Anda di halaman 1dari 18

TUGAS IV

ILEGAL LOGGING

OLEH :

NAMA : DELLA APRILIANA PRATIWI

NIM : J1B121005

KELAS : GIZI B

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga Tugas
mandiri berupa makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam
pembuatan makalah ini,penulisi bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah
Wawasan Kemaritiman.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari


berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini Penulis mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang telah berperan serta dalam pembuatan
makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi materi yang penulis sajikan maupun dari segi penulisannya. Untuk
itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.

Kendari, 10 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………

A. Latar Belakang……………………………………………………..
B. Rumusan Massalah…………………………………………………
C. Tujuan………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….
A. Ilegal Logging………………………………………………………
B. Dampak illegal Logging……………………………………………
C. Penanganan Ilegal Logging Di Indonesia………………………….

BAB III PENUTUP…………………………………………………………

A. Kesimpulan…………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Illegal logging merupakan isu kerusakan lingkungan yang marak terjadi di beberapa
negara yang mempunyai hutan yang luas termasuk di Indonesia. Dalam pengertiannya, illegal
logging mengandung banyak makna seperti pembalakan atau penebangan liar, pencurian kayu
dan pengangkutan kayu secara tidak sah. Menurut FWI (Forest Watch Indonesia) dan GFW
(Global Forest Watch), illegal logging dibagi menjadi dua yaitu, pertama: yang dilakukan oleh
operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya. Kedua:
melibatkan pencuri kayu, pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai
hak legal untuk menebang pohon. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan
illegal logging akan berdampak sangat serius terhadap kerusakan lingkungan. Kerusakan
lingkungan terutama penebangan yang dilakukan secara liar memberikan dampak yang cukup
signifikan bagi hutan, flora dan fauna termasuk masyarakat yang ada disekitar area hutan.
Hutan merupakan tempat yang berperan penting bagi keberlansungan hidup manusia yang
harus dilestarikan dan dijaga. Hutan terdiri dari segala jenis tumbuh-tumbuhan, air, tanah dan
jenis hewani yang tinggal didalamnya. Hutan juga menjadi sumber pendapatan bagi manusia
dan dapat dimanfaatkan secara lansung untuk kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sehari-
hari seperti menjual hasil hutan atau dijadikan lahan pertanian. Karena tujuan dan fungsinya
yang begitu besar bagi kehidupan manusia, terkadang hutan disalahgunakan atau digunakan
melebihi kebutuhannya sehingga menyebabkan kerusakan pada hutan.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai hutan terluas. Di dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, telah dikatakan bahwa hutan merupakan kekayaan
alam yang tak ternilai harganya yang harus disyukuri dan dilindungi karena memberikan
manfaat yang besar bagi umat manusia. Pada kenyataanya, hutan menjadi salah satu kekayaan
alam yang digunakan melebihi batas kebutuhan manusia dan mengakibatkan kerusakan.
Penyebabnya: tidak ada aturan khusus yang membatasi manusia untuk mengelola dan
menggunakan hutan sehingga manusia dengan bebas menggunakannya tanpa memperhatikan
dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang. Manusia dalam mengelola hutan atau
lebih tepatnya mengeksploitasi hasil hutan merupakan sebuah cara yang harus ditangani.
Indonesia telah memiliki peraturan untuk mengelola lingkungan hidup yaitu UU Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh UU Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan, Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan. Penegakan hukum lingkungan dilaksanakan dengan menerapkan sanksi
administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Kejahatan lingkungan hidup dikaitkan dengan
penerapan sanksi pidana untuk tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup .1
Penegakan hukum lingkungan bukan hanya dilakukan oleh para penegak hukum saja tetapi
masyarakat pun harus turut berperan antara lain dalam penegakan hukum lingkungan. Peran serta
masyarakat tersebut sangat diperlukan untuk pemberantasan kasus-kasus perambahan hutan,
perusakan hutan, dan penebangan hutan secara liar atau yang lebih dikenal dengan illegal logging
atau pembalakan liar yang mengakibatkan semakin meluasnya kerusakan hutan.
Berbagai cara telah dilakukan manusia dalam mengeksploitasi hutan seperti Illegal
logging (penebangan liar) dan pembakaran hutan yang kemudian lahannya digunakan untuk
kebutuhan sebagian orang seperti dijadikan area pertanian atau area kelapa sawit. Dan masih
sedikit orang yang mempunyai kesadaran dalam mengeksploitasi hutan. Illegal logging
merupakan kegiatan penebangan pohon, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sesuai
atau melalui izin daerah setempat. Namun seiring adanya perkembangan, hutan tersebut mulai
berkurang karena adanya upaya-upaya dari aktor-aktor yang mengelola hutan untuk
kepentingannya. Kerusakan atau kehilangan hutan alam berskala besar mulai terjadi di Indonesia
sejak awal tahun 1970-an, ketika perusahaan-perusahaan pengusahaan hutan mulai beroperasi.
Hadirnya perusahaan-perusahaan membawah dampak yang begitu besar terhadap hutan
di Indonesia terutama di Kalimantan Barat. Masuknya perusahaan tentu akan mengelola hutan
dan secara otomatis akan mengurangi luas hutan yang sudah ada. Hutan yang harus dijaga
akhirnya dieksplotasi demi kepentingan perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang hadir
kemudian mengelola hutan dengan cara melakukan penebangan pohon yang kayunya akan di
ekspor ke negara-negara pembeli. Banyaknya peminat kayu membuat semakin meningkat
eksploitasi terhadap hutan. Kurangnya pengawasan serta tidak adanya kerjasama juga
mengakibatkan eksploitasi kayu di Indonesia sering dilakukan.
Menurut Fauzi, hampir sebagian besar hutan di Indonesia dikuasai oleh pemerintah dan
hak pengelolaannya diberikan kepada individu atau swasta melalui mekanisme perizinan;
namun sebagai barang publik (public goods) hak pemerintah dalam menguasai sumber daya
hutan tidak bersifat mutlak karena adanya hak orang lain dan ketidaklengkapan hak pemilikan
karena mahalnya biaya menjaga dan mempertahankan keberadaan hutan tersebut
(enforcement). Hampir di setiap wilayah di Indonesia mengalami kerusakan hutan seperti
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Papua. Paling menarik untuk menjadi bahan penelitian
adalah Provinsi Kalimantan Barat. Propinsi Kalimantan Barat di nilai strategis dari perspektif
ekonomi, konservasi dan pelestarian hutan di Indonesia.

B. Rumusan Massalah
1. Apa dampak Ilegal Logging?
2. Bagaimana penanganan illegal logging di Indonesia ?

C. Tujuan
1. Mengetahui dampak dari illegal logging
2. Memahami penanganan illegal logging di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. ILEGAL LONGGING

Pembalakan liar atau lebih dikenal dengan illegal logging adalah kegiatan pemanenan
pohon hutan, pengangkutan, serta penjualan kayu maupun hasil olahan kayu yang tidak sah
dan tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Secara umum, kegiatan ini dilakukan terhadap
areal hutan yang dilarang untuk pemanenan kayu. Konsep pembalakan liar yaitu dilakukannya
pemanenan pohon hutan tanpa izin dengan tidak dilakukannya penanaman kembali sehingga
tidak dapat dikategorikan ke dalam pengelolaan hutan lestari.

Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo, Illegal logging merupakan penebangan kayu


secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu
didalam kawasan hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang ijin melakukan
penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.

Illegal logging berdasarkan berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 2001, tentang


Pemberantasan Penebangan Kayu illegal (Illegal Logging) dan Peredaran Hasil hutan Illegal
di Kawasan Ekosistem Leuser dan taman Nasional Tanjung Puting, adalah penebangan kayu
dikawasan hutan dengan tidak sah. Illegal logging adalah pembalakan liar atau penebangan liar
yaitu kegiatan penebangan,pengangkutan atau penjualan kayu yang tidak sah atau tidak
memiliki izin dari otoritas setempat. Illegal Logging dan perdagangan internasional kayu
illegal adalah masalah bagi negara-negara produsen kayu banyak di negara berkembang. hal
ini menyebabkan kerusakan lingkungan, biaya pemerintah miliaran dolar pendapatan yang
hilang, mempromosikan korupsi, merusak aturan konflik hukum dan tata pemerintahan yang
baik dan dana bersenjata. Hal ini menghambat pembangunan berkelanjutan di beberapa negara
termiskin di dunia. Negara-negara konsumen berkontribusi masalah ini dengan mengimpor
kayu dan produk kayu tanpa memastikan bahwa mereka secara hukum bersumber.

Dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun negara-negara produsen dan konsumen


sama-sama meningkatkan perhatian Illegal logging. Sementara dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (selanjutnya disebut
UU Kehutanan´) tidak mendefinisikan secara jelas illegal logging dan hanya menjabarkan
tindakan-tindakan illegal logging. Kategori illegal logging menurut Pasal 50 Undang-Undang
no 41 tahun 1999, antara lain:mengerjakan dan atau menggunakan dan lain-lain. Dimensi dari
kegiatan illegal logging, yaitu: (1) perizinan, apabila kegiatan tersebut tidak ada izinnya atau
belum ada izinnya atau izin yang telah kadaluarsa, (2) praktek, apabila dalam praktek tidak
menerapkan logging yang sesuai peraturan, (3) lokasi, apabila dilakukan pada lokasi diluar
izin, menebang di kawasankonservasi/lindung, atau asal-usul lokasi tidak dapat ditunjukkan,
(4) produksi kayu, apabila kayunya sembarangan jenis (dilindungi), tidak ada batas diameter,
tidak ada identitas asal kayu, tidak ada tanda pengenal perusahaan, (5) dokumen, apabila tidak
ada dokumen sahnya kayu, (6) pelaku, apabila orang-perorang atau badan usaha tidak
memegang izin usaha logging atau melakukan kegiatan pelanggaran hukum dibidang
kehutanan, dan (7) penjualan, apabila pada saat penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik
kayu atau kayu diseludupkan. Selain itu kata hutan merupakan terjemahan dari kata Bos dari
bahasa Belanda Merupakan daratan tanah yang tergelombang, dan dapat dikembangkan untuk
kepentingan di luar Kehutanan, seperti pariwisata.Di samping itu, hutan juga dijadikan tempat
pemburuhan, tempat istirahat, dan tempat bersenang-senang bagi raja dan pegawai-
pegawainya, namun dalam perkembangan selanjutnya ciri khas ini menjadi hilang.

Sedangkan menurut Zein, SH “hutan adalah suatu lapangan tumbuhnya pohon-pohonan


yang secara keseluruhan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan
ditetapkan sebagai hutan.

Di dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 19


Tahun 2004 tentang Kehutanan membedakan beberapa jenis hutan, yaitu negara, hutan hak,
hutan adat, hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi, kawasan hutan suaka alam,
kawasan hutan pelestarian alam dan taman baru.

Sesuai dengan ketentuan pasal 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 jo.Undang-


undang 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan Zein A.S juga membedakan pengertian hutan lebih
luas, antara hutan adat, hutan alam, hutan buatan, hutan cadangan, hutan kemasyarakatan,
hutan konversi, hutanlindung, hutan nasional, hutan Negara dan lain sebagainya.

Kegiatan penebangan sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18


Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Menurut undang-
undang tersebut, pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara
tidak sah yang terorganisasi. Hal tersebut mengandung arti kegiatan ini bisa dilakukan oleh
suatu kelompok yang di dalamnya terdiri dari dua orang atau lebih yang bertindak bersama
melakukan pemanenan kayu sebagai kegiatan perusakan hutan. Hutan yang memiliki
keanekaragaman tinggi menjadi sumber kekayaan bagi negara tempat hutan tersebut. Flora dan
fauna yang hidup di dalamnya akan mendukung terciptanya ekosistem kompleks yang
menghasilkan banyak manfaat bagi lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, hutan disebut
sebagai penyeimbang ekosistem.

Kegiatan pembalakan liar (illegal logging) menjadi ancaman bagi


keberlangsungan ekosistem. Kejahatan yang marak terjadi di berbagai negara ini sangat
membahayakan fauna dan flora yang ada di dalamnya. Hal ini disebabkan karena hilangnya
tutupan hutan atau yang biasa disebut deforestasi.

Kegiatan pemanenan pohon hutan yang seharusnya dilakukan menurut peraturan


pemerintah setempat akan tetap mendukung pengelolaan hutan lestari (sustainable forest
management). Pemanenan pohon hutan yang dilakukan harus disertai dengan penanaman
kembali anakan pohon sehingga tidak menimbulkan dampak negatif akibat hilangnya tutupan
hutan. Kebutuhan manusia akan bahan kayu semakin lama akan semakin meningkat.
Meningkatnya permintaan tersebut akan memicu terjadinya pemanenan yang tidak jarang
dilakukan tanpa memperhatikan dampak terhadap ekosistem di sekitarnya.

Pembalakan liar (Illegal logging) tentu saja menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi laju deforestasi di suatu wilayah. Deforestasi atau hilangnya penutupan hutan
terjadi akibat banyaknya perusahaan produksi kayu yang melakukan penebangan secara besar-
besaran pohon hutan tanpa melakukan penanaman kembali.

Pada beberapa tempat, seperti pada wilayah gambut, hilangnya pohon akan
menyebabkan kondisi yang merugikan bagi ekosistem di atasnya. Gambut yang seharusnya
tetap basah sepanjang tahun akan mengering akibat pembalakan sehingga ketinggian tanah
berkurang. Kondisi ideal pada lahan gambut yaitu adanya tutupan tanah berupa tajuk pohon
yang melindungi tanah mengalami evaporasi sehingga tanah tidak kering. Kegiatan
pembalakan liar (illegal logging) oleh penjahat akan menghilangkan tutupan hutan tersebut dan
tidak bertanggungjawab atas perubahan yang terjadi pada lahan tersebut.

Berdasarkan pengertian illegal logging di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengertian


illegal Logging adalah rangkaian kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu ke tempat
pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak mempunyai izin dari pihak yang
berwenang, sehingga tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku da
dipandang sebagai suatu perbuatan yang dapat merusak hutan.
Unsur Unsur Kejahatan illegal Logging yaitu adanya suatu kegiatan, menebang kayu,
mengangkut kayu, pengolahan kayu, penjualan kayu, pembelian kayu, dapat merusak hutan,
ada aturan hukum yang melarang dan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
Esensi yang penting dalam praktik illegal logging yaitu perusakan hutan yang akan
berdampak pada kerugian, baik kerugian dari aspek ekonomi, aspek ekologi maupun aspek
sosial budaya. Oleh karena kegiatan tersebut tidak melalui proses perencanaan secara
komprehensif, maka illegal logging mempunyai potensi merusak hutan yang kemudian
berdampak pada perusakan lingkungan.

B. DAMPAK ILEGAL LOGGING

Perbuatan illegal logging merupakan suatu kejahatan yang menimbulkan dampak sangat
luas mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Kejahatan ini merupakan
ancaman bagi ketertiban sosial dan dapat menimbulkan ketegangan serta konflik-konflik dalam
berbagai dimensi, sehingga perbuatan illegal logging secara faktual menyimpang dari norma-
norma yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial.
Dampak illegal Logging menurut Departemen Kehutanan tahun 2003 yaitu terjadi
kerusakan hutan yang mencapai 43 juta hektar dari total 120,35 juta hektar dengan laju
degradasinya dalam tiga tahun terakhir mencapai 2,1 juta hektar pertahunnya. Sejumlah
laporan bahkan menyebutkan antara 1,6 sampai dengan 2,4 juta hektar hutan Indonesia hilang
setiap tahunnya. Data terbaru dari departemen kehutanan menyebutkan bahwa laju kerusakan
hutan di Indonesia telah mencapai angka 3,8 juta hektar per tahunnya dan negara telah
kehilangan 83 miliar per hari akibat illegal logging.
Dampak illegal logging tidak hanya dialami oleh negara saja, dampak illegal logging juga
dapat menyebabkan pemanasan global di bumi, karena hutan merupakan alat penyeimbang
terhadap pemanasan global. Jika hutan mengalami kerusakan secara terus menerus, maka
kestabilan dibumi juga akan terganggu.
Sebab Illegal logging atau pembalakan liar atau penebangan liar adalah kegiatan
penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari
otoritas setempat.Secara praktek, illegal logging dilakukan terhadap areal hutan yang secara
prinsip dilarang. Di samping itu, praktek illegal logging dapat pula terjadi selama
pengangkutan, termasuk proses ekpor dengan memberikan informasi salah ke bea cukai,
sampai sebelum kayu dijual di pasar legal.
Illegal logging dapat disebabkan oleh beberapa hal: pertama, tingginya permintaan
kebutuhan kayu yang berbanding terbalik dengan persediaannya. Dalam kontek demikian dapat
terjadi bahwa permintaan kebutuhan kayu sah (legal logging) tidak mampu mencukupi
tingginya permintaan kebutuhan kayu. Hal ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan kayu di
pasar internasional dan besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri/konsumsi
lokal. Tingginya permintaan terhadap kayu di dalam dan luar negeri ini tidak sebanding dengan
kemampuan penyediaan industri perkayuan (illegal logging). Ketimpangan antara persediaan
dan permintaan kebutuhan kayu ini mendorong praktek illegal logging di taman nasional dan
hutan konservasi.
Kedua, tidak adanya kesinambungan antara Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 yang
mengatur tentang Hak Pengusahaan Hutan dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 309/Kpts-II/1999 yang mengatur tentang Sistem Silvikultur dan Daur
Tanaman Pokok Dalam Pengelolaan Hutan Produksi. Ketidaksinambungan kedua peraturan
perundang-undangan tersebut terletak pada ketentuan mengenai jangka waktu konsesi hutan,
yaitu 20 tahun[3] dengan jangka waktu siklus Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI),
khususnya untuk hutan produksi yangditetapkan 35 tahun. Hal demikian menyebabkan
pemegang HPH tidak menaati ketentuan TPTI. Pemegang HPH tetap melakukan penebangan
meskipun usia pohon belum mencapai batas usia yang telah ditetapkan dalam TPTI. Akibatnya,
kelestarian hutan menjadi tidak terjaga akibat illegal logging.
Ketiga, lemahnya penegakan dan pengawasan hukum bagi pelaku tindak pidana illegal
logging. Selama ini, praktek illegal logging dikaitkan dengan lemahnya penegakan hukum, di
mana penegak hukum hanya berurusan dengan masyarakat lokal atau pemilik alat transportasi
kayu. Sedangkan untuk para cukong kelas kakap yang beroperasi di dalam dan di luar daerah
tebangan, masih sulit untuk dijerat dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.19
Bahkan beberapa pihak menyatakan bahwa Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 tentang
Kehutanan (UU Kehutanan) dianggap tidak memiliki “taring” untuk menjerat pelaku utama
illegal logging, melainkan hanya menangkap pelaku lapangan. Di samping itu, disinyalir
adanya pejabat pemerintah yang korup yang justru memiliki peran penting dalam melegalisasi
praktek illegal logging.
Keempat, tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hak
Pegusahaan Hutan selama ini berada di bawah wewenang pemerintah pusat, tetapi di sisi lain,
-sejak kebijakan otonomi daerah diberlakukan- pemerintah daerah harus mengupayakan
pemenuhan kebutuhan daerahnya secara mandiri. Kondisi ini menyebabkan pemerintah daerah
melirik untuk mengeksplorasi berbagai potensi daerah yang memiliki nilai ekonomis yang
tersedia di daerahnya, termasuk potensi ekonomis hutan.
Penebangan hutan secara ilegal itu sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem di
Indonesia. Penebangan memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar, bahkan
masyarakat dunia. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya kerusakan
secara nilai ekonomi, akan tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang tidak ternilai
harganya. Adapun dampak-dampak Illegal Logging sebagai berikut; Pertama, dampak yang
sudah mulai terasa sekarang ini adalah pada saat musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda
banjir dan tanah longsor. Kedua, Illegal Logging juga mengakibatkan berkurangnya sumber
mata air di daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air
untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat, sekarang habis
dilalap para pembalak liar. Ketiga, semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur. Lapisan
tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda Indonesia. Akibatnya tanah yang
subur semakin berkurang. Keempat, Illegal Logging juga membawa dampak musnahnya
berbagai fauna dan flora, erosi, konflik di kalangan masyarakat, devaluasi harga kayu,
hilangnya mata pencaharian, dan rendahnya pendapatan negara dan daerah dari sektor
kehutanan, kecuali pemasukan dari pelelangan atas kayu sitaan dan kayu temuan oleh pihak
terkait. Kelima, dampak yang paling kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah global
warming yang sekarang sedang mengancam dunia dalam kekalutan dan ketakutan yang
mendalam. Keenam, Kasus illegal logging yang terjadi dimana-mana, sehingga mengakibatkan
tidak saja kerugian bagi Negara, tetapi juga mengakibatkan kerugian bagi kelangsungan
mahkluk hidup disekitarnya yang kemudian berdampak pada terjadinya bencana alam.

