Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KELAUTAN

Sistem Pengelolaan Data Spasial Dalam Penentuan Daerah Ptensial


Penangkapan Ikan Di Perairan

Nikolas Kalayukin
2016-64-033

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (Geographic information System) adalah sistem

informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi

keruangan), atau dalam arti sempit adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan

untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefernsi

geografis, misalnya data diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para

praktisi juga memasukkan orang (yang membangun dan mengoperasikannya) dan data

sebagai bagian dari sistem ini. Dalam pengelolaan SIG yang perlu mendapat perhatian

tidak hanya sekedar aspek peta digital, meskipun hal ini yang utama. Hal lain yang

tidak kalah penting adalah aspek pengelolaan database yang dikandungnya yang

merupakan atribut peta. SIG dapat menyerap dan mengolah data dari bermacam

sumber yang memiliki skala dan struktur yang berbeda (Aryalan, 2011).

Analisis geografi dan pemetaan bukanlah suatu hal yang baru, tetapi SIG

menyediakan berbagai kemudahan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas agar

lebih baik, lebih efisien dan hasilnya lebih tepat. SIG adalah sebuah sistem yang terdiri

dari komputer, software, data, manusia, organisasi dan aturan-aturan institusi untuk

pengumpulan, penyimpanan, penganalisis, dan penyebaran informasi tentang tempat

di bumi. SIG merupakan suatu rancangan sistem informasi untuk mengerjakan data
berunsur ruang atau koordinat geografis. Teknologi SIG menyatu dengan operasi

database seperti pencarian data dan analisa statistik dan analisis geografis yang

disajikan dalam bentuk peta. SIG mempunyai kelebihan tersendiri, yakni mempunyai

kemampuan menyesuaikan data dari sumber yang berbeda untuk analisa

kecenderungan masa datang dan evaluasi keruangan akibat pembangunan (Yohannes,

2008).

Data atau informasi geografi, yang diturunkan dari peta-peta tematik,

penelitian, pengukuran di lapangan, atau kumpulan data statistik yang dikumpulkan

oleh institusi-institusi pemerintah (termasuk data sensus di dalamnya), pada umumnya

mengandung lebih dari satu atribut yang diasosiasikan dengan lokasi spasialnya.

Sebagai contoh,properties jenis tanah yang menjadi daya tarik studi-studi sumberdaya

lahan pada umumnya adalah tipe, warna, tekstur, kandungan organik, derajat keasaman

(pH), dan lain sebagainya. Atribut-atribut tambahan ini disebut sebagai entities non-

spasial (aspasial) dari basisdata spasial. Basisdata pasial mendeskripsikan

sekumpulan entity baik yang memiliki lokasi atau posisi yang tetap maupun yang tidak

tetap (memiliki kecenderungan untuk berubah, bergerak, dan berkembang). Tipe-

tipe entity spasial ini memiliki properties topografi dasar yang meliputi lokasi,

dimensi, dan bentuk (shape). Hampir semua SIG memiliki campuran tipe-

tipe entity spasial dan non-spasial. Tetapi, tipe-tipe entity non-spasial tidak

memiliki property topografi dasar lokasi (Puspita, 2010).


Pentingnya database bagi sistem informasi kelautan dan perikanan Indonesia

tidak dapat diragukan lagi. Database telah menjadi issu sentral dalam pemberdayaan

sistem informasi perikanan di negara kita. Untuk memanfaatkan sumberdaya

perikanan kita yang cukup besar diperlukan adanya sistem data yang sistematis,

lengkap dan terpadu seperti data perikanan tangkap dan data lingkungan laut. Data

tersebut dapat digunakan untuk mempelajari secara efektif berapa besar potensi stok

ikan yang kita miliki, dimana stok ikan tersebut bisa ditangkap dan kapan musim ikan

tersebut akan berlimpah. Pertanyaan-pertanyaan ini sangat signifikan dan memerlukan

respon yang tepat yang antara lain dapat kita jawab dengan membangun sistem

database secara berkala, berdaya guna dan berkelanjutan. Dengan demikian banyak

masalah dalam bidang perikanan dan kelautan yang dapat diatasi dengan keandalan

sisten database tersebut misalnya perkiraan ruang dan waktu untuk menangkap ikan

komersial penting, indikasi awal fenomena alam seperti tsunami dan El Ñino dan La

Ñina serta polusi air (Zainuddin, 2006).

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ilmiah ini adalah sebagai pemahaman

awal mengenai kemampuan penggabungan kekuatan SIG, Inderaja dan data lapangan

untuk penentuan daerah potensial penangkapan ikan di perairan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu permasalahan pembangunan perikanan Indonesia adalah

keterbatasan data dan informasi yang dapat dijadikan rujukan perencanaan dan

pengelolaan sumberdaya perikanan. Ketersediaan data dan informasi perikanan yang

akurat hingga saat ini masih dipandang sebagai hal yang tidak begitu penting dan

mendesak dalam pembangunan perikanan nasional. Hingga saat ini, belum ada

lembaga yang menangani penyediaan data dan informasi secara menyeluruh,

melainkan masih dilakukan oleh masing-masing instansi sesuai dengan kebutuhan.

Akibatnya sering terjadi perbedaan data dan informasi perikanan. Sebagai contoh

dalam perhitungan potensi lestari perikanan nasional hingga saat ini masih terdapat

perbedaan. Padahal ketersediaan data dan informasi perikanan yang akurat merupakan

faktor penting dalam penyususnan perencanaan dan pengelolaan sumberdaya

perikanan, khususnya dalam merencanakan pembangunan perikanan yang opimal dan

berkelanjutan, serta menghindari terjadinya over-eksploitasi sumberdaya perikanan

(Dewi, 2010).

Pengetahuan dasar yang dipakai sebagai basis sistem informasi adalah

melakukan pengkajian hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di

sekelilingnya. Dari hasil kajian tersebut akan diperoleh indikator oseanografi yang

cocok untuk ikan tertentu. Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator
oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan

teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan

dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya

pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan.

Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak

informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya

antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim panen ikan

yang paling efektif (Fahmi, 2012).

Pada prinsipnya pengembangan e-Ocean Fisheries Goverment merupakan

sistem informasi nasional yang berkemampuan inteligensi sehingga pelaksanaan

program dan tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan akan lebih efektif. Sistem

memiliki konten dari berbagai aspek, dari aspek ekologi, ekonomi kelautan, masalah

sosial wilayah pesisir hingga tata kelola pulau-pulau kecil. Sistem harus

mudah diakses, mudah diupdate setiap saat, mudah dipantau, sekaligus bisa

berfungsi sebagai Sistem Informasi Ekosistem Nasional yang pada saat ini telah

menjadi isu penting dunia. e-Ocean Fisheries Government bertujuan untuk memenuhi

informasi yang lengkap tentang kondisi kelautan nasional, baik dari sisi sumber daya

laut, keadaan perairan, cuaca, kejadian penting di laut (accident maupun incident),

tanda-tanda navigasi laut yang sangat membantu bagi kapal berlayar di lautan kita, dan

segala informasi mengenai laut lainnya. Selain itu berbagai data antar departemen bisa
dipertukarkan secara mudah. Misalnya data untuk kebutuhan deteksi dan

pemberanatsan aktifitas illegal fisheris antara lain berupa track kapal ikan (posisi,

kecepatan, heading), Database SIPI, SIKPI (Identitas Pemilik, Perusahaan, Ukuran

kapal, jenis alat tangkap, tanggal kadaluarsa ijin), Database log book (jenis ikan,

lokasi), Database parameter biologi laut (klorofil, upwelling), Database batas WPP

(Selvi, 2011).

Sebagai gambaran signifikansi penggunaan SIG adalah kegiatan atau proyek

penangkapan ikan tuna. Dalam proyek itu pada prinsipnya ada dua database (satelit dan

perikanan tuna) lalu dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analisis daerah

penangkapan ikan tuna. Biasanya ada empat layer data yang diintegrasikan yaitu suhu

permukaan laut (NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan

tinggi permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetik energi (EKE) (AVISO). Parameter

pertama dipakai karena berhubungan dengan kesesuaian kondisi fisiologi ikan dan

thermoregulasi untuk ikan tuna; sedangkan parameter yang kedua karena dapat

menjelaskan tingkat produktifitas perairan yang berhubungan dengan kelimpahan

makanan ikan; sementara parameter yang ketiga berhubungan dengan kondisi sirkulasi

air daerah yang subur seperti eddy dan upwelling; dan parameter terakhir berhubungan

dengan indeks untuk melihat daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin

mempengaruhi distribusi ikan. Data penangkapan ikan tuna diplot pada peta

lingkungan yang dibangkitkan dari citra satelit (Doni, 2008).


Setiap spesies ikan mempunyai karakteristik oseanografi kesukaannya masing-

masing dan cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari atau dibuat

permodelannya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan pendekatan teknologi SIG.

Database mestinya menjadi isu penting dalam mengembangkan produksi perikanan

tangkap di negeri ini yang kondisinya saat ini sedang stagnan. Database tersebut juga

sangat penting untuk mengetahui secara persis berapa sebenarnya potensi stok ikan

yang kita miliki. Dan dimana saja stok ikan tersebut bisa ditangkap dan kapan bisa

dipanen secara melimpah(Rizal, 2010).


BAB III
PEMBAHASAN

Keberhasilan usaha penangkapan ikan sangat ditentukan kemampuan fishing

master untuk menduga daerah penangkapan yang potensial. Banyak penelitian yang

telah dilakukan mengungkapkan bahwa keberadaan ikan yang menjadi tujuan

penangkapan dipengaruhi oleh kondisi parameter oseanografi seperti suhu, salinitas,

kandungan fitoplankton, arus dan faktor lainnya. Masing-masing jenis ikan mempunyai

respon yang spesifik terhadap kondisi parameter-parameter oseanografi tersebut.

Sebagai contoh ikan tuna mata besar optimum tertangkap pada suhu 10-15oC, Salinitas

34.5-35.5%o dan kandungan oksigen > 1ml/l. Penentuan daerah potensial penangkapan

ikan berdasarkan input layer-layer faktor oseanografi. Daerah potensial untuk

penangkapan jenis ikan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria yang telah diteliti

sebelumnya. Permasalahannya hingga saat ini, kriteria yang spesifik terhadap jenis

ikan tertentu belum banyak diteliti. Parameter oseanografi yang dapat diturunkan dari

sensor satelit maupun hasil observasi lapang seperti suhu, kandungan klorofil, tinggi

paras laut (Zainuddin, 2006).

Gambar 1. Overlay faktor-faktor oseanografi untuk penentuan fishing ground


Gambar 2. Parameter kesuburan perairan, kekeruhan dan suhu permukaan laut
untuk menentukan daerah penangkapan ikan
Data spasial dan atribut yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan

dapat dibangun dalam SIG. Data ini sebagian besar dapat diperoleh dari pelabuhan

tempat pendaratan ikan, dinas kelautan dan perikanan setempat. Untuk mendapatkan

data yang lebih akurat mengenai armada, alat tangkap, hasil tangkapan dan daerah

penangkapan ikan target sebaiknya juga dilakukan pengamatan langsung di lapangan.

Data spasial lingkungan laut dan data unit penangkapan untuk SIG :

No Tipe Data Informasi

1 Data kartografi Batimetri, garis pantai, referensi geografik

Data lingkungan laut (suhu, salinitas, arus, klorofil)

2 Basis data spesifik Daerah penangkapan umum

Daerah penagkapan sesuai dengan alat tangkap

Lokasi pendaratan dan pelabuhan

Jenis ikan yang didaratkan

Karakteristik armada

Nelayan, dll

Peta lingkungan pantai didigitasi yang digunakan sebagai peta dasar dalam SIG.

Peta tematik lainnya juga didigitasi sebagai masukan dalam SIG seperti peta orisinil

daerah penangkapan ikan. Peta-peta ini selanjutnya direlasikan dengan data atribut
yang sesuai dalam tabel basis data. Basis data mengandung semua informasi yang

terintegrasi dalam format SIG:

1) Titik (referensi geografrk dari garis pantai, pelabuhan

perikanan, titik-titik penangkapan. .. )

2) Garis (garis kontur kedalaman, suagai,. .. )

3) Poligon (daerah penangkapan, tipe dasar perairan, .,.)

4) Grid (densitas hasil tangkapan, .... )

5) Grafik (spesies dan alat tangkap, ... )

6) Informasi alfanumerik: deskripsi armada dan sensus.

Gambar 3. Contoh peta orisinil daerah penangkapan ikan


yang akan didigitasi sebagai input dalam SIG
Produk utama yang dihasilkan dari aplikasi SIG ini adalah pemetaan area

armada penangkapan dan pemetaan fishing ground spesies. Selain itu produk produk

turunan lainnya dapat dihasilkan seperti sebaran spasial daerah penangkapan yang

overlap antara daerah penangkapan dua tipe alat penangkapan. Informasi ini dapat

digunakan sebagai dasar untuk mengatur wilayah penangkapan untuk menghindari

konflik di antara nelayan.

Gambar 4. Deteksi daerah potensial penangkapan berdasarkan karakteristik


oseanografi dengan menggunakan data NOAA-AVHRR

Contoh lain aplikasi SIG di selatan pulau Hokkaido, Jepang dapat dilihat pada

dibawah ini. Peta ini menunjukan berbagai informasi spasial yang bisa kita pahami

tentang perikanan tangkap di sekitar pulau tersebut, khususnya cumi-cumi. Disini peta

SIG menggambarkan dimana posisi pelabuhan perikanan (fishing port), jarak

antarafishing ground (daerah penangkapan) dan pelabuhan, distribusi hasil tangkapan,

jumlah kapal yang tersedia. Dari informasi ini dapat dilihat bahwa distribusi musiman

daerah penangkapan, hasil tangkapan dan jumlah kapal penangkap akan menghasilkan
informasi tentang jalur migrasi spesies cumi-cumi tersebut yaitu cenderung ke utara

pada bulan Juni dan kembali ke selatan pada bulan November (Aryalan, 2011).

Gambar 5. Peta distribusi daerah penangkapan cumi-cumi dan jumlah kapal


serta hasil tangkapannya di sekitar pulau Hokkaido, Jepang
BAB IV
KESIMPULAN

Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang

berkembang melalui penelaahan fenomena-fenomena alam dan adanya keinginan

untuk memperoleh informasi global mengenai kondisi bumi pada umumnya dan

perikanan pada khususnya. Terlebih lagi perikanan laut umumnya mencakup daerah

yang luas, remote (jauh) dan sulit diamati manusia tanpa adanya bantuan teknologi.

Sehingga dengan mempelajari fenomena alam, pada akhirnya dapat mengembangkan

teknologi satelit sebagai salah satu wahana yang dapat digunakan untuk menempatkan

sensor inderaja, sehingga dapat diperoleh informasi yang global mengenai kondisi

perikanan laut nasional maupun internasional. Teknologi ini dapat menyumbangkan

informasi secara kontinu kepada armada nelayan nasional mengenai daerah potensi

perikanan tangkap. Dengan kata lain produktivitas perikanan nasional dapat

ditingkatkan melalui perkembangkan teknologi ini.


DAFTAR PUSTAKA

Aryalan, I. 2011. Aplikasi Sistem Informasi Geografis ArcView. Universitas Pendidikan


indonesia, Jakarta.

Doni, U. 2008. Pengenalan Dasar-dasar GIS. 2008. [Bahan Kuliah]. Universitas Sriwijaya,
Palembang.

Dewi, K. 2010. Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan wilayah. [Bahan Kuliah].
Universitas Islam Muhammadiyah, Bengkulu.

Fahmi, O. 2012. Dasar Arc View 3.3: Membuat Peta Dengan Mudah dan Efektif Menggunkaan
Softwere Arc View 3.3. [Modul]. Semarang.

Johannes, M. 2008. Pengoperasian ArcView GIS. Universitas Sriwijaya, Indralaya.

Puspita, Y. 2010. Penggunaan GIS Pada Perancangan Aplikasi Sistem Informasi Geografis
Lokasi Sekolah di Wilayah Kota Bogor. Universitas Gunadarma, Depok.

Rizal. 2010. Pengenalan ArcView. Universitas Gunadarma, Fakultas Ilmu Komputer, Depok.

Selvi, A. 2011. Sistem Informasi Geografis (Sig). Doktafia Learning, Denpasar.

Zainuddin, M. 2006. Aplikasi Sistem Informasi Sumberdaya Geografis Dalam Penelitian


Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai