Anda di halaman 1dari 9

ESSAY

BAHASA INDONESIA

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Dosen Pengampu: Siwi Tri Purnani, M.Pd.

Disusun oleh:

Ana Imroatus Sholihah

NIM: 220602110058

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022
WASPADA KERENTANAN KEBAKARAN LAHAN DAN
HUTAN 2022

Hutan sangat penting karena meliputi keanekaragaman hayati


sebagai sumber sumber daya genetik, keanekaragaman hayati sebagai sumber
hasil hutan kayu dan bukan kayu, pengaturan tata air, pengendalian banjir dan
erosi, dan kesuburan tanah, perlindungan kekayaan hayati untuk kepentingan
ilmu pengetahuan, manfaat budaya, rekreasi, pariwisata, dll. Karena itu
pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No.
5 tahun 1990 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa
keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun, gangguan
terhadap sumber daya hutan terus berlanjut dan meningkat (Geografi, 2016).
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang
semakin sering terjadi. Dampak negatif kebakaran hutan sangat besar seperti
kerusakan ekosistem, hilangnya keanekaragaman hayati, hilangnya nilai
ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim skala mikro dan
global, gangguan kesehatan masyarakat akibat asap, gangguan transportasi
yang disebabkan oleh jalur darat, sungai, dan danau. laut dan langit.
Gangguan kabut asap dari kebakaran hutan di Indonesia baru-baru ini
melintasi perbatasan (Geografi, 2016).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah dan melindungi
kebakaran hutan, antara lain mengefektifkan upaya hukum, namun belum
membuahkan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan besar-besaran tahun
1982-1983 di Kalimantan Timur, kebakaran hutan telah meningkat dan
menyebar lebih jauh. Selanjutnya, beberapa kebakaran besar tercatat pada
tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997-2003 (Purbowaseso, 2004). Secara umum,
kesadaran masyarakat Indonesia terhadap upaya pelestarian lingkungan masih
rendah. Hal ini terutama terjadi di pulau Sumatera dan Kalimantan, oleh
petani dan perusahaan (strategi pembukaan lahan untuk pengembangan
perkebunan, biasanya untuk perkebunan kelapa sawit atau perluasan industri
pulp dan kertas). Strategi bakar sering digunakan karena merupakan pilihan
yang paling hemat biaya. Namun, praktik-praktik ini menimbulkan risiko dan
dampak lingkungan yang signifikan (News, 2017).
Antara Juni dan Oktober 2015, kebakaran hutan tidak terkendali.
Sekitar 100.000 kebakaran hutan buatan manusia menghancurkan 2,6 juta
hektar lahan. Menurut laporan Bank Dunia yang dirilis pada Desember 2015,
kabut beracun menyebar ke bagian lain Asia Tenggara. Ketegangan
diplomatik muncul akibat hal tersebut terjadi. Bencana tersebut diperkirakan
menelan biaya Rp 221 triliun (1,9% dari produk domestik bruto) dan
mengeluarkan sekitar 11,3 juta ton karbon per hari (lebih dari 8,9 juta ton per
hari di Uni Eropa). Jejak karbon dari ini adalah salah satu dari bencana alam
terburuk dalam sejarah manusia (BPBD, 2018).
Kebakaran liar dan kabut asap sering terjadi di Indonesia. Petani
kecil yang menggunakan cara tradisional menggunakan api kecil dan
terkontrol untuk membuka lahan dan menanam tanaman. Namun, api-api itu
kian membesar dan makin tidak terkendalikan (Pertanian, 2007). Hal ini
sebagian dikarenakan area lahan untuk produksi komersial terus meningkat.
Penebangan terus terjadi di area lahan gambut yang kaya karbon di Pulau
Sumatra dan Kalimantan untuk perkebunan baru, terutama kelapa sawit. Di
sini kebakaran lahan dijadikan senjata untuk memberikan tekanan. Kondisi
ini diperparah oleh fenomena cuaca El Nino yang dalam beberapa tahun telah
menyebabkan kondisi yang sangat kering (Adinugroho dkk, 2004).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
memprakirakan daerah yang kering meluas usai pancaroba dan meminta
pemerintah daerah yang wilayahnya rawan mengalami kebakaran hutan dan
lahan untuk waspada. BMKG juga memperingatkan bahwa ancaman karhutla
di tahun 2022 ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 lalu dikarenakan
musim kemarau yang lebih kering pada sebagian besar wilayah Indonesia
(Lestari, 2015). Meskipun menurut BMKG tidak terjadi fenomena pemanasan
suhu muka laut (el nino) pada tahun 2022, persiapan menghadapi musim
kemarau harus tetap diperhatikan dan kewaspadaan terhadap bencana asap
selama musim kemarau harus terus ditingkatkan terutama di lahan bergambut
yang akan sangat sulit untuk dipadamkan apabila terjadi kebakaran. Oleh
sebab itu, pemerintah dan berbagai pihak terkait termasuk masyarakat perlu
meningkatkan kewaspadaan dan juga persiapan dalam menghadapi ancaman
karhutla (Adinugroho dkk, 2004).
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik
perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun
berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama
kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau
permasalahan sebagai berikut:
1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-
pindah.
2. Pembukaan hutan oleh para pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan)
untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan
pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik
antar hukum adat dan hukum positif negara.