Dampak lainnya adalah sebagai berikut:

 Kesuburan tanah menurun karena tanah terpapar terlalu banyak cahaya Matahari, sehingga
tanah menjadi lebih kering.

 Mata air menurun karena hilangnya akar tanaman yang salah satu fungsinya menjaga
penyerapan air di dalam tanah. Jika ini terjadi dalam waktu yang panjang, maka akan
mengurangi jumlah sumber air di dalam tanah.
 Kepunahan tumbuhan atau hewan. Sebagian besar spesies hewan dan tumbuhan hidup di hutan
tropis. Data menunjukkan bahwa illegal logging menurunkan populasi hewan dan tumbuhan.
Jika illegal logging tidak terkontrol, maka memicu kepunahan total spesies-spesies tersebut.

 Menyebabkan banjir. Hal ini berkaitan dengan dampak kedua. Hilangnya akar dari tanah
membuat tanah kehilangan kemampuannya menyerap dan menahan air. Jika terdapat air hujan
atau sumber air lainnya, air akan lanjut turun terus ke dataran yang lebih rendah. Hal ini akan
meningkatkan risiko banjir.

C. PENANGANAN ILEGAL LOGGING DI INDONESIA

Dalam konteks ini, illegal logging merupakan sebuah fakta yang dipicu oleh fakta lain.
Fakta lain yang dimaksud bisa berupa beberapa hal, seperti kebutuhan yang sangat besar
terhadap bahan baku untuk industry kayu, dan kertas. Bayangkan, industri kertas membutuhkan
setidaknya 27,71 juta meter kubik kayu setiap tahunnya, sedangkan kondisi hutan tanaman
industry untuk kertas hanya mampu menyuplai 29,9 persen dari total kebutuhannya. Tentunya
industri ini akan meneruskan aktivitas pembalakan di atas hutan alam dengan kebutuhan per
tahun mencapai 21,8 juta meter kubik.13 Kondisi ini pada gilirannya memicu nafsu serakah
cukongcukong untuk menjadikan illegal logging sebagai salah satu cara dalam mengeruk
keuntungan ekonomi yang sangat potensial. Bahkan hal ini diperparah dengan lemahnya
penegakan hukum dalam penyelesaian kasus illegal logging karena menjamurnya praktek
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkelindan dengan kepentingan sesaat aparat penegak
hukum (bahkan pejabat birokrasi) di seluruh jenjang peradilan, mulai polisi, jaksa, hingga
hakim.

Akibatnya illegal logging masih marak terjadi di belahan bumi Indonesia. Adapun beberapa
solusi untuk mengatasi illegal logging adalah sebagai berikut : 1. Reboisasi atau penanaman
kembali hutan yang gundul. 2. Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon. 3.
Manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan penyakit juga bisa dilakukan untuk
memulihkan kembali hutan di Indonesia. 4. Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan
terbaik karena bisa diprediksi. 5. Sehingga, kebutuhan kayu bisa diperhitungkan tanpa harus
merusak habitat hutan alam yang masih baik. Penanggulangan illegal logging tetap harus
diupayakan hingga kegiatan illegal logging berhenti sama sekali sebelum habisnya sumber
daya hutan dimana terdapat suatu kawasan hutan tetapi tidak terdapat pohon-pohon di
dalamnya. Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya-
upaya pencegahan (preventif), penanggulangan (represif) dan upaya monitoring (deteksi).

1.Deteksi terhadap adanya kegiatan penebangan liar.

Kegiatan-kegiatan deteksi mungkin saat ini telah dilakukan, namun walaupun diketahui
atau ada dugaan terjadi kegiatan illegal logging tindak lanjutnya tidak nyata. Meski demikian
aksi untuk mendeteksi adanya illegal logging tetap harus terus dilakukan, namun harus ada
komitmen untuk menindaklanjuti dengan proses penegakan hukum yang tegas dan nyata di
lapangan. Kegiatan deteksi dapat dilakukan melalaui kegiatankegiatan sebagai berikut :

a) Deteksi secara makro, misalnya melalui potret udara sehingga diketahui adanya indikator
penebangan liar seperti jalur logging, base camp, dsb.

b) Ground checking dan patroli.

c) Inspeksi di tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar.

d) Deteksi di sepanjang jalur-jalur pengangkutan.

e) Inspeksi di log pond IPKH.

f) Inspeksi di lokasi Industri. g) Melakukan timber tracking.

h) Menerima dan menindaklanjuti adanya informasi yang datang dari masyarakat.

i) Pemeriksaan dokumen (ijin, angkutan dan laporan) perlu lebih intensif, terutama dokumen
laporan dengan meneliti lebih seksama laporan-laporan yang mengandung
kejanggalankejanggalan.

2. Tindak prefentif untuk mencegah terjadinya illegal logging

Tindakan preventif merupakan tindakan yang berorientasi ke depan yang sifatnya


strategis dan merupakan rencana aksi jangka menengah dan jangka panjang, namun harus
dipandang sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan. Kegiatan preventif
dapat dilakukan melalui 15:

a. Pembangunan kelembagaan (Capacity Building) yang menyangkut perangkat lunak,


perngkat.

b. keras dan SDM termasuk pemberian reward and punishment.


c. Pemberdayaan masyarakat seperti pemberian akses terhadap pemanfaatan sumber daya
hutan agar masyarakat dapat ikut menjaga hutan dan merasa memiliki, termasuk pendekatan
kepada pemerintah daerah untuk lebih bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan.

d. Pengembangan sosial ekonomi masyarakat seperti menciptakan pekerjaan dengan tingkat


upah/ pendapatan yang melebihi upah menebang kayu liar : misalnya upah bekerja di kebun
kelapa sawit diusahakan lebih tinggi/sama dengan menebang kayu liar, pemberian saham dan
sebagainya.

e. Peningkatan dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang profesionalisme SDM.

f. Pemberian insentif bagi masyarakat yang dapat memberikan informasi yang menjadikan
pelaku dapat ditangkap;

g. Pengembangan program pemberdayaan masyarakat.

h. Melakukan seleksi yang lebih ketat dalam pengangkatan pejabat (fit and proper test).

i. valuasi dan review peraturan dan perundang-undangan.

j. Perbaikan mekanisme pelelangan kayu hasil tangkapan datau temuan.

k. Relokasi fungsi kawasan hutan dengan lebih rasional.

l. Penegasan Penataan batas kawasan hutan.

m. Restrukturisasi industri pengolahan kayu, termasuk penghentian HPHH dan ijin HPH skala
kecil 3.

