Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGOLAHAN WILAYAH HUTAN

“Hutan, Manajemen, dan Pengurusan Hutan”

Disusun Oleh :

Gema Anugerah / 18136105

Indah Purwati / 18136049

Nadia Ulfa Dilla / 18136055

Adinda Putri / 18136072

Dosen Pengampu :

Dr. Paus Iskarni M.Pd

PRODI GEOGRAFI

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran TuhanYang Maha Esa, karena dengan rahmad
serta taufik dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengolahan
Wilayah Hutan mengenai Hutan, Manajemen, dan Pengurusan Hutan.Dan kami juga
berterimakasih kepada Dosen yang telah memberikan tugas kepada kami.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan
berbagai sumber, sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.
Terlepas dari pada itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga menjai makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah Pengolahan Wilayah Hutan mengenai
Hutan, Manajemen, dan Pengurusan Hutan ini bisa memberi manfaat atau inspirasi bagi
pembaca.

Padang, 7 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4
1.3 Tujuan Makalah.....................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
2.1 Hutan.....................................................................................................................................5
2.2 Manajemen Hutan..................................................................................................................8
2.3 Pengurusan Hutan..................................................................................................................9
2.4 Kondisi Hutan Indonesia......................................................................................................16
BAB III...............................................................................................................................................19
3.1 Simpulan..............................................................................................................................19
3.2 Saran....................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah Indonesia yang memiliki sekitar 17.508 pulau yang 57% dari luas daratannya
berupa hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem yang menghubungkan antara
manusia, tumbuhan, dan hewan yang ada di hutan yang saling memengharui serta
tidak dapat dipisahkan atau saling bergantung anatara satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan data pada tahun 1997 bahwa Indonesia memiliki hutan dengaan luas
108.573.300 hektar, dengan luas hutan terbesar berada di Pulau Kalimantan, Pulau
Papua, dan Pulau Sumatera serta sisanya tersebar di pulau-pulau lain. Secara
ekonomis hutan banyak memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, sumbangan
bidang kehutanan bagi perekonomian Indonesia secara sederhana dapat dilihat dari
nilai ekspor Indonesia pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an yang menduduki
peringkat kedua di bawah ekspor migas. Dalam skala yang lebih kecil, akan lebih
nyata dapat dibuktikan bahwa sumber daya hutan masih menjadi sandaran utama
perekonomian sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama masyarakat marginal.
Dari sisi ekologis hutan memainkan peranan yang jauh lebih penting, karena
keberadaannya dapat dikatakan mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan
manusia. Apalagi hutan tropika sebagaimana yang ada di Indonesia, sudah diakui
banyak ilmuwan mempunyai fungsi sebagai paru-paru dunia. Dalam hal ini, hutan
dikatakan mempunyai peranan yang berdampak ekologik, seperti perlindungan
Daerah Aliran Sungai (DAS), konservasi ekologi, dan sumber plasmanutfah dan
keanekaragaman hayati dan lain-lain. Konsep pengelolaan sumber daya hutan harus
diarahkan pada tercapainya keseimbangan antara penggunaan dan pengembangan
hutan.
Namun kondisi hutan Indonesia saat ini sudah sangat menurun baik dari luasnya dan
juga potensinya. Eksploitasi berlebih didorong dengan pembangunan yang sebagian
besar belum didasarkan pada tata ruang yang mempertimbangkan ekosistem yang
menimbulkan tumpeng tindih pemanfaatan lahan yang memicu konflik antar sektor
maupun masyarakat, degradasi lahan, deforestrasi yang menimbulkan kerusakan
terhadap ekosistem hutan. Pengelolaan hutan juga dinilai belum banyak melibatkan
masyarakat didalamnya dan hak-hak adat masyarakat banyak diabaikan. Hal ini
disebabkan pembagian areal HPH yang terlalu luas sehingga terjadi tumpang tindih

