Anda di halaman 1dari 18

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

KEHUTANAN PADA RAPAT TEKNIS PENGENDALIAN


PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
TAHUN 2023

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Syalom, Salam sejahtera bagi kita semua,
Oom swastiastu,
Namo budaya,
Salam kebajikan.

Yang terhormat
• Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan,
Kementerian Keuangan
• Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah,
Kementerian Dalam Negeri
• Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri,
Kementerian Polhumkam
• Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan
• Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi dan Kabupaten Kota
• Ketua Badan Koordinasi Pusat Studi Lingkungan
Se-Indonesia (BKPSL)
• Ketua Pusat Studi Lingkungan Uni Universitas
Mulawarman , Universitas Gadjah Mada,
Universitas Udayana, Universitas Riau dan
Universitas Papua
• Para pimpinan perusahaan
• Kelompok Kumunitas dan Perwakilan Generasi
Muda
• Saudara-saudara peserta rapat kerja teknis yang
saya hormati dan saya cintai,

Pertama-tama marilah kita persembahkan puji dan syukur


ke Hadirat Allah SWT atas nikmat yang banyak yang telah
di berikan kepada kita semua, sehingga pada kesempatan
ini kita bisa berkumpul bersama pada acara Rapat Kerja
Teknis Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran
dan Kerusakan Lingkungan.

Bapak Ibu yang saya hormati,


Menurut Laporan UN 2021 – Making Peace With Nature,
dunia saat ini sedang mengalami Triple Planetary Crisis.
Triple Planetary Crisis adalah konsep yang mengacu pada
tiga krisis besar yang sedang dihadapi oleh dunia saat ini,
yaitu:perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati
dan pencemaran lingkungan.
• Krisis perubahan iklim: Krisis ini terkait dengan
peningkatan emisi gas rumah kaca dan perubahan
iklim global yang berdampak pada berbagai aspek
kehidupan manusia dan lingkungan, seperti
naiknya suhu global, pola hujan yang berubah, dan
peningkatan tinggi permukaan laut. Merujuk
kepada IPCC Special Report 1.5 derajat C tahun
2018 and IPCC Sixth Assessment Report Working
Group I on the physical science basis of climate
change yang terbit tanggal 7 Agustus 2021, selama
2011 – 2020, suhu permukaan global telah
meningkat rata-rata 1.09 derajat Celcius, dengan
kenaikan suhu permukaan sebesar 1,5 derajat
Celcius dan permukaan lautan sebesar 0,89 derajat
Celcius. Suhu global akan terus meningkat sampai
2,1 – 3,5 derajat Celcius pada skenario
intermediate, jika tidak ada penurunan emisi GRK
yang tinggi pada durasi 2020 - 2050 yang sangat
tergantung kepada upaya-upaya yang ambisius
pada tahun 2020-2030. Kenaikan suhu 1,5 derajat
Celcius akan meningkatkan intensitas curah hujan
dan dampak ikutannya seperti banjir dan
kekeringan di wilayah negara-negara di Asia.

• Krisis keanekaragaman hayati: Krisis ini terkait


dengan kerusakan ekosistem dan penurunan
keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh
aktivitas manusia, seperti deforestasi, polusi, dan
perubahan penggunaan lahan. Menurut Laporan
Living Planet 2020 dari World Wildlife Fund,
populasi satwa liar telah menurun sekitar 68%
sejak tahun 1970. Sekitar 1 juta spesies makhluk
hidup di bumi saat ini terancam kepunahan.
Kekayaan genetik tumbuhan dan hewan semakin
berkurang karena hilangnya habitat dan perubahan
iklim.

• Krisis Pencemaran Lingkungan seperti


pencemaran udara dapat terjadi dari pembakaran
bahan bakar fosil, pembangkit listrik, dan aktivitas
industri yang menghasilkan emisi gas dan partikel
yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Pencemaran air dapat terjadi dari
pelepasan limbah industri, pertanian, dan kota yang
mengandung bahan kimia berbahaya, zat nutrisi,
dan mikroba penyebab penyakit. Pencemaran
tanah dapat terjadi dari aktivitas pertambangan dan
industri yang membuang bahan kimia berbahaya
dan limbah beracun ke tanah. Fakta menunjukkan
sekitar 80% dari air limbah dunia dibuang ke laut
tanpa diolah terlebih dahulu, mencemari ekosistem
laut dan mempengaruhi kesehatan manusia.
Sekitar 91% dari penduduk dunia hidup di tempat
yang udaranya dianggap tidak sehat oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sekitar 8 juta
ton plastik dibuang ke laut setiap tahun,
mengancam kehidupan laut dan kesehatan
manusia.
Laporan UN tersebut juga merekomendasikan perlunya
tindakan yang ambisius dan terkoordinasi oleh pemerintah,
bisnis, dan semua orang di seluruh dunia untuk dapat
mencegah dan membalikkan dampak terburuk dari
penurunan kualitas lingkungan dengan secara cepat
mengubah sistem kehidupan termasuk energi, air, dan
makanan sehingga penggunaan lahan dan lautan dapat
terus berkelanjutan.Mengubah sistem sosial dan ekonomi
berarti meningkatkan hubungan kita dengan alam,
memahami nilainya, dan menempatkan nilai itu di jantung
pengambilan keputusan kita

Indonesia termasuk negara terdepan yang telah


melaksanakan inisiatif ini, pada Panel Tingkat Tinggi
tentang Keterkaitan Pertanian dan Kehutanan yang
merupakan agenda ke-6 dari The Committee on Forestry
(COFO)-26, di Roma, Italia, Senin (3/10/2022), kita telah
menyampaikan inisiatif Indonesia melalui FOLU Net Sink
2030 untuk mendorong tercapainya tingkat emisi GRK
sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030.. FOLU Net
Sink 2030 dilakukan melalui 11 langkah operasional, yaitu:
Pengurangan laju deforestasi lahan mineral; Pengurangan
laju deforestasi lahan gambut; Pengurangan laju
degradasi hutan lahan mineral; Pengurangan laju
degradasi hutan lahan gambut; Pembangunan hutan
tanaman; Sustainable forest management; Rehabilitasi
dengan rotasi; Rehabilitasi non rotasi; Restorasi gambut;
Perbaikan tata air gambut; dan Konservasi
keanekaragaman hayati.
Selain itu, kedepan mangrove menjadi peluang untuk
dielaborasi dalam Rencana Operasional FOLU Net Sink
2030 karena kapasitas mangrove dalam mengurangi
emisi dari sektor lahan belum diperhitungkan baik di dalam
NDC maupun di dalam dokumen LTS-LCCR 2050.
Indonesai merupakan salah satu negara yang terdepan
dalam upaya restorasi mangrove. Program Building with
Nature in Indonesia di Demak Jawa Tengah telah di pilih
sebagai 1 dari 10 Flagship Restorasi Dunia pada
Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP15) di
Montreal Desember 2022. Sepuluh Flagship restorasi
tersebut dipilih di bawah program United Nations Decade
on Ecosystem Restoration, sebuah gerakan global yang
dikoordinasikan oleh United Nations Environment
Programme (UNEP) dan United Nations Food and
Agriculture Organization (FAO) untuk mencegah dan
membalikkan degradasi lingkungan di seluruh planet ini.

Pesisir Demak telah lama dilanda erosi, banjir, dan


kehilangan tanah yang disebabkan oleh penebangan
hutan mangrove untuk tambak, serta mengalami
penurunan tanah dan infrastruktur. Alih-alih langsung
menanam kembali pohon mangrove, kegiatan ini secara
inovatif ini telah membangun struktur seperti pagar
dengan bahan alami (bambu) di sepanjang pantai untuk
menenangkan gelombang dan menjebak sedimen,
sehingga menciptakan kondisi bagi mangrove untuk pulih
secara alami. Total panjang struktur permeabel yang
dibangun adalah 3,4 km dan 199 ha mangrove telah
direstorasi. Karena hutan mangrove yang menyediakan
habitat bagi sejumlah besar organisme laut, hasil
tangkapan para nelayan di dekat pantai meningkat.

Saya optimis, FOLU Net Sink 2030 akan menjadi


kerangka kerja untuk mereplikasi upaya-upaya inovatif
untuk pemulihan lingkungan seperti ini, karena FOLU
mencerminkan pengakuan kita terhadap peran ekosistem
untuk mengatasi masalah Triple Planetary Crisis. FOLU
Net Sink juga membuka potensi yang besar dalam
ekonomi karbon karena pohon-pohon yang ditanam dapat
menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan
menyimpannya dalam biomassa dan tanah dan dapat
dihitung kredit karbonnya untuk diperdagangkan dalam
pasar karbon.

