Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH ILMU PENGETAHUAN BAHAN PANGAN

WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA ( WPP RI 571 )

T02

Kelompok 1 :

1. Nugrah Apliliya ( 185080300111041 )

2. Wilda Zuli Sania ( 18508030111008 )

3.Rifat Rihadatul Aisy ( 185080301111019 )

4.Renanda Duwi Ariska ( 185080307111023 )

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “WPP R1

571”. Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya,

tapi Alhamdulillah penulis berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang

telah membantu dan membimbing dalam mengerjakan makalah ini. penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah

memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan

makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita

bersama.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. penulis berharap semoga

makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya.

Malang, 9 Desember 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Letak Geografis..........................................................................................3

2.2 Ikan Ekonomis Penting...............................................................................4

2.3 Morfologi Ikan Ekonomis Penting.............................................................10

2.4 Keadaan Lingkungan WPP RI 571...........................................................20

2.5 Jenis Alat Tangkap...................................................................................23

2.6 Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan....................................................25

BAB 3

3.1 Kesimpulan...............................................................................................28

REVIEW VIDEO.............................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................30

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya perikanan,

Menteri Kelautan dan Perikananmelalui Pasal 7(1) Undang-undang No. 31 Tahun

2004 UU No. 45 Tahun 2009 wajib menetapkan potensi dan alokasi sumberdaya

ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Sebagai dasar

penetapan potensi dan tingkat pemanfaatan tersebut telah beberapa kali dilakukan

kajian stok sumberdaya ikan.Kajian stok sumber daya ikanmerupakan dasar utama

dalamlangkah-langkah pengelolaan sumberdaya perikanan. Dengan adanya kajian

stok yang berkesinambungan, kebaruan data dapat dijadikan pijakan dalam

merumuskan kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan secara akurat dan

cermat untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan nelayan di Indonesia.

Potensi dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) beberapa

kelompok spesies ikan seperti, Pelagis besar, Pelagis kecil,Demersal,Udang, Cumi,

Ikan hias, Moluska dan Tripang, Benih alam komersial, Ikan konsumsi perairan

karang, pertama kali ditetapkanmelalui Keputusan Menteri Pertanian No.

995/Kpts/IK 210/9/99. Pada tahun 2001, telah dilakukan pada 9 Wilayah

Pengelolaan Perikanan (WPP), kemudian kajian berikutnya telah dilakukan pada

9WPPyang sama terhadap beberapa kelompok spesies, yang kemudian disusul

dengan kajian ulang berikutnya pada tahun 2005.Metoda pengkajian yang

dipergunakan pada tahun 1998 dan 2001 mencakup metoda Akustik (Acoustic),

Sapuan (Swept Area Method),Model Surplus Produksi dan Visual sensus.

Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan

dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan

lingkungan di seluruh Indonesia, Wilayah Pengelolaan Perikanan kemudian diubah


1
dari 9WPP menjadi 11 WPP berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. Per.01/Men/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia. Perubahan WPP ini tentunya akan memberikan implikasi terhadap hasil

perhitungan potensi. Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan dan tingkat

pemanfaatan. Dengan demikian perlu dilakukan koreksi terhadap perhitungan yang

telah dilakukan terdahulu ( Suman, 2016 )

1.2 Rumusan Masalah

1. Dimana letak geografis WPP 571?

2. Bagaimana potensi ikan ekonomis penting pada WPP 571?

3. Bagaimana ciri morfologis ikan ekonomis penting pada WPP 571?

4. Bagaimana status pemanfaatan ikan ekonomis penting pada WPP 571?

5. Bagaimana keadaan lingkungan di WPP 571?

6. Apa saja alat tangkap yang digunakan di WPP 571?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui letak geografis WPP 571

2. Untuk mengetahui potensi ikan ekonomis penting pada WPP 571

3. Untuk mengetahui ciri morfologis ikan ekonomis penting pada WPP 571

4. Untuk mengetahui status pemanfaatan ikan ekonomis penting pada WPP 571

5. Untuk mengetahui keadaan lingkungan di WPP 571

6. Untuk mengetahui apa saja alat tangkap yang digunakan di WPP 571

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Letak Geografis

Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Repubik Indonesia (WPP-RI) dibuat

dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspek morfologi dasar laut,

toponimi, ekologi perikanan laut, batas maritim serta standar pemetaan nasional

yang dilegalisasi dengan diterbitkannya. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia (WPP-RI) sebagaimana diatur Permen KP No.

PER.01/MEN/2009 yang membagi perairan laut Indonesia ke dalam 11 WPP-RI.

Salah satu wilayah pengelolaan yang meliputi Laut Andaman dan Selat Malaka

dikelompokkan menjadi WPP 571.

Potensi dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) beberapa

kelompok spesies ikan seperti, Pelagis besar, Pelagis kecil,Demersal,Udang, Cumi,

Ikan hias, Moluska dan Tripang, Benih alam komersial, Ikan konsumsi perairan

karang, pertama kali ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No.