1
dengan fungsi hutan lainnya yang tidak dapat menjamin kelestarian hutan. Selain itu
Pertumbuhan industri kayu berkembang dengan pesat sehingga terjadi ketimpangan
antara kebutuhan kayu oleh industri dan masyarakat dengan kemampuan hutan
produksi lestari, hal ini mendorong penebangan hutan oleh HPH tanpa aturan dan
terjadilah penebangan illegal. Di sisi lain, terdapat kebijakan pemerintah untuk
memberikan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk tujuan hutan tanaman industri telah
mempercepat proses deforestasi, dan terjadi kerusakan lingkungan yang paling hebat.
Oleh karena itu perlu adanya Manajemen dan Pengurusan Hutan yang baik serta
melibatkan peran masyarakat dan hutan adat didalam pengelolaan hutan serta pelu
adanya kejujuran dalam pelaksanaan manajemen serta pengurusan hutan yang
dilaksanakan di Indonesia demi berlangsungnya keberadaan hutan yang semakin
menipis di Indonesia saat ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hutan ?
2. Bagaimana Manajemen Hutan di Indonesia ?
3. Bagaimana Pengurusan Hutan di Indonesia ?
4. Bagaimana Kondisi Hutan di Indonesia ?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui mengenai hutan.
2. Untuk mengetahui Manajemen Hutan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Pengurusan Hutan di Indonesia.
4. Untuk mengetahui kondisi hutan di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hutan
Hutan merupakan sumber daya alam yang memberikan berbagai manfaat bagi
kesejahteraan manusia baik manfaat yang dapat dirasakan secara langsung maupun
tidak langsung oleh manusia (Rasid, Malik, & Alam, 2018). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 1 ayat 2 bahwa
hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Hutan adalah lapangan yang ditumbuhi pepohonan yang secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem
(Kadri, dkk 1992). Hutan adalah masyarakat tetumbuhan yang dikuasai atau
didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda
dengan di luar hutan (Soerianegara, dkk 1982). Hutan adalah masyarakat tetumbuhan
dan binatang yang hidup dalam lapisan dan permukaan tanah dan terletak pada suatu
kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam
keseimbangan yang dinamis.
Hutan sendiri dalam terminologi kehutanan memiliki definisi yang beragam. Namun,
ada beberapa kesamaan pemahaman mengenai hutan, diantaranya bahwa hutan adalah
suatu kumpulan pepohonan yang mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan
yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya (Renggi, Indra,
Muslich, & Asmui, 2015). Sebagai contoh jika kita berada di hutan hujan tropis
misalnya, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang
berbeda daripada daerah perladangan di sekitarnya. Pemandangannya atau corak
hutan juga berlainan. Hal tersebut berarti segala tumbuhan dan hewan (hingga
mikroorganisme), serta beraneka unsur abiotik (benda tak hidup) termasuk bagian-
bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Sumberdaya hutan berdasarkan objek pemanfaatannya dapat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kawasan, hasil hutan (kayu dan non kayu), dan layanan ekosistem.
Masing-masing sumberdaya hutan dapat dijelaskan sebagai berikut;
a. Kawasan merupakan ruang tumbuh di dalam hutan yang dapat dikelola untuk
memperoleh manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi secara optimal. Misalnya

3
pemanfaatan ruang-ruang di bawah tegakan pohon untuk penangkaran/budidaya
satwa tertentu, budidaya tumbuhan, Silvopastura (penggembalaan ternak di dalam
kawasan hutan), Silvosfishery (perikananan dalam kawasan hutan).
b. Hasil hutan didefinisikan sebagai benda-benda hayati, non hayati dan turunannya
yang berada di dalam dan dihasilkan oleh hutan. Hasil hutan sendiri dapat dibagi
menjadi dua, yaitu hasil hutan kayu dan non kayu. Masyarakat umum lebih
banyak mengenal hasil hutan kayu daripada hasil hutan non kayu (HHNK), karena
di Indonesia pemanfaatan kayu telah berlangsung lama. Contoh hasil hutan non
kayu di antaranya: rotan, gaharu, getah jelutung dan lain-lain.
c. Layanan/jasa ekosistem merupakan salah satu bentuk jasa/ layanan yang
dihasilkan oleh hutan dalam posisi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dari seluruh bagian-bagian penyusunnya atau layanan yang dihasilkan dari
keberadaan hutan yang masih utuh Misalnya: layanan ekosistem hutan sebagai
sumber air, pencegah banjir dan longsor, pengendali iklim, dan keanekaragaman
hayati.

Antara hasil hutan dengan layanan ekosistem ini biasanya bersifat trade off (saling
berlawanan), yaitu satu sama lain dapat saling meniadakan, dimana ada kegiatan
pemanfaatan kayu secara besar-besaran maka hutan tersebut tidak dapat menghasilkan
layanan ekosistem dengan optimal. Untuk itu diperlukan strategi
pemanfaatan/pengelolaan hutan yang optimal agar keduanya bisa dimanfaatkan secara
lestari.

