Anda di halaman 1dari 33

BAB 2.

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Topografi Pantai


2.1.1. Pengertian Pantai
Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan.
Dimana daerah daratan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah
permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah
daerah yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada
garis surut terendah, termasuk juga dasar laut dan bagian bumi dibawahnya.
Kawasan pantai ini merupakan kawasan yang sangat dinamis dengan adanya
berbagai ekosistem hidup dan aktivitasnya disana dan saling mempunyai
keterkaitan satu dengan yang lainnya. Lingkungan pantai merupakan daerah yang
selalu mengalami perubahan. Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara
lambat hingga cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan
sifat-sifatnya dengan gelombang, pasut, dan angin. (Triadmodjo, 1999 dalam
Wibowo, 2012)

Gambar 1. Penampang Pantai


Pantai secara umum diartikan sebagai batas antara wilayah yang bersifat
daratan dengan wilayah yang bersifat lautan. Pantai merupakan daerah di tepi
perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan surut terendah. Daerah
pantai sering juga disebut daerah pesisir atau wilayah pesisir. Daerah pantai atau
pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut
masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktifitas kelautan
(Yuwono, 2005 dalam Ramadhani, 2013).

Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairanlaut. Pantai


terdiri atas pantai landai dan pantai curam. Pantai landai adalah pesisir atau tepi
laut yang daratannya menurun sedikit demi sedikit ke arah laut. Pantai landai
umumnya terdapat di pantai-pantai utara Pulau Jawa seperti Pantai Ancol dan
Binaria di Jakarta. Pantai curam adalah pesisir atau tepi laut yang terjal. Contoh
pantai curam misalnya pantai-pantai selatan Pulau Jawa seperti Pantai Pacitan di
Jawa Timur. Pengertian pantai menurut definisi para ahli dan macam-macam
pantai atau jenis-jenis pantai menurut bentuknya yakni terbagi atas 4 macam,
pantai landai, pantai curam, pantai bertebing (flaise) dan pantai karang. Pengertian
pantai menurut definis para ahli mengatakan bahwa pantai adalah batas antara
daratan dengan laut.

2.1.2. Tipe Pantai

Menurut Pratikto (1996), jenis-jenis atau tipe pantai berpengaruh pada


kemudahan terjadinya erosi pantai. Berikut adalah penggolongan pantai di
Indonesia berdasarkan tipe-tipe paparan (shelf) dan perairan:

1. Pantai Paparan
Pantai paparan merupakan pantai dengan proses pengendapan yang lebih
dominan dibanding proses erosi/abrasi. Pantai paparan umumnya terdapat di
Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Sumatera, Pantai Timur dan Selatan Kalimantan
dan Pantai Selatan Papua, dan mempunyai karakteristik sebagai berikut:
 Muara sungai memiliki delta, airnya keruh mengandung lumpur dan terdapat
proses sedimentasi
 Pantainya landai dengan perubahan kemiringan ke arah laut bersifat gradual
dan teratur
 Daratan pantainya dapat lebih dari 20 km.
2. Pantai Samudra
Pantai samudra merupakan pantai dimana proses erosi lebih dominan
dibanding proses sedimentasi. Terdapat di Pantai Selatan Jawa, Pantai Barat
Sumatera, Pantai Utara dan Timur Sulawesi serta Pantai Utara Papua, dan
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
 Muara sungai berada dalam teluk, delta tidak berkembang baik dan airnya
jernih.
 Batas antara daratan pantai dan garis pantai (yang umumnya lurus) sempit.
 Kedalaman pantai ke arah laut berubah tiba-tiba (curam).
3. Pantai Pulau
Pantai pulau merupakan pantai yang mengelilingi pulau kecil. Pantai ini
dibentuk oleh endapan sungai, batu gamping, endapan gunung berapi atau
endapan lainnya. Pantai pulau umumnya terdapat di Kepulauan Riau, Kepulauan
Seribu, dan Kepulauan Nias. Dahuri (2003), menjelaskan bahwa pantai-pantai
yang terdapat di Indonesia secara morfologi terbagi atas tujuh bentuk, yaitu:
1) Pantai terjal berbatu
Pantai bentuk ini biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak
pernah stabil karena proses geologi. Kehadiran vegetasi penutup ditentukan oleh 3
faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca.
2) Pantai landai dan datar
Pantai tipe ini ditemukan di wilayah yang sudah stabil sejak lama karena
tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Kebanyakan pantai di kawasan ini
ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan lahan basah lainnya.
3) Pantai dengan bukit pasir
Pantai dengan bukit pasir terbentuk akibat transportasi sedimen klastik
secara horizontal. Mekanisme transportasi tersebut terjadi karena didukung oleh
gelombang yang besar dan arus yang menyusur pantai yang dapat menyuplai
sedimen yang berasal dari daerah sekitaranya.
4) Pantai beralur
Proses pembentukan pantai beralur lebih ditentukan oleh faktor gelombang
daripada angin. Gelombang yang pecah akan menciptakan arus yang menyusur
pantai yang berperan dalam mendistribusikan sedimen. Proses penutupan yang
berlangsung cepat oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi
oleh sedimen yang berasal dari erosi angin.
5) Pantai lurus di dataran pantai yang landau
Pantai lurus di dataran pantai yang landai ini ditutupi oleh sedimen berupa
lumpur hingga pasir kasar. Pantai tipe ini merupakan fase awal untuk
berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan
suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan).
6) Pantai berbatu
Pantai tipe ini dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Berbeda
dengan komunitas pantai berpasir, dimana organismenya hidup di bawah 10
substrat sedangkan komunitas organisme pada pantai berbatu hidup di permukaan.
Bila dibandingkan dengan habitat pantai lainnya, pantai berbatu memiliki
kepadatan mikroorganisme yang tinggi, khususnya di habitat intertidal di daerah
angin (temperate) dan subtropik.
7) Pantai yang terbentuk karena adanya erosi
Pantai yang terbentuk karena adanya erosi disebabkan oleh adanya
sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah
pantai. Secara sederhana, pantai dapat diklasifikasikan berdasarkan material
penyusunnya, yaitu menjadi: Pantai Batu (rocky shore), yaitu pantai yang tersusun
oleh batuan induk yang keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras.
Beach, yaitu pantai yang tersusun oleh material lepas. Pantai tipe ini dapat
dibedakan menjadi: Sandy beach (pantai pasir), yaitu bila pantai tersusun oleh
endapan pasir. Gravely beach (pantai gravel, pantai berbatu), yaitu bila pantai
tersusun oleh gravel atau batuan lepas. Seperti pantai kerakal. Pantai bervegetasi,
yaitu pantai yang ditumbuhi oleh vegetasi pantai. Di daerah tropis, vegetasi
pantai yang dijumpai tumbuh di sepanjang garis pantai adalah mangrove,
sehingga dapat disebut Pantai Mangrove.
Dilihat dari sudut pandang proses yang bekerja membentuknya, maka
pantai dapat dibedakan menjadi: Pantai hasil proses erosi, yaitu pantai yang
terbentuk terutama melalui proses erosi yang bekerja di pantai. Termasuk dalam
kategori ini adalah pantai batu (rocky shore). Pantai hasil proses sedimentasi,
yaitu pantai yang terbentuk terutama kerena prose sedimentasi yang bekerja di
pantai. Termasuk kategori ini adalah beach. Baik sandy beach maupun gravely
beach. Pantai hasil aktifitas organisme, yaitu pantai yang terbentuk karena
aktifitas organisme tumbuhan yang tumbuh di pantai. Termasuk kategori ini
adalah pantai mangrove.
Berdasarkan sudut morfologinya, pantai dapat dibedakan menjadi: Pantai
bertebing (cliffed coast), yaitu pantai yang memiliki tebing vertikal. Keberadaan
tebing ini menunjukkan bahwa pantai dalam kondisi erosional. Tebing yang
terbentuk dapat berupa tebing pada batuan induk, maupun endapan pasir. Pantai
berlereng (non-cliffed coast), yaitu pantai dengan lereng pantai. Pantai berlereng
ini biasanya merupakan pantai pasir.

