Oleh:
Andrianto Wahyu W
26020215130080
Oseanografi- B
Dosen:
Ir. Warsito Atmodjo, M.Si
NIP. 19590328 198902 1 00 1
DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. menjelaskan dengan benar mengenai pengertian pantai dan pesisir;
2. menyebutkan dan menerangkan secara benar tentang faktor-faktor penting yang
menentukan perkembangan pantai, erosi marine dan bentuklahan yang dihasilkan;
3. menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi pantai beserta perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Berbicara mengenai pantai, kita dihadapkan pada beberapa istilah seperti pesisir
(coast), pantai (shore), dan gisik (beach) yang terkadang pengertian dari istilah-sitlah
tersebut sering disamakan, padahal satu sma lain mempunyai pengertian yang berbeda.
Pesisir merupakan daerah yang sejalur dengan tempat pertemuan daratan dengan dengan
laut mulai dari batas muka air laut pada waktu surut terendah menuju ke arah darat
sampai batas tertinggi yang mendapat pengaruh gelombang pada waktu badai. Dalam
Sutikno (1999) dijelaskan bahwa batas wilayah pesisir arah ke darat tersebut ditentukan oleh:
a. Pengaruh sifat-sifat fisik air alut, yang ditentukan berdasarkan seberapa jauh pengaruh
pasang air laut, seberapa jauh flora yang suka akan air akibat pasang tumbuh (water
loving vegetation) dan seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah.
b. Pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentarasi ekonomi bahari (desa
nelayan) sampai arah ke daratan.
Pengertian pantai (shore) adalah merupakan wilayah yang ada di antara pantai dan
pesisir. Dengan demikian jelas bahwa mengenai garis pantai (shore line) dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Fore shore adalah bagian pantai pulai dari muka air laut terendah sampai muka air
laut pasang tertinggi (pasang naik).
b. Back shore adalah merupakan bagian dari pantai mulai dari muka air laut tertinggi
sampai pada batas wilayah pesisir (coast).
c. Offshore adalah merupakan daerah yang meluas dari titik pasang surut terendah ke
arah laut.
Setiap zone perairan mengalami proses mengahasilkan struktur sedimen yang khas dan
berbeda satu sama lainnya. Berdasarkan hal ini zone dibagi menjadi backshore, foreshore,
shoreface, dan offshore.
1. Backshore terletak diantara batas bawah gumuk pasir (sand dune) hingga ke garis air
pasang paling tinggi (mean high water line). Jadi Backshoreterdapat di amabang pantai
(beach bar).
2. Foreshore yaitu zone pasang surut, kawasan yang terletak di antara batas atas dan
bawah pasang air laut disebut. Backshore dan foreshoremerupkan bagian atas dari
pesisir pantai. Dikawasan ini terdapat zone pemecah, zone swash dan arus sepanjang
pantai (longshore current). Sehingga kawasan ini menerima tenaga aliran yang kuat.
Sedimensedimen yang ada diwilayah ini kebanyakan terdiri dari material pasir.
3. Shoreface yaitu zone yang berbatasan dengan zone peralihan. Batas
bawahshoreface bergantung pada rata-rata dasar gelombang maksimal (average
maximum wave base). Di kawasan shoreface sedimennya terdiri dari pasir bersih,
dibagian atas shoreface terdapat arus pesisir pantai.. Bagian bawah shoreface terdiri
dari lapisan dan percampuran antara lumpur dan pasir.
4. Offshore merupakan zone lepas pantaiyang mengarah kelaut.
Gambar B.1 Pembagian Zone Pesisir Berdasarkan Strukturnya
Selain pembagian diatas wilayah pesisir juga dapat dibagi berdasarkan
kedalamannya, yaitu:
1. Zona Lithoral, adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Di wilayahini pada saat
air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubahmenjadi daratan. Oleh
karena itu wilayah ini sering disebut juga wilayah pasang surut.
2. Zona Meritic (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga
kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga
wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun
tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut
disekitar kepulauan Riau.
3. Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman
antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh
karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.
4. Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki kedalaman
lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-
tumbuhan, jenis hewan yang hidup di wilayah ini sangat terbatas.
Klasifikasi Pantai
Mengklasifikasikan pantai pada dasarnya menggolongkan atau menge-lompok-
ngelompokan pantai yang sedemikian banyak jenisnya ke dalam beberapa kelompok
dan setiap golongan/kelompok mempunyai ciri yang khas, sehingga dapat di bedakan
antara satu dengan yang lainnya. Mengenai klasifikasi pantai dapat diklasifikasi kan
menjadi beberapa jenis.
Johnson dalam Lobeck (1939: 345) melakukan klasifikasi pantai yang didasarkan
pada perubahan relatif tinggi permukaan air laut, menjadi 4 jenis pantai, yaitu:
a. Pantai submergen (Shoreline of submergence), merupakan pantai yang ditandai oleh
adanya ciri- ciri penurunan daratan/dasar laut, yang termasuk ke dalam klasifikasi ini
adalah:
Pantai Ria, pantai ini terjadi kalau pantai tersebut bergunung dan berlembah dengan
arah yang melintang kurang lebih tegak lurus terhadap pantai. Pada tiap teluk
bermuara sebua sungai. Pantai Fyord, pantai ini terjadi karena adanya lembah-
lembah hasil pengikisan oleg gletser mengalami penurunan. Fyord ini banyak
terdapat pada daerah-daerah yang dulunya mengalami pengerjaan glasial sampai
pantai.
b. Pantai emergen (Shoreline of emergence), merupakan pantai yang ditandai oleh
adanya ciri-ciri pengangkatan relatif dasar laut. Pada pantai jenis ini dapat dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu
c. Pantai netral (Neutral Shoreline), pantai yang tidak memperlihatkan kedua ciri di
atas (tidak ada tanda-tanda bekas pengangkatan dan penurunan daratan/dasar laut).
Pantai jenis ini meluas ke arah laut. Jenis yang termasuk ke dalam jenis ini adalah:
d. Pantai majemuik (Compound Shoreline). Pantai ini terjadi sebagai akibat dari
terjadinya proses yang berulang kali mengalami perubahan relatif muka air laut
(naik dan turun). Bentukan yang dihasilkan juga bermacam-macam pula, ada yang
ditandai oleh adanya pengangkatan, ditandai telah terjadinya proses penurunan.
Oleh karena itu, pantai demikian disebut dengan pantai majemuk. Contoh pantai
jenis ini banyak dijumpai di pantai selatan Pulau Jawa.
Perkembangan Pantai
a. Perkembangan pantai submergence
Pantai submergen dalam perkembangannya mengalami beberapa tahap
perkembangan. Adapun perkembangannya sebagai berikut.
1. Permulaan (initial)
Bentuk pantai awal ditandai oleh adanya relief yang sangat kasar, tidak teratur,
kecuali jika daerah pantai tersebut berupa dataran aluvial, delta atau dataran
bekas pengerjaan glasial yang masing-masing mengalami peurunan relatif. Adanya
lembah yang tenggelam merupakan ciri utama dari pantai submergence. Anak-
anak sungai tidak lagi bersatu dengan induknya (terutama pada anak-anak sungai
yang bergabung dengan induknya telah dekat dengan pantai) sebagai akibat
turunnya daratan dan pegunungan antar lembah sungai menjadi semenanjung, jika
penurunan daratan berlangsung jauh ke arah daratan. Ada kalanya beberapa
puncaknya menjadi pulau-pulau kecil yang terletak di depan semenanjung.
Sementara sungai-sungai yang tenggelam berubah menjadi teluk-teluk yang dalam.
2. Muda (youth)
Tanjung-tanjung dan pulau-pulau mengalami serangkaian proses erosi marin. Oleh
karena itu terbentuklah cliff-cliff dan beberapa bentukan hasil erosi yang lain
menjadi ciri yang utama pada pantai submergen pada perkembannya tahap
muda. Penampang pantai belum seimbang, karena proses perkembangan pantai
masih berlangsung.
3. Permulaan tingkat dewasa (submaturity)
Pada tahap perkembangan ini garis pantai tampat diluruskan, karena semenanjung
diperpendek oleh proses pengikisan, teluk- teluk terisi endapan. .
4. Dewasa (maturity)
Pada tingkat ini terdapat dua ciri yang utama, yaitu profil mengalami seimbang dan
garis pantai telah mundur sedemikian rupa, sehingga semenanjung dan teluk
tidak tampak lagi. Pengikisan/erosi marin telah sampai pada pangkal
semenanjung/teluk serta garis pantai menjadi lurus.
5. Tua (old age)
Bekerjanya proses pelapukan dan pengikisan subareal yang lebih jauh, cliff telah
menjadi landai. Untuk mencapai tingkat ini sangat sulit diperlukan waktu yang
cukup lama, bahkan tingkat ini mungkin jarang tercapai, sebab muka air laut jarang
terjadi bahwa muka laut ketinggiannya tetap dalam jangka waktu yang sangat lama.
Gelombang
Gelombang merupakan pergerakan air yang naik turun dan tidak mengalami
pergerakan baik maju maupun mundur. Angin merupakan faktor yang penting dalam
munculnya gelombang, yaitu terutama oleh gesekan dan tekanan. Makin kencang angin
bertiup gelombang yang ditimbulkan semakin besar, sehingga gerakan air laut berupa
gelombang tersebut dapat mempengaruhi perkembangan pantai. Gelombang terdiri dari
dua bagian, yaitu bagian punggung gelombang dan lembah gelombang. Dalam
membicarakan tentang gelombang ditemukan beberapa istilah, yaitu:
a. Panjang gelombang adalah jarak horisontal antar puncak gelombang,
b. Tinggi gelombang adalah merupakan jarak vertikal antara keduanya
c. Periode gelombang merupakan waktu yang diperlukan untuk dua punggung
gelombang yang berurutan untuk melalui sebuah titik tertentu.
d. Kecepatan gelomabang adalah kecepatan bergeraknnya gelombang dalam
satuan waktu, misalnya 20 km/detik
Arus laut
Arus laut berbeda dengan gelombang, karena arus merupakan massa air laut
yang secara terus menerus bergerak maju, turun, dan bergerak ke atas. Arus ini terjadi
sebagai akibat oleh adanya beberapa faktor, yaitu:
3.1 Kesimpulan
Wilayah pesisir merupakan daerah yang mencakup wilayah darat sejauh masih
mendapat pengaruh laut dan sejauh mana wilayah laut masih mendapat pengaruh
daridarat (aliran air tawar dan sedimen). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perkemabangan roman permukaan bumi di daerah pantai adalah a)
gelombang, arus, dan pasang yang berlaku sebagai faktor pengikis, pengangkut dan
pengendap, b) sifat bagian daratan yang mendapat pengaruh proses-proses marin. Jadi
apakah berupa dataran rendah, curam, landai, dan bagimana sifat batuannya, c) perubahan
relatif dari ketinggian muka air laut. Permukaan air laut ketinggiannya senantiasa berubah-
ubah. Hal ini mungkin berlaku lokal atau bisa berlaku pula untuk seluruh pantai di muka
bumi. Bersifat lokal itu dapat terjadi sebagai akibat dari pengaruh pengangkatan
atau penurunan daratan yang hanya meliputi daerah yang sempit, sedangkan perubahan
muka air laut yang berlaku bagi seluruh permukaan bumi dapat disebabkan oleh adanya
pembekuan/pencairan es secara besar-besaran di daerah kutub, daya tampung laut yang
berubah, misalnya karena terjadi penurunan atau pengangkatan dasar laut yang luas,
sehingga permukaan air laut berubah secara keseluruhan, d) faktor alami yang lain,
seperti tumbuhnya binatang karang di daerah pantai, volkanisme, dan lain-lain, dan
faktor manusia, misalnya pembuatan pelabuhan, reklamasi pantai, pengeringan rawa pantai,
pembuatan jeti di pantai, dan sebagainya yang kesemuanya dapat mempeng-aruhi
perkembangan pantai. Garis pantai (shore line) dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
fore shore adalah bagian pantai pulai dari muka air laut terendah sampai muka air laut pasang
tertinggi (pasang naik), back shore adalah merupakan bagian dari pantai mulai dari muka
air laut tertinggi sampai pada batas wilayah pesisir (coast), offshore adalah merupakan
daerah yang meluas dari titik pasang surut terendah ke arah laut. Gelombang merupakan
faktor yang terpenting dalam pengikisan, terutama gelombang pada waktu badai dan
tsunami. Namun demikian, bukan hanya gelombang saja yang yang berpengaruh
terhadap pengikisan/erosi marine, melainkan juga faktor: 1) jenis dan daya tahan batuan,
2) struktur batuan, 3) stabilitas pantai, 4) terbuka/tidaknya pantai terhadap pengaruh
gelombang, 5) dalamnya laut di pantai, 6) Banyak sedikit dan besar kecilnya material
pengikis yang diangkut oleh gelombang.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarja Adiwikarta dan Akub Tisnasomantri, (1977), Geomorfologi Jilid II, Bandung:
Jurusan Pend. Geografi IKIP Bandung.