Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebakaran hutan adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat

memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Penyebab umum termasuk petir,

kecerobohan manusia dan pembakaran. Musim kemarau dan pencegahan kebakaran hutan kecil

adalah penyebab utama kebakaran hutan besar.

Belakangan ini kebakaran hutan semakin menarik perhatian dunia Internasional sebagai

isu lingkungan dan ekonomi, kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan

berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem.

Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan

aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi

dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor dunia guiness yang dirilis oleh

Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia,

Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan

dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2%

setiap tahunnya.

B. Lokasi Yang Sering Terjadi Kebakaran Hutan

Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera,

Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia

Tenggara pada Juni 2013. Hampir 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut

asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra-citra satelit dengan
cukup dramatis menggambarkan banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang juga

berkontribusi kepada perubahan iklim.

Minggu lalu Global Forest Watch, sebuah sistem online baru yang mencatat perubahan

tutupan hutan serta kebakaran hutan secara nyaris seketika, melaporkan dalam serangkaian tulisan

bahwa pembukaan lahan untuk tujuan agrikultur menjadi pendorong utama dari terjadinya

kebakaran ini. Seperti yang terjadi sebelumnya, sekitar setengah dari kebakaran tersebut

berlangsung di lahan yang dikelola oleh perusahaan tanaman industri, kelapa sawit, serta kayu.

Global Forest Watch menunjukkan bahwa sebagian dari kebakaran yang paling besar berada pada

lahan yang telah sebenuhnya ditanami, terlepas dari fakta bahwa banyak dari perusahaan ini yang

berkomitmen untuk menghentikan penggunaan api dalam praktik pengelolaan mereka.

Berulang kembalinya peristiwa kebakaran ini serta intensitasnya memunculkan beberapa

pertanyaan penting. Di bawah ini, kami menggunakan data Global Forest Watch untuk lebih jauh

menelusuri pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Sejak 20 Februari hingga 11 Maret, Global Forest Watch mendeteksi 3.101 peringatan

titik api dengan tingkat keyakinan tinggi di Pulau Sumatera dengan menggunakan Data Titik Api

Aktif NASA. Angka tersebut melebihi 2.643 total jumlah peringatan titik api yang terdeteksi pada

13-30 Juni 2013, yaitu puncak krisis kebakaran dan kabut asap sebelumnya. Grafik berikut

menunjukan distribusi titik api di kawasan (Gambar 1) serta pola dari peringatan titik api sejak

Januari 2013 untuk seluruh Pulau Sumatera.

Fakta bahwa jumlah kebakaran kini terjadi lebih sering dibandingkan dengan Juni 2013

sangatlah mengkhawatirkan, terutama melihat usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah

Indonesia serta negara lainnya untuk mengatasi masalah kebakaran sejak saat itu. Krisis terakhir

ini jelas berhubungan dengan kekeringan ekstrim yang sekarang melanda kawasan, yang juga
membuat pembakaran semakin mudah serta meningkatkan kemungkinan api menyebar dengan

tidak terkendali.

Selama bulan Juni 2013, mayoritas kebakaran yang terjadi terpusat di Provinsi Riau,

Pulau Sumatera, Indonesia. Angka yang cukup mengejutkan, yaitu sebanyak 87 persen dari

peringatan titik api di sepanjang Sumatera pada 4-11 Maret berada di Provinsi Riau. Lihat

animasi di bawah yang menunjukkan wilayah dimana kerapatan titik api paling banyak terjadi di

Riau selama 12 hari terakhir, serta gambar dimana api terjadi pada area konsesi.

C. Rumusan Masalah

1. Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan di riau ?

2. Bagaimana cara menangulangi kebakaran hutan ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebakaran Hutan Di Riau

Kebakaran Hutan Riau 2013: Pencemaran Udara Jauh Di Atas Normal

Kebakaran hutan, bukanlah hal yangbaru terjadi di Indonesia, maupun di dunia, tetapi

kebakaran hutan di daerah Riau yang kini sedang manjadi isu hangat permasalahan lingkungan di

Indonesia, dianggap sebagai kebakaran hutan yang menyebabkan dampak asap paling parah

dalam sejarah. Asap dari peristiwa ini masih menyelimuti, enggak hanya Riau, tetapi mencapai

Singapura dan Malaysia.


Sesuai yang dilansir kompas.com, tingkat konsentrasi pencemaran udara di daerah Riau,

terutama Dumai, mencapai 900 polutant standard index (PSI) pada Senin, 24 Juni 2013, sekitar

pukul 16.00 WIB. Hal ini dinilai sangat berbahaya untuk lingkungan dan tubuh manusia.

Dalam wawancaranya dengan Antara, Pakar lingkungan dari Universitas Riau, sekaligus

Guru Besar Lingkungan Universitas Riau, Prof Adnan Kasri menyatakan, "Sebelumnya, di

sekitar tahun 1997, kasus kebakaran hebat memang sempat terjadi. Namun, masih melanda

sebagian besar kawasan hutan alam. Dampak kabut asapnya ketika itu juga enggak separah kali

ini, di mana pencemaran udara sudah jauh berada di atas ambang normal."

Dibandingkan dengan kasus-kasus kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1990 hingga

kasus paling parah yang terjadi pada tahun1997, belum ada dampak pencemaran udara yang

separah kejadian kali ini. Asap tebal yang terbawa angin hingga Singapura dan Malaysia ini,

bahkan terlihat melalui foto satelit yang diambil oleh NASA MODIS pada Senin, 24 Juni 2013.

Hingga kini, polisi telah menyiapkan 14 tersangka pembakaran hutan yang diduga bertujuan

membuka lahan baru untuk keuntungan beberapa pihak. Puluhan milyar rupiah akhirnya

dikeluarkan untuk memadamkan api yang terus menyebar itu.

B. Dampak Yang Ditumbulkan

Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan

dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/98

yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/98 mengakibatkan

degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya

akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran

hutan tersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi

kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon

kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar.


Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan

bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai US $

4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang tidak dinilai

dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu,

kematian pohon, HTI, kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang

terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.

a) Pengaruh Pada Keanekaragaman Hayati

Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati.

Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami

kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah

tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering

muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar.

Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.

Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002/2003, total

daratan yang ditafsir adalah sebesar 187,91 juta ha kondisi penutupan lahan, baik di

dalam maupun di luar kawasan, adalah : Hutan 93,92 juta ha (50 %), Non hutan 83,26

juta ha (44 %), dan Tidak ada data 10,73 juta ha (6 %). Khusus di dalam kawasan hutan

yaitu seluas 133,57 juta ha, kondisi penutupan lahannya adalah sebagai berikut : Hutan

85,96 juta ha (64 %), Non hutan 39,09 juta ha (29 %) dan Tidak ada data 8,52 juta ha (7

%). (BAPLAN, 2005).

Kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 saja telah menghanguskan seluas

11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13

juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta

hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003). Kebakaran

hutan setiap tahunnya telah memberikan dampak negatif bagi keanekaragaman hayati.

Berbagai jenis kayu kini telah menjadi langka. Kayu eboni (Dyospyros ebenum dan D.
celebica), kayu ulin (Eusyderoxylon zwageri), ramin (Gonystylus bancanus), dan

beberapa jenis meranti (Shorea spp.) adalah contoh dari beberapa jenis kayu yang sudah

sulit ditemukan di alam. Selain itu, puluhan jenis kayu kurang dikenal (lesser-known

species) saat ini mungkin telah menjadi langka atau punah sebelum diketahui secara pasti

nilai/manfaat dan sifat-sifatnya.

Selama beberapa dekade, hutan-hutan Dipterocarpaceae di Indonesia sering

mengalami kebakaran baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang berdampak

langsung dengan hilangnya sejumlah spesies flora dan fauna tertentu.

b) Pengaruh Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi

Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan

Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak

mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit

banyak mengganggu aktivitasnya dan hal tersebut tentu saja ikut mempengaruhi

penghasilan yang biasa mereka dapatkan dari aktivitas sehari-harinya.