2.2. Gelombang

2.2.1. Pengertian Gelombang

Gelombang adalah peristiwa naik turunnya permukaan air laut dari ukuran
kecil atau tidak sampai yang paling panjang (pasang surut) melalui suatu media
yaitu air, sedangkan arus laut adalah pergerakan massa air secara vertical dan
horizontal sehingga menuju keseimbangannya yang dikarenakan oleh tiupan
angin, perbedaan densitas dan gelombang laut. (Baharudin, et al, 2009)
Menurut Hutabarat dan Evans (1985), gelombang laut dipengaruhi oleh:
a. Kecepatan angin. Jika kecepatan angin makin besar, gelombang yang terbentuk
juga akan semakin besar dan memiliki kecepatan yang tinggi.
b. Waktu dimana angin sedang bertiup. Kecepatan dan panjang gelombang
cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat
angin mulai bertiup
c. Jarak tanpa rintangan tanpa angin sedang bertiup. Gelombang yang terbentuk
didanau dimana fetch nya kemungkinan lebih besar, seiring mempunyai
panjang gelombang sampai beberapa ratus kedepan.
Menurut Irfani (2008), gelombang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
gelombang laut dalam dan gelombang laut dangkal. Gelombang di laut dalam
dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada gaya pembangkitnya.
Jenis-jenis gelombang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gelombang angin yaitu gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan angin di
permukaan laut.
b. Gelombang pasang surut yaitu gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik
benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi.
c. Gelombang tsunami yaitu gelombang yang terjadi karena letusan gunung
berapi atau gempa di laut.
d. Gelombang laut dangkal adalah gelombang yang apabila suatu deretan
gelombang bergerak menuju pantai (laut dangkal), maka gelombang tersebut
akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk gelombang yang disebabkan
oleh proses refraksi, difraksi, refleksi dan gelombang pecah.

2.2.2. Karakteristik Gelombang

Gelombang yang terjadi di laut sangat rumit dan acak (random), meskipun
demikian gelombang laut yang rumit tersebut masih dapat di sederhanakan
bentuknya seperti halnya gelombang-gelombang lainnya. Setiap gelombang
memiliki puncak (crest) dan lembah (trough). Identitas gelombang tadi dapat
menurunkan karakter baru misalnya panjang gelombang (wavelength), yakni jarak
puncak gelombang yang satu dengan puncak gelombang berikutnya atau jarak
lembah gelombang yang satu dengan lembah gelombang lainnya yang beurutan
(Gambar 1). Tinggi gelombang (height) merupakan jarak menegak atau vertikal
antara puncak dan lembah gelombang.
Sebuah gelombang terdiri dari beberapa bagian antara lain:
a. Puncak gelombang (Crest) adalah titik tertinggi dari sebuah gelombang.
b. Lembah gelombang (Trough) adalah titik terendah gelombang, diantara dua
puncak gelombang.
c. Panjang gelombang (Wave length) adalah jarak mendatar antara dua puncak
gelombang atau antara dua lembah gelombang.
d. Tinggi gelombang (Wave height) adalah jarak tegak antara puncak dan lembah
gelombang.
e. Periode gelombang (Wave period) adalah waktu yang diperlukan oleh dua
puncak gelombang yang berurutan untuk melalui satu titik.
Morfologi gelombang sederhana
Karakter gelombang yang diturunkan dari puncak dan lembah gelombang