Indonesia merupakan salah satu negara yang


mengeluarkan peraturan Carbon Pricing yang meliputi
Artikel (5) dan Artikel (6) Persetujuan Paris, melalui
Peraturan PresidenNomor 98 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan
Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022 tentang
Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Regulasi
NEK sangat penting bagi Indonesia karena membuka
kesempatan untuk penanggulangan perubahan iklim
berbasis pasar (market) di tingkat global.

Menurut laporan Bank Dunia, potensi ekonomi dari nilai


karbon sektor kehutanan mencapai sekitar USD 1,3-4,2
miliar per tahun, dan berpotensi terus meningkat di masa
depan. Penelitian Lian Pin Koh, et all, Carbon prospecting
in tropical forests for climate change mitigation, Nature
Communication 2021, menunjukkan Indonesia
merupakan peringkat kedua di dunia sebagai negara yang
paling layak untuk menjadi tempat investasi nilai ekonomi
karbon dari hutan. Brazil (426.2 ± 257.0 MtCO2 per tahun),
Indonesia (230.5 ± 99.7 MtCO2 per tahun), Bolivia (96.0 ±
60.8 MtCO2 per tahun ), Democratic Republic of Congo
(85.3 ± 45.3 MtCO2 per tahun) and Malaysia (53.6 ± 21.4
MtCO2 per tahun.Laporan UNEP, Pricing Forest Carbon,
(2023) mencatat harga rata rata karbon dari hutan berkisar
antara $30-50/tCO2.

Masyarakat Internasional sangat tertarik untuk


berinvestasi pada ekonomi karbon Indonesia, karena
memberikan solusi mitigasi penurunan GRK yang lebih
terukur dan lebih murah daripada alternatif mitigasi di
sektor yang lain (Busch et al. 2019; Griscom et al. 2020;
Fuss et al. 2021). Diperkirakan setiap dolar yang
diinvestasikan menghindari deforestasi dan degradasi
hutan selama 70 tahun mendatang akan menghemat
antara $6 hingga $7 dalam biaya mitigasi global untuk
untuk menuju tingkat emisi net-zero global (Fuss et al.
2021).

Melihat potensi besar nilai ekonomi karbon Indonesia


maka pengembangan kebijakan dan mekanisme
perdaganan karbon harus menjamin Constitusional rights
bahwa angka karbon (emisi) merupakan ukuran kinerja
universal (dunia) dalam pengelolaan perubahan iklim yang
merefleksikan tingkat keberhasilan negara dalam
mengendalikan perubahan iklim. Oleh karenanya hak atas
karbon dan nilai ekonomi karbon harus dikuasai, dilindungi
dan dikelola oleh negara dan diatur Pemerintah Indonesia;

Bapak Ibu Hadirin sekalian yang saya hormati,


Tema Rapat Kerja Teknis kali ini adalah Co-Elevation. Co-
elevation adalah konsep dalam ekologi yang mengacu
pada hubungan timbal-balik antara organisme dan
lingkungannya. Organisme dan lingkungannya saling
mempengaruhi dan membentuk satu kesatuan yang terus
berinteraksi. Jika satu bagian dari sistem ekologis
mengalami perubahan, maka bagian lainnya juga akan
terpengaruh dan memicu efek domino pada ekosistem
secara keseluruhan. Oleh karena itu, mempertahankan
keseimbangan dan keragaman dalam sistem ekologis
sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dan
kelangsungan hidup semua makhluk hidup di planet ini.

Keith Ferrazzi, dalam Leading Without Authority (2020)


mengadopsi konsep Co-Elevation ini untuk menjelaskan
tentang karakteristik kepemimpinan yang diperlukan untuk
mengatasi krisis dunia saat ini. Co-Elevation
menempatkan misi atau tujuan strategis organisasi atau
kepentingan bersama untuk mencari pemecahan masalah
secara kolaboratif melalui kemitraan yang cair dan self-
organizing teams (tim yang mengorganisir diri sendiri).
Konsep mengorganisir diri sendiri memberikan otonomi
dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengelola tugas
dan pekerjaan mereka sendiri. Kata kuncinya adalah
"melangkah lebih tinggi bersama-sama", co-elevasi
memupuk semangat kemurahan hati dan rasa komitmen
terhadap tim dan misi bersama.

