Anda di halaman 1dari 48

HASIL PENELITIAN SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL


BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PERAIRAN
SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

Oleh :
ISYNU LUTFHI JAUHARI
G1F113212

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2020
HASIL PENELITIAN SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL


BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PERAIRAN
SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Ilmu
Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat

Oleh :
ISYNU LUTFHI JAUHARI
G1F113212

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2020

ii
JUDUL : PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN
PELAGIS KECIL BERBASIS SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR
BAGIAN SELATAN
NAMA : ISYNU LUTFHI JAUHARI
NIM : G1F113212
PROGRAM STUDI : ILMU KELAUTAN

Disetujui oleh:

TIM PEMBIMBING

Dr. MUHAMMAD SYAHDAN, S.Pi, M.Si


(Ketua)

ULIL AMRI, S.PI, M.Si


(Anggota)

Mengetahui

Ketua PSUS Ketua Program Studi Ilmu Kelautan


Fakultas Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan
ULM ULM

KATA PENGANTAR

Ir. JUHANA SUHANDA, M.P. DAFIUDDIN SALIM, S.Kel, M.Si.


NIP. 19621229 198903 1 002 NIP. 19780625 201212 1 001
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Hasil
iii
Penelitian Skripsi yang berjudul “Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis
Kecil Berbasis Sistem Informasi Geografis Di Perairan Selat Makassar Bagian
Selatan”. Penyusunan usulan skripsi ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Lambung Mangkurat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim
Pembimbing Dr. Muhammad Syahdan, S.Pi, M.Si selaku (Ketua) dan Ulil Amri,
S.Pi, M.Si selaku (Anggota) yang telah memberikan arahan serta bimbingan
dalam menyelesaikan Usulan Penelitian Skripsi.
Semoga Usulan Penelitian Skripsi ini bermanfaat bagi Mahasilswa Ilmu
Kelautan dan juga bermanfaat bagi semua pihak. Penulis berharap dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembaca terkait Usulan
Penelitian Skripsi ini. Penulis sadar bahwa Usulan Penelitian Skripsi ini masih
jauh dari sempurna, maka penulis mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan
laporan selanjutnya.

Banjarbaru, Desember 2020

Isynu Lutfhi Jauhari

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................. 2
DAFTAR TABEL......................................................................... 2

iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................... 2
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................... 2
1.1. Latar Belakang.................................................................. 2
1.2. Rumusan Masalah............................................................. 2
1.3. Tujuan dan Kegunaan....................................................... 2
1.4. Ruang Lingkup................................................................. 2
1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah........................................ 2
1.4.2. Ruang Lingkup Materi........................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2
2.1. Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil........................................ 2
2.2. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Bidang
Kelautan dan Perikanan................................................... 2
2.4.1. Sistem Informasi Geografis (SIG).......................... 2
2.4.2. Inverse Distance Weighted (IDW)......................... 2
2.6. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan................................ 2
BAB III. METODE PENELITIAN.......................................................... 2
3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian.......................................... 2
3.2. Alat dan Bahan................................................................ 2
3.3. Metode Pengumpulan Data.............................................. 2
3.4. Data Logbook Penangkapan Ikan..................................... 2
3.5. Analisis Data..................................................................... 2
3.5.2. IDW........................................................................ 2
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 2
4.1.................................................................................................... Kegiat
an Perikanan Tangkap............................................................... 2
4.1.1. Nelayan.......................................................................... 2
4.1.2. Metode Penangkapan Ikan ........................................... 2
4.1.3. Hasil Tangkapan Ikan.................................................... 2
4.2.................................................................................................... Sebara
n spasial daerah penangkapan ikan........................................... 2
4.2.1. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim
Barat.............................................................................. 2

v
4.2.2. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim
Peralihan 1..................................................................... 2

4.2.3. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim


Timur............................................................................. 2

4.2.4. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim


Peralihan 2..................................................................... 2

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Alat yang digunakan selama penelitian.....................................................11


Tabel 1.2. Bahan yang digunakan dalam penelitian...................................................11

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Bagan Alir Rumusan Dan Pemecahan Masalah Penelitian.


Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian............................................................................10

vi
vii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan perairan Selat Makassar memiliki nilai ekonomis tinggi terutama


pada bidang perikanan karena memiliki keragaman sumberdaya ikan yang sangat
melimpah. Sektor perikanan tangkap masih menyumbang sebagian besar (> 50%)
dari produksi perikanan nasional (KKP 2018) yang memiliki peran dalam memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi masyarakat, memberikan penghasilan dan lapangan kerja,
membantu pertumbuhan ekonomi nasional serta meningkatkan devisa negara. Hal
tersebut akan mendukung pertumbuhan perekonomian masyarakat setempat dan
diharapkan dapat menjadi penopang sub-sektor perikanan di Kalimantan Selatan,
baik dari segi pengelolaan yang bijaksana agar dapat terus berkelanjutan.
Secara geografis Selat Makassar berbatasan dan berhubungan dengan
Samudera Pasifik di bagian utara melalui Laut Sulawesi dan di bagian selatan dengan
Laut Jawa dan laut Flores, sedangkan bagian barat berbatasan dengan Pulau
Kalimantan dan bagian timur dengan Pulau Sulawesi. Wilayah perairan Selat
Makassar Sulawesi Selatan juga termasuk dalam WPP 713 yang sebagian besar
potensi sumber daya ikannya adalah jenis ikan pelagis kecil (KKP 2016).
Karakteristik perairan Selat Makassar sangat dinamis karena terletak antara
Laut Jawa dan Selat Makassar yang menghubungkan beberapa pulau kecil dan besar
seperti pulau Sulawesi juga Jawa. Perairan ini juga dilewati arus lintas kepulauan
Indonesia yang mengalir dari Samudera Pacific ke Hindia atau sebaliknya sehingga
memiliki potensi sumber daya laut dan mineral yang sangat melimpah. Oleh karena
itu wilayah perairan sangat strategis untuk dimanfaatkan dalam berbagai bidang
seperti pelayaran, perikanan tangkap, transportasi, pertambangan dan lain sebagainya
Aktivitas penangkapan ikan di perairan tersebut sangat luas meliputi perairan
Kotabaru hingga perairan Sulawesi dan Jawa yang dilakukan oleh nelayan-nelayan
yang berasal dari wilayah pesisir Kalimantan Selatan. Banyaknya aktivitas
penangkapan yang terjadi tidak sebanding dengan data dan informasi mengenai
wilayah fishing ground khsusnya secara spasial sehingga perlu adanya suatu
penelitian mengenai daerah potensi tangkapan ikan yang bisa membantu nelayan
mengetahui dimana tempat ikan berkumpul dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh.
Pendeteksian daerah penangkapan ikan melalui pemetaan wilayah laut
merupakan salah satu metode untuk pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dan
kelautan agar perburuan ikan menjadi efektif dan hasilnya pun optimal. Oleh karena
itu di perlukan informasi berupa kajian tentang daerah penangkapan ikan yang
bermanfaat bagi nelayan agar kegiatan pengkapan lebih efisien dan tepat sasaran
sebelum pergi menangkap ikan dari pangkalan.
Peranan sistem informasi geografi (SIG) dalam pemetaan daerah
penangkapan ikan adalah alat yang dapat menunjang pengelolaan sumberdaya
perikanan (fishing ground) yang berwawasan lingkungan. Kemudian, keluaran dari
hasil pemetaan dapat menggambarkan keadaan zona tangkap berupa titik-titik
wilayah yang memiliki kelimpahan ikan yang beraneka ragam.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang daerah
potensial penangkapan ikan di perairan Selat Makassar yang dilakukan dengan
pendekatan sistem informasi geografi (SIG) sehingga dapat meningkatkan efektifitas
operasi penangkapan ikan secara maksimal.

1.2. Rumusan Masalah

Peraiaran Selat Makassar di wilayah sekitar kotabaru memiliki aktivitas


penangkapan yang sibuk dikarenakan potensi sumber daya ikan yang sangat
melimpah. Berbagai nelayan dari beberapa daerah di sekitar wilayah tersebut banyak
yang datang dan ikut melakukan penangkapan yang mengakibatkan padatnya kapal
yang singgah di pelabuhan Kotabaru khususnya pulau kerayaan.
Potensi sumberdaya ikan yang melimpah seharusnya dapat dimaksimalkan
sebaik mungkin dengan melakukan kajian-kajian mengenai penangkapan seperti
memetakan daerah penangkapan melalui titik- titik di wilayah perairan Selat
Makassar di wilayah Kotabaru yang menjadi zona penangkapan sehingga
memudahkan nelayan untuk mengetahui daerah mana saja yang memiliki hasil
penangkapan yang melimpah sehingga menambah penghasilan dari masing-masing
individu.

2
Pemetaan zona penangkapan di wilayah perairan Selat Makassar
menggunakan aplikasi Arcgis dengan beberapa software lainnya sebagai tambahan.
Pembuatan peta memerlukan data dari pemerintah dan lapangan yang akan
diakumulasikan sehingga didapatkan peta zona penangkapan.
1.3. Tujuan dan Kegunaan

1.3.1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan daerah potensial penangkapan ikan
berbasis sistem informasi geografis di perairan Selat Makassar dengan menggunakan
aplikasi.
1.3.2. Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi kepada
pemerintah serta masyarakat ataupun pihak yang membutuhkan informasi dalam
pemanfaatan dan pengelolaan untuk penangkapan wilayah perairan Selat Makassar
kabupaten Kotabaru Kalimantan selatan.
1.4. Ruang Lingkup

1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah penelitian ini dilakukan di perairan pulau Kerayaan berada di


Kecamatan Pulau Laut Kepulauan, Kabupaten Kotabaru yang berada pada rentang
koordinat 115° 4' 55" BT - 119° 20' 35" BT dan 5° 50' 35" LS - 1° 34' 55" LS.

1.4.2. Ruang Lingkup Materi

Batasan ruang lingkup materi dari penelitian ini meliputi:


1. Data Logbook Penangkapan Ikan di WPPNRI 713 Tahun 2018
2. Data kuesioner yang dibagikan kepada nelayan tentang potensi tangkap dan titik-
titik penangkapan.

3
4
Daerah Penangkapan Ikan di Selat Makassar

Pemanfaatan Data Logbook Penangkapan Ikan

Koordinat Penangkapan Waktu Penangkapan Produksi Total Penangkapan Ikan

Analisis Spatial Analisis Temporal

IDW Analisis Deskriptif

Peta Sebaran Daerah penangkapan ikan Fluktuasi Produksi Penangkapan

Daerah Potensial Penangkapan Ikan

Gambar 1.1. Bagan Alir Rumusan Dan Pemecahan Masalah Penelitian


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil

Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu


sumberdaya perikanan yang paling melimpah (Merta, dkk, 1998) dan paling
banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai
kalangan bila dibandingan dengan tuna yang sebagia besar produk unggulan
ekspor dan hanya sebagian kelompok yang dapat menikmatinya. Ikan pelagis
umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk schooling juga berfungsi
sebagai konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan
besar) sehingga perlu upaya pelestarian.
Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan, namun
ada beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti Lemuru (Sardinella
Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali, Layang (Decapterus spp) di Selat
Bali, Makassar, Ambon dan Laut Jawa, Kembung Lelaki (Rastrelinger kanagurta)
di Selat Malaka dan Kalimantan, Kembung Perempuan (Rastrelinger neglectus) di
Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat (Aziz et al. 1988 dalam Nur
Adrianty dan Muladi Daeng Ropu 2015). Menurut data wilayah pengelolaan
FKKPS maka ikan layang banyak tertangkap di Laut Pasifik, teri di Samudera
Hindia dan kembung di Selat Malaka. Ikan pelagis dapat ditangkap dengan
berbagai alat penangkap ikan seperti puese seine atau pukat cincin, jaring insang,
payang, bagan dan sero.
Berdasarkan data potensi, penyebaran dan alat tangkap tersebut maka ikan
pelagis kecil berpotensi di satu pihak sebagai komoditi konsumsi meyarakat
umum dan pihak lain sebagai konsumen antara dalam food chain yang perlu
dilestarikan. Sekarang, bagaimana penerapannya dengan adanya UU Otonomi
Daerah tahun 1999 karena timbul berbagai konflik dalam mengintreprestasikan
UU tersebut. Seperti ditangkapnya nelayan-nelayan di daerah lain yang
menangkap ikan di wilayah lain dan bukan di daerahnya sendiri. Contohnya
nelayan purse seine dari Pekalongan yang menangkap ikan di perairan Masalembo
dan Matasiri, yang sebelumnya tidak terjadi konflik begitu, diundangkannya
Otonomi daerah maka nelayan-nelayan dari pekalongan tersebut mengalami
kesulitan dan terjadi konflik dengan nelayan setempat. Interpretsi UU yang tidak
tepat sering kali menimbulkan konflik antara nelayan pendatang dengan nelayan
setempat, sehingga perlu adanya sosialisasi tentang peraturan perunangan
tersebut. Selain itu diperlukan suatu kebijakan dan strategi pengelolaan agar
sumberdaya ikan pelagis tetap lastari dan tetap dapat ditangkap serta dapat dibuat
suatu alokasi sumberdaya ikan pelagis antar daerah tersebut sehingga tidak
menimbulkan konflik.
Ikan pelagis kecil adalah kelompok besar ikan yang membentuk schooling di
dalam kehidupannya dan mempunyai sifat berenang bebas dengan melakukan
migrasi secara vertikal maupun horizontal mendekati permukaan dengan ukuran
tubuh relatif kecil (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005). Beberapa contoh ikan
pelagis kecil antara lain layang (Decapterus spp), kembung (Rastrelliger sp), siro
(Amblygaster sirm), selar (Selaroides sp), tembang (Sardinella fimbriata), dan teri
(Stolephorus spp) (Gafa et al. 1993; Widodo et al.1994; Pet-Soede et al. 1999)
(Gambar 3). Kelompok ikan pelagis kecil umumnya bertubuh pipih memanjang
dengan warna tuhuh yang relatif terang (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005)
dan melakukan aktivitas keseharian yang sangat bergantung pada kondisi
lingkungan (Laevastu dan Hayes 1982; Widodo et al. 1994; Agbesi 2002;
Hendiarti et al. 2005; Palomera et al. 2007). Daur hidup ikan pelagis kecil pada
umumnya berlangsung seluruhnya di laut, yang dimulai dari telur, kemudian
larva, dewasa, memijah dan sampai akhirnya mati. Larva dan juvenil ikan pelagis
kecil bersifat planktonis, sehingga larva biasanya akan bergerak sesuai dengan
arah dan arus. Larva-larva ikan pelagis kecil umumnya berada di perairan dekat
pantai. Pada tahap dewasa ikan pelagis kecil sudah memasuki perikanan, dimana
telah mencapai ukuran 6 cm dan telah mampu melakukan ruaya sendiri (Widodo
et al. 1994; Fréon et al. 2005). Ikan pelagis umumnya senang bergerombol, baik
dengan kelompoknya maupun dengan jenis ikan lainnya. Ikan pelagis kecil
bersifat fototaksis positif (tertarik pada cahaya) dan tertarik benda-benda yang
terapung. Ikan pelagis kecil cenderung bergerombol berdasarkan kelompok
ukuran. Kebiasaan makan ikan pelagis umumnya waktu matahari terbit dan saat
matahari terbenam dan termasuk pemakan plankton, baik plankton nabati maupun

2
plankton hewani. Ikan pelagis kecil merupakan elemen yang penting dalam
ekosistem laut karena biomassa yang signifikan pada level menengah dari jaring
makanan, sehingga memegang peranan penting menghubungkan tingkatan trofik
atas dan bawah dalam struktur trofik (Bakun 1996, Cury et al. 2000; Fréon et al.
2005; Palomera et al. 2007).
Ikan pelagis kecil dapat ditangkap dengan alat tangkap yang dilingkarkan,
pancing, dan yang menghadang arah renang ikan (Subani dan Barus 1988;
Zarohman et al. 1996). Dari hasil penelitian ikan pelagis kecil efektif ditangkap
dengan alat tangkap pukat cincin (Amin dan Suwarso 1990; Sadhatomo 1991;
Widodo et al. 1994; Hariati 2006). Penangkapan ikan pelagis di perairan Selat
Makassar dan Laut Flores dapat dilakukan sepanjang tahun, namun puncak musim
penangkapan terjadi dua kali yaitu pada bulan November dan Februari.
Berdasarkan CPUE sebagai patokan kelimpahan relatif stok ikan, ikan pelagis
melimpah selama 6 bulan dari November sampai April, sedangkan 6 bulan
lainnya kelimpahan stok relatif rendah dengan titik terendah pada bulan Juli.
Puncak musim ikan pelagis kecil pada bulan Maret dengan musim penangkapan
yang baik berlangsung bulan Januari hingga Maret dan paceklik terjadi pada bulan
Juni (Gafa et al. 1993). Ikan terbang di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
terdapat pada dua lokasi yang berbeda musim, yaitu pada saat musim timur di
perairan Kabupaten Takalar dan Barru, sedangkan peralihan musim timur ke barat
di perairan Kabupaten Pinrang, Polmas dan Majene (Yahya et al. 2001). Ikan
layang musim puncak penangkapan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
cenderung terjadi pada bulan yang sama, yaitu Agustus hingga November. Musim
biasa pada bulan Februari sampai Agustus, sedangkan di perairan Majene terjadi
pada bulan November hingga bulan April. Musim paceklik pada bulan November
sampai Maret, sedangkan di perairan Majene pada bulan Mei hingga Juli
(Najamuddin 2004).

2.2. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Bidang Kelautan dan
Perikanan

Luasnya wilayah laut dan jangkauan wilayah pesisir Indonesia tentu


memiliki tantangan tersendiri, dibutuhkan waktu yang tidak singkat dan tenaga
yang tidak sedikit untuk mengetahui potensi yang ada di dalamnya. Namun
3
dengan berkembangnya teknologi Penginderaan Jauh dan komputerisasi SIG telah
memberikan pencerahan untuk kemudahan perencanaan dan pengembangan
wilayah perairan di Indonesia. Informasi mengenai obyek yang terdapat pada
suatu lokasi di permukaan bumi diambil dengan menggunakan sensor satelit,
kemudian sesuai dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan, informasi
mengenai obyek tersebut diolah, dianalisa, diinterpretasikan dan disajikan dalam
bentuk informasi spasial dan peta tematik tata ruang dengan menggunakan SIG,
demikian hubungan kedua teknologi secara umum menurut Syah (2010).
Pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG untuk pemanfaatan potensi
kelautan adalah penentuan zonasi jalur penangkapan ikan. Jalur-jalur
penangkapan ikan telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 392 Tahun
1999. Jalur penangkapan ikan dapat dimanfaatkan bagi nelayan-nelayan yang
masih menggunakan kapal kecil, maupun nelayah yang telah menggunakan kapal
dilengkapi teknologi, kegunaan jalur-jalur ini juga dapat dimanfaatkan dalam
pembagian zona tangkap. Penelitian mengenai pembagian zona jalur penangkapan
ikan berdasarkan Keputusan Mentri Pertanian No. 392 Tahun 1999 telah
dilakukan Harahap dan Yanuarsyah (2012) di wilayah perairan Kalimantan Barat,
dengan mempertimbangkan pula parameter jarak dan kedalaman, beserta beberapa
asumsi dan pembatasan kondisi lokal seperti perairan rawan konflik, daerah
ekosisten terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 meter. Kalimantan
Barat merupakan salah satu fishing ground yang berpotensi terletak di Selat
Karimata hingga Laut Cina Selatan dan berbatasan langsung dengan perairan
Negara Malaysia.
Pemilihan tempat penangkapan yang strategis sangat penting, karena
dengan pemilihan yang tepat akan menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang di
harapkan, untuk mendapatkan hasil yang lebih dari yang diharapkan maka
dibutuhkan SIG dalam bidang perikanan.
Sistem Informasi Geografis yang akan dibangun dibatasi pada pencarian
tempat penangkapan ikan yang strategis di negara Indonesia khususnya pada jenis
ikan pelagis besar dan pelagis kecil. Ikan pelagis adalah ikan-ikan yang bergerak
bebas di permukaan dan pertengahan perairan. Jenis ikan pelagis dipilih karena
jenis ikan ini merupakan hasil ekspor terbesar bagi Indonesia dan merupakan jenis

4
ikan yang banyak terdapat di wilayah perairan Indonesia. Beberapa yang termasuk
ke dalam kelompok ikan pelagis besar adalah cakalang (Katsuwonus pelamis),
tuna (Thunnus spp), dan tongkol (Euthynnus spp). Beberapa yang termasuk ke
dalam kelompok ikan pelagis kecil adalah kembung (Rasralliger), layang
(Decapterus), tembang (Sardinella spp), dan selar (Selaroides spp). Selain tempat
penangkapan ikan, pemakai SIG dapat melihat dan mengetahui informasi dari
jenis-jenis ikan yang terdapat di tempat tersebut dalam Lulu Chaerani Munggaran,
Widiastuti & Boby Nugraha (2012).
Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan
ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan ikan.
Secara alami, ikan akan memilih habitat yang sesuai, sedangkan habitat tersebut
sangat dipengaruhi kondisi oseonografi perairan. Dengan demikian daerah
potensial penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh factor oseonografi perairan.
Kegiatan penangkapan ikan akan lebih efektif dan efisien apabila daerah
penagkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penagkapan ikan
berangkat dari pangkalan.
Menurut Zainuddin (2006), Salah satu alternative yang menawarkan
solusii terbaik adalah pengkombinasian kemampuan SIG dan pengindraan jauh.
Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhii
distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan
dengan cakupan daerah yang luas.
Pemanfaatan SIG dalam perikanan tangkap dapat mempermudah dalam
operasi penangkapan ikan dan penghematan waktu dalam pencarian fishing
ground yang sesuai (Dahuri, 2001). Dengan menggunakan SIG gejala perubahan
lingkungan berdasarkan ruang dan waktu dapat disajikan, tentunya dengan
dukungan berbagai informasi data, baik survei langsung maupun dengan
pengidraan jarak jauh (Inderaja).

2.3. Interpolasi
Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa
data yang telah diketahui (Wikipedia, 2008). Dalam pemetaan, interpolasi adalah
proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-
buatlah peta atau sebaran nilai pada selu-ruh wilayah (Gamma Design Software,
5
2005). Didalam melakukan interpolasi, sudah pasti dihasilkan. Error yang
dihasilkan sebelum melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan
menentukan metode sampling data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan
dalam analisa di laboratorium.
Pada tulisan ini, akan dijelaskan penggunaan metode IDW dan Kriging
untuk interpolasi. Metode IDW dapat dikelompokkan dalam estimasi
deterministic dimana interpolasi dilakukan berdasarkan perhitungan matematik.
Sedang metode Kriging dapat digolongkan kedalam estimasi stochastic dimana
perhitungan secara statistic dilakukan untuk menghasilkan interpolasi.

2.4. Analisis Spasial


Analisis spasial merupakan sekumpulan metoda untuk menemukan dan
menggambarkan tingkatan/poladari sebuah fenomena spasial, sehingga dapat
dimengerti dengan lebih baik. Dengan melakukan analisis spasial,
diharapkanmuncul infomasi baru yang dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan di bidang yang dikaji. Metode yang digunakan sangat
bervariasi, mulai observasi visual sampai ke pemanfaatan matematika/statistik
terapan (Sadahiro.2006).

Ada banyak metode dalam melakukan Analisis Spasial. Berdasarkan


Tujuannya, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1. Analisis Spasial Exploratory
Digunakan untuk mendeteksi adanya pola khusus pada sebuah fenomena
spasial serta untuk menyusun sebuah hipotesa penelitian. Metode ini sangat
berguna ketika hal yang diteliti merupakan sesuatu hal yang baru, dimana peneliti
tidak/ belum memiliki banyak pengetahuan tentang fenomena spasial yang sedang
diamati.
2. Analisis Spasial Confirmatory
Dilakukan untuk mengonfirmasi hipotesa penelitian. Metoda ini sangat
berguna ketika peneliti sudah memiliki cukup banyak informasi tentang fenomena
spasial yang sedangdiamati, sehingga hipotesa yang sudah ada dapat diuji
keabsahannya.

6
Database Spasial mendeskripsikan sekumpulan entitas baik yang memiliki
lokasi atau posisi yang tetap maupun yang tidak tetap (memiliki kecenderungan
untuk berubah, bergerak, atau berkembang). Tipe-tipe spasial ini memiliki
properti topografi dasar yang memiliki lokasi, dimensi, dan bentuk (shape).
Semua Sistem Informasi Geografis (SIG) hampir memiliki campuran tipe-tipe
entitas spasial dan non-spasial. Tipe-tipe non spasial tidak memiliki property
topografi dasar lokasi. Database spasial meliputi kondisi tekstur tanah, erosi,
lereng, ketinggian, jenis tanah, tempat pengambilan sumber bahan bangunan dan
penyebaran pemukiman yang dikonstruksikan sebagai ulasan dalam suatu vector
Sistem Informasi Geografis, dimana atribut-atributnya disimpan sebagai database
relasional yang bisa diimpor ke model tata ruang (Prahasta,2001).
2.4.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG merupakan suatu system informasi spasial berbasis komputer yang


mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memanipulasi, dan menyajikan
semua bentuk informasi spasial. SIG juga merupakan alat bantu manajemen
informasi yang terjadi dimuka bumi dan bereferensi keruangan (spasial). Sistem
Informasi Geografi bukan sekedar system computer untuk pembuatan peta,
melainkan juga merupakan juga alat analisis. Keuntungan alat analisis adalah
memeberikan kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan spasial diantara
feature data geografis dalam bentuk peta (Prahasta, 2004).

2.4.2. Inverse Distance Weighted (IDW)

Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode


deterministic yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya
(NCGIA, 1997). Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip
pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan
berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak
akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Metode ini biasanya digunakan
dalam berbagai industri karena mudah untuk digunakan. Pemilihan nilai pada
power sangat mempengaruhi hasil interpolasi.

Nilai power yang tinggi akan memberikan hasil seperti menggunakan


interpolasi nearest neighbor dimana nilai yang didapatkan merupakan nilai dari
7
data point terdekat. Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi
terbatas pada nilai yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap
hasil interpolasi disebut sebagi isotropic. Dengan kata lain, karena metode ini
menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil
dari minimum atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah
terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson &
Philip, 1985). Untuk mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan
harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak jarang
dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang
diinginkan.

2.5. Analisis Temporal

Analisis temporal merupakan bagian dari statistika yang mempelajari alat,


teknik, atau prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan. Beberapa Teknik dalam
analisa temporal meliputi ukuran keragaman.
Menurut Priyatno (2016) pengertian analisis deskriptif menurut beberapa
ahli sebagai berikut: Menurut Sugiyono (2004:169) Analisis deskriptif adalah
statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan mendiskripsikan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Priyatno, 2016).
Iqbal Hasan (2001:7) menjelaskan bahwa pengertian dari statistik
deskriptif merupakan bagian dari statistika yang mempelajari cara pengumpulan
data dan penyajian data sehingga data mudah dipahami. Statistik deskriptif
berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan
mengenai data atau keadaan. Dengan kata statistika deskriptif berfungsi
menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan (Priyatno, 2016). Bambang
Suryoatmojo (2004:18) mengatakan bahwa statistika deskriptif adalah statistika
yang menggunakan data untuk menjelaskan atau menarik kesimpulan mengenai
suatu kelompok.

8
2.6. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan

Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan system informasi


geografis (SIG) dengan metode ArcView, yaitu system informasi spasial
menggunakan komputer yang melibatkan perangkat keras (hardware), perangkat
lunak (software), pemakaian data-data yang mempunyai fungsi pokok untuk
menyimpan, memperbaharui, menganalis dan menyajikan kembali semua bentuk
informasi spasial dalam Ihsan (2015).
Perbaikan manajemen perikanan yang ada, dibutuhkan banyak informasi,
dan salah satu informasinya adalah mengenai spasial dan temporal kegiatan
penangkapan ikan, seperti intensitas dan variabilitasnya. Namun, informasi
tersebut masih sangat kurang, khusuSnya pada perikanan artisanal (Jalali et al.,
2015).
Penggunaan teknologi GPS memungkinkan nelayan untuk merekam lokasi
penangkapan mereka dan mendapatkan informasi mengenai data spasial dan
temporalnya. Data rekaman tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi pola
penangkapan dan memberikan informasi mengenai tren spasialnya. Selain itu juga
dapat memberikan informasi mengenai perilaku menangkap nelayan dan distribusi
ikan secara spasial yang dapat memberikan informasi untuk perbaikan manajemen
perikanan (Mundy, 2012).
Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan
ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan ikan.
Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai, sedangkan habitat
tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Dengan demikian
daerah potensi penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografi
perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif
apabila daerah penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada
penangkapan ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk mengetahui
daerah potensial penangkpan ikan adalah melalui studi daerah penangkapan ikan
dan hubungannya dengan fenomena oseanografi secara berkelanjutan (Priyanti,
1999 dalam iwan, 2018). Dengan menggunakan SIG, gejala perubahan
lingkungan berdasarkan ruang dan waktu dapat disajikan, tentunya dengan
dukungan berbagai informasi data, baik melalui 11 survey langsung maupun
9
dengan Penginderaan Jarak Jauh (INDERAJA). Proses perubahan lingkungan
perairan tersebut menjadi studi dalam penentuan ”Daerah Penangkapan Ikan”.
Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan dimana alat penangkap
ikan dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang
terdapat didalamnya. Beberapa kreteria suatu daerah dikatakan sebagai daerah
penangkapan ikan adalah:
1) Perairan sesuai dengan habitat yang disenangi ikan, dan hal lain sangat
dipengaruhi oleh parameter oseanografi fisik, biologi dan kimiawi.
2) Alat penangkap ikan mudah dioperasikan
3) Daerah penangkapan memiliki sumberdaya ikan yang banyak dan bernilai
ekonomis tinggi.
Parameter lingkungan mempunyai pengaruh terhadap distribusi atau
pergerakan ikan. setiap ikan memiliki toleransi terhadap perubahan lingkungan
atau faktor oseanografi yang berbeda beda. Ikan yang memiliki toleransi besar
terhadap perubahan kondisi lingkungan tidak perlu melakukan migrasi atau
mencari daerah yang cocok dengan tubuhnya. Sehingga keberlanjutan hidup jenis
ikan tersebut dapat terjaga. Menurut helmi dan arif (2012) perubahan ekologi
dapat menyebabkan hilangnya tempat atau daerah penangkapan ikan (fishing
ground). Kondisi ligkungan pesisir yang mengalami perubahan ekologis seperti
ekosistem mangrove.
Simbolon et al (2009) menjelaskan bahwa daerah penangkapan ikan
adalah area dimana sumberdaya perikanan dapat dieksploitasi sepanjang waktu
dan alat tangkap dapat diopesarikan dengan optimal. Terbentuknya daerah
penangkapan ikan dapat terjadi secara alami maupun buatan. Daerah penangkapan
ikan yang terbentuk secara alami dapat disebabkan oleh lingkungan perairan itu
sendiri misalnya adanya front dan upwelling. Daerah penangkapan ikan buatan
dapat dilakukan dengan pemasangan rumpon sebagai rumah ikan. Namun hal
tersebut dalam FaktOr dinamika ekologi. Daerah penangkapan ikan juga tidak
terlepas dari manajemen penangkapan dan pengelolaan sumberdaya perikananan
serta daerah penangkapan ikan. Pengelolaan perikanan sekarang sangat baik
dimana menstabilkan kondisi perikanan nasional sangat berkaitan dengan

10
stakholder didalamnya seperti nelayan, pengusaha, pemerintahan, dan LSM. Maka
dari itu perlu diketahui daerah penangkapan ikan dalam prespektif pengelolaanya.
Daerah penangkapan merupakan salah satu faktor penting yang dapat
menentukan suatu operasi penangkapan. Dalam hubungannya dengan alat
tangkap, maka daerah penangkapan tersebut haruslah baik dan dapat
menguntungkan.
Untuk memperoleh ikan secara berlimpah haruslah daerah tersebut aman,
alat tangkap mudah dioprasikan dengan melihat tempat ikan yang bergerombol
agar hasil tangkapan berlimpah. Kemudian harus diperhatikan syarat-syarat dalam
memilih dan menentukan areal tangkap yaitu daerah aman dan alat tangkap
mudah dioprasikan agar ikan datang dan mudah berkumpul maka dari itu kondisi
daerah sangat penting diperhatikan agar dapat bernilai secara ekonomis
menguntungkan.
Hal ini tentu saja erat hubungannya dengan kondisi oseanografi dan
meteorologist suatu perairan dan faktor biologi dari ikan itu sendiri. Musim
penangkapan di perairan Indonesia bervariasi. Musim penangkapan di suatu
perairan belum tentu sama dengan perairan yang lain.

11
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 – Juni 2020,
Jangka waktu tersebut meliputi pengambilan data, pengukuran lapangan dan
pengolahan data sampai penyusunan laporan akhir dilakukan Fakultas Perikanan
dan Kelautan, Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Lokasi penelitian ini
bertempat di Perairan Kerayaan, Kecamatan Pulau Laut Kepulauan, Kabupaten
Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan (Gambar 1).

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian

12
3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1.1. Alat yang digunakan selama penelitian.
No Nama Alat Kegunaan
.
1 Software
a. ArcGis 10,7 Menganalisis data perikanan, IDW,
dan pembuatan peta.
b. Ms, Excel. Menganalisis data perikanan.
2 Hardware: laptop Menganalisis, penulisan skripsi dan
pembuatan peta.

Tabel 1.2. Bahan yang digunakan dalam penelitian


No Nama Bahan Kegunaan
.
1 Peta dasar Membuat peta lokasi penelitian.
2 Tabulasi data elektronik logbook Data dasar masukan untuk analisis.
penangkapan ikan (e-LBP)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari Direktorat pengelolaan Sumber Daya Ikan-Direkorat


Jenderal Perikanan Tangkap KKP-RI di Jakarta. Data merupakan data sekunder
memuat tentang, koordinat, hasil tangkapan, waktu, identitas kapal.

3.4. Data Logbook Penangkapan Ikan

Untuk mendapatkan data kapal serta titik koordinat zona tangkapan yang
dilakukan nelayan selama tahun 2018 sebagai bahan yang akan dianalisis
menggunakan aplikasi.

3.5. Analisis Data


3.5.1. Analisis Data Spasial
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan SIG dengan
Teknik analisis spasial yaitu teknik yang dipergunakan dalam menganalisa kajian
keruangan/spasial. Overlay atau tumpeng susun peta atau superimposed peta
digunakan untuk menentukan kendala, daerah limitasi dan kemungkinan
pengembangan dalam penyusunan peta zona penangkapan diperairan Kalimantan

13
Selatan. Buffering dan query berguna untuk menampilkan, mengubah, dan
menganalisis data. Pada dasarnya pada terdapat lima proses dalam analisis yaitu:
1. Input Data
Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data
nonspasial. Data spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus
menggunakan peta digital sehingga peta analog tersebut harus dikonversi ke
dalam bentuk peta digital dengan menggunakan alat digitizer. Selain proses
digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan proses scanning
pada peta analog.
2. Manipulasi Data
Tipe data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu
dimanipulasi agar sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Karena itu SIG
mampu melakukan fungsi edit baik untuk data spasial maupun non-spasial.
3. Manajemen Data
Setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya adalah
pengolahan data non-spasial. Pengolahan data non-spasial meliputi penggunaan
DBMS untuk menyimpan data yang memiliki ukuran besar.
4. Query dan Analisis
Query adalah proses analisis yang dilakukan secara tabular. Secara
fundamental SIG dapat melakukan dua jenis analisis, yaitu:
a. Analisis Proximity
Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada
jarak antar layer. SIG menggunakan proses buffering (membangun lapisan
pendukung di sekitar layer dalam jarak tertentu) untuk menentukan
dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.
b. Analisis Overlay
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang
berbeda. Secara sederhana overlay disebut operasi visual yang
membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
5. Visualisasi

14
Untuk beberapa tipe operasi geografis, hasil akhir terbaik diwujudkan
dalam peta atau grafik. Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan memberikan
informasi geografis.

3.5.2. Analisis Data Temporal

Merupakan bagian dari statistika yang mempelajari alat, teknik, atau


prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan
data atau hasil pengamatan. Beberapa Teknik dalam analisa temporal meliputi
ukuran keragaman.
Analisis deskriptif merupakan analisis yang paling mendasar untuk
menggambarkan keadaan data secara umum. Analisis deskriptif ini meliputi
beberapa hal, yakni distribusi frekuensi, pengukuran tendensi pusat, dan
pengukuran variabilitas (Wiyono, 2001).
Analisis deskriptif terdiri dari mean, median, modus, simpangan baku dan
varian. Terdapat empat data yang digunakan yaitu data nominal, data ordinal, data
interval dan data rasio. Namun, terdapat batasan dalam penggunaan data dengan
skala-skala tertentu. Data nominal hanya dapat digunakan untuk mengetahui
modus karena data nominal merupakan data yang paling sederhana. Data ordinal
dapat digunakan untuk mengetahui modus dan median. Sedangkan data interval
dan rasio digunakan untuk mengetahui baik modus, median, mean maupun
simpangan baku. Hal ini dikarenakan untuk menghitung mean hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan data yang bisa dilakukan operasi matematik
seperti tambah, kurang, kali, bagi dan lain-lain.
Dalam analisis deskriptif, terdapat dua cara yaitu secara manual dan
menggunakan software SPSS. Untuk cara manual, dapat digunakan rumus-rumus
matematis sebagai berikut.
Rata-rata (Mean)

15
Rumus data tunggal:                                        Rumus data

berkelompok: 

Modus
Untuk data tunggal, nilai yang paling banyak jumlahnya merupakan
modus. Misalnya dari data x1, x2, x3…. xn, xi adalah yang paling banyak
muncul, maka xi adalah modus. Dengan kata lain, modus adalah frekuensi yang
paling banyak.
Rumus data berkelompok:

Median
Untuk data tunggal, median terletak pada pertengahan data yang sudah
diurutkan. Data yang berjumlah ganjil, maka nilai tengah dapat langsung
ditentukan. Namun, untuk data yang berjumlah genap, nilai median adalah rata-
rata dari dua datum yang berada di pertengahan.
Rumus data berkelompok:

Simpangan baku dan varian


Rumus data tunggal:           Rumus data berkelompok:

   
3.5.2. IDW

IDW dapat digunakan untuk menganalisis dan memvisualisasikan pola


temporal dan spasial dinamika perikanan secara efektif. Aplikasi ini menyajikan
cara inovatif untuk memanfaatkan informasi geografis yang terkait dengan data
perikanan yang mempunyai tahapan sebagai berikut:
16
1. Dalam melakukan interpolasi, diperlukan data dalam bentuk excel berupa titik
koordinat X (Bujur) dan Y (Lintang) beserta data yang akan diinterpolasi.
2. Inputkan peta wilayah sebagai peta dasar, Add data format shp. Pastikan
sebagai data yang diinput pertama, proyeksi data harus dalam Geographic
Coordinate System (Decimal degree). Hal ini berpengaruh untuk
mensinkronkan data yang akan diinput selanjutnya yaitu data titik koordinat.
3. Add data excel, File - Add data – Add XY data. Data titik yang sudah diinput
tidak dapat diproses, maka perlu di export ke format shp untuk proses
selanjutnya. Klik kanan pada data titik – data – export data.
4. Lakukan interpolasi Pilih ArcToolBox – Spatial Analyst tools – Interpolation –
IDW. Batas hasil interpolasi akan mengikuti batas lokasi terluar data yang
tersedia menyebabkan sebagian wilayah tidak akan terinterpolasi. Sehingga
untuk menyesuaikan hasil interpolasi dengan batas wilayah kajian yang
diinginkan, lakukan pengaturan sebelum melakukan running interpolasi.
Environments – Processing extent, pada bagian extent pilih same as (shp peta
dasar yang digunakan/sesuaikan dengan kebutuhan)

3.5.3. Sistem Informasi Geografis (SIG)


Pada proses pembuatan peta Zona Tangkap Potensial Ikan terdapat
beberapa tahapan kegiatan yaitu:
a. Tahap Pertama
Memasukkan peta digital untuk mendapatkan gambaran lokasi penelitian,
sekaligus penentuan batasan wilayah penelitian yang masuk dalam wilayah
tersebut.
b. Tahap Ke Dua
Melakukan interpolasi terhadap hasil tangkapan lapangan dan hasil
tangkapan prediksi (hasil analisis) dengan tujuan untuk mendapatkan peta tematik
dalam bentuk data spasial. Metode yang digunakan untuk interpolasi adalah
Inverse Distance Weightness (IDW) yang mengasumsikan bahwa tiap titik input
mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak. Metode
ini memberi bobot lebih tinggi pada sel yang lebih jauh. Titik-titik pada radius
tertentu dapat digunakan dalam menentukan nilai luaran tiap lokasi. Setelah

17
interpolasi dilakukan, maka akan terlihat pembagian zonasi secara otomatis oleh
perangkat lunak ArcGis 10.7.
c. Tahap Ke Tiga
Dalam tahap ini, dimana hasil analisis dapat disajikan, berupa grafik tabel
dan gambar dalam bentuk zona potensi penangkapan ikan dan disertai penjelasan
deskriptif. Menampilkan peta hasil analisis dengan menggunakan perangkat lunak
ArcGis 10.7 dan melayoutnya.

18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kegiatan Perikanan Tangkap

Kegiatan perikanan tangkap merupakan kegiatan utama bagi penduduk


yang menetap di pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah selat makassar bagian
selatan. Umumnya nelayan menjual hasil tangkapan kepada pengumpul dan
kemudian langsung di kirim ke kotabaru, tanah bumbu dan beberapa ke
Banjarmasin.
Penangkapan sumberdaya kelautan yang dimanfaatkan oleh nelayan dapat
dibagi dalam pesisir, terumbu karang dan laut dalam. Area penangkapan pada
terumbu karang ditentukan berdasarkan atas penilaian keadaan terumbu karang di
suatu lokasi. Lokasi yang dipilih terutama adalah lokasi yang memiliki terumbu
karang yang cukup luas dan bagus, serta merupakan tempat perlindungan dan
bertelur ikan. selain itu nelayan juga menyatakan bahwa di lokasi-lokasi tersebut
relative terlindung dari pengaruh angin terutama saat musim tenggara, serta
kondisi perairannya cenderung jernih.

4.1.1. Nelayan

Nelayan dalam melakukan penangkapan sumberdaya kelautan berlangsung


selama 12 bulan setiap tahunnya. Aktivitas di laut bagi masyarakat sangat
tergantung kepada kondisi musim dan angin. Berdasarkan kondisi alam dan
kelimpahan sumberdaya kelautan, waktu yang paling menguntungkan yakni saat
musim angin barat (november hingga januari). Hasil penangkapan yang paling
tinggi yakni pada bulan juli dan September setiap tahunnya. Umumnya waktu
kegiatan penangkapan dilakukan pagi hari mulai pukul 05-17.00 dan malam mulai
pukul 18.00-05.00 WITA.

4.1.2. Metode Penangkapan Ikan

19
Meliputi metode penangkapan ikan, fishing base, fishing ground, waktu
tempuh dari fishing base, persiapan, musim penangkapan, kearifan lokal dalam
upaya penangkapan ikan.

Kemampuan dan pengetahuan nelayan dalam mengelola atau


memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan relative maju. Hal ini selain
karena kemajuan dan keinginan nelayan sekitar tersebut juga informasi tambahan
dari pihak luar seperti dari jawa dan Sulawesi.
Pengetahuan yang dimiliki oleh kaum laki-laki diantaranya menangkap
ikan dengan pancing, bubu, dan jaring. Sedangkan kaum perempuan antara lain
memiliki pengetahuan untuk memasak dan mengawetkan.
Dalam pemanfaatan sumberdaya alam khususnya dilaut, tidak dikenal
hukum atau aturan adat beberapa perkampungan yang dahulu memiliki aturan dan
kesepakatan dalam pengelolaan perikanan, saat ini tidak ada lagi.

4.1.3 Hasil Tangkapan Ikan

Kegiatan penangkapan dilakukan pada daerah penangkapan di laut/pantai


dan perairan umum yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan armada
perahu, motor tempel dan kapal motor.
Sampai saat ini usaha penangkapan nelayan telah menunjukkan banyak
kemajuan seiring dengan kegiatan motorisasi perahu/kapal nelayan yang meliputi
daerah penangkapan di wilayah perairan Kalimantan selatan, jawa dan sulawesi
barat hingga selatan.
Jenis ikan yang tertangkap di perairan selat makassar bagian selatan lebih
dari 10 jenis ikan pelagis dan sebagian kecil ikan. Dari beberapa jenis ikan
tersebut terdapat ikan-ikan dengan nilai ekonomis tinggi, baik dipasaran domestik
maupun ekspor.

20
Tabel 4.1. hasil tangkapan ikan pelagis diperairan selat makassar bagian selatan
Jenis Ikan (JI) Satua Bulan Tangkapan
n januar februar maret april mei juni Juli agustus september oktobe november desember
i i r
Kembung Lelaki (kg) 6573 8396 19314 30674, 39176 17185 24475 27366 27200 26684 9993 4405
5
Layang (Bengol) (kg) 0 270 0 540 1 1230 3740 2185 9775 305 2080 0
Layang (Lajeng) (kg) 0 0 0 0 1250 951 8970 14030 5560 12090 12931 4765
Layang Anggur (kg) 0 0 0 0 498 268 9000 45280 0 0 0 0
Layang Benggol (kg) 0 8680 11585 41540 28485 10573 87321 89211 155085 203871 63961 25800
Layang Deles (kg) 24732 9930 3955 8815 27516 29520 85867 96992 109025 104520 16020 7370
Layang Pectoralf (kg) 34888 60730 68211 117411 33775 60748 58305 69055 46671 5780 0 300
Pendek 3
Lemuru (kg) 0 7500 8305 8050 5850 1700 7280 24513 40675 86633 71100 28650
Siro (kg) 189853 174146 11175 150597 10387 47223 56319 110492 68420 34450 4101 3070
2 2 9 3
Tembang (kg) 15630 14900 25291 54153 43468 21775 21455 19840 13130 13670 11750 240
Total Hasil tangkapan (kg) 271676 284552 24841 411781 58786 19117 86961 149339 475541 488003 191936 74600
3 9 3 2 5
Kembung
Hasil Tangkapan tahun 2018 Lelaki
1200000
Layang
[Bengol]
1000000
Layang
800000 [Lajeng]
Layang Anggur
600000 Layang
Benggol
400000
Layang Deles
200000 Layang
Pectoralf
0 Pendek
i t Lemuru
i
ar uar are pri
l ei i li s er er er er
u r a m jun ju stu mb tob mb mb Siro
j an fe
b m u
ag epte ok ove ese
n d Tembang
s

Grafik 4.1. hasil tangkapan ikan pelagis diperairan selat makassar bagian selatan
Berdasarkan data hasil tangkapan perikana ikan pelagis dari bulan januari
hingga desember 2018, dengan 10 jenis ikan yang dominan yaitu Kembung
Lelaki, Layang (Bengol), Layang (Lajeng), Layang Anggur, Layang Benggol,
Layang Deles, Layang Pectoralf Pendek, Lemuru, Siro dan Tembang. Total hasil
tangkapan dari bulan januari sapai dengan desember 2018 mendapatkan
5.588.550,5 kg. Dari total hasil penangkapan selama di tahun 2018 pada bulan
agustus mendapatkan penangkapan tertinggi 1.493.395 kg dengan jenis ikan yang
dominan di bulan itu ikan siro sebanyak 1.104.923 kg sedangkan bulan desember
mendapatkan hasil penagkapan yang sedikit sebesar 74.600 kg dengan ikan yang
dominan di bulan itu ikan lemuru sebanyak 28.650 kg. Bulan desember ini
penagkapan paling sedikit di peroleh dari bulan-bulan sebelumnya. Dari tabel di
atas juga menunjukan ikan yang dominan dari bulan januari sampai dengan bulan
desember adalah ikan Siro dengan total penagkapan selama tahun 2018 yaitu
2.555.606 kg sedangkan ikan yang paling sedikit di dapatkan selama tahun 2018
yaitu ikan Layang (Bengol) dengan jumlah 20.126 kg. jenis ikan Kembung Lelaki
total penagkapan di tahun 2018 dengan total 241.441,5 kg, jenis ikan Layang
(Lajeng) total penagkapan di tahun 2018 dengan total 60.547 kg, jenis ikan
Layang Anggur total penagkapan di tahun 2018 dengan total 55.046 kg, jenis ikan
Layang Benggol total penagkapan di tahun 2018 dengan total 726.112 kg, jenis
ikan Layang Deles total penagkapan di tahun 2018 dengan total 524.262 kg, jenis
ikan Layang Pectoralf Pendek total penangkapan di tahun 2018 dengan total
859.852 kg, jenis ikan Lemuru total penagkapan di tahun 2018 dengan total
290.256 kg, jenis ikan Tembang total penagkapan di tahun 2018 dengan total
255.302 kg. Sehinga dalam hal ini peneliti mengganggap ikan pelagis penting
diketahui dan dizonasi kesesuaian wilayah penangkapannya.

4.2. Sebaran spasial daerah penangkapan ikan

Sebaran daerah penangkapan ikan pelagis dari sepanjang tahun 2018 yang
dianalisis secara spasial dan temporal menggunakan idw melalui aplikasi arcgis
yang diurutkan berdasarkan data musiman yakni barat, timur, peralihan 1 dan
peralihan 2 menunjukkan data yang berbeda-beda sehingga hasil tangkapan yang
di dapat tidak sama. Data tersebut dibagi dalam 15 wilayah yang bersumber dari
rekaman catatan harian pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Pekalongan dalam periode tahun 2002-2012 di dalam (Muhammad syahdan et al,
2016). Beberapa jenis ikan tidak di peroleh di musim-musim tertentu.

Gambar 4.2. Lokasi Penelitian Disertai Cakupan Lokasi Penangkapan Ikan


4.2.1. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Barat

Gambar 4.3. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Barat

Dari hasil interpolasi pada bulan desember 2017 yang dianalisis


berdasarkan titik penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil
tangkapan maka di peroleh 4 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap
zona dibedakan berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan
tertinggi sampai yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa zona tangkap
potensial yang paling dominan berada di sebelah utara, timur hingga selatan pulau
laut selatan. Hasil interpolasi pada bulan januari 2018 yang dianalisis berdasarkan
titik penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di

3
peroleh 7 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan
berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai
yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa zona tangkap yang paling
potensial terdapat di wilayah utara dan dari cakupan daerah analisis. Hasil
interpolasi pada bulan februari 2018 yang dianalisis berdasarkan titik
penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di
peroleh 4 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan
berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai
yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa zona tangkap yang paling
potensial terdapat di wilayah selatan dan dari cakupan daerah analisis.

Hasil Perikanan di Musim Barat


Tembang 35330

Siro 503674

Lemuru 27890

Layang Pectoralf Pendek 129505

Layang Deles 37822

Layang Benggol 8710

Layang Anggur 0

Layang (Lajeng) 0

Layang (Bengol) 3250

Kembung Lelaki 18102

Gambar 4.4. Grafik Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Di Musim Barat Diperairan
Selat Makassar Bagian Selatan.
Dari grafik pada musim barat dari bulan desember 2017 sampai dengan
febuari 2018 jumlah semua total tangkapan di daerah selatan selat makasar
berjumlah 764.283 kg ikan. Dari total semua tangkapan jenis ikan yang paling
banyak di peroleh dari penangkapan adalah jenis ikan siro dengan total 503.674
kg. Selama musim barat, pengkapan dari bulan desember 2017 jenis ikan siro di
dapatkan 139.675 kg, penagkapan di bulan januari 2018 di dapatkan dengan
jumlah 189.853 kg dan di bulan febuari 2018 di peroleh 174.146 kg. Penangkapan

4
yang di lakukan selama tiga bulan tidak mendapatkan jenis ikan layang (lajeng)
dan layang anggur, di bulan januari juga tidak memperoleh jenis ikan layang
(bengol), layang benggol dan lemuru. Pada jenis lainya selama penagkapan di
musim barat seperti jenis ikan kembung lelaki di peroleh dengan total 18.102 kg,
layang (bengol) 3.250 kg, layang benggol 8.710, layang deles 37.822 kg, layang
pectoralf pendek 129.505 kg, lemuru 27.890 kg dan tembang 14.900 kg. Bulan
febuari adalah bulan paling banyak mendapatkan hasil perikanan tangkap sebesar
284.552 kg selama musim barat. Bulan desember 2017 mendapatkan 208.055 kg
dan bulan januari 271.676 kg. Bisa di lihat pada grafik di bawah.

4.2.2. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Peralihan 1

Gambar 4.5. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Peralihan 1


5
Dari hasil interpolasi pada bulan maret 2018 yang dianalisis berdasarkan
titik penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di
peroleh 5 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan
berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai
yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa zona tangkap potensial yang
paling dominan terdapat pada wilayah selatan dari cakupan daerah analisis. Hasil
interpolasi pada bulan april 2018 yang dianalisis berdasarkan titik penangkapan
yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di peroleh 8 kriteria
zona dengan variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan berdasarkan kriteria
dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai yang terendah. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa zona tangkap bulan April tidak memiliki potensi
yang terlalu signifikan. Hasil interpolasi pada bulan mei 2018 yang dianalisis
berdasarkan titik penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil
tangkapan maka di peroleh 5 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap
zona dibedakan berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan
tertinggi sampai yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan hanya 2 zona tangkap
potensial yang paling dominan yakni terdapat pada wilayah utara dan timur dari
cakupan daerah analisis.

Hasil Perikanan di Musim Peralihan I


Tembang 122912

Siro 366221

Lemuru 22205

Layang Pectoralf Pendek 523375

Layang Deles 40286

Layang Benggol 81610

Layang Anggur 498

Layang (Lajeng) 1250

Layang (Bengol) 541

Kembung Lelaki 89164.5

6
Gambar 4.6. Grafik Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Di Musim Peralihan I
Diperairan Selat Makassar Bagian Selatan.
Dari grafik pada musim peralihan I dari bulan maret 2018 sampai dengan
mei 2018 ini adalah bulan di mana antara musim barat ke musim timur. Musim
peralihan I ini jenis ikan yang di hasilkan dari perikanan tangkap yang paling
banyak yaitu jenis ikan layang pectoralf pendek dengan total pengkapan 523.375
kg sedangkan yang paling sedikit di peroleh adalah jenis ikan layang anggur
sebesar 498 kg. Selama musim peralihan I ini di bulan maret jenis ikan layang
(bengol) tidak di peroleh, sedangkan jenis ikan layang (lajeng) dan layang anggur
tidak di dapatkan di bulan maret dan april. Tetapi jenis ikan siro pada bulan maret
dan april sangatlah banyak yaitu 111.752 kg dan 150.597 kg. Pada bulan mei hasil
perikanan tangkap paling banyak adalah jenis ikan layang pectoralf pendek
dengan total 337.753 kg. Selama musim peralihan I ini mendapatkan jenis ikan
kembung lelaki mendapatkan 89.164,5, layang (bengol) 541 kg, layang (lajeng)
1250, layang benggol 81.610 kg, layang deles 40.286 kg, lemuru 22.205 kg, siro
366.221 kg dan tembang 122.912. Total hasil semua perikanan tangkap yang
dilakukan selama musim peralihan I sebanyak 1.248.062,5 kg.

4.2.3. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Timur

7
Gambar 4.7. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Timur

Dari hasil interpolasi pada bulan juni 2018 yang dianalisis berdasarkan
titik penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di
peroleh 4 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan
berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai
yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa zona tangkap potensial yang
paling dominan yakni terdapat pada wilayah selatan dan timur dari cakupan
daerah analisis. Hasil interpolasi pada bulan juli 2018 yang dianalisis berdasarkan

8
titik penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di
peroleh 4 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan
berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai
yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa potensi zona tangkap sangat
tinggi yang dibuktikan dengan luasan kriteria yang paling tinggi memiliki luasan
yang besar dari cakupan daerah analisis. Hasil interpolasi idw pada bulan agustus
2018 yang dianalisis berdasarkan titik penangkapan yang memiliki jumlah dari
banyaknya hasil tangkapan maka di peroleh 4 kriteria zona dengan variable yang
berbeda. Setiap zona dibedakan berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki
nilai tangkapan tertinggi sampai yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa zona tangkap potensial yang paling dominan berada di sebelah timur
hingga selatan pulau laut selatan.

Hasil Perikanan di Musim Timur


Tembang 63070
Siro 1715345
Lemuru 33493
Layang Pectoralf Pendek 188108
Layang Deles 212379
Layang Benggol 187105
Layang Anggur 54548
Layang (Lajeng) 23951
Layang (Bengol) 7155
Kembung Lelaki 69026

Gambar 4.8. Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Di Musim Timur Diperairan Selat
Makassar Bagian Selatan.
Dari grafik pada musim timur dari bulan juni sampai dengan agustus, hasil
perikanan tangkap yang paling banyak adalah jenis ikan siro dengan total
penangkapan 1.715.345 kg. Selama musim timu ini total hasil perikanan tangkap
yang di dapat bejumlah 2.554.180 kg dengan beberapa jenis ikan seperti jenis ikan
kembung lelaki 69.026 kg, layang (bengol) 7.155 kg, layang (lajeng) 23.951 kg,
layang anggur 54.548 kg, layang benggol 187.105 kg, layang deles 212.379 kg,
lemuru 33.493 dan tembang 63.070 kg. Bisa di lihat pada grafik di atas.

9
4.2.4. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Peralihan 2

Gambar 4.9. Sebaran Spasial Daerah Penangkapan Ikan Musim Peralihan 2

Dari hasil interpolasi pada bulan september 2018 yang dianalisis


berdasarkan titik penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil
tangkapan maka di peroleh 4 kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap
zona dibedakan berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai tangkapan
tertinggi sampai yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa zona tangkap
potensial yang paling dominan berada di sebelah timur hingga selatan dan
beberapa di bagian utara dari cakupan daerah analisis. Hasil interpolasi pada bulan
10
oktober 2018 yang dianalisis berdasarkan titik penangkapan yang memiliki
jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di peroleh 4 kriteria zona dengan
variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan berdasarkan kriteria dari wilayah
yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai yang terendah. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa zona tangkap potensial yang paling dominan berada di
sebelah selatan dari cakupan daerah analisis. Hasil interpolasi pada bulan
november 2018 yang dianalisis berdasarkan titik penangkapan yang memiliki
jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka di peroleh 4 kriteria zona dengan
variable yang berbeda. Setiap zona dibedakan berdasarkan kriteria dari wilayah
yang memiliki nilai tangkapan tertinggi sampai yang terendah. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa zona tangkap bulan november tidak memiliki potensi yang
terlalu signifikan.

Hasil Perikanan di Musim Peralihan II

Tembang 38550

Siro 106971

Lemuru 198408

Layang Pectoralf Pendek 52451

Layang Deles 229565

Layang Benggol 422917

Layang Anggur 0

Layang (Lajeng) 30581

Layang (Bengol) 12160

Kembung Lelaki 63877

Gambar 4.10. Grafik Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Di Musim Peralihan II


Diperairan Selat Makassar Bagian Selatan.
Dari grafik pada musim peralihan dari bulan sepetember sampai dengan
november, hasil perikanan tangkap yang paling banyak adalah jenis ikan layang
benggol dengan total penangkapan 422.917 kg sedangkan jenis ikan ayang anggur

11
tidak di dapatkan selama musim peralihan II. Selama musim peralihan II ini total
hasil perikanan tangkap yang di dapat bejumlah 1.155.480 kg dengan beberapa
jenis ikan seperti jenis ikan kembung lelaki 63.877 kg, layang (bengol) 12.160 kg,
layang (lajeng) 30.581 kg, layang deles 229565 kg, layang pectoralf pendek
52.451 kg, lemuru 198.408 kg, siro 106.971 kg dan tembang 38.550 kg. Bisa di
lihat pada grafik di bawah.

KESIMPULAN

Kesimpulan

12
1. Hasil interpolasi data musiman yang dianalisis berdasarkan titik
penangkapan yang memiliki jumlah dari banyaknya hasil tangkapan maka
di peroleh beberapa kriteria zona dengan variable yang berbeda. Setiap
zona dibedakan berdasarkan kriteria dari wilayah yang memiliki nilai
tangkapan tertinggi sampai yang terendah. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa zona tangkap potensial yang paling dominan dari semua musim
berada di sebelah timur hingga selatan dan beberapa di bagian utara dari
cakupan daerah analisis.
2. Hasil tangkapan perikanan ikan pelagis dari bulan januari hingga desember
2018, dengan 10 jenis ikan yang dominan yaitu Kembung Lelaki, Layang
(Bengol), Layang (Lajeng), Layang Anggur, Layang Benggol, Layang
Deles, Layang Pectoralf Pendek, Lemuru, Siro dan Tembang. Total hasil
tangkapan dari bulan januari sapai dengan desember 2018 mendapatkan
5.588.550,5 kg. Dari total hasil penangkapan selama di tahun 2018 pada
bulan agustus mendapatkan penangkapan tertinggi 1.493.395 kg dengan
jenis ikan yang dominan di bulan itu ikan siro sebanyak 1.104.923 kg
sedangkan bulan desember mendapatkan hasil penagkapan yang sedikit
sebesar 74.600 kg dengan ikan yang dominan di bulan itu ikan lemuru
sebanyak 28.650 kg. Bulan desember ini penagkapan paling sedikit di
peroleh dari bulan-bulan sebelumnya.

Saran

Setiap penelitian yang telah dicapai perlu adanya kesinambungan antara


data yang di peroleh dengan hasil yang didapatkan akan tetapi kesulitan dalam
perolehan data setidaknya untuk selanjutnya lebih mudah untuk didapatkan dan
juga perlu adanya data tangkap yang valid dan terisi dengan benar dari nelayan
sehingga dapat digunakan sebaik mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta:


ArRuzz Media.

13
Aziz KA et al. 1998. Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan
Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Bogor : Komisi Nasional
Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut – Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisirdan Lautan. 44 hal.
Dahuri R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta.
Helmi, Alfian & Satria, Arif. (2012). Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap
Perubahan Ekologis, Makara, Sosial Humaniora, Bogor.
Kekenusa, J, 2007. Pemodelan Hasil Tangkapan dan Evaluasi Model Produksi
Surplus Ikan Cakalang yang tertangkap di Perairan sekitar Bitung Provinsi
Sulawesi Utara.
Merta, I.G.S., J. Widodo dan S. Nurhakim. 1998. Sumberdaya Ikan Pelagis. Buku
II. Ditjen Perikanan Departemen Pertanian, Jakarta.
Prahasta, E. 2004. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit
Informatika. Bandung
Simbolon D. et al. 2009. Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan. Penerbit
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Yousman, Y. 2003. Sistem Informasi Geografis Dengan Mapinfo Profesional.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
Zainuddin, M. 2006. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penelitian
Perikanan Dan Kelautan. Disampaikan Pada Lokakarya Agenda Penelitian
COREMAP II Kebupaten Selayar.
(KKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Kelautan dan Perikanan
Dalam Angka 2018. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. 384
hlm.
(KKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2016. Pelagis Kecil di WPP 713
(Selat Makassar-Laut Flores-Teluk Bone) dan WPP 714 (Laut BandaTeluk
Tolo). Dirjen Perikanan Tangkap, Jakarta
Ihsan, 2015. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Rajungan secara berkelanjutan
di perairan Kabupaten Pangkep. Disertasi. Program Studi Sistem dan
Pemodelan Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan FPIK Institut Pertanian Bogor.
Mundy, C.N. 2012. Using GPS technology to improve fishery dependent data
collection in abalone fisheries. University of Tasmania. Tasmania. 122p.
Jalali, M.A., D. Ierodiaconou, H. Gorfine, J. Monk, and A. Rattray. 2015.
Exploring spatio temporal trends in commercial fishing effort of an abalone

14
fishing zone: a GIS-based hotspot model. PLoS ONE, 10(5):65- 72. Doi :
10.1371/journal. pone. 0122995

15

Anda mungkin juga menyukai