Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

Kelompok 1

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. I Wayan Arthana, M.S


Ir. I Wayan Restu, M.Si

Disusun Oleh : Distiana Maharani 2113521011


Tariqoh Syah 2113521015
Raisa Shova Wiratmana 2113521050
Frensiana Dwi Putri 2213521001
Reynena Sasmaya Artha 2213521002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2023

i
ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1 Ekowisata Subak Sembung Peguyangan....................................................................3
2.2 Tumbuhan Air.............................................................................................................3
2.3 Kualitas Lingkungan Perairan....................................................................................4
2.4 Nekton........................................................................................................................4
2.5 Burung Air..................................................................................................................4
BAB III. BAHAN DAN METODE...............................................................................6
3.1 Metode Penelitian.......................................................................................................6
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian......................................................................................6
3.3 Objek Penelitian.........................................................................................................6
3.4 Alat dan Bahan Penelitian..........................................................................................6
3.5 Teknik Pengumpulan Data.........................................................................................7
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................9
4.1 Hasil...........................................................................................................................9
4.2 Pembahasan...............................................................................................................11
4.2.1 Jenis Tumbuhan Air........................................................................................11
4.2.2 Kelimpahan, Keanekaragaman, dan Dominansi.............................................13
4.2.3 Jenis Bentos dan Invertebrata Air...................................................................15
4.2.4 Jenis Burung Air.............................................................................................16
4.2.5 Kualitas Air.....................................................................................................17
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................18
5.1 Kesimpulan................................................................................................................18
5.2 Saran..........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Kelimpahan Tumbuhan Air.................................................................13


Gambar 4.2 Indeks Keanekaragaman per Stasiun..................................................14
Gambar 4.3 Indeks Keseragaman per Stasiun........................................................15
Gambar 4.4 Indeks Dominansi per Stasiun............................................................15

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian.........................................................................6


Tabel 4.1 Jumlah Individu Tumbuhan Air per Stasiun.............................................9
Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 1 ..........................................................9
Tabel 4.3 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 2...........................................................9
Tabel 4.4 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 3..........................................................10
Tabel 4.5 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 4..........................................................10
Tabel 4.6 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 5..........................................................10
Tabel 4.7 Perhitungan Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks
Dominansi per Stasiun.............................................................................................10

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini pengertian subak bukan saja mengenai system tata kelola irigasi tradisional,
tetapi meliputi sesuatu yang lebih luas seperti sistem organisasi, manusianya, serta
wilayah dan fitur yang terdapat didalamnya. Subak telah ditetapkan oleh UNESCO
sebagai Warisan Budaya Dunia pada 29 Juni 2012 dengan label Cultural Landscape of
Bali Province: the Subak System as a Manifestation of the Tri Hita Karana Philosophy
(Lanskap budaya Bali: Sistem Subak sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana).
Penetapan subak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) menjadi kebanggaan
masyarakat Bali khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya (Kemendikbud,
2013:7; Windia dan Wiguna, 2013:205). Subak tergolong lingkungan binaan yaitu hasil
perpaduan antara warisan alam (natural heritage) dengan kreativitas budaya masyarakat
atau petani (human/cultural heritage) yang kini tetap hidup, dipelihara, dirawat, dan
dikembangkan, bukan saja menjadi milik masyarakat Bali (Indonesia) tetapi juga
menjadi pusat perhatian dan milik masyarakat dunia (Wardi et al., 2015). Subak
sembung adalah salah satu subak di daerah perkotaan yang sampai saat ini masih lestari
ditengah banyaknya alih fungsi lahan subak di Denpasar. Subak Sembung sendiri
terletak di Kelurahan Peguyangan Kecamatan Denpasar Utara. Luas Subak Sembung
saat ini 115 ha yang merupakan lahan sawah. Berdasarkan hasil penelitian Sedana et al.,
(2018). Subak Sembung memiliki potensi yang tinggi untuk pengembangan ekowisata
guna mendukung pembangunan pertanian dan ekonomi di tingkat subak dan pedesaan
serta perkotaan. Potensi yang dimiliki oleh Subak Sembung antara lain : keberadaan
bentang alam atau lansekap sawah, budaya dalam sistem, nilai-nilai sosial dalam sistem
subak, dan keinovatifan anggota subak. Saat ini, kawasan persawahan di Subak
Sembung kini lebih tertata. Pematang sawah kini dilengkapi dengan jalan beton
selebar 2 meter sepanjang sekitar 1 km. Saluran air di sebelah jalan beton
mengalirkan air dengan lancar, membelah dan mengairi sawah. sehingga subak
ini menjaga kelestarian lingkungan dengan membuat aturan bahwa bila ada yang
menjual tanah sawah, harus tetap fungsinya sebagai sawah.
Subak sebagai potensi pariwisata dapat dilihat dari tiga aspek, antara lain: (1) aspek
fisik (alam), subak menghasilkan pemandangan yang sangat indah dengan terasering
sebagai sebuah ekosistem subak; (2) aspek biotik, ekosistem subak menghasilkan
berbagai jenis tanaman, terutama padi lokal maupun padi varietas unggul, sayuran serta
pengembangan berbagai jenis pertanian organik, termasuk padi organik; dan (3) aspek
sosial budaya, subak telah menghasilkan berbagai bentuk kegiatan sosial dan budaya
masyarakat seperti budaya pertanian, berbagai jenis upacara yang berkaitan dengan
subak. Dari ketiga aspek tersebut akan memberikan berbagai peluang pengembangan
komoditas pariwisata, seperti trekking pada ekosistem subak, atraksi membajak, atraksi
menanam padi sawah, wisata budaya yang berkaitan dengan upacara di subak dan
sebagainya. Berbagai potensi wisata yang berkaitan dengan sistem dan ekosistem subak
tersebut, nampak dengan jelas dapat dikembangkan menjadi sebuah objek wisata
pertanian (agrowisata) yang sangat menarik bagi wisatawan. Banyaknya kegiatan pada

