Anda di halaman 1dari 29

i

LAPORAN PRAKTIKUM KEANEKARAGAMAN HAYATI PESISIR DAN LAUT

Nama : Anggi Addha Sinaga

NIM : 180254241054

Kelas : Pelagis 1 (Kamis, 10.50 WIB)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2021
i

KATA PENGANTAR

Penyusun mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
nafas kehidupan dan kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang telah direncanakan. Penyusun telah menyelesaikan laporan praktikum ini sebagai
salah satu tugas Mata Kuliah Keanekaragaman Hayati Laut yang penyusun tempuh. Kiranya
laporan ini bermanfaat bagi mahasiswa.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini tidak akan
terlaksana dengan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ita Karlina S.Pi., M.Si. dan Rika Anggraini S.Pi., M.Si.; selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Keanekaragaman Hayati Laut;
2. Agung Waluyo dan Nurhasima; selaku asisten dosen yang memberi pengarahan dan
bantuan kepada penyusun untuk memperoleh data praktikum;
3. Ayahanda dan Ibunda; selaku orangtua penyusun yang selalu memberikan semangat
kepada penyusun; dan
4. Rekan-rekan sekelompok yang membantu penyusun dalam mengumpulkan data
praktikum.
Demikianlah laporan praktikum ini penyusun buat, penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan laporan praktikum di masa mendatang.

Tanjungpinang, 15 Januari 2021

Anggi Addha Sinaga


ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum .......................................................................................................... 2
1.3 Manfaat Praktikum ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 3
2.1 Ekosistem Hutan Mangrove .......................................................................................... 3
2.2 Keanekaragaman Ekosistem Mangrove ........................................................................ 4
2.3 Parameter Fisika, Kimia dan Biologi yang Mempengaruhi Ekosistem Mangrove ........... 5
BAB III METODE PRAKTIKUM.......................................................................................... 7
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................................. 7
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................................. 7
3.3 Prosedur Praktikum....................................................................................................... 8
3.4 Analisis Data Hasil Pengamatan ................................................................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 10
4.1 Kondisi Lingkungan Ekosistem Mangrove ................................................................... 10
4.2 Identifikasi Jenis Mangrove dan Analisis ..................................................................... 11
4.3 Biota Asosiasi dan Analisis ......................................................................................... 14
BAB V PENUTUP............................................................................................................. 17
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 17
5.2 Saran .......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 17
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 21
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Lokasi Praktikum ...................................................................................... 7


Gambar 2. Grafik Kelimpahan Organisme dan Kelimpahan Relatif Mangrove .................. 13
Gambar 3. Grafik Frekuensi Kehadiran dan Frekuensi Relatif Mangrove.......................... 13
Gambar 4. Grafik Frekuensi Kehadiran dan Frekuensi Relatif Bentos .............................. 15
Gambar 5. Grafik Kelimpahan Organisme dan Kelimpahan Relatif Bentos ....................... 16
iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat dan Bahan Praktikum..................................................................................... 7


Tabel 2. Kerapatan Individu dan Kerapatan Relatif Mangrove .......................................... 11
Tabel 3. Kepadatan Individu dan Kepadatan Relatif Bentos ............................................. 14
v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sketsa Lokasi Praktikum .............................................................................. 21


Lampiran 2. Foto Kegiatan .............................................................................................. 22
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem penting di kawasan pesisir.
Mangrove memiliki peranan ekologi sebagai tempat remediasi bahan pencemar, menjaga
stabilitas pantai, tempat pemijahan dan pembesaran berbagai jenis biota asosiasi dan
pembentuk daratan (Indrayanti et al. 2015). Secara sosial-ekonomi, kayu mangrove dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, tiang pancang, kerajinan tangan, bubur kertas, dan
lain sebagainya. Sedangkan dari sisi sosial-budaya, mangrove berperan sebagai daerah
konservasi, identitas budaya, dan pendidikan ekotourisme (Setyawan dan Winarno 2006).
Tingkat kerusakan ekosistem mangrove dunia, termasuk Indonesia, sangat cepat dan
dramatis. Ancaman utama kelestarian ekosistem mangrove adalah kegiatan manusia,
seperti pembuatan tambak (ikan dan garam), penebangan hutan, dan pencemaran
lingkungan. Di samping itu terdapat pula ancaman lain seperti reklamasi dan sedimentasi,
pertambangan dan sebab-sebab alam seperti badai.
Restorasi hutan mangrove mendapat perhatian secara luas mengingat tingginya nilai
sosial-ekonomi dan ekologi ekosistem ini. Restorasi berpotensi besar menaikkan nilai
sumber daya hayati mangrove, memberi mata pencaharian penduduk, mencegah kerusakan
pantai, menjaga biodiversitas, produksi perikanan, dan lain-lain. Pemanfaatan ekosistem
mangrove dapat dikategorikan menjadi pemanfaatan ekosistem secara keseluruhan (nilai
ekologi) dan pemanfaatan produk-produk yang dihasilkan ekosistem tersebut (nilai sosial
ekonomi dan budaya).
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki
keanekaragaman yang cukup tinggi. Tingkat keanekaragaman mangrove dilihat dari jumlah
spesies yang berada dalam suatu komunitas dan ada atau tidaknya spesies yang
mendominasi komunitas tersebut. Apabila komunitas mangrove memiliki jumlah spesies
yang banyak dan tidak ada jenis yang mendominasi, maka tingkat keanekaragaman
mangrove pada komunitas tersebut tinggi begitu pula sebaliknya.
Ekosistem mangrove juga berperan sebagai rumah bagi biota asosiasinya. Biota asosiasi
mangrove terdiri dari biota daratan (terestial) dan biota perairan (akuatik). Biota terestial
yang biasa ditemukan di ekosistem mangrove misalnya ular, insekta, burung, dan biota
2

lainnya. Sedangkan biota akuatik yang biasa ditemukan di ekosistem mangrove berupa
kerang, ikan, udang dan lainnya.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman ekosistem mangrove di
Pulau Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau dan biota asiosiasinya.

1.3 Manfaat Praktikum


Praktikum ini bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai berbagai jenis mangrove
dan cara mengidentifikasinya, biota asosiasi mangrove, manfaat, ancaman, dan strategi
pengelolaan ekosistem mangrove.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Hutan Mangrove


Mangrove menggambarkan spesies pohon-pohon khas atau semak-semak yang hidup
di daerah intertidal dengan habitat yang tergenang dan bersalinitas (Muarif 2017). Daerah
intertidal merupakan daerah pesisir yang memiliki fluktuasi faktor lingkungan yang tinggi,
seperti suhu, sedimen dan pasang surut. Mangrove mampu beradaptasi terhadap kondisi
lingkungan tersebut, sekalipun demikian mangrove tidak hanya tumbuh di daerah intertidal
saja (Tefarani 2018). Mangrove tumbuh juga di sisi sungai hingga muara sungai. Sebaran
mangrove juga dipengaruhi suhu, sehingga mangrove dapat ditemukan di daerah tropis dan
subtropis.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu dari tiga ekosistem pesisir yang memiliki
peranan ekologis penting dalam mendukung kehidupan dan keberlangsungan dari
sumberdaya perikanan. Hal tersebut dikarenakan fungsi mangrove sebagai tempat memijah
dan asuhan bagi banyak biota air (Latifah et al. 2018). Ekosistem mangrove memiliki fungsi
dan manfaat yang sangat besar, baik ditinjau secara fisik, kimia, ekologi, dan ekonomi.
Secara fisik ekosistem mangrove dapat menjaga garis pantai agar tidak terjadi abrasi,
menahan sedimen, tiupan angin, dan menyangga rembesan air laut ke darat (Herison dan
Romdania 2020). Secara kimia ekosistem mangrove mampu mengolah limbah agar
kemungkinan pencemaran sedikit dan yang paling utama menghasilkan oksigen (Arifin et al.
2019). Secara ekologi ekosistem mangrove merupakan habitat biota darat dan laut, sebagai
daerah asuhan, mencari makan, dan tempat pemijahan bagi biota perairan. Ekosistem
mangrove juga memiliki nilai ekonomi sebagai wahana wisata. Selain itu, hutan mangrove
juga biasa dijadikan daerah konservasi untuk melestarikan komunitas mangrove di suatu
daerah.
Luasan ekosistem mangrove Indonesia tercatat sekitar 2,9 juta hektar pada tahun 2016,
dengan tutupan sebesar 26-29% dari total tutupan mangrove global. Beberapa daerah,
pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi atau kerusakan ekosistem mangrove
akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya (Litiloly et al.
2020). Kondisi ekosistem mangrove semakin menurun akibat dari pemanfaatan berbagai
kepentingan seperti alih fungsi lahan, pembangunan pasar tradisional, pemukiman warga,
4

dan penebangan mangrove yang tidak terkontrol, sehingga kawasan ekosistem mangrove
pantai mengalami perubahan (Alwi et al. 2019).

2.2 Keanekaragaman Ekosistem Mangrove


Tingkat keanekaragaman suatu komunitas dipengaruhi oleh jumlah spesies yang
ditemukan dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis suatu komunitas akan tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak jenis dan tidak ada spesies yang mendominasi.
Sebaliknya, suatu komunitas memiliki nilai keanekaragaman jenis yang rendah, jika
komunitas itu disusun oleh sedikit jenis dan ada spesies yang dominan. Keanekaragaman
jenis dan pertumbuhan mangrove dapat dipengaruhi oleh suplai air tawar dari sungai yang
bermuara ke laut serta kesesuaian habitat setiap jenis terhadap iklim dan kondisi geografis
pesisir (Akbar et al. 2017).
Secara alami keanekaragaman jenis hutan mangrove memang lebih rendah bila
dibandingkan hutan tropis namun memiliki struktur dan fungsi yang mampu
mempertahankan hidupnya pada lingkungan ekstrim di zona pasang surut (Irmayanti et al.
2019). Ekosistem mangrove juga memiliki produktivitas primer yang tinggi namun dapat
dengan mudah berubah bila ada gangguan terutama yang bersifat antropogenik (Mayor et
al. 2017). Tinggi rendahnya keanekaragaman juga dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik
yang terjadi. Sebagian besar perubahan vegetasi hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas
antropogenik pada kawasan pesisir. Formasi hutan mangrove terdiri dari empat genus
utama, yaitu Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp. dan Bruguiera sp. (Koneri dan
Maabuat 2020).
Apabila dalam suatu komunitas mangrove ditemukan jumlah spesies yang sedikit dan
adanya spesies yang mendominasi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat keanekaragaman
pada komunitas tersebut rendah. Rendahnya keanekaragaman mangrove menandakan
ekosistem mengalami tekanan atau kondisi lingkungan telah mengalami penurunan.
Terjadinya penurunan pertumbuhan keanekaragaman dikarenakan adanya tekanan
lingkungan yang sepanjang waktu yang selalu berubah (Tefarani et al. 2019). Di samping
itu, pengaruh dari aktivitas manusia dengan perkembangan pembangunan, sehingga tidak
adanya keselarasan dalam menjaga dan melestarikan kawasan hijau khususnya wilayah
pesisir (Cahyanto dan Kuraesin 2013).
Daerah yang berada pada zona ekuator memiliki iklim tropis yang sesuai dengan habitat
hidup sebagian besar spesies tanaman manggrove. Hal inilah yang menyebabkan tingginya
5

keanekaragaman hayati ekosistem mangrove di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang


telah dilakukan, jumlah spesies mangrove di Indonesia terdiri dari 47 jenis mangrove sejati
dan 22 jenis mangrove ikutan. Penelitian lain menemukan bahwa keanekaragaman jenis
mangrove di Indonesia sebanyak 243 jenis yang terdiri atas beberapa jenis yaitu paku-
pakuan, rumput-rumputan, epifit, palem, liana, pohon dan perdu (Eriani et al. 2020).

2.3 Parameter Fisika, Kimia dan Biologi yang Mempengaruhi Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove dipengaruhi oleh parameter fisika, kimia, dan biologi. Sebaran jenis
vegetasi mangrove banyak dipengaruhi oleh kondisi lama rendaman pasut, dan salinitas,
serta pH perairan. Artinya ketiga parameter tersebut merupakan faktor utama yang
menentukan apakah ekosistem tersebut sesuai untuk pertumbuhan jenis mangrove tertentu.
Mughofar (2018) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan mangrove adalah salinitas (6 ppt) pada zonasi II dan zonasi I. Ekosistem
mangrove yang dibangun selama rentang waktu yang panjang melalui proses umpan balik
termasuk aktivitas biotik, evolusi bentuk tanah, dan aliran air (Wijaya dan Huda 2018).
Parameter salinitas dan lama rendaman berada dekat dan mengelompok dengan jenis
vegetasi. Hal ini sesuai dengan matrik korelasi (Pearson) dimana vegetasi mangrove
dengan parameter salinitas memiliki koefisien korelasi 0,896 (korelasi sangat kuat),
sedangkan vegetasi mangrove dengan parameter substrat memiliki koefisien korelasi 0,297
(korelasi sangat lemah). Strauch et al. (2012) menyimpulkan bahwa kondisi tanah dan
genangan pasut mempengaruhi distribusi jenis mangrove di Kepulauan Karibia.
Salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah suhu. Suhu
yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20°C. Suhu merupakan salah
satu parameter yang penting bagi keberlangsungan hidup biota laut. Suhu dapat
mempengaruhi proses-proses seperti fotosentesis dan respirasi. Selain suhu, salinitas juga
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove.
Nilai salinitas cenderung tinggi jika lokasi penelitian merupakan pulau kecil yang tidak
terpengaruh oleh aliran air tawar dari daratan yang dapat menurunkan nilai salinitas. Nilai
salinitas menunjukan tidak terdapat perbedaan signifikan antar setiap lokasi. Akbar et al.
(2017) mengatakan salinitas merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan
zonasi jenis mangrove.
6

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah tanah atau
substrat. Pada umumnya mangrove tumbuh dengan baik pada tanah yang berlumpur
terutama di daerah endapan lumpur yang terakumulasi. Di Indonesia substrat berlumpur ini
sangat baik untuk jenis tegakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina. Menurut
Darmadi et al. (2012), karakteristik substrat merupakan faktor pembatas kehidupan
mangrove. Jenis substrat sangat memepengaruhi sususan jenis dan kerapatan vegetasi
mangrove yang hidup di atasnya. Semakin cocok substrat untuk vegetasi mangrove jenis
tertentu dapat dilihat dari seberapa rapat vegetasi tersebut menutupi area hidupnya.
Substrat pasir berlempung ditumbuhi oleh satu jenis yaitu Rhizophora apiculata dan pada
substrat liat ditumbuhi oleh jenis yang lebih beragam seperti jenis Rhizophora dan Avicenia.
Masing-masing jenis mangrove memiliki kerapatan yang berbeda-beda perbedaan
kerapatan ini diduga disebabkan oleh jenis substrat yang berbeda-beda pula (Prinasti et al.
2020).
7

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktikum dilaksanakan pada Minggu, 06 Desember 2020 pukul 08.00-12.00 di Pulau
Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Peta lokasi praktikum pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Praktikum

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Keanekaragaman Hayati Laut disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Praktikum
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Rol Meter Untuk menarik garis transek sepanjang 100 m.
2. Tali raffia Untuk membuat transek ukuran 10x10 m, 5x5 m,
1x1 m.
3. Kamera Untuk dokumentasi kegiatan.
4. Plastik sampel Untuk tempat sampel daun, buah, bunga dan
biota asosiasi mangrove.
5. Alat tulis Untuk mencatat hasil pengukuran.
6. Meteran pakaian Untuk mengukur keliling batang mangrove.
7. Buku identifikasi mangrove Untuk mengidentifikasi spesies mangrove.
8

3.3 Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum Keanekaragaman Hayati Laut adalah sebagai berikut.
1. Membuat transek menggunakan tali rapia dengan ukuran 10x10 meter, 5x5 meter, dan
1x1 meter.
2. Menentukan posisi pengamatan per kelompok berdasarkan transek sepanjang 100
meter yang ditarik secara vertikal.
3. Memasang subtransek I berukuran 10x10 meter pada wilayah pengamatan kelompok,
kemudian mengukur keliling batang mangrove dengan ukuran pohon dan anakan dan
diidentifikasi.
4. Memasang subtransek II berukuran 5x5 dalam wilayah subtransek I, kemudian
menghitung jumlah anakan pada subtransek tersebut.
5. Memasang subtransek II berukuran 1x1 dalam wilayah subtransek II, kemudian
mengidentifikasi biota asosiasi yang terdapat pada subtranstek tersebut.
6. Langkah 3-5 dilakukan 3 kali pengulangan pada jarak 0-10 meter, 60-70 meter dan 90-
100 meter.

3.4 Analisis Data Hasil Pengamatan


Berikut prosedur analisis data hasil pengamatan pada praktikum Keanekaragaman
Hayati Laut.
1. Menghitung kepadatan individu
Jumlah Individu Suatu Jenis
Rumus : (m2 )
Jumlah Kuadran

2. Menghitung kepadatan relatif


Kepadatan Suatu Spesies
Rumus : × 100% = (%)
Jumlah Kepadatan Semua Spesies

3. Menghitung kelimpahan organisme


Jumlah Individu Suatu Jenis
Rumus : (m2 )
Jumlah Kuadran Contoh Dimana Jenis Tersebut Ditemukan

4. Menghitung kelimpahan relatif organisme


Kelimpahan Suatu Spesies
Rumus : × 100% = (%)
Jumlah Kelimpahan Semua Spesies

5. Menghitung frekuensi kehadiran organisme


Jumlah Kuadran Contoh Dimana Suatu Jenis Ditemukan
Rumus : (m2 )
Total Kudran Contoh
9

6. Menghitung frekuensi relatif kehadiran semua jenis


Frekuensi Kehadiran Suatu Spesies
Rumus : × 100% = (%)
Jumlah Frekuensi Kehadiran Semua Spesies

7. Analisis 1-6 dilakukan 2 kali pengulangan untuk analisis mangrove dan bentos.
10

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lingkungan Ekosistem Mangrove


Pada pengamatan yang dilakukan di Pulau Dompak Tanjungpinang, tipe substrat pada
ekosistem mangrove adalah lumpur dengan daerah yang tergenang air secara berkala.
Komunitas hutan mangrove pada Pulau Dompak Tanjungpinang tidak menerima pasokan
air tawar dari daratan tetapi komunitas ini terlindung dari gelombang besar dan arus pasang
surut yang kuat. Mangrove yang ditemukan pada ekosistem ini terdiri dari Rhizhopora
apiculata, Rhizophora stylosa dan Xylocarpus granatum.
Vegetasi mangrove pada daerah pengamatan terdiri dari komponen penyusun berupa
belukar (shrub) dan pohon (tree). Belukar (shrub) adalah tumbuhan yang memiliki kayu yang
cukup besar dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai. Sedangkan
pohon (tree) adalah tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang
utama dengan ukuran lebih dari 20 cm. Pada daerah pengamatan ditemukan vegetasi
dengan komponen pohon yang terdiri atas semai (anakan pohon yang mulai berkecambah
dengan tinggi < 1,5 cm); pancang (anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 cm dan berdiameter
< 7 cm); dan tiang (pohon muda dengan diameter > 7 cm sampai < 20 cm).
Adaptasi komunitas mangrove pada Pulau Dompak Tanjungpinang berdasarkan
pengamatan, ditemukan adaptasi terhadap kandungan oksigen, tanah yang kurang stabil
dan terjadinya psang surut di perairan dengan morfologi bentuk akar. Adaptasi terhadap
kadar garam pada perairan tersebut adalah dengan daun dimana pada bagian bawah daun
ditemukan butiran-butiran garam. Berdasarkan pengamatan, biota asosiasi yang ditemukan
pada komunitas mangrove terdiri dari biota daratan (teresterial) dan biota perairan (akuatik).
Biota daratan yang ditemukan adalah jenis insekta seperti nyamuk dan laba-laba.
Sedangkan biota perairan yang ditemukan adalah jenis gastropoda seperti Clypeomorus,
Laemodota, Olivia dan lain sebagainya.
Rantai makanan pada ekosistem mangrove dimulai dari serasah mangrove yang jatuh
ke perairan. Serasah ini akan diuraikan oleh ikan yang berukuran besar sehingga ukurannya
menjadi lebih kecil. Kemudian serasah tersebut akan dimakan oleh biota perairan yang
ukurannya lebih kecil lagi. Setelah serasah tidak dimanfaatkan lagi oleh biota, maka akan
diuraikan oleh detritus begitu pula dengan biota yang mati dan akan menjadi nutrien bagi
pertumbuhan mangrove. Hutan mangrove memiliki manfaat sebagai pelindung daratan dari
11

gelombang laut. Apabila hutan mangrove mengalami kerusakan, maka daratan yang berada
di belakang mangrove akan mengalami abrasi akibat gelombang laut. Selain itu, mangrove
juga merupakan habitat bagi biota-biota asosiasinya.
Kegiatan manusia yang merusak ekosistem mangrove seperti polusi, penebangan dan
eksploitasi dapat ditemukan pada ekosistem mangrove di Pulau Dompak Tanjungpinang
dimana hal ini akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan ekosistem tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan sampah rumah tangga yang hanyut di ekosistem
ini. Kegiatan manusia seperti ini akan memberikan dampak bagi ekosistem mangrove
karena akan menyebabkan degradasi dan menghambat pertumbuhan mangrove. Cara yang
dapat dilakukan untuk mengatasi ancaman terhadap ekosistem mangrove adalah dengan
tidak membuang sampah di daerah mangrove dan juga melakukan kegiatan penanaman
kembali (reboisasi).

4.2 Identifikasi Jenis Mangrove dan Analisis


Berdasarkan hasil identifikasi, mangrove yang ditemukan pada Pulau Dompak
Tanjungpinang berjumlah 3 spesies. Ketiga spesies tersebut adalah Rhizophora apiculata,
Rhizophora stylosa, dan Xylocarpus granatum.

Tabel 2. Kerapatan Individu dan Kerapatan Relatif Mangrove


Kerapatan Kerapatan
Spesies Subtransek Jumlah Individu
Individu Relatif (%)
1 23 0,23 92,00
Rhizophora apiculata 2 10 0,1 62,50
3 21 0,21 61,76
1 2 0,02 8,00
Rhizophora stylosa 2 2 0,02 12,50
3 13 0,13 38,24
1 0 0 0,00
Xylocarpus granatum 2 4 0,04 25,00
3 0 0 0,00

Mangrove jenis Rhizophora sp. dapat ditemukan pada seluruh subtransek (lihat Tabel
2.). Hal ini disebabkan karena mangrove jenis tersebut memiliki sistem perakaran yang kuat
sehingga tingkat toleransinya terhadap kondisi lingkungan berupa substrat yang tidak stabil
sangat tinggi (Prinasti 2020). Kerapatan tertinggi adalah mangrove jenis Rhizophora
12

apiculata karena pada setiap subtransek mangrove jenis ini memiliki jumlah individu
terbanyak dibandingkan Rhizophora stylosa, dan Xylocarpus granatum.
Rhizopora apiculata merupakan spesies bakau mayor (true mangrove) yang berarti
memiliki sifat sepenuhnya hidup di kawasan pasang surut atau dapat pula tumbuh pada
daerah berlumpur agak keras, memiliki peranan penting dalam membentuk struktur
komunitas bakau, dan dapat membentuk tegakan murni (Wiarta et al. 2017). Rhizophora
apiculata memiliki tinggi mencapai 30 m dengan diameter batang hingga 50 cm. Batang
Rhizopora apiculata ini memiliki perawakan pohon berkayu (woody, ligneous, lignified), tipe
kayu keras dan kulit kayu berwarna abu-abu tua.
Rhizophora apiculata memiliki perakaran khas berupa akar tunjang (stilt roots). Bentuk
daun lonjong, tepi daun rata, serta ujung daun meruncing memiliki duri. Panjang daun
berkisar 3-13 cm dengan lebar berkisar 1-6 cm. Panjang tangkai daun berkisar 10-50 cm
berwarna coklat keputihan. Di setiap ujung tangkai daun (stipula) memiliki kuncup dengan
bentuk memanjang ke atas berwarna kemerahan (Hadi et al. 2016; Ciptaningrum 2019).
Spesies mangrove lain yang ditemukan pada pengamatan di Pulau Dompak
Tanjungpinang adalah Rhizopora stylosa. Rhizopora stylosa memiliki karakteristik yaitu
ketinggiannya tidak melebihi 3 sampai 5 meter dan propagul tumbuh dengan panjang 20
sampai 30 cm. Pada daerah tropis seperti bagian Utara Australia atau Indonesia,
Rhizophora stylosa dapat mencapai ketinggian hingga 30 meter dan propagule dengan
panjang sampai dengan 65 cm (Mandosir et al. 2017). Rhizhopora stylosa memiliki
permukaan daun yang berukuran ± 8 cm dengan permukaan bawah tulang daun berwarna
hijau. Bunga Rhizhopora stylosa terletak pada bagian daun dengan memiliki cabang 2-3 kali
yang dimana masing-masing cabang terdiri dari 4-16 bunga tunggal (Tala 2020).
Xylocarpus granatum juga ditemukan pada ekosistem mangrove di Pulau Dompak
Tanjungpinang. Spesies ini memiliki daun agak tebal dengan susunan berpasangan
(umumnya 2 pasang pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Bentuk daun mangrove ini
adalah elips (bulat telur) terbalik dengan ujung membundar dan berukuran 4,5-17 cm x 2,5-
9 cm. Mangrove ini memiliki buah seperti bola (kelapa) dengan berat hingga 1-2 kg berwarna
hijau kecoklatan berdiameter 10-20 cm (Handayani 2018).
13

Grafik Kelimpahan Organisme dan Kelimpahan Relatif


Mangrove di Pulau Dompak Tanjungpinang
70 65,06
60
50
40
30
18 20,48
20 14,46
10 5,67 4
0
Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Xylocarpus granatum

Kelimpahan Organisme Kelimpahan Relaif Organisme (%)

Gambar 2. Grafik Kelimpahan Organisme dan Kelimpahan Relatif Mangrove

Kelimpahan organisme dalam suatu perairan dinyatakan sebagai jumlah individu


persatuan luas dengan satuan ind/m2 (Laraswati et al. 2020). Dari Gambar 2. diketahui
bahwa mangrove dengan kelimpahan organisme dan kelimpahan relatif tertinggi adalah
spesies Rhizophora apiculata dengan nilai kelimpahan organisme sebesar 18 dan nilai
kelimpahan relatif sebesar 65,06%. Sedangkan dengan nilai kelimpahan terendah adalah
mangrove jenis Xylocarpus granatum.

Grafik Frekuensi Kehadiran dan Frekuensi Relatif Mangrove di


Pulau Dompak Tanjungpinang
50
42,92 42,92
40

30

20 14,16
10
1 1 0,33
0
Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Xylocarpus granatum

Frekuensi Kehadiran Organisme Frekuensi Relatif Kehadiran Organisme (%)

Gambar 3. Grafik Frekuensi Kehadiran dan Frekuensi Relatif Mangrove


14

Frekuensi kehadiran adalah perbandingan antara frekuensi spesies dengan jumlah


seluruh spesies (Angelia et al. 2019). Berdasarkan Gambar 3. dapat diketahui bahwa
mangrove jenis Rhizopora apiculata dan Rhizopora stylosa memiliki frekuensi kehadiran
individu dan frekuensi kehadiran relatif yang tinggi dibandingkan dengan Xylocarpus
granatum. Menurut Iskandar et al. (2019) substrat jenis lempung berpasir atau berlumpur
memang merupakan substrat yang sangat cocok untuk tempat tumbuhnya mangrove jenis
Rhizophora sp.

4.3 Biota Asosiasi dan Analisis


Berdasarkan pengamatan, biota asosiasi yang ditemukan berupa biota akuatik dan
terestial. Bentos merupakan biota yang paling banyak ditemukan pada ekosistem mangrove
di Pulau Dompak Tanjungpinang. Jenis bentos yang ditemukan yaitu Clypeomorus,
Laemodota, Pirenella, Olivia, dan Seminicinula.

Tabel 3. Kepadatan Individu dan Kepadatan Relatif Bentos pada Ekosistem Mangrove di
Pulau Dompak Tanjungpinang
Sub Jumlah Kepadatan Kepadatan
Spesies
Transek Individu Individu Relatif
1 33 33 68,75
Clypeomorus 2 41 41 62,12
3 27 27 61,36
1 0 0 0
Laemodota 2 13 13 19,70
3 0 0 0
1 7 7 14,58
Pirenella 2 12 12 18,18
3 17 17 38,64
1 5 5 10,42
Olivia 2 0 0 0
3 0 0 0
1 3 3 6,25
Semincinula 2 0 0 0
3 0 0 0

Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa kepadatan individu dan kepadatan relatif bentos
tertinggi pada ekosistem mangrove di Pulau Dompak Tanjungpinang adalah Clypeomorus.
15

Clypeomorus memiliki kepadatan tertinggi pada ketiga subtransek. Sedangkan yang


terendah adalah jenis Seminicinula dengan kepadatan individu pada subtransek pertama
bernilai 3 dan pada subtransek kedua dan ketiga bernilai 0.

Grafik Frekuensi Kehadiran Organisme dan Frekuensi


Relatif Kehadiran Bentos pada Ekosistem Mangrove di
Pulau Dompak Tanjungpinang
35 33,33 33,33

30
25
20
15 11,11 11,11 11,11
10
5 1 0,33 1 0,33 0,33
0
Clypeomorus Laemodota Pirenella Olivia Seminicinula

Frekuensi Kehadiran Organisme Frekuensi Relatif Kehadiran Organisme (%)

Gambar 4. Grafik Frekuensi Kehadiran dan Frekuensi Relatif Bentos

Frekuensi dipakai sebagai parameter yang dapat menunjukan distribusi atau sebaran
spesies dalam ekosistem. Spesies yang distribusinya luas, memiliki nilai frekuansi yang
besar. Hal ini menunjukan bahwa frekuansi dapat menggambarkan tingkat penyebaran
spesies dalam suatu ekosistem (Nanlohy et al. 2017). Berdasarkan Gambar 4. diketahui
bahwa frekuensi kehadiran individu dan frekuensi relatif kehadiran bentos tertinggi adalah
jenis Clypeomerus dan Pirenella. Sementara Laemodota, Olivia, dan Seminicirula hanya
ditemukan pada 1 subtransek sehingga frekuensi kehadiran individu dan frekuensi relatifnya
rendah.
16

Grafik Kelimpahan Organisme dan Kelimpahan Relatif


Bentos pada Ekosistem Mangrove di Pulau Dompak
Tanjungpinang
60 52,88
50
40 33,67
30
20,42 18
20 13 12
5 7,5
10 3 4,5
0
Clypeomorus Laemodota Pirenella Olivia Seminicinula

Kelimpahan Organisme Kelimpahan Relatif Organisme

Gambar 5. Grafik Kelimpahan Organisme dan Kelimpahan Relatif Bentos

Dari Gambar 5. dapat diketahui bahwa kelimpahan organisme dan kelimpahan relatif
tertinggi adalah Cypeomorus dengan nilai kelimpahan organisme 33,67 dan kelimpahan
relatif dengan nilai 52,88%. Dari pengamatan yang dilakukan, makrozoobenthos yang
ditemukan pada semua stasiun terlihat bervariasi, baik kelimpahan individu maupun
kelimpahan relatifnya. Berdasarkan hasil pengamatan, bentos yang ditemukan adalah jenis
gastropoda. Hal ini dikarenakan gastropoda memiliki kemampuan adaptasi yang baik
terhadap lingkungan perairan di ekosistem mangrove.
Gastropoda mempunyai operkulum yang menutup rapat celah cangkang. Ketika pasang
turun mereka masuk kedalam cangkang lalu menutup celah menggunakan operkulum
sehingga kekurangan air dapat diatasi. Kelas gastropoda mempunyai anggota terbanyak
dan merupakan moluska yang paling sukses karena mempunyai jenis habitat yang
bervariasi. Selain itu, gastropoda memiliki pola adaptasi yang cukup besar dengan
perubahan faktor lingkungan yang disebabkan oleh pasang surut (Alwi et al. 2020).
17

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ekosistem mangrove memiliki banyak peran baik dari segi ekonomi maupun peran
ekologisnya. Namun demikian, masih terdapat ancaman terhadap ekosistem ini, salah
satunya pencemaran oleh sampah. Pada ekosistem mangrove di Pulau Dompak
Tanjungpinang, ditemukan pencemaran oleh sampah rumah tangga yang terbawa arus
hingga masuk ke perairan di ekosistem mangrove. Pencemaran ini tentunya akan
memberian dampak terhadap ekosistem mangrove karena akan menyebaban degradasi
dan penurunan pertumbuhan mangrove.
Pada ekosistem mangrove di Pulau Dompak Tanjungpinang ditemukan 3 jenis
mangrove. Mangrove tersebut adalah spesies Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa,
dan Xylocarpus moluccensis. Spesies mangrove yang memiliki kerapatan dan kelimpahan
tertinggi adalah Rhizophora apiculata. Sedangkan mangrove dengan kerapatan dan
kelimpahan terendah adalah Xylocarpus granatum. Frekuensi kehadiran tertinggi adalah
mangrove jenis Rhizophora apiculata dan Rhizophora stylosa karena dapat ditemukan pada
seluruh subtransek.
Ekosistem mangrove juga memiliki biota asosiasi, salah satunya bentos. Bentos yang
ditemukan pada ekosistem mangrove di Pulau Dompak Tanjungpinang adalah jenis
gastropoda. Gastropoda yang ditemukan adalah Clypeomorus, Laemodota, Pirenella,
Olivia, dan Seminicinula. Bentos dengan kepadatan dan kelimpahan tertinggi adalah jenis
Clypeomorus. Sedangkan bentos dengan frekuensi kehadiran tertinggi adalah Clypeomorus
dan Pirenella.

5.2 Saran
Pengamatan lebih lanjut terkait spesies mangrove pada komunitas mangrove di Pulau
Dompak Tanjungpinang perlu dilakukan dengan transek dan subtransek yang lebih luas
sehingga dapat diketahui spesies lain yang terdapat pada komunitas ini. Pengamatan
mengenai biota asosiasi juga perlu dilakukan karena tidak ditemukannya bioata akuatik
berupa ikan dan krustasea, seperti yang diketahui bahwa ekosistem mangrove merupakan
nursery ground bagi ikan dan krustasea.
18

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, N., et al. 2017. Struktur Komunitas Hutan Mangrove di Teluk Dodinga, Kabupaten
Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Jurnal Enggano. 2(1): 78-89.
Akbar, N., Haya, N., Baksir, A., Harahap, Z.A., Tahir, I., Ramili, Y., Kotta., R. 2017. Struktur
Komunitas dan Pemetaan Ekosistem Mangrove di Pesisir Pulau Maitara, Provinsi Maluku
Utara, Indonesia. Depik Jurnal. 6(2): 167-181.
Alwi, D., Koroy, K., Laba, E. 2019. Struktur Komunitas Ekosistem Mangrove di Desa Daruba
Pantai Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan. 5(4): 33-46.
Alwi, D., Muhammad, S.H., Herat, H. 2020. Keanekaragaman dan Kelimpahan
Makrozoobenthos pada Ekosistem Mangrove Desa Daruba Pantai Kabupaten Pulau
Morotai. Jurnal Enggano. 5(1): 64-77.
Angelia, D., Adi, W., Adibrata, S. 2019. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos
di Pantai Batu Belubang Bangka Tengah. Akuatik: Jurnal Sumberdaya Perairan. 13(1):
68-78.
Arifin, M.Z., Mulalinda, P., Kalesaran, J., Tauladani, S.A., Asia. 2019. Studi Tingkat
Keberhasilan Penanaman Mangrove di Pesisir Desa Dagho, Kabupaten Kepulauan
Sangihe, Desa Matahit Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kelurahan Pasirpanjang,
Kecamatan Lembeh Selatan, Kota Bitung. Jurnal Frontiers. 2(1): 21-33.
Cahyanto, T., Kuraesin, R. 2013. Struktur Vegetasi Mangrove di Pantai Muara Marunda Kota
Administrasi Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Istek. 7(2): 73-88.
Ciptaningrum, I. 2019. Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Etanol Kulit Batang Rhizophora
apiculata Terhadap Histopatologi Hepar Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur
Sparague dawley. [Skripsi]. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Darmadi, A.A.K., Ardhana, I.P.G. 2010. Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove di
Kawasan Hutan Prapat Benoa Desa Pemogan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar
Provinsi Bali. Jurnal Ilmu Dasar. 11(2): 167-171.
Hadi, A.M., Irawati, M.H., Suhadi. 2016. Karakteristik Morfo-Anatomi Struktur Vegetatif
Spesises Rhizopora apiculata (Rhizoporaciae). Jurnal Pendidikan. 1(9): 1688-1692.
Handayani, S. 2018. Identifikasi Jenis Tanaman Mangrove sebagai Bahan Pangan Alternatif
di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Teknologi Pangan. 12(2): 33-46.
19

Herison, A., Romdania, Y. 2020. Bantuan Penyuluhan Pengembangan Kawasan Ekosistem


Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Batu Menyan Dusun Ketapang Ujung
Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sinergi. 1(6): 34-40.
Indrayanti, M.D., Fahrudin, A., Setiobudiandi, I. 2015. Penilaian Jasa Ekosistem Mangrove
di Teluk Blanakan Kabupaten Subang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 20(2): 91-
96.
Irmayanti, L., Nur, M., Mayor, S.H.M., Kamarullah, M.C. 2019. Analisa Vegetasi Hutan
Mangrove di Selat Pogo-Pogo Kabupaten Halmahera Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan
Kepulauan. 2(2): 48-54.
Iskandar, A.O.T., Schaduw, J.N.W., Rumampuk, N.D.C., Sondak, C.F.A., Warouw, V.,
Rondonuwu, A. 2019. Kajian Kesesuaian Lahan Ekowisata Mangrove di Desa Arakan
Kabupaten Minahasa Selatan Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 7(1): 40-
52.
Koneri, R., Maabuat, P.V. 2020. Pemberdayaan Siswa Sekolah Dasar untuk Konservasi
Mangrove di Pesisir Pantai Kecamatan Bunaken. GERVASI: Jurnal Pengabdian kepada
Masyarakat. 4(2): 251-262.
Latifah, N., Febrianto, S., Endrawati, H., dan Zainuri, M. 2018. Pemetaan Klasifikasi dan
Analisa Perubahan Ekosistem Mangrove Menggunakan Citra Satelit Multi Temporal di
Karimunjawa, Jepara, Indonesia. Jurnal Kelautan Tropis. 21(2): 97-102.
Litiloly, L. I., Mardiatmoko, G., Pattimahu, D.V. 2020. Analisis Ekonomi Hutan Mangrove di
Teluk Kotania Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil. 4(1): 22-
30.
Mandosir, O., Rahimi, S.A.E., Muhammad. 2017. Struktur Komunitas Mangrove di Gampong
Jawa Kecamatan Kuta Raja Provinsi Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan
Perikanan Unsyiah. 2(3): 366-378.
Mayor, T., Simbala, H.E.I., Koneri, R. 2017. Biodiversitas Mangrove di Pulau Mansuar
Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Jurnal Bioslogos. 7(2): 41-48.
Muarif. 2017. Karakteristik Ekosistem Mangrove di Kawasan Pesisir Kepulauan Natuna
Jurnal Mina Sains. 3(2): 44-49.
Mughofar, A., Masykuri, M, Setyono, P. 2018. Zonasi dan Komposisi Vegetasi Hutan
Mangrove Pantai Cengkrong Desa Karanggandu Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa
Timur. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 8(1):77-85.
20

Nanlohy, L.H., Maruapey, A., Malaum, Y. 2017. Komposisi Jenis dan Zonasi Mangrove di
Kampung Gisim Kabupaten Sorong. Jurnal Median. 9(1): 25-35.
Prinasti, N.K.D., Dharma, I.G.B.S., Suteja, Y. 2020. Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove
Berdasarkan Karakteristik Substrat di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Journal of
Marine and Aquatic Sciences. 6(1): 90-99.
Setyawan, A.D., Winarno, K. 2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove di Jawa
Tengah dan Penggunaan Lahan di Sekitarnya; Kerusakan dan Upaya Restorasinya.
Jurnal Biodiversitas. 7(3): 282-291.
Strauch, A.M., S. Cohen, G.S. Ellmore. 2012. Environmental Influences on the Distribution
of Mangroves on Bahamas Island. Journal Wetlands of Ecology. 6:16-24.
Suriani, M., Najmi, N., Rahmi, M.M., Zurba, N. 2020. Keanekaragaman Jenis Mangrove di
Pantai Lam Naga, Peunaga Rayeuk, Aceh Barat. Journal of Aceh Aquatic Science. 4(1):
48-54.
Tala, W.D.S. 2020. The Study of Mangrove Reproductive Phenology in The Rhizophoraceae
Family (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk., Ceriops tagal (Perr.) C.B. Rob., Rhizophora
apiculata Blume. and Rhizophora mucronata Lamk.). Jurnal Biologi Tropis. 20(3): 406-
415.
Tefarani, R. 2018. Keanekaragaman Spesies Mangrove dan Zonasi di Wilayah Mangunharjo
Kecamatan Tugu Kota Semarang. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Tefarani, R., Martuti, N.K.T., Ngabekti, S. 2019. Keanekaragaman Spesies Mangrove dan
Zonasi di Wilayah Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang. Jurnal Life
Science. 8(1): 41-53.
Wiarta R, Astiani D, Indriyani Y, Mulia F. 2017. Pendugaan Jumlah Karbon Tersimpan pada
Tegakan Jenis Bakau (R. Apiculata) di IUPHHK PT. Bina Ovivipari Semesta Kabupaten
Kubu Raya. Jurnal Hutan Lestari. 5(2): 356-364.
Wijaya, N.I., Huda, M. 2018. Monitoring Sebaran Vegetasi Mangrove yang Direhabilitasi di
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis. 10(3): 747-755.
21

LAMPIRAN

Lampiran 1. Sketsa Lokasi Praktikum


22

Lampiran 2. Foto Kegiatan


23

Anda mungkin juga menyukai