C. Beberapa aplikasi pengolahan citra pengindraan jauh terkait tata guna lahan:
1. Pemetaan Penggunaan Lahan
Untuk mengetahui apakah lahan yang ada digunakan sesuai dengan
peruntukannya. Misalnya pemetaan lahan pertanian, permukiman, atau kawasan
industri. Citra satelit pemetaan area pertanian dan citra permukiman.
2. Penentuan Arahan Lahan
Penentuan lokasi ketersediaan sumber daya air dapat digunakan untuk
pertimbangan dalam menetapkan arahan penggunaan lahan sebagai kawasan
lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya, kawasan pertanian, kawasan
pemukiman, atau bahkan sebagai kawasan penunjang untuk kegiatan
pertambangan. Citra landsat daerah aliran sungai di sekitar lokasi tambang di
Bengkulu.
3. Kajian Lahan Pertanian dan Perkebunan
Kajian untuk penentuan area yang tepat untuk pembukaan lahan pertanian dan
lahan perkebunan harus memperhatikan beberapa faktor, seperti: kemiringan
lereng, kondisi tanah, kondisi lingkungan sekitar, ketersediaan sumber daya air,
dan kondisi iklim. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga kelestarian lahan
pertanian, stabilitas lingkungan (analisis degradasi lahan dan identifikasi sumber
air), serta analisa keruangan. Kajian kawasan hutan dilakukan dalam rangka
pengelolaan hutan, pengolahan hasil hutan, pemantauan penebangan dan
1
reboisasi, perlindungan flora dan fauna, inventarisasi dan pemantauan sumber
daya hutan, ekowisata, serta pengendalian dan pengawasan kerusakan hutan
(misalnya kebakaran hutan, penggundulan hutan, pembukaan hutan untuk lahan
permukiman).
4. Kajian Lahan Hutan
Citra alih fungsi lahan hutan di Jambi untuk area perkebunan.
5. Kajian Lahan Permukiman
Kajian lahan permukiman dimanfaatkan untuk mengkaji distribusi permukiman,
kepadatan permukiman, zonasi area permukiman, permukiman kumuh,
permukiman elit, serta variasi pola permukiman di desa dan di kota.
6. Kajian Lahan Industri
Pengindraan jauh juga digunakan untuk penentuan lokasi industri, kegiatan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), alih fungsi lahan karena
kegiatan industri, pemantauan kegiatan ekonomi, dan lain-lain Jika
Dibandingkan Di Daerah Riau Penggunaan Lahan Lebih Mengarah Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Sawit Yang Menyebabkan Adanya Istilah Di Riau
"Dibawah minyak Diatas Minyak" Penggunaan Lahan Di Daerah Riau
Khususnya Bagi Tanaman Sawit sangatlah Berdampak Besar Terhadap
Tanaman Yang Lainnya Di Karenakan Tanaman Sawit Begitu Banyak
Menyerap Air Sehingga Sulitnya Tanaman Lainnya untuk Berkembang
Sempurna
G. Jenis-jenis
Kondisi geografis yang berbeda membuat setiap kawasan memiliki fungsi lahan
yang berbeda pula. Maka dari itu, setiap daerah juga memiliki beberapa jenis tata
penggunaan lahan yang dijadikan patokan yang berbeda beda Terdapat tiga jenis tata
alokasi lahan, berikut penjelasannya:
1. Lahan Komersial
Lahan komersial diperuntukkan dalam berbagai aktivitas dagang ataupun
perusahaan besar, misalnya saja perhotelan, pusat belanja, restaurant, gedung
perkantoran dan sebagainya.
2. Lahan Industri
Lahan industri adalah lahan yang diperuntukkan dalam berbagai kegiatan
industri seperti pabrik. Lahan industri harus jauh dari pemukiman warga untuk
menghindari pencemaran dan polusi yang mengganggu kesehatan.
3. Lahan Publik
Lahan ini digunakan untuk keperluan masyarakat atau fasilitas layanan publik.
Contohnya rumah sakit, tempat ibadah atau tempat rekreasi. Lahan yang telah
menjadi lahan publik tidak dapat difungsikan untuk keperluan komersial.
3
H. Teori Tata Guna Lahan
Terdapat beberapa teori tata guna lahan yang dikemukakan oleh para ahli terkait
dengan perencanaan tata peruntukkan lahan.
1. Teori konsentris
Teori tata guna lahan ini disampaikan oleh E.W Burgess. Ia melakukan analisis
pada kota Chicago pada tahun 1925 dimana sebuah kota analoginya sama
dengan dunia hewan, akan terdapat sebuah daerah yang didominasi oleh spesies
tertentu. Begitu juga dengan perkotaan, akan muncul pengelompokan jenis
peruntukkan lahan di daerah tertentu.
2. Teori Sektor
Teori tata guna lahan ini dikemukakan oleh Homer Hoyt pada tahun 1913. Ia
mengatakan bahwa pola sektoral yang terdapat di suatu daerah bukanlah sesuatu
yang terjadi secara kebetulan tetapi asosiasi keruangan yang berasal dari variabel
yang ditentukan oleh penduduk. Variabel tersebut merupakan kecenderungan
warga untuk tinggal di daerah yang mereka anggap nyaman.
3. Teori Pusat Kegiatan Banyak
Teori tata guna lahan selanjutnya disampaikan oleh Harris dan Ulmann pada
tahun 1945. Mereka berpendapat bawah pusat kegiatan publik tidak harus selalu
berada di tengah namun membentuk persebaran yang teratur dan menghasilkan
pola keruangan yang khas.
4. Teori Nilai Lahan
Dalam teori ini disebutkan bahwa klasifikasi tinggi rendahnya suatu jenis
peruntukkan lahan ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya: Lahan untuk
pertanian bergantung pada faktor drainase, aksesibilitas dan kesuburan. Lahan
untuk perkotaan bergantung pada faktor infrastruktur, kelengkapan, aksesibilitas
dan potensial konsumen.
5
PETA TATA GUNA LAHAN
6
7
DOKUMENTASI KERJA KELOMPOK
8
UJI PLAGIAT