1
ekosistem subak sembung juga ditunjang dari berbagai organisme yang ada seperti
tumbuhan air, nekton, burung air, invertebrata air, epibentik juga ditunjang pula dari
segi kualitas air pada perairan yang terdapat di subak sembung. Namun terdapat
kemungkinan terjadinya pencemaran pada lokasi akibat banyaknya aktivitas yang
dilaksanakan di tempat tersebut. Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana kualitas lingkugan di sekitar subak sembung, mengetahui
bagaimana kondisi tumbuhan air di lokasi praktikum.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini dilaksanakan meliputi:
1. Mengetahui bagaimana kelimpahan, keanekaragaman, dan dominansi tumbuhan air
pada lokasi praktikum.
2. Mengetahui jenis-jenis bentos dan invertebrata yang ada di lokasi praktikum.
3. Mengetahui kualitas lingkungan lokasi praktikum
4. Mengetahui jenis, kebiasaan dan tingkah laku burung air yang terdapat pada lokasi
praktikum.
5. Mengetahui jenis-jenis nekton yang terdapat pada lokasi praktikum

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekowisata Subak Sembung Peguyangan


Ekowisata merupakan pariwisata berkelanjutan secara ekologis yang berfokus
pada pengelolaan alam untuk mendorong pemahaman, apresiasi, serta konservasi
lingkungan dan budaya (Azizah et al, 2021). Salah satu ekowisata di Provinsi Bali yang
cukup terkenal yaitu Ekowisata Subak Sembung Peguyangan. Ekowisata Subak
Sembung Peguyangan terletak di Jl. Ahmad Yani, Desa Peguyangan, Denpasar Utara
dan telah dikelola sejak tahun 2015. Subak Sembung memiliki luas 115 hektar yang
terdiri dari lahan pertanian, saluran pengairan, track jogging, bale bengong, dan warung-
warung kecil (Muhajir, 2016). Salah satu potensi yang dimiliki Subak Sembung yaitu
keragaman flora dan faunanya, baik darat maupun akuatik. Berdasarkan Dalem (2016),
ditemukan paling tidak sebanyak 40 jenis tumbuhan dan 17 fauna akuatik di Ekowisata
Subak Sembung. Fungsi utama dari Ekowisata Subak Sembung ini yaitu sebagai lahan
pertanian. Terdapat sekitar 200 petani yang telah mengelola kawasan sawah dengan
menanam tanaman padi (padi cigelis dan padi serang) (Dalem, 2016), sayuran, palawija,
aneka tumbuhan obat-obatan, dan lainnya. Selain itu, Kegiatan wisatawan yang dapat
dilakukan diantaranya jogging, cycling, mempelajari aneka flora atau biasa disebut
wisata edukasi (tourism education), dan menikmati pemandangan menarik di wilayah
subak tersebut (Muhajir, 2016).
2.2 Tumbuhan Air
Tumbuhan air merupakan segala jenis tumbuhan yang menempati ekosistem
perairan baik mengapung atau berada di bawah permukaan air. Keberadaan tumbuhan
air memiliki peran positif namun beberapa ada yang negatif. Peran positif tumbuhan air
adalah sebagai produsen primer untuk menghasilkan makanan bagi biota sekitarnya,
apabila tumbuhan air yang tumbuh dengan baik dapat meningkatkan produktifitas
perairan, dan sebagai habitat biota, tempat perlindungan, serta tempat menempelnya
berbagai hewan dan alga (Suraya, 2019). Tumbuhan air juga dapat memperbaiki
kualitas perairan. Tumbuhan air memiliki kemampuan sebagai agen fitoremidiasi, bio
filter, serta dapat mengakumulasi logam berat, sehingga dapat membersihkan dan
menjernihkan suatu perairan (Astuti dan Indriatmoko, 2018). Dampak negatif dari
tumbuhan air yaitu keberadaannya yang melimpah dapat menjadi gulma air (Yunita et
al., 2016). Gulma air merupakan tumbuhan air yang dapat mengganggu ekosistem pada
kondisi dan waktu tetrtentu karena pertumbuhannya yang melimpah, sehingga dapat
menutupi perairan dan mengakibatkan kerugian.
Tumbuhan air dalam ekosistem perairan memiliki 4 tipe hidup yaitu mengapung
bebas (Free Floating), tenggelam (Submerged), mengambang (Floating), dan mencuat
(Emergent). Keberadaan tumbuhan air dipengaruhi oleh beberapa parameter kimia-
fisika yaitu suhu, substratt, kedalaman, oksigen terlarut, pH, nitrat, dan fosfat (Sudipta
et al., 2020). Suhu optimal pertumbuhan spesies yaitu berkisar diantara 20-30°C.
Kisaran pH yang yang dapat ditolerin oleh tumbuhan air yakni berkisar antara 7-8,5,
jika pH terlalu asam akan menyebabkan efek letal atau kematian jika perairan memiliki
pH lebih kecil dari 5. Nilai oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan minimal
5mg/L, bagi tumbuhan air yang memiliki tipe hidup mencuat dengan kata lain daunnya

