PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia seharusnya dapat menghargai dan mensyukuri suatu
anugerah yang sangat besar, yaitu hidup dalam suatu Negara Kepulauan yang
merupakan wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas dari
Merauke sampai Sabang. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 meliputi
wilayah laut yurisdiksi nasional lebih kurang 5,8 juta km2, Indonesia adalah
Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terletak pada posisi yang sangat
strategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta memiliki
wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus sebagai urat
nadi perdagangan dunia. Posisi Indonesia yang sangat strategis tersebut
memberikan konsekuensi bagi bangsa Indonesia yaitu untuk menjalankan aturan
sebagaimana yang termaktub dalam United Nation Convention on the Law of
the Sea 1982.
B. RUMUSAN MASALAH
C. MANFAAT TULISAN
E. METODE PENULISAN
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat
Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti
bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak dulu
kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan bercorak
maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun membentuk
peradaban bangsa yang maju di zamannya.Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga
Demak, nusantara tampil sebagai kekuatan besar yang disegani negara di kawasan Asia dan
dunia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah
mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta
menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan
laut.Angkatan laut Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan
mendapat tugas mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya
cukai, serta mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-
1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil
menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara
asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan Demak jarang
diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu mengirim armada laut
yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100 buah kapal
dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
Sayang, masa keemasan itu tinggal sejarah. Negeri ini tidak belajar dari apa yang dilakukan
para leluhur. Kejayaan bangsa tertutup potret kemiskinan yang melanda rakyat negeri
ini.Kecintaan kepada laut juga semakin dangkal.Rasa keberpihakan negara terhadap dunia
maritim pun lemah.Padahal, budaya maritim adalah roh dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dengan jutaan penduduk tersebar di ribuan pulau.
Meski kini sudah hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun orientasi
pembangunan negara masih terfokus di sektor darat.Bahkan, sejumlah kalangan masih
menganggap sektor kelautan merupakan sebuah beban dibandingkan aset berharga.
Akibat hal tersebut pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya
manusia Indonesia tidak pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional, yang
didominasi persepsi dan kepentingan daratan semata.
Dalam perjalanan budaya bangsa Indonesia, para pakar sejarah maritim menduga
perahu telah lama memainkan peranan penting di wilayah nusantara, jauh sebelum bukti
tertulis menyebutkannya (prasasti dan naskah-naskah kuno).Dugaan ini didasarkan atas
sebaran artefak perunggu, seperti nekara, kapak, dan bejana perunggu di berbagai tempat di
Sumatera, Sulawesi Utara, Papua hingga Rote.Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pada masa
akhir prasejarah telah dikenal adanya jaringan perdagangan antara Nusantara dan Asia
daratan.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi laut tercetak
dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682 Masehi).Pada prasasti tersebut diberitakan;
”Dapunta Hiya? bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua laksa dengan
perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu…”.
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi) dipahatkan
beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-
bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat nusantara,
misalnya Sumatera.
Selain itu, bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah
Indonesia, seperti papan-papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan daun
kemudi, yang ukurannya cukup besar. Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di
Desa Samirejo, Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatra Selatan).Situs ini
berada di suatu tempat lahan gambut.Sebagian besar arealnya merupakan rawa-
rawa.Beberapa batang sungai yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu.Sisa perahu
yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan sebuah kemudi. Dari sembilan bilah
papan tersebut, dua bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya
berasal dari perahu lain.
Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional di daerah Asia
Tenggara dengan teknik yang disebut “papan ikat dan kupingan pengikat” (sewn-plank and
lashed-lug technique), dan diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang
terpanjang berukuran panjang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter; lebar 0,23 meter; dan
tebal sekitar 3,5 cm.Pada jarak-jarak tertentu (sekitar 0,5 meter), di bilah-bilah papan kayu
terdapat bagian yang menonjol berdenah empat persegi panjang, disebut tambuko. Di bagian
itu terdapat lubang yang bergaris tengah sekitar 1 cm. Lubang-lubang itu tembus ke bagian
sisi papan.Tambuko disediakan untuk memasukkan tali pengikat ke gading-gading. Papan
kayu setebal 3,5 cm kemudian dihubungkan bagian lunas perahu dengan cara mengikatnya
satu sama lain. Tali ijuk (Arenga pinnata) mengikat bilah-bilah papan yang dilubangihingga
tersusun seperti bentuk perahu.Selanjutnya, dihubungkan dengan bagian lunas perahu hingga
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di desa Sambirejo
berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis laboratorium terhadap Karbon (C-14)
dari sisa perahu Samirejo adalah 1350 ± 50 BP, atau sekitar tahun 610-775 Masehi.
Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang 6 meter. Bagian
bilah kemudinya berukuran lebar 50 cm. Kemudi ini dibuat dari sepotong kayu, kecuali
bagian bilahnya ditambah kayu lain untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai
kemudi terdapat lubang segi empat untuk memasukkan palang.
Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih kecil untuk
memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukannya.Bentuk kemudi semacam ini banyak
ditemukan pada perahu-perahu besar yang berlayar di perairan Nusantara, misalnya perahu
pinisi.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang, sekitar 5
km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih
dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam jumlah banyak,
namun keadaannya sudah rusak akibat aktivitas penduduk di masa lampau untuk mencari
harta karun. Papan-papan kayu tersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan ke
dalam tanah untuk memperkuat lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara 20-30 cm.
Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo,
yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya, dan lubang-lubang yang ditatah
pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk memasukkan tali ijuk
yang menyatukan papan perahu dengan gading-gading, serta menyatukan papan satu dengan
lain. Pada bagian tepi terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak
kayu atau bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan
pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Berdasarkan tinjauan sejarah di atas, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya memiliki darah,
watak dan budaya maritim yang kuat.Namunsemua itumemudar seiring peralihan
zaman.Agar kembalipada hakikatnyasebagai bangsa yang besar, masyarakatIndonesia harus
kembali memilikiwawasan maritim.
Permasalahannya apakah masih bisa membangkitkan kembali kejayaan masa lalu di tengah
krisis multi dimensi yang menerpa bangsa ini?Mengembalikan visi kemaritiman bukan
Diperlukan analisis dengan pendekatan konstruksi skenario guna mengetahui apa saja
kemungkinan yang bisa ditempuh untuk mewujudkan visi negara maritim. Bagaimana pula
strategi yang bisa ditempuh di tengah derasnya globalisasi yang membuat arus perdagangan
laut kian tinggi.
Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki budaya demokrasi
yang teramat tinggi di mana kebijakan yang dikeluarkan adalah keputusan dari masyarakat
bawah yang dipoles kearifan seorang pemimpin.Sudah saatnya masyarakat pesisir sebagai
wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui program-program pemerintah yang disusun
melalui pendekatan sosial budaya kebaharian, yaitu pendekatan hubungan manusia dengan
lingkungan dan sumberdaya laut.
Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan bangsa
Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara.Terutama
melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.Tak heran, wilayah
laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai banyak pergumulan kehidupan di
perairan.
Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim Indonesia, antara lain
di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs yang diperkirakan budaya manusia sekitar
10.000 tahun sebelum masehi. Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan
perahu layar.Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina
yang didirikan perantau dari nusantara di wilayah Madagaskar.Pengaruh dan kekuasaan
tersebut diperoleh bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan armada
yang berlayar lebih dari 4.000 mil.
Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI yang memiliki 13 sungai
bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi potensi yang dapat menjadi solusi
perkembangan transportasi air dan pariwisata. “Minimnya wawasan kelautan telah
menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan
yang urung teratasi,” kata Iman.
Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September 2012,
diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat, 10,1 persen
tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik.
Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan kerusakan
lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer pembangunan Indonesia.
“Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya beberapa kilometer
dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap banyak dengan
pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-pulau terdepan,”
ujar Iman.
“Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah milik
komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan gundul, dan laut
dikavling-kavling bukanlah adab pembangunan yang mencerminkan kebudayaan Indonesia,”
jelas Iman, yang juga ahli tata kota.
Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM)
mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di kepulauan Nusantara. Hal ini dapat
dibuktikan setelah tim arkeologi berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan manusia Tertua
Homo Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu.
“Sebagian penduduk Nusantara yang telah menguasai teknologi canggih lalu berlayar ke
berbagai penjuru dunia.Para pelaut itulah yang kemudian membantu komunitas di berbagai
tempat untuk mengembangkan budaya mereka menjadi peradaban besar, seperti
Mesopotamia, Mesir, China, dan India,” jelasnya.
Menurut Rizal, saat ini yang terjadipemerintah Indonesia cenderung melupakan air (laut).
Pada masa dulu saat semua orang konsen di laut, muncul istilah kata “lupa daratan”.Saat ini
harus dibalik “lupa lautan” karena bangsa Indonesia terlalu mencintai daratan.”Melupakan
unsur air (laut) bukan hanya mengkhianati realitas bangsa, tapi melukai semangat para
leluhur kita,” katanya.
“Namun, kami melihat bahwa dari penyebutan pulau-pulau saja selalu disebutkan pulau
terluar, kenapa tidak dijadikan pulau-pulau terdepan.Yang bisa diartikan sebagai halaman
muka dari bangsa ini,” katanya.
“Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Sementara jika ke pantai
hanya memakan waktu 30 menit.Jarang sekali orang Pariaman melihat laut langsung ke
pantai.Inilah pudarnya budaya maritim kita,” tuturnya.
Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan kualitas generasi
muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong para lulusan perguruan tinggi
lebih mengenal jati diri dan budaya bangsa.Sebagai bangsa maritim yang hidup di kepulauan
sudah seharusnya generasi muda Indonesia menjadi bangsa yang mandiri.
Sebaliknya masyarakat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan agraris, seperti petani
cenderung tidak berani menanggung risiko. Karena itu, menurut JK, dalam perkembangannya
kedua masyarakat ini harus hidup dalam budaya saling berbaur karena memiliki tujuan sama,
yakni meningkatkan kemajuan bangsa.
Di sini budaya maritim menjadi sarana dalam membangun kembali perdaban bangsa
Indonesia yang maju.Etos kerja masyarakat maritim yang dibangun nenek moyang dulu
diharapkan bisa memperkuat NKRI, dengan menjadikan tanah dan air sebagai satu
kekuatan,yaitu negara maritim.
Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini, dengan
tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan yang belum ada
duanya di dunia.Catatan-catatan dari para penjelajah, geographer, atau sejarawan berbagai
belahan dunia (Mesir, Yunani, China), menggambarkan tentang penjelajahan pelaut-pelaut
Nusantara, dengan kapal, hasil bumi, dan hasil budaya tinggi, ke berbagai sudut dunia.
Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai kawasan, sejak dari
Afrika, Timur Tengah, India, hingga Polynesia, memperlihatkan bagaimana pengaruh kultural
sudah jauh lebih dulu sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.
Dalam catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, pada masa jauh sebelum Indonesia
merdeka, semangat maritim sudah menggelora di bumi Nusantara. Bahkan beberapa kerajaan
pada zaman itu seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah mampu menguasai
lautan dengan armada perang, perdagangan yang besar serta pengaruhnya hingga negara-
negara di kawasan Asia Tenggara.
Sejarah mencatat bangsa Indonesia sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim yang
memiliki peradaban maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan sejak awal
abad masehi.Menggunakan kapal bercadik, mereka berlayar mengelilingi dunia dan menjadi
bangsa yang disegani.
Berbakal alat navigasi seadanya, bangsa Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong
lautan Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.Seiring perjalanan
waktu, ramainya alur pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong
munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara kuat
yang disegani di kawasan Asia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara,
Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur
pelayaran dan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah wilayah strategis yang digunakan
sebagai pangkalan kekuatan laut.
Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).Di
bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai
dan mempersatukan Nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti
"Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak zaman Presiden
Soekarno," kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB Hassanudin saat berbincang
denganmetrotvnews.com.
Pemerintah juga berusaha menutup "lubang" di laut antar pulau dengan memperjuangkan
konsep negara kepulauan dengan mengeluarkan deklarasi Juanda. Berdasarkan hukum laut
yang berlaku saat itu, batas teritorial diukur dari garis pantai dan menyebabkan ada laut bebas
di antara pulau-pulau Indonesia. Indonesia terus mengupayakan konsep negara kepulauan
diterima negara lain dan menggunakan patokan pantai terluar sebagai titik ukur batas
teritorial. Konsep ini pun disetujui dalam PBB lewat UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB)
1982 yang diratifikasi dalam UU 17 tahun 1985. Akhirnya luas laut Indonesia bertambah
hingga 2,5 kali. Industri maritim Indonesia pun semakin menggeliat.Beberapa perusahaan
pelayaran niaga bermunculan dan semakin makmur. Selain menguasai perniagaan di laut
Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2, industri maritim Indonesia juga berhasil
menembus pasar dunia. "Para era saya masih berlayar tahun 80an, Indonesia bisa dibilang
menguasai ASEAN," kata Bobby. Kapal berbendera Indonesia pun bisa ditemui hampir di
seluruh pelabuhan negara Asia Tenggara.
A. KESIMPULAN
Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai Negara
maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti kejayaan nenek
moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan peninggalan – peninggalan
sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan maritim Indonesia saat ini
justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi maritim tida lagi jelas dan
tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi strategis nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti
diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat “Negara
Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak strategis dari
Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang melimpah, maka bukan mustahil jika
Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan di dunia dalam bidang
maritim layaknya dimasa jayanya dulu., tidak dapat dibantahkan lagi bahwa Indonesia
memang terlahir sebagai Negara maritime.Sebelum Indonesia merdeka, nenek moyang telah
menunjukkan bahwa Indonesia pada zaman dahulu sudah berlayar jauh dengan perahu
sederhana dan ilmu yang mereka miliki melalui kebudayaannya. Hingga munculnya
kerajaan-kerajaan maritime yang semakin memperkuat konsep “kemaritiman” Indonesia.
Ditambah dengan puncak kejayaan Indonesia yang diraih oleh kerajaan Sriwijaya pada abad
ke-11 semakin menambah keyakinan kita bahwa Indonesia memang Negara maritime yang
kuat dulunya.Selain itu, kegiatan pengembaraan dan perikanan nelayan Indonesia pada masa
lampau sangat menggambarkan jiwa kemaritiman yang tinggi.Mereka berlayar sampai ke
NTT, Maluku, bahkan ke pantai utara Australia.
Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media
perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan
serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia, yang tujuan akhirnya tentulah
penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri bangsa.
A. M Djuliati Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia 1 (Semarang : Jeda, 2007) hlm. 206.
https://wahyuwidodok.blogspot.co.id/
Bakrie, C. R. (2010, Juli 09). Indonesia Maritime Institute. Dipetik Desember 23, 2013, dari
Negara Visi Maritim : http://indomaritimeinstitute.org /2010/07/negara-visi-maritim.
Setiawan, E. (t.thn.). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dipetik Desember 23, 2013,
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) web site: http://kbbi.web.id/maritim.
UU. No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
http://blogzulkiflirahman.blogspot.co.id/2012/09/makalah-wsbm.html
https://www.academia.edu/8734640/SEJARAH_KEMARITIMAN_INDONESIA
http://maritimemagz.com/budaya-maritim-keluhuran-nusantara/
https://saripedia.wordpress.com/tag/era-pra-kolonial/
http://dl-lintar.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-maritim-indonesia-masa-kolonial.html
http://maritimemagz.com/masa-suram-peradaban-maritim-indonesia
http://telusur.metrotvnews.com/read/2015/10/15/441238/riwayat-maritim-indonesia
http://mahasiswamengabdi.blogspot.co.id/2016/04/makalah-kemaritiman-indonesia