Paradigma pendidikan IPA berbeda dengan ilmu-ilmu lain. Dalam IPA yang
patut dikuasai tidak hanya mengenai fakta-fakta pengetahuannya saja, melainkan
juga penguasaan keterampilan metode ilmiah dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu, dalam
pelaksanaan pendidikan IPA ditekankan agar peserta didik menguasai keterampilan
dan sikap ilmiah tersebut seakan-akan seluruh peserta didik disiapkan untuk menjadi
ilmuwan-ilmuwan yang menguasai IPA. Dengan cara ini, untuk memperoleh fakta-
fakta sebagai produk IPA dilakukan dengan cara yang sama dengan ilmuwan yang
pertama kali mengemukakan fakta tersebut, atau disebut learning science as science
is done (belajar sains seperti saat sains ditemukan). Teknologi yang memberikan
wawasan berpikir dan proses bersistem yang dibutuhkan dalam kehidupan
bermasyarakat (awam maupun ilmiah).
Dari sekian banyak permasalahan pendidikan saat ini, setidaknya ada tiga
permasalahan menonjol di pendidikan IPA. Pertama, pembelajaran IPA masih
terpengaruh oleh paradigma pendidikan lama, yaitu yang menempatkan guru sebagai
pusat dan siswa sebagai "gelas kosong" yang harus siap diisi sesuai kemampuan guru.
Permasalahan ini biasanya satu paket dengan permasalahah kedua, yaitu masih
berlangsungnya pematematikaan IPA. Dalam proses pembelajaran, biasanya siswa
duduk dengan manis, mendengarkan dan mencatat konsep konsep abstrak yang
disampaikan guru, tanpa bisa mengkritisi apa arti konsep itu. Lalu, konsep itu yang
biasanya sudah dalam bentuk persamaan matematika, diterapkan pada kasus kasus
khusus. Saat latihan, mereka mungkin bisa mengerjakan soal-soal yang setipe dengan
yang dicontohkan guru. Namun, pada saat ada soal yang membutuhkan pemahaman
konsep, mereka pun kesulitan dalam menyelesaikannya. Ini karena mereka bukan
belajar memahami konsep, tetapi mencatat konsep.
Pokok bahasan IPA adalah alam dengan segala isinya; hal–hal yang
dipelajari adalah sebab-akibat, atau hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang
terjadi di alam. Karena aktivitas dalam IPA selalu berhubungan dengan percobaan-
percobaan yang membutuhkan keterampilan, kerajinan dan ketekunan, maka materi
dalam mata pelajaran ini tidak cukup diberikan sebagai kumpulan pengetahuan
tentang benda tak hidup dan makhluk hidup saja, tetapi menyangkut cara kerja, cara
berpikir, dan cara memecahkan masalah. Sebagaimana para ilmuwan IPA, siswa yang
belajar IPA diharapkan dapat menjadi tertarik untuk memperhatikan dan mempelajari
gejala dan peristiwa alam dengan selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan
mengapa tentang gejala dan peristiwa tersebut, berikut hubungan kausalnya.
Saat ini terdapat 3 hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
program dan pelaksanaan pembelajaran IPA, yaitu:
Oleh karena itu didalam proses belajar mengajar perlu adanya interaksi aktif
dari guru dan siswa dalam memahami suatu pengetahuan dan salah satu bentuk
interaksi tersebut yaitu dengan diterapkannya “Learning Cycle“ atau siklus
pembelajaran Sains. “Learning Cycle“ atau siklus pembelajaran merupakan suatu
proses/metode pembelajaran yang bertujuan secara tetap dengan tidak mengubah
secara spontan cara pandang seseorang terhadap suatu ilmu pengetahuan. Setiap
orang secara reflek mengetahui bagaimana cara pembelajaran yang efektif tanpa
menimbulkan berbagai kebingungan dan kekhawatiran dan hal inilah yang ditemukan
didalam ‘siklus pembelajaran’, untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
mereka. Melalui siklus pembelajaran seseorang dituntut untuk dapat melakukan
eksplorasi, pengenalan suatu konsep dan dapat menerapkan dan mengaplikasikan
konsep ilmu pengetahuan secara utuh. Siklus pembelajaran merupakan suatu proses
pembelajaran yang berpijak pada teori/pengetahuan yang sudah diyakini oleh siswa
sebelumnya untuk menemukan teori/pengetahuan yang baru dicapai dalam unit yang
dimaksud. Teori /pengetahuan yang baru ini akan menjadi dasar /pijakan bagi
proses/siklus belajar berikutnya sehingga proses ini membentuk siklus spiral yang
terus menerus.