Menurut landasan hukum yang berlaku di Indonesia hutan didefinisikan sebagai suatu
lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai hutan (Pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan). Dalam penjelasan pasal demi pasal undang-undang ini
dikemukakan bahwa luas minimum lapangan yang bertumbuhan itu seperempat
hektar, sebab hutan seluas itu sudah dapat mencapai suatu keseimbangan persekutuan
hidup yang diperlukan, sehingga mampu memberikan manfaat-manfaat produksi,
perlindungan, pengaturan tata air, pengaruh terhadap iklim dan lain sebagainya.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa menteri memberi putusan apabila ada keragu-
raguan apakah lapangan termasuk dalam hutan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang ini. Menteri yang dimaksud adalah menteri yang diserahi urusan

4
kehutanan. Menurut terminologi baku terbaru yang dibuat oleh Society of American
Foresters ( SAF) sebagaimana dimua t dalam The Dictionary of Forestry (Helms,
1998) hutan didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang dicirikan oleh adanya
penutupan pohon yang cukup rapat dan has, biasanya terdiri dari tegakan dengan ciri-
ciri beragam dalam komposisi jenis, struktur dan kelas umur yang membentuk suatu
persekutuan; umumnya di dalamnya tercakup padang rumput, sungai-sungai kecil
berikut ikan yang terdapat di dalamnya dan satwa liar. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
beberapa bentuk khusus seperti : hutan industri, hutan milik, hutan tanaman dan hutan
kota termasuk pula dalam kategori hutan. Dari dua definisi hutan di muka terlihat
jelas bahwa pohon-pohonan merupakan komponen yang menjadi syarat mutlak,
conditio sine qua non, agar suatu ekosistem dapat dikategorikan sebagai hutan. Hal ini
sangat penting untuk dipahami, oleh karena pada saat ini, seiring dengan makin
meningkatnya nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu yang dapat diperoleh dari hutan,
seringkali secara keliru ditafsirkan menjadi tidak pentingnya keberadaan pohon-
pohonan dalam ekosistem hutan. Bahwa hasil utama yang dipanen dari ekosistem
hutan tidak harus berupa kayu adalah benar, akan tetapi hal ini tidaklah
menggugurkan persyaratan perlunya keberadaan pohon-pohonan dalam ekosistem
hutan. Tanpa adanya pohon-pohonan dengan kerapatan yang cukup dan has, menurut
definisi hutan di muka, suatu ekosistem tidak dapat dikategorikan sebagai hutan
(Endang Suhendang, 1999). Adapun fungsi-fungsi hutan, yaitu:

a. Sebagai konservasi dan perlidungan terhadap tata air untuk daerah di sekitarnya
maupun daerah di bagian bawahnya.
b. Sebagai sumber penghasil oksigen (O2 ) yang dihasilkan dari proses fotosintesis,
yang sangat diperlukan untuk respirasi.
c. Sebagai penyerap CO2 yang berlebihan di atmosfeer
d. Sebagai habitat untuk perlindungan terhadap plasma nutfah (genetik asli) baik
untuk tumbuhan maupun hewan, sehingga dapat menekan tingkat kepunahan
suatu jenis.
e. Berkaitan dengan ekonomi, yaitu untuk pemanfaatan produksi kayu maupun non
kayu, meliputi: getah, damar, terpentin, kulit kayu, buah dan lain-lain.
f. Sebagai habitat berbagai satwa liar, terutama satwa langka yang dilindungi
UndangUndang.
g. Sebagai tempat atau sarana rekreasi alam, penelitian, pendidikan, dan sebagainya.

5
(Sundra, 2017).
Adapun beberapa manfaat hutan yaitu untuk:
1. Hutan menjaga bumi tetep dingin
2. Hutan melawan banjir
3. Hutan membersihkan tanah yang kotor
4. Hutan memberi makhluk hidup makan
5. Hutan membersihkan udara kotor
6. Hutan menciptakan lapangan kerja

2.2 Manajemen Hutan


Manajemen dapat diartikan sebagai seni, ilmu, dan proses untuk mencapai tujuan
yang telah dirumuskan melalui kegiatan dengan orang lain. Manajemen Hutan, dalam
pandangan luas, adalah integrasi faktor-faktor biologi, sosial, ekonomi, dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi keputusan pengelolaan hutan. Pada hirarki yang lebih
rendah, manajemen hutan didefisikan sebagai seluruh keputusan yang dibutuhkan
untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan secara berkelanjutan (Supratman &
Alam, 2009).
Pengelolaan sumber daya hutan diartikan secara sederhana oleh U.S. Forest Service
sebagai pemanenan hutan melalui tebang pilih, tebangan bayangan, tebangan pohon
benih atau tebang habis. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
menggunakan istilah Pengurusan Hutan untuk menggambarkan
“manajemen/pengelolaan” sumberdaya hutan. Manajemen hutan merupakan
serangkaian kegiatan pengelolaan hutan yang bertujuan untuk mengatur pemanfaatan
hasil hutan secara berkelanjutan melalui kelola produksi, kelola ekologi dan kelola
sosial.
a. Kelola Produksi adalah serangkaian kegiatan untuk memanfaatkan fungsi
ekonomi hutan adat dalam batas-batas daya dukung sumber daya hutan, misalnya
pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu, pemanfaatan layanan ekosistem, dll.
b. Kelola Lingkungan adalah serangkaian kegiatan untuk dapat menjaga
keberlangsungan manfaat ekologis hutan adat, termasuk dampak yang akan terjadi
ketika kegiatan komersialisasi pemanfaatan hasil hutan sudah mulai dilakukan
dalam hutan adat.

