Dosen Pengampuh
Prof. Dr. Teguh Prasetyo, SH, M.Si
OLEH
Mohamad Fajar Susandra, S.P.
211395MMP
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PERKEBUNAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2022
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
c) Tujuan ......................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ......................................................................................................... 4
PENUTUP ....................................................................................................... 15
Kesimpulan ....................................................................................................... 15
Saran ....................................................................................................... 15
i
PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam salah satunya dari sektor
perkebunan. Sejarah perkembangan sektor perkebunan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi. Sistem perkebunan
berhubungan erat dengan penjajahan yang dimulai di Indonesia. Bangsa Eropa seperti Portugis,
Belanda, Inggris dan lainnya datang ke Asia untuk berdagang rempah-rempah. Rempah-rempah
Bangsa Indonesia yang begitu banyak, dan beragam, pada awal mereka datang berdagang rempah
untuk dijual di negaranya. Keuntungan rempah-rempah banyak membuat mereka menjadi ingin
menguasai, dan ingin memonopoli dalam perdagangan rempah-rempah. Ini awal penjajahan
bangsa Eropa di Indonesia pada sektor perkebunan.
Sebelum Bangsa Eropa memperkenalkan sistem perkebunan kala itu, masyarakat
Indonesia telah mengenal sistem kebun sebagai sistem perekonomian tradisional. Hal ini
mengingat masyarakat kita adalah tergolong sebagau masyarakat agraris, dimana usaha kebun
dijadikan usaha pelengkap atau sampingan dalam kegiatan pertanian pokok.
Pada perkembangannya, perubahan sistem yang diterapkan di Indonesia dapat dibedakan
berdasarkan ciri pada pertanian masyarakat agararis pra kolonial atau pra industrial adalah
subsistem. Perubahan subsistem ini terus berkembang sampai Indonesia merdeka. Pada waktu
kemerdekaan, pendiri bangsa ini menempatkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya merupakan sebuah anugerah dari Allah SWT yang diperuntukan bagi bangsa Indonesia
yang tidak dapat terhitung jumlahnya. Sektor perkebunan dipandang mampu memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat secara umum sebagai masyarakat agraris, dan
pada tingkat daerah diharapkan ada peningkatan pendapatan asli daerah sebagai pengembangan
perkebunan. Sektor yang sangat penting dan potensial dikembangkan dalam bidang agraria adalah
perkebunan. 1
Dalam pelaksanananya untuk mendapatkan ijin usaha perkebunan yang berkaitan dengan
pengalihan fungsi lahan maka kita harus mengetahui terlebih dahulu jenis-jenis hutan yang ada
1
Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Dan Undang-Undang Perkebunan, Nusamedia, Bandung, hal.57
1
2
dan jenis hutan apa saja yang bisa di konversikan untuk di usahkan sebagai tempat untuk
melakukan kegiatan perkebunan.
b) Rumusan Masalah
c) Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis hutan yang ada di indonesia?
2. Untuk mengetahui macam dan jenis-jenis perijinan yang ada di perkebunan?
3. Untuk mengetahui Bagaimana proses dan pengurusan perijinan dalam perkebunan?
3
TINJAUAN PUSTAKA
1.Jenis-jenis hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan atau tumbuhan
lainnya. Fungsi hutan sangat penting untuk keperluan pelestarian alam dan juga sebagai
penyeimbang ekosistem. Terdapat beberapa jenis-jenis hutan yang ada di dunia, misalnya saja
seperti hutan hujan tropis, hutan bakau, hutan musim, hutan tundra, dan lain sebagainya. Menurut
KBBI, pengertan hutan adalah tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon. Indonesia termasuk salah
satu negara yang memiliki banyak hutan. Hutan di Indonesia paling banyak dapat ditemui di daerah
Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Hutan merupakan paru-paru dunia sebagai sumber penghasil
oksigen alami bagi keberlangsungan hidup manusia. Ada banyak fungsi dan manfaat hutan yang
lainnya, misalnya untuk menjaga keseimbangan ekosistem, sebagai habitat makhluk hidup tinggal,
serta untuk menjaga kesuburan tanah. Hutan juga berperan untuk mengatur iklim, mendatangkan
hujan, mencegah bencana banjir dan longsor serta untuk menampung air bersih.