tadi menjadi panjang (L atau  ) dan tinggi gelombang (H) selanjutnya dapat
digunakan untuk menurunkan karakter gelombang lainnya seperti amplitudo
gelombang (A=2H), kecepatan (C), periode (T), keterjalan gelombang dan lain
sebagainya. Periode gelombang adalah waktu yang dibutuhkann oleh satu panjang
gelombang untuk melewati satu titik tetap. Kecepatan gelombang adalah panjang
gelombang dibagi dengan periode gelombang (C=L/T). Sedangkan keterjalan
gelombang (wave steepness) adalah perbandingan tinggi gelombang terhadap
panjang gelombang (H/L). Banyak lagi karakter gelombang yang dapat diturunkan
misalnya frequensi gelombang (f) yakni jumlah gelombang yang melewati satu
titik tetap dalam periode tertentu (f=1/T). Berdasarkan pengamatan yang panjang,
ketika keterjalan gelombang atau wave steepness mencapai 1/7 atau lebih maka
gelombang akan pecah.
Menurut Nontji (1987) antara panjang dan tinggi gelombang tidak ada satu
hubungan yang pasti akan tetapi gelombang mempunyai jarak antar dua puncak
gelombang yang makin jauh akan mempunyai kemungkinan mencapai gelombang
yang semakin tinggi. Pond and Pickard (1983) mengklasifikasikan gelombang
berdasarkan periodenya, seperti yang disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1. Klasifikasi gelombang berdasarkan periode

Periode Panjang Gelombang Jenis Gelombang


0 – 0,2 Detik Beberapa centimeter Riak (Riplles)
0,2 – 0,9 Detik Mencapai 130 meter Gelombang angin
0,9 -15 Detik Beberapa ratus meter Gelombang besar
(Swell)
15 – 30 Detik Ribuan meter Ribuan Long Swell Gelombang
0,5 menit – 1 jam kilometer dengan periode yang
panjang (termasuk
Tsunami)
5, 12, 25 jam Beberapa kilometer Pasang surut

Bhat (1978), Garisson (1993) dan Gross (1993) mengemukakan bahwa ada
empat bentuk besaran yang berkaitan dengan gelombang, yakni :
a. Amplitudo gelombang (A) adalah jarak antara puncak gelombang dengan
permukaan rata-rata air.
b. Frekuensi gelombang (f) adalah sejumlah besar gelombang yang melintasi
suatu titik dalam suatu waktu tertentu (biasanya didefenisikan dalam satuan
detik).
c. Kecepatan gelombang (C) adalah jarak yang ditempuh gelombang dalam satu
satuan waktu tertentu.
d. Kemiringan gelombang (H/L) adalah perbandingan antara tinggi gelombang
dengan panjang gelombang.

Berikut ini secara skematik dibahas tentang pembentukan gelombang


angin di perairan dalam, kemudian merambat ke arah pantai menuju perairan
dangkal. Transfer energi angin ke permukaan laut terjadi di daerah pemebentukan
gelombang oleh angin yang dikenal dengan istilah Seas, di daerah pembentukan
angin ini tinggi gelombang sangat bervariasi dari berukuran kecil hanya beberapa
centimeter sampai berukuran besar beberapa meter
Gambar 2. Gelombang laut tersusun oleh banyak gelombang mulai dari yang
kecil sampai besar, pembentukannya terjadi karena interferensi
baik yang bersifat konstruktif, destruktif dan atau kedua-duanya
sehingga terjadi penggabungan yang komplek
Gambar 3. (a) Mekanisme transformasi gelombang di perairan dalam yang
dibangkitkan oleh angin, (b) profil gelombang di perairan dangkal

(Gambar 2). Pembentukan gelombang kelompok bisa terjadi karena interferensi


dua gelombang atau lebih. Bila terjadi interferensi konstruktif maka gelombang
akan bertambah besar atau tinggi, sebaliknya terjadi bila interferensi destruksi
(Gambar 2b,c). Kedua interferensi gelombang bisa saja terjadi secara bersamaan
sehingga terjadi interefensi yang lebih komplek (Gambar 2d).
Gelombang merambat menjauhi daerah Seas, gelombang yang memiliki
karakteristik yang sama (misalnya periode, panjang dan kecepatan yang sama)
akan berkelompok bergerak beralun menjauhi daerah seas menuju pantai,
gelombang yang merambat terartur sering dikenal sebagai Swell (Gambar 3a).
Gambar 3b menunjukkan profil gelombang saat memasuki perairan
dangkal. Parameter gelombang yang terlihat berubah ketika memasuki daerah
pantai adalah panjang gelombang (L) dan tinggi gelombang (H). Panjang
gelombang berkurang ketika memasuki perairan dangkal sehingga L1>L2>L3>L4.
Hal sebaliknya terjadi pada tinggi gelombang, tinggi gelombang bertambah tinggi
ketika memasuki perairan dangkal sehingga H1<H2<H3<H4 dan H5. Ketika
kestabilan gelombang mulai terganggu karena pengarah dasar perairan maka
gelombang pecah (Breaking), sehingga sering dikenal sebagai daerah dimana
gelombang pecah atau Surf zone. Massa air yang berada di daerah surf zone
didorong ke pantai sampai naik ke tepi pantai, ketika dorongan massa air
berkurang maka bergerak turun dan kembali ke laut, daerah dimana terjadi naik
dan turunnya massa karena dorongan pecah gelombang disebut Swash Zone.

2.2.3. Tipe Gelombang

Tipe-tipe gelombang yang terjadi di laut dapat dikelompokkan


berdasarkan gaya pembangkit gelombang, misalnya gelombang angin (wind-
waves). Gelombang angin umumnya mempunyai periode yang pendek, yakni
mulai dari 0,1 detik yang umum dikenal sebagai gelombang kapiler sampai 5,0
menit yang umumnya berbentuk gelombang seiche (Gambar 4).

Gambar 4. Tipe-tipe gelombang berdasarkan gaya pembangkitnya (generating


forces), periode dan tinggi gelombang.
(a)

(b)
Gambar 5. Salah satu proses pembangkitan gelombang tsunami ataukiller waves
atau tsunami dari proses patahan lempengan dasar samudera (a),
perubahan tinggi gelombang ketika mencapai pantai (b)

Gelombang pembunuh (killer wave) atau tsunami dibangkitkan oleh


adanya gempa di dasar laut sehingga terjadi patahan (Gambar 5a), pergeseran
lempeng samudera atau karena adanya benda jatuh berukuran besar dari angkasa.
Gelombang tsunami ini memiliki periode jauh lebih lama dibandingkan dengan
gelombang angin, yakni berkisar antara 5 menit sampai 10 jam.
Di peraiaran dalam perubahan inggi gelombang tidak terlihat nyata (hanya
beberapa cm), ketika memasuki perairan dangkal terjadi penambahan tinggi
gelombang dan dapat mencapai puluhan meter (Gambar 5b).
Gelombang yang memiliki periode lebih besar dari 12 jam sering disebut
sebagai gelombang panjang atau gelombang pasang-surut (tdal waves).
Gelombang pasang-surut ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik benda-
benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di permukaan
bumi.

2.2.4. Transformasi Gelombang

Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang


tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi
dan pendangkalan gelombang (wave shoaling), difraksi (difraction), refleksi
(reflection) dan gelombang pecah (wave breaking).
Proses pendangkalan gelombang (Shoaling) adalah proses berkurangnya
tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman. Kecepatan gerak gelombang juga
berkurang seiring dengan pengurangan kedalaman dasar laut, sehingga
menyebabkan puncak gelombang yang ada di air dangkal bergerak lebih lambat
dibandingkan puncak gelombang yang berada di perairan yang lebih dalam.
Terjadilah pembelokan arah gerak puncak gelombang mengikuti kontur
kedalaman laut dimana terjadi juga perubahan tinggi gelombang. Proses
perubahan arah ini disebut refraksi. Shoaling dan refraksi disebabkan oleh proses
pendangkalan kedalaman. Namun pada Shoaling lebih ditekankan pada perubahan
langsung tinggi gelombang akibat pendangkalan, sementara refraksi ditekankan
pada perubahan tinggi gelombang karena pembelokan arah gerak puncak
gelombang. Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.
Di daerah dimana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang,
yaitu di laut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut.
Difraksi gelombang adalah proses pemindahan energi gelombang kea rah
daerah yang terlindungi pulau, bukit batu/karang yang menjorok ke laut ataupun
bangunan pantai. Perpindahan energi ini akan menyebabkan timbulnya
gelombang di daerah yang terlindung tersebut. Gelombang yang menjakar menuju
suatu rintangan (pantai atau bangunan pantai), sebagian atau seluruh gelombang
tersebut akan dipantulkan kembali. Besar kecilnya gelombang yang dipantulkan
tergantung pada bentuk dan jenis rintangan. Suatu bangunan tegak dan
impermeabel akan memantulkan gelombang lebih besar daripada bangunan
miring dan permeabel.
Proses-proses di atas perlu diketahui untuk memperkirakan berapa besar
komponen energi gelombang yang menyebabkan longshore current dan penentuan
tinggi gelombang rencana. Informasi ini berguna untuk menentukan lokasi terbaik
suatu pelabuhan atau pintu masuk pelabuhan. Proses-proses transformasi
gelombang yang terjadi di atas akan dijelaskan di bawah ini.

2.2.4.1. Pembengkakan Gelombang (Wave Shoaling)


Jika suatu gelombang menuju perairan dangkal, maka akan terjadi
perubahan karakteristik gelombang yang meliputi perubahan tinggi, panjang dan
kecepatan gelombang. Dengan menganggap bahwa kemiringan perairan dapat
diabaikan, maka panjang gelombang dan kecepatan gelombang dapat dituliskan
sebagai berikut:

gT2 2 πh ¿ 2 πh
L= tanh ; c = 2 π tanh
2π L L

gT2 ¿
Lo = ; Co = 2 π

Dari persamaan-persamaan di atas, dapat kita tuliskan bentuk persamaan:

L C 2 πh h h 2 πh
= = tanh atau = = tanh
Lo Co L Lo L L

Yang menjelaskan bahwa panjang gelombang L pada kedalaman h


ditentukan oleh kedalaman air dan panjang gelombang di air dalam, di mana
panjang gelombang ini dapat dihitung dengan mudah dari periode gelombang.

L
L Air Dangkal
H
H
an tai
Air Dalam Garis P
Gambar 1 Sketsa Pendangkalan Gelombang
Rata-rata energi gelombang yang ditransportasikan dalam suatu potongan
vertikal dalam tiap satuan lebar puncak tiap satuan waktu P: yakni setara dengan
nEC adalah tetap sepanjang proses penjalaran gelombang, sehingga:
2
ρg H 2 Cn ρg H 0 C0 n0
=
8 8
Dimana:
1
n= ¿: n0 = 1/2
2
dari persamaan di atas diperoleh perbandingan berikut:
H 1 C0 K
H0
=
2 nC √
= s

Jika k adalah wave number atau 2π/L = k.Koefisien Shoaling. K s dapat


dituliskan lagi dalam bentuk:

1
Ks =
√ tan kh 1+( 2 kh
sinh 2 kh )
Persamaan diatas menunjukkan bahwa koefisien Shoaling adalah murni
fungsi kh atau h/L. Di mana untuk kondisi perairan yang dangkal (C = √ gh dan n
= 1) atau:
C0
Ks =
√ 2 √ gh
Sebagaimana telah disebutkan di atas, tinggi gelombang akan bertambah
sementara panjang gelombang akan berkurang (kemiringan gelombang
bertambah) sebelum gelombang tersebut mulai pecah. Sehingga batas atas
gelombang pecah disebabkan oleh:
 Nilai maksimum kemiringan (steepness) gelombang (η/L)
 Nilai maksimum perbandingan tinggi gelombang dan kedalaman air (η/d)

2.2.4.2. Refraksi Gelombang (Wave Refraction)


Refraksi atau pembelokan gelombang yang membentuk sudut terhadap
garis pantai adalah salah transformasi gelombang yang penting untuk
diperhitungkan dalam merencanakan bangunan pantai. Refraksi dan pendangkalan
gelombang akan dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan
karakteristik gelombang dating. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energy gelombang di
sepanjang daerah pantai. Perubahan arah gelombang karena refraksi tersebut
menghasilkan konvergensi (pengucupan) atau divergensi (penyebaran) energi
gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di
daerah pantai.
Gambar berikut adalah contoh refraksi gelombang di daerah pantai yang
mempunyai garis kontur dasar laut dan garis pantai yang tidak teratur.

Gambar 2. Refraksi Gelombang laut

Anggapan-anggapan yang digunakan dalam studi refraksi adalah sebagai


berikut ini:

1. Energi gelombang antara dua orthogonal adalah konstan.


2. Arah penjalaran gelombang tegak lurus pada puncak gelombang,yaitu dalam
arah orthogonal gelombang
3. Cepat rambat gelombang yang mempunyai periode tertentu di sutau tempat
hanya tergantung pada kedalaman di tempat tersebut.
4. Perubahan topografi dasar adalah berangsur-angsur
5. Gelombang mempunyai puncak yang panjang,periode konstan,Amplitudo kecil
dan monokhromatik
6. Pengaruh arus, angin dan refleksi dari pantai dan perubahan topografi dasar
laut diabaikan

Persamaan cepat rambat gelombang adalah:

gL 2 πd
C2 = tanh
2π L

gL
Di laut dalam persamaan menjadi: =C 0 =

Di laut dangkal persamaan menjadi = C = =√ gd

Beberapa cara untuk membuat diagram refraksi diantaranya:

a. Wave Crest Method cara grafis dari Johnson dkk 1948


Cara ini dikemukakan oleh Johnson pada tahun 1948. Dasar dari metode
ini adalah menentukan panjang gelombang pada setiap lokasi. Mula-mula perlu
diketahui posisi puncak gelombang di air dalam kemudian dibuat puncak
gelombang–puncak gelombang yang lain berdasarkan panjang gelombang
setempat.

b. Orthogonal Method cara grafis Arthur dkk 1952

Cara ini berdasarkan pada hokum Snellius dan diperkenalkan oleh Arthur
pada tahun 1952.
sin ∝1 C1 L1
= =
sin ∝2 C2 L2
Dimana:
∝1 dan ∝2 = sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang
C 1 dan C 2 = Kecepatan perambatan gelombang yang ditinjau
L1 dan L2 = Panjang gelombang
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Wave
Crest

Gambar 3. Sketsa Hukum Snellius

Gelombang yang memasuki perairan yang lebih dangkal (dari d1 menjadi


d2) akan berkurang dan panjang gelombangnya dari C 1 dan L1 menjadi C 2 dan L2.
Pada jarak orthogonal sejauh x dan selang waktu T diperoleh Sin ∝1 = C 1 T /x dan

sin ∝1 C1 L1
Sin ∝2 = C 2 T / x. Dengan pembagian diperoleh: = =
sin ∝2 C2 L2
Jika gelombang mendekati pantai dengan kontur sejajar maka:
sin ∝0 sin ∝1
= =x
L0 L1
Dan kita pilih harga B0 dan B1 sedeminkian sehingga panjang
ortogonalnya L0 dan L1,maka kita bisa peroleh koefisien refraksi ( K R)
B0 B1
=x=
cos ∝0 cos ∝1

B0 cos ∝0
KR =
√ √
B1
=
cos ∝1
Gambar 4. Refraksi Gelombang pada kontur dasar laut lurus dan sejajar

2.2.4.3. Difraksi Gelombang (Wave Difraction)


Difraksi adalah Proses penyebaran gelombang di sepanjang puncak
gelombang, contohnya: gelombang yang melewati break water (pemecah
gelombang).Peristiwa difraksi atau lenturan dapat terjadi jika sebuah gelombang
melewati sebuah penghalang atau melewati sebuah celah sempit. Pada suatu
medium yang serba sama, gelombang akan merambat lurus. Akan tetapi, jika pada
medium tersebut gelomhang terhalangi, bentuk dan arah perambatannya dapat
berubah. Proses Difraksi dapat ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 5 Difraksi Gelombang


Daerah yang terlindung oleh penghalang dimana difraksi terjadi disebut
daerah difraksi (diffraction area), sedangkan perbandingan antara tinggi
gelombang di daerah difraksi ( H A ) dengan tinggi gelombang datang ( H i) disebut
koefisien difraksi ( K D), atau:
H A = K D X Hi
Koefisien difraksi ini dipengaruhi oleh harga-harga parameter θ, β dan r/L
seperti terlihat pada gambar di atas. Wiegel (1962) menggunakan penyelesaian
eksak dari Penny dan Price (1952) untuk menghitung harga koefisien difraksi
sebagai fungsi parameter di atas. Apabila gelombang bergerak melalui celah
penghalang (barrier gap), proses difraksi juga akan terjadi. Johnson (1952)
menunjukkan suatu diagram yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai K D
pada gelombang yang melalui celah. Jika lebar celah ini lima kali panjang
gelombang yang datang (>5L) maka perhitungan koefisien difraksi dapat
dilakukan terpisah. Jika gelombang yang datang mendekati celah ini membentuk
sudut terhadap penghalang maka perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan lebar celah maya (Imaginary gap Width) seperti gambar berikut:

Gambar 6 Gelombang dengan sudut tertentu terhadap celah penghalang


Dengan menentukan harga K D untuk suatu periode gelombang pada arah
tertentu, kita dapat mengevaluasi karakteristik spektrum gelombang di suatu titik
di daerah yang terlindung oleh struktur pantai (breakwater) guna perencanaan dan
evaluasi tata letak pelabuhan termasuk perluasan dan lokasi bangunan peredam
gelombang.

2.2.4.4. Pantulan Gelombang (Wave Reflection)


Pantulan gelombang yang terjadi prosesnya seperti halnya pantulan cahaya
yang terjadi di cermin seperti ditunjukkan dalam gambar berikut

Gambar 7 Pantulan Gelombang

Koefisien Pantul (reflection coefficient–CR) adalah perbandingan


tinggi gelombang pantul ( H R) dengan tinggi gelombang yang datang ( H i).
Sehingga Amplitudo puncak gelombang pantul adalah sama dengan Amplitudo di
daerah bayangan dikalikan koefisien pantul dinding.
H R = CR x Hi

2.2.4.5. Pemecahan Gelombang (Wave Breaking)


Persamaan:
Hb = >< hb
>< = 0,78
Dimana:
Hb = Tinggi gelombang saat pecah
Hb = Kedalaman air saat pecah
Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.Pengaruh
kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali
gelombang.Di laut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke
perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah
gelombang semakin datar.Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang
secara berangsur – angsur sementara tinggi gelombang bertambah. Gelombang
pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan
panjang gelombang.Di laut dalam kemiringan gelombang maksimum dimana
gelombang mulai tidak stabil.
Dalam fisika, gelombang pecah adalah gelombang yang amplitudo
mencapai tingkat kritis di mana beberapa proses dapat tiba-tiba mulai terjadi yang
menyebabkan sejumlah besar energi gelombang untuk ditransformasikan dalam
turbulen energi kinetik. Pada titik ini, model-model fisik sederhana yang
menggambarkan dinamika gelombang akan sering menjadi tidak sah, terutama
yang menganggap perilaku linier Beberapa efek lain dalam dinamika fluida juga
telah disebut "memecah gelombang", antara lain dengan analogi dengan
gelombang permukaan air.
Dalam meteorologi, gelombang gravitasi dikatakan meledak setelah
gelombang menghasilkan potensi daerah dimana suhu menurun dengan
ketinggian, yang mengakibatkan pemborosan energi melalui konvektif
ketidakstabilan; Rossby gelombang juga dikatakan untuk memecah ketika
vortisitas potensial gradien terbalik. Memecah gelombang juga terjadi dalam
plasma, ketika partikel kecepatan melebihi kecepatan fase gelombang itu.
Gambar 8 Proses pecahnya gelombang menabrak batuan di daerah pantai

2.2.4.6. Peredaman Gelombang (Wave Damping)


Peredaman gelombang bisa terjadi karena
 Bottom shear stress (tegangan geser di dasar / gesekan di dasar lautan)
 Mud absorption (peredaman oleh lumpur)
 Floating (peredam buatan)
 While caps (Buih pada lautan)
Untuk melindungi daerah pantai dari serangan gelombang, suatu pantai
memer-lukan bangunan peredam gelombang. Peredam gelombang adalah suatu
bangunan yang bertujuan untuk mereduksi atau menghancurkan energi
gelombang.
Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang
sebagian energinya akan dipantulkan (refleksi), sebagian diteruskan (transmisi)
dan sebagian dihancurkan (dissipasi) mela-lui pecahnya gelombang, ke-kentalan
fluida, gesekan dasar dan lain-lainnya. Pembagian besamya energi gelombang
yang dipantulkan, dihancur-kan dan diteruskan ter-gantung karakteristik gelom-
bang datang (periode, tinggi, kedalaman air), tipe bangunan peredam gelombang
(permu-kaan halus dan kasar.

