Anda di halaman 1dari 27

DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN RUMPUT LAUT

DI PERAIRAN PULAU KELAPA DUA TAMAN NASIONAL


KEPULAUAN SERIBU

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh:
NEVANDA KUSUMA WARDANI
26040117130081

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan krunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Lapangan (PKL) dengan judul “Distribusi dan Keanekaragaman Rumput
Laut di Perairan Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Kepulauan Seribu ”. Penulis
menyadari bahwa penyusunan laporan ini hasilnya masih jauh dari sempurna,
namun bantuan material dan spiritual yang didapat selama ini sangat membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Laporan ini merupakan syarat PKL dan penilaian individu yang harus
dipenuhi oleh Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan program S1 di Universitas
Diponegoro. Tujuan utama dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk
memantapkan teori dan praktek yang telah dipelajari di kampus dan dapat
diselesaikan dengan serta diaplikasikan di lapangan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen pembimbing dan
dosen pengampu mata kuliah PKL serta Kepala Program Studi Ilmu Kelautan atas
bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan PKL ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada instansi terkait yang telah membantu dan
memberikan bimbingan dalam pelaksanaan PKL agar berjalan dengan baik.
Penulis mengharapkan adanya manfaat bagi semua pihak yang membaca
laporan ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun juga diharapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Mohon maaf bila terdapat hal-hal yang kurang berkenan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Januari 2019

Penulis

iii
RINGKASAN

Rumput laut atau alga laut tumbuh hampir diseluruh bagian hidrosfer
sampai batas kedalaman sinar matahari masih dapat mencapainya.Rumput laut
masuk dalam komponen ekosistem pantai dan memiliki fungsi ekologi yaitu
sebagai penyedia bahan organik dan salah satu produsen primer dalam perairan.
Wilayah distribusi rumput laut ekonomis penting di Indonesia tersebar luas di
seluruh kepulauan Indonesia. Rumput laut yang tumbuh secara alami umumnya
dapat ditemukan hampir di seluruh perairan dangkal laut Indonesia. Taman
Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) secara administratif masuk dalam wilayah
Kelurahan Pulau Kelapa, Kecamatan Kepulauan Seribu, secara geografis Taman
Nasional Kepulauan Seribu terletak pada 5o24’ – 5o45’ LS dan 106o25’ – 106o45’
BT. Pengambilan data menggunakan transek kuadran dengan ukuran 1x1 m,
dilakukan dalam 3 stasiun yang sejajar dengan pantai dan 3 titik dengan jarak 10
meter tegak lurus dengan laut. Nilai keanekaragaman rumput laut yang dihasilkan
termasuk dalam kategori rendah dan kategori sedang.

iv
DAFTAR ISI

Cover .......................................................................................................... i
Lembar Pengesahan .................................................................................... ii
Kata Pengatar .............................................................................................. iii
Ringkasan ................................................................................................... iv
Daftar Isi ...................................................................................................... v
Daftar Tabel ................................................................................................. vi
Daftar Gambar ............................................................................................. vii
I. Pendahuluan .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah ....................................... 2
1.3. Tujuan ...................................................................................... 2
1.4. Manfaat .................................................................................... 2
II. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 3
2.1. Rumput Laut ............................................................................ 3
2.2. Indeks Keanekaragaman .......................................................... 4
2.3. Parameter Perairan ................................................................... 4
2.4. Kepulauan Seribu .................................................................... 5
III. Materi Dan Metode .......................................................................... 7
3.1. Materi ...................................................................................... 7
3.2. Metode ..................................................................................... 7
IV. Hasil Dan Pembahasan .................................................................... 9
4.1. Hasil ......................................................................................... 9
4.2. Pembahasan ............................................................................. 10
V. Penutup ............................................................................................ 13
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 13
5.2. Saran ........................................................................................ 13
Daftar Pustaka ............................................................................................ 14
Lampiran

v
DAFTAR TABEL
Tabel 1 .............................................................................................................. 4
Tabel 2 .............................................................................................................. 7
Tabel 3 ............................................................................................................. 9
Tabel 4 .............................................................................................................. 9
Tabel 5 .............................................................................................................. 9
Tabel 6 .............................................................................................................. 10
Tabel 7 .............................................................................................................. 10
Tabel 8 .............................................................................................................. 10

vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 .......................................................................................................... 16
Gambar 2 .......................................................................................................... 16
Gambar 3 .......................................................................................................... 16
Gambar 4 .......................................................................................................... 16

vii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumput laut atau alga laut tumbuh hampir diseluruh bagian hidrosfer sampai
batas kedalaman sinar matahari masih dapat mencapainya. Rumput laut hidup
sebagai fitobenthos dengan menancapkan atau melekatkan dirinya pada substrat
lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, batu dan benda keras lainnya. Rumput
laut masuk dalam komponen ekosistem pantai dan memiliki fungsi ekologi yaitu
sebagai penyedia bahan organik dan salah satu produsen primer dalam perairan.
Rumput laut dapat melakukan fotosintesis sehingga dapat menyediakan suplai
oksigen bagi lingkungan sekitarnya. Pertumbuhan rumput laut di suatu perairan
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisika dan kimia perairan tersebut, seperti
cahaya, substrat dan ketersedian usur hara.
Distribusi rumput laut di Indonesia banyak ditemukan pada pantai yang
memiliki karakteristik substrat pasir dan karang mati. Pantai dengan substrat batu
karang dapat dijumpai pada periaran yang memiliki arus deras dan gelombang yang
besar. Rumput laut umumnya ditemui berasosiasi dengan ekosistem terumbu
karang maupun ekosistem lamun. Makroalga akan tumbuh pada substrat yang kuat
untuk menjaga posisinya agar tidak terbawa oleh arus maupun gelombang.
Lingkungan periaran dengan karakter kecepatan arus yang sedang merupakan
kondisi yag baik untuk rumput laut. Rumput laut yang banyak ditemukan di pantai
degan substrat pasir–lumpur umumnya berasal dari genus Halimeda da Udotea.
Kepulauan Seribu secara geografis berbatasan langsung dengan Laut Jawa di
sebalah utara dan timur. Wilayah perairan Kepulauan Seribu meiliki kedalaman
yang bervariasi dari 5 meter hingga lebih dari 75 meter. Hampir setiap pulau
memiliki daerah rataan karang dengan kedalaman yang bervariasi pula. Kondisi
pasang surut di wilayah Kepulauan Seribu dikategorikan sebagai tipe harian
tunggal. Persebaran rumpit laut di Kepulauan Seribu bergantung pada jenis substrat,
kondisi hidrografis dan kompetisi jenis. Oleh karena itu praktek kerja lapangan ini
dilakukan untuk mengetahui ditribusi atau sebaran dan identifikasi jenis rumput laut
yang terdapat di Kepulauan Seribu, khususnya di wilayah perairan Balai Taman
Nasional Kepulauan Seribu.

1
1.2 Pendekatan dan Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh jenis substrat perairan terhadap jenis rumput laut ?
2. Apa saja rumput laut yang dapat ditemukan di Pulau Kelapa Dua ?
3. Bagaimana kondisi perairan tempat rumput laut dapat tumbuh ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui distribusi dan keanekaragaman jenis rumput laut di perairan
Kepulauan Seribu.
2. Mengetahui jenis substrat yang berpengaruh terhadap penyebaran rumput
laut di perairan Kepulauan Seribu.
3. Mengetahui kondisi parameter perairan Kepulauan Seribu.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui nilai keanekaragaman rumput laut di Kepulauan
Seribu.
2. Dapat mengetahui substrat yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut.
3. Dapat mengetahui kondisi perairan Kepulauan Seribu.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut


Rumput laut adalah jenis tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki
perbedaan antar bagian tubuhnya. Wujudnya tampak seperti ada perbedaan namun
seluruh bagian tubuhnya adalah thallus. Alga dikelompokkan menjadi empat kelas
berdasarkan pigmen warna yang dimiliki. Kelas-kelas alga adalah Rhodophyceae,
Chloropyceae, Phaeophyceae dan Cyanophyceae. Alga coklat merupakan jenis
yang paling banyak dijadikan sumber alginat. Alginat merupakan polisakarida yang
tersusun atas asam manurat dan asam glukuronat (Supirman et al., 2013).
Rumput laut adalah kelompok makroalga yang tidak memiliki akar, batang
dan daun sejati. Rumput laut disebut sebagai tanaman karena memiliki klorofil
sehingga dapat melakukan fotosintesis. Nutrisi yang didapat rumput laut berasal
dari zat hara yang terbawa oleh aliran arus dan kemudian diserap melalui
thallusnya. Perkembangbiakkan rumput laut dilakukan secara vegetatif dan
generatif. Secara alami, rumput laut merupakan tumbuhan yang bersifat bentik atau
tumbuh menempel pada substrat di dasar perairan (Findyansari dan Rafli 2015).
Rumput laut memiliki fungsi baik secara langsung atau fungsi ekologi maupun
secara tidak langsung. Fungsi ekologi rumput laut diantaranya adalah thallus
mudanya yang bermanfaat sebagai makan biota disekitarnya dan juga sebagai
penyuplai oksigen periaran. Manfaat tidak langsung dari rumput laut adalah dapat
digunakan sebagai bahan campuran industri untuk pembuatan pangan, kosmetik,
obat-obatan dan pupuk. Banyaknya manfaat rumput laut untuk kebutuhan manusia
menyebabkan rumput laut banyak dibudidayakan saat ini (Soenardjo, 2011).
Wilayah distribusi rumput laut ekonomis penting di Indonesia tersebar luas
di seluruh kepulauan Indonesia. Rumput laut yang tumbuh secara alami umumnya
dapat ditemukan hampir di seluruh perairan dangkal laut Indonesia, sedangkan
untuk rumput laut komersial yang dibudidayakan terletak agak jauh dari sumber air
tawar (Andansari et al., 2014). Ditribusi rumput laut pada suatu perairan tergantung
pada jenis substrat dan kondisi perairan tempat tumbuhnya. Substrat pada pantai di
Indonesia umumnya adalah pasir dan batu karang. Rumput laut yang tumbuh di
substrat berpasir akan menancapkan, menempel atau mengikatkan holdfastnya ke

3
partikel – partikel pasir. Jenis rumput laut yang tumbuh pada substrat tersebut
contohnya adalah genus Caulerpa, Gracillaria, Euchema dan Acanthophora.
Rumput laut yang tumbuh pada substrat karang memiliki bentuk holdfast berupa
cakram yang digunakan untuk melekat pada substrat dan dimiliki oleh genus
Gellidium, Gelidiopsis, Turbinaria dan Sargassum (Kadi, 2004).

2.2 Indeks Keanekaragaman


Menurut Rappe (2010), keanekaragaman suatu jenis biota pada suatu daerah
dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan indeks keanekaragaman. Indeks
tersebut digunakan untuk menyatakan keseimbangan keanekaragaman dengan
pembagian individu tiap jenis yang terdapat pada suatu daerah. Banyak sedikitnya
keanekaragaman spesies juga dapat dihitung dengan indeks keanekaragaman (H’).
Nilai indeks keanekaragaman spesies akan tinggi apabila semua individu berasalah
dari spesies atau jenis yang berbeda – beda. Sebaliknya, apabila individu berasalah
dari satu genus atau spesies yang sama maka indeks keanekaragamannya menjadi
rendah. Indeks keaneragaman Shannon (H’) diformulasikan sebagai berikut :
𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝐻 ′ = − ∑ ( ) ln ( )
𝑁 𝑁

Keterangan :
ni : Jumlah individu setiap jenis
N : Jumlah individu seluruh jenis

Tabel 1. Kategori Indeks Keanekaragaman


Nilai Keanekargaman (H’) Kategori
H’ ≤ 1,0 Rendah
1,0 ˂ H’ ≤ 2,0 Sedang
H’ ≥ 2,0 Tinggi

2.3 Parameter Perairan


Parameter perairan adalah kondisi kualitatif air yang diukur melalui metode
tertentu. Pengukuran parameter perairan dilakukan dengan melakukan uji kimia,
fisika, biologi dan uji kenampakan. Parameter kualitas perairan memiliki kualits

4
yang penting bagi biota – biota yang hidup di ekosistem perairan. Kualitas perairan
juga berperan dalam penentuan kesuburan perairan dalam lingkungan tersebut.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam kualitas perairan suatu tempat adalah
adanya aktivitas yang berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap ekosistem perairan (Latuconsina 2011).
Kualitas air merupakan sifat air ditinjau dari kandungan makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain yang berada di dalam perairan tersebut. Kualitas
perairan meliputi beberapa aspek yang diamati seperti parameter fisika, parameter
kimia, dan parameter biologi. Parameter kualitas fisika meliputi pengamatan pada
suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya. Parameter kualitas kimia
meliputi pengamatan pada pH, oksigen, BOD, kadar logam dan sebagainya.
Parameter kualitas biologi meliputi pengamatan pada keberadaan plankton, bakteri
dan sebagainya. Pengujian sampel air diperlukan untuk mengetahui semua
parameter yang ada dalam perairan tersebut (Effendi, 2003).

2.4 Kepulauan Seribu


Wilayah perairan Kepulauan Seribu merupakan daerah yang termasuk dalam
bagian DKI Jakarta yang berada di luar Teluk Jakarta. Secara oseanografis, wilayah
perairan Kepulauan Seribu sangat rentan terhadap pencemaran karena berada dekat
dengan tempat bermuaranya 13 sungai yang melintasi Jakarta. Ekosistem laut yang
dapat ditemukan pada wilayah perairan Kepulauan Seribu antara lain adalah
ekosistem terumbu karang, padang lamun dan deretan pulau – pulau kecil. Adanya
ekosistem tersebut memiliki pengaruh penting bagi biota – biota perairan laut.
Sumberdaya laut yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakatnya adalah hasil
perikanan. Hal tersebut dikarenakan sekitar 70% masyarakat Kepulauan Seribu
berprofesi sebagai nelayan (Sachoemar, 2008).
Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) secara administratif masuk
dalam wilayah Kelurahan Pulau Kelapa, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kota
Jakarta Utara. Secara geografis Taman Nasional Kepulauan Seribu terletak pada
5o24’ – 5o45’ LS dan 106o25’ – 106o45’ BT. Taman Nasional tersebut berdiri atas
dasar Keputusan Menteri Kehutanan No. 162/Kpts-II/95 pada 21 Maret 1995. Luas
TN tersebut sekitar 108.000 ha dan terdapat kurang lebih 78 pulau. Pengelolaan

5
pulau – pulau dan perairan disekitarnya terbagi menjadi beberapa zonasi, yaitu zona
inti, zona pelindung, zona pemanfaatan intensif dan zona pemanfaatan tradisional.
Adanya kawasan konservasi tersebut dilakukan guna memberikan fungsi
perlindungan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya (Sawitri dan Iskandar, 2012).

6
III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi

Praktek Kerja Lapangan ini akan dilakukan pada tanggal 27 Deesember 2018

– 15 Januari 2019 bertempat di Pulau Kelapa Dua Balai Taman Nasional Kepulauan

Seribu.

Tabel 2. Alat dan Bahan


No Nama Keterangan
1 Transek Kuadran Alat untuk melakukan pendataan
2 Kertas Underwater Media pencatatan data
3 Tali rafia Alat untuk menentukan jarak titik
4 Roll Meter Alat untuk menentukan jarak stasiun
5 Refraktometer Alat untuk mengukur salinitas
6 Kertas pH Untuk mengukur pH
7 Termometer Alat untuk mengukur suhu
8 Skindive Alat bantu dalam pendataan rumput laut
9 Rumput Laut Objek yang diamati
10 Air Laut Objek yang diamati

3.2 Metode
Metode yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan menggunakan
transek kuadran dengan ukuran 1x1 m yang berjumlah 16 kisi dengan masing-
masing kisi berukuran 25x25 cm. Pengambilan data dilakukan dalam 3 stasiun yang
sejajar dengan pantai dan 3 titik dengan jarak 10 meter tegak lurus dengan laut.
Pengukuran pH menggunakan pH universal, pengukuran kedalaman menggunakan
meteran dengan skala 10 cm serta pengukuran suhu menggunakan termometer air
raksa dengan ketelitian 1°C. Pengukuran parameter-parameter dicatat pada papan
data. Pengamatan juga dilakukan terhadap jumlah tegakan rumput laut, penutupan
rumput laut tiap kisi, jenis dan substrat pada tiap kuadran transek serta biota yang
berasosiasi (Erlania dan Radiarta, 2015).

7
Keanekaragaman spesies dapat dikatakan sebagai indikasi banyaknya jenis
makrobenthos dan bagaimana penyearan jumlah individu pada setiap jenis dan
lokasi sampling. Penentuan keanekaragaman dihitung dengan menggunakan
formula Shannon-Weaver (Rappe, 2010) berikut:
𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝐻 ′ = − ∑ ( ) ln ( )
𝑁 𝑁

Keterangan :
ni : Jumlah individu setiap jenis
N : Jumlah individu seluruh jenis

8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Keanekaragaman Rumput Laut
Tabel 3. Keanekaragaman rumput laut Stasiun 1
Jenis Ni Ni/N ln Ni/N (Ni/N)(ln Ni/N)
Halimeda
250 0,886525 -0,12045 -0,10678
macroloba
Halimeda opuntia 15 0,053191 -2,93386 -0,15606
Sargassum
5 0,0177305 -4,0324692 -0,0714977
polycystum
Acanthophora
4 0,0141844 -4,2556127 -0,0603633
spicifera
Caulerpa sp. 8 0,028369 -3,56247 -0,10106
N = 282 H’ = 0,495759

Tabel 4. Keanekaragaman rumput laut Stasiun 2


Jenis Ni Ni/N ln Ni/N (Ni/N)(ln Ni/N)
Halimeda
87 0,414286 -0,8812 -0,36507
macroloba
Halimeda opuntia 47 0,22381 -1,49696 -0,33503
Sargassum
31 0,14761905 -1,9131203 -0,282413
polycystum
Acanthophora
3 0,01428571 -4,2484952 -0,0606928
spicifera
Rhodo sp.
11 0,052381 -2,94921 -0,15448
Padina minor 25 0,119048 -2,12823 -0,25336
Dictyota
6 0,028571 -3,55535 -0,10158
bartayresii
N = 210 H’ = 1,552633

Tabel 5. Keanekaragaman rumput laut Stasiun 3


Jenis Ni Ni/N ln Ni/N (Ni/N)(ln Ni/N)
Halimeda
19 0,154472 -1,86775 -0,28851
macroloba
Halimeda opuntia 3 0,02439 -3,71357 -0,09057
Sargassum
10 0,08130081 -2,5095993 -0,2040325
polycystum
Acanthophora
1 0,00813008 -4,8121844 -0,0391235
spicifera

9
Padina minor 88 0,715447 -0,33485 -0,23957
Dictyota
2 0,01626 -4,11904 -0,06698
bartayresii
N = 123 H’ = 0,928786

4.1.2 Parameter Perairan


Tabel 6. Parameter Perairan Stasiun 1
Suhu 29o
pH 7
Kedalaman 10 – 20 cm
Salinitas 30 ppt

Tabel 7. Parameter Perairan Stasiun 2


Suhu 31o
pH 7
Kedalaman 30 – 70 cm
Salinitas 30 ppt

Tabel 8. Parameter Perairan Stasiun 3


Suhu 30o
pH 7
Kedalaman 30 – 70 cm
Salinitas 30 ppt

4.2 Pembahasan
4.2.1 Distribusi dan Keanekaragaman
Pengambilan data keanekaragaman rumput laut dibagi menjadi tiga stasiun
pengamatan yang terletak di sebelah selatan, barat dan timur Pulau Kelapa Dua.
Penentuan ketiga stasiun tersebut didasarkan pada lokasi dimana ditemukan
tumbuhnya rumput laut. Koordinat di masing – masing stasiun adalah sebagai
berikut, stasiun 1 S 05o37’13,11564” dan E 106o33’44,18676” ; stasiun 2 S
05o38’58,63841” dan E 106o34’1,07454” ; stasiun 3 S 05o38’58,84256” dan E
106o34’1,40239”. Berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan di tiga
stasiun tersebut, terdapat 8 spesies rumput laut yang tercatat. Spesies rumput laut
yang ditemukan pada saat pendataan adalah Halimeda macroloba, Halimeda

10
opuntia, Sargassum polycystum, Acanthophora spicifera, Caulerpa sp.,
Acanthopora muscoides, Padina minor dan Dictyota bartayresii. Berdasarakan
Rappe (2010), nilai keanekaragaman dibawah skala 1 termasuk dalam kategori
rendah, nilai yang berada diantara skala 1 – 2 termasuk sedang dan nilai diatas skala
2 termasuk kategori tinggi. Nilai keanekaragaman rumput laut dari stasiun 1
menghasilkan sebesar 0,49, stasiun 2 sebesar 1,55 dan stasiun 3 sebesar 0,92,
sehingga stasiun 1 dan 3 dapat dikategorikan memiliki keanekaragaman yang
rendah sedangkan stasiun 2 termasuk kategori sedang.
Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya nilai keanekaragaman adalah
banyaknya spesies yang ada dalam suatu lokasi. Apabila nilai keanekaragaman
yang didapat rendah maka spesies yang ada tidak beragam. Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan pada stasiun 1 spesies Halimeda macroloba
merupakan spesies yang banyak ditemukan karena terdapat hampir pada setiap kisi,
sedangkan pada stasiun 3 spesies Padina minor yang banyak ditemukan. Distribusi
rumput laut yang ada pada suatu perairan dipengruhi oleh jenis substrat yang ada.
Jenis substrat pada perairan umumnya dipengaruhi oleh bentuk morfologi suatu
pantai. Substrat berbatu seringkali ditemukan pada pantai yang berarus deras
sehingga rumput laut yang tumbuh di lokasi tersebut dapat bertahan dari arus yang
deras dengan menancapkan holdfastnnya ke batu karang. Jenis substrat yang ada
juga mempengaruhi kandungan nutrien yang ada. Substrat yang kasar umumnya
mengandung sedikit nutrien, dimana rumput laut membutuhkan unsur N, P, dan C
sebagai makronutrien untuk tumbuh.
Rumput laut dari genus Halimeda dan Caulerpa tercatat banyak ditemukan
pada stasiun 1 dan stasiun 3 dimana substrat perairan yang dominan adalah berupa
pasir berlumpur, sedangkan jenis Sargassum dan Padina banyak ditemukan
menempel pada stasiun 2 dengan substrat yang keras seperti batu karang. Hal
tersebut diperkuat oleh Kadi (2004), bahwa rumput laut genus Halimeda, Udotea ,
Caulerpa, Eucheuma, Gracilaria dan Acanthophora banyak ditemukan tumbuh pada
substrat berlumpur maupun pasir berlumpur. Rumput laut yang tumbuh pada
substrat yang keras seperti batu karang akan memiliki holdfast berbentuk cakram,
contohnya adalah dari genus Gelidium, Turbinaria, Sargassum dan Gelidiopsis.

11
4.2.2 Kondisi Perairan
Aspek parameter lingkungan yang diukur adalah suhu, salinitas, pH dan
kedalaman. Pencatatan masing – masing parameter lingkungan dilakukan sebanyak
3x pengulangan dan diambil nilai rata – ratanya. Nilai masing – masing parameter
lingkungan yang tercatat pada stasiun satu adalah suhu perairan sebesar 29oC;
salinitas perairan sebesar 30 ppt; pH perairan sebesar 7 dan kedalaman dari titik 1
hingga titik 3 adalah 10 – 20 cm. Stasiun 2 tercatat memiliki suhu sebesar 30oC,
salinitas 30 ppt, pH perairan 7 dan kedalaman dari titik 1 hingga titik 3 antara 30 -
70 cm. Parameter perairan pada stasiun 3 tercatat memiliki suhu perairan sebesar
31oC, salinitas sebsar 30 ppt, ph perairan sebesar 7 dan kedalaman 30 – 70 cm.
Menurut Fandeli (2018), nilai baku mutu perairan untuk suhu adalah berkisar 26 –
30oC, salinitas antara 30 – 35 ppt, pH 6,5 – 8,5. Hal tersebut menandakan bahwa
perairan Pulau Kelapa Dua masih masuk kedalam kategori baik.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan di ketiga stasiun, tercatat bahwa
substrat dominan yang berada di perairan Pulau Kelapa Dua adalah pasir dan
karang. Jenis substrat memiliki pengaruh terhadap jenis rumput laut yang tumbuh
di perairan tersebut. Terdapat beberapa biota megabentos yang di temukan
sepanjang bentangan transek, yaitu ikan, udang – udangan dan spons. Sebagian
besar biota tersebut bersembunyi pada lubang – lubang pasir dan di sela - sela
karang mati. Waktu pendataan dilakukan pada sore hari saat air laut surut, sehingga
saat pendataan arus perairan kecil. Perairan pada ketiga stasiun tergolong cerah
karena biota yang ada di dalam air masih terlihat dengan jelas, namun dikarenakan
substratnya yang berpasir membuat sedimen dasar perairan mudah terangkat ketika
melakukan perpindahan.

12
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Nilai keanekaragaman rumput laut yang berada di stasiun 1 sebesar 0,49
dan stasiun 3 sebesar 0,92 termasuk dalam kategori yang rendah,
sedangkan pada stasiun 2 sebesar 1,55 termasuk kategori sedang.
2. Rumput laut yang tumbuh pada substrat yang keras seperti batu karang
akan memiliki holdfast berbentuk cakram, contohnya adalah dari genus
Sargassum dan Padina. Rumput laut yang tumbuh pada substrat berlumpur
atau pasir berlumpur terdiri dari genus Halimeda, Caulerpa, Acanthophora.
3. Kondisi perairan Pulau Kelapa Dua masih termasuk dalam kategori baik
karena nilai – nilai parameter perairan untuk suhu masih berkisar 26 –
30oC, salinitas antara 30 – 35 ppt dan pH 6,5 – 8,5.

5.2 Saran
1. Pencatatan parameter lingkungan dilakukan selengkap – lengkapnya
sehingga data yang dhiasilkan dapat dibandingkan dengan data tahun
berikutnya .
2. Pendataan rumput laut dilakukan dengan telah mengetahui minimal genus
dari rumput laut yang ditemukan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Andansari, S. E, D. R. Sari dan A. Roesyadi. 2014. Konversi Rumput Laut Menjadi


Monosakarida Secara Hidrotermal. Jurnal Teknik Pomits. 3(2) : 126 – 129.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Erlania dan I. N. Radiarta. 2015. Distribusi Rumput Laut Berdasarkan Karakteristik


Dasar Perairan di Kawasan Rataan Terumbu Labuhanbua, Nusa Tenggara
Barat : Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Budidaya. Jurnal Riset
Akuakultur. 10(3) : 449 – 457.

Fandeli, C. 2018. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pembangunan


Pelabuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Fidyansari, D dan W. Rafli. 2015. Analisis Perbandingan Usahatani Rumput Laut


antara Sistem Integrasi Ikan Bandeng dan Tanpa Ikan Bandeng di Kelurahan
Balandai Kecamatan Bara Kota Palopo. Jurnal Pertanian Berkelanjutan. 4(1)
: 1 -16.

Kadi, A. 2004. Potensi Rumput Laut di Beberapa Perairan Pantai Indonesia.


Oseana. 29(4) : 25 – 36.

Latuconsina, H. 2011. Komposisi Jenis dan Struktur Komunitas Ikan Padang


Lamun di Perairan Pantai Lateri Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmiah
Agribisnis dan Perikanan. 4(1) : 30 – 36.

Rappe, R. A. 2010. Struktur Komunitas Ikan pada Padang Lamun yang Berbeda di
Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(2) : 62
– 73.

Sachoemar, S. I. 2008. Karakteristik Lingkungan Perairan Kepulauan Seribu. Jurnal


Air Indonesia. 4(2) : 109 – 114.

Sawitri, R dan S. Iskandar. 2012. Keragaman Jenis Burung di Taman Nasional


Kepulauan Wakatobi dan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(2) : 175 – 187.

14
Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Euchema cottonii (Weber van
Bosse) dengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun. Buletin
Oseanografi Marina. Vol 1 : 36 – 44.

Supirman, H. Kartikaningsih dan K. Zaelanie. 2013. Pengaruh Perbedaan pH


Perendaman Asam Jeruk Nipis (Citrus auratifolia) dengan Pengeringan Sinar
Matahari terhadap Kualitas Kimia Teh Alga Coklat (Sargassum fillipendula).
THPi Student Journal. 1(1) : 46 – 52.

15
DOKUMENTASI

Gambar 1. Pengukuran jarak per titik Gambar 2. Perhitungan tegakan

Gambar 3. Sargassum sp. Gambar 4. Peletakan transek kuadran

16
17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai