Anda di halaman 1dari 36

INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI

SPESIES PENYU DI KAWASAN PULAU SALAUT BESAR


KABUPATEN SIMEULUE

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Kelautan

Oleh:

VONI SURYA MUSTIKA


1911101010101

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
JANUARI, 2024
Lembar pengesahan

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang

berjudul “Identifikasi Spesies Penyu di Kawasan Pulau Salaut Besar Kabupaten

Simeulue”. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan alam yakni

Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau, karena berkat

beliaulah kita dapat hidupdi zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.

Penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada ibu Maria Ulfah,

S.Kel., M.Si selaku Dosen Pembimbing Satu, dan ibu Mutia Ramadhaniaty, S.Kel.,

M.Si selaku Dosen Pembimbing Dua yang telah membantu penulis dalam pembuatan

proposal ini sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari

bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis menerima segala

saran dan kritik yang membangun untuk mempebaiki penulisan proposal dikemudian

harinya. Penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu bagi

orang-orang yang membacanya.

Banda Aceh, April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan.................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................2
1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................................2
1.3 Manfaat Penelitian.......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Penyu.............................................................................................................3
2.2 Morfologi dan Klasifikasi Penyu..................................................................3
2.3 Habitat Penyu................................................................................................10
2.4 Siklus Hidup Penyu.......................................................................................11
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat........................................................................................13
3.2 Alat dan Bahan..............................................................................................13
3.3 Prosedur Penelitian.......................................................................................14
3.3.1 Penentuan Lokasi Penelitian......................................................................14
3.3.2 Identifikasi Spesies Penyu.........................................................................14
3.3.3 Pengukuran Fisik Penyu............................................................................14
3.3.4 Lebar dan Panjang Jejak (Track)................................................................15
3.3.5 Suhu Sarang...............................................................................................15
3.3.4. Karakteristik Habitat Penyu......................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Alat dan Bahan...........................................................................................14
Tabel 3.2 Pengukuran Fisik Penyu.............................................................................15

iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Morfologi umum penyu..........................................................................4
Gambar 2.2 Penyu lekang (Lepidochelys olivacea)...................................................5
Gambar 2.3 Penyu Hijau (Chelonia mydas)...............................................................6
Gambar 2.4 Penyu Belimbing (Dermochelys coriaceae)...........................................7
Gambar 2.5 Penyu Pipih (Natator depressus)............................................................8
Gambar 2.6 Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)....................................................9
Gambar 2.7 Penyu Tempayan (Caretta caretta)........................................................10
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian di Kawasan Pulau Salaut Besar.................................13
Gambar 3.2 Ilustrasi Pengukuran Fisik Penyu...........................................................15

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulau Salaut Besar adalah pulau terluar yang secara administratif berada di
kawasan Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh. Secara geografis terletak pada
koordinat 02°57’51’U dan 95°23’34’T terletak di Samudera Hindia. Pulau Salaut
Besar memiliki kekayaan akan flora dan fauna yang dikenal sebagai tempat Nesting
Area dari berbagai jenis penyu (KKP, 2012). Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
Aceh sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau–Pulau Kecil (RZWP3K) yang terdapat dalam rencana zonasi Kawasan
Strategis Nasional Tertentu (KSNT). Klaster Simeulue pulau Salaut Besar yang
memiliki potensi peneluran penyu, ekosistem terumbu karang dan daerah
penangkapan ikan untuk mendapatkan pertahanan keamanan dan pelestarian
lingkungan dan menyatakan bahwa Kawasan Konservasi Pulau Salaut Besar tersebut
sebagai, Kawasan Konservasi Maritim, Taman Suaka yang merupakan tempat
peneluran penyu dan terdapat target terumbu karang di sekeliling pulau Salaut Besar
(KKP, 2021).
Penyu merupakan hewan purba reptil laut memiliki siklus kehidupan dari
darat ke laut. Penyu sering melakukan perpindahan dengan tujuan mencari makan,
perkawinan dan mencari habitat baru yang mampu beradaptasi dengan kehidupannya
serta untuk mencari tempat bertelur (Akira et al., 2012). Menurut Bahri et al. (2017)
bahwa penyu juga merupakan hewan purba yang sampai saat ini memiliki populasi
yang masih hidup yang dapat di temukan sepanjang pantai Indonesia.
Terdapat tujuh jenis penyu di dunia, enam diantaranya dapat ditemukan di
Indonesia. Jenis penyu yang terdapat di Indonesia adalah penyu hijau (Chelonia
mydas), penyu sisik (Erethmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys
olivacea ), penyu belimbing (Demochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus)
dan penyu tempayan (Caretta caretta) (Pratiwi, 2016). Enam jenis penyu yang
terdapat di Indonesia empat diantaranya bertelur di pantai-pantai perairan Indonesia,
yaitu penyu hijau, penyu belimbing, penyu sisik dan penyu lekang. Jenis penyu ini
dominan bertelur di Kepulauan Riau (penyu hijau dan penyu sisik), Kalimantan

1
(penyu hijau dan penyu tempayan), bagian Sumatera (penyu hijau dan penyu
belimbing), Jawa dan Bali (penyu belimbing, penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang)
dan Irian Jaya (penyu belimbing) (Kot et al., 2015). Beberapa jenis penyu yang dapat
ditemukan di Aceh yaitu penyu belimbing, penyu lekang, penyu sisik dan penyu
hijau (DLHK, 2021).
Status penyu berdasarkan (IUCN) Internatonal Union For Conservation of
Nature and Natural Resources bahwa penyu masuk dalam daftar Appendix 1 CITES
yang merupakan status satwa terancam punah dengan populasi menurun dari tahun
ke tahun (Mukminin, 2002). Menurunnya populasi penyu dan habitatnya disebabkan
oleh ancaman dari berbagai faktor, faktor alam seperti serangan predator, abrasi
pantai, pencemaran serta gangguan faktor antropogenik pencurian telur,
pengembangan pantai dan penangkapan penyu (Nugroho et al., 2017). Menurut
Indrawan et al. (2012) penyu juga mengalami tingkat kematian yang cukup tinggi,
karena terjerat oleh jaring ikan dan sampah plastik.
Kurangnya informasi dan penelitian mengenai aspek biologi dan ekologi
penyu yang bertelur di sepanjang pantai Pulau Salaut Besar menjadikan penelitian ini
penting dilakukan untuk mendukung terjalankannya rencana konservasi, mengingat
bahwa kawasan tersebut menjadi area peneluran penyu setiap tahunnya.

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis penyu serta mengetahui
aspek biologi dan ekologi habitat peneluran pada kawasan Pulau Salaut Besar.

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru
kepada pihak berkepentingan serta masyarakat Kabupaten Simeulue mengenai
keberadaan jenis penyu yang bertelur di pantai perairan Pulau Salaut Besar beserta
kondisi ekologinya dan dapat menjadi penambahan studi literatur bagi peneliti serupa
yang berkaitan dengan penyu.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyu

Penyu merupakan hewan reptil yang masa hidupnya berada di lautan. Penyu
masuk dalam kategori binatang ovipar, pembuahan telur berlangsung dalam tubuh
induk penyu. Penyu mampu memproduksi telur dengan jumlah yang besar. Telur
penyu yang dihasilkan sebagian menetas sebagai tukik sampai berhasil menjelajahi
laut dan tumbuh dewasa (Panjaitan et al., 2012).
Penyu adalah salah satu hewan yang menghabiskan sebagian hidupnya di
laut, pada saat masa bertelur indukan penyu mencari lokasi untuk dijadikan tempat
peneluran. Penyu mampu berimigrasi dengan jarak yang jauh, penyu tersebar luas di
lautan Samudera Pasifik, Samudera Atlantik serta Samudera Hindia (Ella, 2021).
Seluruh jenis penyu menghabiskan 3-6% waktu hidupnya berada di perairan laut,
selebihnya dilalukan dibawah air. Penyu merupakan hewan yang masuk dalam
kelompok vertebrata air-breathing yang memiliki kemampuan menyelami lautan
dengan waktu yang relatif lama jika dibandingkan dengan hewan vertebrata lainnya
(Susilowati, 2002).
Penyu memiliki peran penting dalam memelihara keseimbangan ekosistem
laut mulai dari memelihara ekosistem terumbu karang produktif hingga mentransfer
nutrient-nutrien penting yang berasal dari lautan menuju pesisir pantai (Wilson et al.,
2014). Penyu merupakan penjaga keseimbangan ekosistem laut karena dimana ada
habitat penyu pasti disana terdapat kekayaan laut yang melimpah (Juliono dan
Ridhwan, 2017).

2.2 Morfologi dan Klasifikasi Penyu

Secara morfologi penyu memiliki keunikan yang membedakan dengan hewan


lain. Salah satu keunikan penyu adalah mempunyai pelindung yang keras dan kuat
yang membentuk pipih dan terbuat dari zat tanduk yang disebut dengan tempurung
atau kerapas. Kerapas tersebut dapat digunakan sebagai pelindung penyu dari
serangan predator. Kerapas penyu berada pada bagian atas tubuh penyu atau
punggung, di bagian dada dan perut terdapat plastron yang berfungsi sebagai penutup

3
bagian tubuh bawah. Penyu juga memiliki sisik infra merah marginal yang berfungsi
sebagai penghubung yang melindungi bagian tubuh antara karapas dan plastron.
Penyu mempunyai alat dayung yang digunakan pada saat berenang atau disebut
dengan tungkai yang berada pada bagian depan karapas. Pada bagian belakang
terdapat tungkai yang digunakan untuk membuat sarang peneluran dengan menggali
pasir, disamping menggali sarang tungkai belakang berguna sebagai alat kemudi
disaat berenang di laut (Warikry, 2009).
Penyu merupakan hewan pemakan segalanya (omnivore) dengan jenis
makanan yang spesifik dan berbeda–beda bagi setiap spesies. Alat pencernaan luar
pada penyu memiliki struktur keras yang berfungsi untuk memudahkan proses
pencernaan seperti memotong, mengunyah, dan menghancurkan makanan. Pada jenis
penyu sisik memiliki bentuk kepala dan memiliki paruh yang meruncing bentuk
tersebut berguna untuk memudahkan mereka mencari makanan di sela–sela terumbu
karang.salah satu jenis penyu yang makannya bersifat karnivora adalah penyu
lekang, penyu jenis ini memakan dan memangsa ikan, ubur-ubur, kepiting, bintang
laut, cumi-cumi, bintang laut, udang, kepiting dan kima (Ario et al., 2016).

Gambar 2.1 Morfologi umum penyu


Sumber : Dermawan et al. (2009)

Penyu merupakan jenis hewan yang mempunyai cangkang keras. Bagian


karapas dengan memiliki kaki sebagai pendayung atau sirip pada bagian depan yang
berguna untuk membantu penyu melakukan migrasi di perairan laut tetapi sangat
sulit bergerak di daratan. Sifat penyu memiliki suhu tubuh sesuai dengan suhu
sekitarnya, mempunyai kulit bersisik serta menggunakan paru-paru untuk bernafas
(Adnyana, 2006).
Penyu tidak dapat menghabiskan seluruh hidupnya didalam air, hal ini
dikarenakan penyu menggunakan paru-paru untuk bernafas sehingga mereka perlu

4
berenang menuju kepermukaan air untuk bernafas. Penyu biasa bermigrasi dengan
jarak yang cukup jauh dengan waktu relatif singkat. Menempuh waktu selama 58-73
hari dengan jarak 3.000 kilometer. Penyu memiliki sistem penglihatan buruk
sehingga sulit membedakan mangsa bagi beberapa (Segara, 2008).
2.2.1 Klasifikasi, Morfologi Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Klafisikasi Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) (Eschscholtz, 1829) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Sub Kelas: Anapsida
Ordo : Testunides
Family : Chelonidae
Genus : Lepidochelys
Spesies : Lepidochelys olivacea

Gambar 2.2 Penyu lekang (Lepidochelys olivacea)


Sumber: www.seaturtle.org

Penyu lekang (Lepidochelys olivacea) atau dikenal dengan olive ridley turtle
dalam bahasa inggris. Jenis penyu lekang Lepidochelys olivacea memiliki habitat
pada laut tropis dan subtropis. Penyu lekang merupakan hewan karnivora mereka
memangsa dan memakan udang, kepiting, cumi-cumi dan ubur-ubur. Secara fisik
penyu lekang merupakan jenis penyu yang tergolong bertubuh kecil yang memiliki
berat sebesar 31-50 kg. Penyu memiliki bentuk kepala lebih besar dan pada karapas
terlihat langsing dan mempunyai sudut, umum dilihat mirip dengan penyu hijau.
Mempunyai lima atau lebih sisik lateral samping dan pada bagian karapas berwarna
hijau pudar (Dermawan et al., 2009). Penyu lekang banyak ditemukan pada perairan

5
Samudera Indo-Pasifik dan Samudera Atlantik. Di Indonesia dapat ditemukan di
daerah Jawa Timur dan Bali (Dermawan et al., 2015).
2.2.2 Klasifikasi dan Morfologi Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Klasifikasi dan morfologi Penyu Hijau (Chelonia mydas) (Linnaeus,1758)
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Sub Kelas: Anapsida
Ordo : Testunides
Family : Cheloniidae
Genus : Chelonia
Spesies : Chelonia mydas

Gambar 2.3 Penyu Hijau (Chelonia mydas)


Sumber: www.seaturtle.org

Penyu hijau adalah jenis penyu yang banyak hidup dan umumnya ditemukan
di laut tropis. Ciri fisik penyu hijau adalah memiliki bentuk kepala cenderung kecil
dan bentuk paruh yang tumpul. Penyu hijau memiliki warna lemak berwarna hijau
yang terdapat di bawah sisik bukan tanpa alasan dinamai sebagai penyu hijau.
Umumnya tubuh penyu hijau memiliki warna yang beragam seperti warna kehitam –
hitaman, kecoklatan dan abu abu (Dermawan et al., 2009). Penyu hijau tersebar di
perairan Samudera Pasifik, Samudera Atlantik dan Samudera Hindia. Jenis penyu ini
banyak dijumpai di Perairan Indonesia, mulai dari wilayah barat Indoensia (Aceh,
Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bangke Belitung dan Kalimantan Barat), bagian
tengah (Kepualauan Seribu, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Barat dan

6
Jawa Timur), hingga bagian timur (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi dan Papua) (Dermawan et al., 2015).
2.2.3 Klasifikasi dan Morfologi Penyu Belimbing (Dermochelis coriaceae)
Klasifikasi dan morfologi Penyu Belimbing (Dermochelys coriaceae)
(Vandeli,1761) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Sub Kelas : Anapsida
Ordo : Testudines
Family : Dermochelydae
Genus : Dermochelys
Spesies : Dermochelys coriaceae

Gambar 2.4 Penyu Belimbing (Dermochelys coriaceae)


Sumber: www.seaturtle.org
Penyu belimbing merupakan jenis penyu yang paling mudah dikenali oleh
masyarakat umum. Morfologi pada tubuh penyu belimbing ini yang menyebabkan
mudah dikenali memiliki tubuh yang tergolong besar dari jenis lain dan pada
karapasnya berbentuk belimbing terdapat 7 garis memanjang dari depan mengarah ke
belakang dan terdapat corak warna hitam berbintik putih yang tersebar pada bagian
punggung. Meskipun memiliki tubuh yang besar tetapi penyu belimbing mempunyai
kepala yang kecil, bulat dan tidak terdapat sisik – sisik seperti pada jenis penyu
lainnya (Dermawan et al., 2009). Penyu belimbing dapat ditemukan dari perairan
tropis hingga ke laut kawasan sub-kutub dan biasa bertelur pada pantai-pantai
kawasan tropis (Dermawan et al., 2015).
2.2.4 Klasifikasi dan Morfologi Penyu Pipih (Natator depressus)
Klasifikasi dan morfologi Penyu pipih (Natator depressus) (Gaman,1890)
sebagai berikut :

7
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Family : Dermochelidae
Genus : Natator
Spesies : Natator depressus

Gambar 2.5 Penyu Pipih (Natator depressus)


Sumber: www.seaturtle.org
Penyu pipih adalah jenis penyu yang banyak di temukan di perairan Australia,
pada perairan di Indonesia jenis penyu ini jarang ditemukan. Morfologi pada penyu
pipih ini adalah memiliki jenis cangkang yang keras, pada bagain kerapas berbentuk
agak pipih berwarna agak kehitaman, tubuhnya berwarna kunig ke abu- abuan,
bentuk kepala yang kecil dan berbentuk bundar serta tidak meruncing pada bagian
belakang. Terdapat lempengan atau cangkang pada karapas dan plastron berjumlah
empat pasang. Makanan utama jenis penyu ini adalah invertebrate di dasar laut dan
ubur – ubur (Dermawan et al., 2009). Penyu Pipih merupakan salah satu penyu yang
tidak banyak ditemukan persebarannya di Indonesia hanya ditemukan di beberapa
perairan anatara lain perairan Nusa Tenggara Timur, Maluku yang berbatasan
langsung dengan laut Australia (Dermawan et al., 2015).
2.2.5 Klasifikasi dan Morfologi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
Klasifikasi dan morfologi Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)
(Eschscholtz,1829) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Sub Kelas : Anapsida
Ordo : Testudinata

8
Family : Chelonidae
Genus : Eretmochelys
Spesies : Eretmochelys imbricate

Gambar 2.6 Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)


Sumber: www.seaturtle.org
Penyu sisik atau disebut dengan Hawksbill turtle karena paruhnya
membentuk seperti paruh burung elang. Jenis penyu ini umumnya tersebar di
perairan tropis. memiliki bentuk kerapas membentuk seperti seperti jantung, kerapas
berwarna coklat dengan memiliki variasi terang mengkilat yang tersusun rapi dengan
sisik – sisik terdapat empat pasang yang saling tumpang tindih, meruncing pada
punggung, pada bagian kepala sempit (Dermawan et al., 2009). Penyu sisik terdapat
di perairan Samudera Pasifik, Samudera Hindia terutama hidup di daerah tropis dan
subtropics. Persebaran penyu Sisik juga dapat ditemukan pada perairan yang
memiliki ekosistem terumbu karang yang bagus dan pada pulau-pulau kecil seperti
pada Kepulauan Riau, laut Jawa, laut Flores, Bali dan pada kawasan terumbu karang
lainnya (Dermawan et al., 2015).
2.2.6 Klasifikasi dan Morfologi Penyu Tempayan (Caretta caretta)
Klasifikasi dan morfologi Penyu Tempayan (Caretta caretta)
(Linnaeus,1758) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Sub Kelas : Anapsida
Ordo : Testudines
Family : Chelonidae

9
Genus : Caretta
Spesies : Caretta caretta

Gambar 2.7 Penyu Tempayan (Caretta caretta)


Sumber: www.seaturtle.org
Penyu tempayan memiliki ciri khusus yaitu kepalanya yang berukuran besar
terkadang disbeut penyu merah keran tubuhnya berwarna kemerah-merahan, lima
pasang sisik coastal, pada bagian kerapas berbentuk lebar dan memanjang, warna
merah ke coklat coklatan, Pada sisik punggung terdapat lima pasang tidak terdapat
pori-pori pada sisiknya (Dermawan et al., 2009). Penyu tempayan adalah salah satu
jenis yang sangat jarang dijumpai di Indonesia menurut laporan hanya terdapat di
pulau Komodo dan Nusa Tenggara Barat (Dermawan et al., 2015).
2.3 Habitat Penyu

Habitat merupakan suatu tempat yang didiami oleh makhluk hidup, Habitat
memiliki dua jenis komponen yaitu komponen biotik dan komponen abiotik, yang
berbentuk seperti ruang, lahan, makanan. Lingkungan dan makhluk hidup lainnya.
perairan Indonesia merupakan salah satu jalur migrasi dan merupakan habitat yang
ditempati oleh 6 jenis penyu dari 7 jenis penyu yang ditemukan di dunia (Ario et al.,
2016).
Penyu memiliki dua macam jenis habitat yaitu habitat laut dan habitat darat.
Habitat laut merupakan habitat utama bagi penyu untuk menjalankan seluruh
hidupnya baik mencari makan maupun bermigrasi ke seluruh lautan sedangkan pada
habitat darat digunakan sebagai habitat untuk melakukan proses berkembang biak
yaitu sebagai tempat peneluran (nesting ground) bagi penyu betina (Dahuri, 2003).
Penyu merupakan salah satu satwa yang hidup di laut dan mempunyai
ketergantungan dengan habitat daratan sebagai area bertelurnya (Nugroho et al.,
2017).

10
Habitat yang disukai oleh penyu pada umumnya perairan yang memiliki
keanekaragaman terumbu karang, pulau – pulau kecil di tengah laut serta lahan
lamun yang luas. Pada habitat darat penyu menyukai pantai yang luas dan landau
yang berhadapan langsung dengan laut tempat yang sangat disukai dijadikan penyu
sebagai habitat bertelur (Roemantyo dan Wiadnyana, 2012). Sarang penyu yang di
gunakan penyu untuk bertelur memiliki klasifikasi pantai yang dipengaruhi oleh
beberapa aspek, yaitu aspek lingkungan antara lain tutupan vegetasi, lebar dan
kemiringan pantai, pasang surut dan tipe pasir (Panjaitan et al., 2017).
Habitat untuk penyu bertelur adalah daratan luas dan landai dengan rata-rata
kemiringan 30°, karena pantai yang curam akan menyulitkan penyu untuk melihat
objek yang jauh di depan. Selain itu penyu biasa meletakkan sarangnya berjarak 30
sampai 80 meter di atas pasang terjauh. Pantai peneluran penyu memiliki persyaratan
antara lain pantai mudah dijangkau dari laut, posisinya harus cukup tinggi untuk
mencegah telur terendam oleh air pasang, pasir pantai relatif lepas serta berukuran
sedang untuk mencegah runtuhnya sarang (Dharmadi dan Wiadnyana, 2008).
2.4 Siklus Hidup Penyu
Penyu merupakan hewan reptil yang hidup di laut dan mempunyai umur
sampai ratusan tahun dengan kisaran waktu 10–15 tahun. Penyu mempunyai siklus
peneluran dapat mencapai 3–5 tahun antara dari peneluran pertama hingga
selanjutnya dimana dalam satu siklus penyu dapat bertelur 3- 12 kali (Suastika, et al.,
2012).
Penyu memiliki pertumbuhan yang relatif lambat dan memerlukan waktu
yang panjang untuk mencapai usia reproduksi. Pada penyu dewasa sebelum
melakukan migrasi hidup bertahun – tahun pada suatu tempat dan untuk melakukan
kawin harus menempuh jarak perjalanan yang jauh (hingga 3000 km) dari tempat
tinggal hingga ke pantai peneluran. Perkawinan terjadi di lepas pantai dilakukan
dalam jaraka satu atau dua bulan sebelum peneluran pertama di musim tersebut.
Setiap penyu jantan dan penyu betina memiliki beberapa pasangan kawin. Sperma
yang disimpan oleh penyu betina di dalam tubuhnya dapat membuahi tiga hingga 7
kumpulan telur yang akan di telurkan pada musim berikutnya (Dermawan et al.,
2009).
Penyu adalah hewan yang suka melakukan migrasi pada daerah perairan
tropis dan perairan subtropis dengan memiliki pola tertentu. Sepanjang hidup penyu

11
hampir setengah waktunya digunakan untuk aktifitas didalam laut. Penyu jantan
mampu menghabiskan masa hidupnya di laut sedangkan pada penyu betina sering
mendaratkan diri di pantai untuk bertelur (Sukada, 2006).
Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam mulai dari 2-8 tahun sekali.
Penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut sementara penyu betina
sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu betina menyukai pantai yang
berpasir dan sepi dari manusia, sumber bising dan cahaya sebagai tempat bertelur.
Pada saat bertelur gangguan gangguan tersebut dapat mengurungkan niatnya untuk
bertelur dan memilih kembali ke laut (Juliono dan Ridhwan, 2017).

12
BAB III

METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Juni 2023 bertempat di bagian barat
perairan Pulau Salaut Besar, Kecamatan Alafan, Kabupaten Simeulue. Secara
geografis lokasi penelitian terletak pada titik koordinat yang tercantum pada Gambar
3.1.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian di Kawasan Pulau Salaut Besar

3.2 Alat dan Bahan


Penelitian ini menggunakan alat dan bahan untuk proses pengumpulan data.
Selengkapnya alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dicantumkan pada
Tabel 3.1 berikut :

13
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
No Alat dan Bahan Satuan Fungsi
1 Alat Tulis 1 set Untuk mencatat data
2 Roll Meter 100 m 1 unit Untuk mengukur
3 Kamera 1 unit Mengambil gambar
4 Thermometer 1 unit Mengukur suhu
5 Tokat berskala 4 m 1 unit Mengukur kemiringan pantai
6 Water pass 1 unit Mempertahankan kelurusan
7 Senter 1 unit Penerangan
8 Buku Identifikasi 1 unit Petunjuk identifikasi penyu

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling.
Metode ini adalah penentuan lokasi berdasarkan syarat-syarat tertentu yang sesuai
dengan tujuan penelitian (Etikan et al., 2016). Hasil survei awal lokasi penelitian
hanya dilakukan pada sisi barat dari pulau Salaut Besar, hanya pada sisi tersebut
terdapat penyu yang melakukan pendaratan.
3.3.2 Pengidentifikasian Spesies Penyu
Pengidentifikasian jenis penyu menggunakan acuan berdasarkan buku
pedoman identifikasi dan monitoring populasi penyu. Penyu diidentifikasi dengan
mengamati bagian sisik costal, sisik prefrontal, warna karapas dan morfometri
karapas (Dermawan, 2015).
3.3.3 Pengukuran Fisik penyu
Pengukuran Fisik penyu diperoleh dengan mengukur panjang tubuh, panjang
karapas, dan lebar karapasnya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan roll
meter dan di foto menggunakan kamera serta dicatat hasil pengukurannya. Berikut
adalah kategori yang akan diukur.

14
Gambar 3.2 Ilustrasi Pengukuran Fisik Penyu

Tabel 3.2 Pengukuran fisik penyu

No Pengukuran Tubuh Keterangan Kode


1 CCL (Curve Carapace Length) Panjang lengkung karapas A

2 CCW (Curve Carapace Width) Lebar lengkung karapas B

Sumber : (Dermawan et al., 2015).

3.3.4 Lebar dan Panjang Jejak (Track)


Pengukuran jejak pada setiap jenis penyu yang akan bertelur dilakukan mulai
dari jejak saat naik yaitu dari permukaan air menuju daerah vegetasi atau lokasi
peneluran yang digali oleh penyu (Dermawan et al., 2009).
3.3.5 Suhu Sarang
Suhu sarang diukur dengan menggunakan Thermometer dilakukan pada tiap
sarangnya. Pengukuran dilakukan pada substrat bawah permukaan sedalam telur
pertama kali dijumpai kemudian mencatat hasilnya (Herawaty dan Mahmud, 2020).
3.3.6 Karakteristik Habitat Penyu
Karakteristik habitat penyu diukur untuk melihat kondisi area peneluran
penyu dengan melihat panjang dan lebar pantai, kemiringan pantai, lebar dan panjang
jejak penyu dan suhu sarang.
3.3.6.1 Panjang dan Lebar Pantai
Pengukuran panjang dan lebar pantai dilakukan dengan menggunakan roll
meter sejajar dengan garis pantai. Lebar pantai diukur dari titik surut terendah hingga
vegetasi terluar, yang terbagi menjadi lebar intertidal (surut terendah hingga pasang

15
tertinggi) dan lebar supratidal (pasang tertinggi hingga vegetasi terluar) (Yayasan
Alam Lestari, 2000).
3.3.6.2 Kemiringan Pantai
Menurut (Putra et al. (2014) kemiringan pantai diukur menggunakan meteran
roll untuk mengukur panjang, papan berskala 5 meter untuk mengukur ketinggian
dan Waterpass untuk mempertahankan kelurusan meteran roll. Pengukuran dimulai
dengan meletakkan papan skala secara vertikal pada batas pasang tertinggi air laut,
lalu di tarik meteran roll hingga ke vegetasi terluar dengan sudut 90°, digunakan
waterpass untuk mempertahankan kelurusan meteran roll. Nilai kemiringan pantai
dapat dihitung menggunakan rumus trigonometri :

Kemiringan (%) = (a/b) x 100%

Keterangan : a : Tinggi papan skala sampai batas tali yang diikat dan
membentuk 90° terhadap tongkat

b : Panjang tali berskala

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kawasan konservasi penyu di


Pulau Salaut Besar didapatkan hasil sebagai berikut.

4.1.1 Identifikasi Spesies Penyu

Hasil penelitian yang dilakukan di kawasan konservasi penyu Pulau Salaut


Besar ditemukan bahwa terdapat 1 jenis yaitu spesies penyu Hijau (Chelonia mydas)
dari Famili Cheloniidae. Jumlah individu yang ditemukan pada saat pengamatan
selama 15 hari sebanyak 23 individu. Individu paling banyak ditemukan pada saat
penelitian yaitu terjadi pada hari 1 terdapat 4 ekor individu dan paling sedikit
didapatkannya penyu mendarat berjumlah 1 individu yang ditemukan beberapa kali
dalam masa penelitian. Data hasil jenis penyu dapat dilihat pada gambar 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah Penyu Naik Perhari

4.5

3.5

3
Jumlah Individu

2.5

1.5

0.5

0
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

4.1.2 Pengukuran Fisik Penyu

Data pengukuran fisik penyu didasarkan oleh panjang dan lebar karapas
karapas penyu Hijau yang ditemukan di Pulau Salaut Besar memiliki ukuran
terpanjang 108 cm dan terkecil 90 cm serta ukuran karapas terlebar 102 cm dan
terkecil 77 cm. sebaran ukuran kelas pada lebar karapas paling banyak ditemukan

17
pada ukuran 83-88 cm dengan jumlah 9 individu penyu dan sebaran kelas pada
panjang karapas penyu paling banyak ditemukan pada ukuran 95-99 cm dengan
jumlah10 individu. Hasil sebaran kelas ukuran karapas penyu bisa ditemukan pada
gambar 4.2 dan 4.3.

Gambar 4.2 Sebaran Kelas Lebar Karapas


10
9
8
7
Frekuensi (Ind)

6
5
4
3
2
1
0
77-82 83-88 89-94 95-100 101-106

Sebaran Kelas Lebar Karapas (cm)

12

10

8
Frekuensi (Ind)

0
90-94 95-99 100-104 105-109

Sebaran Kelas Panjang Karapas (cm)

Gambar 4.3 Sebaran Kelas Panjang Karapas

18
4.1.3 Lebar dan Panjang Jejak (Track)

Pengukuran lebar dan panjang (Track) dilakukan mulai dari batas garis
pasang surut terendah sampai ke lokasi sarang. Hasil lebar dan panjang dari jenis
penyu yang ditemukan di lokasi penelitian disajikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pengukuran Lebar dan Panjang Jejak


140

120

100

80
Panjang Jejak (m)
60 Lebar Jejak (cm)

40

20

0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

4.1.4 Suhu Sarang

Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dari setiap sarang yang


ditemukan hasil suhu sarang pada pantai pulau Salaut Besar berkisar antara 26°C
sampai dengan 28°C. Hasil pengukuran ini dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Pengukuran suhu sarang

Suhu Sarang
16
14
12
10
8 15
6
4 8
2
0
26°C 28°C

19
4.1.5 Karakteristik Habitat Penyu

Kawasan pantai peneluran penyu di Pulau Salaut Besar memiliki kondisi


pantai yang indah dengan berpasir putih dengan panjang ± 1,3 KM dan lebar pantai
memiliki kisaran 17 – 38 meter serta memiliki kemiringan pantai yang beragam
dengan kategori Bergelombang dan curam. Karaktersitik fisik pantai habitat penyu di
Pulau Salaut Besar diteliti meliputi panjang pantai, lebar pantai dan kemiringan
pantai. Data hasil pengukuran karakteristik habitat penyu dapat dilihat pada Tabel
4.5.

Tabel 4.5 Karakteristik Habitat Penyu pantai Pulau Salaut Besar

Panjan
Lebar Kemiringa
No Sektor g Kategori
Pantai n Pantai
Pantai
Bergelomban
11,25
1 1 17 g
Bergelomban
2 3 30 15 g
3 4 30 19,03 Curam
4 5 24 15,84 Curam
5 8 1,3 KM 20 22,66 Curam
Bergelomban
8
6 11 38 g
Bergelomban
8
7 12 22 g
Bergelomban
15
8 13 22 g

4.2 Pembahasan

Hasil data identifikasi yang ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 23


individu dengan jenis penyu yang sama yaitu jenis penyu Hijau (Chelonia mydas).
Pada Identifikasi penyu dilakukan pengamatan pada bagian sisik costal, sisik
prefrontal, warna karapas dan morfometri karapas, metode ini berdasarkan pada
Buku Panduan Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu (Dermawan et al.,
2009). Sisik costal yang ditemukan pada jenis ini yaitu memiliki 4 pasang yang
berada pada tepi karapas, sisik prefrontal ditemukan satu pasang yang berada pada
ujung depan bagian kepala atau moncong penyu serta pada sisik yang terdapat pada
bagian kepala di samping mata atau disebut dengan scales postocular terdapat 4
20
pasang sisik. Penyu hijau dengan ciri-ciri yang sama ditemukan di kawasan
konservasi
Warna karapas merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan
untuk melakukan identifkasi jenis penyu. Hasil yang didapatkan bahwa warna
karapas penyu yang ditemukan di lokasi penelitian menunjukkan warna karapas yang
dimiliki oleh penyu Hijau (Chelonia mydas) yang memiliki 3 variasi warna yaitu
warna kuning ke abu- abuan, kehitam- hitaman dan kecoklat – kecoklatan.
Karapasnya memiliki bentuk seperti organ jantung dan berukuran lebar serta
memiliki permukaan yang halus. Identifikasi ini menggunakan metode yang
berdasarkan buku panduan pedoman teknis pengelolaan konservasi penyu
( Dermawan, 2009).

Pengukuran panjang karapas di ukur dari bagian atas karapas dekat kepala
hingga ujung karapas dekat ekor, untuk pengukuran lebar karapas di ukur dari bagian
sisi kiri karapas sampai bagian paling tepi sisi kanan karapas. Karapas pada penyu di
pulau Salaut Besar memiliki kondisi yang cukup sehat karena tidak ditemukannya
luka maupun patah, yang dimana jika dibiarkan maka akan berbahaya bagi penyu itu
sendiri. Penyu Hijau yang naik bertelur di pulau Salaut Besar termasuk dalam
kategori penyu dewasa dengan memiliki panjang rata rata karapas 99 cm dan lebar
rata – rata karapas 88 cm yang dimana karapas paling panjang adalah 108 cm dan
untuk ukuran karapas paling lebar adalah 102 cm, penyu Hijau betina dewasa
memiliki ukuran panjang karapas rata – rata 97 cm (antara 83-113 cm), dengan
pengukuran panjang karapas diukur dari karapas bagian atas sampai karapas bagian
bawah (Wyneken, 2001).

Menurut (Winarto dan Azahra, 2022) menyatakan bahwa pengukuran panjang


dan lebar karapas penyu dilakukan untuk mengetahui ukuran sarang peneluruan
penyu. Penyu yang memiliki ukuran yang besar maka berpengaruh pada lebar
diameter dan kedalaman sarang yang dibuatnya. Pengukuran tubuh penyu hanya bisa
dilakukan pada saat penyu telah selesai bertelur, ini bertujuan agar penyu tidak
merasa terganggu. Penyu dalam membuat sarang sering menyesusaikan dengan
panjang tungkai belakang yang dimilikinya dalam menggali pasir. Semakin besar
ukuran penyu maka semakin besar sarang yang akan dibuatnya.

21
Hasil pengukuran lebar dan panjang jejak (track) dilakukan pada batas garis
pasang surut terendah hingga sampai pada lokasi sarang. Menurut ( Dermawan et al.,
2009) lebar jejak dari penyu Hijau mencapai ± 100 cm. dari hasil data yang diperoleh
lebar jejak penyu Hijau yang ditemukan pada pantai pulau Salaut Besar memiliki
ukuran ± 120 cm dan panjang ± 38 m. Hasil pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa
penyu yang naik mendarat pada pantai pulau Salaut Besar merupakan penyu dewasa.

Penyu merupakan hewan yang bergerak dengan siripnya. Saat berjalan di atas
pasir, penyu meninggalkan jejak berupa lubang bekas tapak kakinya. Terdapat
hubungan antara panjang dan lebar jejak kaki penyu. Jika penyu memiliki ukuran
tubuh yang besar dan berat maka akan ditemukan jejak kaki yang panjang dan lebar.
Hal ini karena penyu yang lebih besar membutuhkan pijakan kaki lebih kuat untuk
menopang tubuhnya sehingga kakinya lebih dalam tertanam dalam pasir dan
membentuk jejak kaki yang panjang dan lebar. Sebaliknya, penyu bertubuh kecil
dengan jejak lebih pendek dan sempit karena kakinya tidak perlu menggali terlalu
dalam untuk menahan tubuhnya(Lopez-Castro et al., 2004).

4.2.4 Suhu Sarang

Pengukuran suhu menunjukkan bahwa suhu pada 23 sarang peneluran yang


diamati berkisar 26-28°C. Suhu tertinggi dan terendah pada sarang penyu di pulau
Salaut Besar yaitu 28°C dan 26°C. Suhu sarang di pulau Salaut Besar menunjukkan
suhu relatif stabil dan tidak mengalami pengingkatan dan penurunan suhu yang
signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Benni et al., 2017)
menunjukkan bahwa embrio telur dapat berkembang dengan baik pada kisaran suhu
24-30 °C. Suhu mempengaruhi perkembangan telur penyu dan mencegah terjadinya
pembusukan telur. Jenis kelamin anakan penyu (tukik) dapat dipengaruhi oleh suhu
sarang (Semboor et al., 2021).

Menurut (Santoso et al., 2021) menyatakan bahwa suhu sarang dalam masa
inkubasi dibawah 29°C maka akan menghasilkan lebih banyak tukik yang berjenis
kelamin jantan sedangkan pada suhu lebih dari 29°C cenderung lebih banyak
menghasilkan tukik yang berjenis kelamin betina. Suhu sarang ini akan berpengaruh
terhadap keberhasilan pengeraman telur – telur penyu yang membutuhkan kisaran

22
suhu yang cukup agar embrio tidak membusuk dan dapat berkembang dengan baik
(Zarkasi et al., 2011).

4.2.5 Karakteristik Habitat Penyu

Kawasan pantai peneluran penyu pulau Salaut Besar memiliki panorama alam
yang indah dengan kondisi pantai berpasir putih dengan panjang ± 1,3 km dan lebar
17 – 38 meter . Menurut (Rohim, 2017) menyatakan bahwa penyu Hijau (Chelonia
mydas) memiliki kebiasaan dalam memilih habitatnya yang memiliki lokasi pantai
yang panjang tempat luas dan lapang. Menurut ( Fitriani et al., 2021) lebar pantai
yang ideal bagi penyu adalah 30-80 m. Pantai pulau Salaut Besar pada beberapa
sektor memiliki lebar pantai yang ideal yaitu 30-38 m. Namun, di beberapa sektor
yang ada di pantai tersebut memiliki lebar pantai yang kurang ideal terhadap
kesesuaian habitat peneluran bagi penyu yaitu kurang dari 30 m. Lebar pantai di
pulau Salaut Besar sering berubah – ubah disebabkan oleh kondisi cuaca dan
gelombang laut. Meskipun dengan keadaan tersebut ditemukannya puluhan sarang
penyu pada tiap tahunnya.

Hal ini menunjukkan bahwa selama sarang penyu tidak terkena dengan
pasang gelombang air laut dan jarak sarang tidak terlalu dekat dengan air laut akan
mengurangi potensi sarang untuk terendam oleh air laut. Apabila sarang penyu
terendam oleh air laut maka akan menyebabkan gagalnya telur penyu menetas
(Sinaga, 2015). Menurut (Setiawan et al., 2018) menyatakan bahwa lebar pantai
memiliki hubungan terhadap luas tempat yang digunakan untuk penyu membuat
sarang dan bersarang.

Kemiringan pantai sangat memiliki pengaruh pada aksebilitas penyu untuk


mencapai daerah yang cocok untuk bertelur. Pantai yang curam mengakibatkan
penyu memerlukan energi yang besar untuk mencapai pantai naik dan bertelur.
Kemampuan penyu dalam melihat objek yang berada jauh di depan akan mengalami
kesulitan jika kemiringan pantai yang sangat curam. Pada dasarnya mata penyu
hanya mampu melihat dengan baik pada sudut 150 kebawah. Berdasarkan kriteria
kemiringan sebesar 0-2 % menunjukkan kategori datar, 2-7 % berkategori landai, 7-
15 % berkategori gelombang, 15-25 % berkategori curam, 25-45 % berkategori
sangat curam dan ˃45% berkategori terjal (Putra et al. 2014).

23
Nilai kemiringan pantai pada pulau Salaut Besar paling tertinggi bernilai 22
% yang masuk dalam kategori curam sedangkan nilai kemiringan pantai bernilai
terendah 8% yang masuk kategori bergelombang. Kemiringan pantai disebabkan
oleh adanya gelombang pasang surut yang memukul pantai. Jika semakin besar
gelombang pasang tinggi yang memukul pantai maka akan semakin besar juga
kemungkinan pantai akan mengalami abrasi yang mempengaruhi langsung
kemiringan pantau tersebut ( Sinaga, 2015).

Pantai pulau Salaut Besar memiliki nilai kemiringan yang berbeda – beda
yang masuk dalam kemiringan pantai kategori bergelombang dan curam. Penyu tidak
hanya naik dan bertelur di kawasan pantai yang memiliki kemiringan dalam kategori
landai saja, penyu juga sering dijumpai naik dan bertelur di kawasan kemiringan
pantai yang masuk dalam kategori curam dan bergelombang. Dengan demikian
pantai pulau Salaut Besar cenderung pantai yang disukai oleh penyu untuk
melakukan proses peneluran.

24
BAB V

PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
Saran

Penelitian yang telah dilakukan hanya mengidentifikasi jenis penyu yang


ditemukan sehingga diperlukan studi lebih lanjut akan bio- fisik habitat dan sarang
penyu di pulau Salaut Besar, Kabupaten Simeulue.

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Akira, R., Wandia, IN., Adyana, IW. 2012. Komposisi gentetic penyu hijau
(Chelonia mydas) hasil tangkapan liar dari Nusa Tenggara Barat (Bimadan
Teluk Cempi) Journal Indonesia Medicus Veterinus. 1(1):22-36
Adnyana, IBW. 2006. Status Penyu Penyu Belimbing di Indonesia. Bangkok.
Bahri, S., Atmadipoera, AS., Madduppa, HH. 2017. Genetic diversity of olive
ridley Lepidochelys olivacea associated with current pattern in Cendrawasih
Bay, Papua. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(2), 747-760.
Benni, B., Adi, W., Kurniawan, K. 2017. Analisis Karakteristik Sarang Alami
Peneluran Penyu. Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan. 11(2), 1-6.
https://doi.org/10.33019/akuatik.v11i2.237.
Dahuri. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjajaran, Vol. 3, No. 3, September 2012, h 316.
ISSN: 2088-3137.
Dermawan, A., Sadili, D., Suprapti, D., Saminantohadi., Ramli, I., Miasto, Y.,
Rasdiana, H., Prabowo., Sari, RP., Monintja, M., Tery, N., Annisa, S. 2015.
Pedoman Identifikasi dan Monitoring Populasi Penyu. Direktorat Konservasi
dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau –
Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI.
Dermawan, A., Nyoman, S., Nuitja., Soedharma, D., Halim, MH., Kusrini, MD.,
Lubis, SB., Alhanif, R., Khazali, M., Murdiah, M., Wahjuhardini, PL.,
Setiabudiningsih., Mashar, A. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan
Konservasi Penyu. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut,
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil, Departemen
Kelautan dan Perikanan RI.
Dharmadi, N., Wiadnyana. 2008. Kondisi Habitat dan Kaitannya Dengan Jumlah
Penyu Hijau (Chelonia mydas) Yang Bersarang di Pulau Derawan Berau,
Kalimantan Timur. Pusat Riset Perikanan tangkap, 14(2): 195-204
Dima, AOM., Klass, ZC., Meye, ED., Kla,,DF., Ati, VM., Momo, AN. 2020.
Karakteristik Fisik Pantai dan Distribusi Sarang Alami Penyu Lekang
(Lepidochelys olivaceae) di Pantai Sosadale Rotendao Nusa Tenggara Timur.
Biofaal Journal 1 (2), 55-65.
DLHK, 2021. https://dlhk.acehprov.go.id/2021/04/ pelepasan-tukuk-penyu=lekang-
di-pantai-pasie-jalang-lhok-nga—aceh-besar/. Tanggal akses 13 april 2023
Ella, I., Ni’Immah, I. 2021. Pengaruh Perbedaan Suhu dan Cahaya Terhadap Ukuran
Tubuh dan Tingkat Kebugaran Tukik Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceae)
di Pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas
Brawijaya).
Etikan, I., Musa, SA., Alkassim, RS. 2016. Comparison of Convenience Sampling
and Purposive Sampling. American journal of theoretical and applied
statistics 5(1) : 1-4.
Fitriani, D., Zurba, N., Edwarsyah., Marlin, N., Munandar, RA., Febrina, CD. 2021.
Kajian Kondisi Lingkungan Tempat Peneluran Penyu di Desa Pasie
Lembang, Aceh Selatan. Journal of Aceh Aquatic Science. Volume 5. No 1.
Herawaty, S., Mahmud, NRA. 2020. Analisis Distribusi Sarang Penyu Berdasarkan
Karakteristik Fisik Pantai di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Kupang,
Nusa Tenggara Timur. Jurnal Biotropikal Sains. Vol.17, No. 1 Hal 98.

27
Juliono, Ridhwan, M. 2017. Penyu dan Usaha Pelestariannya. Serambi Saintia.
KKP.2012. Salaut Besar.www.ppk-kp3k.kkp.go.id.Tanggal akses 27 Desember 2022
KKP.2021.https://kkp.go.id/djprl/bpsplpadang/artikel/34151-konsultasi-publik-
penyusunan-rz-ksnt-pulau-salaut-besar-dan-pulau-simeulue-cut.Tanggal
akses 15 Februari 2023
Kurniawan, M., Prihanta, W., Wahyuni,S. 2015. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
Terhadap Konservasi Penyu dan Ekowisata di Desa Hadiwarno Kabupaten
Pcaitan Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi
Indonesia,1(2);124-137
Kot, CY., Fujioka, E., DiMatteo, AD., Wallace, BP., Hutchinson, BJ., Cleary, J.,
Halpin, PN., Mast, RB. 2015. The State of the World's Sea Turtles Online
Database: Data provided by the SWOT Team and hosted on OBIS-SEAMAP.
Oceanic Society, Conservation International, IUCN Marine Turtle Specialist
Group (MTSG), and Marine Geospatial Ecology Lab, Duke University.

Lopez-Castro, M.C., Carmona, R., & Nichols, W.J. (2004). Nesting characteristics of
the olive ridley turtle (Lepidochelys olivacea) in Cabo Pulmo, southern Baja
California. Marine Biology, 145(4), 811–820. doi:10.1007/s00227-004-1348-
6

Mukminin, A. 2002. Studi Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pulau
Sangalaki Kepaulauan Derawan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Nugroho, AD., Redjeki, S., Taufiq, N. 2017. Studi Karakteristik Sarang Semi Alami
terhadap Daya Tetas Telur Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Paloh
Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian
Perikanan dan Kelautan ke-VI, 422-433.
Panjaitan, RA., Iskandar, Alisyahbana, S. 2012. Hubungan Perubahan Garis Pantai
Terhadap Habitat Bertelur Penyu Hijau ( Chelonia mydas ) di Pantai
Pangumbuhan Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan
Kelautan.
Pratiwi, BW. 2016. Keragaman Penyu dan Karakteristik Habitat Penelurannya di
Pekon Muara Tembulih, Ngambur, Pesisir Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Putra, BA., Wibowo, E., Rejeki, S. 2014. Studi Karakteristik Biofisik Habitat
Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) Di Pantai Paloh, Sambas,
Kalimantan Barat. Journal Of Marine Research, Vol.3, No.3, 2014.h 175
Rachman, MA., Rasyid, UHA., Dewiyanti, R. 2022. Identifikasi Jenis Penyu di
Stasiun Konservasi Penyu Rantau Sialang, Aceh Selatan. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pertanian.
Roemantyo, AS., Wiadnyana, NN. 2012. Struktur dan Komposisi Vegetasi Sekitar
Sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) Pantai Pangumbuhan, Sukabumi
Selatan Jawa Barat. Berita Biologi. Vol. 11, No. 3.
Santoso, H., Hestirianto, T., Jaya, I. 2021. Sistem Pemantauan Suhu dan Kelembapan
Pasir Sarang Penyu Menggunakan Arduino Uno. Jurnal Teknologi dan
Sistem Komputer, 9(1), 8-14 https//doi.org/10.20473/jipk.v7i2.11206.

28
Segara, RA. 2008. Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau
(Chelonia Mydas) di Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Semboor, SEN., Tapilatu, RF., Sabariah, V. 2021. Profil Suhu Pantai Peneluran
Penyu Sidey: Implikasi Estimasi Jenis Kelamin Tukik Penyu. Musamus
Fisheries and Marine Journal, 4(1), 26-37.
Sinaga, JR. 2015. Studi Faktor – Faktor Fisik Oseanografi Pada Habitat Peneluran
Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Batu Hiu Kabupaten Pangandaran.
Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Jendral
Soedirman Purwokerto.
Setiawan, R., Zamdial, DF. 2018. Studi Karakteristik Habitat Peneluran Penyu di
Desa Pekik Nyaring Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu
Tengah, Provinsi Bengkulu. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan, (1). 59-70.
Suastika. dan Putu . 2012. Profil Seks Rasio Tukik Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Pada Penetasan Alami Dan Non-alami Di Pantai Sukamade Kabupaten
Banyuwangi”. Buletin Veteriner Udayana, 4(2): 48-52.
Sukada, IK. 2006. Pengaruh Letak Sarang dan Kerapatan Telur Terhadap Laju Tetas
Telur Penyu hijau (Chelonia mydas). Jurnal Bumi Lestari. Jurusan Produksi
Ternak. Fakultas Peternakan. Bali: Universitas Udayana.
Susilowati. 2002. Studi Parameter Biofisik Pantai Peneluran Penyu Hijau (Chelonia
mydas) di Pantai Pangumbuhan Sukabumi, Jawa Barat. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Warikry, I. 2009. Aktivitas Peneluran Penyu Lekang ( Lepidochhelys Olivaceae ) di
Pantai Kaironi Distrik Sidey Kabupaten Manokwari, Skripsi, Universitas
Negeri Papua.
Wilson, EG., Miller, KL., Alisson, D., Maglioca, M. 2014. Why Healthy Ocean Need
Sea Turtles : The Importance of Sea Turtles to Marine Ecosystems. Oceana
Report.
Winarto., Azahra, SD. 2022. Karakteristik dan Preferensi Habitat Penyu Dalam
Membuat Sarang Alami Untuk Peneluran. BIODUSAINS : Jurnal Pendidikan
Biologi dan Sains. Volume 5, Nomor 1, Juni 2022
Wyneken, Jeanette. 2001. The Anatomy of Sea Turtle. Buku. U.S. Department of
Commerce NOAA Technical Memorandum NMFS-SEFSC-470.172 p.
Yayasan Alam Lestari. 2000. Mengenal Penyu. Yayasan Alam Lestari dan Keidanren
Nature Conservation Fund (KNCF). Jepang
Zarkasi, M., Efrizal, T., Zen, IW. 2011. Analisis Distribusi Sarang Penyu
Berdasarkan Karakteristik Fisik Pantai Pulau Wie Kecamatan Tambelan
Kabupaten Bintan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan.

29
30

Anda mungkin juga menyukai