Disusun oleh:
Muhammad Sohibul Ridza Zulfianulah
XII IPS 3
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kearifan
Lokal Subak-Bali" dengan tepat waktu.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
1
Daftar Isi
2
Bab 1 Pendahuluan
1.1Latar Belakang
Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali.
Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak
sebagai lembaga sosial dapat dipandang sebagai lembaga tradisional
wadah berkumpul dan berinteraksi sosialnya para petani. Subak
sebagai lembaga berciri agraris dipandang sebagai lembaga yang
khusus bergerak dalam pengaturan air irigasi dan usahatani di
hamparan sawah, sedangkan sebagai lembaga yang berciri religius
artinya subak didasari oleh aturan-aturan Agama Hindu. Prinsip-
prinsip subak ini dalam keseharian lebih dikenal sebagai aspek
pawongan (sebagai lembaga sosial), aspek palemahan (sebagai
lembaga di bidang pertanian), dan aspek parhyangan (sebagai
lembaga berciri religius). Prinsip-prinsip ini terkristalisasi dalam
falsafah Tri Hita Karana. Subak sebagai lembaga tradisional tidak
dapat memisahkan diri dari interaksinya dengan dunia luar baik
dengan sesama subak, pemerintah, lembaga sosial lainnya, atau
terhadap perkembangan zaman. Hal ini akan membuka peluang
perubahan baik secara positif maupun negatif bagi keberadaan subak.
Perubahan yang merugikan sering menimbulkan masalah bagi
kelestarian subak. Kelemahan subak sebagai sistem irigasi yang
berlandaskan sosio agraris religius adalah ketidakmampuannya
untuk melawan intervensi yang berasal dari eksternal sehingga
menimbulkan marginalisasi. Sebaliknya, subak memiliki kemampuan
untuk menyerap perkembangan teknologi, beradaptasi dengan
dinamika budaya, dan menata organisasinya yang bersifat fleksibel
sesuai dengan lingkungannya (Windia, 2008: 2-6). Upaya pelestarian
subak sudah lama menjadi wacana para pemerhati subak mengingat
rentannya subak dari intervensi pihak luar seperti kurangnya
3
ketersediaan air irigasi karena adanya persaingan yang semakin ketat
dengan adanya pemanfaatan air oleh sektor non pertanian (air minum
atau PDAM, sektor industri, dan sektor pariwisata atau hotel maupun
restoran). Padahal, subak mempunyai fungsi dan peran cukup penting
dalam menjaga ketahanan pangan. Subak yang berlaku di perkotaan
umumnya mengalami berbagai ancaman sebagaimana dikemukakan di
atas, eksistensi Subak Padanggalak, Desa Kesiman Kertalangu,
Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar juga terancam karenanya.
Subak Padanggalak bersama Desa Kesiman Kertalangu dan pihak
swasta sejak tahun 2007 bersinergi melakukan usaha untuk subak
dengan industri pariwisata agar mampu menekan alih fungsi lahan
persawahan dalam konsep “Desa Budaya Kertalangu (DBK)”.
Pengembangan DBK dibuat oleh masyarakat (kelian adat dan krama
subak) bersama pihak swasta dan mendapat dukungan pemerintah
melalui Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Tujuan dari adanya
pengembangan DBK agar para petani tetap menjalani aktivitasnya
sebagai petani dan mendapat nilai lebih dari aktivitas pertaniannya
(Pradnyani, 2014).Tantangan yang diakibatkan lokasinya di perkotaan
berkaitan dengan alih fungsi lahan, kompetisi pemanfaatan dan
pencemaran air irigasi, dan tranformasi pekerjaan ke non pertanian.
Sedangkan tantangan yang diakibatkan oleh masuknya industri
pariwisata menurut Pitana (2005: 259) yaitu adanya benturan antara
nilai-nilai budaya pertanian sebagai representasi budaya tradisional
dengan budaya pariwisata sebagai representasi budaya modern
yang sangat mementingkan aspek ketepatan waktu, standarisasi
kualitas dan kontinuitas produk pertanian. Seringkali hal ini tidak
mampu dipenuhi oleh subak yang mengusahakan pertanian dalam skala
rumah tangga berskala kecil, penerapan teknologi seadanya dan
orientasi pasar yang rendah (Pitana, 2005). Bagi subak yang berada di
perkotaan dan terintegrasi dengan kepariwisataan memiliki tantangan
besar.
4
Upaya pelestarian subak sangat tergantung kepada sejauh mana
subak masih mampu menerapkan falsafah Tri Hita Karana dalam
aktifitas fungsi dan tugasnya, mengingat punahnya falsafah Tri Hita
Karana berarti mengancam kelestarian subak. Kelestarian subak juga
perlu dukungan eksternal utamanya dari pemerintah dan swasta
sehingga perlu dikaji upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan
swasta dalam turut serta mendukung pelestarian subak. Berdasarkan
data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH)
Provinsi Bali tahun 2006, Luas areal sawah di Bali telah berkurang dari
tahun ke tahun. Sejak tahun 1997, memiliki sawah seluas 100.221,53
hektar, tahun 1998 seluas 98.117 hektar, dan pada tahun 1999 seluas
95.338 hektar (Windia, 2006). Menurut Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Provinsi Bali tahun 2006, selama
tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 luas lahan dari 85.776 hektar
menjadi 81.210 hektar sehingga mengalami penurunan sekitar 4.566
hektar dengan rata-rata konversi lahan seluas 913,20 hektar/tahun
(Nggauk, 2011 dalam Pradnyani, 2014). Pentingnya upaya pelestarian
subak mengingat subak memiliki peran jamak (multi-functional roles)
diantaranya: (1) fungsi produksi dan ekonomi guna menjamin
ketahanan pangan, (2) fungsi lingkungan yang mencakup
pengendalian banjir, pengendalian erosi, pengisian kembali air tanah,
pemurnian udara dan air, (3) fungsi ekologi yaitu menjadi habitat bagi
berbagai spesies sebagai pemberi sumber protein bagi petani dan
pemeliharaan keanekaragaman hayati, (4) fungsi sosial budaya yaitu
penyangga tradisi dan nilai-nilai sosial budaya pedesaan, (5) fungsi
pembangunan pedesaan yaitu sebagai sumber air minum untuk
ternak, cuci dan mandi bagi masyarakat pedesaan, menyediakan
kesempatan kerja bagi penduduk desa, serta (6) fungsi ekowisata dan
agrowisata mengingat subak ada yang memiliki daya tarik
keindahan pemandangan berupa terasering dan alam pedesaaan
serta kehidupan masyarakat pedesaan ataupun pertanian dengan
5
kekayaan tradisinya termasuk keanekaragaman produksi pertaniannya
(Sutawan, 2005: 10-11). Upaya pelestarian subak sangat relevan
untuk dilaksanakan karena subak memiliki fungsi jamak (banyak) baik
secara internal maupun eksternal. Fungsi subak secara internal
berorientasi pada keperluan subak itu sendiri seperti pelaksanaan
kegiatan ritual, pendistribusian air irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi
dan bangunan fisik lainnya, pengerahan sumber daya, penanganan
konflik, dan pengadopsian inovasi. Lebih lanjut, fungsi subak secara
eksternal yaitu fungsisubak yang bermanfaat bagi keperluan
masyarakat luas, di samping juga untuk keperluan subak dan
anggotanya yang diantaranya mencakup sebagai penyangga atau
pendukung ketahanan pangan, pelestari lingkungan alam, penunjang
pembangunan pertanian dan perdesaan, pelestari kebudayaan bali dan
agraris, penyangga nilai-nilai tradisional, pendukung pembangunan
agrowisata, objek wisata alam, penghasil oksigen, dan penunjang
pembangunan koperasi unit desa (KUD) (Sudarta dan Dharma, 2013).
Upaya pelestarian Subak Padanggalak yang berlokasi di perkotaan
umumnya akan mengalami tantangan lebih besar mengingat laju alih
fungsi lahan pertanian (sawah) menjadi peruntukan non pertanian
peluangnya semakin besar. Alih pekerjaan (transformasi pekerjaan)
petani dan keluarganya juga peluangnya semakin besar mengingat
beragamnya jenis pekerjaan yang tersedia sepanjang tahun di luar
sektor pertanian. Persaingan subak di daerah perkotaan dalam
mendapatkan air irigasi bahkan semakin berat akibat subak sudah
dikepung perumahan, industri dan fasilitas pariwisata. Berkaitan
dengan upaya pelestarian subak di daerah perkotaan, terlibatnya
Subak Padanggalak dalam usaha integrasi pertanian dan pariwisata
dalam konsep Desa Budaya Kertalangu (DBK) sangatlah menarik
diteliti. Mengingat subak dibangun atas falsafah utama yaitu “Tri Hita
Karana (THK)”. THK merupakan tiga hal yang menyebabkan
keselamatan dan kesejahteraan, terdiri atas parhyangan yaitu
6
hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, pawongan yaitu
hubungan manusia dengan manusia,dan palemahan yaitu hubungan
manusia dengan alam lingkungan sangatlah tepat untuk dikaji
bagaimanakah penerapanTHK di Subak Padanggalak dan
bagaimanakah upaya Subak Padanggalak dalam melestarikan
subaknya dalam koridor THK. Selain itu, Subak Padanggalak memiliki
dua tantangan sekaligus yaitu lokasinya di perkotaan dan masuknya
industri pariwisata. Oleh karena itu, perlu diketahui peran pemerintah
dan swasta dalam upayanya ikut mendorong pelestarian subak, baik
dengan bantuan material maupun non material..
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya,
permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut.
1.Kenapa sistem subak di terapkan?
2. Bagaimana sistem pengairan subak?
3.Bagaimana cara masyarakat guna mewariskan budaya tersebut?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan:
1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Subak Padanggalak
dalam melestarikan subaknya dilihat dari konsep Tri Hita Karana.
2. Untuk mengetahui peran pemerintah dan kalangan swasta
dalam upaya mendukung pelestarian Subak Padanggalak.
3. Untuk mengerjakan nilai ujian praktek
Manfaat:
1. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah
wawasan serta ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
upaya pelestarian subak
2. Bagi petani, penelitian ini dapat menjadi refleksi sebagai
anggota Subak Padanggalak dalam merespon upaya pelestarian
3. Bagi subak dan pemerintah desa, dapat merancang
pengembangan upaya pelestarian Subak Padanggalak berbasis
pertanian subak yang lebih adil terhadap petani dan subak serta
menjamin pengembangan pariwisata yang tidak akan
mengancam eksistensi subak
8
Bab 2 Kajian Pustaka
https://www.youtube.com/watch?v=-mILFEr0E-c
14
DAFTER PUSTAKA
Ali, Moertopo,1978, Strategi Pembangunan Indonesia, CSIS, Jakarta. .
Atmojo, S.K. 1986. Some Shorts Notes on Agricultural Data from
Ancient Balinese Insciption, in S. Kartodirjo (ed.) Papers of the Fourth
Indonesian – Dutch History Conference. Yogyakarta 24 – 29 July 1983,
vol.1. Agrarian History, pp.41-2. Yogyakarta. Gajah Mada University.
BPS Propinsi Bali. 2008. Sekilas Bali 2008
Budiasa, I Wayan. 2005. Subak dan Keberlanjutan Sistem Pertanian
Beririgasi di Bali. Dalam Pitana, I Gde dan Gede Setiawan AP
(Eds). Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi. Yogyakarta:
Andi Offset.
Widyaiswara. 2011 Subak Model Kearifan Lokal BALI yang Terkikis
Kementrian Pertanian dan Badan Penyuluhan Pengembangan
Pertanian. BBPP Ketindan Malang
(http://bbppketindan.info/index.php?
option=com_content&view=article&id=96:subak-model-kearifan-lokal-
bali-yang-terkikis&catid=9:artikel-pertanian&Itemid=28diambil pada 26
Mei 2014)
http://balisustain.blogspot.com/2010/08/peran-ganda-subak-dalam-
mewujudkan.html
http://balisustain.blogspot.com/2010/08/kajian-tata-ruang-dan-
pengelolaan.html
http://blog.baliwww.com/arts-culture/467
http://id.wikipedia.org/wiki/Subak_%28irigasi%29
https://www.literasipublik.com/subak-tata-kelola-air-berbasis-kearifan-
lokal
15