3
berada di permukaan air mengakibatkan oksigen yang dihasilkan akan dilepas ke
atmosfer dan sebagian kecil dilepas ke air, sehingga oksegen yang terlarut dalam
perairan akan lebih sedikit. Fosfat dan Nitrat menjadi nutrien utama sebagai
pertumbuhan tumbuhan air yang berasal dari aktivitas manusia seperti budidaya,
tambak, pertanian, dan limbah rumah tangga, jika keberadaannya melimpah akan
menyebabkan tumbuhan air tumbuh pesat dan melimpah.
2.3 Kualitas Lingkungan Perairan
Menurut Boyd (1990), kualitas lingkungan perairan ialah kelayakan lingkungan
perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya
dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Kualitas lingkungan perairan erat kaitannya
dengan kualitas air di suatu perairan. Beberapa parameter yang dijadikan tolak ukur
dalam pengajian kualitas perairan diantaranya parameter fisika, kimia, dan biologi.
Parameter fisika meliputi suhu, salinitas, dan kecerahan; parameter kimia meliputi DO
(Dissolved Oxygen), pH, dan logam berat; parameter biologi meliputi keberadaan
organisme itu sendiri. Kualitas suatu perairan juga berkaitan erat dengan kegiatan atau
aktivitas masyarakat di sekitar perairan. Kualitas air sungai sangat dipengaruhi oleh
aktifitas manusia, khususnya yang berada di sekitar sungai (Ibisch dkk, 2009). Hal ini
dikarenakan aktivitas masyarakat dapat memicu terjadinya pencemaran, yaitu masuknya
zat asing yang dapat menurunkan kualitas perairan. Kualitas perairan yang buruk tidak
dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme.
2.4 Nekton
Nekton merupakan cara hidup hewan yang mampu berenang bebas dan melawan
arus. Ikan dan mamalia laut merupakan nekton di suatu perairan (Kadarusman et al.,
2019). Pada ekosistem sawah ikan dapat membatasi pertumbuhan tanaman liar,
sehingga mengurangi biaya penyiangan tanaman liar. Selain itu, ikan di sawah memiliki
beberapa manfaat yaitu dapat meningkatkan produktivitas lahan sawah karena adanya
kotoran kan yang mengandung unsur hara, sehingga dapat mengurangi penggunaan
pupuk (Akbar, 2017). Keberadaan ikan disawah didukung oleh daya mobilitas, dengan
hal ini sawah memerlukan peningkatan optimalisasi irigasi sebagai sumber air mengalir.
2.5 Burung Air
Burung air adalah jenis burung yang seluruh aktifitas hidupnya berkaitan dengan
daerah perairan. Tempat yang biasa dihuni oleh burung air ialah pada daerah lahan
basah baik alami maupun buatan. Burung air secara ekologis bergantung pada lahan
basah yang mencakup lahan basah alami maupun lahan basah buatan, seperti hutan
mangrove, rawa dataran berlumpur, tambak, sawah, dan lain-lain (Suriansyah et al,
2016). Burung air memanfaatkan lokasi lahan basah yang tersedia makanan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Lahan basah serta
tegakan tumbuhan yang ada di atasnya sebagai tempat mencari makan, maupun
beristirahat (Anggraeni, 2019). Sumber pakan burung air sebagian besar terdiri dari
bentos. Makrozoobentos yang sering dijadikan makanan bagi burung air dari bivalvia,
gastropoda, crustacea, polychaeta dan ikan (Howes et al, 2003).
Keberadaan burung air pada suatu tempat tentu dipengaruhi oleh ketersediaan
makanan, predator, dan kesesuaian habitat atau kualitas lingkungannya. Menurut
Hadinoto et al (2012) penyebaran burung air dipengaruhi oleh keadaan habitat dan

4
tersedianya pakan yang tersedia di habitatnya. Sebagian besar burung air merupakan
burung migran yang menempuh perjalanan hingga puluhan ribu kilometer. Burung air
akan singgah di beberapa tempat untuk beristirahat sebelum kembali ke tempat asalnya
(Anggraeni, 2019). Salah satu alasan terjadinya migrasi pada burung air yaitu terjadinya
perubahan pada struktur habitat. Burung-burung yang tidak mampu bertahan dengan
kondisi lingkungan akan pergi mencari tempat yang mendukung kehidupannya
(Ruskhanidar & Hambal, 2007).

5
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah atau teknik yang digunakan demi
memperoleh data mengenai suatu objek dari penelitan yang memiliki tujuan untuk
memecahkan suatu permasalahan.
Menurut Subagyo yang dikutip dalam Syamsul Bahry dan Fakhry Zamzam
(2015:3). Metode Penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk mendapatkan kembali
pemecahan terhadap segala permasalahan yang diajukan. Sedangkan menurut Priyono
(2016:1) Metode Penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan
pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk membuat gambaran mengenai
situasi atau kejadian yang ada, dimana data yang digunakan merupakan data yang sesuai
dengan tujuan penelitian dan data yang digunakan tersebut akan diproses, kemudian dari
proses tersebut akan ditarik suatu kesimpulan.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2023 berlokasi di Subak
Sembung, Peguyangan, Denpasar. Untuk pembuatan laporan penelitian ini berlangsung
pada minggu ke-3 bulan Oktober 2023 hingga minggu ke-1 bulan November 2023 di
rumah masing-masing anggota peneliti.
3.3 Objek Penelitian
Menurut Husein Umar (2013:60) objek dalam penelitian adalah derajat dimana
pengukuran yang dilakukan bebas dari pendapat dan penilaian subjektif, bebas dari bias
dan perasaan orang-orang yang menggunakan tes. Sedangkan menurut Sugiyono
(2013:38) menjelaskan bahwa Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu sesuatu hal objektif, valid, dan
reliable tentang suatu hal (variabel tertentu).
Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa objek penelitian merupakan
suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu guna mendapatkan data
spesifik dan mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda. Dalam penelitian ini yang
menjadi objek penelitian adalah kondisi tumbuhan air, perilaku tumbuhan air, benthos
dan invertebrate, dan kualitas lingkungan.
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun bahan dan alat yang kami gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut
No Bahan dan Alat Kegunaan dalam Penelitian
.
1. Transek 1x1 Untuk menangkap organisme
(tumbuhan air) dalam suatu titik
penelitian

6
2. Saringan Untuk menangkap organisme dalam
air agar mudah didapatkan

3. Tali rafia Untuk mengaitkan pipa pada transek


agar menyatu satu sama lain

4. Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan


penelitian di semua titik penelitian

5. Kamera/smartphone Untuk merekam kegiatan


pengamatan dalam penelitian dengan
bentuk video

6. Meteran Untuk mengukur panjang suatu


tumbuhan air

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dibagi ke dalam dua bagian, yaitu berdasarkan sumber
data primer dan data sekunder. Menurut V. Wiratna Sujarweni (2014:74) Teknik
pengumpulan data primer merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk mengungkap
atau menarik informasi kuantitatif. Sedangkan menurut Hendri Tanjung (2013:115),
cara pengumpulan data sekunder yaitu untuk data sekunder, pengumpulan datanya
dilakukan dengan metode dokumentasi melalui media cetak atau media elektronik.