Keith Ferrazzi lebih lanjut memberikan tiga aturan emas


untuk co-elevation – yang akan menjadikan setiap orang
sebagai pemimpin perubahan. Aturan pertama adalah
inklusi radikal. Ini berarti memberikan suara kepada
beragam orang di organisasi untuk mengumpulkan ide,
inovasi, dan solusi segar. Aturan kedua adalah Bold Input
- berani menerima masukan sejak awal. Sejak tahap awal
pengembangan produk, jasa, atau kebijakan secara
berani mencari umpan balik yang jujur dari berbagai
kalangan. Jadi, alih-alih mengirimkan produk jadi, para
pemangku kepentingan telah diminta untuk memberikan
umpan balik sejak awal. Pendekan ini tentu saja
membutuhkan keberanian untuk menerima kritik, tanpa
harus memengaruhi kreativitas dan moral kita. Aturan
ketiga adalah agilty melibatkan seluruh pemangku
kepentingan dengan mempertemukan orang-orang dari
seluruh organisasi untuk mendiskusikan berbagai
hambatan dan mencari solusi masalah secara langsung.
Konsep Co-Elevation ini mengingatkan kita kepada Elinor
Ostrom, seorang ilmuwan sosial dan pemenang Nobel
Ekonomi, yang mengembangkan konsep "common
goods" (barang bersama). Konsep ini didasarkan pada
gagasan bahwa sumber daya alam yang dikelola secara
kolektif dapat dijaga dan dipelihara dengan baik oleh
masyarakat lokal yang memilikinya. Dengan menerapkan
konsep "common goods" dan prinsip-prinsip pengelolaan
sumber daya alam yang efektif dan berkelanjutan seperti
yang dikembangkan oleh Ostrom, masyarakat lokal dapat
berkontribusi dalam mengatasi wicked problem
lingkungan seperti pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Mereka dapat membangun kepercayaan,
mengembangkan aturan yang efektif, serta memelihara
sumber daya alam untuk jangka panjang. Selain itu,
pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya juga
harus berperan dalam mendukung dan memfasilitasi
pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan oleh
masyarakat lokal.
Co-Elevation memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan
memotivasi orang secara mendalam dan secara personal.
Jika dikombinasikan dengan kemajuan teknologi saat ini
maka akan terjadi perubahan tata ekonomi, sosial dan
lingkungan yang eksponensial. Perubahan teknologi
imformasi dan digital menyebabkan semua orang memiliki
kebebasan untuk mendapatkan imformasi dan
sumberdaya. Teknologi membuat yang dulunya langka
menjadi melimpah (abundant). Namun Co-Elevation tidak
didesain untuk menyediakan kesempatan bagi semua
orang untuk hidup bermewah mewah, namun lebih
kepada memberikan kesempatan kepada semua orang
untuk hidup dengan penuh kemungkinan dan pilihan. It is
not about provinding everyone with lives of luxury, rather
its about providing all with a life of possibility.

Bapak Ibu yang saya hormati,


Bercermin dari Co-Elevation tersebut diatas, rakernis ini
mengundang banyak pemangku kepentingan untuk
mengumpulkan ide, inovasi, solusi segar dan membangun
tujuan bersama untuk mengatasi masalah pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Salah satu kerangka kerja
yang sering digunakan untuk memahami dan mengelola
dampak manusia terhadap lingkungan adalah Driver
Pressure State Impact and Response (DPSIR).

Driver merujuk pada faktor-faktor yang mendorong


manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan, seperti
pertumbuhan populasi, kegiatan ekonomi, dan perubahan
sosial budaya. Driver sering kali merupakan sumber dari
Pressure yang ditimbulkan, yang dapat berupa polusi,
penggunaan sumber daya alam secara berlebihan, atau
perubahan iklim. State merujuk pada keadaan alami
lingkungan, seperti kualitas udara, air, dan tanah.
Pressure yang dihasilkan dapat memengaruhi State ini
dan memicu terjadinya Impact atau dampak terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia, seperti kerusakan
lingkungan, perubahan iklim, atau penyakit akibat polusi.

