Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 3700 pulau dan
wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang
sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan
pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, perikanan,
pariwisata, dan sebagainya. Adanya berbagai kegiatan tersebut dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan akan lahan, prasarana, dan sebagainya, yang
selanjutnya akan mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru seperti, abrasi
pantai yang merusak Kawasan pemukiman dan prasarana yang berupa mundurnya
garis pantai, tanah timbul akibat endapan pantai yang menyebabkan majunya garis
pantai, pembelokan atau pendangkalan muara sungai, pencemaran lingkungan,
penurunan tanah, dan intrusi air asin (Triatmojo, 1999). Abrasi adalah proses
pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.
Abrasi di pantai Oesapa mengakibatkan mundurnya garis pantai,hal ini
mempengaruhi vegetasi yang tumbuh di sepanjang pesisir pantai Oesapa dan
berakibat pada jarak pantai yang semakin dekat dengan pemukiman.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, abrasi pantai telah
menyebabkan kemunduran garis pantai di berbagai wilayah pantai di Indonesia
yang mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir. abrasi pantai
telah terjadi di sebagian pantai pulau Nusa Tenggara Timur, seperti yang terjadi di
Pantai Nunsui-Oesapa.
Pantai Nunsui terletak di Kecamatan Kelapa Lima Kabupaten Kupang.
Pantai Nunsui merupakan daerah nelayan/perikanan dan jumlah penduduk di
pulau ini terus berkembang. Dengan perkembangan penduduk ini, maka berbagai
kegiatan dialihkan ke daerah pantai. Potensi pengembangan lahan pantai Nunsui
baik pada perairan pantai maupun pada perairan lepas pantai belum terlihat
adanya pemanfaatan secara khusus. Sejalan dengan makin berkembangnya daerah
ini berbagai permasalahan mulai timbul, antara lain penempatan lahan
permukiman, bangunan pemerintah/swasta, rumah ibadah, dan jalan semakin
1
dekat dengan garis pantai sehingga terancam oleh gelombang laut dan abrasi
pantai.
Terjadinya erosi pantai selain disebabkan oleh gelombang tinggi dan
mundurnya garis pantai akibat abrasi juga disebabkan pemukiman yang ada
terlalu dekat dengan pantai dimana sempadan pantai sebagai daerah penyangga
belum direncanakan. Sehingga pada saat musim gelombang dan pasang,
pemukiman tersebut berada dalam jangkauan limpasan gelombang laut. Abrasi
pantai di kawasan pesisir pantai Nunsui berdampak terhadap terganggunya
aktifitas sehari-hari dari masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya
penanggulangan abrasi pantai.
Salah satu cara penanggulangan abrasi pantai yaitu dengan membuat
bangunan pelindung pantai (jetty, groin, pemecah gelombang (breakwater),
dinding pantai atau revetment). Dengan adanya bangunan yang menjorok ataupun
sejajar garis pantai, tentunya akan memberikan pengaruh terhadap bentuk garis
pantai yang ada sekarang. Bangunan pelindung pantai merupakan konstruksi yang
dibangun sejajar atau tegak lurus dengan garis pantai yang berfungsi untuk
melindungi pantai terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus.
Dengan mengacu pada latar belakang masalah tersebut, maka saya
menuangkan dalam bentuk penulisan makalah dengan judul :
“penanganan kerusakan pantai nunsui akibat abrasi”
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perubahan garis pantai di Pantai Nunsui.
2. Untuk menentukan dan merencanakan tipe bangunan pelindung pantai.
2
1.4. Manfaat Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
kecepatan angina, arah angin, tinggi gelombang, serta menentukan bangunana
pengaman pantai yang sesuai pada daerah pantai nunsui.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Pantai
Pantai adalah jalur yang merupakan batas antara darat dan laut, diukur pada
saat pasang tertinggi dan surut terendah, dipengaruhi oleh fisik laut dan sosial
ekonomi bahari, sedangkan ke arah darat dibatasi oleh proses alami dan kegiatan
manusia di lingkungan darat (Triatmodjo, 1999). Penjelasan mengenai definisi
daerah pantai dapat dilihat dalam Gambar 3.1 berikut:
- Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh
lautseperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.
- Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan
pasangtertinggi.
- Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut,
dimanaposisinya tidak tetap dan dapat bergerak sesuai dengan pasang surut air
laut danerosi pantai yang terjadi.
- Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan
bagipengamanan dan pelestarian pantai.
- Perairan pantai adalah daerah yang masih dipengaruhi aktivitas daratan.
Morfologi pantai dan dasar laut dekat pantai akibat pengaruh gelombang
dibagi menjadi empat kelompok yang berurutan dari darat ke laut sebagai berikut:
1. Backshoremerupakan bagian dari pantai yang tidak terendam air laut kecuali
bilaterjadi gelombang badai
4
2. Foreshore merupakan bagian pantai yang dibatasi oleh beach face atau muka
pantai pada saat surut terendah hingga uprush pada saat air pasang tinggi.
3. Inshore merupakan daerah dimana terjadinya gelombang pecah, memanjang
dari surut terendah sampai ke garis gelombang pecah.
4. Offshore yaitu bagian laut yang terjauh dari pantai (lepas pantai), yaitu daerah
darigaris gelombang pecah ke arah laut.
5
2. Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai.
3. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai.
4. Reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan cara lain.
6
1.2.1. Dinding Pantai (Revetment)
Tembok laut digunakan untuk melindungi pantai atau tebing dari gempuran
gelombang sehingga tidak terjadi erosi atau abrasi. Tembok laut ada dua macam
yaitu tembok laut masif, dibuat dari konstruksi beton atau pasangan batu dan
tembok laut tidak masif, berupa tumpukan batu. Gambar 2.5 adalah salah satu
contoh tembok laut masif.
7
Gambar 2.5. Tembok laut (seawall) masif.
Sumber : Triatmodjo, 1999.
1.2.3. Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus
garis pantai, dan berfungsi untuk menahan transpor sedimen sepanjang pantai,
sehingga bisa mengurangi atau menghentikan erosi yang terjadi. Bangunan ini
juga bisa digunakan untuk menahan masuknya transport sedimen pantai ke
pelabuhan atau muara sungai. (Triatmodjo, 1999). Seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Groin tunggal dan perubahan garis pantai yang ditimbulkannya.
Sumber : Triatmodjo, 1999.
8
Perlindungan pantai dengan menggunakan satu buah groin tidak efektif.
Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan
yang terdiri dari beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu. Seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Dengan menggunakan satu sistem groin
perubahan garis pantai yang terjadi tidak terlalu besar. (Triatmodjo, 1999).
Gambar 2.7. Seri groin dan perubahan garis pantai yang ditimbulkannya.
Sumber : Triatmodjo, 1999.
Groin dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu tipe lurus, tipe T dan
tipe L seperti ditunjukkan dalam gambar 2.8. Menurut Konstruksinya groin dapat
berupa tumpukan batu, caison beton, turap, tiang yang dipancang berjajar, atau
tumpukan buis beton yang di dalamnya diisi beton. Kriteria perencanaan groin:
a. Panjang groin, 40%-60% dari lebar rerata surf zone.
b. Jarak antar groin, 1 sampai 3 kali panjang groin.
1.2.4. Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi
muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pedangkalan alur oleh sedimen
pantai. Pada penggunaan muara sungai sebagai alur pelayaran, pengendapan di
muara dapat mengganggu lalu lintas kapal. Untuk keperluan tersebut jetty harus
panjang sampai ujungnya berada di luar gelombang pecah. Dengan jetty panjang
9
transpor sedimen sepanjang pantai dapat tertahan, dan pada alur pelayaran kondisi
gelombang tidak pecah sehingga memungkinkan kapal masuk ke muara sungai
(Triatmodjo, 1999). Jetty dibagi menjadi tiga jenis menurut fungsinya, yaitu:
1. Jetty panjang
Jetty ini ujungnya berada diluar gelombang pecah, tipe ini efektif untuk
mencegah masuknya sedimen ke muara, tetapi biaya konstruksi sangat mahal.
Jetty ini dibangun apabila daerah yang dilindungi sangat penting.
2. Jetty sedang
Jetty sedang ujungnya berada antara muka air surut dan gelombang pecah,
dapat menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai, alur diujung jetty
masih memungkinkan terjadinya endapan pasir.
3. Jetty pendek
Dimana kaki ujung bangunan berada pada muka air surut, fungsi utama
bangunan ini adalah menahan berbeloknya muara sungai dan
mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa
mengerosi endapan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.9.
10
1.2.5. Pemecah Gelombang (Breakwater)
11
dengan waveset-down, sedang naiknya muka air laut disebut wave set up, seperti
diperlihatkan Gambar 2.11 berikut:
………………………………………………………(2.1)
(Triatmodjo, 1999)
Dimana :
Sb : set-down didaerah gelombang (m)
T : periode gelombang (detik)
H’o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m)
db : kedalaman gelombang pecah (m)
g : percepatan gravitasi (m/s2)
...………………………………………………(2.2)
(Triatmodjo, 1999.)
12
Dimana :
Sw = Wave set-up (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s)
T = Periode gelombang (detik)
Hb = Tinggi gelombang pecah (m)
Sb = Set-down didaerah gelombang (m)
Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut
bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar disepanjang pantai jika
badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas. Kenaikan elevasi
muka air karena badai dapat dihitung:
...………………………….…………………………(2.3)
(Triatmodjo, 1999.)
Dimana :
Δh : Kenaikan elevasi muka air karena badai (m)
F : Panjang fetch (m)
i : Kemiringan muka air
c : Konstanta = 3,3 x 10-6
V : Kecepatan angin (m/s)
d : Kedalaman air (m)
g : Percepatan gravitasi (m/s2)
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik
bendabenda langit, terutama matahari dan bulan terhadap masa air laut di bumi.
Pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam perencanaan bangunan
pantai. Elevasi muka air tertinggi dan terendah sangat penting untuk
merencanakan bangunan tersebut. Sebagai contoh, elevasi puncak bangunan
13
pemecah gelombang, dermaga, dsb.ditentukan oleh elevasi muka air pasang,
sementara kedalaman alur pelayaranditentukan oleh muka air surut.
Pasang surut mengakibatkan kedalaman air di pantai selalu berubah
sepanjangwaktu, sehingga diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasarkan
data pasangsurut sebagai berikut: (Triatmodjo, 1999).
a. Muka air tertinggi (Highest High Water Level, HHWL), adalah air tertinggi
padasaat pasang surut purnama atau bulan mati.
b. Muka air tinggi rata-rata (Mean High Water Level, MHWL) adalah rata-rata
mukaair tertinggi yang dicapai selama pengukuran minimal 15 hari.
c. Muka air laut rata-rata (Mean Water Level, MWL) adalah muka air rata-rata
antaramuka air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata.
d. Muka air terendah (Lowest Low Water Level, LLWL) adalah air terendah
padasaat pasang surut purnama atau bulan mati.
e. Muka air rendah rata-rata (Mean Low Water Level, MLWL) adalah rata-rata
mukaair terrendah yang dicapai selama pengukuran minimal 15 hari.
Elevasi muka air rencana hanya didasarkan pada pasang surut, wave setup
danpemanasan global. (Triatmodjo, 1999.) :
1. Pasang surut
Dari data pengukuran pasang surut akan didapat MHWL, MSL dan MLWL
2. Wave Setup
Setup gelombang dihitung dengan Rumus 2.2.
3. Kenaikan muka air laut karena pemanasan global
Kenaikan muka air laut karena pemanasan global (Sea Level Rise, SLR)
didapatberdasarkan pada Gambar 2.12.
14
b. Berdasarkan MLWL
DWL = LWL + Sw ………………………………………………..……(2.5)
Dimana :
DWL = Design Water Level
MHWL = Mean High Water Level
Sw = Wave Setup
SLR = Sea Level Rise
LWL = Low Water Level
Gambar 2.12. Prediksi kenaikan muka air laut karena pemanasan global.
Sumber : Triatmodjo, 1999.
15
2.4.1. Penentuan Kala Ulang Gelombang Rencana (Return Period)
16
Lanjutan tabel 2.1
17
Galvin juga menunjukkan bahwa perbandingan db/Hb berubah dengan
kemiringan gelombang datang Hb/gT2 seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.14.
dalam percobaan yang dilakukan penyebaran titik data cukup besar, sehingga
pada gambar tersebut dibuat dua set kurva. Kurva α adalah batas atas dari nilai
db/Hb; sehingga α = (db/Hb)maks. Sedangkan β adalah batas bawah dari nilai
(db/Hb)min. Grafik hubungan Hb/H’0 dengan H’0/gT2 ditunjukkan dalam Gambar
2.15.
