Anda di halaman 1dari 40

“INTERAKSI KELOMPOK NELAYAN DALAM MENINGKATKAN

TARAF HIDUP DI KELURAHAN LUBUK TUKKO KECAMATAN


PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH”

OLEH :

NUR AINI
1803005
SOSIAL EKONOMI PERIKANAN

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN KELAUTAN MATAULI

PANDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan rasa terima kasih  penulis ucapkan kepada Tuhan yang
Maha Kuasa karena atas rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun laporan yang berjudul “Interaksi Kelompok Nelayan dalam
Meningkatkan Taraf Hidup Di Kelurahan Lubuk Tukko Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah” hingga selesai tepat pada waktunya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pratikum Sosiologi
Perikanan dan Kelautan yang telah membantu dalam pelaksanaan praktikum ini.
Penulis menyadari  bahwa laporan ini belum sepenuhnya memenuhi syarat
walaupun sudah diusahakan semaksimal mungkin untuk menyempurnakannya.
Untuk itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi penyempurnaan laporan ini.
Demikian laporan ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagaimana
semestinya dan semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya.

Pandan, 20 Maret 2020

Nur Aini

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................v
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.1. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.2. Tujuan dan Manfaat..................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3
III. BAHAN DAN METODE..............................................................................12
3.1. Waktu dan Tempat......................................................................................12
3.2. Bahan dan Alat............................................................................................12
3.3. Metode Praktikum.......................................................................................12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................13
4.1. Hasil............................................................................................................13
4.2. Pembahasan.................................................................................................17
V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................19
5.1. Kesimpulan.................................................................................................19
5.2. Saran............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
LAMPIRAN..........................................................................................................23

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah.........................................12

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alat dan Bahan..................................................................................22


Lampiran 2. Kusioner.............................................................................................23
Lampiran 3. Dokumentasi......................................................................................28

v
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat nelayan merupakan salah satu bagian masyarakat Indonesia yang hidup
dengan mengelola potensi sumberdaya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang
tinggal di kawasan pesisir, masyarakat nelayan mempunyai karakteristik sosial tersendiri
yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah daratan. Di beberapa kawasan
pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen,
memiliki etos kerja yang tinggi, solidaritas sosial yang kuat terbuka terhadap perubahan
dan memiliki karakteristik interaksi sosial yang mendalam. Sekalipun demikian masalah
kemiskinan masih mendera sebagian warga masyarakat pesisir, sehingga fakta sosial ini
terkesan ironi ditengah-tengah mereka memiliki hasil kekayaan sumberdaya pesisir dan
lautan yang melimpah ruah.

Kesulitan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan karena mereka didera keterbatasan
di bidang kualitas sumberdaya manusia, akses dan penguasaan teknologi, pasar dan
modal. Kebijakan dan implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat
di kawasan pesisir hingga saat ini masih belum optimal dalam memutus mata rantai
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini disebabkan oleh porsi
kebijakan pembangunan bidang sosial, ekonomi dan budaya pada masyarakat nelayan
cukup kompleks.

Sebagai sebuah entitas sosial, masyarakat nelayan memiliki sistem budaya yang
tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di daerah pegunungan,
lembah atau dataran rendah maupun perkotaan (Kusnadi, 2005).

Masyarakat nelayan secara umum memiliki pola interaksi yang sangat mendalam, pola
interaksi yang dimaksud dapat dilihat dari hubungan kerjasama dalam melaksanakan
aktifitas, melaksanakan kontak secara bersama baik antara nelayan dengan nelayan
maupun dengan masyarakat lainnya, mereka memiliki tujuan yang jelas dalam
melaksanakan usahanya serta dilakukan dengan sistem yang permanen, sesuai dengan
kebudayaan pada masyarakat nelayan.

Kebudayaan masyarakat nelayan adalah sistem gagasan atau sistem kognitif masyarakat
nelayan yang dijadikan referensi kelakuan sosial budaya oleh individu-individu dalam
interaksi bermasyarakat. Kebudayaan ini terbentuk melalui proses sosio-historis
yang panjang dan kristalisasi interaksi yang intensif serta intens antara masyarakat dan
lingkungannya. Dalam melaksanakan proses interaksi sosial yang mendalam masyarakat
nelayan memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat lainnya. ini dapat dilihat
dari proses pemanfaatan sumberdaya perikanan baik melalui perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya, melaksanakan kegiatan pengolahan hasil perikananan,
baik melalui proses pengasapan, maupun dalam bentuk pengelolaan lainnya,
melaksanakan hubungan kerjasama dengan kelembagaan yang ada di desa, serta
melaksanakan hubungan kerjasama dengan pemerintah desa. Pola interaksi bagi
masyarakat nelayan sebagaimana dikemukakan di atas menjadi proses penentu dalam

1
peningkatan taraf hidup. Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis
merasa tertarik untuk mengambil pokok bahasan penelitian dengan menitikberatkan
pada: “ Interaksi kelompok nelayan dalam meningkatkan taraf hidup di desa Tewil
Kecamatan Sangaji Kabupaten Maba Halmahera Timur”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, permasalahan


penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana interaksi yang terjadi antar individu di dalam kelompok nelayan?

2. Bagaimana konflik dan kerjasama yang terjadi di dalam kelompok nelayan?

1.3. Tujuan&Manfaat

1. Mengidentifikasi interaksi yang terjadi antar individu di dalam kelompok


nelayan.
2. Mengindentifikasi konflik dan kerjasama yang terjadi di dalam kelompok
nelayan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Nelayan

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang


membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata
"masyarakat" sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu musyarak, yang artinya sebuah
masyarakat merupakan suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas.
Masyarakat juga dapat diartikan sebagai sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Untuk
membentuk hubungan antar entitas-entitas tersebut di butuhkan interaksi. Interaksi itu
sendiri dapat diartikan sebagai suatu pondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang
berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat.

syarat untuk melakukan interaksi adalah adanya kontak sosial (social-contact) dan
komunikasi. Interaksi yang terjalin pada masyarakat nelayan di Desa Malang Rapat juga
bermula dari adanya kontak sosial dan komunikasi. Interaksi yang terjalin adalah
interaksi pada pembentukan sebuah kelompok. Pembentukan kelompok yang di maksud
ialah di dalam masyarakat nelayan memiliki beberapa jumlah kelompok nelayan. Hanya
saja kelompok yang terbentuk baru berupa kelompok kecil saja.

Pembentukan kelompok nelayan dalam skala kecil ini terbentuk karena mereka saling
kenal, ada hubungan pertemanan, hubungan kerja dan memiliki tujuan yang sama,
sehingga mereka dapat membentuk kelompok-kelompok nelayan kecil . Akan tetapi,
interaksi yang muncul ternyata tidak hanya pada kelompok dalam skala kecil ini saja,
akan tetapi dari hubungan dengan skala kecil ini, juga dapat membentuk kelompok
dalam skala besar. Perubahan kelompok dari

skala kecil menjadi skala besar ini tentu memiliki nilai dan aturan yang berbeda. Hal
tersebut di karenakan, sistem pengelolaan pun yang berbeda. Sistem pengelolaan yang
di maksud berupa aturan-aturan yang terbentuk dan di sepakati secara bersama. Aturan
yang ada pada kelompok dalam skala kecil biasanya aturan dalam hal bagi hasil. Namun
berbeda dengan aturan yang di timbulkan dalam kelompok skala besar.

Dalam interaksi ada faktor pendorong terjadinya sebuah interaksi di dalam masyarakat.
Faktor-faktor tersebut meliputi: faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.
Pertama, faktor imitasi memiliki segi positif yaitu mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, faktor imitasi ini, juga
memiliki segi negatifnya berupa peniruan sebuah tindakan, yang mengarah kepada
tindakan-tindakan penyimpangan. Kedua, faktor sugesti berlangsung apabila seseorang
memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian
di terima oleh pihak lain. Sebenarnya, faktor imitasi dan sugesti ini hampir sama, hanya
saja faktor

3
sugesti terjadi ketika seseorang sedang mengalami emosi nyang menghambat seseorang
tersebut untuk berfikiran secara rasional. Ketiga, faktor identifikasi merupakan
kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi ini bersifat lebih mendalam dibandingkan
imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi ini.

Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting walaupun
dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk
bekerja sama dengannya. Kemudian, di dalam interaksi sosial tidak hanya terdapat
syarat utama terjadinya sebuah interaksi dan tidak hanya terdapat faktor pendorong
terjadinya sebuah interaksi, namun didalam interaksi juga terdapat bentuk-bentuk
terjadinya sebuah interaksi, yang meliputi : bentuk asosiatif dan bentuk diasosiatif.
Bentuk asosiatif meliputi : kerjasama (cooperation) dan akomodasi (accomodation).
Sedangkan bentuk diasosiatif meliputi : Persaingan (competition) dan kontravensi
(contravention). (Soekanto,2007:54-88)

2.2. Interaksi Sosial

Interaksi merupakan : hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut


hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun
antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu,
interaksi sosial di mulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling
berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa syarat
untuk melakukan interaksi adalah: adanya kontak sosial (social-contact) dan komunikasi.
Dimana kontak sosial dalam bahasa latin yaitu : con atau cum yang artinya bersama-
sama dan tango yang artinya menyentuh. Jadi kontak sosial dapat diartikan sebagai
bersama-sama menyentuh. (Soekanto,2007:59).

Sedangkan komunikasi merupakan pembicaraan, gerak-gerah badaniah atau sikap,


perasaan-perasaan apa yang ingin di sampaikan oleh orang tersebut.
(Soekanto,2007:60).

Kemudian di dalam interkasi ada faktor pendorong terjadinya sebuah interaksi di dalam
masyarakat. Faktor-faktor tersebut meliputi:

a) Faktor imitasi memiliki segi positif yaitu mendorong seseorang untukvmematuhi


kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, faktor imitasi ini, juga memiliki segi
negatifnya berupa berupa peniruan sebuah tindakan, yang mengarah kepada tindakan-
tindakan penyimpangan.
b) faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu
sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian di terima oleh pihak lain. Sebenarnya,
faktor imitasi dan sugesti ini hampir sama, hanya saja faktor sugesti terjadi ketika
seseorang sedang mengalami emosi nyang
menghambat seseorang tersebut untuk berfikiran secara rasional.
c) Faktor identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan ataukeinginan-
keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi ini

4
bersifat lebih mendalam dibandingkan imitasi, karena kepribadian seseorang dapat
terbentuk atas dasar proses identifikasi ini.
Proses identifikasi ini, dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar),
maupun dengan di sengaja karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal
tertentu didalam proses kehidupannya.
d) faktor simpati merupakan suatu proses dimana, seseorang merasa tertarik pada pihak
lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting walaupun
dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk
bekerja sama dengannya. (Soekanto: 2007:55-58)

2.3. Konsep Konflik

Konflik merupakan unsur terpanting di dalam kehidupan manusia. George simmel;1918


mengatakan bahwa konflik memiliki fungsi yang positif. Kemudian di dalam konsep ini,
manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang selalu terlibat
dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa. Konflik
bisa muncul di dalam masyarakat pada skala yang berbeda, seperti : konflik antar orang
(interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik kelompok
dengan Negara (vertical conflict), konflik antar Negara (interstate conflict)

a) Pengertian Konflik

Manusia merupakan makhluk konfliktis (homo conflictus) yaitu makhluk yang selalu
terlibat dalam perbedaan, pertentangan dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa.
Poerwadarminta, mengatakan bahwa konflik merupakan pertentangan atau
percecokkan. Pertentangan sendiri bisa muncul kedalam bentuk pertetangan ide
maupun fisik antara dua belah pihak bersebrangan.(Susan, 8:2010)

b) Pengelola Konflik

Tiap skala konflik, memiliki latar belakang dan arah perkembangan yang berbeda.
Masyarakat manusia di dunia, pada dasarnya memiliki sejarah konflik dalam skala antar
perorangan sampai antar Negara. Konflik yang bisa di kelola secara arif dan bijaksana
akan dapat di selesaikan tanpa menghadirkan kekerasan. Namun, jika konflik tidak dapat
di kelola dengan baik, aka akan menimbulkan : perang dan pembantaian.
(Susan,2009:xxiii-xxiv).

2.4. Kerjasama

Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang terjadi antara individu-individu,
individu-kelompok, maupun kelompok-kelompok. Di dalam interaksi sosial terdapat
bentuk-bentuk interaksi. Salah satu bentuk interaksi sosial yang ada adalah : kerjasama.
Dimana kerjasama itu sendiri dapat diartikan sebagai usaha untuk mencapai tujuan
tertentu dengan cara saling membantu. Kerja sama timbul apabila orang menyadari
bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran atas adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang

5
penting dalam kerja sama yang berguna. Kerjasama timbul apabila orang menyadari
bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang
penting dalam kerjasama yang berguna. (Soekanto,2007:66)

2.5. Konflik Nelayan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinseng,2014:43 bahwa dari berbagai kasus
konflik nelayan tidak ada yang bersifat terbuka. Karena sampai saat ini, belum ada
konflik nelayan yang terjadi secara brutal terjadi antara kelas buruh dan kelas pemilik.
Hal itu di sebabkan karena modal sosial yang terjalin antara buruh nelayan dan kelas
pemilik terjalin cukup baik. Walaupun sebenarnya timbul ketidakpuasan didalam diri
buruh nelayan. Berdasarkan basis terbentuknya kelompok nelayan yang berkonflik
(conflict group), Kinseng,35-36:2014 membagi konflik antar-sesama nelayan menjadi 3
kategori, yaitu:

a) Konflik Kelas

b) Konflik Identitas

c) Konflik Alat Tangkap

Konflik kelas adalah konflik yang terjadi antara kelompok nelayan yang berbeda,
misalnya antara buruh dengan pemilik maupun antara kelas nelayan kecil dengan
nelayan besar-kapitalis. Sedangkan Konflik identitas adalah konflik yang terjadi antara
kelompok nelayan berbasis identitas primordial seperti etnik da nasal daerah atau yang
sering di kenal dengan istilah local versus pendatang. Selain itu, agama bisa juga
dijadikan sebagai basis terbentuknya kelompok konflik primordial ini. Dan Konflik alat
tangkap adalah : konflik yang terjadi antara kelompok nelayan yang berbasis alat
tangkap yang berbeda, tetapi berada pada “tingkat” yang kurang lebih setara, seperti
antara perenge dengan dongol di Balikpapan, yang sama-sama merupakan “nelayan
kecil”.

Selain itu, satria,dkk mengelompokkan konflik nelayan menjadi 3 tipe

kelompok, yaitu :

a) Konflik kelas

b) Konflik Orientasi

c) Konflik Agrarian

Kemudian, Charles juga membagi “konflik perikanan” menjadi 4 tipe, yaitu :

a) Fishery jurisdiction,

6
b) Management mechanisms

c) Interball allocation

d) External allocation

7
III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum sosiologi perikanan dan kelautan yang dilakukan oleh program


studi Sosial Ekonomi Perikanan dilakukan pada hari sabtu, 14 Maret 2020. Yang
berlokasi di Kelurahan Lubuk Tukko Kecamatan pandan, Kabupaten Tapanuli
Tengah, Sumatera Utara. Lokasi ini didominasi oleh masyarakat pesisir yang
berprofesi sebagai nelayan.

Gambar 1. Peta Wilayah Beberapa Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah

3.2. Bahan dan Alat.

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam pratikum kali ini adalah
kusioner yang berisi beberapa pertanyaan terkait interaksi kelompok nelayan.
Kemudian pena yang digunakan untuk mencatat hasil wawancara secara
permanen. Pensil untuk mencatat hasil wawancara sementara dan penghapus
untuk memperbaiki jawaban kusioner yang salah atau keliru.

8
3.3. Metode Praktikum

Metode praktikum yang digunakan dalam praktikum Interaksi Kelompok


Nelayan Dalam Meningkatkan Taraf Hidup adalah metode survey dengan teknik
wawancara dan kusioner. Dimana anggota praktikum terjun langsung ke lapangan
dan menemui para responden yang merupakan masyarakat desa Lubuk Tukko,
Muara.

9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Biodata Kusioner

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan didapat satu responden yang


bertempat tinggal di Muara, Kelurahan Lubuk Tukko. Beliau adalah Pak Maslan
Caniago, seorang pria yang berumur 52 tahun. Dengan profesi sehari-hari sebagai
nelayan jaring dan pancing, dimana profesi tersebut telah 45 tahun lebih beliau
tekuni. Dan pendidikan terkahir beliau adalah SD.

4.1.2. Jenis Alat Tangkap dan Hasil Tangkap

Menurut Pak Maslan Nelayan daerah Muara biasanya menggunakan alat


tangkap jaring dan pancingan untuk menangkap ikan. Yang mana diantara dua
alat tangkap tersebut didominasi oleh alat tangkap jaring. Menurut beliau juga
bahwa jenis hasil tangkapan yang biasa didapat para nelayan adalah berkisar
antara spesies ikan jembung, aso-aso, gabu, dan tombolo.

4.1.3. Usaha Perikanan di Daerah Muara

Menurut keterangan dari bapak Maslan, bahwa penduduk di Muara tidak


melakukan/membuat usaha perikanan khusus. Karena biasanya hasil penangkapan
mereka, akan dijualkan oleh para istri mereka dengan mentah di Pasar.

4.1.4. Kelompok Nelayan di Daerah Muara

Para nelayan desa hajoran memiliki kelompok-kelompok nelayan yang cukup


banyak. Pasalnya dalam suatu kelompok hanya terdiri dari 10 orang anggota saja,
yang mana semua nelayan wajib bergabung dalam kelompok tersebut. Kelompok

10
nelayan yang diikuti oleh Pak Maslan sendiri bernama "Kelompok Nelayan Muara
Lubuk Tukko Baru" Selain itu menurut beliau, di Muara juga terdapat kelompok-
kelompok ibu PKK.

4.1.6. Tujuan Didirikannya Kelompok Nelayan

Tujuan utama dari dibentuknya kelompok nelayan di Daerah Muara adalah untuk
pengajuan pengadaan bantuan bagi para nelayan, bisa berupa uang atau peralatan.
Mereka akan mengirimkan perwakilan dari masing-masing kelompok untuk
mengajukan proposal kepada pemerintah. Struktur organisasinya sederhana
dimana terdapat satu ketua dan selebihnya anggota

4.1.7. Interaksi Kelompok Nelayan dengan Aktifitas Usaha Perikanan.

Dikarenakan desa ini tidak terdapat bidang usaha perikanan khusus, maka
kelompok nelayan biasanya akan langsung menjual pada pemesan/ ke Pasar, interaksi
yang mereka lakukan sama halnya dengan proses jual beli biasa. Jika mendapatkan
kesepakatan harga, maka hasil tangkap nelayan terjual.

4.1.8. Manfat Bergabung dengan Kelompok Nelayan

Dengan bergabung dengan kelompok nelayan kecil tersebut, para nelayan


bersyukur karena mendapatkan sedikit bantuan dari pemerintah.
Contohnya: pada tahun 2016 masing-masing nelayan mendapatkan satu set jaring.
Pada tahun 2020 sudah mengajukan bantuan mesin kapal, namun belum
mendapatkan respond dari pemerintah.

4.1.9. Interaksi Kelompok Nelayan dengan Aktifitas Usaha Perikanan dalam


Mempengaruhi Taraf Hidup Masyarakat

Interaksi yang biasa dilakukan oleh para nelayan adalah kepada isterinya.
Karena raya-rata nelayan muara meminta para istri mereka untuk menjualkan
hasil tangkapan tersebut ke Pasar atau pelanggan..

11
4.2.0. Penggolongan Kelompok Nelayan

Kelompk nelayan di desa Hajoran termasik pada jenis kelompok nelayan


asli.

4.2.1. Pelatihan Terhadap Kelompok Nelayan

Kelompok nelayan daerah muara pernah mendapatkan pelayihan atau


oenyuluhan dari pemerintah yang mana biasa dilakukan sekali setahun. Dengan
mengumpulkan masyarakat, lalu memberikan edukasi yang berkaitan dengan
kesejahteraan nelayan.

4.2.1. Konflik yang Pernah Terjadi

Menurut penjelasan Pak Maslan, belum pernah terjadi konflik antara kelompok
nelayan disini. Karena kami disini juga diawasi oleh kepala lingkungan. Namun,
dengan kelompok belayan di Luar muara pernah. Hal ini dikarenakan kelompok
nelayan dari sibolga memasuki wilayah mereka melakukan tangkapan
menggunakan pusat harimau yang sudah jelas-jelas dilarang pemerintah.

4.2.1. Dampak Negatif dan Postif Organisasi Nelayan

Dampak positif: Nelayan memperoleh bantuan dari pemerintah

Dampak negatif: Sejauh ini kelompok nelayan tersebut tidak berdampak negatif
terhadap masyarakat sekitar.

4.2. Pembahasan

a. Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat Nelayan

Dalam perspektif stratifikasi sosial ekonomi, masyarakat nelayan di daerah


pesisir. Masyarakat pesisir terbentuk oleh kelompok-kelompok sosial yang sangat
beragam. Hasil penelitian kategori karakteristik sosial budaya dalam kaitan
dengan interaksi dalam proses sumberdaya ekonomi.
dibagi atas 3 kategori masyarakat pesisir terbentuk sebagai berikut:

12
1) Masyarakat nelayan yang sepenuhnya menggantungkan hidupnya dilaut. secara
umum didominasi oleh kaum laki-laki, namun ada pula beberapa wanita karena
dengankehilangan suami (meninggal) terpaksa merangkap menjadi kepala
rumahtangga dan sebagai pemberi nafkah untuk keluarga dan menggantungkan
hidupnya di laut.

2) Masyarakat nelayan yang terbentuk dalam aktivitas kelompok yang


melaksanakan aktivitas usahanya yang merupakan kelanjutan dari usaha yang
didapat dari hasil melaut. Mereka ini adalah para tibo-tibo, penjaja ikan,
melakukan aktivitas kegiatan pengolahan ikan dengan bentuk pengasapan dan
ikan asin, bahkan mengolah ikan dalam dalam bentuk ikan masak, untuk dijual.

3) Masyarakat yang menggantungkan aktivitas usahanya dengan menyediakan


bentuk peralatan seperti kail, pancing, bahkan pemberi modal usaha, pemilik
toko/warung, bahkan tengkulak, serta bentuk aktivitas sosial lainnya seperti
koperasi, arisan ibu-ibu nelayan, arisan PKK dan bentuk aktivitas lainnya yang
menunjang kegiatan nelayan. Karakteristik sosial budaya tersebut diatas telah
melahirkan bentuk stratifikasi sosial yang permanen.

Pada poin (1) kategori sosial kelompok nelayan tersebut adalah nelayan yang
secara utuh (nelayan penuh) mencari nafkah baik siang maupun malam di laut,
mereka dikatakan sebagai kelompok dan penunjang utama produksi dibidang
perikanan sekaligus penyumbang pendapatan keluarga. Untuk kelompok pada
point (2) merupakan bentuk paduan dari nelayan penuh dan masyarakat biasa,
sedangkan untuk point (3) dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang turut
memberikan andil terhadap aktivitas dibidang perikanan untuk menyediakan
peralatan, modal, bahkan disebut juga kelompok elit desa yang mampu
menggerakan perekonomian pedesaan.

b. Pola dan tradisi serta kepercayaan dalam bidang perikanan

13
Sesuai dengan hasil penelitian dari jawaban Informan S.M, pola, tradisi serta
bentuk kepercayaan yang secara permanen pada masyarakat Desa Tewil
merupakan bentuk endapan sosial yang diwariskan nenek moyang secara turun-
temurun, tetap dipertahankan dan dipercayai dari generasi ke generasi terutama
dalam kehidupan melaut. Menurut S.M, dari segi tradisi serta pola, masyarakat
dalam melaksanakan aktivitas dibidang perikanan masih menggunakan alat-alat
tradisional bila mereka melaut.

Dilihat dari kepercayaan dalam bidang perikanan masyarakat desa Tewil masih
tetap mempercayai kehidupan yang berkaitan dengan magis yang berkaitan
dengan navigasi. Pengetahuan yang berkaitan dengan magis merupakan bentuk
pengetahuan permanen sebagaimana dikemukakan oleh Van Peursen (1976 : 1)
bahwa bentuk pengetahuan permanen adalah merupakan suatu bentuk siasat
maupun pemahaman yang berkaitan dengan dunia sekitar. Proses interaksi yang
terbawa sebagai akibat dari endapan sosial tersebut, melahirkan bentuk interaksi
sosial yang langgeng. Dalam tahap penilaian masyarakat yang berkaitan dengan
pola budaya melaut merupakan bentuk kesadaran budaya serta kesadaran sosial,
yang merefleksikan betapa kuatnya hubungan tersebut antara manusia dengan
lingkungan, serta hubungan manusia dengan sesamanya.

Perkembangan zaman di era teknologi semakin canggih, masih sulit mengikis


kebudayaan masyarakat sepanjang masih dipercayai dan dipertahankan dari
generasi ke generasi. Masyarakat di wilayah ini memandang kebudayaan
berkaitan dengan pola, tradisi serta kepercayaan adalah merupakan peta, yang
menjadi kekuatan serta semangat hidup. bagi mereka. Bentuk pengetahuan yang
berkaitan dengan mata pencaharian khususnya terkait aktivitas melaut tetap
berlaku, sebab mereka tidak memiliki pengetahuan dasar tentang navigasi. Bentuk
pengetahuan yang berkaitan dengan navigasi tersebut antara lain pengetahuan arah
angin antara lain angin barat, timur, selatan utara, timur laut, barat daya, arus,
posisi matahari, letak bintang, serta perhitungan bulan di langit serta pasang surut
air laut. Menurut informan S.M. bahwa seseorang yang akan ikut melaut termasuk

14
semua anggota maupun pimpinan kelompok nelayan haruslah mengetahui dasar-
dasar pengetahuan tentang cara melaut. Kesemua bentuk pengetahuan tersebut
akan menjadi pendorong serta penghalang bagi masyarakat dalam melakukan
aktivitas. Sebagai contoh bulan terang, dipercayai oleh masyarakat bisa
mempengaruhi kawanan ikan, dimana ikan

sangat sulit didapat, sebaliknya bulan gelap atau bulan baru, mengindikasikan
banyaknya kawanan ikan. Bila angin barat nelayan tidak boleh melaut, angin
timur dipercayai dengan arus yang sangat kuat, posisi bintang dapat menentukan
letak kawanan ikan atau menentukan kapan nelayan harus pulang karena mereka
dapat melihat seperti bintang Fajar bila sudah berada dilangit akan menandakan
datangnya hari pagi. Pengetahuan tentang angin tenggara dan barat laut dipercayai
membawa banyak hujan. Waktu posisi bulan sudah rendah atau masih sedikit
dilangit mereka mengatakannya sebagai posisi bulan pertama. Ketika bulan
muncul pertama kali maka disebut oleh masyarakat nelayan sebagai bulan sabit.
Bulan ke 15 adalah bulan purnama karena waktu itu terjadi pasang surut sangat
besar yang dinamakan mereka “air besar”. Pada bulan keempat biasanya menurut
kepercayaan masyarakat nelayan dirasakan sedikit angker dan sering tidak
terdapat ikan terutama terjadi di jumat kliwon.

d. Hubungan antara Hak dan Kewajiban Pemilik Perahu, Pemilik Modal dengan
Buruh Nelayan dalam kaitan dengan usaha dalam bentuk Kerjasama
Kewajiban Pemilik Perahu:

a. Membayar iuran pada petugas Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

b. Menyediakan perahu, jaring beserta alat tangkapnya

c. Menyediakan bahan bakar minyak, seperti solar, bensin

d. Menyediakan es, cool-box untuk mengawetkan hasil tangkapan

15
e. Setiap satu tahun sekali memberikan tunjangan berupa, beras, dan sebagainya

(biasanya pemberian ini diberikan menjelang hari Raya Idul Fitri)

Hak Pemilik Perahu

a. Pemilik perahu akan memperoleh keuntungan dari hasil usaha bersama, yang
dibagi

dalam tiga bagian yakni 1 untuk pemilik perahu dan yang dua untuk buruh
nelayan.

b. Mendapat komisi dari pemilik modal berupa rokok 1press (kondisional

Hak Pemilik Modal

a. Bagi pemilik modal akan mengambil fee 15-20 % sebelum dibagi tiga bagian

b. Pemilik modal akan menentukan/mencari pasar ikan kepihak perusahaan

c. Pemilik akan menentukan harga jadi ikan

Kewajiban Pemilik Perahu

a. Pemilik perahu bersedia memfasilitas permodalan

b. Memberikan pinjaman ikatan pada pemilik perahu dan juga buruh nelayan

c. Memberikan tunjangan berupa rokok 1 press pada saat mereka tidak bekerja
karena

tidak musim ikan (paceklik).

16
d. Menutupi atau membayarkan hasil tangkapan hari ini jika tengkulak tidak bisa

membayarnya.

Hak Buruh Nelayan:

a. Berhak menerima upah berupa ikan bukan uang, yang dibagi dalam tiga bagian
yakni

1 untuk pemilik perahu dan dua untuk buruh nelayan, yang dua ini masih dibagi
lagi

sesuai dengan jumlah anggota.

b. Mereka harus disediakan akomodasi yang layak dan kesehatan yang efesiensi
agar kerja

mereka tidak terganggu


c. Tidak boleh mempekerjakan melebihi kemampuan fisiknya; jika suatu saat ia
diberi

pekerjan lebih berat maka harus diberi bantuan dalam bentuk beras atau modal
yang

lebih banyak.

Kewajiban Buruh Nelayan

a. Buruh Nelayan akan bertanggungjawab penuh atas pekerjaanya

b. Buruh Nelayan harus memberikan hasil terbaik buat mitranya atau majikannya

17
Dalam membangun suatu hubungan kerjasama tentu berdasarkan kesepakatan

yang saling menguntungkan antara pemilik modal/perahu dengan buruh nelayan


sehingga

yang diperlukan dalam kaitan dengan hubungan kerjasama tidak hanya berbentuk

transaksional sebagaimana terjadi dalam hukum ekonomi melainkan dalam bentuk

transaksi sosial yakni lebih bertumpu pada hubungan interaksi yang lebih
mendalam

layaknya dalam hubungan keluarga dimana perasaan saling membantu, saling


kerjasama

saling membagi keuntungan secara merata dan menjadi tanggungan bersama.

Menueurt M.M, persyaratan dalam membangun hubungan kerjasama antara

pemilik modal/perahu dengan buruh nelayan adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian kerjasama adalah suatu kontrak yang mesti diterima oleh kedua
pihak.

b. Kontrak kerjasama dianggap sah apabila dilaksanakan berdasarkan kesepakatan


secara

bersama walaupun dalam bentuk hukum yang tidak tertulis,

c. Jumlah modal tiap pihak yang bekerjasama dapat diadministrasikan dengan


jelas,

18
karena ketika pembagian keuntungan dilakukan harus jelas diketahui tiap pihak
supaya

memudahkan dalam pembagian.

d. Jumlah modal tiap pihak harus diinformasikan kepada setiap anggota


nelayan/buruh

nelayan dan masing-masing buruh maupun majikan akan terdapat catatan


tersendiri

tentang jumlah keuntungan yang didapat dan dibicarakan secara bersama antara

pemimpin kelompok nelayan, anggota nelayan bersama pemilik modal/perahu.

e. Jumlah keuntungan yang akan diperoleh oleh tiap pihak dituliskan dengan jelas
dan

sesuai dengan jumlah modal yang dimiliki.

f. Waktu dimulainya perjanjian harus ditaati secara bersama demi untuk


menghindari

keraguan dikemudian hari.

Dari beberapa penjelasan diatas dapat kita garis bawahi bahwa dalam melakukan

sebuah kerjasama bagi hasil kedua belah pihak telah sepakat mengucapkan janji
serta

19
doa dihadapan Imam ini dimaksudkan supaya mendapatkan berkat yang
berlimpah.

e. Pentingnya Pemberdayaan bagi kelompok nelayan dalam meningkatkan taraf


hidup.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama dalam pemenuhan

kebutuhan dasar masih sangat terbatas. Keterbatasan tersebut juga dipengaruhi


oleh

rendahnya tingkat pendapatan yang dimiliki oleh sebagian besar kelompok


nelayan yang

disebabkan pula oleh akses produksi perikanan/hasil tangkapan yang sedikit,


kemudian

dari aspek teknologi sebagian besar dari mereka masih menggunakan teknologi
tradisional,

seperti alat pancing, menggunakan dayung, pemasaran hanya terbatas di sekitar


areal

wilayah Kecamatan ataupun hanya mengandalkan pasar lokal.

Mengembangkan sarana Pemasaran

Menurut Djoyodipuro (1992) bahwa kegiatan pemasaran merupakan hal yang

penting dan perlu diperhatikan oleh para nelayan guna menjamin kelancaran
penjualan

20
usaha perikanan, sebab melalui kegiatan pemasaran tersebut para nelayan atau
anggota

kelompok nelayan akan memperoleh keuntungan dari hasil penjualannya.


Selanjutnya

menurut Smith (1981) pemasaran adalah salah satu lokal produksi yang penting
sebagai

persyaratan berkembangnya suatu usaha.

Dari informasi A.K. bahwa potensi pasar untuk pengembangan usaha bidang

perikanan masih menggunakan potensi pasar lokal untuk jalur pemasarannya


hanya

terbatas di wilayah Kecamatan Sangaji dan kecamatan-kecamatan yang dekat


dengan Desa

Tewil, serta dijual di desa-desa dengan sistim jalan, maupun dibeli oleh para
pembeli

dadakan. Proses penjualan seperti ini tentu kurang menguntungkan


kesinambungan usaha

masyarakat nelayan atau kelompok nelayan, karena jaminan keamanan dan


berusaha akan

sangat ditentukan oleh jaminan pasar yang tetap sesuai dengan persyaratan yang

dibutuhkan, ketika produksi bidang perikanan sangat melimpah maka pasar lokal
tak akan

21
mampu menampung hasil tangkapan dari kelompok nelayan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh dua orang responden yang


berasal dari desa Hajoran. Bahwa konflik atau permasalahan tidak terlepas dari
yang namanya masyarakat. Bentuk konflikpun beragam, ada yang ringan dan ada
yang berat. Di DesaHajoran sendiri tipe konflik yang terjadi adalah tipe orientasi
dan tipe agraria. Dan bentuk penyelesaian maslaah yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Hajoran adalah dengan sistem kekeluargaan, namun jika maslah
tidak kunjung mendapatkan penyelesaian. Maka, jalan terkahir adalah
menyerahkan masalah terebut kepada kepala lingkungan atau pihak berwajib.

5.2. Saran

Karena pratikum yang dilakukan menggunakan metode survey. Maka,


diperlukan ketelatenan dan kedisiplinan bagi para mahasiswa. Agar wawancara
dan pengisisan kusioner dapat berlangsung dengan baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kinseng RA. 2006. Konflik Kelas di Kalangan Kaum Nelayan di Indonesia


(sebuah catatan awal). (Makalah). Disajikan Pada Workshop Nasional
Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, Bogor 2-3 Agustus 2006.
Institut Pertanian Bogor.
Kusnadi. 2003. Teori dan Manajemen Konflik. Malang: Gramedia
Soerjono soekanto (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sriwahyuni. 2017. Konflik Masyarakat Nelayan Di Desa Palalakkang
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar; 1-16.

23
LAMPIRAN

24
Lampiran 1. Alat dan Bahan Pratikum

Kusioner Pena

Pensil Penghapus

25
Lampiran 2. Kusioner

Responden 1

26
27
28
29
30
Responden 2

31
32
33
34
Lampiran 3. Dokumentasi

Gambar 1. Foto bersama bu Syamsiah, selaku responden pertama di Desa Hajoran


Indah

Gambar 2. Foto bersama pak Zalukhu, selaku responden kedua di Desa Hajoran
Indah

Gambar 3. Foto bersama beberapa teman-teman jurusan Sosial Ekonomi


Perikanan. Saat, pratikum berlangsung

35

Anda mungkin juga menyukai