Penyebab struktural umumnya dikaitkan dengan pemilik modal
logging dan pertambangan serta kepemilikan tradisional atas tanah, hutan,
dan tanah yang dikelola secara aktif oleh investor yang dikendalikan. Karena
konflik antara masyarakat adat akibatnya kekesalan masyarakat terluapkan
dengan membakar untuk melindungi tanah yang telah dimiliki secara turun-
temurun. Kemiskinan dan ketidak adilan memicu kebakaran hutan, dan
masyarakat tidak berpartisipasi dalam memerangi kebakaran (Dharmawan,
2003).
Menurut pernyataan Faisal (2012), dampak yang ditimbulkan
kebakaran hutan ternyata sangat kompleks. Kebakaran hutan tidak hanya
berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja.
Namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang yang
lain. Dampak-dampak kebakaran tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dampak terhadap keanekaragaman hayati
Kebakaran hutan berdampak besar pada keanekaragaman hayati. Hutan
yang terbakar parah sulit untuk dipulihkan karena struktur tanah yang
rusak. Hilangnya vegetasi membuat lahan terbuka, lebih rentan terhadap
erosi, dan tidak mampu menahan banjir. Akibatnya, kerusakan akibat
banjir sering terjadi di berbagai tempat yang hutannya rusak pasca
kebakaran hutan di musim hujan.
Kehilangan keanekaragaman hayati secara umum juga berarti bahwa
spesies yang memiliki potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang
sebelum mereka ditemukan. Sumber daya obat-obatan dan bahan kimia
yang bermanfaat yang dikandung oleh spesies liar mungkin hilang untuk
selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada hutan hujan tropis
mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna.
Banyak spesies lautan mempertahankan dirinya secara kimiawi dan ini
merupakan sumber bahan obat-obatan yang penting.
2. Dampak terhadap social, budaya, dan ekonomi
Kebakaran hutan memberikan dampak yang signifikan terhadap
kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi yang di antaranya meliputi:
a. Terganggunya aktivitas sehari-hari.
b. Menurunnya produktivitas.
c. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di sekitar hutan.
d. Meningkatnya hama.
e. Terganggunya kesehatan.
f. Tersedotnya anggaran Negara.
g. Menurunnya devisa Negara.
3. Dampak ekologis dan kerusakan lingkungan
Kebakaran hutan memberikan dampak langsung terhadap ekologi dan
lingkungan yang di antaranya adalah:
a. Hilangnya sejumlah spesies
Selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam
kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies endemik
(tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan.
b. Erosi
Hutan dengan tanamannya berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika
tanaman musnah akibat kebakaran hutan akan menyisakan lahan
hutan yang mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan angin
sekalipun.
c. Alih fungsi hutan
Kawasan hutan yang terbakar membutuhkan waktu yang lama untuk
kembali menjadi hutan. Bahkan sering kali hutan mengalami
perubahan peruntukan menjadi perkebunan atau padang ilalang.
d. Penurunan kualitas airSalah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam
daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya
kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan.
e. Pemanasan global
Kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas CO2 dan gas lainnya.
Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan kemampuan
hutan sebagai penyimpan karbon. Keduanya berpengaruh besar pada
perubahan iklim dan pemanasan global.
f. Sendimentasi sungai
Debu dan sisa pembakaran yang terbawa erosi akan mengendap di
sungai dan menimbulkan pendangkalan.
g. Meningkatnya bencana alam
Terganggunya fungsi ekologi hutan akibat kebakaran hutan membuat
intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan kekeringan)
meningkat.
4. Dampak terhadap hubungan antar negara
Asap hasil kebakaran hutan menjadi masalah serius bukan hanya di
daerah sekitar hutan saja. Asap terbawa angin hingga ke daerah lain
bahkan mencapai berbagai negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
dan Brunei Darussalam
5. Dampak terhadap perhubungan dan pariwisata
Kebakaran hutan juga berdampak pada pariwisata baik secara langsung
ataupun tidak. Dampaknya seperti ditutupnya obyek wisata hutan dan
berbagai sarana pendukungnya, terganggunya transportasi, terutama
transportasi udara. Kesemunya berakibat pada penurunan tingkat
wisatawan secara nasional. Mengingat sedemikian kompleknya dampak
yang diakibatkan oleh kebakaran hutan sudah selayaknya kita semua
mewaspadai. Sekalipun tinggal jauh dari hutan, menumbuhkan kesadaran
akan bahaya kebakaran hutan mungkin salah satunya.
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan
awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan
baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan
dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan
terhadap keanekaragaman hayati secara real sulit diperhitungkan secara tepat
(Tobing, 2015). Meskipun demikian dapat disimpulkan bahwa kebakaran
hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan hidup
terutama bagi keanekaragaman hayati, bahkan dampak tersebut dapat sampai
ke generasi lingkungan hidup selanjutnya (
DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, Wahyu Catur, I N N Siryadiputra, Bambang Hero Saharjo, dan Labueni