18
2.4.3. Gelombang pecah rencana
…………………………………………………………..….(2.8)
…………………………………………………………..….(2.9)
19
Gambar 2.16. Tinggi gelombang pecah rencana di kaki bangunan.
Sumber : Triatmodjo, 1999.
20
2.5. Perencanaan Bangunan Pelindung Pantai
a. Wave Run-up
Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, gelombang
tersebut akan naik (run-up) pada permukaan bangunan (Gambar 2.18).
Elevasi (tinggi) bangunan yang direncanakan tergantung pada run-up dan
limpasan yang diijinkan. Run-up tergantung pada bentuk dan kekasaran
bangunan, kemiringan dasar laut di depan bangunan, dan karakteristik
gelombang. Karena banyaknya variabel yang berpengaruh, maka besarnya
run-up sangat sulit ditentukan secara analitis.
………………………………………………………..(2.10)
21
Dimana:
H = Tinggi gelombang di lokasi bangunan (meter)
Ir = Bilangan Irrabaren
= Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (derajat)
Lo = Panjang gelombang di laut dalam (meter)
b. Elevasi punack
Elevasi puncak bangunan diperhitungkan dengan tinggi kebebasan
(faktor koreksi) 0,5 m.
Elevasi puncak = DWL + Ru + 0,5 ……………………………..……(2.11)
22
2.5.2. Berat Butir Lapis Lindung
………………………………………………... . . . . . . . . . . (3.12)
Dengan :
W = Berat butir batu pelindung
γr = Berat jenis batu
γa = berat jenis air laut
H = tinggi gelombang rencana
θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
KD = koefisien stabilitas (Tabel 3.2.)
23
Keterangan :
n : Jumlah susunan butir batu dalam lapis pelindung
*1 : Penggunaan n = 1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah
*2 : Sampai ada ketentuan lebih laniut tentang nilai KD, penggunaan KD
dibatasi pada miringan 1 : 1,5 sampai 1 : 3
*3 : Batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan
Bangunan
Berbagai jenis batu pelindung diberikan dalam Gambar 2.20.
24
tiga butir batu pelindung yang di susun berdampingan (n = 3). Untuk bangunan
tanpa terjadi limpasan, lebar puncak bisa lebih kecil. Selain batasan tersebut, lebar
puncak harus cukup lebar untuk keperluan operasi peralatan pada waktu
pelaksanaan dan perawatan.
……………………………………... . . . . . . . . . . .(2.13)
Dengan :
B = lebar puncak
n = jumlah butir batu (n minimum = 3)
KΔ = koefisien lapis (Tabel 3.3.)
W = berat butir batu pelindung
γr = berat jenis batu pelindung
25
…………………………………………………………….. . . . . . (2.14)
dengan :
t = tebal lapis lindung
n = jumlah lapis batu dalam lapis pelindung
KΔ = koefisien yang diberikan dalam tabel 3.3.
W = berat butir batu pelindung
γr = berat jenis batu pelindung
26
BAB III
METODE PENELITIAN
27
Keadaan tanah atau kondisi tanah sangat penting dalam pertimbangan perencanaan
bangunan pantai terutama diperlukan dalam penentuan jenis pondasi yang digunakan
dan perhitungan dimensinya berdasarkan daya dukung tanah di lokasi perencanaan
bangunan.
Setelah semua data sekunder terkumpul, dengan menggunakan data angin kita
melakukan penentuan gelombang rencana, menghitung tinggi gelombang signifikan,
dan periode ulang gelombang. Setelah mendapat hasil tinggi gelombang rencana, kita
melakukan perencanaan dimensi konstruksi bangunan pantai, dan melakukan kontrol
stabilitas pemecah gelombang menggunakan data tanah. Jika kontrol stabilitas
memenuhi maka dilakukan gambar dimensi bangunan.Dalam penulisan skripsi ini,
data keadaan tanah bersumber dari Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Provinsi
NTT.
28
Mulai
Pengumpulan Data
Data Data
Primer Sekunder
Panjang Daftar
Topografi
dearah yang Mekanika harga upah
atau Peta Angin Pasang Surut
mengalami Tanah dan bahan
Bathimetri
overtopping kota kupang
Analisa Tinggi
Elevasi Muka Air
Gelombang
Rencana
Rencana
Perencanaan Struktur
Dinding Revetment
Menghitung RAB
Selesai
Gambar
3.1. Diagram Alir Perencanaan Revetment Pada Wilayah Pesisir Kampung Nelayan Oesapa
29
LOKASI
PENELITIAN
30
Gambar 3.3. Sketsa lokasi penelitian
(Sumber :hasil gambar penulis)
31
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Umumnya dalam pelaksanaan penelitian ilmiah ada banyak teknik yang digunakan
untuk mendapatkan data. Dalam penulisan ini penulis menggunakan tiga teknik
penumpulan data yaitu :
1. Metode Pustaka
Penulis mendalami teori dengan membaca buku-buku atau litelatur dan laporan-
laporan.
2. Metode Dokumentasi
Penulis mengumpulkan data-data berupa catatan, dokumentasi dan kondisi eksisting
yang ada dilapangan.
3. Metode Wawancara
Penulis mendapatkan informasi dengan cara mewawancarai langsung kepada
masyarakat atau pihak-pihak yang berhubungan dengan penulisan Skripsi.
3.3.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini bersumber dari hasil wawancara, data dari instansi
terkait dan langsung dari lokasi penelitian. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian langsung di lokasi studi. Dalam
hal ini data primer meliputi panjang lokasi penelitian dan dokumentasi kondisi
eksisting pada lokasi tersebut.
2. Data sekunder
Data sekunder bersumber dari data yang sudah terkumpul pada instansi –instansi
pemerintah maupun swasta yang relevan dan berhubungan dengan studi ini. Data
sekundr meliputi :
1) Data Angin, berasal dari BMKG Stasiun Lasiana Kupang. Data angin diperlukan
dalam perencanaan distribusi arah dan kecepatan angin yang terjadi dilokasi.
2) Data Pasang Surut, bersumber dari Balai wilayah Sungai Nusa Tenggara II Provinsi
NTT. Data pasang surut yang digunakan pada perencanaan dimensi bangunan
pelindung pantai
32
3) Data mekanika tanah, bersumber dari Balai wilayah Sungai Nusa Tenggara II
Provinsi NTT. Data geologi yang bermanfaat untuk mengetahui daya dukung
material dasar terhadap berat konstruksi bangunan di atasnya.
4) Topografi atau Peta Bathimetri, diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II Provinsi NTT. Peta Bathimetri dan geografis bermanfaat untuk
mengetahui perbandingan kemiringan permukaan tanah.
3.3.2 Analisa Data
1) Data angin di darat ditransformasikan dalam data angin di laut, kemudian dicari
faktor tegangan angin dengan menggunakan rumus
𝑅𝐿 = Uw / 𝑈𝐿 dan harga fetch gengan menggunakan rumus :
ΣXi cos α
Feff = Σ cos α
2) Dari nilai tegangan angin dan harga fetch dapat diketahui tinggi dan periode
gelombang dengan menggunakan grafik peramalan gelombang.
2. Menentukan Tinggi Muka Air Rencana (DWL)
Tinggi Muka Air Rencana (DWL) dengan menggunakan rumus :
33
DWL = HHWL + SW + SLR
Dimana :
SLR = Sea Water Level (Kenaikan muka air laut karena pemanasan gelobal)
Dimana :
Ru : Run-up gelombang
Fb : Free Board
34
1H – r
7) Lebar Toe Protection
B = 2H
8) Berat Butir
𝑌𝑟 𝐻 3
W = 𝑁𝑠 (𝑆𝑟 −1)3
3
5. Stabilitas Revetment
Stabilitas Revetment yang diperhitungkan adalah :
1) Stabilitas terhadap Sliding (Tergelincirnya Batu Lapis Lindung)
2) Kestabilan terhadap Settlement (Penurunan)
3) Keadaan daya dukung tanah
6. Rencana Anggaran Biaya
Menyusun Rencana Anggaran Biaya menggunakan AHSP 2016 serta daftar harga upah
dan bahan kota kupang.
35
diperlukan biaya yang lebih besar karena lebih sulit dalam pembuatan dan membutuhkan
cetakan/bekisting khusus.
36