995/Kpts/IK 210/9/99. Pada tahun 2001, telah dilakukan pada 9 Wilayah

Pengelolaan Perikanan (WPP), kemudian kajian berikutnya telah dilakukan pada 9

WPP yang sama terhadap beberapa kelompok spesies, yang kemudian disusul

dengan kajian ulang berikutnya pada tahun 2005. Metoda pengkajian yang

dipergunakan pada tahun 1998 dan 2001 mencakup metoda Akustik (Acoustic),

Sapuan (Swept Area Method), Model Surplus Produksi dan Visual sensus. WPP 571

secara administratif meliputi wilayah administrasi Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam bagian timur (8 kabupaten/kota), wilayah administrasi Provinsi Riau (4

kabupaten/kota) dan wilayah administrasi Sumatera Utara (7 kabupaten/kota).

3
Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan

dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan

lingkungan di seluruh Indonesia, Wilayah Pengelolaan Perikanan kemudian diubah

dari 9 WPP menjadi 11 WPP berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. Per.01/Men/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia. Perubahan WPP ini tentunya akan memberikan implikasi terhadap hasil

perhitungan potensi. Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan dan tingkat

pemanfaatan. Dengan demikian perlu dilakukan koreksi terhadap perhitungan yang

telah dilakukan terdahulu ( Suman, 2016 )

2.2 Ikan Ekonomis Penting

Sumberdaya ikan kembung (Rastrelliger brachysoma) merupakan ikan

ekonomis penting, umumnya hidup di perairan pantai (zona neritic) dan menjadi

komoditi utama bagi perikanan rakyat di perairan Utara. Jenis ini ditangkap secara

intensif menggunakan pukat cincin mini dan populasinya akhir-akhir ini semakin

menurun. Kondisi tersebut sangat rawan apalagi stok yang dieksploitasi berasal dari

unit stok sama ( Suwarso et al., 2015 )

Menurut Wahyudin (2013), Pemanfaatan SDI di WPP 571 secara

keseluruhan jika diperbandingkan antara jumlah produksi perikanan dengan estimasi

potensi SDI, maka pemanfaatan SDI di WPP 571 ini telah melebihi potensinya,

kecuali ikan pelagis kecil. Hal ini juga semakin menguatkan tentang apa penyebab

perkembangan negatif dari jumlah nelayan di WPP 571.

4
Jenis ikan dominan yang berhasil ditangkap WPP 571 diantaranya adalah

ikan kembung, selar, teri, tongkol komo, layang, udang putih/jerbung, cumi-cumi,

guaman/tigawaja, manyung dan biji nangka. Jenis ikan kembung merupakan yang

paling banyak ditangkap, sedangkan ikan biji nangka yang paling sedikit diantaranya

ikan yang paling dominan.

5
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap menurut WPP (DJPT, 2012),

produksi ikan demersal di WPP-RI 571 pada tahun 2011 yang paling tinggi adalah

jenis bawal putih (13.150 ton), diikuti oleh ikan gulamah (tigawaja) sebesar 12.404

ton, biji nangka (9.549 ton), manyung (7.841 ton), ikan lidah (6.483 ton), ikan kuro

(6.475 ton) dan jenis ikan lainnya kurang dari 6.500 ton.

Komposisi jenis udang di WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman pada

tahun 2011 didominasi oleh kelompok jenis udang putih/udang jerbung (Penaeus

merguiensis, P. indicus) sebesar 47,3% dari total produksi udang penaeid yang

besarnya 35.130 ton, diikuti oleh kelompok udang lain-lain (Metapenaeopsis spp.)

27,2%, udang dogol (Metapenaeus spp.) 13,6%, udang windu (P. monodon, P.

japonicus, P. semisulcatus) 11,3% dan udang krosok (Parapenaeopsis spp.) 0,7%

Ikan banyar (Rastrelliger kanagurta, Cuvier 1816) merupakan salah satu

jenis ikan yang berperan penting dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan

pelagis kecil di perairan tropis, yang secara geografis keberadaannya tersebar luas

di perairan Indonesia diantaranya di perairan Selat Malaka yang merupakan salah

6
satu perairan produktif bagi pemanfaatan sumberdaya Ikan pelagis kecil.

Pemanfaatan secara komersial sumberdaya ikan pelagis kecil telah dimulai sejak

kurun waktu 1970-an dan berdasarkan statistik perikanan tangkap pada tahun 2011

(DJPT, 2012) tercatat memberikan kontribusi sebesar 15% dari total produksi secara

nasional (Hariati et al., 2015).

Table ikan ekonomis penting

Wilayah Pengelolaan Perikanan Selat Malaka (WPP 571)

JTB (Jumlah
Tingkat
Potensi yang boleh
Pemanfaatan
ditangkap)

Ikan Pelagis Kecil 79,008 63,206 1,06

Ikan Pelagis Besar 101,969 81,575 0,89

Ikan Demersal 102,751 82,201 1,05

Ikan Karang 119,756 95,805 0,13

Udang Panaeid 58,910 47,128 1,66

Lobster 711 569 1,26

Kepiting 11,120 8,896 1,24

Rajungan 3,085 2,452 0,74

Cumi-cumi 7,125 5,700 0,50

Diagram Ikan Ekonomis penting

7
a. Pemanfaatan Udang

Udang merupakan salah satu hasil laut dan komponen penting bagi

perikanan udang di Indonesia. Berdasarkan data statistik bahwa tingkat ekspor hasil

perikanan komoditas utama menempatkan udang paling tinggi dibanding tuna,

cakalang, tongkol, dan kepiting. Udang sangat cocok untuk perairan Indonesia

karena kondisi habitat terumbu karang yang tumbuh subur serta suhu rata-rata 28 0C

yang memungkinkan udang untuk bertumbuh dan berkembangbiak. Pada udang

terkandung senyawa aktif yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa aktif memiliki

peran penting untuk kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia.

