Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PRAKTEK KERJA LAPANGAN TERPADU

(AMPC 2702)

“KAJIAN EKO DAN EDUWISATA DI KAWASAN KALANG


HADANGAN KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN
SELATAN”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK XII
ALIFIA NOVARIANI (1810119120013)
NOVITA ANGGRIANI YUSUF (1810119220008)
RISKA YULIA PUTRI (1810119120017)
WULAN HANDAYANI (1810119220026)

DOSEN PEMBIMBING:
RIYA IRIANTI, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
DESEMBER
2021
LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN EKO DAN EDUWISATA DI KAWASAN KALANG HADANGAN


HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN

Disusun untuk memehuhi persyaratan Mata Kuliah

Praktikum Kerja Lapangan Terpadu

Dosen Pembimbing :
Banjarmasin, Desember 2021

Riya Irianti, S.Pd., M.Pd.

NIP. 19891005 201903 2 036

Mengetahui,
Ketua Prodi Pendidikan Biologi

Dra Hj. Sri Amintarti M.Si


NIP. 19600909 198703 2 001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Praktek Kerja Lapangan Terpadu dengan judul
Kajian Eko Dan Eduwisata Di Kawasan Kalang Hadangan Kabupaten Hulu
Sungai Utara Kalimantan Selatan ini dengan baik. Kami menyadari bahwa
selama penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari. Oleh sebab itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam menyusun makalah
ini.
2. Kepada orang tua kami yang selalu mendoakan kami serta
memberi dukungan kepada kami, baik secara moril maupun
materiil dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu hingga selesainya makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat
jauh dari sempurna, baik dari segi tata bahasa, teknik penulisan,
maupun dari segi keilmuannya. Hal ini mungkin disebabkan karena
kurangnya data- data yang di peroleh sebagai penunjang makalah ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini dimasa yang akan datang. Akhir kata kami mengucapkan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dan kami
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya amin Yaa
Rabbal’ alamin.

Banjarmasin, Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Ekowisata..................................................................................................3
2.2 Potensi Ekowisata di Kabupaten Hulu Sungai Utara................................3
BAB III PENUTUP...............................................................................................23
3.1 Kesimpulan..............................................................................................23
3.2 Saran........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Selatan, ibu kota kabupaten ini terletak di Amuntai dimana terletak
pada 2’-3' LS dan 115'-116' BT, wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak di
daerah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 m sampai dengan 7 m
di atas permukaan air laut dan banyak digenangi oleh rawa. Keanekaragaman ini
memunculkan ekosistem alam sehingga dapat dijadikan obyek wisata.
Kabupaten Kotabaru secara geografis cukup unik, dimana selain memiliki
banyak pulau, pantai dan lautan serta sebagian dari Pulau Kalimantan juga
memiliki gunung, lembah dan dataran serta masih adanya kawasan hutan atau
pedalaman. Selain itu secara demografis juga cukup unik karena disamping dihuni
oleh penduduk asli Kalimantan (suku Banjar dan Dayak) juga dihuni oleh
penduduk yang berasal dari Sulawesi, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sumatera.
Dengan beraneka ragamnya Kabupaten Kotabaru baik secara geografis maupun
secara demografis maka hal ini memunculkan eksotisme alam dan budaya
sehingga dapat dijadikan obyek wisata (Ismail, dkk, 2016).
Pariwisata mulai dilirik sebagai salah satu sektor yang sangat menjanjikan
bagi perkembangan wilayah di skala global. Seiring dengan perkembangannya,
muncul konsep ekowisata berbasis masyarakat, yaitu wisata yang menyuguhkan
segala sumber daya wilayah yang masih alami, yang tidak hanya mengembangkan
aspek lingkungan dalam hal konservasi saja, namun juga memberikan keuntungan
bagi masyarakat sekitar, sebagai salah satu upaya pengembangan pedesaan untuk
meningkatkan perekonomian lokal, dimana masyarakat di kawasan tersebut
merupakan pemegang kendali utama (Tanaya & Rudiarto, 2014). Pariwisata
merupakan sektor yang dapat diandalkan sebagai sumber perekonomian dan
penghasil devisa nomor satu negara maupun daerah di Indonesia, karena
Indonesia memiliki keberagaman potensi pariwisata seperti potensi fisik, budaya
dan sosial (Suwantoro, 1997).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ekowisata ?
2. Apa saja potensi ekowisata yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ekowisata.
2. Untuk mendeskripsikan potensi ekowisata yang ada di Kabupaten Hulu Sungai
Utara.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ekowisata
Ekowisata dapat dilihat berdasarkan keterkaitannya dengan 5 elemen inti,
yaitu bersifat alami, berkelanjutan secara ekologis, lingkungannya bersifat
edukatif, menguntungkan masyarakat lokal, dan men-ciptakan kepuasan
wisatawan. Berdasarkan definisi-definisi dari berbagai tokoh, Fennell (2003)
kemudian merangkum pengertian ekowisata sebagai sebuah bentuk berkelanjutan
dari wisata berbasis sumberdaya alam yang fokus utamanya adalah pada
pengalaman dan pembelajaran mengenai alam, yang dikelola dengan
meminimalisir dampak, non-konsumtif, dan berorientasi lokal (kontrol,
keuntungan dan skala).
Menurut Nugroho (2015) prinsip ekowisata adalah meminimalkan dampak,
menumbuhkan kesadaran lingkungan dan budaya, memberikan pengalaman
positif pada turis (visitors) maupun penerima (host), memberikan manfaat dan
pemberdayaan masyarakat lokal. Edu-Ekowisata berbasis lingkungan juga
merupakan solusi pada pemahaman anak melalui pendidikan lingkungan yang
diamanatkan pada Surat Keputusan Bersama Menteri Lingkungan Hidup dan
Menteri Pendidikan Nasional No. Kep.07/MenLH/06/2005 dan No.
05/VI/KB/2005 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan
Hidup.

2.2 Potensi Lokal Tumbuhan Pada Rawa Kabupaten Hulu Sungai Utara

3
1 Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

(Sumber : Dok. penelitian, 2021) (Sumber : Sutandi, 2021)

Tumbuhan ini diklasifikasikan:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Liliopsida

Ordo : Alismatales

Familia : Pontederiaceae

Genus : Eichornia

Spesies : Eichornia crassipes

(Sumber : Soerjani et al., 1987)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap

tumbuhan yang ada di rawa kalang hadangan yaitu tumbuhan eceng gondok

atau yang sering disebut oleh masyarakat sekitar dengan sebutan ilung.

4
Tumbuhan eceng gondok ini memiliki ciri-ciri habitus herba akuatik yang

hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar di dasar rawa

jika airnya dangkal. Tumbuhan ini memiliki susunan akar serabut dan tidak

bercabang berwarna coklat kehitaman. Eceng gondok memiliki batang

berbentuk bulat silindris berwarna hijau. Panjangnya mencapai 15-20 cm

dengan diameter 2-5 cm. Daun pada tumbuhan ini merupakan daun tunggal

dengan tata letak daun roset. Helaian daun berbentuk bulat telur lebar dengan

tulang daun yang melengkung rapat, berwarna hijau dengan permukaan yang

licin mengkilat, memiliki tepi daun yang rata, ujungnya membulat dan

pangkalnya berlekuk. Panjang daun mencapai 4-9 cm dengan lebar 3-8 cm.

Bunganya memiliki macam perbungaan bunga majemuk tak terbatas,

memiliki tenda bunga yang berjumlah 5 berwarna ungu bercorak kuning.

Menurut Soerjani et al. (1987), tumbuhan yang ditemukan ini

mengapung di atas permukaan air. Pada tumbuhan ini, tangkai

menggelembung dan pendek. Panjang tangkai sekitar 15-30 cm dengan

diameter sekitar 2-4 cm. Daunnya tunggal berbentuk membulat, melebar, tebal

dan hijau muda. Panjang daun sekitar 4-9 cm dengan lebar sekitar 3-5 cm.

Pada setiap rumpun rata-rata terdapat 5-7 tangkai daun. Daun-daun itu

tersusun melingkar (roset). Akar tumbuhan adalah akar serabut, memanjang

dan ditumbuhi bulu-bulu. Panjang akar tumbuhan sekitar 8-10 cm. Menurut

Sutandi (2021) tumbuhan ini memang habitatnya di air dan biasanya lebih

dikenal dengan tumbuhan hidrofit. Bunganya merupakan bunga majemuk

5
yang memiliki tenda bunga 5-6 berwarna ungu dengan jumlah putik 2 dan

stamen 3.

Eceng gondok yang ditemukan di rawa merupakan salah satu

tumbuhan yang bermanfaat sebagai ketersediaan pakan alami bagi kerbau

rawa di sana. Berdasarkan hasil pengkajian Rohaeni et al. (2005) diketahui

bahwa jenis tumbuhan yang menutupi rawa pada musim hujan adalah eceng

gondok 50% dan 50% tumbuhan lainnya. Hasil analisis laboratorium terhadap

kandungan nutrien beberapa hijauan pakan kerbau rawa yaitu eceng gondok

mengandung protein kasar 12,48% lebih tinggi dari jenis tumbuhan lainnnya.

Eceng gondok (Eichornia crassipes) juga dapat dimanfaatkan

untuk mengurangi pencemaran kadar logam berat dalam air yang tercemar

unsur Pb, Cd, Cu, Fe, Zn, dan Hg (Armand dan Nisma, 2010). Dengan

perlakuan yang tepat eceng gondok dapat menghasilkan biogas sebagai bahan

bakar mesin gas pembangkit listrik (Alvi et al., 2014); dan juga dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk untuk penyubur tanaman (Mashavira et al.,

2015).

Menurut Dewi (2012) tumbuhan eceng gondok ini akan

berkembang dengan sangat cepat, pada musim penghujan dikarenakan pada

saat musim penghujan air pada genangan akan mendapatkan banyak nutrisi,

meskipun agak kotor, tetapi pada saat musim kemarau pun pertumbuhan

eceng gondok ini cenderung akan bertambah panjang/tinggi/kurus, yang

sangat berperan dalam penjernihan air ini adalah peran dari akar eceng

gondok, tak hanya bertugas sebagai menyerap zat-zat makanan dan unsur

6
hara, eceng gondok juga memiliki akar serabut yang ditumbuhi bulu-bulu,

bulu-bulu inilah yang berfungsi menjaga keseimbangan saat mengapung serta

menjerat lumpur dan partikel-partikel yang terlarut dalam air. Selain itu

jumlah tumbuhan eceng gondok juga sangat berperan dalam pengendalian air

limbah.

Keberadaan eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang

berkembang sangat cepat juga terancam, karena sering dianggap sebagai

gulma yang mengganggu maka berbagai cara dilakukan untuk

menanggulanginya. Menurut Marjefri (2019), tindakan-tindakan yang

dilakukan untuk menanggulanginya antara lain: menggunakan herbisida,

mengangkat eceng gondok tersebut secara langsung dari lingkungan perairan,

menggunakan predator (hewan sebagai pemakan eceng gondok (Eichhornia

crassipes), memanfaatkan eceng gondok tersebut sebagai bahan pembuatan

kertas, kompos, biogas, perabotan, kerajinan tangan, dan sebagai media

pertumbuhan jamur.

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah tumbuhan yang kaya

akan asam humat yang menghasilkan senyawa fitohara untuk mempercepat

pertumbuhn akar pada tanaman, selain itu juga mengandung asam tritepoid,

sianida, alkanoid, dan kaya akan kalsium. Dengan melakukan pengomposan

maka zat tersebut dapat dipergunakan sebagai pupuk tanaman dalam

mempercepat pertumbuhan dan menjaga kesuburan tanah. Dengan itu eceng

gondok (Eichhornia crassipes) sangat memungkinkan untuk dijadikan pupuk

organik dengan pengomposan metode takakura yang dibantu dengan mol nasi

7
basi yang dapat mempercepat pengomposan dari bakteri hasil fermentasi nasi

basi. Pupuk organik eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat

dimanfaaatkan untuk jenis sayuran seperti bayam, wortel, cabe, terong, dan

buh-buahan. Pupuk organik dengan bahan baku eceng gondok (Eichhornia

crassipes) ini dapat pula menjadi media tumbuh persemaian, pembibitan

maupun pertumbuhan tanaman wadah (pot) (Marjefri, 2019). Berdasarkan dari

beberapa manfaat tersebut tumbuhan eceng gondok ini masih tetap dibiarkan

tumbuh.

2. Kiambang (Salvinia molesta)

(Sumber : Dok. penelitian, 2021) (Sumber : Afiyah et al., 2020)

Tumbuhan ini diklasifikasikan:

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Class : Filicopsida

Ordo : Hydropteridales

Familia : Salviniaceae

Genus : Salvinia

8
Spesies : Salvinia molesta

(Sumber : Soerjani et al., 1987)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap

tumbuhan kiambang. Kiambang merupakan nama umum bagi paku air

(Salvinia molesta) dari genus Salvinia. Tumbuhan ini biasa ditemukan

mengapung di air menggenang, seperti kolam, sawah, rawadan danau, atau

di sungai yang mengalir tenang. Tumbuhan ini memiliki batang yang

bercabang tumbuh mendatar berbentuk bulat berwarna coklat yang

panjangnya mencapai 20-25 cm dan diameternya 0,1 cm. Daun pada

tumbuhan ini merupakan daun tunggal dengan tata letak daunnya berhadapan

berbentuk oval. Warna daunnya hijau dengan permukaan berbulu halus dan

tepi daun yang rata. Ujung daun terbelah dan pangkalnya berlekuk, panjang

daun 3-5 cm dengan lebar 2-4 cm. Kiambang memiliki dua tipe daun yang

sangat berbeda. Daun yang tumbuh di permukaan air berbentuk

cuping agak melingkar, berklorofil sehingga berwarna hijau, dan

permukaannya ditutupi rambut berwarna putih agak transparan. Rambut-

rambut ini mencegah daun menjadi basah dan juga membantu

kiambang mengapung. Daun tipe kedua tumbuh di dalam air berbentuk

sangat mirip akar, tidak berklorofil dan berfungsi menangkap hara dari

air seperti akar. Orang awam menganggap ini adalah akar kiambang.

Kiambang sendiri akarnya (dalam pengertian anatomi) tereduksi.

Kiambang tidak menghasilkan bunga karena masuk ke dalam golongan

paku-pakuan. Sorusnya berbentuk bulat-bulat berwarna putih kecoklatan.

9
Menurut Soerjani et al. (1987) tumbuhan ini memiliki batang, daun,

dan akar. Batang bercabang tumbuh mendatar, berbuku-buku, ditumbuhi bulu,

dan panjangnya dapat mencapai 30 cm. Pada setiap buku terdapat sepasang

daun yang mengapung dan sebuah daun yang tenggelam. Daun yang

mengapung berbentuk oval, alterna dengan panjang tidak lebih dari 3 cm,

tangkai pendek ditutupi banyak bulu, dan berwarna hijau. Daun yang

tenggelam menggantung dengan panjang mencapai 8 cm, berbelah serta

terbagi-bagi dan berbulu halus. Sepintas penampilannya mirip akar, akan

tetapi sebenarnya daun yang berubah bentuk dan mempunyai fungsi sebagai

akar. Menurut Afiyah et al. (2020), habitat tumbuhan ini ada di air, habitus

herba, reproduksi fertil, tekstur dsun lunak, bentuk batang membulat, arah

tumbuh batang bercabang mendatar, warna batang hijau muda, susunan daun

tunggal, bentuk daun membulat, letak sorus dibagian dekat dengan akar,

bentuk sorus bulat, warna sorus coklat muda dan ujung daun membulat.

Kiambang merupakan tumbuhan remediator yang sangat baik dalam

meremediasi limbah organik maupun anorganik karena memiliki sifat

hiperakumulator yang tinggi dan pertumbuhan yang sangat cepat (Mcfarland

et al., 2004). Selain sebagai fitoremediator limbah organik tumbuhan

kiambang juga dapat digunakan sebagai fitoremediator limbah anorganik.

Pemilihan Salvinia molesta sebagai tumbuhan fitoremediator didasarkan pada

pertimbangan bahwa Salvinia molesta mampu tumbuh pada nutrisi yang

rendah (Room dan Julien, 1995 dalam Sandrianti 2010).

10
Menurut McFarland et al. (2004), kiambang cocok hidup di daerah

tropis, subtropis atau daerah dengan temperatur baik di daerah tenang seperti

kolam, danau, sungai aliran tenang atau kanal. Pemilihan Salvinia molesta

sebagai tumbuhan fitoremediator didasarkan pada pertimbangan bahwa

Salvinia molesta mampu tumbuh pada perairan dengan kadar nutrisi yang

rendah. Selain itu, secara morfologi Salvinia molesta memiliki diameter daun

yang relatif kecil (rata-rata 2-4 cm) tetapi memiliki perakaran yang lebat dan

panjang. Berdasarkan manfaat dari kiambang tersebut, tumbuhan ini sengaja

dibiarkan tumbuh berkembang.

3. Mendong (Fimbristylis umbellaris)

(Sumber : Foto Penelitian, 2021) (Sumber: Margana, 2019)

Tumbuhan ini diklasifikasikan:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Cyperales

Famili : Cyperaceae

11
Genus : Fimbristylis

Spesies : Fimbristylis umbellaris

(Sumber : Steenis, 2013)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap

tumbuhan mendong (Fimbristylis umbellaris), tumbuhan ini memiliki ciri-ciri

habitus herba akuatik yang tumbuh banyak di tepian rawa. Tumbuhan ini

memiliki akar berwarna putih kecoklatan dengan sistem perakaran serabut.

Tumbuhan ini memiliki akar yang banyak. Batang tumbuhan ini berwarna

hijau, tumbuh berumpun dengan bentuk batang segitiga. Panjang batang dari

tumbuhan ini 50-120 cm dan diameter batang 0,3 - 0,5 cm. Batang mendong

yang ramping dengan permukaan batang licin dan arah tumbuhnya tegak

lurus. Daun tumbuhan ini merupakan daun tunggal dengan tata letak daun

roset. Bentuk daun tumbuhan ini adalah bangun pedang. Daun tumbuhan ini

berwarna hijau dengan tepi daun tumbuhan ini berbentuk rata, dan permukaan

daun yang licin. Ujung daun berbentuk runcing dan pangkal daun yang rata.

Panjang daun tumbuhan ini 10 - 20 cm dan lebar daun 0,1 – 0,3 cm.

Tumbuhan ini memiliki macam perbungaan majemuk tak berbatas,

perbungaan terletak di ujung batang (terminalis), dengan bentuk perbungaan

payung. Benang sari berjumlah 2.

Menurut Steenis (2013) mendong merupakan tanaman herba yang

berumpun dengan akar serabut berwarna kecoklatan. Batangnya tidak

bercabang berbentuk segitiga berwarna hijau tua. Tinggi batang 50-100 cm

dengan diameter 0,2-0,4 cm. Daunnya tunggal, terkumpul pada pangkal

12
batang, bentuk garis, warna daun hijau dengan permukaan daun yang licin,

tepinya rata ujung runcing pangkalnya rata. Karangan bunga berubah-ubah,

berbunga banyak atau sedikit, berbentuk payung atau bongkol. Daun

pelindung 2-5, berbentuk garis. Tangkai putik pipih, di bawah cabang

berambut. Menurut Margana et al. (2019), tumbuhan ini merupakan tumbuhan

yang tumbuh di lahan basah, di daerah berlumpur, dan memiliki air yang

cukup.

Menurut Margana et al. (2019), hasil utama tanaman mendong adalah

berupa batang serta tangkai bunga yang dikenal dengan istilah “mendong”.

Mendong merupakan jenis tanaman rumput yang memiliki serat yang cukup

kuat. Oleh karena itu, mendong digunakan sebagai bahan baku industri

kerajinan yang hasilnya dapat berupa dompet, tas, topi, taplak meja dan tikar.

Secara fisik batang mendong berbentuk bulat dengan diameter batang 0,2– 0,4

cm. Secara kimiawi mendong memiliki selulosa 72,14%, hemiselulosa 20,2

%, lignin 3,44%, dan kelembaban sebesar 4,2– 5,2%. Berdasarkan penjelasan

tadi maka serat mendong berpotensi untuk dijadikan material penguat

komposit. Pemanfaat tanaman mendong sebagai material penguat komposit

akan menjadi nilai tambah dari pemanfaatan mendong.

4. Kumpai Pepayungan (Cyperus haspan)

13
(Sumber: Dok. Penelitian, (Sumber: Milliken, 2016 )
2021)

Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus haspan
Sumber : (Soerjani et al., 1987)
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di kawasan rawa
Kalang Hadangan, tumbuhan ini memiliki ciri-ciri habitus herba tahunan,
Tumbuhan ini memiliki sistem perakaran serabut, akar berwarna putih sampai
putih kecoklatan. Batang tumbuhan ini memiliki tinggi 5-90 cm dengan
diameter 0,3-0,7 cm. Tumbuhan ini memiliki batang berbentuk segitiga,
berwarna hijau muda hingga hijau tua. Arah tumbuh tumbuhan ini adalah
tegak lurus dan tidak bercabang. Daun pada tumbuhan ini berbentuk pita
dengan tata letak roset akar, panjang 4-12 cm dan lebar 0,4-0,8 cm. daun
berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan pangkal daun rata dan ujung
daun runcing. Tepi daun rata dengan permukaan yang licin. Tumbuhan ini
memiliki macam perbungaan bunga majemuk tak terbatas dengan bentuk
bunga payung majemuk. Letak perbungaan tumbuhan ini di ujung batang
(terminalis). Spikelet berbentuk linear lonjong berwarna coklat kehijauan.
Benang sari berjumlah 1-3, putik berjumlah 3. Glume berwarna kecoklatan
dengan pinggiran bagian atas berwarna hijau muda. Pada saat pengamatan
tumbuhan spesies ini belum berbuah
Menurut Soerjani et al. (1987) spesies ini merupakan tumbuhan yang
memiliki akar serabut berwarna putih, batang yang tegak berbentuk segitiga
dan lurus, panjangnya mencapai 10-60 cm, dengan diameter 2-3 mm.

14
Terdapat bagian atas batang dimana bunga muncul pada ujung batang,
bentuknya sederhana spikelet kuning kecoklatan berbentuk silindris, glume
kecoklatan, bunga biseksual dengan benang sari 1-3 dan putik 3 dan di
sekelilingnya terdapat daun kecil yang mengitari bunga, panjangnya 10-15
cm. Pada daunnya di bagian ujungnya meruncing, memiliki tulang daun yang
sejajar atau berbentuk lanset, panjang daunnya 5-10 cm, dengan lebar 1-2
mm. Bentuk daun makin keujung makin runcing berwarna hijau. Buah
berbentuk segitiga berwarna putih saat muda dan kekuningan saat sudah tua.
Menurut Steenis (2013) buah memanjang sampai bulat telur terbalik persegi
tiga dengan panjang 1,5mm. Menurut Diningsih, E. & Joko, M. (2021). C.
haspan L. adalah tanaman air berupa rumput-rumputan. Menurut Milliken
(2016) Perbungaan yang menyebar dengan spikelet linier dekat dalam
kelompok 1-3.
Menurut Diningsih, E. & Joko, M. (2021). C. haspan L. tumbuh di
air yang dangkal dan tergenang serta berkembang baik di lahan basah,
berpasir dan asam. Satu individu tanaman ini dapat memproduksi 50.000 biji
pertahun. Cyperus haspan sebagai gulma dapat memperbanyak diri dengan
efektif. Perbanyakan secara konvensional selain mengunakan biji, tanaman
ini dapat diperbanyak melalui rizoma yang berasal dari akar. Selain
menggunakan perbanyakan konvensional, perbanyakan dengan kultur
jaringan juga dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bahan tanaman
berupa kalus, embrio somatik, maupun tunas yang akan digunakan untuk
penyediaan benih dan transformasi gen yang berkaitan dengan kemampuan
fitoremediasi.
Tumbuhan ini dimanfaatkan masyarakat sebagai pakan ternak,
masyarakat membiarkan tanaman ini tumbuh di rawa karena memang
tumbuhan ini memiliki peran penting dalam memenuhi pakan ternak mereka
yaitu hadangan. Ancaman terhadap tumbuhan ini yaitu adanya penebasan
untuk membuka lahan dan penyemprotan dengan pestisida sehingga
tumbuhan ini menjadi berkurang, selain itu juga tidak ada budidaya tumbuhan

15
ini karena tumbuhan kumpai pepayungan ini merupakan tumbuhan liar yang
hanya dibiarkan tumbuh oleh masyarakat

5. Bondong (Rhynchospora corymbosa)

(Sumber: Dok. Penelitian, (Sumber: Royal Botanical


2021) Garden, 2021)

Tumbuhan ini diklasifikasikan:


Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classos : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Familia : Cyperaceae
Genus : Rhynchospora
Species : Rhynchospora corymbosa
Sumber : (Soerjani et al., 1987)
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, tumbuhan ini
memiliki ciri-ciri berhabitus herba. Tumbuhan ini memiliki akar berwarna
putih kecoklatan dengan sistem perakaran serabut. Batang tumbuhan ini

16
berwarna hijau tua, dengan bentuk batang segitiga. Panjang batang dari
tumbuhan ini 40 - 110 cm dengan diameter batang 0,5 – 1,2 cm. Batang
tumbuhan ini kokoh dan arah tumbuh tumbuhan ini tegak lurus. Daun
tumbuhan ini merupakan daun tunggal dengan tata letak daun berseling.
Bentuk daun tumbuhan ini adalah bangun pedang. Tepi daun tumbuhan ini
berbentuk rata, dengan ujung daun berbentuk runcing dan pangkal daun
berbentuk rata. Panjang daun tumbuhan ini 12-17 cm dan lebar daun 0,6 – 1,5
cm. Tumbuhan ini memiliki macam perbungaan majemuk tak berbatas,
perbungaan terletak di ujung batang (terminalis) dan di ketiak daun
(axillaris), dengan bentuk perbungaan malai. Spikelet berwarna merah
kecoklatan. Glume berwarna coklat terang. Benang sari pada tumbuhan ini
berjumlah 3 dan putik berjumlah 2. Bunga tumbuhan ini berwarna coklat
muda sampai coklat tua dengan bentuk lonjong. Pada saat pengamatan
tumbuhan spesies ini belum berbuah.
Menurut Soerjani et al. (1987) tumbuhan ini berhabitus herba.
Memiliki akar dengan rimpang yang pendek berwarna putih kecoklatan.
Batangnya kokoh dan berbentuk segitiga dengan tinggi 60 – 150 cm dan
diameter 0,5-2 cm. Daunnya agak kaku dengan bentuk linier dengan panjang
daun 30-60 cm dan lebar 1-2 cm. Tata letak daun berseling dengan tepi rata
ujung meruncing dan pangkal daunnya rata. Perbungaan terletak di ujung
batang dan di ketiak daun. Dengan macam perbungaan malai. Bunga
biseksual berbentuk lanset dan berwarna coklat kekuningan dengan panjang
0,6-0,8 cm. Memiliki benang sari berjumlah 3 dengan kepala sari berbentuk
memanjang. Biji berwarna coklat berbentuk bulat telur hingga lonjong
dengan panjang 0,4-0,5 cm. Tumbuhan ini tersebar di daerah tropis dan
subtropis dunia, dengan ekologi lahan terbuka, tempat berawa, tepian sungai,
dengan ketinggian hingga 1300 m diatas permukaan laut, sebagian besar
terdapat di dataran rendah dan di persawahan, serta sawah pasang surut.
Menurut Royal Botanic Garden (2021) Tumbuhan ini merupakan herba yang
memiliki tinggi sekitar 0,5 hingga 1,5 m. Bunga terletak diujung batang
berwarna coklat kekuningan. Menurut Geswati (2017) Gulma ini hidup di

17
darat dan gulma ini hampir selalu ada di sekitar tanaman  budidaya karena
dapat berkembang biak melalui biji.
Tumbuhan ini dimanfaatkan masyarakat sebagai pakan ternak,
masyarakat membiarkan tanaman ini tumbuh di rawa karena memang
tumbuhan ini memiliki peran penting dalam memenuhi pakan ternak mereka
yaitu hadangan. Ancaman terhadap tumbuhan ini yaitu adanya penebasan
untuk membuka lahan, sehingga tumbuhan ini menjadi berkurang, selain itu
juga tidak ada budidaya tumbuhan ini karena tumbuhan bondong merupakan
tumbuhan liar yang hanya dibiarkan tumbuh oleh masyarakat.

18
1.1 Ancaman Tehadap Lingkungan di Kawasan Kalang Hadangan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Ekowisata merupakan wisata alam yang mengkonservasi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan di ekowisata
secara langsung mengakses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan
menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal.
2. Beberapa tempat yang ada di Hulu Sungai Utara

3.2 Saran
Syukur alhamdulillah pada Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih
ada kekurangan dan tentunya masih jauh dari harapan. Penyusun sangat
mengharapkan kepada para pembaca agar kita saling bekerja sama dalam
melestarikan alam, karena alam yang akan memberikan ilmu pada kita di
kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Iwan, (2015) Pengembangan Desa Melalui Ekowisata. Era Edicitra Intermedia.
Solo.

Anda mungkin juga menyukai