Banyaknya manfaat hutan membuat hutan harus dilestarikan, meski faktanya ada banyak
kasus penebangan hutan ilegal atau pembakaran hutan. Peran hutan penting untuk
keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup di bumi. Hutan sendiri bervariasi jenis-
jenisnya, dan bisa dibedakan menurut beberapa faktor dan kriteria tertentu. Berikut akan dibahas
mengenai apa saja macam-macam hutan berdasarkan fungsi, iklim, tempat, jenis pohon, dan proses
terjadinya, lengkap beserta ciri-ciri dan contohnya.
yang cukup untuk usaha perkebunan. Namun, dengan kemajuan teknologi saat ini masyarakat yang
tinggal di perkotaan bukan tidak mungkin menjalankn usaha perkebunan juga.
PEMBAHASAN
• Hutan lindung, yakni jenis hutan yang berfungsi menjaga kelestarian tanah dan tata air
wilayah, yang digunakan untuk mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara
kesuburan tanah.
• Hutan suaka alam, yakni jenis hutan yang berfungsi untuk perlindungan alam hayati
atau pelestarian flora dan fauna yang hampir punah, bisa berupa cagar alam atau suaka
margasatwa.
• Hutan wisata, yakni jenis hutan yang berfungsi untuk kepentingan pariwisata dan
rekreasi bagi wisatawan dan turis, bisa berupa taman wisata, taman baru atau taman laut.
• Hutan produksi, yakni jenis hutan yang berfungsi sebagai penghasil kayu dan hasil
hutan lain untuk kegiatan produksi.
• Hutan hujan tropis, yakni jenis hutan yang yang berada di dekat garis
khatulistiwa dengan suhu udara dan curah hujan yang tinggi, umumnya berada di
daerah Amerika Selatan, Afrika, Asia Tenggara, dan Indonesia.
5
• Hutan musim, yakni jenis hutan yang terdapat di wilayah yang mengalami
perubahan musim yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan.
• Hutan hujan iklim sedang, yakni jenis hutan yang terdapat di wilayah dengan
iklim sedang dengan kondisi tumbuhan yang tinggi dan heterogen.
• Hutan pegunungan tropis, yakni jenis hutan yang terdapat di wilayah dengan
iklim pegunungan.
• Hutan lumut, yakni jenis hutan yang terdapat di daerah dengan ketinggian 2500
meter ke atas, terdiri dari pohon yang kerdil.
• Taiga, yakni jenis hutan yang terdapat di tempat terdingin di daerah iklim hutan,
bisa ditemui di Amerika Utara dan Eropa.
• Sabana, yakni jenis hutan berupa padang rumput, terdiri dari banyak rumput
ilalang dan semak belukar serta beberapa pohon besar.
• Hutan pantai, yakni jenis hutan yang tumbuh di daerah dekat pantai, sering
disebut juga sebagai hutan bakau atau hutan mangrove.
• Hutan rawa, yakni jenis hutan yang daerah rawa-rawa dengan berbagai jenis
tumbuhan dan tanahnya selalu digenangi air, sering disebut sebagai hutan
gambut.
• Hutan dataran rendah, yakni jenis hutan yang berada di daerah dataran rendah
dengan ketinggian di bawah 1200 meter.
• Hutan pegunungan, yakni jenis hutan yang berada di daerah pegunungan dengan
ketinggian di atas 1300 meter.
Berdasarkan jenis pohonnya, terdapat 2 (dua) macam-macam hutan yakni hutan homogen
dan hutan heterogen.
• Hutan homogen, yakni jenis hutan yang hanya terdiri dari 1 jenis pohon saja,
misalnya seperti hutan jati, hutan karet, hutan bambu, dan lain sebagainya.
6
• Hutan heterogen, yakni jenis hutan yang terdiri dari berbagai jenis pohon dan
tumbuhan, misalnya seperti hutan hujan tropis, hutan rimba, dan lain sebagainya.
Berdasarkan proses terjadinya, terdapat 2 (dua) macam-macam hutan yakni hutan alami
dan hutan buatan.
• Hutan alami, yakni jenis hutan yang terbentuk secara alami, misalnya seperti
hutan rimba, hutan hujan tropis, dan lain sebagainya.
• Hutan buatan, yakni jenis hutan yang terbentuk karena dibuat oleh manusia,
misalnya seperti hutan lindung, hutan wisata, dan lain sebagainya.
Sebelum menjalankan usaha perkebunan, perlu diketahui terdapat tiga jenis usaha
perkebunan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan (UU
Perkebunan). Berikut tiga jenis usaha perkebunan tersebut (Pasal 41 UU Perkebunan).
3. Usaha Jasa Perkebunan Merupakan kegiatan untuk mendukung usaha budi daya
tanaman dan / pengolahan hasil perkebunan.
Untuk Usaha Budi Daya Tanaman Perkebunan dan Usaha Pengolahan Hasil Perkebunan
hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang memiliki hak atas tanah dan/atau izin
usaha perkebunan. Perusahaan perkebunan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk
mendapatkan izin usaha perkebunan. Berikut persyaratan untuk mendapatkan izin usaha
perkebunan (Pasal 45 ayat (1) PP Perkebunan) :
1. Izin lingkungan;
2. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah; dan
3. Kesesuaian dengan rencana perkebunan.
Selain persyaratan tersebut, perusahaan perkebunan juga wajib memenuhi beberapa hal berikut
Pasal 45 ayat (2) PP Perkebunan):
1. Usaha budi daya perkebunan harus mempunyai sarana, prasarana, sistem, dan sarana
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;
2. Usaha pengolahan hasil perkebunan harus memenuhi sekurang-kurangnya 20% dari
keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri.
Usaha perkebunan tersebut dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh Pelaku
Usaha Perkebunan, sesuai Perencanaan Pembangunan Perkebunan Nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.4 Perlu diketahui bahwa badan hukum asing atau perorangan warga negara asing
2
Pasal 1 angka 2 Permentan 98/2013
3
Pasal 1 angka 1 Permentan 98/2013
4
Pasal 3 ayat (2) Permentan 98/2013
8
yang melakukan Usaha Perkebunan wajib bekerja sama dengan Pelaku Usaha Perkebunan dalam
negeri dengan membentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.5
5
Pasal 4 Permentan 98/2013
6
Pasal 3 ayat (1) Permentan 98/2013
7
Pasal 1 angka 3 Permentan 98/2013
8
Pasal 5 ayat (1) dan (2) Permentan 98/2013
9
STD-B adalah keterangan budidaya yang diberikan kepada pekebun (Pasal 1 angka 13 Permentan 98/2013)
10
Pasal 5 ayat (3) dan (4) Permentan 98/2013
9
Pengusaha jenis ini wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (“IUP-B”)11 yang
berlaku selama perusahaan masih melaksanakan kegiatan sesuai dengan baku teknis dan
peraturan perundang-undangan.12
1. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas kurang dari 5 ton Tandan Buah
Segar (TBS) per jam:
a. Dilakukan pendaftaran oleh bupati/walikota. Pendaftaran tersebut paling kurang berisi
data identitas dan domisili pemilik, lokasi, kapasitas produksi, jenis bahan baku,
sumber bahan baku, jenis produksi, dan tujuan pasar.14
b. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan yang terdaftar diberikan Surat Tanda
Daftar Usaha Perkebunan untuk Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P)15 yang
berlaku selama Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan masih dilaksanakan.16
2. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan kelapa sawit, teh dan tebu dengan kapasitas
sama atau melebihi 5 ton TBS per jam:
Pengusaha jenis ini wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (“IUP-P”)17,
yang berlaku selama perusahaan masih melaksanakan kegiatan sesuai dengan baku teknis dan
peraturan perundang-undangan.18
Usaha Perkebunan yang Terintegrasi antara Budidaya dengan Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan
11
Pasal 8 Permentan 98/2013
12
Pasal 20 ayat (1) Permentan 98/2013
13
Pasal 1 angka 4 Permentan 29/2016
14
Pasal 6 ayat (1) dan (2) jo. Lampiran II Permentan 98/2013
15
STD-P adalah keterangan industri yang diberikan kepada pekebun (Pasal 1 angka 14 Permentan 98/2013)
16
Pasal 6 ayat (3) dan (4) Permentan 98/2013
17
Pasal 9 Permentan 98/2013
18
Pasal 20 ayat (1) Permentan 98/2013
10
Merupakan Usaha Budidaya Tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000 hektar atau lebih, teh
dengan luas 240 hektar atau lebih, dan tebu dengan luas 2.000 hektar atau lebih yang wajib
terintegrasi dalam hubungan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan. 19 Usaha
Budidaya Tanaman Perkebunan yang terintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (“IUP”)20 yang berlaku selama perusahaan
masih melaksanakan kegiatan sesuai dengan baku teknis dan peraturan perundang-undangan.21
19
Pasal 10 ayat (1) Permentan 98/2013
20
Pasal 10 ayat (2) Permentan 98/2013
21
Pasal 20 ayat (1) Permentan 98/2013
22
Pasal 19 Permentan 98/2013
23
Pasal 21 Permentan 98/2013
11
g. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari dinas yang membidangi kehutanan, apabila areal
yang diminta berasal dari kawasan hutan;
h. Rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan kebun
masyarakat sekitar, rencana tempat hasil produksi akan diolah;
i. Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan;
j. Pernyataan kesanggupan:
1) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT);
2) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
3) memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar yang dilengkapi dengan
rencana kerja dan rencana pembiayaan; dan
4) melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar
perkebunan;
dengan menggunakan format pernyataan dalam Lampiran X Permentan 98/2013.
k. Surat Pernyataan dari Pemohon bahwa status Perusahaan Perkebunan sebagai usaha mandiri
atau bagian dari Kelompok (Group) Perusahaan Perkebunan belum menguasai lahan melebihi
batas paling luas (40.000 hektar untuk perkebunan kelapa24), dengan menggunakan format
Pernyataan dalam Lampiran XI Permentan 98/2013.
IUP-P
Untuk memperoleh IUP-P, Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan
bermeterai cukup kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan, dilengkapi
persyaratan sebagai berikut:25
a. Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan perubahan terakhir yang telah terdaftar di
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, komposisi kepemilikan saham, susunan
pengurus dan bidang usaha perusahaan;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Surat Izin Tempat Usaha;
24
Pasal 17 ayat (1) jo. Lampiran V Permentan 98/2013
25
Pasal 22 Permentan 98/2013
12
26
Pasal 23 Permentan 98/2013
13
g. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari dinas yang membidangi kehutanan, apabila areal
yang diminta berasal dari kawasan hutan;
h. Jaminan pasokan bahan baku dengan menggunakan format dalam Lampiran IV dan Lampiran
XII Permentan 98/2013;
i. Rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasil perkebunan termasuk rencana
fasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar;
j. Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan;
k. Pernyataan kesanggupan:
1) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT);
2) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
3) memfasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar yang dilengkapi dengan
rencana kerja dan rencana pembiayaan; dan
4) melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan Masyarakat Sekitar
perkebunan;
dengan menggunakan format Pernyataan dalam Lampiran X Permentan 98/2013.
l. Surat Pernyataan dari Pemohon bahwa status Perusahaan Perkebunan sebagai usaha mandiri
atau bagian dari Kelompok (Group) Perusahaan Perkebunan belum menguasai lahan melebihi
batas paling luas (100.000 hektar untuk perkebunan kelapa sawit27), dengan menggunakan
format Pernyataan dalam Lampiran XI Permentan 98/2013.
27
Pasal 17 ayat (2) jo. Lampiran VI Permentan 98/2013
28
Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Permentan 98/2013
29
Pasal 26 ayat (1) Permentan 98/2013
14
3. Apabila hasil pemeriksaan dokumen telah lengkap dan benar, gubernur atau bupati/walikota
paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak memberikan jawaban menyetujui
harus mengumumkan permohonan pemohon yang berisi identitas pemohon, lokasi kebun
beserta petanya, luas dan asal lahan serta kapasitas industri pengolahan hasil perkebunan
kepada masyarakat sekitar melalui papan pengumuman resmi di kantor kecamatan,
bupati/walikota atau kantor gubernur dan website pemerintah daerah setempat selama 30 hari
sesuai kewenangan.30
4. Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, masyarakat sekitar memberikan masukan atas
permohonan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti dan dokumen pendukung.31
5. Gubernur atau bupati/walikota setelah menerima masukan atau tidak ada masukan dari
masyarakat sekitar, dalam jangka waktu 30 hari di atas, melakukan kajian paling lambat 10
hari kerja.32
6. Permohonan disetujui dan diterbitkan IUP-B, IUP-P atau IUP setelah dilakukan pengkajian
atas masukan masyarakat sekitar dan tidak ada sanggahan selama jangka waktu pengumuman
resmi dan website pemerintah daerah setempat.33
7. IUP-B, IUP-P atau IUP yang diterbitkan wajib diumumkan melalui papan pengumuman resmi
di kantor kecamatan, bupati/walikota atau kantor gubernur sesuai kewenangan dan website
pemerintah daerah setempat.34
30
Pasal 26 ayat (2) Permentan 98/2013
31
Pasal 26 ayat (3) Permentan 98/2013
32
Pasal 26 ayat (4) Permentan 98/2013
33
Pasal 26 ayat (5) Permentan 98/2013
34
Pasal 26 ayat (6) Permentan 98/2013
15
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan mengetahui jenis-jenis dan macam hutan yang ada maka pemanfaatan hutan
maupun pengalihfungsiananya yang berkaitan dengan kegiatan budidaya maka kita harus
bijaksana dalam memilih pondasi dasar untuk melakukan pemilihan areal yang nantinya akan di
pergunakan untuk berkegiatan melakukan budidaya tanaman yng kita inginkn. Kemudian merujuk
pada autran yang ada pemilihan areal yang menjadi tempat budidaya tanaman yang kita inginkan
harus merujuk pada peraturan yang ada sebelum terbit IUP (Izin Lingkungan, Kesesuaian Dengan
Rencana Tata Ruang dan Wilayah, dan Kesesuaian Dengan Rencana Perkebunan.
Saran
Perlu diberikan sosialisasi serta bantuan edukasi dari pemerintah kepada para pekebun dan
perusahaan tentang pentingnya mengenali jenis macam dan fungsi hutan, sertamengerti tentang
legalitas dan cara mengurus perizinan pendirian perkebunan maupun pabrik pengolahannya.
DAFTAR PUSTAKA
AURIGA. (2017). Analisis ekspansi kebun sawit di hutan negara dan potensi kerugiannya.
Disampaikan pada FGD Penyelesaian Masalah Tenurial Perkebunan Sawit menuju
Pengelolaan Sawit Berkelanjutan, 29 Maret 2017 di Jakarta.
AURIGA. (2019). Pemetaan Tutupan Sawit Nasional. Disampaikan pada acara Konsultasi Pakar
“Tipologi penguasaan lahan perkebunan sawit di dalam kawasan hutan dan strategi
penyelesaiannya” tanggal 14 Februari 2019 di Jakarta.
Budidarsono, S., Sirait, M. T., & Pradhan, U. (2014). A new trend in palm oil production in the
context of changing global demands: a portrayal of oil palm development in Riau
Province, Sumatra, Indonesia. Brief No. 43. Bogor, Indonesia: World Agroforestry
Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Program.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2015). Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016: Kelapa Sawit.
Jakarta, Indonesia: Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian
Konsorsium Pembaruan Agraria. (2017). KPA persiapkan lokasi prioritas reforma agraria dan
sistem perkebunan sawit yang berkeadilan. Retrieved January 2, 2019, from
https://perkumpulanwallacea. wordpress.com/2017/11/14/kpa-persiapkan-lokasi-
prioritas-reforma-agraria-dan-sistemperkebunan-sawit-yang-berkeadil…
16