Senyawa aktif seperti asam lemak (omega-3 dan omega-6) pada udang dan ikan

bermanfaat untuk perkembangan otak anak, untuk bayi, untuk ibu hamil. Kemudian

udang terkandung senyawa aktif yang dapat ditemukan adalah kitosan, mineral,

lipid, karotenoidprotein memiliki nilai ekonomis yang tinggi ( Ngginak et al., 2013 )

Limbah udang berupa kepala atau potongan kepala dan ekor bisa

dirnanfaatkan untuk ternak unggas. Selain mengandung pigmen yang bermanfaat

sebagai penguning warna kuning telur juga berguna untuk pembunuh bakteri karena

pada cangkang udang terdapat kitin dan kitosan memiliki gugus amina yang dapat

melisis dinding sel mikrob-mikrob pembusuk Rata-rata kandungan kitin pada

cangkang kering arthropoda adalah 20-25%. Kitin dan kitosan ini potensial untuk

diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obatobatan, pengolahan makanan dan

bioteknologi. Berbagai manfaat yang ditemukan dari limbah udang juga astaxanthin

merupakan suatu pigrnen merah yang terdapat secara alamiah pada berbagai jenis

rnakhluk hidup. Akumulasi astaxanthin banyak terdapat pada jenis udang-udangan

sehingga menampilkan warna merah. Manfaat yang lain seperti kitin dan kitosan

yang banyak terdapat pada limbah udang bahwa kitosan merupakan polimer kation

8
yang mampu melisis dinding sel mikrob. Berdasarkan manfaat yang terkandung dari

limbah udang ini maka dilakukan penelitian pencampuran kepala udang kedalam

pakan itik untuk meningkatkan indek warna kuning telur dan melihat pengaruhnya

terhadap daya simpan pakan itik ( Sahara, 2011 )

b. Pemanfaatan Ikan Kembung

Tingginya volume produksi perikanan tangkap mengharuskan nelayan

maupun pedagang untuk menjaga mutu ikan. Ikan Kembung ini termasuk jenis ikan

pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis. Kemunduran mutu ikan dapat

dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre-rigormortis, rigormortis dan post-

rigormortis menjelaskan bahwa penanganan ikan dapat dilakukan dengan lima

prinsip dasar. Lima prinsip dasar tersebut adalah penggunaan suhu rendah,

penggunaan suhu tinggi, penurunan kadar air, penyinaran dan penggunaan zat-zat

antibakterial. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan terhadap Ikan Kembung

agar tidak mudah busuk dan mudah teroksidasi, salah satu caranya adalah dengan

cara dilakukan penggaraman, pengeringan dan pemberian asap cair ( Manurung,

2017 )

Asap cair merupakan senyawa-senyawa yang menguap secara simultan dari

reaktor panas melalui teknik pirolisis (penguraian dengan panas) dan berkondensasi

pada sistem pendingin. Pengolahan ikan menggunakan asap cair memiliki beberapa

kelebihan yaitu mudah diterapkan/praktis penggunaannya, flavor produk lebih

seragam, dapat digunakan secara berulang-ulang, lebih efisien dalam penggunaan

bahan pengasap, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, polusi

lingkungan dapat diperkecil dan yang paling penting senyawa karsinogen yang

terbentuk dapat dieliminasi. Pada proses pengasapan ikan dengan asap cair, unsur

9
yang berperan dalam peningkatan daya awet ikan adalah asam, derivat fenol, dan

karbonil. Unsur-unsur kimia tersebut antara lain dapat berperan sebagai pemberi

flavor (aroma), pembentuk warna, antibakteri, dan antioksidan. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan asap cair dan metode

pengeringan yang berbeda pada tingkat oksidasi ikan kembung asin.

2.3 Morfologi Ikan Ekonomis Penting

Indonesia yang beriklim tropis, termasuk perairan tropis, terkenal kaya dalam

perbendaharaan jenis-jenis ikannya. Berdasarkan penelitian dan beberapa literatur

diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia. Dari 3.000 jenis

tersebut sebanyak 2.700 jenis (90 %) hidup di perairan laut dan sisanya 300 jenis

(10 %) hidup di perairan air tawar dan payau. Dari jumlah tersebut diatas tidak

semua tergolong ikan ekonomis penting.Pengertian ekonomis penting yang

dimaksud adalah mempunyai nilai pasaran yang tinggi volume produksi macro yang

tinggi dan luas, serta mempunyai daya produksi yang tinggi . jenis- jenis ikan yang

memang mempunyai kwalitas baik dengan nilai harga yang baik pula, seperti ikan

kakap, tenggiri, tuna, cakalang,cumi-cumi, tongkol komo, slengseng, dan ikan selar

kuning .

a. Ikan selar kuning

Ikan selarkuning merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting dimana

banyak di-manfaatkan sebagai pindang, ikan bakar mau-pun ikan asin oleh para

konsumen maupun ne-layan karena rasanya yang enak. Selain itu, ikan selar kuning

diperdagangkan dalam keadaan segar (basah) dan dibekukan atau setelah diolah

dengan berbagai perlakuan,seperti diasinkanataudi-keringkan. Daging ikan ini juga

diolah menjadi tepung ikan dan surimi.

