Anda di halaman 1dari 13

Makalah Praktikum Silvikultur Medan, Maret 2021

PEMILIHAN JENIS PADA HUTAN KONSERVASI TAMAN


NASIONAL BALURAN

Dosen Penanggungjawab :
Afifuddin Dalimunthe, SP., MP.

Disusun Oleh :
Sri Lestari 191201049
Rizkia Amalia Adinda 191201057
Decwan Lencana Malau 191201107
Ika Darwati Nainggolan 191201116
Muhammad Firza Akbar 191201125
M.Fabian Manalu 191201206

Kelompok 7
HUT 4C

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah praktikum silvikultur yang berjudul “Pemilihan Jenis Pada
Hutan Konservasi” ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah praktikum
silvikultur ini disusun untuk memenuhi syarat masuk praktikum silvikultur,
Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih yang besar
kepada Afifuddin Dalimunthe, SP., MP. selaku dosen pembimbing mata kuliah
silvikultur, yang telah mengajarkan materi praktikum dengan baik begitu juga
dengan asisten praktikum silvikultur yang telah membantu penulis dalam
melaksanakan praktikum yang hasilnya kemudian dituangkan dalam makalah ini.
Penulis sadar, penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik
dari segi teknik maupun materi. Oleh sebab itu, penulis sangat mengaharapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan makalah praktikum
silvikultur ini. Akhir kata, semoga laporan praktikum pemanenan hasil hutan ini
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan .......................................................................................... 3
BAB II ISI
2.1 Pengertian Hutan Konservasi ..................................................... 4
2.2 Kondisi Ekologi yang Ada di Taman Nasional Baluran..…....... 4
2.3 Keadaan Flora dan Fauna Taman Nasional Baluran......…….… 5
2.4 Pengelolaan pada Taman Nasional Baluran.....………....…....... 6
2.5 Studi Kasus yang Pernah Terkait dengan Masalah Konflik
Sebelumnya.………..………………………….………………. 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai
ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Kondisi hutan, dilihat dari penutupan
lahan/vegetasi, mengalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai
perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang
menggakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk, dan
pembangunan diluar sektor kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh
besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan produk produk dari hutan
serta ketidakjelasan institusi pengelola kawasan hutan tersebut. Hutan mempunyai
fungsi produksi mempunyai nilai ekonomi, seperti kayu, rotan, gaharu dan
sebagainya. Hutan mempunyai fungsi ekologi karena hutan sangat penting untuk
keberlangsungan makhluk hidup manusia, hewan dan tumbuhan. Fungsi ekologi
tersebut diantaranya adalah menyerap karbondioksida sekaligus menghasilkan
oksigen bagi kehidupan, sumber air, pencegah erosi dan banjir, habitatn hewan,
sumber keanekaragaman hayati, dan sebagainya (Nisa et al., 2019).
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok atas: Hutan konservasi,
hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan
dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan
pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya, dan taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan
sebagai tempat wisata berburu (Mulyanie, 2016).
Kawasan Hutan terbagi menjadi dua yaitu Kawasan Hutan Konservasi dan
Kawasan Hutan Lindung, kawasan hutan konservasi terbagi lagi menjadi 2 yaitu
Hutan konservasi terdiri dari kawasan hutan Suaka Alam (KSA) berupa Cagar
2

Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM); Kawasan hutan Pelestarian Alam
(KPA) berupa Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura) dan Taman
Wisata Alam (TWA); dan Taman Buru (TB). Kawasan hutan Suaka Alam (KSA)
adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya,
dan juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 3 Kawasan
hutan lindung juga terbagi lagi antara lain Hutan Lindung, Hutan Produksi
Terbatas, Hutan Produksi dan Hutan Konversi Produksi (Frastien, 2017).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah
dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan
oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit,
serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan
atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan (Mulyanie, 2016).
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sebagai salah satu
bentuk optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam bagi terwujudnya kemakmuran
rakyat berkelanjutan juga tidak bisa terhindar dari situasi diatas, oleh karena itu
perlu dilakukan upaya–upaya revitalisasi peraturan perundang-undangan di
bidang konservasi agar sasaran konservasi dapat segera diwujudkan. Unsur unsur
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung
antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan
dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem. Untuk
menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan
cara sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu
mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri.
Indonesia telah banyak lokasi konservasi yang tersebar di seluruh Indonesia
(Yulianty, 2018).
Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan merupakan kebijakan prioritas
Kementerian Kehutanan. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan
masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
3

