Anda di halaman 1dari 24

ORGANISASI DAN LEMBAGA DALAM

MANAJEMEN BENCANA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Kebencanaan dan
Lingkungan
Dosen pengampu : Teuku Muhammad Syahrizal, S.H.I., M.Ag

OLEH :
KELOMPOK 5
Ketua : Cut Puspita Salsabila Syaharani
Moderator : Jihan Faradhila
Notulen : Shifa Khairati
Anggota : Bella Nurhadisah
Citra Huwaina Bahirah
Khairul Abrar
Muhammad Rizki Mubarak
Nurya Wahyu Utami
Nurasni
Rafila Amalia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Organisasi dan Lembaga
Dalam Manajemen Bencana. Shalawat beriringan salam tak lupa pula kami haturkan kepada
Baginda Nabi Muhammad saw.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Mata
Kuliah Umum (MKU) Pengetahuan Kebencanaan dan Lingkungan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang organisasi dan lembaga dalam manajemen bencana
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Teuku Muhammad Syahrizal, S.H.I.,
M.Ag selaku dosen Mata Kuliah Umum (MKU) Pengetahuan Kebencanaan dan Lingkungan
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami
semua.

Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah melancarkan pembuatan
makalah ini sehingga rampung dan terselesaikan. Kami menyadari makalah yang kami tulis
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 10 Mei 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................6
A. Pengertian Bencana................................................................................................................6
B. Penanggulangan Bencana......................................................................................................7
C. Organisasi dan Lembaga Dalam Manajemen Bencana..........................................................8
D. Regulasi Penanggulangan Bencana.....................................................................................21

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................22


A. Kesimpulan..........................................................................................................................22
B. Saran.....................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat
tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya
keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya
bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya
akan sumber daya alam. Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1 menyebutkan
bahwa “bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan non-alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.

Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau


perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara
terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-
langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan
terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah
dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Organisasi dan lembaga apa saja yang terlibat dalam manajemen bencana di
Indonesia?
2. Bagaimana peranan organisasi dan lembaga tersebut dalam memanajemen bencana?
3. Bagaimanakah regulasi yang dijadikan pedoman dalam penanggulangan bencana?

4
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mendeskripsikan tentang pengetahuan kebencanaan.
2. Untuk mengetahui organisasi dan lembaga yang berperan dalam manajemen bencana
di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan memahami tugas organisasi dan lembaga dalam
penanggulangan bencana di Indonesia.
4. Untuk mengetahui dasar hukum panduan/regulasi yang digunakan oleh BPBD dalam
penanggulangan bencana di Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam,
non alam, dan manusia.
Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana
nonalam, dan bencana sosial. Sejarah Lembaga Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) terbentuk tidak terlepas dari perkembangan penanggulangan bencana
pada masa kemerdekaan hingga bencana alam berupa gempa bumi dahsyat di Samudera
Hindia pada abad 20. Sementara itu, perkembangan tersebut sangat dipengaruhi pada
konteks situasi, cakupan dan paradigma penanggulangan bencana.
Melihat kenyataan saat ini, berbagai bencana yang dilatarbelakangi kondisi
geografis, geologis, hidrologis, dan demografis mendorong Indonesia untuk membangun
visi untuk membangun ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana. Wilayah
Indonesia merupakan gugusan kepulauan terbesar di dunia. Wilayah yang juga terletak di
antara benua Asia dan Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik ini memiliki 17.508
pulau.
Meskipun tersimpan kekayaan alam dan keindahan pulau-pulau yang luar biasa,
bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa wilayah nusantara ini memiliki 129 gunung api
aktif, atau dikenal dengan ring of fire, serta terletak berada pada pertemuan tiga lempeng
tektonik aktif dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ring of fire
berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menempatkan negara kepulauan ini berpotensi
terhadap ancaman bencana alam. Di sisi lain, posisi Indonesia yang berada di wilayah
tropis serta kondisi hidrologis memicu terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin

6
puting beliung, hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Tidak hanya
bencana alam sebagai ancaman, tetapi juga bencana non alam sering melanda tanah air
seperti kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun kegagalan teknologi.

B. Penanggulangan Bencana
Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana mulai muncul pada
dekade 1900-1999 yang dicanangkan sebagai Dekade Pengurangan Risiko Bencana
Internasional. Beberapa konferensi tingkat dunia diinisiasi oleh United Nations
International Strategy or Disaster Risk Reduction (UN-ISDR) yang merupakan salah satu
badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang ditugaskan untuk mengawal Dekade
Pengurangan RisikoBencana Internasional. Menutut Carter dalam Hadi Purnomo tahun
2010, mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan
(aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana untuk
meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan),
mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Sehingga menurutnya,
tujuan dari Manajemen Bencana tersebut diantaranya, yaitu mengurangi atau menghindari
kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat
negara, mengurangi penderitaan korban bencana, mempercepat pemulihan, dan
memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat
ketika kehidupannya terancana.
Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
terdapat Ketentuan Umum yang mendefinisikan penyelenggaraan Penanggulangan
bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahaan bencana, tanggap darurat dan
rehabilitasi. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dalam
Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu
kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,

7
keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum,
kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pada pasal 5, dinyatakan bahwa
pelaksanaan penanggulangan bencana ini membutuhkan Rencana Penanggulangan
Bencana yang disusun pada situasi tidak terjadi bencana. Diamanatkan kembali pada
pasal 6 bahwa setiap Provinsi wajib menyusun Rencana Penanggulangan Bencana.
Sebagaimana UU No. 24 tahun 2007, Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana
Nomor 04 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
juga menyebutkan bahwa penanggulangan encana terdiri dari beberapa fase, yaitu fase
pencegahan dan mitigasi, fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan fase pemulihan.

C. Organisasi dan Lembaga Dalam Manajemen Bencana


Menghadapi ancaman bencana tersebut, Pemerintah Indonesia berperan penting
dalam membangun sistem penanggulangan bencana di tanah air. Pembentukan lembaga
merupakan salah satu bagian dari sistem yang telah berproses dari waktu ke waktu.
Lembaga ini telah hadir sejak kemerdekaan dideklarasikan pada tahun 1945.

Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara formal, Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal point lembaga pemerintah
di tingkat pusat. Sementara itu, focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Dari sisi non formal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk
memperkuat penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia. Di tingkat nasional,
terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri unsur masyarakat sipil, dunia usaha,
perguruan tinggi, media dan lembaga internasional. Pada tingkat lokal, kita mengenal
Forum PRB Yogyakarta dan Forum PRB Nusa Tenggara Timur.

Organisasi dan lembaga yang berperan dalam manajemen bencana, antara lain yaitu :

1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)


Badan Nasional Penanggulangan Bencana adalah sebuah Lembaga Pemerintah
Non-Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam :
mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan
kedaruratan secara terpadu; serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan
mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan,
kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan.

BNPB dibentuk berdasarkan Undang Undang no. 24 tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008. Sebelumnya
badan ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005, menggantikan Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang dibentuk dengan
Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001.

Tugas-tugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana meliputi:

 Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana


yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara;
 Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
 Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
 Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat
bencana;
 Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan
internasional;
 Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
 Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
 Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
2. Kementerian Sosial

Kementerian Sosial Republik Indonesia (disingkat Kemensos), dahulu


Departemen Sosial (disingkat Depsos) adalah kementerian yang mempunyai tugas
menyelenggarakan dan membidangi urusan dalam negeri di dalam pemerintahan untuk
membantu presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di bidang sosial baik di
tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Kementerian Sosial dipimpin oleh
seorang Menteri Sosial (Mensos) yang sejak tanggal 17 Januari 2018 dijabat oleh Idrus
Marham.

Tugas Kementerian Sosial, Berdasarkan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2015


tentang Kementerian Sosial, dinyatakan bahwa Kementerian Sosial mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin untuk membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dan inklusivitas.

Fungsi kementerian sosial meliputi:

 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kementerian Sosial


menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
 Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir
miskin.
 Penetapan kriteria dan data fakir miskin dan orang tidak mampu.
 Penetapan standar rehabilitasi sosial.
 Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi dilingkungan Kementerian Sosial.
 Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Sosial.
 Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Sosial.
 Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Sosial di daerah.
 Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan kesejahteraan
sosial, serta penyuluhan sosial.
 Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Sosial.

3. Palang Merah Indonesia


Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi netral dan independen di
Indonesia yang aktivitasnya di bidang sosial kemanusiaan. PMI dibentuk oleh bangsa
Indonesia sendiri meskipun sangat banyak dipengaruhi oleh asas gerakan Palang Merah
yang sifatnya universal. PMI dibentuk mula-mula didasari atas dorongan jiwa
kemanusiaan dan kesadaran nasional. Dalam melaksanakan seluruh kegiatannya, PMI
selalu memegang teguh tujuh prinsip palang merah dan bulan sabit merah internasional
yaitu kemanusiaan, kesukarelaan, kenetralan, kesamaan, kemandirian, kesatuan, dan
kesemestaan. Sampai saat ini PMI memiliki 33 PMI daerah yang berada di provinsi-
provinsi dan sekitar 408 PMI cabang di tingkat kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Saat ini, kantor pusat PMI bermarkas di Jalan Jendral Gatot Subroto Kav. 96 Jakarta.

Tugas Pokok PMI:


 Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
 Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
 Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
 Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980)
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan,
Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan.

4. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia yang lebih kita kenal
dengan BMKG merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang mempunyai
tugaspokok yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi,
Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Tapi sebagian besar penduduk Indonesia mungkin tidak mengetahui dengan jelas
apakah maksud tugas di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara, dan Geofisika
tersebut.

BMKG mempunyai tugas :

 Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas


Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika menyelenggarakan fungsi :
 Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
 Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
 Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi, klimatologi,
dan geofisika;
 Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan data dan
informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
 Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
 Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan
dengan perubahan iklim;
 Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta
masyarakat berkenaan dengan bencana karena factor meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
 Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
 Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
 Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan
komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
 Koordinasi dan kerja sama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan komunikasi di
bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
 Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen pemerintahan di
bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
 Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
 Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
 Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan BMKG;
 Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BMKG;
 Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;
 Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi, klimatologi,
dan geofisika.

Menyangkut dengan penanggulangan bencana, BMKG juga berfungsi untuk


memberikan informasi tentang tanda-tanda bencana alam, memberikan seminar atau
pelatihan sebagai pengetahuan agar memiliki edukasi tentang bagaimana cara
menyelamatkan diri atau mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana alam. Peran
BMKG dalam penanggulangan bencana juga untuk memprediksi keadaan cuaca di titik
terjadinya gempa dengan mengetahui keadaan cuaca di tempat terjadi gempa maka
berfugsi sebagai jenis penanganan yang harus dilakukan.

5. Departemen Pekerjaan Umum Ditjen Sumber Daya Air

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mempunyai tugas menyelenggarakan


perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta
Karya, Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga telah berupaya melalukan
penanganan tanggap darurat terhadap bencana. Penanganan tanggap darurat banjir
dilakukan dengan upaya struktural dan non struktural. Penanganan struktural antara lain
kegiatan bentuk fisik seperti menjaga jalan agar tetap fungsional, memperbaiki jalan,
normalisasi sungai dan membangun waduk. Sedangkan penanganan non struktural antara
lain peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan serta koordinasi antar instansi.
Sementara itu, penanganan bidang sumber daya air pasca bencana banjir dengan
upaya struktural antara lain dengan menjaga daerah aliran sungai, menjaga daya rusak air
dan pembangunan waduk di beberapa lokasi. Sedangkan di non struktural dengan
melakukan koordinasi antar daerah. Di bidang jalan agar diupayakan jalan fungsional dan
dapat menyentuh penanganan yang lebih permanen, serta memodernisasi sistem jaringan
jalan. Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan keandalan jalan untuk peningkatan
pelayanan distribusi barang dan jasa

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyelenggarakan fungsi:

 perumusan kebijakan di bidang konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber


daya air dan pengendalian daya rusak air pada sumber air permukaan, dan
pendayagunaan air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan
berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan sumber
daya air;
 pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengelolaan sumber daya air;
 pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengelolaan sumber daya air;
 pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air; dan
 pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri

6. Kementerian Dalam Negeri


Kementerian Dalam Negeri adalah kementerian yang memiliki fungsi untuk
melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan urusan dalam negeri dan otonomi
daerah. Kementerian Dalam Negeri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kementerian Dalam Negeri dipimpin oleh seorang Menteri Dalam Negeri
(Mendagri). Kementerian ini juga terlibat dalam bidang penanggulangan bencana, fungsi
ini terdapat di ddi dalam Direktorat Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran
yang dipimpin oleh Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Jenderal.
Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran melaksanakan
sebagian tugas Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan di bidang
Penanggulangan Bencana dan Kebakaran. Direktorat Penanggulangan Bencana dan
Kebakaran terdiri dari 5 (lima) Subdirektorat dan 1 (satu) Subbagian, yaitu Subdirektorat
Pengurangan Resiko Bencana, Subdirektorat Sarana Prasarana dan Informasi Bencana,
Subdirektorat Tanggap Darurat dan Pasca Bencana, Subdirektorat Sarana Prasarana dan
Informasi Kebakaran, Subdirektorat Peningkatan Sumber Daya Pemadam Kebakaran,
dan Sub Bagian Tata Usaha. Setiap Sub Direktorat terdiri dari 2 (dua) seksi. Untuk
regulasi dan panduan dalam penanggulangan bencana telah di atur didalam pasal 401
sampai dengan pasal 424.

7. Instansi Kegiatan Departemen Energi dan Sumber daya Mineral Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (bahasa Inggris: Centre of


Volcanology and Geological Hazard Mitigation) (disingkat PVMBG) adalah salah satu
unit di lingkungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bertugas
melaksanakan perumusan kebijaksanaan, standardisasi, bimbingan teknis dan evaluasi
bidang vulkanologi dan mitigasi bencana alam geologi. Lembaga ini bertujuan
pengelolaan informasi potensi kegunungapian dan pengelolaan mitigasi bencana alam
geologi, sedangkan misi yang diemban adalah meminimalkan korban jiwa manusia dan
kerugian harta benda dari bencana geologi. Contoh tugas daripada lembaga ini adalah
pembuatan peta tematik (contoh: peta jalur evakuasi) guna meningkatkan keselamatan
masyarakat di sekitar gunung api saat bencana vulkanik terjadi.

8. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Deputi Bidang Pendayagunaan dan


Pemasyarakatan Iptek Asisten Deputi Urusan Analisis Kebutuhan Iptek

Tugasnya antara lain penyusunan masterplan waduk resapan untuk pencegahan


bencana banjir, penyusunan rencana pengembangan Indonesia Fire Watch and Warning
Systems (Ina FWWS), dan koordinasi pemasangan jaringan peralatan accelerometer
(pengukur getaran kuat).
9. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)
Disingkat Bakosurtanal, adalah salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen
Indonesia yang bertugas melaksanakan survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Program kerja dan kegiatan dilaksanakan
untuk mencapai visi Bakosurtanal, yaitu menyediakan infrastruktur data spasial sebagai
dasar bagi pengembangan data dan informasi sumber daya alam dan lingkungan.

Tugas :

Badan Informasi Geospasial mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di


bidang Informasi Geospasial.

Fungsi :

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2Perpres Nomor 94


Tahun 2011, BIG menyelenggarakan fungsi :

 Perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial;


 Penyusunan rencana dan program di bidang informasi geospasial;
 Penyelenggaraan informasi geospasial dasar yang meliputi pengumpulan data,
pengolahan, penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial
dasar;
 Pengintegrasian informasi geospasial tematik yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
 Penyelenggaraan informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain
BIG meliputi pengumpulan data, pengolahan,penyimpanan data dan informasi, dan
penggunaan informasi geospasial tematik;
 Penyelenggaraan infrastruktur informasi geospasial meliputi penyimpanan,
pengamanan, penyebarluasan data dan informasi, dan penggunaan informasi
geospasial;
 Penyelenggaraan dan pembinaan jaringan informasi geospasial;
 Akreditasi kepada lembaga sertifikasi di bidang informasi geospasial;
 Pelaksanaan kerjasama dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan
masyarakat di dalam dan/atau luar negeri;
 Pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di lingkungan BIG;
 Pelaksanaan koordinasi perencanaan, pelaporan, penyusunan peraturan perundang-
undangan dan bantuan hukum;
 Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, keprotokolan, kehumasan, kerjasama, hubungan antar
lembaga, kearsipan, persandian, barang milik negara, perlengkapan, dan rumahtangga
BIG;
 Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta promosi
dan pelayan produk dan jasa di bidang informasi geospasial;
 Perumusan, penyusunan rencana, dan pelaksanaan pengawasan fungsional.

10. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia atau disingkat LIPI merupakan Lembaga


Pemerintah Non Departemen Republik Indonesia yang dikoordinasikan oleh Kementerian
Negara Riset dan Teknologi. Tujuan LIPI adalah untuk mewujudkan kehidupan bangsa
yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis yang didukung oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi yang humanistik. Tugasnya antara lain adalah edukasi dan sosialisasi
Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia.
Sebenarnya masih banyak lembaga-lembaga atau organisasi yang berperan dalam
bidan penanggulangan bencana di Indonesia, seperti Departemen pertanian, Ditjen
Tanaman Pangan serta Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Kehutanan, Ditjen
Pengendalian Kebakaran Hutan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN), Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Kelautan dan
Perikanan, dan lain-lain.

Menurut Buku “Profil Sumber Daya Kesiapsiagaan Nasional dalam


Penanggulangan Bencana 2015” ini sarat dengan data dan informasi terkait dengan
penyiapan sumber daya kesiapsiagaan penanggulangan bencana (PB). Total ada data dari
38 lembaga yang terdiri dari data kementerian/lembaga atau K/L (13), lembaga usaha
(13), organisasi masyarakat (7), dan lembaga internasional (5). Data dan informasi
tersebut meliputi ketersediaan sumber daya manusia trampil, peralatan transportasi,
peralatan komunikasi, peralatan pertolongan tanggap darurat, sarana pergudangan, dan
lain-lain. Apabila terjadi kejadian bencana maka data dan informasi itu tinggal
dioperasionalkan dengan cara berkoordinasi dengan lembaga-lembaga bersangkutan.

Dalam bidang kesiapsiagaan, penyiapan data sumber daya yang akurat dari semua
komponen yang terlibat dalam kebencanaan sangat dibutuhkan. Pengidentifikasian dan
pendataan sumber daya yang siap untuk digerakkan atau dikerahkan akan mempengaruhi
respon terhadap kejadian bencana sehingga dapat meminimalisasi dampak dari kejadian
bencana tersebut, baik berupa korban maupun materi. Sedangkan pada masa awal
tanggap darurat (72 jam pertama) dibutuhkan kecepatan dalam penanganan bencana,
salah satunya adalah menyiapkan data sumber daya baik sumber daya manusia maupun
peralatan.
D. Regulasi Penanggulangan Bencana

Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri tertuang dalam


Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Penanggulangan
bencana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut memuat aktivitas yaitu
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi. Semua aktivitas tersebut dilaksanakan dalam rangkaian kerja holistik-
berkesinambungan dengan kerangka menyukseskan pembangunan.

Dalam UU No. 24 Tahun 2007, tujuan yang dirumuskan adalah:

 Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;


 Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
 Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh;
 Menghargai budaya lokal;
 Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
 Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
 Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bencana adalah peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan yang


disebabkan baik oleh faktor alam dan faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis.

Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana


adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.

Menghadapi ancaman bencana tersebut, Pemerintah Indonesia berperan penting


dalam membangun sistem penanggulangan bencana di tanah air dengan membentuk
organisasi dan lembaga yang bertugas untuk memanajemen bencana. Organisasi dan
lembaga tersebut antara lain yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
Kementerian Sosial; Palang Merah Indonesia; Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika; Departemen Pekerjaan Umum Ditjen Sumber Daya Air; Kementerian Dalam
Negeri; Instansi Kegiatan Departemen Energi dan Sumber daya Mineral Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi; Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Asisten Deputi Urusan
Analisis Kebutuhan Iptek; Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional(Bakosurtanal); dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri tertuang dalam


Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Penanggulangan
bencana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut memuat aktivitas yaitu
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi.

22
B. Saran
Setelah mempelajari dan memahami makalah ini penulis dan pembaca diharapkan
dapat mengerti dan memahami organisasi dan lembaga dalam manajemen bencana
beserta tugasnya. Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca. Dalam penulisan makalah ini kami sadari masih banyak terdapatnya
kekurangan. Oleh karenanya, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan
untuk menyempurnakan makalah kami ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bappenas.go.id/files/5113/5022/6066/versi-bahasa-
indonesia 20081122175120 826 0.pdf (diakses pada 10 Mei 2021 pukul 19.05)

https://bnpb.go.id/ (diakses pada 10 Mei 2021 pukul 20.00)

http://repository.uin-suska.ac.id/7065/2/BAB%20I.pdf (diakses pada 10 Mei 2021 pukul 20.15)

https://ringkasanbukugeografi.blogspot.co.id/2015/12/kelembagaan-penaggulangan-bencana-
1.html (diakses pada 10 Mei 2021 pukul 20.30)

Anda mungkin juga menyukai