Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN

“Kebakaran Hutan”

Disusun Oleh :

WIWIT WIDIYANINGSIH

NIM : 23012096

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN JALUR RPL

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah berjudul Kebakaran Hutan ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Bahasa Indonesia.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak–pihak yang telah


mendukung dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Penyusun dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat bermanfaat. Akhir kata
melalui kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih.

Surabaya, 16 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................1

1.2 Landasan Teori.......................................................................................2

1.2.1 Jenis Hutan ..................................................................................3

1.2.2 Fungsi Hutan.................................................................................4

1.3 Rumusan Masalah………………….…………………………………………...6

1.4 Tujuan Penulisan...……………………………………………………………...5

1.5 Manfaat Penulisan………………………………………………………………5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................6

2.1 Definisi Kebkaran Hutan.........................................................................6

2.2 Jenis Kebakaran Hutan...........................................................................7

2.3 Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan ................................................7

2.3.1 Faktor Alam.................................................................................7

2.3.1 Faktor Ulah Tangan Dan Kecerobohan Manusia........................8

2.4 Proses Terjadinya Kebakaran Hutan......................................................9

2.5 Akibat Dan Dampak Kebakaran Hutan...................................................10


2.5.1 Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan...........10

2.5.2 Dampak Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi.......................11

2.5.2 Dampak Terhadap Hubungan Antar Negara..............................12

2.7 Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan..................................................13

ii
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................20

3.1 Kesimpulan.............................................................................................20

3.2 Saran...................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan suatu nikmat yang sangat besar yang


dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada seluruh manusia
terkhususnya bangsa Indonesia. Dari hutan manusia dapat menghirup
oksigen dengan leluasa dan juga sebagai tempat yang sangat berharga bagi
hewan yang hidup didalamya. Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi
dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan. Kawasan-kawasan semacam
ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai
penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator
arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek
biosfer Bumi yang paling penting.

Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki sumber daya


hutan terbesar kedua sedunia ini merupakan paru-paru dunia. Lebih kurang
4000 jenis tumbuhan yang tumbuh pada berbagai formasi hutan dan tipe
hutan telah diketahui (terutama di Hutan Hujan Tropis) dan sekitar 400 jenis
pohon telah diketahui nilai komersial kayunya.

Kebakaran hutan merupakan suatu peristiwa yang sangat merugikan


semua pihak, baik dari kalangan manusia yang berekonomi rendah, sedang
bahkan tingkat atas dan juga sangat berdampak pada turunnya populasi
hewan bahkan bisa punah. Kebakaran hutan terkhusus di Indonesia
umumnya dilatarbelakangi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan
seperti penambang kayu hutan, para petani yang ingin membuat lahan baru
atau memperluas lahan dan juga para pendiri pabrik yang menginginkan
keuntungan yang sangat besar dengan mendirikan pabriknya hanya dengan
modal yang kecil bahkan tanpa modal. Pembabat hutan secara ilegal disebut
dengan Illegal Loging. Kebakaran merupakan salah satu fenomea yang
menggangu aktivitas manusia, baik dari segi ekologi, sosial, budaya, ekonomi
maupun kerusakkan lingkungan dan lain-lain. Hanya saja wawasan
masyarakat akan pentingnya pengetahuan penyebab, dampak, proses,
pencegahan dan penanggulangan dinilai masih cukup kurang bahkan tidak
ada rasa kepedulian sama sekali. Walaupun sudah diteapkan peraturan dan
perundangan tentang kehutanan (Undang-undang Republik Indonesia nomor
41 tahun 1999 Tentang kehutanan) tetap saja masyarakat belum mengetahui
isi keseluruhan peraturan tersebut.

1.2 Landasan Teori

1.2.1 Jenis Hutan

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan yang luas di
dunia. Luas hutan tersebut dulu mencapai 113 juta hektar dan terus
berkurang drastis akibat kebodohan oknum pemerintah dan penjahat yang
selalu haus uang dengan membabat dan menggunduli hutan demi mendapat
keuntungan yang besar tanpa melihat dampak bagi lingkungan global.

Berikut di bawah ini adalah pembagian macam-macam atau jenis-jenis


hutan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia disertai arti definisi
dan pengertian :

1. Hutan Bakau

Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur.


Contoh : Pantai Timur Kalimantan, Pantai Selatan Cilacap, dll.

2. Hutan Sabana

Hutan sabana adalah hutan padang rumput yang luas dengan jumlah
pohon yang sangat sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh : Nusa
tenggara.

3. Hutan Rawa

Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan


tumbuhan nipah tumbuh di hutan rawa. Contoh : Papua selatan, Kalimantan,
dsb.

4. Hutan Hujan Tropis

Hutan hujan tropis adalah hutan lebat atau hutan rimba belantara yang
tumbuh di sekitar garis khatulistiwa (ekuator) yang memiliki curah hujan yang
sangat tinggi. Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang
tinggi, bertanah subur, humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh
manusia. Hutan ini sangat disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak
legal jahat yang senang merusak hutan dan merugikan negara trilyunan
rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera, dsb.

5. Hutan Musim

Hutan musim adalah hutan dengan curah hujan tinggi namun punya
periode musim kemarau yang panjang yang menggugurkan daun di kala
kemarau menyelimuti hutan.

Di samping itu hutan terbagi atau dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Hutan Wisata

Hutan wisata adalah hutan yang dijadikan suaka alam yang ditujukan
untuk melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan / binatang langka agar tidak
musnah / punah di masa depan. Hutan suaka alam dilarang untuk ditebang
dan diganggu dialih fungsi sebagai buka hutan. Biasanya hutan wisata
menjadi tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.

2. Hutan Cadangan

Hutan cadangan merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan


pertanian dan pemukiman penduduk. Di pulau jawa terdapat sekitar 20 juta
hektar hutan cadangan.

3. Hutan Lindung

Hutan lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga


ketaraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak
terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai
penanggulang pencematan udara seperti CO2 (karbon dioksida) dan CO
(karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi dari perusakan
penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar lereng
dan bibir pantai.

4. Hutan Produksi atau Hutan Industri


Hutan produksi yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk
menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat
dikategorikan menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya.
Hutan rimba adalah hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah
hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis
tanaman saja. Hutan rimba yang diusahakan manusia harus menebang
pohon denga sistem tebang pilih dengan memilih pohon yang cukup umur
dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut rusak.

1.2.2 Fungsi Hutan

A. Penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink)

Karbondioksida diketahui sebagai salah satu gas yang dapat


menyebabkan efek rumah kaca. Karbondioksida dihasilkan dari hasil
pernapasan makhluk hidup, dalam hal ini manusia dan hewan, dan dari sisa
buangan industri dan kendaraan bermotor.

Lain halnya dengan tumbuhan dan pepohonan. Tumbuhan dan


pepohonan memerlukan gas karbondioksida untuk dapat hidup. Fungsi hutan
sebagai penampung karbondioksida ini erat kaitannya dengan keberadaan
tumbuhan dan pepohonan di tempat tersebut. Seperti yang telah kita ketahui
bersama pohon dan tumbuhan akan mengkonversi gas karbondioksida
menjadi gas oksigen melalui proses fotosintesis. Gas oksigen diketahui
sebagai gas yang sangat diperlukan oleh manusia untuk melangsungkan
hidupnya.

Reaksi konversi gas karbon dioksida menjadi gas oksigen adalah sebagai
berikut :

12 H2O + 6 CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6 O2 + 6 H2O

Pada hasil reaksi terdapat glukosa yang digunakan oleh tumbuhan dan
pohon sebagai energi untuk tumbuh dan berkembang. Proses fotosintesis ini
berlangsung pada daun dari tumbuhan dan pepohonan. Laju fotosintesis ini
dipengaruhi dari luas permukaan dari daun tumbuhan dan pepohonan.
Semakin luas permukaan daun, semakin tinggi laju fotosintesis yang berarti
semakin tinggi laju penyerapan gas karbondioksida.
B. Habitat hewan

Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang


biak. Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan paling tidak lingkungan
fisiknya di sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan
dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939),
habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau
populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Hutan merupakan
salah satu contoh habitat hewan.

C. Modulator arus hidrologika

Siklus atau arus hidrologika adalah sirkulasi air yang tidak pernah
berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.

Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses


siklus hidrologika tersebut dapat berjalan secara kontinu.

Fungsi dari hutan dalam arus hidrologika ini sendiri adalah sebagai
modulator, yaitu salah satu tempat pemodifikasian dari uap air ke air begitu
seterusnya tidak berhenti. Dan jika arusnya dihentikan dengan terbakarnya
hutan dapat mengganggu siklus atau arus tersebut.

D. Pelestari tanah

Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan peristiwa


yang berkaitan dengan masalah tanah. Banjir telah menyebabkan pengikisan
lapisan tanah oleh aliran air yang disebut erosi yang berdampak pada
hilangnya kesuburan tanah serta terkikisnya lapisan tanah dari permukaan
bumi. Tanah longsor disebabkan karena tak ada lagi unsur yang menahan
lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan. Akar-akar
dari pohon di hutan berfungsi sebagai unsur yang menahan lapisan tanah
pada tempatnya. Sehingga peristiwa seperti diatas tidak terjadi. merupakan
salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.1

Biosfer adalah bagian luar dari planet Bumi, mencakup udara, daratan,
dan air, yang memungkinkan kehidupan dan proses biotik berlangsung.
Dalam pengertian luas menurut geofisiologi, biosfer adalah sistem ekologis
global yang menyatukan seluruh makhluk hidup dan hubungan antarmereka,
termasuk interaksinya dengan unsur litosfer (batuan), hidrosfer (air), dan
atmosfer (udara) Bumi. Bumi hingga sekarang adalah satu-satunya tempat
yang diketahui yang mendukung kehidupan. Salah satu contoh biosfer yang
paling penting adalah hutan.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dicantumkan pada
makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apa definisi dari kebakaran hutan

2. Apa saja jenis kebakaran hutan

3. Apa penyebab terjadinya kebakaran hutan

4. Apa dampak kebakaran hutan

5. Bagaimana cara menanggulangi kebakaran hutan

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui definisi kebakaran hutan.

2. Untuk mengetahui jenis kebakaran hutan.

3. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan.

1
4. Untuk mengetahui proses terjadinya kebakaran.

5. Untuk mengetahui dampak dari kebakaran hutan.

6. Untuk mengetahui upaya pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan.

1.5. Manfaat Penulisan

Penulisan makalah tentang Kajian dan Analisis Kasus Kejadian


Kebakaran Hutan diharapkan dapat memberikan pemahaman secara
keseluruhan dan dampak dari fenomena kebakaran hutan yang sering terjadi
terhadap berbagai sektor dan mencari alternatif penanggulangannya baik
berupa pencegahan maupun pengendaliannya kepada mahasiswa khususnya
mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan konsentrasi
peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Selain itu juga diharapkan dari
ilmu dan pemahaman yang diperoleh mahasiswa dapat meningkatkan
pengetahuan dan sarana pengembangan yang telah didapat dalam
perkuliahan sehingga diperoleh pengalaman langsung.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kebakaran Hutan

Kebakaran liar, atau juga kebakaran hutan, kebakaran vegetasi,


kebakaran rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang
terjadi di alam liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau
sumber daya pertanian. Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan
manusia, dan pembakaran. Musim kemarau dan pencegahan kebakaran
hutan kecil adalah penyebab utama kebakaran hutan besar.

Kebakaran hutan dalam bahasa Inggris berarti "api liar" yang berasal
dari sebuah sinonim dari Api Yunani, sebuah bahan seperti-napalm yang
digunakan di Eropa Pertengahan sebagai senjata maritim.

Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata


dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran
indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran
identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran
dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah
kebakaran hutan dengan pembakaran terkendali merupakan suatu istilah
yang berbeda. Penggunaan istilah ini sering kali mengakibatkan timbulnya
persepsi yang salah terhadap dampak yang ditimbulkannya.

Kebakaran hutan adalah “Suatu keadaan dimana hutan dilanda api


sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan.”2

Adapun definisi oleh pakar kehutanan, Saharjo B.H bahwa kebakaran


hutan adalah “Pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta
mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput,
ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma,
semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon.”3

Dapat dijabarkan definisi dari kebakaran hutan adalah terkabakarnya


pepohonon, rumput dan sejenisnya didalam hutan baik yang disengaja

3
ataupun tidak disengaja sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem yang
berdampak kurangnya produksi oksigen dan terjadinya pemanasan suhu
serta mengecilkan atau menghilangkan lingkungan bagi hewan yang hidup
didalam hutan.

2.2 Jenis Kebakaran Hutan

Jenis Kebakaran Hutan dikategorikan menjadi tiga tipe, yaitu Surface


Fire, Crown Fire dan Ground Fire. Atau dapat diuraikan sebagai berikut.

A. Surface Fire (Kebakaran Permukaan)

Kebakaran permukaan mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di


lantai hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, dolok-dolok yang
bergelimpangan di lantai hutan, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang
berada di bawah tajuk pohon dan di atas permukaan tanah.

B. Crown Fire (Kebakaran Tajuk)

Jenis lain kebakaran hutan adalah Crown Fire di mana mahkota pohon
dan semak terbakar, seringkali ditopang oleh api permukaan. Api mahkota
terutama sangat berbahaya di hutan jenis konifera karena bahan resinous
diberikan dari pembakaran kayu membakar marah. Pada lereng bukit, jika api
mulai menurun, menyebar dengan cepat seperti udara dipanaskan
berdekatan dengan lereng cenderung mengalir ke atas lereng penyebaran api
bersama dengan itu. Jika api mulai menanjak, ada kemungkinan kurang dari
itu menyebar ke bawah.

C. Ground Fire (Kebakaran Bawah)

Kebakaran ini biasanya berkombinasi dengan kebakaran permukaan,


kebakaran yang terjadi dipermukaan akan merambat mengkonsumsi bahan
bakar berupa material organik yang terdapat di bawah permukaan
tanah/lantai hutan melalui pori-pori tanah atau akar pohon sehingga kadang
hanyai dijumpai asap putih yang keluar dari permukaan tanah. Kebakaran ini
umum terjadi pada lahan gambut.

2.3 Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan


Kebakaran hutan terjadi bukan dikarenakan illegal loging saja, tetapi
sangat banyak penyebabnya mulai dari faktor alam sampai yang disebabkan
oleh manusia. Berikut uraian penyebab terjadinya kebakaran hutan.

2.3.1 Faktor Alam

a. Sambaran petir

petir memiliki energi yang berubah menjadi percikan api yang apabila
terkena pada dedaunan dan kayu kering dapat menimbulkan titik api yang
lebih besar.

b. Benturan longsuran batu

Satu batu dengan batu lainnya apabila bergesekkan akan


menimbulkan energi yang dapat berubah menjadi oercikan api yang sproses
selanjutnya sama seperti di atas.

c. Singkapan batu bara

Batubara merupakan salah satu bahan bakar, apabila iklim suhu terlalu
tinggi dapat membakar batu bara dengan sendirinya.

d. Tumpukan daun kering

e. Fenomena iklim El-Nino

El Nino adalah fenomena alam dan bukan badai, secara ilmiah


diartikan dengan meningkatnya suhu muka laut di sekitar Pasifik Tengah dan
Timur sepanjang ekuator dari nilai rata-ratanya dan secara fisik El Nino tidak
dapat dilihat. Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian
besar wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah hujan ini
sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut. Namun karena posisi
geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh
wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino yang pernah
menimbulkan kekeringan panjang di Indonesia. Curah hujan berkurang dan
keadaan bertambah menjadi lebih buruk dengan meluasnya kebakaran hutan
dan asap yang ditimbulkannya.
2.3.2 Faktor Ulah Tangan Dan Kecerobohan Manusia

a. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-


pindah. Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di
kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara
pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk
perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah
mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi
karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang
memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.

b. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH)


untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.

c. Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk


pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal
yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan
pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah
dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas
pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau
perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.

d. Kecerobohan dengan merokok dan membuang puntung rokok di hutan.

Sikap waspada di hutan dengan tidak menyalakan sumber api


sembarangan sangat di perlukan, karena menghindari terjadinya sambaran
api dari sumber api ke dedaunan atau kayu kering yang ada dihutan.

e. Membiarkan bara api setelah berkemah, dll.

f. Bara api yang tidak dipadamkan secara benar-benar padam dapat tertiup
udara bebas dan akhirnya menimbulkan nyala api yang lebih besar dan
menyambar ke dedaunan atau kayu kering yang ada dihutan.

2.4. Proses Terjadinya Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran pemukaan


dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan, kemudian api
menyebar tidak menentu secara perlahan dibawah permukaan, membakar bahan
organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar/pohon yang
bagian atasnya terbakar. Dalam perkembangannya, api menjalar secara vertical
dan horizontal membentuk kantong asap dengan pembakaran tidak menyala
(soldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang tampak di atas
permukaan. Mengingat peristiwa kebakaran terjadinya didalam tanah dan hanya
asapnya saja yang muncul ke permukaan, maka kegiatan pemadaman akan
mengalami banyak kesulitan.

Menurut De Bano et al. (1998), proses pembakaran terdiri dari lima fase yaitu.

1. Pre-ignition (Pra- Penyalaan)

Dehidrasi/distilasi dan pirolisis merupakan proses-proses yang terjadipada


fase Pre-ignition. Karena bahan bakar berada di bagian depan nyala api, maka
pemanasan melalui radiasi dan konveksi akan lebih dari 100◦C, sehingga uap air,
bahan organik yang tidak terbakar, dan zat ekstraktif berkumpul di permukaan bahan
bakar dan dikeluarkan ke udara.

2. Flaming combustion (Penyalaan)

Fase ini berupa reaksi eksotermik yang menyebabkan kenaikan suhu


dari 300 - 500◦C. Pirolisis mempercepat proses oksidasi (flaming) dari gas-gas yang
mudah terbakar. Akibatnya, gas-gas yang mudah terbakar dan uap hasil pirolisis
bergerak ke atas bahan bakar, bersatu dengan O2 dan terbakar selama fase
flaming. Panas yang di hasilkan dari reaksi flaming mempercepat laju pirolisis dan
melepaskan jumlah yang besar dari gas-gas yang mudah terbakar. Api akan
membesar dan sulit dikendalikan, terlebih jika ada angin. Pada fase ini dihasilkan
berbagai produk pemabakaran seperti: air, CO2, sulfur oksida, gas nitrogen dan
nitrogen oksida. Kemudian terjadi kodensasi dari tetesan ter dan soot < 1 urn
membentuk asap (smoke) yang merupakan polutan udara yang penting.

3. Smoldering (Pembaraan)

“Smoldering” adalah fase awal di dalam pembakaran untuk tipe bahan bakar
duff dan tanah organic. Laju penjalaran api menurun karena bahan bakar tidak dapat
mensuplai gas-gas yang mudah terbakar. Panas yang dilepaskan menurun dan
suhunya pun menurun, gas-gas lebih terkondensasi ke dalam asap.
4. Glowing (Pemijaran)

Fase glowing merupakan bagian akhir dari proses smoldering. Pada fase ini
sebahagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen
mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang
mengarang. Produk utama dari fase “glowing” adalah CO, CO2 dan abu sisa
pembakaran. Pada fase ini temperature puncak dari pembakaran bahan bakar
berkisar antara 300 – 600 0C.

5. Extinction

Kebakaran akhirnya berhenti pada saat semua bahan bakar yang tersedia
habis, atau pada saat panas yang dihasilkan dalam proses smoldering atau flaming
tidak cukup untuk menguapkan sejumlah air dari bahan bakar yang basah. Panas
yang diserap oleh air bahan bakar, udara sekitar, atau bahan inorganik (seperti batu-
batuan dan tanah mineral) mengurangi jumlah panas yang tersedia untuk
pembakaran, sehingga mempercepat proses extinction.4

2.5. Akibat Dan Dampak Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan sungguh sangat merugikan negara, masyarakat bahkan


hewan yang beruanglingkup dihutan. Hutan yang dijadikan sebagai sumber oksigen
bagi semua makhluk hidup dan tempat hidup bagi hewan akan.Akibat dan dampak
kebakaran hutan dapat dikelompokkan dalam beberapa bidang.

2.5.1 Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan

A. Tercemarnya udara, oleh gas CO dan CO2.

B. Reaksi oksidasi yang terjadi pada proses pembakaran zat organik pada kayu
atau daun kering akan menghasilkan gas CO dan CO2, terutama gas CO2 yang
akan membuat suhu bumi meningkat.

C. Hilangnya sejumlah spesies flora & fauna.

Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenis-jenis pohon namun


juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa

4
yang ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar
karena api telah mengepung dari segala penjuru. Belum ada penelitian yang
mendalam seberapa banyak spesies yang ikut tebakar dalam kebakaran hutan
diIndonesia.

D. Ancaman erosi

Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran


tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju
tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan
ketika run off terjadi, ketiadaan akar tanah - akibat terbakar - sebagai pengikat
akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya
potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.

E. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan.

Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai


catchment area, penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari
suatu ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi.
Ketika hutan tersebut terbakar fungsi catchment area tersebut juga hilang dan
karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang diudara. Dalam suatu
ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan baik karena
hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut.

F. Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukkan menjadi lahan-lahan


perkebunan dan kalaupun tidak maka ia akan menjadi padang ilalang yang akan
membutuhkan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula.

G. Penurunan kualitas air.

Kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan perubahan


kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang
muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam
menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di
atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah
sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di
atas gunung ataupun di hulu sungai sana.
H. Terganggunya ekosistem terumbu karang.

Terganggunya ekosistem terumbu karang lebih disebabkan faktor asap.


Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan.
Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies
lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa.

I. Sedimentasi di aliran sungai.

Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di


bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai
bersangkutan akibat erosis yang terus menerus.5

2.5.2 Dampak Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi

A. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat yang tinggal di pinggiran dan


sekitar hutan.

Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil


hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari
kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara
otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usaipun
dipastikan bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa
mengambil hasil hutan tersebut seperti rotan, karet.

B. Terganggunya aktivitas sehari-hari.

Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang


dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagianorang tidak
dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari menembus
udara yang penuh dengan asap. Demikian pula terhadap banyak aktivoitas yang
menuntut manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan
mengurangi intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan.

C. Peningkatan jumlah hama,

5
Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan aktivitasnya
mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak “mencampuri” urusan produksi
manusia maka ia akan tetap menjadi spesies sebagaimana spesies yang lain.
Sejumlah spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada
di hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai
kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai
ekosistem tersebut. Dan dalam beberapa kasus ‘ia’ masuk dalam komunitas
manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses produksi
manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya.

D. Hama

Hama itu sendiri tidak harus berbentuk kecil. Gajah dan beberapa binatang
bertubuh besar lainnya ‘harus’ memporak porandakan kawasan yang dilaluinya
dalam upaya menyelamatkan diri dan dalam upaya menemukan habitat barunya
karena habitat lamanya telah musnah terbakar.

E. Terganggunya kesehatan masyarakat (karena asapnya),

Peningkatan jumlah asap secara signifikan menjadi penyebab utama


munculnya penyakit ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan. Gejalanya bisa
ditandai dengan rasa sesak di dada dan mata agak berair. Untuk Riau kasus
yang paling sering terjadi menimpa di daerah Kerinci, Kabupaten Pelalawan (dulu
Kabupaten Kampar) dan bahkan di Pekanbaru sendiri lebih dari 200 orang harus
dirawat di rumah sakit akibat asap tersebut.

F. Produktivitas masyarakat menurun,

Munculnya asap juga menghalangi produktivitas manusia. Walaupun kita


bisa keluar dengan menggunakan masker tetapi sinar matahari dipagi hari tidak
mampu menembus ketebalan asap yang ada. Secara otomatis waktu kerja
seseorangpun berkurang karena ia harus menunggu sedikit lama agar matahari
mampu memberikan sinar terangnya. Ketebalan asap juga memaksa orang
menggunakan masker yang sedikit banyak mengganggu aktivitasnya sehari-hari.

G. Menurunnya devisa negara.


Turunnya produktivitas secara otomatis mempengaruhi perekonomian mikro
yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara.6

2.5.3 Dampak Terhadap Hubungan Antar Negara

Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sayangnya tidak mengenal


batas administratif. Asap tersebut justru terbawa angin ke negara tetangga
sehingga sebagian negara tetangga ikut menghirup asap yang ditimbulkan dari
kebakaran di negara Indonesia. Akibatnya adalah hubungan antara negara
menjadi terganggu dengan munculnya protes keras dari Malaysia dan Singapura
kepada Indonesia agar kita bisa secepatnya melokalisir kebakaran hutan agar
asap yang ditimbulkannya tidak semakin tebal. Yang menarik, justru akibat
munculnya protes dari tetangga inilah pemerintah Indonesia seperti kebakaran
jenggot dengan menyibukkan diri dan berubah fungsi sebagai barisan pemadam
kebakaran. Hilangnya sejumlah spesies dan berbagai dampak yang ditimbulkan
ternyata kalah penting dibanding jeweran dari tetangga.7

Tebalnya asap juga mengganggu transportasi udara. Sering sekali terdengar


sebuah pesawat tidak bisa turun di satu tempat karena tebalnya asap yang
melingkungi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis
pariwisata karena keengganan wisatawan untuk berada di tempat yang dipenuhi
asap.

2.6 Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan

Dalam kebakaran hutan dikenal istilah segitiga api. Segitiga api adalah
bentuk sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran dan aplikasinya.
Tiga unsur segitiga api itu adalah bahan bakar, oksigen dan panas/sumber
penyulut.

7
Gambar Segitiga Api
(Sumber: brainly.co.id)

Ketiga unsur komponen penyusun segitiga api inilah yang mendasari


pengendalian kebakaran hutan karena hilangnya satu atau lebih dari sisi segitiga
ini akan mengakibatkan tidak terjadinya pembakaran. Segitiga api dapat
divisualisasikan sebagai dasar hubungan reaksi berantai dari pembakaran.
Pemincangan salah satu atau lebih dari sisi segitiga ini akan merusak atau
menghancurkan mata rantai tersebut. Itu berarti bahwa, kalau bahan bakar
tersedia dalam jumlah banyak, akan tetapi apabila oksigen pada saat
pembakaran berlangsung terlalu sedikit atau terlalu banyak maka pembakaran
tidak dapat berlangsung. Begitu juga bila pembakaran tidak mencapai titik
penyalaan yang berkisar antara 220-250 oC maka pembakaran tidak mungkin
terjadi. Melemahnya satu atau lebih dari sisi segitiga ini juga akan melemahkan
rantai tersebut dan mengurangi laju pembakaran serta intensitas kebakarannya.

Selain berpegang pada prinsip segitiga api, hal yang paling mungkin
dilakukan adalah dengan melakukan manajemen bahan bakar. Manajemen
bahan bakar adalah tindakan atau praktek yang ditujukan untuk mengurangi
kemudahan bahan bakar untuk terbakar (fuel flammability) dan mengurangi
kesulitan dalam pemadaman kebakaran hutan. Manajemen bahan bakar dapat
dilakukan secara mekanik, kimiawi, biologi atau dengan menggunakan api.
Perlakuan bahan bakar adalah setiap manipulasi bahan bakar agar bahan bakar
itu tidak mudah terbakar, dengan cara pemotongan, penyerpihan, penghancuran,
penumpukan dan pembakaran. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan
dalam memanajemen bahan bakar yaitu, melakukan modifikasi, pengurangan
dan isolasi bahan bakar.

Jika kebakaran tetap terjadi meski tindakan pencegahan telah dilakukan


maka tindakan pemadaman harus segera dilakukan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya prinsip pemadaman kebakaran adalah dengan cara
menghilangkan salah satu sisi dari segitiga api tersebut, upaya yang dapat
dilakukan sesuai dengan prinsip pemadaman kebakaran diantaranya adalah
sebagai berikut.

a. Pendinginan. Api dapat dipadamkan dengan cara menurunkan suhu sampai di


bawah suhu penyulutan, dengan menggunakan air atau tanah basah pada bahan
yang sedang terbakar.

b. Pengurangan oksigen. Api dapat dipadamkan dengan cara menghilangkan


oksigen dari bahan bakar yang sedang terbakar. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara memukul nyala api dengan alat pemukul api khusus, punggung bilah
sungkup, menimbun dengan tanah, atau menggunakan air.

c. Melaparkan. Api dapat “dilaparkan” dengan cara menghilangkan pasokan bahan


bakar yang tersedia atau dengan cara membiarkan api untuk membakar ke arah
penghalang alami.

d. Bakar Balas. Strategi ini dilakukan jika sama sekali tidak tersedia peralatan
pemadam, serta personil yang sedikit, yaitu dengan cara membakar bahan bakar
berlawanan arah jalaran api. Dengan cara demikian api dari dua arah akan
bertemu ditengah dan karena bahan bakar habis maka api padam. Untuk
melakukan bakar balas biasanya areal pinggir sungai atau jalan yang merupakan
sekat bakar dengan areal penting untuk dilindungi.8

BAB 3
8
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah,
sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya.

Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya


sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang
optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang
terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.

Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang


penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor
penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah
terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan
menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan
sangsi secara tegas.

3.2 Saran

Dalam mengantisipasi dan mengurangi kejadian kebakaran hutan, maka


perlu tindak nyata pada semua pihak terkait/stakeholder secara jelas, pasti dan
cepat sehingga degradasi lingkungan dan hutan dapat diatasi. Hal ini dapat
melalui jalan pendekatan dengan berbagai metode pada semua pelaku peran
baik dari lembaga pemerintah sebagai pihak yang merupakan produk izin,
pengusaha yang bergerak dalam kegiatan ini, masyarakat sebagai peran lainnya,
tenaga ahli yang memahami teori dengan benar dan pihak-pihak pengamat yang
membantu meluruskan adanya kekeliruan dalam hal ini lembaga swadaya
masyarakat baik lokal maupun internasional, perguruan tinggi dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, Wahyu Catur. 2009. Bagaimana Kebakaran Hutan Terjadi. Bogor:


Paper MK Kebakaran Hutan.

Adinugroho, Wahyu Catur dan INN Suryadiputra. 2003. Kebakaran Hutan dan
Lahan. Bogor: Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut.

Tacconi, Luca. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi
Kebijakan. Bogor: Center For International Forestry Research (CIFOR). Paper.

Yuwono, Arief. 2014. Penanganan Kasus Dan Upaya Pengendalian Kebakaran


Hutan Dan Lahan (KARHUTLA) KLH. Diakese pada tanggal 9 Juni 2015,
darihttp://www.menlh.go.id/penanganan-kasus-dan-upaya-pengendalian-
kebakaran-hutan-dan-lahan-krhutla-klh/

Anda mungkin juga menyukai