Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH ILEGAL LOGGING TERHADAP PERTAHANAN DAN

KEAMANAN NEGARA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1:

1. RAHMAWATI
2. OKTAFIANI
3. SEPTINA
4. SERLI EKA PUTRI

KELAS: AKUNTANSI (2) B

DOSEN PEMBIMBING: SURYADI, SH, M. Hum., M.Psi

TAHUN AJARAN 2021/2022


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Innalhamdalillah nahmaduhu wanas ta’inuhu, wanastagfiruhu,


wana’udzubillahi, minsyururi ‘anfusyina waminsyayiati a’malina mayyahdillahu
falla mudhillalah wamanyudhlil fala hadiyalah. Asyhadu ‘ala illaha ilallah wa
asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warasuluhu. La nabiya ba’da.

Puji syukur kita panjatkan kepada khadirat Allah SWT. Yang dengan
rahmat serta hidayahnya kami bisa membuat makalah ini yang berjudul “Pengaruh
Ilegal Logging Terhadap Pertahanan Dan Keamanan Negara”. Shalawat serta
salam kita haturkan kepada junjungan kita nabiullah Muhammad SAW. yang
telah menjadikan kita sebagai muslim dan semoga kita mendapatkan syafa’atnya
diyaumul akhhir kelak. capan terimakasih kami berikan kepada Bapak Suryadi,
SH. M.Hum, M.psi., selaku dosen pembibing matakuliah kewarganegaraan.

Adapun makalah ini kami buat dengan segala kemampuan yang kami
miliki, yang dimana pasti masih ada kekurangan juga kelemahan. Kerena, itu
kritik dan saran kami harapkan kedapa para pembaca

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sumber ancaman terhadap keamanan nasional semakin luas, bukan hanya
meliputi ancaman dari dalam (internal threat) dan/atau luar (external threat)
tetapi juga ancaman yang bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai
ancaman luar atau dalam (transnasional). Ancaman menjadi semakin
majemuk dan tidak bisa semata-mata dibatasi sebagai ancaman militer.
Ideologi, politik, ekonomi dan kultural merupakan dimensi di mana dapat
terbentuk ancaman non militer. Barry Buzan mengatakan bahwa keamanan
dipengaruhi oleh lima bidang utama, yaitu militer, politik, ekonomi, sosial,
dan lingkungan.4 Keamanan suatu bangsa dapat
dikatakan terjamin apabila militer, ekonomi, dan teknologi telah terbangun,
kondisi politik yang stabil dan kehidupan sosial budaya yang kohesif atau
terpadu.
Dengan ruang lingkup keamanan yang tidak lagi terbatas pada dimensi
militer, maka muncul istilah human security, keamanan lingkungan
(environmental security), keamanan pangan (food security), keamanan energi
(energy security), dan keamanan ekonomi (economic security). 5 Keamanan
dalam negeri (intenal security) dapat menjangkau permasalahan yang luas,
mulai dari kemiskinan, epidemi dan bencana alam, kerusuhan sosial,
pertikaian antar golongan, kejahatan, pemberontakan bersenjata sampai
dengan gerakan separatis bersenjata. Salah satu jenis ancaman yang
mengganggu keamanan nasional, khususnya keamanan lingkungan
(environmental security) adalah tindak pidana kehutanan.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya,
contohnya seperti hutan hujan tropis yang lebat dan kaya akan flora dan
fauna yang langka. Indonesia memiliki sumber daya alam berupa hutan yang
melimpah dari Sabang hingga Marauke. Hutan di Indonesia adalah hutan

1
tropis yang berfungsi sebagai salah satu paru-paru pendukung kehidupan
dunia.
2

maka dari itu pengelolaan hutan Indonesia harus memperhatikan


pemeliharaan dan penjagaan keamanan hutan, agar hutan yang dimiliki tetap
memberikan daya dukung lingkungan secara berkelanjutan bagi hidup dan
kehidupan bangsa Indonesia, bahkan juga kehidupan dunia.
Tekanan terhadap sumber daya hutan cenderung semakin meningkat.
Deforestasi dan degradasi hutan merupakan penyebab utama kerusakan
sumber daya hutan di Indonesia. Terjadinya deforestasi dan degradasi hutan
di Indonesia antara lain disebabkan oleh kebakaran dan perambahan hutan;
illegal logging dan illegal trading yang antara lain didorong oleh adanya
permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainya di pasar lokal,
nasional dan global; adanya konversi kawasan hutan secara permanen untuk
pertanian, perkebunan, pemukiman, dan keperluan lain; serta adanya
penggunaan kawasan hutan di luar sector kehutanan melalui pinjam pakai
Kawasan hutan dan pemanenan hasil hutan yang tidak memperhatikan
prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari (PHL).
Di sisi lain, sebagaimana negara berkembang lainnya, hutan masih
diposisikan sebagai sumber daya pembangunan ekonomi yang dikhawatirkan
akan mempercepat laju deforestasi dan degradasi hutan yang memperbesar
emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan. Oleh karena itu, perlu untuk
menganalisa pengaruh tindak illegal logging terhadap pertahanan dan
keamanan nasional Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan illegal logging?
2. Apa Dampak illegal logging terhadap pertahanan dan keamanan negara?
3. Apa tindak pidana illegal logging dalam mempertahankan keamanan
negara?
4. Bagaimana solusi dalam menyelesaikan permasalahan illegal logging
dalam pertahanan dan keamanan negara?
3

C. TUJUAN RUMUSAN MASALAH


1. Untuk mengetahui pengertian illegal logging.
2. Untuk mengetahui apa saja dampak yang ditimbulkan illegal logging
dalam mempertahankan keamanan negara.
3. Untuk mengetahui apa saja tindak pidana illegal logging dalam
mempertahankan keamanan negara.
4. Untuk mengetahui solusi dalam menyelesaikan permasalahan illegal
logging dalam pertahanan dan keamanan negara.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ILLEGAL LOGGING


Menurut konsep manajemen hutan, penebangan (logging) adalah kegiatan
memanen proses biologis dan ekosistem yang telah terakumulasi selama daur
hidupnya. Kegiatan ini harus dicapai dengan rencana sehingga menimbulkan
dampak negatif seminimal mungkin. Penebangan dapat dilakukan oleh siapa
saja selama mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari (sustainable forest
management).
Pembalakan liar atau lebih dikenal dengan illegal logging adalah kegiatan
pemanenan pohon hutan, pengangkutan, serta penjualan kayu maupun hasil
olahan kayu yang tidak sah dan tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
Secara umum, kegiatan ini dilakukan terhadap areal hutan yang dilarang untuk
pemanenan kayu. Konsep pembalakan liar yaitu dilakukannya pemanenan
pohon hutan tanpa izin dengan tidak dilakukannya penanaman kembali
sehingga tidak dapat dikategorikan ke dalam pengelolaan hutan lestari.
Kegiatan penebangan sudah diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan. Menurut undang-undang tersebut, pembalakan liar adalah
semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang
terorganisasi. Hal tersebut mengandung arti kegiatan ini bisa dilakukan oleh
suatu kelompok yang di dalamnya terdiri dari dua orang atau lebih yang
bertindak bersama melakukan pemanenan kayu sebagai kegiatan perusakan
hutan.

B. DAMPAK YANG DITIMBULKAN ILLEGAL LOGGING DALAM


MEMPERTAHANKAN KEAMANAN NEGARA
Illegal loging dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan
melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang
mencakup kegiatan seperti menebang kayu di wilayah yang dilindungi, areal

4
5

konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin di hutan-hutan
produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu ilegal dan produk kayu
ilegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dengan kata lain, batasan
atau pengertian illegal logging adalah meliputi serangkaian pelanggaran
peraturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya hutan yang berlebihan.
Kegiatan illegal logging tanpa mengindahkan kaidah-kaidah manajemen
hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan
berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek. Sumber daya hutan menjadi
rusak akibat maraknya penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar.
Kerugian akibat illegal logging memiliki dimensi yang luas tidak hanya
terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya,
politik dan lingkungan. Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah
mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Illegal logging
juga mengancam industri sector kehutanan karena ancaman kekurangan bahan
baku di masa yang akan datang. Kerugian dari segi lingkungan yang paling
utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya
keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim
mikro, serta menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir.
Selain itu, Illegal logging mengancam kelangsungan hidup satwa langka.
Tidak hanya itu, Industri –Industri perkayuan ini awalnya dimaksudkan untuk
mengembangkan produksi kayu Indonesia di masa yang akan datang. Namun
pengembangan produksi kayu ini malah mengarah pada munculnya praktik
illegal logging yang mengakibatkan terjadinya degradasi hutan yang serius.
Luas hutan yang hilang akibat aktivitas Ilegal Logging juga menjadi
dampak yang akan memhambat pertahanan negara. Aktivitas Illegal logging
yang semakin mengancam habitat satwa liar pun membuat populasi populasi
badak Sumatera yang dahulunya mencapai 220 – 275 pada tahun 2007 kini
menurut International Rhino Foundation (Virginia) pada tahun 2010 populasi
badak Sumatera tidak mencapai 200 ekor. Populasi macan Tutul Jawa atau
sering dikenal dengan macan kumbang kini kurang dari 250 ekor. Populasi
Orangutan Sumatera pada tahun 2004 tinggal 7.300 ekor. Begitu pula dengan
6

populasi kera hitam Sulawesi yang berasal dari Maluku dan Sulawesi kini
hanya berjumlah 100.000 ekor. Populasi Macan Dahan Borneo (Neofelis
diardi borneensis) di alam bebas diperkirakan berkisar antara 5.000 hingga
11.000 ekor. Macan Dahan Sumatera (Neofelis diardi diardi) lebih
memprihatinkan, sekitar 3.000 hingga 7.000 ekor. Begitu pula dengan
populasi satwa langka Sumatera yang terdapat di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan dimana kini populasi satwa langka yang ada tinggal 40- 80
ekor harimau Sumatera, 50-60 ekor badak Sumatera, dan 600-an Gajah
Sumatera.

C. TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DALAM MEMPERTAHANKAN


KEAMANAN NEGARA
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan
secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka
menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat
diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum
pidana, yang dapat di integrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana
pidana di panggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan di laksanakan
politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil
perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada
suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Tindak Pidana Illegal
logging secara eksplisit tidak ditemukan dalam pasal-pasal UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, dan selama ini illegal logging di identikkan dengan
tindakan atau perbuatan yang berakibat merusak hutan, untuk itu mengenai
perusakan hutan hal ini ditegaskan dalam Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Perusakan hutan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 dalam penjelasan
Pasal 50 ayat (2), yaitu bahwa :
“Yang dimaksud dengan kerusakan adalah terjadinya perubahan fisik,sifat
fisik atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak
dapat berperan sesuai dengan fungsinya.”Illegal logging identik dengan
5

istilah “pembalakan illegal” yang digunakan oleh Forest Watch Indonesia


(FWI) dan
7

Global Forest Watch (GFW) yaitu untuk menggambarkan semua praktik atau
kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengelolaan dan
perdagangan kayu tidak sesuai dengan hukum Indonesia.7 Lebih lanjut FWI
membagi illegal logging menjadi dua yaitu : Pertama, yang dilakukan oleh
operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang
dimilikinya. Kedua, melibatkan pencuri kayu, pohon-pohon di tebang oleh
orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon.

D. SOLUSI DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN ILLEGAL


LOGGING DALAM PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Faktor-faktor yang menyebabkan Illegal logging yaitu Kekurangan personel
aparat kehutanan yang menyebabkan lemahnya pengawasan, ketersediaan
lapangan kerja dan factor kemiskinan warga, lemahnya paying hukum
sehingga pemerintah harus mampu membenahi agar kegiatan illegal logging
tidak terjadi, sejalan dengan hasil penelitian itu menurutDudley sebagaimana
yang dikutip oleh Nurdjana, ada tiga faktor yang menyebabkan suburnya
illegal logging atau pembalakan liar pada tingkat lokal dimana ketiga faktor
itu saling mempengaruhi, saling mendukung dan saling melengkapi. Faktor
tersebut juga, memungkinkan pembalakan liar meluas dengan cepat yaitu:
1. Faktor nilai masyarakat dan situasi penduduk. Nilai-nilai masyarakat
dan situasi penduduk didesa-desa hutan menjadi faktor yang
mempengaruhi terjadinya pembalakan liar dikarenakan oleh beberapa
unsur, adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Kebutuhan lapangan kerja dan pendapatan
(2) Pengaruh tenaga kerja lain yang sudah bekerja secara illegal
(3) Ketidakpuasan lokal atas kebijakan kehutanan pusat
(4) Dukungan terhadap pengelolaan hutan lestari.

Ketersediaan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat


merupakan hal yang paling penting dalam upaya meningkatkan
kesejahtraan. Kesediaan masyarakat bekerja secara melanggar hukum
8

(illegal) dipengaruhi kuat oleh kenyataan bahwa anggota masyarakat


yang lain juga bekerja demikian.
2. Faktor ekonomi suplay. Masalah ekonomi suplay dan permintaan normal
berkaitan dengan industry penebangan kayu atau yang sekarang lebih
dikenal dengan istilah pembalakan liar terjadi dikarenakan beberapa hal
yakni:
(1) Kebutuhan kapasitas industry kayu dalam negeri dan permintaan
kayu luar negeri.
(2) Kemampuan pasokan kayu dan kebijakan jatah kayu tebangan.
(3) Tinggi rendahnya laba dari perusahaan industry kayu. Besarnya
kapasitas industri kayu terpasang didaerah akan menimbulkan naiknya
permintaan akan pasokan kayu yang mengarah kepada pemanenen kayu
yang berlebihan. Kemampuan pasokan kayu dan kemampuan
penyediaan industry perkayuan yang legal yang tidak sebanding dengan
tingginya permintaan terhadap kayu didalam dan diluar negeri,
sehingga terjadi ketimpangan antara persediaan dan permintaan
kemudian menimbulkan permintaan tambahan akan kayu yang diambil
dari hasil illegallogging (pembalakan liar).
3. Faktor pengusaha dan pengaruhnya.
Keterkaitan pengusah yang melakukan kolusi dengan pejabat
setempat juga menjadi faktor terjadinya pembalakan liar. Hal itu
dipengaruhi oleh beberapa unsur seperti:
 Keutungan yang diperoleh oleh pengusaha kayu;
 Besarnya pengaruh pengusaha kayu dan bos-bos penebangan terhadap
pejabat local;
 Besarnya partisipasi pejabat lokal dalam kegiatan illegal

Penanggulangan Tindak Pidana Illegal Logging dalam Menjaga Keamanan


Nasional Indonesia Dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan disebutkan bahwa perlindungan hutan dan kawasan
hutanmerupakan usaha untuk: a) mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
8

kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatanmanusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit; dan b) mempertahankan dan
menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan,
hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan
hutan. Dalam Undang-Undang tersebut, tindak pidana di bidang kehutanan
sebagai suatu kejahatan yang diancam hukuman penjara meliputi perbuatan
sebagai berikut: a) Merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan serta
menimbulkan kerusakan hutan (Pasa178 (1)); b) Membakar Hutan (Pasa178 ayat
(2)); c) Menebang pohon dan memiliki hasil hutan secara ilegal (Pasal 78 (3)); d)
Melakukan penambangan dan eksplorasi serta eksploitasi bahan tambang tanpa
ijin (Pasal 78 (5) jo Pasa138 (4)); e) Memiliki hasil hutan tanpa surat keterangan
(Pasa178 (6) jo pasal 50 (3)). Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999
merumuskan adanya 2 (dua) jenis sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku
yaitu : a) Sanksi pidana: jenis sanksi pidana yang digunakan adalah pidana pokok
berupa pidana penjara dan pidana denda serta pidana tambahan berupa
perampasan hasil kejahatan dan alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh dan atau badan hukum atau badan
usaha (korporasi) dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana sebagaimana
tersebut dalam pasal 78 ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang
dijatuhkan, dan berdasar pasal 80 kepada penanggung jawab perbuatan
diwajibkan pula untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau
yang ditimbulkan kepada negara untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi
hutan dan tindakan lain yang diperlukan. b) Sanksi Administratif yaitu: 1) Sanksi
administratif dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan, izin
usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hutan, atau izin
pemungutan hasil hutan yang melanggar ketentuan pidana sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 78; dan 2) Sanksi administratif yang dikenakan antara
lain berupa denda, pencabutan, penghentian kegiatan dan atau pengurangan areal.
Sanksi pidana dirumuskan secara kumulatif bersifat imperatif yakni pidana
pokok berupa pidana penjara dan denda yang cukup besar serta pidana tambahan
berupa dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat
8

angkutnyayang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran


dirampas untuk negara. Dari berbagai perumusan tindak pidana Illegal Logging
dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tercantum unsur sengaja atau
kealpaan atau kelalaian, maka dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban
pidana dalam tindak pidana Illegal Logging menganut prinsip liability based on
fault (pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan) sehingga pada prinsipnya
menganut asas kesalahan atau culpabilitas. Bertolak dari asas kesalahan, maka di
dalam pertanggungjawaban pidana seolah-olah tidak dimungkinkan adanya
pertanggungjawaban mutlak (strict liability). Secara teoritis dimungkinkan
adanya penyimpangan terhadap asas kesalahan dengan menggunakan prinsip
strict liability, di mana prinsip ini lebih menitikberatkan pada actus reus
(perbuatan yang dilarang) tanpa mempertimbangkan adanya mens rea
(kesalahan) 19 karena tidak mudah membuktikan kesalahan pada korporasi atau
badan hukum. kesulitan menemukan mens rea korporasi terkait dengan sifat
korporasi sebagai badan hukum yang merupakan suatu subyek hukum mandiri
yang dipersamakan di hadapan hukum
dengan individu pribadi orang perorangan. Meskipun korporasi disamakan
kedudukannya dalam hukum dengan manusia dalam konotasi biologis yang
alami (natuurlijke persoon) namun dalam melaksanakan aktivitas hidupnya,
pertanggungjawaban direksi memiliki karakteristik yang berbeda dengan
manusia
biasa pada umumnya. Hubungan hukum yang dilakukan korporasi dengan pihak
lain menimbulkan hak dan kewajiban yang lebih rumit bila dibandingkan dengan
hubungan hukum yang dilakukan oleh manusia yang pada akhirnya akan
menimbulkan kesalahan dalam penerapan hukum terhadap korporasi atau
pengurusnya.
10

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pembalakan liar atau lebih dikenal dengan illegal logging adalah kegiatan
pemanenan pohon hutan, pengangkutan, serta penjualan kayu maupun hasil
olahan kayu yang tidak sah dan tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
Secara umum, kegiatan ini dilakukan terhadap areal hutan yang dilarang untuk
pemanenan kayu. Konsep pembalakan liar yaitu dilakukannya pemanenan
pohon hutan tanpa izin dengan tidak dilakukannya penanaman kembali
sehingga tidak dapat dikategorikan ke dalam pengelolaan hutan lestari.
Adapun dampak yang ditimbulkan dari Ilegal Logging ini yaitu sumber
daya hutan menjadi rusak akibat maraknya penebangan liar dalam jumlah
yang sangat besar. Kerugian akibat illegal logging memiliki dimensi yang luas
tidak hanya terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial,
budaya, politik dan lingkungan. Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal
logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara.
Selain itu, Illegal logging mengancam kelangsungan hidup satwa langka.
Tidak hanya itu, Industri –Industri perkayuan ini awalnya dimaksudkan untuk
mengembangkan produksi kayu Indonesia di masa yang akan datang.
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan
secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Tindak Pidana
Illegal logging secara eksplisit tidak ditemukan dalam pasal-pasal UU No. 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan selama ini illegal logging di identikkan
dengan tindakan atau perbuatan yang berakibat merusak hutan, untuk itu
mengenai perusakan hutan hal ini ditegaskan dalam Pasal 50 ayat (2) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999.
8

B. SARAN
Lemahnya penegakan hukum di tanah air kita di balik produk hukum yang
sudah baik dikarenakan masih rendahnya moral para apparat penegakan
hukum serta pemerintahan, dimana menjadi masalah yang besar dalam
mendorong terjadinya aksi pembalakan liar atau penebangan hutan liar.
Rendahnya moral pemerintah, menjadikan pemerintah kita sendiri ikut
libatkan dalam aksi Ilegal Logging, dengan bekerja sama dengan pelaku
utamanya di balik aksi kejahatan Ilegal Logging.

Anda mungkin juga menyukai