6
c. Kelola Sosial adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menjaga
keberlangsungan manfaat sosial budaya hutan adat bagi kehidupan anggota
komunitas setempat secara lintas generasi.

Menurut terminologi SAF (Helms, 1 998) pengelolaan hutan (forest management)


adalah praktek penerapan prinsipprinsip biologi, fisika, kimia, analisis kuantitatif,
manajemen, ekonomi, sosial dan analisis kebijakan dalam mempennudakan,
membina, memanfaatkan dan mengkonservasikan hutan untuk mencapai tujuan dan
sasaran-sasaran tertentu dengan tetap mempertahankan produktiviasnya. Pengelolaan
hutan mencakup kegiatan-kegiatan pengelolaan terhadap keindahan, ikan, rekreasi,
satwa liar, kayu serta hasil hutan bukan kayu lainnya; dan manfaat lain yang dapat
diperoleh dari hutan. Oleh karena hutan merupakan suatu ekosistem, maka
pengelolaan hutan haruslah berlandaskan kepada prinsip-prinsip pengelolaan
ekosistem, yaitu (Helms, 1998) : a. Adanya ketegasan tujuan. b. Dilaksanakan
berdasarkan kepada kebijakan, tata cara dan petunjuk praktis yang jelas. c. Bersifat
adaptif, yaitu adanya proses penyesuaian ke arah yang lebih cocok dengan keadaan
lingkungan lokalnya, berdasarkan hasil monitoring dan penelitian yang berlandaskan
kepada pemahaman yang mendalam terhadap interaksi ekologis serta proses yang
diperlukan untuk mempertahankan keberlanjutan komposisi, struktur dan fungsi
ekosistem dalam jangka panjang.

Dalam landasan hukum yang mendasari kegiatan penanganan hutan di Indonesia,


terminologi pengelolaan hutan tidak dikenal. Terminologi yang ada adalah :
perencanaan hutan, pengurusan hutan, pengusahaan hutan dan perlindungan hutan.
Penanganan hutan produksi dilakukan dengan kegiatan pengusahaan hutan yang
diselenggarakan berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan menurut
rencana karya atau bagan kerja dan meliputi : penanaman, pemeliharaan, pemungutan
hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan (Pasal 13 ayat (2) UU No. 511967).

2.3 Pengurusan Hutan


Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang
berkeadilan dan berkelanjutan dengan menjamin keberadaan hutan dengan luasan
yang cukup dan sebaran yang proporsional, mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang
meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai
manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari,

7
meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai, meningkatkan kemampuan untuk
mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif,
berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan
sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan
menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Penguasaan hutan
oleh Negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk:

a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan;
b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan
sebagai bukan kawasan hutan;
c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan
hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.

Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat,
sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional. Pemerintah menetapkan dan
mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap
daerah aliran sungai dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan,manfaat
sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. Luas kawasan hutan yang harus
dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan
atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Perubahan peruntukan dan fungsi
kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian
terpadu. Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan
oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pengurusan hutan diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Kehutanan dimana pengurusan kehutanan mencakup perencanaan kehutanan,
pengolaan hutan, Penelitian dan pengambangan, pendidikan dan latihan, serta
penyuluhan kehutanan, dan Pengawasan. Pengelolaan sebagai sebuah proses dapat
terdiri dari fungsi perencanaan, pengorganisasian, implementasi, pengendalian, dan
evaluasi. Pengelolaan sumberdaya hutan adat diharapkan dapat memenuhi unsur-
unsur pengelolaan tersebut.

1. Perencanaan Kehutanan

8
Berdasarkan PP No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan,
perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan
perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan
pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Maksud perencanaan kehutanan adalah untuk memberikan pedoman dan arah bagi
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, pelaku
usaha, lembaga profesi, yang memuat strategi dan kebijakan kehutanan untuk
menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan.
Tujuan perencanaan kehutanan adalah mewujudkan penyelenggaraan kehutanan
yang efektif dan efisien untuk mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan
lestari. Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan:
a) Inventarisasi hutan
b) Pengukuhan kawasan hutan
c) Penatagunaan kawasan hutan
d) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
e) Penyusunan rencana kehutanan (“PP No 44 Tahun 2004 Perencanaan
Kehutanan,” n.d.)

UU No 41 tahun 1999, perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan


pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 undang-undang tersebut yang merupakan
visi pembangunan kehutanan, yakni: Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan
Untuk Menjamin Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kemakmuran Rakyat.
Sedangkan misi yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut adalah:

a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang
proporsional.
b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi
fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan
untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang
seimbang dan lestari.
c. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS)
d. Mendorong peran serta masyarakat.
e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

9
f. Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah.
2. Pengelolaan Hutan
Sesuai dengan terminologi manajemen di bidang kehutanan, yang dimaksudkan
dengan pengelolaan hutan menurut UU No 41 tahun 1999 jelas merupakan
penjabaran dari fungsi pengorganisasian dan pelaksanaan (implementasi).
Pengelolaan hutan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan:
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan
d. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih
intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. Kegiatan
penataan hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan
ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok tersebut dibagi
pada petak-petak atas dasar intensitas dan efisiensi pengelolaannya. Berdasarkan
blok-blok dan petak-petak tersebut maka disusunlah rencana pengelolaan hutan
untuk jangka waktu tertentu.
Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali
pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Dalam
rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang
memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu dan bukan kayu, saat ini diwajibkan bekerja sama dengan
koperasi masyarakat setempat. Usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.
Pemanenan dan pengolahan hasil hutan ini tidak boleh melebihi daya dukung
hutan secara lestari.
Penggunaan kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan
untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah
fungsi dan peruntukan kawasan hutan tersebut (pasal 1 angka 5 PP 24 Tahun
2010). Penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan pada kawasan hutan
produksi dan hutan lindung.
Contoh kepentingan pembangunan di luar kegiatan pembangunan antara lain:
religi; pertambangan; instalasi pembangkit, transmisi dan distribusi listrik serta

10
teknologi energy baru dan terbarukan; pembangunan jaringan telekomunikasi,
stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, dan stasiun bumi pengamatan
keantariksaan; jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api; sarana transportasi yang
tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan
pengangkutan hasil produksi; waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air
minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
fasilitas umum; industri selain industri primer hasil hutan; pertahanan dan
keamanan; prasarana penunjang keselamatan umum; penampungan korban
bencana alam dan lahan usahanya yang bersifat sementara; atau pertanian tertentu
dalam rangka ketahanan pangan dan ketahanan energi. Output dari penggunaan
kawasan hutan adalah izin pinjam pakai kawasan.
Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan,
dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas,
dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, dan penerapan teknik konservasi
tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif.
Sedangkan reklamasi hutan meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan
kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai dengan peruntukannya.
Kegiatan pengelolaan kehutanan yang terakhir merupakan penyelenggaraan
perlindungan hutan dan konservasi alam yang bertujuan menjaga hutan, kawasan
hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi
produksi, tercapai secara optimal dan lestari.
Menurut Pasal 47 Undang-Undang No 41 tahun 1999, perlindungan hutan dan
kawasan hutan merupakan usaha untuk:
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam,
hama, serta penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan
atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
3. Penelitian Dan Pengambangan, Pendidikan dan Latihan, Serta Penyuluhan
Kehutanan.

11
Menurut PP No 12 Tahun 2010 Tentang Penelitian Dan Pengembangan, Serta
Pendidikan Dan Pelatihan Kehutanan, penelitian adalah kegiatan yang dilakukan
menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi,
data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian
kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (“PP 12-2010 Litbang Dan Diklat
Kehutanan,” n.d.).
Penyelenggaraan litbang kehutanan sebagaimana bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan pengurusan hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara
lestari dan peningkatan nilai tambah hasil hutan. Penyelenggaraan diklat
kehutanan sebagaimana = bertujuan untuk:
a) membentuk sumber daya manusia kehutanan yang profesional dan mampu
menguasai, memanfaatkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari, didasari iman
dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b) mewujudkan sumber daya manusia kehutanan yang kompeten dan bekerja
secara efektif, efisien serta mampu berperan sebagai pemandu, pendorong,
dan pembaharu dalam pembangunan kehutanan yang berkelanjutan;
c) menumbuhkan sumber daya manusia kehutanan yang berakhlak mulia
serta memiliki sikap, perilaku dan semangat pengabdian, pelayanan,
pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat kehutanan.
Penelitian dan pengembangan kehutanan dimaksudkan untuk mengem-bangkan
kemampuan nasional serta budaya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pengurusan hutan. Penelitian dan pengembangan kehutanan bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pengurusan hutan dalam mewujudkan pengelolaan
hutan secara lestari dan peningkatan nilai tambah hasil hutan. Penyelenggaraan
penelitian dan pengembangan kehutanan dilakukan oleh Pemerintah dan dapat
bekerjasama dengan perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat.
Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung peningkatan
kemampuan untuk menguasai, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi kehutanan. Pemerintah bersama-sama dengan dunia
usaha dan masyarakat mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan
kehutanan serta mengembangkan sistem informasi dan pelayanan hasil penelitian
12
dan pengembangan kehutanan. Pemerintah wajib melindungi hasil penemuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Izin melakukan penelitian kehutanan di
Indonesia dapat diberikan kepada peneliti asing dengan mengacu kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendidikan dan latihan kehutanan dimaksudkan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia kehutanan yang terampil,
profesional, berdedikasi, jujur serta amanah dan berakhlak mulia. Pendidikan dan
latihan kehutanan bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang
menguasai serta mampu memanfaatkan dan mengem-bangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari, didasari iman dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan
kehutanan dilakukan oleh Peme-rintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah
mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranya
pendidikan dan latihan kehutanan, dalam rangka mening-katkan kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia.
Penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu
mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan
manusia.
4. Pengawasan Hutan
Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai
pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara
maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan atau
penyempurnaan pengurusan hutan lebih lanjut. Dalam melaksanakan kegiatan
pengawasan kehutanan, pemerintah dan pemerintah daerah berwenang melakukan
pemantauan, meminta keterangan, dan melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan
pengurusan hutan. Pemerintah dan masyara-kat melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengelolaan hutan yang berdampak nasional maupun internasional.
Pembangunan kehutanan jangka panjang diarahkan pada hutan Indonesia yang
lestari untuk kesejahteraan masyarakat menuntut kemampuan SDM handal,
menguasai teknologi pengelolaan hutan dan kehutanan modern, memiliki visi
kedepan dengan didukung sarana/prasarana untuk memajukan Indonesia yang

13
mandiri dan sejahtera. Pembangunan kehutanan dalam 20 tahun mendatang
diarahkan pada pencapaian sebagai berikut :
a. Sumberdaya hutan dikelola secara optimal sesuai dengan daya dukungnya.
b. Ekonomi masyarakat terutama pada masyarakat yang terlibat dalam
pengelolaan sumberdaya hutan meningkat sampai dengan taraf sejahtera.
c. Produk hukum di bidang kehutanan yang berkeadilan ditegakan dan
diterapkan secara konsisten.
d. Kewenangan dan tanggungjawab di bidang kehutanan didelegasikan secara
bertahap kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan di bidang
kehutanan.
e. Pengelolaan sumberdaya hutan yang optimal didukung dengan
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek), sumberdaya
manusia yang profesional dan sarana/prasarana yang memadai.

Pengelolaan tanah di Indonesia banyak dipengaruhi oleh proses-proses politik


sejak era kolonial Belanda. Fase yang paling berpengaruh pada perkembangan
pertanahan di tanah air adalah ketika Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
diterbitkan pada tahun 1960. UUPA dapat dianghap sebagai UU payung karena
mengatur prinsip-prinsip penguasaan atas sumberdaya alam termasuk di
dalamnya adalah tanah, air dan udara serta sumberdaya di dalama dan di atasnya
(Tjondronegoro 2003 dalam Muttaqin & Subarudi, 2013).

2.4 Kondisi Hutan Indonesia


Indonesia masih memiliki hutan yang lebat pada tahun 1950. Sekitar 40 persen dari
luas hutan pada tahun 1950 ini telah ditebang dalam waktu 50 tahun berikutnya. Jika
dibulatkan, tutupan hutan di Indonesia turun dari 162 juta ha menjadi 98 juta ha. Pada
tahun 1980-an laju kehilangan hutan di Indonesia rata-rata sekitar 1 juta ha per tahun,
kemudian meningkat menjadi sekitar 1,7 juta ha per tahun pada tahun-tahun pertama
1990-an. Sejak tahun 1996, laju deforestasi tampaknya meningkat lagi menjadi
menjadi rata-rata 2 juta ha per tahun. Hutan-hutan tropis dataran rendah Indonesia
yang memiliki persediaan kayu dan keanekaragaman yang paling tinggi, adalah yang
memiliki resiko paling tinggi. Tipe hutan ini hampir seluruhnya lenyap di Sulawesi,
dan diprediksikan akan lenyap di Sumatera pada tahun 2005 dan di Kalimantan pada
tahun 2010, jika kecenderungan seperti saat ini terus berlangsung. Hampir setengah

14
dari luas hutan di Indonesia sudah terfragmentasi oleh jaringan jalan, jalur akses
lainnya, dan berbagai kegiatan pembangunan, seperti pembangunan perkebunan dan
hutan tanaman industri. Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat
dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya
alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk
kepentingan politik dan keuntungan pribadi.

Konsesi-konsesi Hak Pengusahaan Hutan yang mencakup lebih dari setengah luas
total hutan Indonesia diberikan oleh mantan Presiden Soeharto, kebanyakan
diantaranya diberikan kepada sanak saudara dan para pendukung politiknya.
Kronisme di sektor kehutanan membuat para pengusaha kehutanan bebas beroperasi
tanpa memperhatikan kelestarian produksi jangka panjang. Sebagai salah satu cara
untuk meningkatkan penerimaan ekspor Indonesia, dan juga karena keberuntungan
yang berpihak kepada perusahaan, paling sedikit 16 juta ha hutan alam telah disetujui
untuk dikonversi menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan. Dalam banyak
kasus, konversi bertentangan dengan persyaratan legal yang mengharuskan
pembangunan hutan tanaman industri dan perkebunan hanya pada areal lahan yang
telah mengalami degradasi, atau pada lahan hutan yang telah dialokasikan untuk
konversi. Pengembangan industri pulp dan kertas yang sangat agresif di Indonesia
dalam dekade terakhir ini telah menimbulkan tingkat permintaan terhadap serat kayu
yang tidak dapat dipenuhi oleh rejim pengelolaan hutan di dalam negeri pada saat ini.
Pembukaan hutan oleh para petani skala kecil juga cukup penting tetapi bukan
merupakan penyebab utama deforestasi (FWI, 2001).

Tahun 2009 luas tutupan hutan Indonesia adalah 88,17 juta ha atau sekitar 46,33
persen dari luas daratan Indonesia. Sebaran tutupan hutan terluas berada di Pulau
Papua dengan persentase sebesar 38,72 persen dari total luas tutupan hutan Indonesia,
atau sekitar 34,13 juta ha. Pada periode tahun 2000-2009 Sebaran tutupan hutan
Indonesia berdasarkan fungsi kawasan menunjukkan bahwa tutupan hutan terluas
berada di Hutan Lindung, yaitu sekitar 26,16 persen dari total tutupan hutan Indonesia
atau sekitar 23,06 juta ha. Luas hutan Indonesia yang mengalami deforestasi adalah
sebesar 15,16 juta ha. Pulau Kalimantan menjadi daerah penyumbang deforestasi
terbesar yaitu sekitar 36,32 persen atau setara dengan 5,50 juta ha. Deforestasi terluas
terjadi di dalam Areal Penggunaan Lain yaitu sebesar 28,63 persen dari total
deforestasi Indonesia atau setara dengan 4,34 juta ha. Deforestasi juga terjadi di Hutan

15
Lindung dan Kawasan Konservasi, kawasan yang seharusnya dilindungi dari kegiatan
ekstraksi kayu. Luas Hutan Lindung yang yang mengalami deforestasi adalah 2,01
juta ha, sementara Kawasan Konservasi mengalami deforestasi seluas 1,27 juta ha.
Tahun 2009, lahan gambut yang memiliki tutupan hutan adalah sekitar 10,77 juta ha
atau sekitar 51 persen dari luas lahan gambut Indonesia. Papua merupakan daerah
yang memiliki tutupan hutan lahan gambut terluas yaitu sekitar 6,15 juta ha. Dalam
periode tahun 2000-2009 tutupan hutan di lahan gambut mengalami deforestasi seluas
2 juta ha. Kejadian deforestasi terluas terjadi di Sumatera, yaitu sekitar 0,98 juta ha.
Dalam periode tahun 2000-2009, deforestasi di lahan gambut berdasarkan fungsi
kawasan, yang terbesar berada di Hutan Produksi yakni sebesar 704,89 ribu ha.
Tutupan hutan di lahan gambut yang berada dalam Kawasan Hutan Lindung dan
Kawasan Konservasi mengalami deforestasi sebesar 7,91 persen dan 10,86 persen dari
total deforestasi di lahan gambut berdasarkan fungsi Kawasan (FWI, 2011).

Di tahun 2013 luas daratan Indonesia yang masih tertutup hutan alam adalah 82 juta
hektare. Tujuh puluh lima persen diantaranya ada di daratan Papua dan Kalimantan.
Di tahun 2013 tersebut urutan luas tutupan hutan alam adalah: Papua 29,4 juta
hektare, Kalimantan 26,6 juta hektare, Sumatera 11,4 juta hektare, Sulawesi 8,9 juta
hektare, Maluku 4,3 juta hektare, Bali dan Nusa Tenggara 1,1 juta hektare, dan Jawa
675 ribu hektare. Tutupan hutan alam terluas berada di dalam Kawasan Hutan
Lindung yaitu sebesar 22,9 juta hektare atau 28 persen dari total luas tutupan hutan
alam di Indonesia.

Sekitar 73 juta hektare luas tutupan hutan alam di Indonesia terancam oleh kerusakan
yang lebih besar di masa yang akan datang, baik yang disebabkan aktivitas
penebangan dan konversi lahan yang terencana, akses terbuka (open access) terhadap
lahan, serta ketidakhadiran pengelola di tingkat tapak. Kehilangan tutupan hutan alam
(deforestasi) terbesar selama periode 2009- 2013 berdasarkan urutan provinsi:
Provinsi Riau 690 ribu hektare, Kalimantan Tengah 619 ribu hektare, Papua 490 ribu
hektare, Kalimantan Timur 448 ribu hektare, dan Kalimantan Barat 426 ribu hektare.
Kehilangan tutupan hutan alam (deforestasi) terbesar selama periode 2009- 2013
berdasarkan fungsi Kawasan Hutan Negara dan Areal Penggunaan Lain secara
berurutan adalah Kawasan Hutan Produksi dengan angka deforestasi 1,28 juta
hektare, Areal penggunaan lain 1,12 juta hektare, Kawasan Hutan Produksi yang
Dapat Dikonversi 0,78 juta hektare, Kawasan Hutan Produksi Terbatas 0,7 juta

16
hektare, Kawasan Hutan Lindung 0,48 juta hektare dan Kawasan Konservasi 0,23 juta
hektare. Kalimantan Barat adalah provinsi dengan kehilangan tutupan hutan alam
(deforestasi) terbesar di dalam konsesi perkebunan sawit yaitu 147,6 ribu hectare
(FWI, 2014).

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan
dan permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu
kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan yang dinamis. Manajemen
hutan merupakan serangkaian kegiatan pengelolaan hutan yang bertujuan untuk
mengatur pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan melalui kelola produksi,
kelola ekologi dan kelola sosial. Pengurusan hutan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimana pengurusan kehutanan mencakup
perencanaan kehutanan, pengolaan hutan, Penelitian dan pengambangan, pendidikan
dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan Pengawasan. Pengelolaan sebagai
sebuah proses dapat terdiri dari fungsi perencanaan, pengorganisasian, implementasi,
pengendalian, dan evaluasi. . Hampir setengah dari luas hutan di Indonesia sudah
terfragmentasi oleh jaringan jalan, jalur akses lainnya, dan berbagai kegiatan
pembangunan, seperti pembangunan perkebunan dan hutan tanaman industri.
Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik
dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan,
sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan
keuntungan pribadi.

3.2 Saran
Marilah kita jaga lingkungan maupun hutan yang ada di negara ini agar tidak
terjadi kerusakan seperti; kebakaran serta penebangan liar. Karena apabila linkungan
mengalami kerusakan maka dampaknya terhadap diri kita sendiri. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi kelompok kami.

18
DAFTAR PUSTAKA
Endang Suhendang. (1999). Sebuah Analisis Konsepsional dalam llmu Manajemen Hutan.
Bogor. Retrieved from
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/13926/9/image0001.pdf

FWI. (2001). Keadaan Hutan Indonesia (1st ed.). Bogor: Forest Watch Indonesia dan
Washington D.C.

FWI. (2011). Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009 (1st ed.). Bogor:
Forest Watch Indonesia.

FWI. (2014). Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2009-2013 (1st ed.). Bogor:
Forest Watch Indonesia.

Muttaqin, M. Z., & Subarudi. (2013). Pengelolaan Kawasan Hutan dan Lahan dan
Pengaruhnya bagi Pelaksanaan REDD+ di Indonesia (1st ed.). Bogor: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan.

PP 12-2010 Litbang dan Diklat Kehutanan. (n.d.). Retrieved March 5, 2021, from
https://ngada.org/pp12-2010.htm

PP No 44 Tahun 2004 Perencanaan Kehutanan. (n.d.). Retrieved March 4, 2021, from


https://ngada.org/pp44-2004.htm

Rasid, A., Malik, A., & Alam, A. S. (2018). MANAJEMEN PENGELOLAAN HUTAN
PRIBADI DI DESA SINTUWU KECAMATAN PALOLO KABUPATEN SIGI. Jurnal
Warta Rimba, 6(1). Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/WartaRimba/article/view/9847

Renggi, E. R., Indra, M., Muslich, M., & Asmui. (2015). Panduan Pengelolaan Sumber
Daya Hutan dan Pemanfaatan Mekanisme Pembayaran Layanan Ekosistem di Hutan
Adat (Guideline for forest resources management and utilization of PES in customary
forest). Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Japan Social Development Fund.
Retrieved from http://www.aman.or.id/wp-content/uploads/2017/01/Buku-Panduan-
PSDH-PES-AMAN-2015.pdf

Sundra, K. (2017). Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Denpasar.

Supratman, & Alam, S. (2009). Manajemen Hutan. Tamalanrea: Universitas Hasanuddin.

19
20

Anda mungkin juga menyukai