Oleh:
Diah Listyarini
(A153130021)
Dosen:
Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Kriteria dan parameter penyebab terjadinya bencana rob
2. Menganalisis tingkat bahaya (hazard), tingkat kerentanan (vulnerability) dan
kapasitas masyarakat terhadap bencana banjir pasang (rob)
3. Merumuskan zonasi risiko bencana banjir pasang (rob) di Kota Semarang
4. Mengajak pembaca untuk dapat berfikir kritis dalam menghadapi bencana atau
masalah yang terjadi sehingga bencana atau masalah yang terjadi sehingga
bencana tidak lagi menjadi masalah namun dapat membawa berkah.
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kota Semarang
Kota Semarang terletak di pantai utara Jawa Tengah yang berada dalam
wilayah 650-710 LS dan 10935-11035 BT. Disebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Kendal, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan sebelah utara
dibatasi oleh Laut Jawa dan panjang garis pantai meliputi 13.6 km, dan berada
pada ketinggian 0.75- 348 diatas garis pantai. Secara administratif, kota Semarang
terbagi atas 16 wilayah Kecamatan dan 177 kelurahan. Luas wilayah kota
Semarang tercatat 373,70 km2 yang terdiri dari 39.56 km2 (10.59%) sawah dan
334.14 km2 (89.41%) lahan bukan sawah yang 42.17% dari luas tersebut
merupakan daerah terbangun (BPS, 2013).
Bakti (2010) menambahkan bahwa kota Semarang berada pada posisi yang
sangat strategis bagi Jawa Tengah, karena kota tersebut menjadi simpul empat
pintu gerbang, yakni koridor pantai Utara, koridor Selatan kearah kota-kota
dinamis seperti kabupaten Magelang, Surakarta. Koridor timur kearah kabupaten
Demak atau kabupaten Grobongan dan kearah barat menuju kabupaten Kendal.
Secara administrasi, kota Semarang sebelah barat utara berbatasan dengan Laut
Jawa, disebelah timur berbatasan dengan kabupaten Demak, disebelah selatan
berbatasan dengan kabupaten Semarang dan disebelah barat berbatasan dengan
kabupaten Kendal (Bakti, 2010).
Gambar 1. Peta Wilayah Kota Semarang (Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011)
c. Posisi Geografis
Semarang memiliki keunikan geologis yang jarang dimiliki kota-kota
lain di Indonesia, yaitu kondisi alam yang secara geologis terdiri dari
wilayah perbukitan, daratan dan wilayah pantai. Pengembangan kota
Semarang sebagai kota pantai sejogyanya dipegang sebagai satu panduan
utama pembangunan kota yang berwawasan lingkungan.
Secara topografis, kota semarang memiliki potensi yang cukup besar
untuk terjadinya banjir. Kenaikan muka air laut akibat pasang naik akan
memasuki daratan yang permukaan tanahnya relatif rendah, hanya berbeda
1.3 5.0 meter terhadap muka iar laut sehingga pengaruh pasang naik dan
pasang surut menjadi semakin terasa, Sementara didaerah rendah di utara
ditutupi bahan induk alluvial sungai dan marin, wilayah perbukitan
limpatan ditempati oleh batuan sedimen. Susunan bahan ini mempunyai
sumbangan yang cukup dalam menentukan perbandingan jumlah air yang
mengalir dipermukaan dan air yang masuk kedalam tanah.Diperbukitan
lipatan terdapat lapisan yang kedap air, sehingga menyebabkan sulitnya air
meresap kedalam tanah.Selain itu terdapat juga lereng tang cukup terjal
dengan kemiringan > 40%, maka aliran permukaan yang terjadi masih
cukup besar.Dan bahan induk didataran rendah memiliki permeabilitas
lambat sehingga mengakibatkan terjadinya genangan dipemukiman
(Suwardi, 1999).
d. Iklim
Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi terjadinya banjir rob
dikota semarang adalah curah hujan. Berikut data curah hujan dan lamanya
tahun 2008-2012 :
Tabel 1. Data Curah Hujan Dan Rata-rata curah hujan tiap kecamatan di
Kota Semarang Tahun 2008-2011
Tahun Rata-rata Curah Hujan (mm/thn) Rata-rata curah hujan tiap kecamatan
2008 2.643 220.25
2009 1.845 153.75
2010 2.869 239.20
2011 2.164 201.20
Sumber :BPS, 2012
d. Reklamasi Pantai
Reklamasi pantai utara Semarang dapat berpengaruh terhadap kondisi
hidrologi wilayah sekitar, terutama terhadap lingkungan air permukaan
yang berasal dari pasang surut air laut.Penambahan daratan didepan
daratan alluvial menjadi ledok fluvial apabila lahan baru itu lebih tinggi.