Siboro. 2004. “Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut.” Bogor:
Wetlands International.
BPBD.2018.BPBD.March23.https://www.bpbdkalbar.info/singlepost/2018/03/23/
Antisipasi-Cegah-Potensi-Karhutla-2018.
Dharmawan. 2003. "Pengaruh Penggunaaan Api Dalam Penyiapan Lahan Terhadap Emisi
Gas."Surabaya: UNAIR Press.
Faisal, Fikri. 2012. "Dampak asap kebakaran hutan pada pernapasan."Magelang :
Penerbit Gramedia.
Geografi,Ilmu.2016. September 21.
https://ilmugeografi.com/bencanaalam/pencegahan-kebakaran-hutan.
Indonesia,CNN.2016.Hanna.Maret16.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160316145925-106-
117832/singapura-diperkirakan-rugi-rp92-t-akibat-karhutla-indonesia.
Lestari, Sri. 2015. Dampak kabut asap diperkirakan capai Rp 200 triliun. Jakarta:
http://www.bbc.com,Oktober.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151026_indonesia_k
abutasap.
News, Kumparan. 2017. Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat Makin Gawat.
6 Agustus. www.kumparan.com.
Pertanian, Departemen. 2007. "Kebijakan Dalam Pengendalian Kebakaran Lahan dan
Bencana Asap." 22.
Purbowaseso, Bambang. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.
Syamsiar, Benus. 2018. www.bpbdkalbar.info. Mei 1.
https://www.bpbdkalbar.info/single-post/2018/05/01/Komisi-VIII-DPR-RIMinta-BPBD-
Antisipasi-Bencana-Asap-Akibat-Karhutla.
Tobing, Mona. 2015. Juli 26. Accessed Juli 1, 2017.
http://nasional.kontan.co.id/news/negara-asean-bersatu-untuk-hadapikebakaran-
hutan.

Anda mungkin juga menyukai