Indek Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) telah digunakan


untuk mengukur state. IKLH menggambarkan kualitas
Lingkungan Hidup dalam suatu wilayah pada waktu
tertentu, yang merupakan nilai komposit dari Indeks
Kualitas Air, Indeks Kualitas Udara, Indeks Kualitas Lahan,
dan Indeks Kualitas Air Laut.

Sedangkan Response atau tanggapan merujuk pada


tindakan yang diambil untuk mengurangi atau mengatasi
dampak yang ditimbulkan oleh Pressure dan Driver pada
lingkungan dan kesehatan manusia. Tanggapan dapat
berupa regulasi, kebijakan, inovasi teknologi, atau
tindakan konservasi. Sejak tahun 2021 telah
dikembangkan Indek Respon Kinerja Daerah untuk
mengukur kapasitas provinsi dan kabupaten kota dalam:
• membuat kebijakan dan Peraturan,
• pengembangan kelembagaan dan kompetensi
sumberdaya manusia,
• penyediaan alokasi anggaran yang memadai,
• implementasi dan aktualisasi pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan ditingkat
tapak,
• kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan
untuk berbagi sumberdaya, pengetahuan dan
sinergi sehingga aktualisasi program menjadi lebih
efektif dan efisien,
• penyebaran imformasi untuk proses pembelajaran
dan memperkuat masyarakat berinisiatif
menyelesaikan persoalannya secara mandiri dan
demokratis, dan
• inovasi untuk terus mengembangkan solusi solusi
masalah lingkungan dengan lebih baik.

Konsep DPSIR ini memudahkan upaya pengarus


utamaan isu lingkungan, yang tujuannya adalah
mengitegrasikan isu lingkungan ke dalam kebijakan dan
keputusan di semua sektor dan tingkat kehidupan.
Beberapa kebijakan yang telah menggunakan IKLH
sebagai komponennya antara lain adalah:
• Undang Undang No 1 Nomor 2022 tentang
Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Dana Bagi Hasil Sumber Daya
alam per daerah provinsi/kabupaten/kota dihitung
10% berdasarkan kinerja pemerintah daerah dalam
lingkungan hidup yaitu berdasarkan Nilai Capaian
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup setiap daerah.
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18 Tahun
2020, menjadikan pencapaian IKLH menjadi salah
satu komponen dalam Evaluasi Kinerja Urusan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
• Kementerian Koordinator Bidang Politik dan
Keamanan telah menggunakan IKLH sebagai salah
satu indikator dalam perhitungan Indeks Demokrasi
Indonesia.
• Lemhanas sedang mengembangkan penilaian
kepemimpinan daerah dengan menggunakan IKLH
sebagai salah satu indikatornya.

Pengembangan Indek Respon Kinerja Daerah dan IKLH


sebagai bagian dari penerapan konsep DPSIR sangat
membantu dalam memahami bagaimana Driver dan
Pressure mempengaruhi kondisi lingkungan, dan
bagaimana tanggapan (respon) untuk memperbaiki
kondisi tersebut. Dengan memahami hubungan ini, para
pihak yang terlibat dalam kolaborasi lingkungan dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
masalah lingkungan dan cara mengatasinya, sehingga
solusi yang disepakati menjadi lebih holistik.

Pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap faktor


penyebab dan tekanan pada lingkungan dapat
diidentifikasi dan juga siapa yang harus bertanggung
jawab atas respon dan solusi yang diambil. Dengan
demikian, pendekatan ini dapat meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam kolaborasi
lingkungan hidup. Kolaborasi adalah proses bekerja sama
antara dua atau lebih individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam kolaborasi, setiap pihak
memberikan kontribusi unik dan bergantung pada
kontribusi yang diberikan oleh pihak lain untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Inilah sebenarnya yang perlu terus
didorong kepada seluruh pemerintah daerah untuk
menggunakan IKLH dan Indek Respon Kinerja Daerah
sebagai sarana kolaborasi dengan para pemangku
kepentingan di daerahnya. Karena kita memahami
bersama, kemampuan sumberdaya manusia dan
keuangan institusi lingkungan yang sangat terbatas,
namun kita memiliki modal imformasi yang holistik
sehingga dapat digunakan untuk menggandeng para
pemangku kepentingan yang lain untuk menyelesaian
masalah lingkungan bersama-sama.

Salah satu hasil kolaborasi ini adalah kenaikan peran serta


daerah terutama dalam pemantauan lingkungan
khususnya pemantauan kualitas air. Pada tahun 2022
terjadi kenaikan jumlah data kualitas air dari 10.727 data
meningkat menjadi 14.283, dimana 85,52 % merupakan
data hasil pemantauan provinsi dan kabupaten kota.
Pemantauan kualitas udara juga meningkat dari 3.076
data menjadi 5.508 data namun peran serta daerah masih
perlu ditingkatkan karena masih 27,2 %.
Kita memperoleh gambaran tentang kapasitas daerah
dalam merespon masalah lingkungan. Alokasi anggaran
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
masih sangat rendah berkisar antara 0.01% -
1,19% dari total APBD. Dari segi pengembangan
sumberdaya manusia baru 43,4% Kab./Kota yang telah
membekali SDMnya dengan pelatihan yang berhubungan
dengan pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan, hasil yang cukup menggembirakan adalah
pelaksanaan kewajiban pemantauan kualitas lingkungan
yang menunjukkan, 61,5 % kabupaten/kota telah
melakukan pemantauan kualitas lingkungan dengan
APBD. Namun kegiatan pengawasan terhadap industri
masih perlu terus didorong, karena baru 43.4%
kabupaten/kota telah melakukannya.

Bapak Ibu yang saya hormati,


Mengacu kepada tiga aturan emas Co-Elevation Keith
Ferrazzi inklusi radikal, bold input dan agility maka kita
mengundang berbagai pemangku kepenting mulai dari
kementerian dan lembaga terkait, perguruan tinggi,
komunitas dan penggiat lingkungan, pemerintah provinsi
dan kabupaten kota, dunia usaha dan generasi muda
untuk memberikan masukkan dalam perumusan Rencana
Arah Kebijakan Pembangunan Nasional dan Perlindungan
Lingkungan Hidup dalam RPJMN 2025 – 2029 dan RPJP
2025 – 2045.
Generasi muda sangat penting untuk dilibatkan karena
mereka adalah generasi yang akan mewarisi planet ini dan
harus menghadapi dampak jangka panjang dari tindakan
dan kebijakan yang diambil saat ini. Mereka memiliki
pemikiran inovatif, kreatif, dan progresif, lebih terbuka
terhadap perubahan dan memiliki kemampuan untuk
berpikir di luar kotak. Hal ini membuat mereka mampu
menciptakan solusi baru dan inovatif dalam menghadapi
tantangan lingkungan. Generasi muda tumbuh dalam era
teknologi, dan karena itu mereka lebih terhubung dengan
teknologi daripada generasi sebelumnya. Hal ini
memberikan kesempatan bagi mereka untuk menciptakan
solusi teknologi yang berkelanjutan. Mereka secara umum
juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan
dan kesejahteraan planet in, yang berpotensi untuk
membuat mereka menjadi agen perubahan yang kuat
dalam mempromosikan aksi berkelanjutan.

Kelompok masyarakat dan komunitas memilik


pengetahuan lokal yang berharga untuk pengelolaan
lingkungan. Pelibatan komunitas dapat membantu
memastikan bahwa kepentingan lokal diperhitungkan
sehingga menghasilkan keputusan yang lebih baik, dapat
meningkatkan dukungan dan partisipasi yang akan
memperkuat dan memperluas pelaksanaan dan jangkuan
program.

Kelompok akademisi dan dunia usaha sudah dikenal


sebagai komponen penting dalam triple helix. Universitas
berperan sebagai sumber pengetahuan dan teknologi,
industri berperan sebagai tempat aplikasi dan penerapan
teknologi, dan pemerintah berperan sebagai regulator dan
pembuat kebijakan yang mengatur dan mendorong kerja
sama antara kedua sektor lainnya.

Kami mengundang kepada seluruh pihak untuk


memberikan ide, inovasi, solusi segar dan membangun
tujuan bersama untuk mengatasi masalah pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Selamat mengikuti Rapat
Kerja Teknis. Semoga Allah SWT meridhoi semua upaya
dan langkah kita dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan Indonesia.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


Om shanti shanti shanti om

Yogyakarta, 15 Maret 2023


Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan,

Prof. Dr. Ir. SITI NURBAYA, M.Sc

Anda mungkin juga menyukai