Tindakan supresi (represif) Tindakan represif merupakan tindakan penegakan hukum


mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai ke pengadilan. Untuk itu harus ada kesamaan
persepsi antara masing-masing unsur penegak hukum yaitu penyidik (Polri dan PPNS), jaksa
penuntut dan hakim. Karena besarnya permasalahan ilegal logging, tindakan represif harus
mampu menimbulkan efek jera sehinga pemberian sanksi hukum harus tepat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Illegal logging yang merupakan permasalahan lingkungan yang sangat meresahkan.


Tidak hanya meresahkan negara Indonesia tetapi juga meresahkan negara-negara lain. Suatu
negara khususnya negara produsen kayu seperti Indonesia tidak bisa menyelesaikan
permasalahan illegal logging hanya dengan mengandalkan sistem dan peraturan negara tetapi
juga membutuhkan bantuan dari negara lain seperti negara konsumen kayu untuk sama-sama
memberantas permasalahan illegal logging yang ada di dunia.
Indonesia sebagai negara produsen kayu yang sering kali dirugikan dengan aktivitas
ilegal logging menjalin kerjasama dengan Uni Eropa yang merupakan salah satu pasar kayu
terbesar Indonesia melalui program garapan Uni Eropa yaitu Forestry Law Enforcement
Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA). Kerjasama ini mulai
dibicarakan secara intens sejak 2007. Pertemuan kedua berlangsung pada bulan Juni di Tahun
yang sama dilaksanakan di Brussells. Lalu pada tahun 2008 bulan Juni perwakilan Indonesia
dan Uni Eropa melangsungkan Techinical Working Group (TWG) pertama di Jakarta,
pertemuan keduaTWG tahun 2009, dan pertemuan ketiga tahun 2010. Yang sampai akhirnya
kedua pihak baik Indonesia dan Uni Eropa sepakat mendatangani perjanjian pada tahun 2013
dan meratifiasikannya pada tahun 2014. Di tahun yang sama kedua belah pihak membuat JIC
untuk memeriksa laporan dan keluhan tentang pembuatan Lisensi FLEGT di kedua pihak dan
menyepakati kapan akan di mulainya lisensi FLEGT yang sudah disepakati pada tanggal 15
September 2016 tersebut yang secara garis beras JIC adalah laporan tahunan dari kedua belah
pihak menganai kerjasama yang Indonesia dan Uni Eropa lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Al Gore (2007), An Incoveinet Truth: The Crisis of Global Warming, Bloomsbury Publishing
Plc, Great Britain, London.

Hartiwiningsih (2007), Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Masalah Tindak


Pidana Lingkungan Hidup di Indonesia, Ringkasan desertasi, UNDIP, Semarang.

Hartiwiningsih (2011 ), Bahan Kuliah Hukum Pidana Ekonomi di Bidang Lingkungan Hidup,
PDIH FH UNS, Surakarta.

Marpaung Leden (1997), Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Sinar Grafica, Jakarta.

Marwan Effendy (2010), Prospek Penegakan Hukum Lingkungan, Makalah disampaikan pada
Rakornas penegakan hukum lingkungan, Kementrian Lingkungan Hidup, The acacia Hotel,
Jakarta.
Michael Banton, Law Enforcement and sosial Control, dalam sociology Of Law, Editor
Vilhelm Aubert, Penguin Books, 1977.

Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan perkembangan dalam pembangunan Nasional, Lembaga


Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung,.

Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan dalam sistem kebijakasanaan Pembangunan


Lingkungan Hidup, PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai