OLEH:
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN
2.1 Dampak Peningkatan Konsentrasi Gas CO2 di Atmosfer (solusi + untuk laut)
Peningkatan konsentrasi gas CO2 di atmosfer berdampak langsung pada segala aspek
lingkungan secara global sehingga dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Hingga Mei tahun
2013, terjadi peningkatan konsentrasi gas CO2 di atmosfer sebesar 80 ppm dari tahun 1960.
Sektor-sektor yang menggunakan bahan bakar minyak bumi seperti industri dan transportasi
merupakan penyumbang emisi gas CO2 terbesar yakni sebesar 32% dan 23% yang dihasilkan
oleh hasil sisa bakaran yang dilepaskan ke atmosfer. Selain itu, kawasan perkantoran dan
perumahan juga turut menyumbangkan emisi gas CO2 yang diakibatkan oleh belum
diaplikasikannya energi terbarukan pada system oprasionalnya. Sumber emisi gas juga berasal
dari pembuatan materi, dan limbah konstruksi yang dihasilakn dari pembagunan. Peningkatan
emisi gas CO2 diatmosfer menghasilkan efek gas rumah kaca (Ali et al, 2021).
Dampak utama efek gas rumah kaca adalah fenomena pemanasan global dimana fenomena ini
dapat mengganggu dinamika dan siklus alami yang ada di bumi (Nunes dan Dias, 2022).
National Aeronautics and Space Administration (NASA) (2010) menyatakan bahwa terjadi
peningkatan kenaikan suhu global dari 0.1°C pada periode tahun 1951-1981 menjadi 0.5°C pada
periode tahun 1981-2009. Pada Gambar 2 menunjukan imbas dari peningkatan emisi CO2
pemanasan global dan imbasnya terhadap lingkungan termasuk kawasan pesisir.
Imbas pemanasan global terhadap kawasan pesisir yang paling nyata adalah kenaikan muka air
laut. Kenaikan rata-rata muka air laut secara konstan dalam rentang waktu yang panjang dapat
menyebabkan terjadinya intrusi air laut ke wilayah daratan, yang akan berdampak terhadap
perubahan kedudukan muka pantai. Perubahan muka pantai yang terjadi pada kawasan pesisir
tersebut dapat berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi kawasan pesisir dimana selain
mengurangi luasan daratan, intrusi air laut juga dapat berpeluang merusak fasilitas maupun
sumberdaya yang ada seperti kawasan ekonomi, kawasan pemukiman, situs sejarah, situs
kebudayaan, kawasan wisata dan lain sebagainya (Snoussi et al, 2011; Wuriatmo et al, 2012;
Syah, 2013 Dóriga and Jiménez, 2020). Dampak negatif lain dari pemanasan global adalah
berkurangnya ketersediaan air tawar, ketersediaan pangan, cuaca ekstrim, perubahan bentuk
geografi, dan hujan asam. Pemanasan global yang berimabas terhadap perubahan curah hujan
yang tidak menentu maupun intensitas terjadinya cuaca ekstrim (seperti La Nina dna ENSO)
berimbas terhadap kegagalan sektor pertanian dan pangan serta ketersediaan suplai air tawar yang
berkurang (Rochdane et al, 2012; Hounnou et al, 2019). Berbagai dampak buruk pemanasan
global tentu perlu dicegah dengan memanfaatkan blue carbon yang merupakan salah satu solusi
alami yang dapat menjadi pilihan utama. Selain memiliki fungsi ekologi, keberadaan ekosistem
mangrove dan lamun pada kawasan pesisir dapat diupayakan sebagai sarana mitigasi dan adaptasi
dari fenomena pemanasan global.
2.3 Potensi Serapan Karbon oleh Ekosistem Mangrove dan Lamun di Indonesia
Publikasi mengenai potensi cadangan dan serapan karbon ekosistem mangrove dan padang
lamun Indonesia oleh Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-
LIPI), Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan
Perikanan (PUSRIKEL-BRSDM-KKP) dan Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (P2lD-LIPI) (2018), menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove di
Indonesia yang memiliki luasan 3.22 juta hektar memiliki potensi penyerapan CO2 sebesar 52,85
ton CO2/ha/tahun. Kawasan hutan mangrove pada pesisir pulau-pulau besar di Indonesia
memiliki potensi serapan CO2 terbesar. Ekosistem mangrove pesisir pulau Kalimantan memiliki
potensi serapan mangrove terbesar, yaitu 94,32 ton CO2/ha/tahun kemudian pada pesisir pulau
Papua dengan potensi serapan 57,99 ton CO2/ha/tahun dan pesisir pulau Sulawesi sebesar 53,95
ton CO2/ha/tahun. Sementara itu, ekosistem mangrove di Pulau Sumatera dan Jawa yang telah
banyak terdegradasi menunjukan potensi serapan karbon lebih rendah, yaitu berturut-turut 37,07
dan 39,27 ton CO2/ha/tahun. Rata-rata simpanan karbon sebesar 891,70 ton/ha dengan potensi
cadangan karbon total mangrove nasional sebesar 2,89 Tt C. Ukuran diameter pohon yang besar,
berimplikasi pada tingginya simpanan karbon mangrove di Papua, rata-rata 1.073 ton/ha atau
total sebesar 1,72 Tt C. Ukuran dan tinggi pohon turut berpengaruh terhadap simpanan karbon.
Akbar et al, (2019) menyatakan semakin besar kandungan biomassa suatu tanaman, maka
semakin besar pula potensi serapan karbon pada tanaman tersebut. Mangrove pada kelas tinggi
>100 cm memiliki peran dalam penyerapan karbon yang lebih besar.
Gambar 4. Potensi serapan CO2 oleh ekosistem mangrove pada kawasan pesisir Indonesia.
Sumber: Potensi cadangan dan serapan karbon ekosistem mangrove dan padang lamun Indonesia (2018)
Indonesia memiliki luasan ekosistem lamun seluas 150.693,16 ha. Ekosistem padang lamun di
Indonesia rata-rata meyimpan cadangan karbon sebesar 0.94 C/ha atau total 141,98 kt C.
Ekosistem padang lamun di Indonesia mampu menyimpan 558,35ton C/ha di dalam substrat
(total karbon sebesar 84,14 Mt C). Selain itu, ekosistem lamun memiliki nilai serapan karbon
yang tinggi. Dengan laju serapan karbon sebesar 6.59 ton C/ha/tahun, padang lamun di Indonesia
memiliki total serapan karbon sebesar 992,67 kt C/tahun (setara dengan 3,64 Mt CO2/tahun.
Gambar 5. Potensi serapan CO2 oleh ekosistem lamun pada kawasan pesisir Indonesia.
Sumber: Potensi cadangan dan serapan karbon ekosistem mangrove dan padang lamun Indonesia (2018).
Menurut Setiawan (2012) potensi penyerapan karbon akan berbanding lurus dengan luas area
lamun, dimana semakin tinggi luas area lamun yang dimiliki suatu perairan potensi penyerapan
karbonnya juga akan tinggi.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Potensi penyerapan karbon pada vegetasi pesisir dan laut cukup besar dibandingkan dengan
vegetasi daratan. Ekosistem pesisir dan laut Indonesia berupa padang lamun dengan luasan
150.693 ha dan hutan mangrove dengan luasan 3.237.000 ha dapat menyerap karbon sampai
170,64 Mt CO2/tahun, Sehingga dapat menjadi solusi efektif dalam upaya penyerapan gas CO 2
untuk mitigasi pemanasan global. Keberadaan ekosistem mangrove dan lamun pada kawasan
pesisir juga dapat menjadi adaptasi bagi kawasan pesisir akibat pemanasan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ali K.A., Ahmad M.I., Yusup Y. 2020. Issues, Impacts, and Mitigations of Carbon Dioxide
Emissions in the Building Sector. Journal MDPI: Sustainabillity. 12:1-12.
Griggs G., Reguero B.G. 2021. Coastal Adaptation to Climate Change and Sea-Level Rise.
Journal MDPI: Water. 13: 1- 26.
Hartati R., Pratikto I., Pratiwi T.N. 2017. Biomassa dan Estimasi Simpanan Karbon pada
Ekosistem Padang Lamun di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Kepulauan
Karimunjawa. Buletin Oseanografi Marina. 6(1): 74–81.
Hilwan, I., Nurjannah A.S. 2014. Potensi Simpanan Karbon Pada Tegakan Revegetasi Lahan
Pasca Tambang di PT Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan. Jurnal Silvikultur
Tropika, 5(3): 188-195.
Hounnou F.E., Dedehouanou H., Zannou A., Agbahey J., Biaou G. 2019. Economy-Wide
Effects of Climate Change in Benin: An Applied General Equilibrium Analysis. Journal
MDPI: Sustainabillity. 11:1-15
Khairunnisa., Setyobudiandi I., Boer M. 2018. Estimasi Cadangan Karbon Pada Lamun Di
Pesisir Timur Kabupaten Bintan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 10 (3):
639-650.
López-Dóriga U., Jiménez J.A. 2020. Impact of Relative Sea-Level Rise on Low-Lying Coastal
Areas of Catalonia, NW Mediterranean, Spain. Journal MDPI: Water. 12: 1-28.
Nunes L.J.R., Dias M.F. 2022. Perception of Climate Change Effects over Time and the
Contribution of Different Areas of Knowledge to Its Understanding and Mitigation.
Journal MPDI: Climate. 10(7):1-29.
Rahardita I.K.V.S., Putra I.D.N.W., Suteja Y. 2019. Simpanan Karbon Pada Padang Lamun di
Kawasan Pantai Mengiat, Nusa Dua Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences. 5(1):
1-10.
Snoussi. M., Niazi. S., Khouakhi. A., Raji. O. 2011. Climate Change and Sea Level Rise: a GIS-
Based Vulnerability and Impact Assessment, The Case of the Moroccan Coast.
GeometicSolution for Coastal Enviroment.
Syah. A.F. 2013. Pengukuran Daerah Genangan di Pesisir Bangkalan Akibat Naiknya Muka Air
Laut. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5(1): 67-71.
Wuriatmo. H., Koesuma. S., Yuniato. M. 2012. Analisa Sea Level Rise dari Data Satelit
AltimetriTopex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2 di Perairan Laut Pulau Jawa Periode 2000-
2010. Indonesia Journal of Applied Physics. 2(7).
Rochdane S., Reichert B., Moh. Messouli., Babqiqi A., Moh. Khebiza Y. 2012. Climate Change
Impacts on Water Supply and Demand in Rheraya Watershed (Morocco), with Potential
Adaptation Strategies. Journal MDPI: Water. 4: 28-44.
Milkah R. 2021. Stok Karbon Ekosistem Mangrove Global: Sebuah Tinjauan Pustaka
Sistematis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Banerjee K., Mitra A., Villasante S. 2021. Carbon Cycling in Mangrove Ecosystem of Western
Bay of Bengal (India). Journal MDPI: Sustainabillity. 13:1-23.
Wahyudi A.J., Afda., Adi N.S., RustamA., Hadiyanto., Rahmawati S., Irawan A., Dharmawan
I.W.E., Prayudha E., Hafizt M., Prayitno H.B., Rahayu Y.P., Solihudin P., Ati R.N.A.,
Kepel T.L., Astrid K.M., Daulat A., Salim H.L., Sudirman N., Suryono D.D., Kiswara
W., Supriyadi I.H. 2018. Potensi Cadangan dan Serapan Karbon Ekosistem Mangrove
Dan Padang Lamun Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (P2O-LIPI), Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (PUSRIKEL-BRSDM-KKP) dan Pusat Penelitian
Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2lD-LIPI).