Tentunya dalam pemberdayaan masyarakat direncanakan suatu model


pengelolaan masyarakat yang komprehensif dan berbasis ekosistem berkelanjutan.
Yang membuat perubahan untuk mencapai kondisi yang lebih baik dan lebih
bermakna, tahap proses dimulai dari tahap perencanaan, maka tahap berikutnya
pelaksanaan dan evaluasi. Dengan demikian perencanaan adalah salah satu
langkah penting dalam pelaksanaan pembangunan yang dalam hal ini adalah
untuk memberdayakan masyarakat. Perencanaan yang baik seharusnya
mempertimbangkan kedua teori perencanaan tersebut, baik teori prosedural
maupun teori substantif karena perencanaan yang baik tidak mungkin dilakukan
dengan mengabaikan esensi dan persoalan yang dibahas. Sistem perencanaan
pembangunan dengan menggunakan pendekatan topdown planning dan bottom-up
planning akan menjamin adanya keseimbangan–keseimbangan yang terjadi antara
prioritas nasional dengan aspirasi lokal dalam perencanaan pembangunan di suatu
daerah tertentu (Susanto, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah Silvikultur yang berjudul “Pemilihan
Jenis Pada Taman Nasional Baluran” adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Hutan Konservasi ?
2. Bagaimana kondisi ekologis yang ada di Taman Nasional Baluran ?
3. Bagaimana keadaan flora dan fauna di Taman Nasional Baluran ?
4. Bagaimana pengelolaan pada Taman Nasional Baluran ?
5. Apa studi kasus yang pernah terkait dengan masalah konflik sebelumnya ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah Praktikum Silvikultur yang berjudul
“Pemilihan jenis Pada Taman Nasional Baluran adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu Hutan Konservasi
2. Untuk mengetahui kondisi ekologi Taman Nasional Baluran
3. Untuk mengetahui flora fauna di Taman Nasional Baluran
4. Untuk mengetahui bagaimana pemeliharaan Taman Nasional Baluran
5. Untuk mengetahui konflik yang pernah terjadi sebelumnya
4

BAB II
ISI

2.1 Pengertian Hutan Konservasi


Hutan konservasi, yakni kawasan hutannegara dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya. Selanjutnya,UUNo.41Tahun1999tentangKehutananlebih
lanjut merinci kawasan hutan konservasi kedalam 3(tiga) kawasan, yaitu pertama,
Kawasan hutan suaka alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok sebagaisuatu kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kedua, Kawasanhutan pelestarian
alam, yaitukawasanhutan negara dengan cirikhas tertentu yang mempunyai fungsi
pokok perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhandan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
hayatidan ekosistemnya. Ketiga,Taman buruyakni kawasan hutannegara yang
ditetapkan sebagaitempat wisata berburu (Akhmaddian., 2013).

2.2 Bagaimana kondisi ekologis yang ada di Taman Nasional Baluran


Taman Nasional Baluran merupakan kawasan konservasi yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi pada habitat serta jenis satwanya. Tipe ekosistem
yang dimiliki oleh Taman Nasional Baluran antara lain adalah savana, hutan
musim, hutan evergreen, hutan pantai kering, dan hutan pantai basah . Salah satu
ekosistem yang menjadi ciri khas dari taman nasional ini adalah ekosistem savana.
Savana di taman nasional ini tersebar di berbagai tempat diantaranya di Balanan,
Semiang, Karangtekok, Kramat, Bekol, dan Talpat. Savana merupakan padang
rumput yang dipenuhi oleh semak dan pohon yang persebarannya jarang serta
dapat ditemukan di hutan hujan tropis dan padang pasir. Savana sebagai hutan
kering tropis mengalami pergantian antara musim kering dan musim hujan,
datangnya musim kering biasanya diiringi dengan faktor penting yang
mengendalikan densitas dari komunitas vegetasi di savana yaitu dengan kilat.
Kilat akan menyambar pada awal musim hujan sehingga menginisiasi kebakaran
5

dan pohon akan tumbang namun rumput akan tetap bertahan dan menyebar lebih
luas. Lapisan tanah pada savana juga memiliki permeabilitas rendah terhadap air
sehingga terdapat genangan air. Selain itu pohon tidak akan tumbuh pada tanah
yang terdapat genangan air. Ciri-ciri hewan yang ada di ekosistem ini adalah
macan tutul, rusa, ajag, dan kerbau (Molles., 2014).

2.3 Flora dan Fauna Yang ada Pada Taman Nasional Baluran
Taman Nasional Baluran adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang
terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo dan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa
Timur, Indonesia. Nama dari Taman Nasional ini diambil dari nama gunung yang
berada di daerah ini, yaitu Gunung Baluran. Taman Nasional ini sangat luas sekali
dan dihuni oleh berbagai satwa dan fauna. Taman Nasional ini memiliki sekitar
444 jenis tumbuhan dan di antaranya merupakan tumbuhan asli yang khas dan
mampu beradaptasi dalam kondisi yang sangat kering.
Tumbuhan khas tersebut adalah:

1. Widoro bukol (Ziziphus rotundifolia)


2. Mimba (Azadirachta indica)
3. Pilang (Acacia leucophloea)
4. Asam jawa (Tamarindus indica)
5. Gadung (Dioscorea hispida)
6. Kemiri (Aleurites moluccana)
7. Gebang (Corypha utan)
8. Api-api (Avicennia sp.)
9. Kendal (Cordia obliqua)
10. Salam (Syzygium polyanthum)
11. Kepuh (Sterculia foetida)

Di Taman Nasional ini terdapat 26 jenis mamalia, di antaranya adalah:


1. Banteng (Bos javanicus javanicus)
2. Kerbau liar (Bubalus bubalis)
3. Ajag (Cuon alpinus javanicus)
4. Kijang (Muntiacus muntjak muntjak)
5. Rusa (Cervus timorensis russa)
6

6. Macan tutul (Panthera pardus melas)


7. Kancil (Tragulus javanicus pelandoc)
8. Kucing bakau (Prionailurus viverrinus)

Selain itu, terdapat sekitar 155 jenis burung, di antaranya termasuk burung
langka seperti:
1. Layang-layang api (Hirundo rustica)
2. Tuwuk asia (Eudynamys scolopacea)
3. Burung merak (Pavo muticus)
4. Ayam hutan merah (Gallus gallus)
5. Kangkareng (Anthracoceros convecus)
6. Burung rangkong (Buceros rhinoceros)
7. Bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus)

Dari Laporan Review Potensi Flora Taman Nasional Baluran tahun 2013,
jumlah jenis tumbuhan makin bertambah dari 423 jenis tumbuhan (Wind dan
Amir) pada tahun 1977 menjadi 475 spesies dengan 100 famili, dengan
penambahan flora terbaru yaitu 52 spesies dari 13 famili. 475 jenis tumbuhan
tersebut antara lain 144 jenis pohon, 76 spesies tumbuhan perdu, 59 spesies
rumput, 135 spesies herba, 42 spesies liana, 5 spesies anggrek, 13 spesies paku, 2
spesies parasit/epifit. Meski banyak tumbuhan endemik, ada jenis tumbuhan yang
dianggap pengganggu karena kontra produktif terhadap pengelolaan kawasan TN
Baluran, keberlangsungan ekosistem di sekitar taman yaitu gulma sebanyak 16
jenis, invasif 21 jenis, eksotik 31 jenis, pengganggu 10 jenis dan yang belum
diketahui statusnya dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran
sebanyak 4 jenis. Tumbuhan yang dianggap pengganggu antara lain Acacia
auriculiformi, Gamal (Gliricidia sepium), Gundo (Sphenoclea zeylanica),
Kecubung (Datura fastuosa), Kerangkongan (Ipomoea fistulosa), Kersen
(Muntingia calabura), Mindi (Melia azedarach), Pletekan (Ruellia tuberosa).

2.4 Pengelolaan Taman Nasional Baluran


Dari segi pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran dibagi menjadi dua
sedi pengelolaan yaitu sesi pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol yang
meliputi Resort Bama Lempuyang dan Perengan. Seksi pengelolaan Taman
7

Nasional Wilayah II Karangtekok yang meliputi Resort Watu Numpuk, Labuhan


Merak dan Bitakol. Saat ini ekowisata merupakan istilah yang telah dipergunakan
secara internasional untuk konsep pariwisata yang berkelanjutan.Pariwisata
berkelanjutan adalah penyelenggaraan pariwisata bertanggung jawab yang
memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini, tanpa mengorbankan potensi
pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang, dengan
menerapkan prinsip-prinsip, layak secara ekonomi (economically feasible) dan
lingkungan (environmentally feasible), diterima secara sosial (sosially acceptable)
dan tepat guna secara teknologi (technologically appropriate). Pendekatan
pariwisata berkelanjutan. Keberhasilan pengelolaan dan pengembangan ekowisata
merupakan hasil kerja sama antara stakeholder, yaitu pemerintah, swasta dan
masyarakat. Dimana, pengembangan ekowisata melibatkan berbagai pihak
sepertipengunjung, sumber daya alam, pengelola, masyarakat lokal, kalangan
bisnis termasuk perjalanan, pemerintah dan LSM. Peranan masyarakat lokal
harusdipertimbangkan karena mereka menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan
dari ekosistemsekaligus adalah pelaku yang berhak mengambil keputusan dalam
prinsip ekowisata yangtelahditerima secara umum, yaitu ekowisata berorientasi
lokal dan melibatkan masyarakat lokal.

2.5 Studi Kasus yang Pernah Terkait dengan Masalah Konflik Sebelumnya
Taman Nasional Baluran yang berada di wilayah Kabupaten Situbondo
merupakan kawasan konservasi bagi berbagai satwa dan tumbuhan yang hidup di
areal seluas 25.000 ha. Akan tetapi keberlangsungan ekosistem di sekitar taman
nasional baluran di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur terancam karena
pembukaan lahan di dekat Taman Nasional yang rencananya akan dibangun
pabrik pengolahan nikel oleh PT. Situbondo Metallindo. Pembangunan itu
dibenarkan pihak pengelola Taman Nasional Baluran, yang menyebutkan bahwa
lokasi itu berada di luar wilayah taman nasional. Keberadaan pabrik tersebut
sangat rentan terhadap persoalan lingkungan, terkait limbah yang akan dihasilkan
dan berpotensi mencemari lingkungan, sementara pemerintah belum menetapkan
standarisasi pabrik tersebut.
Di Taman Nasional Baluran juga pernah terjadi kebakaran hutan pada
bulan agustus 2019 yang terjadi di malam hari. Luas lahan yang terbakar kurang
8

lebih 5 hektare. Taman Nasional Baluran pada saat musim kemarau biasanya
dalam kondisi kering, sehingga sangat mudah terbakar. Vegetasi yang hijau pada
musim penghujan akan menjadi sangat kering pada saat musim kemarau.
Penyebab kebakaran salah satunya kesengajaan masyarakat dengan motif
pemburuan satwa. Strategi perburuan ini dilakukan karena pemburu meyakini,
jika hutan dibakar maka satwa akan keluar dan lebih mudah ditangkap.
9

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok atas: Hutan
konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah
kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
2. Hutan konservasi, yakni kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya.
3. Taman Nasional Baluran merupakan kawasan konservasi yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi pada habitat serta jenis satwanya. Tipe ekosistem
yang dimiliki oleh Taman Nasional Baluran antara lain adalah savana, hutan
musim, hutan evergreen, hutan pantai kering, dan hutan pantai basah
4. Taman Nasional ini memiliki sekitar 444 jenis tumbuhan seperti Widoro bukol
(Ziziphus rotundifolia), Mimba (Azadirachta indica), Pilang (Acacia
leucophloea), juga terdapat 26 jenis mamalia seperti Banteng (Bos javanicus
javanicus), Kerbau liar (Bubalus bubalis), Ajag (Cuon alpinus javanicus), dan
juga terdapat sekitar 155 jenis burung diantaranya adalah Layang-layang api
(Hirundo rustica), Tuwuk asia (Eudynamys scolopacea), Burung merak (Pavo
muticus)
5. Dari segi pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran dibagi menjadi dua
sesi pengelolaan yaitu sesi pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol yang
meliputi Resort Bama Lempuyang dan Perengan serta seksi pengelolaan
Taman Nasional Wilayah II Karangtekok yang meliputi Resort Watu
Numpuk, Labuhan Merak dan Bitakol.
10

DAFTAR ISI

Akhmaddhian S. 2013. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan Hutan


Konservasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999 Tentang
Kehutanan (Studi di Kabupaten Kuningan). Jurnal Dinamika Hukum,
13(3): 446-456.
Frastien D. 2017. Perubuhan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan
Kawasan Hutan Untuk Menjamin Hak Masyarakat Atas Tanah. 2(2): 151-
164.
Molles M. 2014. Ecology Concepts and Aplication 7th ed. New York
:McGrawHill
Mulyanie E. 2016. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Kawasan Konservasi
Hutan di Gunung Galunggung Kabupaten Tasik Malaya. 4(1): 1-14.
Susanto A. 2016. Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat(Studi pada Balai Taman Nasional Gunung
Merapi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). 2(2): 112-119.
Yulianti. 2018. Kendala Dalam Pengamanan Kawasan Hutan Konservasi Suaka
Margasatwa Lamandau Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun
1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
1(1): 21-32.

Anda mungkin juga menyukai