Proses geomorfologi yang dapat terjadi pada daerah adalah banjir berkala
atau banjir permanen. Dampak reklamasi pantai Semarang yang saat ini
timbul adalah adanya genangan banjir disekitar perumahan Tanah Mas
akibat daerah hasil reklamasi lebih tinggi daripada daerah asli disebelah
selatannya, sehingga menjadi cekungan.Pada saat hujan dan pasang naik
terisi air sehingga menimbulkan banjir genangan.
Meluasnya area limpasan rob, yang terjadi berkaitan dengan
pelaksanaan reklamasi pantai. Hal ini terjadi karena hempasan air laut
yang biasanya menggenangi area yang direklamasi kemudian mencari
tempat lain yang lebih rendah. Celakanya justru area sekitarnya yang
merupakan pemukiman penduduk dan diwilayah ini terdapat infrastruktur
utama kota, seperti pelabuhan, Tanjung Mas, Stasiun KA Tawang,
Terminal Bus Terboyo, Bandar Udara Ahmad Yani, sistem drainase, air
bersih, pengolahan air limbah, persampahan dan jalan raya kelas I, II, III
dan jalan lingkungan. Juga kawasan perumahan mewah, kumuh, kawasan
industri dan perdagangan serta kawasan wisata pantai (Kisdianto,2013).
e. Sikap Masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal disepanjang sungai dan
saluran drainase, misalnya kegiatan pemanfaatan sungai dan saluran
drainase untuk pembuangan sampah.Perilaku masyarakat yang kurang
menyadari bahwa sampah yang dibuang tersebut mengurangi kapasitas
saluran dan menghambat aliran, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir.
Gambar 7. Peta Genangan Banjir Rob Di Wilayah Kota Semarang Tahun 2000
(Sumber :Bakti, 2010)
Gambar 8. Peta Genangan Banjir Rob Di Wilayah Kota Semarang Tahun 2010
(Sumber : Bakti, 2010)
Berdasarkan hasil penelitian Miladan (2009) diketahui adanya prediksi
bahwa wilayah pesisir kota Semarang yang tergenang setelah kenaikan paras
muka air lautdalam 20 tahun mendatang sebesar 16 cm yakni seluas 2672,2 Ha.
Hasil interprestasi dataSIG yang ada diketahui bahwa dari 6 Kecamatan Pesisir
Kota Semarang, 5kecamatan yang diprediksikan sebagian wilayahnya akan
tergenang banjir dan rob akibatkenaikan permukaan air laut. Kecamatan-
kecamatan tersebut yakni Kecamatan Genuk,Kecamatan Gayamsari, Kecamatan
Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara, danKecamatan Tugu.Sedangkan
Kecamatan Semarang Timur yang juga termasuk padaKecamatan Pesisir Kota
Semarang diprediksi pada 20 tahun mendatang belum terjadikerawanan
tersebut.Dari kecamatan-kecamatan tersebut, tidak seluruh wilayahnyatergenang
namun hanya di beberapa kelurahan saja terutamanya yang
berada/berbatasanlangsung dengan Laut Jawa.
Tabel 3.Prediksi wilayah pesisir kota Semarang yang diprediksi tergenang akibat
kenaikan air laut tahun 2029 (15 tahun mendatang).