10
 Karakter morfologi

Ikan Selarkuning (Selaroides leptolepis) memiliki bentuk badan memanjang

lonjong dan pipih tegak, kurang lebih simetris pada lengkung punggung dan

perutnya. Garis tengah mata sebanding atau lebih pendek daripada panjang

moncong, dengan pelupuk mata berlemak setengah penuh pada separuh bagian

belakang mata. Warna pungung biru metalik dengan suatu pita kuning terang yang

lebar berjalan dari sisi atas mata ke belakang tubuh hingga ke batang ekor. Sisi

tubuh dan perut berwarna keperakan. Sirip-sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor

4 berwarna kuning pucat atau kuning kuning kelabu, sedangkan sirip perut berwarna

putih.

Lebih dari 50% nama lokal ikan di Pulau Bangka berbeda penamaannya

dengan nama ikan secara nasional. Contohnya ikan Selar Kuning, di daerah Bangka

disebut dengan nama ikan Ciu. Ikan Selar Kuning atau Ciu (Selaroides eptolepis),

hidup bergerombol, perairan pantai panjang ikan dapat mencapai 20 cm, umumnya

15 cm. Selain itu ikan Selar Como nama lokal disebut dengan ikan Hapau (Atule

mate).

Ikan Selar Como atau Hapau (Atule mate) memiliki duri punggung (total): 9;

punggung lunak (total): 22-25; duri anal: 3; sinar lunak dubur: 18 –21. Sedangkan

Ikan Selar Bentong ini termasuk famili Carangidae. Ikan ini hidup bergerombol,

diperairan pantai sampai kedalaman 80 cm. Ukuran ikan ini dapat mencapai panjang

30 cm, umumnya 20 cm. Ikan Selar Bentong ini termasuk ikan pelagis kecil, ikan

buas.Penangkapan dengan pancing, bubu, jaring klotok, payang dan sejenisnya,

purse seine, pukat banting, pukat selar, termasuk ikan buas,makanannya ikan-ikan

kecil, krustasea, dipasarkan dalam bentuk segar, asin-kering, asin-rebus, harga

sedang.

11
Adapun alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan selar kuning

terdiri dari payang, pukat pantai, jaring insang, sero, bagan tancap,dan bagan

perahu. Berdasarkan hasil standardisasi alat tangkap,diperoleh pukat cincin sebagai

alat tangkap standar yang digunakan. Penangkapan ikan selar kuning di Perairan

Selat Sunda dilakukan secara one day fishing.

Tongkol komo (Euthynnus affinis) dalam perdaganganinternasional dikenal

dengan namakawakawatermasukdalam family Scombridae.Ikan inimerupakan ikan

pelagis,membentuk gerombolan, perenang cepat dan pemakan daging (carnivore).

Menurut Statistik Perikanan Tangkap,terdapat 3 jenis tongkol yaitu tongkol krai

(Frigate tuna),tongkol komo (kawa-kawa, Eastern little tuna) dantongkol abu

(Longtail tuna) (Ditjen Perikanan Tangkap,2011).Selain sebagai komoditi ekspor,

ikan tongkol jugamerupakan komoditi strategis bagi nelayan untukmeningkatkan

pendapatan. ekspor komoditi tuna, cakalang dan tongkol sebesar122.450 ton.

Negara tujuan ekspor yang utama adalah Jepang.

Ikan tongkol komo memiliki panjang minimum 11,7 cmFL, maksimum 55,4

cmFL dan panjang-rata-rata 34,1cm.Ukuran panjang ikan tongkol como di perairan

Laut Jawatersebuut lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuranikan tongkol como

hasil penelitian sebelumnya. MenurutKaymaran & Darvishi (2012) menyatakan

bahwa panjangikan tongkol komo (Euthynnus affinis) di perairan Iranberkisar antara

28-88 cm, dengan rata-rata 66 cm.

b. Cumi-cumi

Cumi-cumi merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang mempunyai nilai

ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi hasil perikanan yang lain

12
 Jenis cumi

Di dalam dunia perdagangan, sebagian besar cephalopoda dibedakan menjadi 3

(tiga) kelompok yaitu :

- cumi-cumi (squid)

- sotong (cuttlefish)

- gurita (octopus)

Setiap kelompok dapat terdiri dari satu suku (family) atau lebih yang mempunyai

arti ekonomi penting. Loliginidae, Onychoteu- thidae, dan Ommastrephidae, adalah

suku- suku yang mendukung kelompok cumi-cumi (squid). Sedangkan Sepiidae dan

Octopodi-dae adalah suku-suku yang secara berturutan mendukung kelompok

sotong (cuttlefish) dan gurita (octopus). Ketiga kelompok ter- sebut di atas jelas

mempunyai peranan yang penting dalam dunia perdagangan.

cumi-cumi (squid) sotong (cuttlefish) gurita (octopus)

13
Daging cephalopoda terlihat bersih, licin, menarik perhatian, mempunyai

aroma yang khas, serta telah diketahui mengandung nilai gizi yang cukup tinggi.

Kandungan unsur kimia organik dari dagingnya beserta manfaatnya bagi manusia

ditinjau dari segi pencernaan dan gizi. dapat disimpulkan bahwa daging cumi-cumi

merupakan sum- ber protein hewani yang baik.

Secara umum persentasi bagian tubuh yang dapat dimakan adalah sekitar

80%, sedangkan sisanya harus dibuang atau di- manfaatkan untuk keperluan lain.

Bagian yang dapat dimakan itu sendiri terdiri dari 50% berbentuk mantel, dan

sisanya 30% berupa lengan-lengannya.

Kandungan beberapa asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acid) di

dalam daging cumi-cumi yang paling bermanfaat adalah asam lemak omega-3

(omega-3 fatty acid). Asam lemak omega-3 yang terdapat di dalam bahan

makanan dari laut berupa rantaian panjang dari asam lemak essensiel

tidak jenuh (long-chain essential polyun- saturated fatty acid). Asam-asam ini

mem- punyai peranan penting di dalam proses- proses metabolisme. Sintesa asam-

asam le- mak ini tidak dapat berlangsung di dalam tubuh manusia, tetapi hanya

dapat berlang- sung di dalam hijau daun dan alga laut.

 Struktur daging

Cumi-cumi atau cephalopoda pada umumnya adalah hewan lunak (moluska),

oleh sebab itu dagingnya menyerupai aba- lone (Haliotis spp), tidak bertulang, tetapi

berupa jaringan otot yang panjang. Tubuh berbentuk seperti kantong atau mantel

yang membungkus semua organ dalam, ke- pala, jaringan syaraf, mulut, dan

tentakel Mantel itu sendiri mempunyai berat 45% dari seluruh berat tubuhnya.

14
pada umumnya mempunyai ke- rangka tulang di dalam tubuhnya sedangkan

udang (crustacea) mempunyai karapas di luar tubuhnya, tetapi cumi-cumi tidak me-

miliki struktur yang demikian guna meno- pang jaringan otot dari tubuhnya. Sebagai

penggantinya, jaringan otot melekat kuat di antara lapisan-lapisan selaput

penghubung yang sangat kuat. Lapisan ini secara bersama- sama memberi

perlindungan kepada hewan tersebut terhadap pengaruh lingkungan dan terhadap

luka. Secara alami tekstur daging menjadi kompak dan kuat oleh adanya jaringan

selaput dan hal ini akan menjadikan rasa yang khas apabila dimakan, dan akan

tetap merupakan keistimewaan yang tersen- diri.

Kulit merupakan selaput tipis yang mengandung khromatofora. Apabila kulit kita

kupas, maka selanjutnya mantel itu sendiri terdiri dari 5 (lima) lapis selaput tipis

(membran). Lapis yang paling tengah terdiri dari serabut-serabut lembut yang

mendu- kung protein, disebut protein myofibrillar. Lapisan ini menempati lebih

kurang 98% dari tebal mantel, dan terletak di antara dua lapisan di sebelah luar dan

dua lapisan di sebelah dalam yang seragam. Protein utama pada jaringan ini berupa

kolagen (collagen).

c. Pemanfaatan Udang

Udang merupakan salah satu hasil laut dan komponen penting bagi

perikanan udang di Indonesia. Berdasarkan data statistik bahwa tingkat ekspor hasil

perikanan komoditas utama menempatkan udang paling tinggi dibanding tuna,

cakalang, tongkol, dan kepiting. Udang sangat cocok untuk perairan Indonesia

karena kondisi habitat terumbu karang yang tumbuh subur serta suhu rata-rata 28 0C

yang memungkinkan udang untuk bertumbuh dan berkembangbiak. Pada udang

terkandung senyawa aktif yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa aktif memiliki

15
peran penting untuk kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia.

Senyawa aktif seperti asam lemak (omega-3 dan omega-6) pada udang dan ikan

bermanfaat untuk perkembangan otak anak, untuk bayi, untuk ibu hamil. Kemudian

udang terkandung senyawa aktif yang dapat ditemukan adalah kitosan, mineral,

lipid, karotenoidprotein memiliki nilai ekonomis yang tinggi ( Ngginak et al., 2013 )

Limbah udang berupa kepala atau potongan kepala dan ekor bisa

dirnanfaatkan untuk ternak unggas. Selain mengandung pigmen yang bermanfaat

sebagai penguning warna kuning telur juga berguna untuk pembunuh bakteri karena

pada cangkang udang terdapat kitin dan kitosan memiliki gugus amina yang dapat

melisis dinding sel mikrob-mikrob pembusuk Rata-rata kandungan kitin pada

cangkang kering arthropoda adalah 20-25%. Kitin dan kitosan ini potensial untuk

diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obatobatan, pengolahan makanan dan

bioteknologi. Berbagai manfaat yang ditemukan dari limbah udang juga astaxanthin

merupakan suatu pigrnen merah yang terdapat secara alamiah pada berbagai jenis

rnakhluk hidup. Akumulasi astaxanthin banyak terdapat pada jenis udang-udangan

sehingga menampilkan warna merah. Manfaat yang lain seperti kitin dan kitosan

yang banyak terdapat pada limbah udang bahwa kitosan merupakan polimer kation

yang mampu melisis dinding sel mikrob. Berdasarkan manfaat yang terkandung dari

limbah udang ini maka dilakukan penelitian pencampuran kepala udang kedalam

pakan itik untuk meningkatkan indek warna kuning telur dan melihat pengaruhnya

terhadap daya simpan pakan itik ( Sahara, 2011 )

d. Pemanfaatan Ikan Kembung

Tingginya volume produksi perikanan tangkap mengharuskan nelayan

maupun pedagang untuk menjaga mutu ikan. Ikan Kembung ini termasuk jenis ikan

16
pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis. Kemunduran mutu ikan dapat

dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre-rigormortis, rigormortis dan post-

rigormortis menjelaskan bahwa penanganan ikan dapat dilakukan dengan lima

prinsip dasar. Lima prinsip dasar tersebut adalah penggunaan suhu rendah,

penggunaan suhu tinggi, penurunan kadar air, penyinaran dan penggunaan zat-zat

antibakterial. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan terhadap Ikan Kembung

agar tidak mudah busuk dan mudah teroksidasi, salah satu caranya adalah dengan

cara dilakukan penggaraman, pengeringan dan pemberian asap cair ( Manurung,

2017 )

Asap cair merupakan senyawa-senyawa yang menguap secara simultan dari

reaktor panas melalui teknik pirolisis (penguraian dengan panas) dan berkondensasi

pada sistem pendingin. Pengolahan ikan menggunakan asap cair memiliki beberapa

kelebihan yaitu mudah diterapkan/praktis penggunaannya, flavor produk lebih

seragam, dapat digunakan secara berulang-ulang, lebih efisien dalam penggunaan

bahan pengasap, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, polusi

lingkungan dapat diperkecil dan yang paling penting senyawa karsinogen yang

terbentuk dapat dieliminasi. Pada proses pengasapan ikan dengan asap cair, unsur

yang berperan dalam peningkatan daya awet ikan adalah asam, derivat fenol, dan

karbonil. Unsur-unsur kimia tersebut antara lain dapat berperan sebagai pemberi

flavor (aroma), pembentuk warna, antibakteri, dan antioksidan. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan asap cair dan metode

pengeringan yang berbeda pada tingkat oksidasi ikan kembung asin.

Table Rata-rata analisis profil gizi dari 100g daging udang yang dikonsumsi

17
Nutrisi Nilai Yang Terkandung
1. Protein (g) 19,4 _+ 0,56
2. Lemak (g) 1,15 _+ 0,19
3. Air (g) 76,3_+ 0,57
4. Energi (g) 89,0 _+ 1,12
Asam Amino Esensial Nilai Yang Terkandung
5. Isoleucine (mg) 930,7_+ 8,10
6. Leucine (mg) 1463,9 _+22,30
7. Lysine (mg) 1480,1 _+ 27,57
8. Methionin + cysteine (mg) 668,1_+1657
9. Phenylalanine + tyrosine (mg) 1389,2_+19,27
10. Threonine (mg) 756_+8,89
11. Tryptophan (mg) 223,3_+2,90
12. Valine (mg) 935,7_+5,89
Komposisi Lemak Nilai Yang Terkandung
13. SFA (mg) 257,5 _+3,71
14. MUFA (mg) 163,5_+7.90
15. PUFA (mg) 321,0_+5,23
16. Eicosapentaenoic (mg) 112,0_+3,02
17. Docosahexaenoic (mg) 75,5_+1,43
18. 3 PUFA (mg) 204,5_+ 2,23
19. 6 PUFA (mg) 106,0_+2,31
20. PUFA / SFA 1,3_+0,05
21. Cholesterol 173_+6,93
Makro Mineral Nilai Yang Terkandung
22. Calcium (mg) 107,3_+1,96
23. Magnesium (mg) 58,5_+1,38
24. Phosphorus (mg) 303,4_+3,22
25. Potassium (mg) 259,6_+3,25
26. Sodium (mg) 176,1_+3,04
Mikro Mineral Nilai Yang Terkandung
27. Copper 918_+4,62
28. Iron 2196,5_+16,61
29. Manganese 50,5_+1,64
30. Selenium 44_+1.06
31. Zinc 1403,5_+5,43
Sumber : (Dayat et al., 2007)

Tabel Hasil Uji Penelitian Ikan Kembung

18
Parameter Metode Konsentrasi Asap Cair

Pengeringan

0% 3%

Air (%) Sinar Matahari 28,38_+85,13 26,81_+80,43


oven 26,94_+80,81 24,20_+72,59
Protein (%) Sinar Matahari 40,43_+121,30 43,48_+130,44
oven 40,57_+121,72 41,22_+123,66
Lemak (%) Sinar Matahari 1,48_+4,43 1,21_+3,63
oven 1,26_+3,78 1,20_+3,59
Abu (%) Sinar Matahari 17,07_+51,20 17,08_+51,25
Oven 17,43_+52,28 16,54_+49,63

2.4 Keadaan Lingkungan WPP RI 571

Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat

Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara batas

terluar ZEE Indonesia berbatasan dengan Thailand, Malaysia dan India. Batas

sebelah barat berbatasan dengan Kab. Pidie sampai Kab. Aceh Besar; di

sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Siak dan Kab. Palalawan, Prov. Riau;

dan di sebelah timur berbatasan dengan Kab. Bengkalis – Kab. Kampar.

19
(Sumber:Ditjen Perikanan Tangkap KKP RI, 2011)

Setiap keberadaan ikan disuatu wilayah pasti dipengaruhi oleh komposisi

ekositem yang ada. Jika ekosistem yang didiami oleh ikan terjaga dengan baik

maka kelimpahan ikan akan juga terjaga. Sebaliknya jika ekosistem rusak maka

ikan akan perpindah untuk bertahan hidup. Berikut ini merupakan kondisi

ekositme yang adah di Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 (Selat Malaka dan

Laut Andaman).

20
Dapat dilihat dari hasil analisis komposit untuk indikator menunjukkan

kondisi habitat di dalam WPP 571 ini tergolong sedang (skor 213) dengan areal

tutupan terumbu karang yang rendah karena dasar laut dari perairan WPP 571

berlumpur sehingga hanya dititik tertentu terumbu karang bisa hidup, rentan

terhadap pencemaran perairan, namun baik dalam produktifitas estuari dan

mempunyai level sedimentasi yang rendah.Terjadi bleaching (pemutihan) pada coral

karena perubahan suhu yang mendadak pada kurun waktu tertentu.

21
2.5 Jenis Alat Tangkap

No Jenis Alat Penangkap Ikan Jumlah (unit)

1. Bouke Ami 1

2. Hand Line -

3. Huhate -

4. Jaring Insang -

5. Long Bag Set Net 1

6. Bubu -

7. Pancing Cumi -

8. Pancing Rawai -

9. Payang -

10. Pukat Ikan 140

11. Pukat Udang -

12. Purse Seine 103

13. Rawai Tuna -

Jumlah 245

Keseluruhan data alat tangkap berdasarkan jenis yang berada di WPP 571

tidak dapat ditunjukkan secara rinci, akan tetapi data alat tangkap yang ijinnya

diterbitkan oleh pusat secara keseluruhan untuk WPP 571 ini berjumlah sebanyak

245 unit, yaitu sebanyak 1 unit bouke ami, 1 unit long bag set net, 140 unit pukat

ikan dan 103 unit purse seine.

22
Tidak semua alat tangkap dapat diberikan izin dalam pengoperasiannya karena alat

tangkap tertentu dapat merusak habitat dari suatu ekosistem bawah laut contonya

adalah cantrang karena alat ini bersifat aktif dan pengoperasiannya menyentuh

dasar perairan sehingga bisa merusak terumbu karang yang merupakan habitat

alami ikan. DI WPP RI 571 alat tangkap yang yang dioperasikan dan izinnya

diterbitkan pusat secara keseluruhan berjumlah sebanyak 245 unit, yaitu sebanyak 1

unit bouke ami, 1 unit long bag set net, 140 unit pukat ikan dan 103 unit purse seine.

2.6 Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan

Status pemanfaatan sumberdaya ikan meliputi sumberdaya manusia yang

memanfaatkan, armada penangkapan dan alat tangkap serta besar produksi yang

dihasilkan dari kegiatan penangkapan. Untuk perkembangan dari nelayan di daerah

WPP RI 571 dari tahun ketahun mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun

2005-2006 jumlah nelayan mengalami peningatan dan pada tahun 2006-2010 minat

23
masyarakat sekitar untuk menjadi nelayan menurut karena faktor besarnya biaya

produksi dan turunya sumberdaya ikan yang ada di WPP RI 571. Armada yang

beroperasi di WPP RI 571. Menurut data tahun 2010 adalah:

Dari data diatas dapat dilihat bahwa kapal motor yang mendominasi di WPP

RI 571 adalah KM < 5 GT yaitu sebanyak 55,7% kemudinan ada MT dan PTM

sebanyak15%, KM 5 – 30 GT sebanyak 12,10%, KM 30 – 50 sebanyak 1,6 % dan

yang paling sedikit mendominasi adalah KM diatas 50 GT yaitu sbanyak 0.60%.

24
(Sumber: Data Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia,2016)

Untuk WPP 571 pada ikan demesrsal, ikan pelagis kecil, udang, lobster dan

kepiting sudah mengalami overfishing. Sedangkan ikan pelagis besar dan rajungan

statusnya masih sedang dalam pemanfaatannya dan untuk ikan karang dan cumi-

cumi masih dalam kondisi baik dalam pemanfaatannya.

25
(Sumber: Ditjen Perikanan Tangkap KKP RI, 2011)

Hasil tangkapan di WPP 571 banyak yang mengalami overfishing yaitu

pemanfaatannya melebihi potensi yang ada. Ikan demersal, ikan pelagis besar,

udang penaid, cumi-cumi dan lobster sudah mengalami overfishing.

26
27
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Wilayah pengelolaan perikanan (WPP 571) yang berada di Selat malaka dan

Laut Andaman memiliki keragaman hasil laut yang melimpah. Ikan dominan yang

ditangkap di WPP 571 pada tahun 2010 seperti ikan kembung, ikan selar,teri,

tongkol komo, layang, udang putih, cumi-cumi, tiga waja, manyung, ikan biji nangka.

Dengan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu ikan kembung, ikan selar,

teri, tongkol komo ,layang,udang putih,cumi-cumi, manyung dan ikan biji nangka.

Sedangkan ikan golongan non ekonomis yang ada di WPP 571 adalah ikan tiga

waja(gulamah).Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada tahun 2015 di

WPP 571 menurut sumber data Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (2016) pada

jenis ikan demersal, pelagis kecil, udang, lobster dan kepiting sudah mengalami

overfishing. Untuk ikan pelagis besar dan rajungan masih dalam tingkat eksploitasi

sedang dan untuk ikan karang masih dalam keadaan yang melimpah di alam.Untuk

alat tangkap yang ada di WPP 571 sendiri didominasi oleh pukan ikan dan purse

sein yang dioperasikan menggunakan kapal motor kurang dari 5 GT dengan

presentase 55,70%.

28
REVIEW VIDEO

Memancing dan memproses ikan di atas kapal pukat yang bersuhu rendah.

Ikan mengalir dari penangkapan ke pemrosesan, setelah itu pertama dikeluarkannya

ikan dari jaring yang besar kepalka ( tempat menyimpan barang dikapal ). Kemudian

ikan diproses pertama yang dilakukan yaitu kepala ikan dipotong menggunakan

mesin fillet, selanjutnya setelah dibuang kepalanya lalu dikupas kulitnya

menggunakan mesin. Fillet yang berasal dari mesin pengupas kulit, fillet dipindahkan

ke meja pemrosesan. Kemudian potong fillet dan dibersihkan menggunakan air

bersih, setelah itu di pilih sesuai ukuran fillet, kemudian ditimbang setelah itu

kebagian pengepakan, blok beku diambil dari freezer. Setelah itu dikemas ikan beku

ke dalam kotak, Sekotak ikan beku siap diangkat untuk menahan banyaknya

tumpukan-tumpukan yang lain. Kotak-kotak ikan beku ditempatkan dan ditumpuk

dalam ruang beku, kemudian ditempatkan di palka memuat ikan dengan ikan beku.

menangkap ikan yang berharga, menumpuk di tempat ini. Selanjutnya ditempatkan

dipabrik tepung ikan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Chodrijah, U., T. Hidayat, dan T. Noegroho. Estimasi parameter populasi ikan


tongkol komo (Euthynnusaffinis) di perairan laut jawa. Jurnal Bawal. 5(3) : 167-
174

Damanik, M. R. S.,M. R. K. Lubis dan A. J. D. Astuti.2016.Kajian pendekatan


ekosistem dalam pengelolaan perikanan di wilayah pengelolaan perikanan
(WPP)571 Selat Malaka Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Geografi. 8(2): 176.

Hariati, T., R.Faizah, D.Nugroho . 2015 . Umur, pertumbuhan dan laju pemanfaatan
ikan banyar (Rastrelliger kanagur.ta Cuvier, 1816), di Selat Malaka (wilayah
pengelolaan perikanan-571) . 1-8

Kurniawan., Asmarita, dan O. Supratman. 2017. Dentifikasi jenis ikan (penamaan


lokal, nasional dan ilmiah) hasil tangkapan utama(htu) nelayan dan klasifikasi
alat penangkap ikan di pulau bangka provinsi kepulauan bangka belitung.
Jurnal Sumberdaya Perairan. 13(1) : 42-51

Manurung. H.J., F.Swastawati., I.Wijayanti. 2017. Pengaruh penambahan asap cair


terhadap tingkat oksidasi ikan kembung ( Rastrelliger sp ) asin dengan metode
pengeringan yang berbeda. J Peng. & Biotek. Hasil Pi. 6 (1 ): 31-37

Ngginak. J., H.Semangun., J.C. Mangimbulude., F.S. Rondonuwu. 2013. Komponen


senyawa aktif pada udang serta aplikasinya dalam pangan. Sains Medika. 5
(2): 128-14

Razak., A. 2017. Mikrostruktursisikikanlautselar bentong (Selar crumenophthalmus).


23-26

Sahara. E., 2011. Penggunaan kepala udang sebagai sumber pigmen dan kitin
dalam pakan ternak. Jurnal Agribisnis dan Industri Peternakan. 1 (1): 31-35

Sinaga, F., F. F. Tilaar, N. E. Bataragoa. 2018. Karakteristik reprokduksi ikan selar


kuning (Selaroides leptolepis) di perairan teluk manado. Jurnal Ilmiah Platax.
6(2) : 46-57

Sharfina, M., M. Boer, Y. Ernawati. 2014. Potensi lestariikan selar kuning


(Selaroides leptolepis) di perairan selat Sunda. Joural Marine Fisheries. 5(1) :
101-108.

Sudjoko, B. 1998. Cumi-cumi (Cephalopoda, Moluska) sebagai sala satu


bahan makanan dari laut. Jurnal Oseana. 8(3) : 97 - 107

Suman. A, H.E Irianto, F. Satria, K. Amri. 2016. Potensi dan tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara republik Indonesia
(WPP NRI) tahun 2015 serta opsi pengelolaannya. Jurna Kebijakan Perikanan
Indonesia (JKPI). 8 (2): 97-110

30
Suwarso., T. Ernawati., T. Hariati. 2015. Biologi reproduksi dan dugaan pemijahan
ikankembung (Rastrelliger brachysoma) di pantai Utarajawa. Bawal. 7 (1): 9-16

Wahyudin. Y., 2013. Status perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik


Indonesia (wpp ri 571) laut Andaman dan selat Malaka. Status Perikanan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Laut
Andaman dan Selat Malaka. 1-7

31

Anda mungkin juga menyukai