2.3. Parameter Gelombang Laut yang disebabkan Oleh Angin


Gelombang angin dibangkitkan oleh angin. Angin yang berhembus di atas
pemukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin
menimbulkan riak kecil di atas permukaan air. Bila kecepatan angin bertambah,
riak tersebut semakin besar dan begitu sebaliknya. Semakin lama dan semakin
kuat angin berhembus maka semakin besar gelombang yang terbentuk.
Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama
gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan
bergantung pada beberapa sifat gelombang periode dan tinggi dimana gelombang
dibentuk. Gelombang seperti ini disebut Sea. Bentuk gelombang lain yang
disebabkan oleh angin adalah gelombang yang bergerak dengan jarak yang sangat
jauh sehingga semakin jauh meninggalkan daerah pembangkitnya gelombang ini
tidak lagi dipengaruhi oleh angin. Gelombang ini akan lebih teratur dan jarak
yang ditempuh selama pergerakannya dapat mencapai ribuan mil. Jenis
gelombang ini disebut Swell.
Tinggi gelombang rata-rata yang dihasilkan oleh angin merupakan fungsi
dari kecepatan angin, waktu dimana angin bertiup dan jarak dimana angin bertiup
tanpa rintangan. Umumnya semakin kencang angin bertiup semakin besar
gelombang yang terbentuk dan pergerakan gelombang mempunyai kecepatan
yang tinggi sesuai dengan panjang gelombang yang besar. Gelombang yang
terbentuk dengan cara ini umumnya mempunyai puncak yang kurang curam jika
dibandingkan dengan tipe gelombang yang dibangkitkan dengan angin yang
berkecepan kecil atau lemah. Saat angin mulai bertiup, tinggi gelombang,
kecepatan, panjang gelombang seluruhnya cenderung berkembang dan meningkat
sesuai dengan meningkatnya waktu peniupan berlangsung (Hutabarat dan Evans,
1984).
Jarak tanpa rintangan dimana angin bertiup merupakan fetch yang sangat
penting untuk digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk
pada kolom air yang relatif lebih kecil seperti danau (di darat) dengan yang
terbentuk di lautan bebas, (Pond and Picard, 1978). Gelombang yang terbentuk di
danau dengan fetch yang relatif kecil dengan hanya mempunyai beberapa
centimeter sedangkan yang terbentuk di laut bebas dimana dengan fetch yang
lebih sering mempunyai panjang gelombang sampai ratusan meter. Kompleksnya
gelombang-gelombang ini sangat sulit untuk dijelaskan tanpa membuat
pengukuran-pengukuran yang lebih akurat dan kurang berguna bagi nelayan atau
pelaut. Sebagai gantinya mereka membuat suatu cara yang lebih sederhana untuk
mengetahui gelombang yaitu dengan menggunakan suatu daftar skala gelombang
yang dikenal dengan Skala Beaufort untuk memberikan keterangan tentang
kondisi gelombang yang terjadi di laut dalam hubungannya dengan kecepatan
angin yang sementara berhembus (Hutabarat dan Evans, 1984).
Bentuk gelombang acak sangat kompleks sehingga diperlukan
penyederhanaan dengan idealisasi. Idealisasi yang sering dipakai adalah
penyederhanaan ke dalam gelombang harmonik (sinusoidal), dimana gelombang
ini dapat mewakili gelombang acak tersebut. Gelombang harmonik ini dinamakan
dengan gelombang signifikan (significant wave) dengan periodenya disimbolkan
dengan Ts dan tingginya dengan Hs. Biasanya tinggi dan periode gelombang
signifikan yang digunakan adalah T33 dan H33. Pembangkitan gelombang oleh
angin didasarkan pada data angin, panjang fetch efektif dan batimetri.

2.3.1. Data Angin

Data angin digunakan untuk meramalkan gelombang yang tejadi di


permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut diperoleh dari
pengukuran langsung di atas permukaan laut (dengan kapal) atau pengukuran di
darat (dekat lokasi peramalan). Kecepatan angin diukur oleh anemometer (satuan
knot, 1 knot = 0,5148 m/s).
Hasil dari persentase arah tiupan angin yang dominan akan digunakan
untuk perencanaan gelombang. Data angin yang di peroleh adalah data angin dari
pengukuran di darat, oleh karena itu data ini harus di transfer menjadi data angin
laut sehingga dapat digunakan sebagai analisis prediksi gelombang. Rumus yang
akan digunakan sebagai berikut (CERC, 1984):
UL = 0,86 x (U10) , untuk Z < 10 m (2.3)
Uw = RL . [U10]L (2.4)
UA = 0,71 . Uw 1,23 (2.5)
dimana :
[U10] L = kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (knot);
Uz = kecepatan angin yang di ukur pada elevasi Z m di atas tanah
(knot);
Z = ketinggian alat ukur di atas tanah (m);
Uw = kecepatan angin di laut (m/det);
UA = kecepatan seret angin (m/det);
RL = hubungan kecepatan angin laut dan angin darat.
Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan
energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan
laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak
tersebut menjadi semakin besar. Dan apabila angin berhembus terus pada akhirnya
akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus,
semakin besar gelombang yang terbentuk (Triatmodjo, 1999).
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh
kecepatan angin (U), lama hembusan angin (D), fetch (F) dan arah angin. Pada
umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam rumus-
rumus pembangkitan gelombang, data angin yang digunakan adalah yang ada di
atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di atas
daratan (yang terdekat dengan lokasi studi) ke data angin di atas permukaan laut
(Triatmodjo, 1999). Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan
terdekat diberikan oleh persamaan berikut:
UW
RL = (2.6)
UL

dimana:

UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt);

Uw = Kecepatan angin di laut (m/dt);

RL = Nilai koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan dilaut.


UL

Gambar 2.4 Hubungan kecepatan angin di laut dan di darat (CERC, 1984)

Nilai UA dan fetch digunakan untuk menghitung besarnya gelombang dan


periode gelombang yang terjadi. Peramalan gelombang yang ditentukan dengan
menggunakan Grafik Peramalan Gelombang sebagai berikut:

Gambar 2.5 Grafik peramalan gelombang (CERC, 1984)


2.3.2. Fetch
Fetch merupakan panjang keseluruhan suatu daerah pembangkit
gelombang yang dipengaruhi oleh angin yang berhembus dengan kecepatan dan
arah yang konstan. Arah angin masih dianggap konstan apabila perubahannya
tidak sampai sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan apabila
perubahannya tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) (Triatmodjo, 1999). Di dalam
tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang
mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya
dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai
sudut terhadap arah angin (fetch rerata efektif). Berdasarkan kecepatan angin,
lama angin berhembus dan panjang fetch dapat dilakukan peramalan tinggi
gelombang signifikan dan periode gelombang signifikan dengan menggunakan
rumus.
Perhitungan panjang fetch efektif dengan persamaan:

F eff =
∑ Xi cosα
∑ cosα
dimana Xi = panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang sampai
memotong garis pantai, α = deviasi pada kedua sisi (kanan dan kiri) arah angin
dengan menggunakan pertambahan 5o sampai sudut 45o.

Metode ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :

a. Angin berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis
lurus.
b. Angin berhembus dengan mentransfer energinya dalam arah gerakan angin
menyebar dalam radius 45o pada sisi kanan dan kiri dari arah anginnya.
c. Angin mentransfer satu unit energi pada air dalam arah dan pergerakan angin
dan ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga kosinus sudut
antara jari-jari terhadap arah angin.
d. Gelombang diabsorpsi secara sempurna di pantai.

Gelombang Signifikan adalah gelombang individu (individual wave) yang


dapat mewakili suatu spektrum gelombang (Triatmodjo, 1999:131). Gelombang
yang terjadi di alam tidaklah teratur (acak) dan sangat kompleks, dimana masing-
masing gelombang di dalam suatu spectrum (deretan) gelombang mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Di dalam kita mempelajari gelombang, kita
beranggapan bahwa gelombang itu teratur dan sama karakteristiknya. Asumsi ini
hanya untuk memudahkan kita untuk dapat mempelajari karakteristiknya. Maka
dari itu gelombang alam harus dianalisis secara statistik (Triatmodjo, 1999).
Analisis statistik gelombang diperlukan untuk mendapatkan beberapa karakteristik
gelombang (Triatmodjo, 1999), yaitu:

1. Gelombang representatif (gelombang signifikan)

2. Probabilitas kejadian gelombang

3. Gelombang ekstrim

2.4. Spectral Wave (SW) Modul

Mike 21 adalah suatu perangkat lunak rekayasa profesional yang berisi


sistem pemodelan yang komprehensif untuk program komputer untuk 2D free-
surface flows. Mike 21 dapat diaplikasikan untuk simulasi hidrolika dan fenomena
terkait di sungai, danau, estuari, teluk, pantai dan laut. Program ini dikembangkan
oleh DHI Water &Environment. Mike 21 terdiri dari beberapa modul, salah satu
diantaranya adalah Spectral Wave (SW) Modul.

MIKE 21 SW mensimulasi pembangkitan, kehilangan energi dan transmisi


wind-generated waves dan swell di pantai dan lepas pantai. MIKE 21 SW
menggunakan dua persamaan yang berbeda:

a. Formulasi directional decoupled parametric

Formulasi directional decoupled parametric didasarkan pada parameterisasi


persamaan pergerakan kekekalan gelombang. Parameterisasi dibuat dalam
domain frekuensi dengan memperkenalkan momen ke-0 dan ke-1 dari
spektrum pergerakan gelombang sebagai variabelyang bergantung mengikuti
Holthuijsen (1989). Pendekatan yang sama digunakan dalam MIKE 21 NSW
Nearshore Spectral Wind-Wave Module.

b. Formulasi fully spectral

Formulasi fully spectral didasarkan pada persamaan pergerakan kekekalan


gelombang, seperti yang dijelaskan di Komen et al. (1994) dan Young (1999),
dimana spektrum directional-frequency wave action adalah variabel yang
bergantung. MIKE 21 SW memasukkan fenomena fisik berikut:

 Pembangkitan gelombang akibat angin

 Interaksi non-linear wave-wave

 Disipasi disebabkan oleh white-capping

 Disipasi disebabkan oleh bottom friction

 Disipasi disebabkan oleh depth-induced wave breaking

 Refraksi dan shoalingdisebabkan oleh perbedaan kedalaman

 Interaksi arus-gelombang

 Efek dari waktu-kedalaman yang berbeda-beda dan flooding and drying

Diskritisasi persamaan pengatur dalam domain geographical and spectral


dilakukan menggunakan metoda cell-centered finite volume. Dalam domain
geographical, digunakan teknik unstructured mesh. Integrasi waktu dilakukan
mengggunakan pendekatan fractional step dimana metoda multi-sequence
explicitditerapkan untuk propagasi aksi gelombang. MIKE 21 SW digunakan
untuk perhitungan gelombang di lepas pantai dan pantai dalam mode hindcast dan
forecast.

Aplikasi utamanya adalah desain struktur lepas pantai, pantai dan


pelabuhan dimana perhitungan beban gelombang yang akurat sangat penting
untuk mendapatkan desain struktur yang aman dan ekonomis.Data hasil
pengukuran dalam perioda yang cukup lama sering tidak tersedia untuk estimasi
keadaan laut ekstrim yang cukup akurat. Dalam kasus ini data hasil pengukuran
dapat ditambahkan dengan data hindcast melalui simulasi kondisi gelombang
selama historical storms menggunakan MIKE 21 SW.

MIKE 21 SW dapat digunakan untuk prediksi gelombang dan analisa


dalam skala regional dan skala lokal. MIKE 21 SW juga digunakan dalam
hubungannya dengan perhitungan transportasi sedimen, yang mana sebagian besar
ditentukan oleh kondisi gelombang dan wave-induced currents. Wave-induced
current disebabkan oleh gradien radiation stresses yang terjadi di surf zone.
MIKE 21 SW dapat digunakan untuk menghitung kondisi gelombang dan
radiation stresses. Dalam modul ini, persamaan pengaturnya adalah persamaan
keseimbangan gaya gelombang baik dalam koordinat kartesian maupun spherical
yang dirumuskan oleh Komen et al. (1994) dan Young (1999).

Anda mungkin juga menyukai