Terganggunya kesehatan

Peningkatan jumlah asap secara signifikan menjadi penyebab utama munculnya penyakit

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Gejalanya bisa ditandai dengan rasa sesak di

dada dan mata agak berair. Untuk Riau kasus yang paling sering terjadi menimpa di

daerah Kerinci, Kabupaten Pelalawan (dulu Kabupaten Kampar) dan bahkan di

Pekanbaru sendiri lebih dari 200 orang harus dirawat di rumah sakit akibat asap tersebut.

Produktivitas menurun

Munculnya asap juga menghalangi produktivitas manusia. Walaupun kita bisa keluar

dengan menggunakan masker tetapi sinar matahari dipagi hari tidak mampu menembus

ketebalan asap yang ada. Hal ini tentu saja menyebabkan waktu kerja seseorangpun

berkurang karena ia harus menunggu sedikit lama agar matahari mampu memberikan

sinar terangnya. Ketebalan asap juga banyak mengganggu aktivitasnya sehari-hari.


c) Pengaruh Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan

Hilangnya sejumlah spesies

Kebakaran bukan hanya memusnahkan berjenis-jenis pohon dan berbagai jenis habitat

satwa lainnya. Umumnya satwa yang ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap dan

sulitnya jalan keluar karena api telah mengepung dari segala penjuru.

Ancaman erosi

Pada saat hujan turun dan ketika run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar

sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada

akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.

Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan

Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi sebagai catchment area,

penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih

besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar fungsi

catchment area tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun

melayang-layang diudara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat

terserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar

tersebut.

Penurunan kualitas air

Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu.

Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan

membawa seluruh butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai

yang ada. Akibatnya adalah sungai menjadi keruh.

Terganggunya ekosistem terumbu karang

Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan. Pada

akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya menjadi

sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa.


Sedimentasi di aliran sungai

Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian hilir sungai.

Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan akibat erosis yang terus

menerus.

d) Pengaruh Terhadap Hubungan Antar negara

Asap tersebut justru terbawa angin ke negara tetangga sehingga sebagian negara tetangga

ikut menghirup asap yang ditimbulkan dari kebakaran di negara Indonesia. Akibatnya

adalah hubungan antara negara menjadi terganggu dengan munculnya protes keras dari

Malaysia dan Singapura kepada Indonesia agar kita bisa secepatnya melokalisir

kebakaran hutan agar asap yang ditimbulkannya tidak semakin tebal. Hilangnya sejumlah

spesies dan berbagai dampak yang ditimbulkan ternyata kalah penting dibanding protes

keras dari tetangga.


BAB III

PENUTUP

A. Cara Penangulagannya

Upaya Pencegahan

1. Memantapkan kelembagaan.

2. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan

penanggulangan kebakaran hutan.

3. Melengkapi perangkat keras berusa peralatan pencegahan dan pemadam kebakaran.

4. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga

BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.

5. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan.

6. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi),

Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara

Lingkungan Hidup.

7. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan,

selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.

Upaya Penanggulangan

1. Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan

pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga dan I dan II.

2. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui

PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA tk I dan

SATLAK kebakaran hutan dan lahan.

3. Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain:

Pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan

Kalbar.
Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran

di Lampung.

Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari Negara-negara Asean, Korsel,

Cina dan lain-lain.

B. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari dampak kebakaran hutan bagi ekosistem adalah:

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya

terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil

hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta

kesuburan tanah, dan sebagainya.

Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat

luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian

yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena

itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan

masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.

Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan

kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab

kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari

Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi

kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas.

C. Saran

Saran kami ialah, karena hutan merupakan sebagai sumber paru paru dunia maka kita

harus menjaganya untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang berada didunia.


Daftar Pustaka

http://www.wri.org/blog/2014/03/kebakaran-hutan-di-indonesia-mencapai-tingkat-tertinggi-
sejak-kondisi-darurat-kabut

http://ipdn-artikelgratis.blogspot.com/2008/11/dampak-kebakaran-hutan-terhadap-keaneka.html

http://himka1polban.wordpress.com/chemlib/makalah/makalah-kebakaran-hutan/

http://www.kawankumagz.com/read/kebakaran-hutan-riau-2013-pencemaran-udara-jauh-di-
atas-normal

Anda mungkin juga menyukai