7
Teknik pengumpulan data yang kami lakukan untuk penelitian ini sebagai
berikut
a. Dokumentasi
Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang diperoleh dengan cara
dokumentasi. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan mencatat data yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dari pengamatan, serta merekam
gambaran sebagai bukti kegiatan pengamatan berlangsung
b. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan sebagai usaha guna memperoleh data yang teoritis
sebagai pembanding dengan data penelitian yang telah diperoleh. Data tersebut dapat
diperoleh dari literatur jurnal, catatan kuliah serta tulisan lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Jumlah Individu Tumbuhan Air per Stasiun
Jumlah Individu Total Individu
Stasiun Nama Tumbuhan
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
1 Kangkung Air 7 13 6 5 31
apu-apu 13 10 0 21 44
2 Padi 38 19 28 17 102
Eceng gondok 0 7 15 25 47
3 Kangkung Air 6 10 16 14 46
Apu-apu 13 10 0 0 23
Padi 66 58 66 70 260
4 Genjer 6 6 5 6 23
Padi 60 49 41 33 183
5 Padi 66 58 81 70 275
Eceng gondok 17 0 13 19 49
Total 1.083

Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 1


Stasiun 1
Tumbuha Spesies Jumlah Pi Ln Pi Pi LnPi P2
n
Kangkun Ipomoea aquatica
g 31 0,4133 -0,8835 -0,3652 0,1708
Apu-apu Pistia stratiotes 44 0,5867 -0,5333 -0,3129 0,3442
Genjer Limnocharis
flava 0 0 0 0 0
Eceng Eichhornia
gondok crassipes 0 0 0 0 0
Padi Oryza sativa 0 0 0 0 0
Total 75

Tabel 4.3 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 2


Stasiun 2
Tumbuhan Spesies Jumlah Pi Ln Pi Pi LnPi P2
Kangkung Ipomoea aquatica 0 0 0 0 0
Apu-apu Pistia stratiotes 0 0 0 0 0
Genjer Limnocharis
flava 0 0 0 0 0
Eceng Eichhornia
gondok crassipes 47 0,3154 -1,154 -0,364 0,100
Padi Oryza sativa 102 0,6846 -0,379 -0,259 0,469

9
Total 149

Tabel 4.4 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 3


Stasiun 3
Tumbuhan Spesies Jumlah Pi Ln Pi Pi LnPi P2
Kangkung Ipomoea aquatica 46 0,140 -1,967 -0,275 0,020
Apu-apu Pistia stratiotes 23 0,070 -2,661 -0,186 0,005
Genjer Limnocharis
flava 0 0 0 0 0
Eceng Eichhornia
gondok crassipes 0 0 0 0 0
Padi Oryza sativa 0,790 0,624
260 3 -0,2354 -0,1860 5
Total 329

Tabel 4.5 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 4


Stasiun 4
Tumbuhan Spesies Jumlah Pi Ln Pi Pi LnPi P2
Kangkung Ipomoea aquatica 0 0 0 0 0
Apu-apu Pistia stratiotes 0 0 0 0 0
Genjer Limnocharis -
flava 2,192
23 -2,1924 -0,2448 0,0125 4
Eceng Eichhornia
gondok crassipes 0 0 0 0 0
Padi Oryza sativa 183 -0,118 -0,105 0,789 -0,118
Total 206

Tabel 4.6 Perhitungan Nilai Indeks Stasiun 5


Stasiun 5
Tumbuhan Spesies Jumla Pi Ln Pi Pi LnPi P2
h
Kangkung Ipomoea aquatica 0 0 0 0 0
Apu-apu Pistia stratiotes 0 0 0 0 0
Genjer Limnocharis
flava 0 0 0 0 0
Eceng Eichhornia 0,016
gondok crassipes 41 0,1297 -2,0422 -0,2650 8
Padi Oryza sativa 0,757
275 0,8703 -0,1390 -0,1209 3
Total 316

Tabel 4.7 Perhitungan Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks
Dominansi per Stasiun

10
Indeks Indeks Indeks
Stasiun
Keanekaragaman Keseragaman Dominansi
1 0,678 0,421 0,515
2 0,623 0,387 0,568
3 0,647 0,402 0,648
4 0,349 0,217 0,801
5 0,385 0,239 0,774
Rata-rata 0,536 0,333 0,661
Kriteria Rendah Rendah Tinggi

4.2 Pembahasan
4.2.1 Jenis Tumbuhan Air
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa jenis tumbuhan air yang dijumpai di
objek wisata Subak Sembung Peguyangan Bali antara lain kangkung air (Ipomoea
aquatica), apu-apu (Pistia stratiotes), genjer (Limnocharis flava), eceng gondok
(Eichhornia crassipes), dan padi (Oryza sativa). Tumbuhan air tersebut ditemukan di
stasiun yang berbeda, maka dari itu tidak semua jenis tumbuhan air tersebut terdapat
disetiap stasiun penelitian.
a) Kangkung air (Ipomoea aquatica)
Klasifikasi dan deskripsi kangkung air (Ipomoea aquatica) berdasarkan Sunardi et
al (2013) adalah sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheobionta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Dicotiledoneae
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica
Kangkung pada umumnya memiliki 2 varietas yaitu kangkung darat dan
kangkung air (Hapsari et al., 2018). Kangkung air memiliki batang yang menjalar
dengan daun licin berbentuk mata panah dan keseluruhan tanaman ini berwarna hijau.
Bunga pada tumbuhan kangkung ini berbentuk payung atau seperti mirip terompet.
Buahnya berbentuk bulat yang di dalamnya berisi 3-4 butir. kangkung air memiliki
kemampuan mengakumulasi logam berat, dan polutan di dalam air, sehingga sangat
baik digunakan untuk proses fitoremidasi (Rais, 2022).

b) Apu-apu (Pistia stratiotes)


Klasifikasi dan deskripsi Apu-apu (Pistia stratiotes) berdasarkan Suraya, U (2019)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Dvisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arales
Famili : Araceae

11
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes
Tumbuhan ini tidak memiliki batang yang jelas atau bahkan tidak memiliki
batang, tulang daun sejajar, tipis, dan terselubung, susunan daun membentuk roset di
dekat akar, sehingga disebut roset akar. Daun yang muda bewarna hijau, sedangkan
daun yang sudah tua bewarna kuning. Akar serabut membentuk seperti keranjang yang
dapat tubuh hingga 80 cm dan dikelilingi oleh gelembung udara, sehingga
meningkatkan daya apung tumbuhan apu-apu ini (Hidayah et al., 2020)

c) Genjer (Limnocharis flava)


Klasifikasi dan deskripsi genjer (Limnocharis flava) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Dvisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Limnocharitaceae
Genus : Limnocharis
Spesies : Limnocharis flava
Genjer (Limnocharis flava) memiliki daun tegak dan tidak mengapung. Batang
genjer panjang dan berlubang yang berwarna hijau namun pada pangkal berwarna
merah (Assauwab et al., 2023). Genjer memiliki bunga dengan mahkota berwarna
kuning dan diameter 1,5 cm, serta kelopak bunga bewarna hijau. Daun dan bunga genjer
memiliki nilai ekomoni yang tinggi karena dapat dijual sebagai bahan makanan
konsumsi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurafifah et al (2023) yang menyatakan
bahwa genjer memiliki kandungan gizi yang baik, dimana pada 100 gram genjer
mengandung 1 gram protein, 0,3 lemak, dan 0,5 karbohidrat.

d) Eceng gondok (Eichhornia crassipes)


Klasifikasi dan deskripsi Eceng gondok (Eichhornia crassipes) berdasarkan
Suraya, U (2019) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Dvisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichhornia
Spesies : Eichhornia crassiper
Eceng gondok memiliki akar serabut dan menggantung pada pangkal batang.
Daun dan batangnya memiliki rongga udara bewarna putih yang merupakan rongga
penyekat selaput tipis. Bunga berwarna ungu kebiruan yang terdiri dari 4-6 kuntum,
sehingga tak sedikit negara menjadikan tanaman ini sebagai tanaman hias (Suraya,
2019). Eceng gondok juga memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap pencemaran
perairan.

e) Padi (Oryza sativa)

12
Klasifikasi dan deskripsi padi (Oryza sativa) berdasarkan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Dvisi : Spermatophytae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae
Genus : Oryza
Spesies : Oriza sativa
Padi (Oryza sativa) memiliki perakaran serabut yang berfungsi menyerap air dan
zat makanan dari dalam tanah. Daun padi memanjang dengan ruas searah batang daun.
Batang padi membulat dengan rongga yang biasa disebut jerami. Padi memiliki bunga
yang terdiri dari tangkai, kelopak, dan palae. Secara varietas padi dapat dibedakan
menjadi padi sawah dan padi gogo (Monareh dan Ogie, 2020). Padi sawah memerlukan
genangan air yang biasanya ditanam di daerah dataran rendah. Sedangkan padi gogo
biasanya ditanam pada lahan kering di daerah dataran tinggi. Kedua jenis padi ini tidak
memiliki perbedaan secara morfologi, hanya saja tempat tumbuhnya yang menbedakan.

4.2.2 Kelimpahan, Keanekaragaman, dan Dominansi


a) Kelimpahan
Total kelimpahan tumbuhan air di Subak Sembung Paguyangan Bali tertinggi
terdapat pada spesies padi (Oryza sativa) seperti pada Gambar 4.1. Sesuai dengan
pernyataan Kristin dan Anom (2017) bahwa subak memiliki potensi tumbuhan yang
mengutamakan tumbuhan padi sebagai flora edukasi (tourismeducation). Hal ini juga
berkaitan dengan daya adaptasi padi. Padi membutuhkan air yang cukup dalam
pertumbuhannya, tetapi padi bukan merupakan tanaman air (hidrofit) walau pada
umumnya padi mampu hidup dalam kondisi tergenang hal ini karena padi memiliki
kemampuan mengoksidasi lingkungan perakarannya sendiri (Sasthiawan dan
Suwardike, 2019). Padi sawah secara umum dapat bertahan pada lingkungan yang
kelebihan air karena memiliki daya adaptasi yang tinggi. Tingginya kelimpahan pada
tumbuhan air dapat menghasilkan serasah daun yang tinggi, sehingga hasil degradasi
oleh organisme dekomposer menjadi unsur hara akan menjadi tinggi juga (Dewi et al.,
2018)

13
Gambar 4.1 Kelimpahan Tumbuhan Air

b) Keanekaragaman
Tingkat kestabilan suatu komunitas terhadap tingkat spesies dapat dilihat dari
hasil perhitungan indeks ekologi yaitu indeks keanekaragaman, indeks keseragaman,
dan indeks dominansi. Objek wisata Subak Sembung Peguyangan Bali memiliki rata-
rata indeks keanekaragaman sebesar 0,536 (Tabel 4.1). Nilai tersebut masuk kedalam
kategori rendah artinya komunitas tersebut tersusun oleh sedikit jenis. Kriteria tersebut
mengacu pada indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dalam Krebs, 1972 yang
menyatakan bahwa nilai H > 3 menunjukkan keanekaragaman tinggi atau jenis pada
transek melimpah, nilai 1 ≤ H ≤ 3 menunjukkan kategori keanekaragaman sedang, dan
kategori keanekaragaman rendah yaitu bernilai < 1 yang artinya jumlah jenis pada
transek sedikit (Nuraina dan Prayoga, 2018).

Gambar 4.2 Indeks Keanekaragaman per Stasiun

c) Keseragaman

14
Objek wisata Subak Sembung memiliki rata-rata nilai keseragaman yaitu 0,333
(Tabel 4.1). Nilai keseragaman tersebut masuk dalam kategori rendah, sebagaimana
mengacu pada indeks ekologi Shannon-Wiener dalam Krebs, 1972 yang menyatakan
bahwa keseragaman rendah berada pada nilai pada range 0,4 ≤ E ≤ 0. Hal ini
menandakan bahwa suatu komunitas memiliki perbedaan jauh pada segi jumlah spesies
sehingga kondisi lingkungan tidak stabil, karena mengalami tekanan. Berdasarkan
Gambar 4.2 stasiun 1 memiliki nilai keseragaman tertinggi yaitu 0,421 dan keseragaman
terendah ada pada stasiun 4 yakni 0,217. Pada stasiun 1 ditemukan tanaman kangkung
dan apu-apu yang jumlahnya tidak signifikan berbeda yaitu masing-masing 31 dan 44.
Sedangkan pada stasiun 4 ditemukan tumbuhan genjer dan padi yang memiliki jumlah
sangat signifikan masing-masing yaitu 41 dan 275

Gambar 4.3 Indeks Keseragaman per Stasiun

d) Dominansi
Indeks dominansi merupakan indeks yang menggambarkan pola penyebaran
dominansi jenis dalam tegakan dalam arti suatu tegakan dipenuhi oleh suatu jenis
spesies yang mendominasi pada suatu komunitas. Rata-rata nilai indeks dominansi di
objek wisata yaitu 0,661. Nilai tersebut masuk dalam kategori dominansi tinggi yang
memiliki range angka 0,6 ≤ C ≤ 1,0. Berdasarkan hasil perhitungan (Gambar 4.4)
stasiun 1 merupakan dominansi terendah dengan nilai 0,515 dan tertinggi pada stasiun 4
dengan nilai 0,801. Indeks dominansi berbanding terbalik dengan indeks keseragaman.
Semakin tinggi nilai indeks dominansi, maka akan semakin rendah nilai indeks
keseragaman karena perbedaan jumlah antara spesies, dan sebaliknya semakin kecil
nilai indeks dominasi maka akan semakin tinggi indeks keseragaman yang artinya tidak
ada kecenderungan dominansi oleh jenis tertentu (Wijana et al., 2019). Hal ini dapat
dilihat pada hasil seperti Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Stasiun 1 menjadi stasiun dengan
hasil nilai indeks keseragaman tertingi seperti pada Gambar 4.3 yaitu 0,421 dan menjadi
stasiun dengan nilai dominansi terendah yaitu 0,515, sedangkan nilai indeks
keseragaman terendah berada pada stasiun 4 yaitu 0,217 menjadi stasiun dengan nilai
indeks dominansi tertinggi yaitu 0,801.

15
Gambar 4.4 Indeks Dominansi per Stasiun

4.2.3 Jenis Bentos dan Invertebrata Air


a) Bellamya javanica
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Ekowisata Subak Sembung
Peguyangan, ditemukan 1 spesies epibenthos yaitu Bellamya javanica atau yang dikenal
dengan keong tutut. Spesies ini ditemukan di stasiun yang memiliki karakteristik
perairan dangkal dengan substrat berlumpur. Umumnya perairan air tawar yang
merupakan habitat gastropoda adalah mulai dari saluran irigasi, sawah, sungai, rawa,
danau dan kolam-kolam ikan buatan masyarakat (Fadhilah, dkk. 2013). Keong tutut
paling banyak ditemukan di sawah dengan keadaan air sawah yang berlumpur dan
perairan yang jernih maupun keruh (Sari et al, 2016).
B. javanica yang ditemukan memiliki karakteristik cangkang yang berwarna
hitam mengkilap. Menurut Von den Busch (1844), keong tutut (Bellamya javanica)
mempunyai cangkang bentuknya piramid, menara cangkang mencuat, dan bagian dasar
cangkang membulat. Permukaan cangkang terdapat guratan-guratan yang agak
menonjol membentuk garis-garis melingkar. Pada bagian di atas seluk terdapat garis
melintang berupa tonjolan yang agak tebal (keel).
Keong tutut memiliki peranan yang cukup penting baik dari segi ekologi, sosial,
maupun ekonomi. Dari segi ekologi, komunitas keong tutut berperan penting dalam
rantai makanan yaitu sebagai pemakan zat organik. Spesies dari jenis gastropoda
merupakan hewan dasar pemakan zat organik yang diurai oleh detritus (detritus feeder)
(Saripatung dkk., 2013). Dari segi sosial dan ekonomi, keong tutut merupakan
komoditas ekonomis penting di perairan tawar. B. javanica dapat digunakan sebagai
bahan pangan untuk dikonsumsi masyarakat. Hal ini dikarenakan kandungan protein di
dalam keong dapat memenuhi kebutuhan protein hewani manusia. Menurut Positive
Deviance Resource Centre/PDRC (2014), siput tutut biasa dijadikan alternatif protein
pengganti daging ayam dan harganya juga relatif terjangkau. Tak hanya sebagai bahan
pangan, siput tutut dapat digunakan sebagai obat penyakit liver.
Distribusi dan kepadatan keong tutut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
genetika, ketersediaan makanan, dan jenis substrat yang mengandung bahan organik.
Faktor ketersediaan makanan juga ikut berpengaruh dalam menunjang keberlangsungan
hidup dan pertumbuhan siput tutut. Ketersediaan bahan organik akan memberikan
variasi kepadatan terhadap organisme yang ada (Perdana dkk., 2013).

16
4.2.4 Jenis Burung Air
a) Burung blekok sawah (Ardeola speciosa)
Klasifikasi dan deskripsi padi (Oryza sativa) berdasarkan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Pelecaniformes
Famili : Ardeidae
Genus : Ardeola
Spesies : Ardeola speciosa
Pada saat praktikum terlihat beberapa burung blekok sawah yang sedang
mencari makan. Burung blekok sawah (Ardeola speciosa) merupakan salah satu burung
air yang banyak ditemukan di daerah persawahan. Makanan utamanya adalah serangga,
ikan, dan kepiting. Setiap sore terbang menuju tempat istirahat, dengan kepakan
perlahan, berpasangan atau bertiga. Burung ini memiliki ukuran tubuh yang kecil
dengan Panjang tubuh sekitar 46 cm., kepada dan dada berwarna coklat, punggung
nyaris hitam. Tubuh bagian atas lainnya coklat-bercoret, tubuh bagian bawah putih.
Menurut hasil penelitian Christian (2013) blekok sawah aktif mencari makan di pagi
hari (06.00-11.00) dan pada sore hari (14.00-17.00).
4.2.5 Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum, didapatkan hasil dari kualitas air
di lima titik yang berbeda. Pengamatan terhadap kualitas air tersebut kami
menggunakan parameter dengan pendekatan secara kualitatif. Kondisi lingkungan
tersebut bersih dari limbah baik limbah pertanian maupun limbah domestik. Namun di
titik pertama lokasi pengamatan kami menemukan satu sampah plastik kecil di
pinggiran aliran air. Sampah plastik tersebut merupakan sampah bungkus makanan yang
bersumber dari wisatawan yang berkunjung ke lokasi tersebut. Untuk empat titik
lainnya cukup bersih tanpa adanya limbah jenis apapun.
Model drainase pada lima titik pengamatan yang berbeda menggunakan sistem
saluran terbuka. Sistem drainase saluran terbuka merupakan sistem saluran drainase
yang permukaan airnya secara penuh mendapat pengaruh dari atmosfer (udara luar).
Sistem drainase ini juga dapat menampung air hujan agar dapat mengalir dengan baik.
Tingkah laku masyarakat pada lima titik pengamatan lokasi kualitas air cukup
baik. Masyarakat khususnya petani dalam mengelola titik tersebut dapat dikatakan
cukup baik dengan tidak mengotori pengairan serta meminimalisir limbah yang ada.
Untuk wisatawan yang berkunjung atau melewati ttitik tersebut cukup baik dengan tidak
mengganggu sistem pengairan namun hanya beberapa limbah yang perlu diminimalisir
lagi.

17
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Melalui penelitian ini, kami dapat menyimpulkan pemahaman lebih lanjut
tentang keanekaragaman, kelimpahan, jenis tumbuhan air; invertebrata air; dan kualitas
air di Subak Sembung. Berdasarkan bab sebelumnya dapat diketahui bahwa kami
mendapatkan beberapa jenis tumbuhan air yaitu kangkung air (Ipomoea aquatica), apu-
apu (Pistia stratiotes), genjer (Limnocharis flava), eceng gondok (Eichhornia
crassiper), padi (Oryza sativa). Kelimpahan tertinggi pada padi (Oryza sativa) yang
mana padi memiliki daya adaptasi tinggi di wilayah lokasi Subak Sembung. Selain
tumbuhan air, kami mengamati invertebrata air yaitu keong tutut (Bellamya javanica)
yang banyak tersebar di lokasi pengamatan, burung blekok sawah yang termasuk
burung air (Ardeola speciosa), dan kualitas air di lima titik yang berbeda.

5.2 Saran
Adapun saran dari kegiatan penlitian praktikum Limnologi ini yaitu perlunya
pegelolaan lebih lanjut dalam kualitas keanekaragaman tumbuhan air, invertebrata, dan
system pengairan agar lebih terjaga kedepannya. Diharapkan dengan adanya laporan
praktikum ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman lebih lanjut mengenai
tumbuhan air, invertebrate dan burung air, serta kualitas air sebagai sumber belajar atau
referensi.

18
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. 2017. Peran Intensifikasi Mina Padi Dalam Menambah Pendapatan Petani
Padi Sawah Digampong Gegarang Kecamatan Jagong Jeget Kabupaten Aceh
Tengah. Jurnal Sains Pertanian, 1(1): 28-38.
Anggraeni, R.F. 2019. Perilaku Menangkap Mangsa pada Burung Air di Areal Lahan
Basah Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Lampung.
Astuti, L.P dan Indriatmoko. 2018. Kemampuan Beberapa Tumbuhan Air dalam
Menurunkan Pencemaran Bahan Organik dan Fosfat untuk Memperbaiki
Kualitas Air. Jurnal Teknologi Lingkungan, 19(2): 183-190.
Azizah, M.N.L., Wulandari, D., Marianti, A. 2021. Tantangan Mewujudkan Ekowisata
Sungai Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Manusia dan
Melindungi Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Indonesian Journal of
Conservation, 10 (2):72-77.
Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for aquaqulture. First Printing. Aubum
University of Agriculture Experiment Station. Alabama. USA
Bulu, V. E., Suryatini, K. Y., & Widana, I. (2020). KERAGAMAN ARTHROPODA
PERMUKAAN TANAH DI KAWASAN EKOWISATA SUBAK SEMBUNG,
BANJAR PULUGAMBANG, KELURAHAN PEGUYANGAN, KECAMATAN
DENPASAR UTARA, BALI. Emasains, 9(1), 98-103.
Dalem, A.A.G.R. 2016. Kajian Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan Di
Subak Sembung, Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara.
Kelompok Studi Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
Dewi, N.P.B.Y., Arthana, I.W Dan Wijayanti, N.P.P. 2018. Keanekaragaman Dan
Kelimpahan Tumbuhan Air Di Subak Pulagan, Tampaksiring, Gianyar, Bali.
Current Trends In Aquatic Science, 1(1): 40-46.
Fadhilah N, Masrianih, Sutrisnawati. 2013. Keanekaragaman Gastropoda Air Tawar di
Berbagai Macam Habitat di Kecamatan Tanambulava Kabupaten Sigi. E-Jipbiol,
2: 13-19.
Galgani, F., Arnawa, I. K., & Sukerta, I. M. (2018). Pendapatan Usahatani Padi Sawah
di Subak Sembung Kelurahan Peguyangan Kecamatan Denpasar
Utara. AGRIMETA: Jurnal Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem, 8(16).
Hadinoto, Mulyadi, A., Siregar, Y.I., 2012, Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan
Kota Pekanbaru. Jurnal Lingkungan Hidup, 6 (1): 25-42.
Hidayah, W.N., Ilham, M dan Irawanto, R. 2020. Re-Inventarisasi Keanekaragaman
Tanaman Air Dan Persebarannya Di Kebun Raya Purwodadi-Lipi. Seminar
Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek (SNPBS) ke-V 2020
Holmes, J., D. Bakewell, and Y.R. Noor. 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Wetlands
International-Indonesia Programme. Bogor: 327 pp.
Ibisch, R. dan Borchardt, D. 2009. Integrated Water Resouces Management (IWRM):
From Reasearch to Implementation. www.wasserressourcen-management.de.

19
Kadarusman., Rachmawati, R., Setyawidati, N.A.R., Sektiana, S.P., Tapilatu, R.F.,
Albasri, H., Nurdin, E., Saputra, r.S.H., Muhammad, D.N., Nursid dan Purbani,
D. 2019. Sumber Daya Hayati Maritim:Jakarta Pusat: Amafrad Press
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2013. Rencana Pengelolaan Lansekap
Budaya Provinsi Bali. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kristin, D Dan Anom, I.P. 2017. Potensi Eco-Cycling Ekowisata Subak Sembung, Di
Desa Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara. Jurnal Destinasi Pariwisata,
5(1): 150-155.
Monareh, J dan Ogie, T.B. 2022. Pengendalian Penyakit Menggunakan Biopestisida
Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L). Jurnal Agroekoteknologi Terapan, 1(1):
11-13.
Muhajir, A. 2016. Ekowisata Subak Sembung, Melestarikan Sawah Sekaligus
Mencegah Banjir. Diakses pada 18 Oktober 2023 di
https://www.mongabay.co.id/2016/01/26/ekowisata-subak-sembung-
melestarikan-sawah-sekaligus-mencegah-banjir/.
Nurafifah., Pratiwi, N.J., Pratiwi, C., Mardian., Azizah, A., Hasbi, A.R dan Sapar. 2023.
Pemanfaatan Tanaman Genjer (Limnocharis Flava) Menjadi Keripik Yang
Bernilai Jual. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 6(6): 2175-2183.
Nuraini, I, Fahrizal Dan Proyogo, H. 2018. Analisa Komposisi Dan Keanekaragaman
Jenis Tegakan Penyusun Hutan Tembawang Jelomuk di Desa Meta Bersatu
Kecamatan Sayan Kabupaten Melawi. Jurnal Hutan Lestari, 6 (1): 137 – 146.
Perdana T, Melani WR, Zulfikar A. 2013. Kajian Kandungan Bahan Organik terhadap
224 Kelimpahan Keong Bakau (Telescopium telescopium) di Perairan Teluk
Riau Tanjungpinang. Skripsi. FIKP, UMRAH, Riau. 52.
Rais, A. 2022. Inventarisasi Tanaman Air Yang Tahan Terhadap Pencemaran Air Di
Kecamatan Wara Selatan Kota Palopo. Cokroaminoto Journal of Biological
Science 3 (1) : 21-25
Ruskhanidar, Hambal, M. 2007. Kajian Tentang Keanekaragaman Spesies Burung di
Hutan Mangrove Aceh Besar Pasca Tsunami 2004. Jurnal Kedokteran Hewan, 1
(2): 76- 84.
Santhiawan, P Dan Suwardike, P. 2019. Adaptasi Padi Sawah (Oryza Sativa L.)
Terhadap Peningkatan Kelebihan Air Sebagai Dampak Pemanasan Global.
Agricultural Journal, 292): 130-144.
Sari, W.P., Bahtiar., Emiyarti. 2016. Studi Preferensi Habitat Siput Tutut (Bellamya
javanica) di Desa Amonggedo Kabupaten Konawe. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Perairan, 1 (2): 213-224.
Saripatung, G.L., Tamanampo, J.F., Manu, G. 2013. Struktur Komunitas Gastropoda di
Hamparan Lamun Daerah Intertidal Kelurahan Tongkeina Kota Manado. Jurnal
Ilmiah Platax, 1(3): 102-108.
Sedana, G., B. M. Arjana, dan I. N. Sudiarta. 2018. Potensi Subak dalam Pengembangan
Ekowisata : Kasus Subak Sembung di Kelurahan Peguyangan, Kecamatan
Denpasar Utara. Kota Denpasar. DwijenAgro VIII (1) : 113-122
Sudipta, I.G.M., Arthana, I.W dan Suryaningtyas, E.W. 2020. Kerapatan dan Persebaran
Tumbuhan Air di Danau Buyan Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Journal of
Marine and Aquatic Sciences, 6(1): 67-77.

20
Sunardi, O., Adimihardja, S.A dan Mulyaningsih, Y. 2013. Pengaruh Tingkat Pemberian
Zpt Gibberellin (Ga3) Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kangkung Air
(Ipomea Aquatica Forsk L.) Pada Sistem Hidroponik Floating Raft Technique
(Frt). Jurnal Pertanian, 4(1): 33-47.
Suraya, U. 2019. Inventarisasi Dan Identifikasi Tumbuhan Air Di Danau Hanjalutung
Kota Palangka Raya. Jurnal Daun, 6(2): 149-159.
Suriansyah, M., Setyawati, T.R., Yanti, A.H. 2016. Jenis-Jenis Burung Air Di Hutan
Mangrove Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Protobiont, 5 (3): 77-81.
Wiguna, A.A. dan S.P. Kaler Surata. 2008. Multifungsi Ekosistem Subak dalam
Pembangunan Pariwisata di Bali. Penerbit: Aksara Indonesia, Yogyakarta,
kerjasama dengan Yayasan Somya Pertiwi, Bali. Cetakan I.
Wijana, I.M.S., Ernawati, N.M Dan Pratiwi, M.A. 2019. Keanekaragaman Lamun Dan
Makrozoobentos Sebagai Indikator Kondisi Perairan Pantai Sindhu, Sanur, Bali.
Ecotrophic, 13(2): 238–247.
Yunita, L.H., Efawani dan Eddiwan. 2017. Identification of types and aquatic plants
coverage area in the Bandar Kayangan Lembah Sari Lake, Rumbai Pesisir Sub-
Regency, Pekanbaru, Riau Province. Jurnal JOM, 3: 1-12
Bahri, Syamsul. 2014. Model Penelitian Kuantitatif Berbasis SEM-Amos. Yogyakarta:
Deepublish.
Umar, Husein. 2013. Metode penelitian untuk skripsi dan tesis bisnis. Jakarta: Rajawali
pers

21

Anda mungkin juga menyukai