegah kebakaran hutan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN KEBAKARAN HUTAN

Definisi kebakaran hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 merupakan suatu
keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan atau hasil hutan
yang menimbulkan kerugian ekonomis dan nilai lingkungan. kerusakan hutan yang disebabkan
oleh kebakaran merupakan suatu peristiwa sengaja dan tidak sengaja. Dalam ilmu kehutan
kebakaran dan pembakaran hutan memiliki arti yang bebeda. Pembakaran sendiri identik dengan
suatu kejadian yang disengaja pada suatu dengan tujuan dasar untuk membuka suatu lahan baru
atau untuk mengendalikan suatu hama. Sedangkan kebakaran hutan memiliki arti suatu kejadian
yang tidak sengaja dan tidak terkendali. Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan
dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan
kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan). Kebakaran hutan juga dapat
didefinisikan sebagai pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan
bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, log,
tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon (Saharjo, 2003).

Berdasarkan tipe bahan bakar dan sifat pembakarannya, kebakaran hutan dan lahan dapat
dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu:

1. Kebakaran bawah (ground fire) merupakan tipe kebakaran dimana api membakar bahan
organik dibawah permukaan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik maka
kebkaran ini tidak terlihat apinya namun asap. Penyebaran api juga sangat lambat dan
terjadi dalam waktu yang lama (biasanya terjadi pada lahan gambut yang ketebalannya
mencapai 10 meter).
2. Kebakaran permukaan (surface fire) yaitu tipe kebakaran dimana api membakar bahan
bakar permukaan yang berupa serasah, semak belukar, anakan, pancang, dan limbah
pembalakan. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun
cepat padam.
3. Kebakaran tajuk (crown fire) merupakan tipe kebakaran yang membakar tajuk pohon
(bagian atas pohon). Kebakaran ini akan parah jika terjadi di tanaman yang daunnya
mudah terbakar dan rapat (Hunawan, 2016).

Dalam kasus tertentu kebakaran hutan sulit dipadamkan hingga memerlukan waktu lebih
untuk menemukan sumber api hal ini terjadi karena berbagai faktor seperti pada tanah gambut,
api masih menyala dibawah permukaan tanah walaupun api dipermukaan telah dipadamkan.
Kebakaran hutan menyumbang terbesar laju deforestasi.Deforestasi akibat kebakaran hutan lebih
besar dibandingkan dengan konversi lahan untuk pertanian.

2.2. PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN


Sumber daya hutan memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi bahkan mempunyai nilai
prospek bagus baik di dalam maupun dipasar internasional. Keadaan tersebut mendorong
pemanfaatan hutan untuk berbagai kepentingan sehingga menghalalkan segala cara untuk
mengambil sumber daya dari hutan. Selain itu faktor musim sangat mempengaruhi dalam
menjaga keseimbangan alam terutama menjaga hutan.Kerusakan kawasan hutan disebabkan oleh
beberapa faktor Salah satu faktor yang menarik untuk dikaji yaitu persoalan perubahan (alih)
kawasan hutan(Affandi, 2014).
Karakteristik kebakaran hutan
1. Pada lahan gambut
Sebenarnya pada kondisi alami lahan gambut sulit terbakar, hal ini dikarenakan sifat
gambut menyerupai spons yang dapat menyerap dan menahan air secara
maksimal.Sifatnya ini membuat lahan gambut tidak mengalami perubahan kondisi meski
iklim sedang hujan ataupun musim kemarau. Keseimbangan ekologisnya akan terganggu
jika adanya konversi lahan atau pembuatan kanal. Pembuatan kanal dan atau parit
merupakan upaya menurunkan muka air tanah sehingga lapisan atas dapat di olah
menjadi lahan tanam.
Pada musim kemarau, kondisi lahan gambut akan sangat kering hingga mencapai
kedalaman tertentu dan menyebabkan mudah terbakar. Sisa tumbuhan yang terkandung
dibawah permukaan lahan gambut merupakan bahan bakar yang dapat menyebabkan api
menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan
menimbulkan asap tebal. Kondisi ini diperparah karena bara api berada beberapa meter di
kedalaman tanah sehingga sulit dipadamkan dan menyebabkan asap hingga berbulan-
bulan. Secara alami hanya musim penghujan yang dapat mematikan api secara total,
seiring dengan penambahan volume air tanah dan peningkatan muka air tanah

2. Kebakaran pada lahan kering


Tidak berbeda jauh karakteristik kebakaran yang terjadi pada lahan mineral.
Biasanya kebakaran pada tipe lahan ini lebih dominan dikarenakan faktor manusia.
Menurut Dephutbun (2000) terjadinya kebakaran yang disebabkan oleh faktor alam
dipicu oleh pengaruh El Nino yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan di
Indonesia.Umumnya kebakaran yang terjadi pada tipe lahan ini adalah lebih sebabkan
oleh kelalaian pada saat pembukaan lahan. Sisa aktifitas pembersihan lahan (land
clearing) yang dikumpulkan pada satu titik menjadi bahan baku yang menghasilkan
kobaran api dan pola bakar yang besar. Biasanya untuk lahan kering kesulitannya
adalah mendapatkan sumber air, dan penentuan arah angin.

2.3. DAMPAK KEBAKARAN HUTUAN


Asap akibat kebakaran hutan dan lahan pada umumnya terlihat seperti awan
berwarna putih keabu-abuan, cokelat, atau bahkan kehitam-hitaman. Semakin gelap
warna asap menunjukkan konsentrasi bahan pencemarnya semakin besar, namun
demikian asap putih yang terakumulasi di udara (di lapisan troposfer dekat permukaan
bumi) juga dapat menimbulkan dampak negatif langsung. Pada musim kemarau asap
biasanya telah bercampur dengan uap air berupa kabut yang dihasilkan dari proses
evapotranspirasi dan dehidrasi tumbuhan dari biosfer atau karena adanya lapisan inversi
di atmosfer(Saharjo, 2018).
2.3.1 Dampak Negatif
1. Dampak Ekologi
Mengganggu proses ekologi antara lain suksesi alami, produksi bahan organic dan proses
dekomposisi, siklus unsure hara, siklus hidrologi dan pembentukan tanah. Selain itu
mengganggu fungsi hutan sebagai pengatur iklim dan penyerap karbon. Lebih jauh
dapat merusak Daerah Aliran Sungai (DAS). Hilangnya keberagaman hayati dan
ekosistemnya. Kebakaran juga melepaskan banyak emisi karbon dan gas rumah kaca
ke atmosfer yang memperburuk perubahan iklim.
2. Dampak Ekonomi
Hilangnya hasil hutan (kayu dan non kayu). Terganggunya aktifitas ekonomi baik dari
sektor perkebunan, transportasi, pariwisata, perdagangan dan sebagainya. Biaya
pengobatan terhadap gangguan kesehatan, dan biaya langsung untuk memadamkan
api.
3. Dampak Kesehatan
Gangguan pernapasan ringat sampai akut. Asap yang dihasilkan dari kebakaran
mengandung sejumlah gas dan partikel yang berbahaya seperti sulfur dioksida (SO2),
karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelin, benzene, nitrogen oksida (NOx) dan
ozon (O3) (Hunawan, 2016).

2.3.2 Dampak Positif


1. Menyuburkan Tanah
Kebakaran hutan membuat efek menyuburkan tanah hutan karena abu sisa
pembakaran menjadi mineral penting bagi tanah hutan. Tanah hutan menjadi kaya
dengan kandungan mineral.
2. Efek Peremejaan Tanaman
Selain itu ada juga efek peremajaan hutan. Biasanya setelah hutan habis terbakar akan
tumbuh tunas-tunas baru yang berkembang sangat pesat. Tunas-tunas tersebut
mendapatkan penyinaran maksimal, karena tidak terhalang tajuk tanaman lain.
3. Pembersihan Lahan
Membakar hutan juga sering digunakan sebagai salah satu metode pembersihan lahan
untuk perkebunan dan pertanian. Biaya pembersihan lahan yang sangat murah, minim
tenaga kerja dan tidak perlu peralatan canggih.
4. Memusnahkan Hama
Kebakaran hutan memusnahkan semua biomas yang ada di atas tanah, bahkan sampai
ke kedalaman tertentu. Hama dan penyakit tanaman yang ada pun sudah barang tentu
ikut musnah (Suratmo, 1974).

2.4. DETEKSI DINI KEBAKARAN HUTAN

Kebakaran hutan yang marak terjadi diindonesia sudah seharusnya mulai melakukan cara
yang efektif untuk menanggulanginya, selain dampak yang ditimbulkan membuat kerugian yang
besar namun juga dapat merusak terganggu ekosistem alam dibumi tak hanya manusia yag
terkena tetapi makhluk hidup yang ada disekitar juga terkena imbasnya. Penyebab kebakaran di
Indonesia sendiri disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya oleh musim kemarau yang
panjang dan ulah manusia yang bertujuan untuk membuka lahan. Kebakaran hutan di Indonesia
masih sering terjadi karena musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan pepohanan
menjadi kering hal tersebut memudahkan timbulnya percikan api dan dapat meluas dengan
bantuan angin.
System deteksi dini kendali kebakaran
Pada aspek pencegahan, berbagai kebijakan yang sifatnya meminimalisir kemungkinan
kebakaran harus diutamakan, termasuk penguatan system informasi manajemen kebakaran
hutan, lahan, kebijakan-kebijakan yang menyertai konversi, dan pembukaan lahan.Sedangkan,
untuk aspek pemantauan harus dikembangkan sistem peringatan dini dan tentu saja kapabilitas
pemadam kebakarannya sebagai salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam aspek
penanggulangan kebakaran. Ada beberapa hal yang harus dilakukan berkenaan dengan upaya
pencegahan, penanggulangan, dan pemantauan kebakaran hutan diantaranya adalah :
Aspek pencegahan, adanya sistem informasi manajemen kebakaran hutan dan
lahan.Kecepatan pertukaran informasi kebakaran, merupakan kunci keberhasilan peringatan dini
dan pemadaman dini di lapangan.Untuk itu, diperlukan perangkat komunikasi dan perangkat-
perangkat lainnya.Sistim Informasi Kebakaran (SIK) dan Sistem Informasi Kebakaran Hutan dan
Lahan (SIKHL) harus dikembangkan dengan sistem komputer agar data dan informasi bisa
dipadukan untuk mendukung kebijakan.Sebagai data masukan untuk SIK, dapat menggunakan
peta penggunaan lahan terbaru untuk daerah propinsi, termasuk batas seluruh konsesi HPH,
perkebunan dan transmigrasi. Selanjutnya, data jaringan infrastruktur, aktivitas manusia serta
data tingkat kekeringan yang diperoleh Badan Meteorologi dan Geofisika manajemen kebakaran
hutan dan penentuan dipadukan dengan data citra inderaja, seperti NOAA- AVHRR (National
Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer) yang
dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika (NASA) sejak tahun 1978 untuk pemantauan
iklim dan kelautan global sebagai data lanjutan. Sensor yang terdapat pada satelit tersebut,
memberikan informasi yang sangat berguna untuk manajemen kebakaran, seperti deteksi
kebakaran harian, pemetaan daerah yang terbakar, perbedaan vegetasi, dan bahan bakar api.
Pulau Sumatra setiap tahun mengalami perubahan lahan hutan menjadi lahan
perkebunan.Perubahan ini dilakukan dengan pembakaran. Sebagian besar kondisi lahannya
adalah lahan gambut dimana lahan tersebut sulit untuk dipadamkan terutama jika api sudah
mulai menyebar dan meluas diperparah lagi pada saat musim kemarau dampaknya sampai
kesegala aspek kehidupan masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya alat
system deteksi dini mengenai kebakaran hutan yang terhubung melalui jaringan internet
sehingga dapat menghubungkan ke instansi-instansi terkait sehingga ketika ada asap dihutan
sesegera langsung teratsi agara tidak menjadi meluas kesegala arah.

Pedeteksi suhu
Untuk mengetahui perubahan suhu panas dibutuhkan alat pedeteksi suhu yaitu sesor suhu atau
LM35.Dengan menggunakan alat ini dapat memudahkan untuk pengamatan deteksi dini jika
terjadi kenaikan suhu udara pada lahan hutan.Alat tersebut di control dengan AVR ATmega8535
atau dengan Arduino Uno.

(Sensor suhu LM35)

pendeteksi panas/ api


Pemanasan global apda musim kemarau berdampak mudahnya lahan hutan mengalami
kebakaran.Kebakaran lahan di Indonesia umumnya ditangani setelah menjadi wabah nasional,
karena medannya yang sulit dan minimnya tenaga pemadam kebakaran. Untuk meminimalkan
meluasnya kebakaran lahan hutan, perlunya dibuatkan sebuah alat pendeteksi dini kebakaran
lahan, berupa sensor api.Sensor UVTron R2868 menggunakan efek fotolistrik dari logam dan
efek pencampuran gas.Sensor ini mempunyai sensitivitas spektrum celah sebesar 185 nm hingga
260 nm. Sensor ini berfungsi dalam pendeteksian munculnya api dalam skala kecil sehingga
memudahkan dalam pemadaman kebakaran.
(Sensor UVTron R2868)

Pendeteksi asap
Kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan hal ini mengakibatkan asap yang tebal dan
terjadi berbulanbulan, sehingga menjadi bencana kabut asap tingkat nasional hingga bencana
internasional, karena kabut asap telah sampai ke negara Malaysia dan Singapura. Bencana kabut
asap sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari dan mengakibatkan terganggunya kesehatan
hingga ekonomi masyarakat, karena banyaknya penerbangan yang tertunda hingga waktu yang
tidak dapat dipastikan. Bencana kabut asap yang terjadi di Sumatera khususnya propinsi Riau
telah meluas hingga ke propinsi Palembang dan pulau Kalimantan. Bencana tersebut terjadi
setiap tahun dan telah hingga kini telah lebih dari satu dasawarsa.Kejadian ini terus terulang
hingga saat ini, terutama pada musim kemarau akibat dari pamanasan global yang menyebabkan
iklim kemarau yang ekstrim. Untuk mengatasinya dibutuhkan sebuah alat sensor yang bekerja
dan memberikan informasi secara terus menerus terhadap perubahan asap yang kain ekstrim.
Alat sensor tersebut akan terhubung dengan perangkat komputer dan apabila terjadi perubahan
asap yang ekstrim, akan mengirimkan informasi kepada instansi yang terkait untuk segera
ditangani. Salah satu alat sensor yang dapat digunakan adalam TGS2600.

(sensor asap TG2600)

Mikrokontroler
Mikrokontroler adalah sebuah komputer kecil (“special purpose computers”) di dalam satu IC
yang berisi CPU, memori, timer, saluran komunikasi serial dan paralel, port input/output, ADC.
Mikrokontroler digunakan untuk suatu tugas dan menjalankan suatu program input/output yang
mana 6 pin dapat digunakan sebagai output PWM, 6 analog input, crystal osilator 16 MHz,
koneksi USB, jack power, kepala ICSP, dan tombol reset. Arduino mampu men-support
mikrokontroller dapat dikoneksikan dengan komputer menggunakan kabel USB.
(Arduino Uno)

(skema system deteksi dini kebakaran hutan)


BAB IV
KESIMPULAN

4.1. KESIMPULAN

Kebakaran hutan membawa kerugian yang besar serta dampak yang ditimbulkan mampu
mempengaruhi segala akhtivitas manusia bahkan dapat menggagu kesimbangan ekosistem
alam.Pencegahan maupun pengendalian masih belum membawa pengaruh yang signifikan.Oleh
karena itu perlu adanya perbaikan secara menyeluruh dengan adanya system deteksi dini
kebakaran hutan yang dipasang didaerah yang rawan sering terjadi kebakaran sehingga
meminimalisir dampak yang timbul agar tidak parah maupun meluas ke segala lahan hutan dan
tidak menimbulkan korban jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O. 2014. Kebijakan Alih Fungsi Hutan: Suatu Analisis Etika Kehutanan dan
Lingkungan. (13), 1–15.

Saharjo, B. H. 2018. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Komunitas


Terdampak Asap. Bandung: PT PENERBIT IPB Press.

Hunawan, D. 2016. Menyelesaikan Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA) di Indonesia


Melalui "Jalan pantas"Atau"Jalan Pintas"?. Seminar Nasional Hukum, 2(1), 277-292.

Saharjo, B.H.2003. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah
Dilakukan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran


Hutan.

Suratmo, F.G. 1974. Perlindungan Hutan. Bogor: IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai