Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Medan, April 2022

DELINIASI KAWASAN LINDUNG

Dosen Penanggungjawab:
Dr. Ir. Muhdi, S.Hut., M.Si.

Oleh:
Sephia Br Sembiring
201201160
Hut 4B

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
kasih karunia-Nya penlis dapat menyelesaikan laporan Praktikum Pemanenan
Hasil Hutan ini dengan baik. Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang
berjudul ”Deliniasi Kawasan Lindung” ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas
Praktikum Pemanenan Hasil Hutan sebagai syarat masuk praktikum di minggu
yang akan datang pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen penanggungjawab
Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yakni Bapak Dr.Ir. Muhdi, S.Hut., M.Si.
karena telah memberikan materi dengan baik dan benar. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada asisten yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama penulis mengikuti kegiatan praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu,saran dan kritik dari berbagai pihak dam upaya untuk memperbaiki isi laporan
ini akan sangat penulis hargai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya

Medan, April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................1
Tujuan............................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat........................................................................................5
Alat dan Bahan .............................................................................................5
Prosedur Praktikum.......................................................................................5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil...............................................................................................................7
Pembahasan...................................................................................................7
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan....................................................................................................9
Saran..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


1. Panjang Ordo.....................................................................................................7
2. Deliniasi Kawasan Lindung...............................................................................7

iii
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kawasan hutan, terutama hutan lindung adalah kawasan resapan air yang
memiliki curah hujan tinggal dengan struktur dengan tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu menyerapkan air hujan
secara besar–besaran. Hutan yang berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung)
merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukkan sebagai pengaturan
tata air, pencegah banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.
Berbeda untuk pengertian hutan konservasi, dimana kawasan hutan dengan ciri
khas tertentu mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis dan satwa (Sagala, 2012).
Mengingat fungsi hutan lindung yang mempunyai peranan penting dalam
menjaga kestabilan ekosistem sekitarnya. Maka kriteria penetapan suatu kawasan
menjadi kawasan hutan lindung didasarkan pada kondisi alamiah wilayahnya yang
mencakup jenis tanah, topografi, intensitas curah hujan dan ketinggian tempat dari
permukaan laut. Dengan adanya pendeliniasian pada kawasan lindung, maka
dapat mencapai nilai manfaat, nilai pilihan dan nilai keberadaan. Dalam hal ini,
nilai manfaat lebih ditujukan untuk pemanfaatan kawasan lindung pada saat ini,
baik untuk ilmu pengetahuan, sejarah, agama, jatidiri, kebudayaan, maupun
ekonomi melalui pariwisata yang keuntungannya dapat dirasakan oleh generasi
saat ini (Rohananda, 2013).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999,
hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan fungsinya hutan dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi.
Hutan merupakan gudang penyimpan air dan tempat menyerapnya air hujan
maupun embun yang pada khirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai melalui
mata air-mata air yang berada di hutan. Dengan adanya hutan, air hujan yang
berlimpah dapat diserap dan diimpan di dalam tanah dan tidak terbuang percuma.
2

Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi hidrologis. Hutan memiliki fungsi untuk
mencegah erosi dan tanah longsor (Kusumaningtyas, 2012).
Menurut UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 6(2) bahwa
pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok yaitu fungsi konservasi,
fungsi lindung, dan fungsi produksi. Namun demikian hingga saat ini penetapan
kriteria kawasan hutan masih didasarkan pada faktor penentu kelerengan, jenis
tanah, dan curah hujan. Peningkatan kebutuhan lahan bagi kepentingan sektor
ekonomi lainnya seperti pertanian, perumahan, infrastruktur, dan lain-lain yang
memerlukan lahan-lahan baru, tentunya akan menggunakan kawasan-kawasan
hutan yang sudah tidak memiliki fungsi. Di dalam penataan ruang diperlukan
keseimbangan antara mempertahankan kawasan hutan sebagai kawasan lindung
dengan penggunaan lahan bagi berbagai kepentingan sektor-sektor pembangunan
lainnya. Kawasan hutan yang sudah tidak memiliki fungsi tidak dapat dilakukan
perubahan sebagaimana mestinya, di lain pihak pemerintah tidak mampu
mempertahankan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya (Zulkarnain, 2013).
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam,
buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsaa guna kepentingan Pembangunan
berkelanjutan. Kawasan lindung memberikan perlindungan kawasan yang terdiri
dari: kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan
pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau, kawasan sekitar mata air. Salah
satu kawasan lindung yang memberikan perlindungan pada kawasan lindung yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya adalah hutan lindung.
Undang-undang No. 41 tahun 1999 mendefinisikan hutan lindung sebagai
kawasan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem peyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah (Rachmanto, 2018).

Tujuan
Tujuan dari Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul “Deliniasi
Kawasan Lindung” adalah untuk mengetahui dan menentukan daerah yang
dilindungi, untuk mengetahui luas areal kawasan yang dilindungi dan untuk
mengetahui luas total areal produksi.
TINJAUAN PUSTAKA

Deliniasi hutan atau kawasan lindung merupakan salah satu cara untuk
mengetahui seberapa besar proporsi kawasan hutan lindung dari luas seluruhnya
kawasan hutan ini sehingga didapatakan luas yang efektif untuk digunakan dan
memanajemenkan pengelolaan hutan yang dimiliki fungsi pengaturan tata air,
pencegahan erosi dan perlindungan dan daerah aliran sungai yang telah
kehilangan 20 % tutupan hutannya sehingga pengelolaan hutan untuk kebutuhan
menjadi lebih efisien dan produktif. Keberadaan sumber daya alam dan
lingkungan, jika tidak dikelola sesuai dengan daya dukungnya maka dapat
menimbulkan krisis pangan air, energi, dan lingkungan. Namun kenyataan di
lapangan menujukkan kawasan yang seharusnya dilestarikan keberadaannya
banyak beralih fungsi atau tidak sesuai dengan peruntukannya (Dewi, 2020).
Pada deliniasi kawasan lindung, perencanaan pemanenan hasil hutan dan
pembukaan wilayah hutan terdapat di areal-areal yang perlu dilindungi agar
kerusakan yang diakibatkan kegiatan tersebut dapat diminimalkan, usaha tersebut
dilakukan dengan menetapkan areal atau kawasan lindung, yang merusak kawasan
yang tidak boleh dipanen kayunya, dan tidak boleh diganggu pelaksanaan
pemanenan kayu dan harus dihindari dalam pembangunan prasarana pembukaan
wilayah hutan seperti kawasan kanan-kiri sungai, kawasan berbatu-batu atau
daerah yang dianggap keramat, kawasan dan tepi danau, atau mata air dan
kawasan curam dan tebing curam, dan dalam perencanaan petak tebang, setelah
dilakukan klasifikasi kemiringan lapangan dan deliniasi kawasan yang dilindungi
maka dapat diketahui suatu metode pemanenan kayu yang cocok
diterapkan (Purwowidodo, 2019).
Deliniasi hutan atau kawasan lindung merupakan salah satu untuk
mengetahui seberapa besar proporsi kawasan hutan lindung dari luas seluruhnya
kawasan hutan ini sehingga didapatakan luas efektif untuk digunakan dan
memanajemenkan pengelolaan hutan yang dimiliki fungsi pengaturan tata air,
berfungsi untuk pencegahan erosi dan perlindungan dan daerah aliran sungai yang
kehilangan 20% tutupan hutannya. Klasifikasi kawasan sangat diperlukan
berdasarkan fungsi utama dilakukan guna mengetahui karakteristik yang
4

menunjang aktifitas penggunaan lahan di atasnya. Kriteria teknis untuk kawasan


lindung dengan total skor ≥ 175; untuk kawasan penyangga 125-174; untuk
kawasan budidaya tanaman tahunan ditetapkan total skor ≤ 124; sedangkan total
skor ˂ 124 dengan kelerengan ˂ 8% disyaratkan untuk kawasan tanaman semusim
dan pemukiman (Heryanto et al., 2017).
Pemanenan di hutan haruslah memperhatikan prinsip pembukaan kawasan
hutan yang benar. Meminimalkan pembukaan kawasan hutan dapat dilakukan
dengan menetapkan areal/kawasan lindung, yang merupakan kawasan yang tidak
boleh dipanen kayunya dan tidak boleh diganggu dalam melaksanakan kegiatan
pemanenan. Untuk meminimalkan pembukaan kawasan hutan dapat dilakukan
dengan menetapkan areal/kawasan lindung, yang merupakan kawasan yang tidak
boleh dipanen kayunya dan tidak boleh diganggu dalam melaksanakan kegiatan
pemanenan kayu dan harus dihindari dalam pembangunan prasarana
pengembangan wilayah. Salah satu formulasi dari perencanaan tersebut adalah
pendelinasian batas areal yang cocok untuk suatu metode. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memilah-milah areal hutan yang aman untuk dipanen
kedalam satuan-satuan yang lebih kecil yang dirincikan dengan metode
pemanenan silvikultur yang dianut (Muhdi, 2012).
Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan merupakan
upaya pengelolaan sumberdaya alam di dalam kawasan hutan melalui fungsi
lindung, konservasi dan produksi dengan memperhitungkan kelangsungan
persediaannya dan lingkungan sekitar. Tujuannya untuk mengupayakan
kelestarian sumberdaya hutan dan keseimbangan ekosistem. Pengelolaan kawasan
lindung mencakup kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya
(kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air), kawasan
perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai dankawasan sekitar
danau / waduk), kawasan suaka alam dan cagar budaya (kawasan suaka alam,
kawasan suaka alam laut dan perairan lainya, kawasan pantan berhutan bakau,
taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan) dan kawasan rawan bencana alam. Hutan lindung adalah
kawasan–kawasan resapan air yang memiliki curah hujan tinggi dengan struktur
tanah yang mudah meresap air (Sinery dan Mahmud, 2014).
METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat


Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul “Deliniasi Kawasan
Lindung” dilakasanakan pada hari Kamis, 14 April 2022 pada pukul 10.00 WIB
sampai dengan selesai. Praktikum ini dilaksanakan secara daring melalui media
whatsapp grup, google classroom dan zoom/google meet.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah penggaris 30 cm, pensil,
stabilo atau pensil warna, penghapus, kalkulator, planimeter. Bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah peta kontur 1:5000.

Prosedur Praktikum
1. Dibuat deliniasi areal kawasan lindung berdasarkan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
a. Daerah radius 200 m dari tepi sungai atau kawasan lindung bagi mata air,
minimal 100 m dari tepi danau atau pantai laut yang diukur dari pasang
tertinggi ke arah darat, minimal 100 m dari kiri dan kanan sungai besar
dan 50 m kanan-kiri anak sungai minimal 100 m dari kiri dan kanan
sungai besar dan 50 m kanan- kiri anak sungai yang berada di luar
pemukiman dan mulai dari sungai ordo 3.
b. Jurang dan tebing curam.
c. Lokasi yang ditetapkan sebagai areal konservasi dan penelitian.
d. Jarak 500m dari batas persekutuan dan jarak 1.000 m dari batas luar areal
hutan yang belum dikukuhkan.
e. Areal yang berpotografi sangat curam.
2. Dihitung luas areal yang termasuk hutan produksi tetap (HP), hutan produksi
terbatas (HPT) dan hutan lindung (HL) dan hasil perhitungan dicatat dalam
tally sheet.
6

Contoh Tabel
Tabel 1. Panjang Ordo
Warna Panjang Ordo (cm)
Ordo I Ordo II Ordo III Ordo IV
Hijau
Kuning
Biru
Pink
Merah
Total

Tabel 2. Data Deliniasi Kawasan Lindung


Nama Ordo Panjang Ordo (m) Lebar Ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)

Total

Contoh Skema

Luas Produksi = … Ha
HP = … Ha
HPT = … Ha

Luas Areal Total = … Ha


HP = … Ha
HPT = … Ha
HL = … Ha Luas Areal Total = … Ha
HL = … Ha
Kakisu = … Ha
7
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil yang diperoleh dari Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang
berjudul “Deliniasi Kawasan Lindung” ini diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Panjang Ordo
Warna Panjang Ordo
Ordo I Ordo II Ordo III Ordo IV
Hijau 7,3 7,5 - -
Kuning 79,5 44,1 14,2 20,3
Biru 43,8 28,6 6,8 -
Pink - - - -
Merah - - - -
Total 130,6 70,2 21 20,3

Tabel 2. Data Deliniasi Kawasan Lindung


Ordo Panjang Ordo (m) Lebar Ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)
1 65,3 20 1306 0,1306 33,97
2 35,1 40 1404 0,1404 36,52
3 10,5 50 525 0,0525 13,65
4 10,15 60 609 0,609 15,84
Total 121,05 170 3844 0,3844 99,98

Luas Produksi = 661,19 Ha


HP = 391,465 Ha
HPT = 269,73 Ha

Luas Areal Total = 661,19 Ha


HP = 391,465 Ha
HPT = 269,73 Ha
HL = 0 Ha Luas Areal Total = 0,3844 Ha
HL = 0 Ha
Kakisu = 0,3844 Ha

Pembahasan
Pada praktikum yang berjudul “Delinasi Kawasan Lindung”, hal pertama
yang dilakukan adalah menandai sungai dengan tinta merah untuk mempermudah
kita dalam menghitung delinasi kawasan lindung tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Carolina (2016) yang menyatakan bahwa bahwa deliniasi hutan atau
kawasan lindung merupakan salah satu untuk mengetahui seberapa besar proporsi
kawasan hutan lindung dari luas seluruhnya kawasan hutan ini sehingga
9

didapatakan luas yang efektif untuk digunakan dan memanajemenkan pengelolaan


hutan yang dimiliki fungsi pengaturan tata air, pencegahan erosi dan perlindungan
dan daerah aliran sungai yang telah kehilangan 20 % tutupan hutannya. Kawasan
yang dilindungi tidak boleh dipanen kayunya dan tidak boleh diganggu dalam
melaksanakan kegiatan pemanenan hasil hutan dan harus dihindari dari
pembukaan wilayah hutan.
Dari peta yang diamati, untuk menandai dan juga memberikan warna pada
areal hutan lindung pada peta, terlebih dahulu dilakukan klasifikasi melalui kotak
yang berukuran sama. Kemudian ditandai mulai dari bagian ordo 1 hingga ordo 4
dan dihitung panjang ordo. Pada peta yang diamati tidak terdapat hutan lindung,
maka sesuai pernyataan Syahbi (2019) bahwa perhitungan untuk kawasan lindung
hanya berdasarkan pada luas kaki sungai. Evaluasi lahan berkembang mengikuti
dinamika dan tuntutan kebutuhan lahan untuk pertanian sehingga perlu dilakukan
evaluasi secara berkala.
Berdasarkan tabel dan hasil perhitungan pada deliniasi kawasan lindung
maka dapat dilihat bahwa luas total kawasan yang dilindungi adalah sebesar
0,3844 Ha. Adapun pembagian dari masing-masing ordonya adalah ordo 1, ordo
2, ordo 3, dan ordo 4. Pada ordo 1 luasnya sebesar 0,1306 Ha atau 33,97%, ordo 2
seluas 0,1404 Ha atau 36,52%, ordo 3 sebesar 0,0525 Ha atau 13,65% dan ordo 4
sebesar 0,0609 Ha atau 15,84%. Luas suatu ordo didapat dari perkalian antara
panjang ordo dengan lebar ordo sedangkan persen luas didapat dari luas ordo
dibagi luas total ordo dikali 100% sehingga didapat persen luasnya tersebut. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Bejo (2013) yang menyatakan bahwa panjang ordo
akan menentukan luas kawasan yang dilindungi.
Setelah luas sebenarnya diketahui maka kita dapat mengetahui luas Hutan
Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Lindung dan luas Hutan Total. Luas
Hutan Produksi diperoleh dengan cara menambahkan luas kotak hijau sebenarnya
dengan luas kotak kuning sebenarnya sehingga diperoleh hasil 661,19 Ha. Ini
diperlukan untuk menetapkan kawasan produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kusumaningtyas (2013) yang menyatakan bahwa kekeliruan dalam menetapkan
kriteria kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ekosistem akan menyababkan
kerusakan struktur hutannya tidak lagi dapat berfungsi lindung.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Deliniasi hutan atau kawasan lindung merupakan salah satu cara untuk
mengetahui seberapa besar proporsi kawasan hutan lindung dari luas
seluruhnya kawasan hutan ini sehingga didapatakan luas yang efektif
2. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan
3. Berdasarkan tabel dan hasil yang didapat, maka dapat dilihat bahwa luas total
kawasan yang dilindungi adalah sebesar 0,3844 Ha
4. Berdasarkan tabel dan hasil perhitungan diperoleh luasan masing-masing ordo
diperoleh yakni ordo 1 luasnya sebesar 0,1306 Ha atau 33,97%, ordo 2 seluas
0,1404 Ha atau 36,52%, ordo 3 sebesar 0,0525 Ha atau 13,65% dan ordo 4
sebesar 0,0609 Ha atau 15,84%
5. Berdasarkan skema dan hasil perhitungan maka diperoleh luas areal hutan
produksi sebesar 391,465 Ha dan luas real hutan produksi terbatas sebesar
269,73 Ha

Saran
Sebaiknya praktikan memperhatikan dengan benar ketika asisten
praktikum memberikan materi praktikum agar ketika melaksanakan praktikum
tidak terjadi kesalahan dalam perhitungannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bejo A. 2013. Komposisi Jenis dan Cadangan Karbon Di Hutan Tropis


DataranRendah, Ulu Gadut, Sumatera Barat. Jurnal Berita Biologi, 12
(2): 169-175.

Carolina. 2016. Koadaptasi Kemiringan Topografi Di Desa Rancamanggung


Kabupaten Subang. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23 (2):241-248.

Dewi CK. 2020. Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Lindung di Kecamatan


Lembang Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geografi, 9(2) :
144-151.

Heryanto, Nuddi A, Halimah AS. 2017. Arahan Pemanfaatan Lahan Pada


Kawasan Lindung Berbasis Sistem Informasi Geografis Sebagai Upaya
Penguatan Ekonomi di Kabupaten Enrekang. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian, 3(1) : 5251-5263.

Kusumaningtyas R. 2013. Pengelolaan Hutan Dalam Mengatasi Alih Fungsi


Lahan Hutan Di Wilayah Kabupaten Subang. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota, 13(2):1-10.

Muhdi. 2012. Penuntun Praktikum Pemanenan Hutan. Departemen Kehutanan


Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Purwowidodo S. 2019. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Fakultas Kehutanan


IPB Press. Bogor.

Rachmanto W, Aliyah I. 2018. Pariwisata di Daerah Pegunungan, Pengembangan


Ekowisata pada Kawasan Lindung Berdasarkan Kemampuan
Lahan. Cakra Wisata, 19(1): 26-38.

Rohananda CK, Suprihardjo R. 2013. Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar


Budaya di Kabupaten Ngawi. Jurnal Teknik Pomits, 2(1): 11-19.

Sagala P. 2012. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.


Jakarta.

Sinery AS, Mahmud. 2014. Fungsi Kawasan dan Strategi Pengelolaan Hutan
Lindung Wosi Rendani Kabupaten Manokwari. Jurnal Agrifor, 13 (2) :
131-140.

Syabi HF, Haryanto AD, Yoseph B. 2019. Deliniasi Zona Upflow/Outflow Panas
Bumi Daerah Banten Menggunakan Analisis Densitas Kelurusan Dan
Geoindikator. Geoscience Journal, 3(1) : 51-57.

Zulkarnain. 2013. Analisis Penetapan Kriteria Kawasan Hutan. Jurnal Agrifor.


12( 2): 230-243.

Anda mungkin juga menyukai