Luas Luas
%
Kecamatan Kelurahan Kelurahan Genangan
Tergenang
(ha) (ha)
Mangkang Kulon 544,221 287,456 52,820
Mangunharjo 461,084 326,171 70,740
Mangkang Wetan 404,766 192,232 47,492
Tugu Randu Garut 477,111 291,243 61,043
Karang Anyar 412,388 230,103 55,798
Tugu Rejo 577,035 305,982 53,026
Jerakah 143,342 55,927 39,016
Tanjung Mas 384,415 197,311 51,328
Semarang Utara Bandarharjo 222,836 110,752 49,701
Panggung Lor 190,974 45,827 23,996
Tawangsari 362,370 62,036 17,120
Semarang Barat
Tambakharjo 534,161 212,279 39,741
Terboyo Kulon 275,939 155,611 56,393
Genuk Terboyo Wetan 194,481 67,545 34,731
Trimulyo 331,528 127,983 38,604
Gayamsari Tambakrejo 103,276 3,754 3,635
Total 5619,928 2672,212 47,549
Adapun prediksi dari pengunaan lahan yang akan hilang akibat kenaikan
air laut pada tahun 2029 disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4. Pengunaan lahan yang akan hilang akibat kenaikan air laut pada tahun
2029 (15 tahun mendatang).
Penggunaan Lahan Luas (ha)
Bandar Udara 158,65
Campuran Perdagangan dan Jasa, Permukiman 1,89
Industri 893,24
Instalasi Pengolahan Limbah Cair (WWTP) 13,17
Konservasi 285,09
Lap. Penumpukan 59,19
Olah Raga dan Rekreasi 100,32
Pelabuhan Laut 18,25
Pergudangan 36,28
Perkantoran 11,92
Permukiman 203,52
Pertanian Lahan Basah 79,78
PLTU Tambak Lorok 0,25
Pusat Pendaratan Ikan (PPI) 16,21
Rencana jalan 0,03
Taman 18,06
Tambak 776,34
Total 2672,21
Polder Kali Banger memiliki catchment area 675 Ha, adapun wilayah
administrasi ada di kecamatan Semarang Timur yang meliputi 9
Kelurahan yaitu: Kelurahan Rejomulyo, Kelurahan Mlati Baru,
Kelurahan Mlatiharjo,Kelurahan Sari Rejo, Keluarahan Bugangan,
Kelurahan Rejo Sari, Kelurahan Karang Turi, Kelurahan Karang Tempel
dan Kelurahan Kemijen. Sistem Polder Kali Banger memiliki komponen
infrastruktur yang terdiri dari (Herman Mondeel, 2010dalam Wahyudi,
2010): Northern dike (Pembangunan Tanggul Arteri Utara), melindungi
kawasan Polder Kali Banger dari muka air laut, Eastern dike
(Pembangunan Tanggul Banjir Kanal Timur) melindungi kawasan Polder
dari Sungai Banjir kanal Timur, Dam Kali Banger (Pembangunan
Bendung K. Banger) yang akan menutup koneksi aliran dari kawasan
Polder dengan sungai dan laut, Pumping station difungsikan untuk
mengendalikan elevasi air karena kawasan Polder ditutup bending,
Retention basin (Kolam Retensi) digunakan untuk pengendalian elevasi
air sistem polder sebelum dipompa. Elevasi air dalam kolam retensi
dikendalikan -2 m MSL
v. Pembangunan landscape Mangrove diwilayah pesisir.
Seperti diketahui bersama bahwa salah satu fungsi mangrove adalah sebagai
pelindung pantai dari hempasan gelombang laut penyebab abrasi dan banjir rob
dikawasan pesisir. Penelitian membuktikan bahwa keberadaan vegetasi mangrove
dengan perakarannya yang rapat dan kuat, mampu memperkecil kekuatan
hempasan gelombang pada saat menerjang pantai dan mengurangi dan masuknya
air laut kedaratan pada saat terjadinya pasang.
Penanaman mangrove dikawasan pesisir Semarang merupakan salah satu
upaya yang ramah lingkungan, tidak membutuhkan biaya yang relative besar,
namun yang aling penting adalah manfaat yang dapat diperoleh dari ekosistem
mangrove dapat dirasakan dalam jangka panjang terutama dalam melindungi
terhadap terjadinya bencana dikawasan pesisir.Tak hanya itu, manfaat mangrove
lainnya yaitu sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan pencarian makan bagi
ikan dan binatang laut lainnya. Oleh sebab itu dapat diterapkan sebagai salah satu
upaya mitigasi bencana banjir rob di pesisir kota Semarang. Adapun rencana
landscape mangrove yang dapat diterapkan dipesisir Kota Semarang adalah
sebagai berikut ;
(b)
Gambar 9. Langkah penanaman Mangrove dikawasan Pesisir Semarang
Adaptasi Masyarakat
Adaptasi merupakan suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan
manusia selama hidupnya Adaptasi merupakan suatu strategipenyesuaian diri
yang digunakan manusiaselama hidupnya untuk merespon terhadapperubahan-
perubahan lingkungan dansosial.Banjir pasang (rob) yang hampir terjadi setiap
tahun memaksa masyarakat untuk melakukan adaptasi terus menerus. Adaptasi ini
dilakukan sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan baru. Proses
adaptasi yang sangat dinamis karena lingkungan dan manusia berkembang dan
berubah secara terus-menerus. Umumnya masyarakat yang telah tebiasa terkena
banjir enggan untuk pindah. Mereka tetap memilih tinggal di daerah asal
meskipun tiap tahun mengalami langganan banjir rob.
Faktor yang menyebabkan masyarakat enggan untuk berpindah antara lain
: (1) sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan ataupun buruh industri
ddisekitar daerah pelabuhan (2) sebagian masyarakat berasal dari golongan
ekonomi menengah kebawah yang tidak memiliki modal untuk berpindah
ketempat lain.Berbagai adaptasi telah dilakukan oleh masyarakat. Menurut
Kobayashi (2001) adaptasi yag dilakukan oleh masyarakat yang terkena banjir rob
antara lain : pindah kelokasi yang lebih aman, membangun polder dan pompa,
menambah tanah tempat yang rendah merubah jenis bangunan (rumah panggung
atau rumah susun).
Sedangkan menurut Suryanti dan Marfai (2008) adaptasi yang telah
dilakukan masyarakat antara lain : (1) membuat tanggul kecil/urug didalam rumah
atau meninggikan pondasi rumah (2) membuat talud dan tanggul permanen dan
non permanen dipantai (3) meninggikan jalan sekitar 1-1,5 meter untuk
menghindari agar jalan tidak tergenang saat rob terjadi sehingga akses untuk
transportasi tetap lancar (4) sebagian warga telah membangun rumah panggung.
Sukamdi (2010) mengemukakan bahwa beberapa adaptasi yang dilakukan
masyarakat terhadap banjir rob antara lain :
a. Adaptasi pada tempat tinggal yang dilakukan masyarakat yakni dengan
membuat tanggul, meninggikan rumah dan atapnya, meninggikan lantai rumah
dengan cara mengurug , membuat saluran air disekitar rumah.
Gambar 8. Peninggian lantai rumah oleh warga
b. Adaptasi pada ketersediaan air bersih dilakukan karena banjir rob
berdampak pada salinitas dan kualitas air di daerah tersebut. Sehingga
masyarakat membutuhkan air bersih layak konsumsi yang diperoleh dan
dipasok dari daerah lain, baik dari PAM maupun dari truk tangki air
bersih, untuk hal tersebut masyarakat harus mengeluarkan biaya.
Saran
Atas kesimpulan tersebut maka rekomendasi yang diberikan untuk
mengurangi dampak dari terjadinya banjir rob yakni :
1. Bagi Pemerintah Kota Semarang ;
a. Agar segera menerapkan berbagai kebijakan dan strategi dalam
upayamitigasi/adaptasi di Wilayah Pesisir Kota Semarang terhadap potensi
kerawananbencana perubahan iklim, dengan melalui zonasi dan regulasi
kawasan yangmeliputi:
i. Pada kawasan kerentanan rendah direkomendasikan agar adanya
pembatasan atau bahkan pelarangan pengembangan kawasan ekonomi
strategis (kawasan permukiman, kawasan perdagangan jasa dan industri
maupun kawasan perkantoran).
ii. Pada kawasan kerentanan sedang direkomendasikan agar melakukan
tindakan antisipasi dengan mempertahankan kawasan tersebut. Hal ini
mengingat saat ini sudah terdapat berbagai kawasan ekonomi strategis
di kawasan kelurahan-kelurahan tersebut.
iii. Segera menentukan/memetakan daerah yang dapat dikembangkan
sebagai kawasan mundur/pindah.
b. Bersifat proaktif untuk mengawali penanganan resiko bencana ini melalui :
i. Inventarisasi aset daerah pada kawasan yang diprediksi beresiko
bencanakenaikan air laut tersebut.
ii. Memberikan pemahaman mitigasi dan adaptasi terhadap masyarakat
local sehingga masyarakat akan menyadari betul langkah-langkah yang
harusdiambil dalam menghadapi potensi bencana ini.
iii. Menetapkan kebijakan/regulasi yang bertujuan untuk memisahkan
kawasanyang akan dipertahankan dan kawasan tidak dipertahankan
dalam menghadapibencana kenaikan air laut.
iv. Pemerintah Kota harus memulai memikirkan model pendanaan dalam
upayamitigasi dan adaptasi pada Wilayah Pesisir Kota Semarang
sehingga kedepanpotensi bencana ini sudah memiliki pos anggaran
pembiayaannya.
2. Bagi Masyarakat Lokal
a. Agar memperkuat sistem kelembagaan penanganan potensi bencana
tersebut.Contohnya mengembangkan lembaga/paguyuban siaga bencana
khususmengantisipasi permasalahan ini.
b. Masyarakat harus berperan nyata dan proaktif dalam lembaga/paguyuban
siaga yang dibentuk, reaktif dan patuh terhadap kebijakan/strategi yang akan
digunakanoleh Pemerintah Kota Semarang dalam menghadapi resiko
bencana ini.
3. Selain saran diatas, untuk masyarakat yang berada dikawasan pesisir dan
tinggal di wilayah zona rawan banjir dapat mengadopsi konsep rumah
panggung yang telah diterapkan diwilayah pemukiman pesisir Jakarta Utara
(pemukiman angke dan pemukiman marunda).
Berdasarkan penelitian Listiyanti (2011) terdapat tiga tipe rumah yang
dapat diadopsi oleh masyarakat yang tinggal diwilayah rawan bencana banjir
rob, antara lain :
Gambar 11. Tipe pemukiman angke dan pemukiman marunda
a. Tipe A
Rumah tipe A masih terlihat kepanggunannya. Rumah ini terdapat
diarea pinggir pantai yang landau.Sehingga rumah tipe ini memerlukan
tiang penopang yang lebih tinggi sekitar 2-3 meter.Meskipun cukup tinggi,
ruang kolong ini tidak pernah dipakai untuk beraktivitas karena selalu
digenangi oleh air laut. Adapun hasil tingkat pengujian pada tipe rumah A
tersebut adalah sebagai berikut :
b. Tipe B
Tipe rumah B masih terlihat kepanggungannya.Rumah ini terdapat
daratan sedikit menjauh dari pinggir pantai. Tiangnya yang digunakan pada
rumah tipe B lebih rendah dibandingkan dengan rumah tipe A. rumah ini
terdiei dari tiang yang setinggi 1-2 meter .
c. Tipe C
Rumah tipe C merupakan hasil renovasi sehingga hampir tidak ada keterkaitan
dengan rumah panggung. Rumah tipe ini biasanya berada sedikit jauh dari bibir
pantai. Adapun hasil tingkat pengujian pada tipe rumah A tersebut adalah sebagai
berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Desmawan BT. 2012. Adaptasi Masyarakat Kawasan Pesisir Terhadap Banjir Rob
Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Jurnal Bumi
Indonesia.1(1) : 1-9
Pratiwi MR. 2012. Dampak Dinamika Banjir Pasang (Rob) Terhadap Sistem
Sosial Ekologis Kota Semarang (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Mas).
Tesis. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Utomo WY. 2013. Analisis Potensi Rawan (hazard) dan Resiko (Risk) Bencana
Banjir dan Longsor (Studi Kasus Provinsi Jawa Barat).Tesis. Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Wahyudi SI. 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Laut Terhadap Banjir dan
Rob Di Kawasan Kaligawe Semarang. Riptek. 1 (1) : 27-34