Anda di halaman 1dari 2

Penjelasan Umum Kebakaran Hutan dan Lahan

Berbagai provinsi di Indonesia tentu memiliki permasalahan dalam mengelola sumber


daya alam yang dimiliki. Kebakaran hutan dan lahan dapat diartikan sebagai salah satu
permasalahan yang sering dihadapi setiap daerah di Indonesia terutama pada musim kemarau.
Hutan memegang peran penting di ekosistem dalam lingkungan hidup. Hutan mempunyai
banyak sumber dari alamnya yang besar dan nilainya pun tak terhingga. Di dalamnya banyak
sekali aneka ragam hayati sebagai pengatur dari tata air, sumber plasma nutfah pencegah
erosi ataupun banjir, penghasil kayu ataupun non-kayu, melindungi alam hayatinya sebagai
kebudayaan, dan lainnya (Rasyid, 2019). Sedangkan, kebakaran adalah terjadinya sesuatu
yang terbakar dan hal tersebut akan menimbulkan bahaya dan akan datangnya bencana.
Kebakaran ini bisa terjadi disebabkan pembakaran yang tidak sengaja, pembukaan lahan
dengan api, pembalakan hutan, dan lainnya (Rasyid, 2019). Dengan kata lain, kebakaran
adalah terjadinya suatu bencana yang merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan
dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan yang
menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya. Kebakaran hutan merupakan salah satu
dampak dari semakin tingginya tingkat tekanan terhadap sumber daya hutan. Dampak yang
berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup, seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah, dan air. Kebakaran
hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekuensi, intensitas, dan
luas arealnya berbeda.
Terjadinya kebakaran hutan dan lahan dipicu oleh berbagai faktor, baik faktor alam
maupun faktor manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami yang sering memicu kebakaran
hutan dan lahan adalah jenis tanah dan kondisi iklim yang ekstrem, seperti musim kemarau
yang berkepanjangan karena fenomena El Nino sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman
kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang berasal dari batu bara
yang muncul dipermukaan ataupun dari pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak
disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan
kebakaran permukaan (surface fire). Dua tipe kebakaran tersebut merusak semak belukar dan
tumbuhan bawah hingga bahan organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus,
gambut, akar pohon ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani kebakaran dapat
meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown fire), dimana kebakaran ini merusak
tajuk pohon. Akan tetapi tipe kebakaran terakhir ini dapat terjadi juga karena adanya
sambaran petir.
Berdasarkan penelitian Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia diduga lebih disebabkan oleh pengaruh aktivitas manusia daripada faktor alam,
seperti adanya kegiatan pembuatan api unggun di dalam hutan, namun bara bekas api unggun
tersebut tidak dipadamkan. Adanya kegiatan pembukaan lahan dengan teknik tebang-tebas-
bakar yang tidak terkontrol, biasa dilakukan oleh perusahaan HTI dan peladang berpindah
ataupun menetap. Pembakaran secara disengaja untuk mendapatkan lapangan penggembalaan
atau tempat berburu, membuang puntung rokok yang menyala secara sembarangan serta
akibat penggunaan peralatan/mesin yang menyebabkan timbulnya api.
Kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan,
di tanah mineral dan gambut (Saharjo, 1997; Page et al., 2002; Syaufina 2008). Kebakaran
yang terjadi di lahan gambut lebih sulit diatasi karena api dapat menyebar melalui biomassa
di atas tanah dan di lapisan gambut di bawah permukaan (Sumantri 2007). Proses membara di
lahan gambut ini sulit diketahui penyebarannya secara visual (Rein et al., 2008). Kondisi
gambut kering akibat pembukaan lahan dan kanal / parit dapat menyebabkan lahan gambut
mudah terbakar, terutama di musim kemarau yang panjang (Jaenicke et al. 2010).
Kebakaran ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat besar, kerugian
ekonomi, dan masalah sosial. Faktanya, kebakaran hutan dan lahan yang besar
mengakibatkan dampak asap yang menghancurkan di luar batas administrasi negara (bencana
transnasional). Menurut Kementerian Kesehatan (2015) kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi pada tahun 2015 di beberapa provinsi, seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan,
menyebabkan bencana terburuk dalam 18 tahun, yang menyebabkan polusi udara parah di
beberapa negara Asia Tenggara.
Mengingat kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang begitu sering terjadi,
pemerintah yang bertanggungjawab mengatasi permasalahan kehutanan ini diharuskan dapat
memantau. Oleh karena itu, digunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam menunjang
pemantauan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah salah satu metode yang dapat
memfasilitasi para pemangku kepentingan dalam memantau dan memahami terjadinya
kebakaran hutan, apakah insiden tersebut telah terjadi atau prediksi kebakaran di masa depan.

Sumber:
 Ambarita, Alexander. (2021). Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan dalam Rangka
Melindungi Pemukiman Masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi
Kalimantan Tengah. Jurnal Tatapamong. 3 (1): 56-78.
 Yusuf, Ardhi, Hapsoh, Sofyan Husein Siregar, dan Dodik Ridho Nurrochmat. (2019).
Analisis Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Riau. Dinamika Lingkungan
Indonesia. 6 (2): 67-84.
 Rasyid, Fachmi. (2014). Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Jurnal
Lingkar Widyaiswara. 1 (4): 47-59.

Anda mungkin juga menyukai